Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 TINJAUAN BAHAN KAYU PADA LANTAI KAMAR MANDI DI HOTEL BUTIK GEULIS BANDUNG Liesbeth Aritonang Dosen Tetap DIII Desain Interior, Institut Sains dan Teknologi TD.Pardede, Medan liesbeth.aritonang@yahoo.com liesbeth.aritonang@gmail.com ABSTRAK Bahan kayu merupakan bahan alami yang dapat dengan mudah dibentuk sesuai keinginan, memiliki tekstur unik, akan tetapi kekuatan bahan terbatas. Bahan kayu sangat tergantung pada proses pengeringan, selain usia asal pohon itu sendiri, pengaruh lingkungan geografis, sampai tingkat kelembaban suarut ruangan. Penggunaan bahan kayu pada konstruksi bangunan semakin jarang ditemukan, tetapi pada penelitian ini bahan kayu dalam bentuk parquet ditemukan sebagai penutup lantai kamar mandi kering, yang ditemukan pada Hotel Butik dan Kafe Geulis di jalan Ir. H. Juanda 129, Dago, Bandung yang bertemakan Victorian style. Pada penulisan ini akan diuraikan keunikan bahan kayu itu sendiri, khususnya pada perancangan Desain Interior suatu ruangan, akan tetapi untung rugi bila peletakkan kurang tepat, sehingga akan menimbulkan masalah yang perlu diperhatikan, baik secara umum pada penggunaan bahan kayu di ruangan yang memiliki tingkat kelembaban tinggi serta perhatian akan maintenance yang tinggi oleh pihak pengelola Hotel Butik Geulis. Kerwords: bahan kayu, parquet, kamar mandi, kamar mandi kering, Victorian stye, kelembaban tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Masalah Di tengah kesibukan masyarakat modern yang terus diburu waktu, dengan tujuan untuk mencari tingkat kehidupan yang lebih baik, mengakibatkan masyarakat tersebut semakin peka terhadap kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Dari sekian banyak faktor yang merupakan bagian dari kesehatan adalah kebersihan pribadi atau anggota tubuh. Bersih pangkal sehat, bukan hanya berlaku untuk menjaga kebersihan lingkungan sehingga nyaman untuk dihuni bersama, tetapi kebersihan itu dimulai pada diri sendiri, yang dilakukan dengan cara paling awam adalah dengan mandi. Sementara lokasi untuk melaksanakan kegiatan membersihkan diri tersebut semakin diperhatikan. Dimulai dengan kelengkapan sarana utama, sampai warna yang menghiasi ruangan ini, yang akrab sekali disebut dengan kamar mandi. Dilihat dari aktivitas masyarakat yang semakin padat, muncul keinginan untuk membuat lokasi mandi senyaman mungkin, dengan tujuan bukan badan saja yang bersih, tetapi juga pikiran akibat tekanan dari kehidupan sehari-hari, sehingga “kamar kecil” ini mendapat perhatian yang lebih besar. Perhatian yang menunjang kenyamanan pemakainya memunculkan beberapa unsur yang memperngaruhi kamar mandi ini berupa bentuk, warna, bahan, dan sebagainya. Bahan yang digunakan pada kamar mandi sebaiknya diberi perhatian khusus, mengingat kenyamanan dan keamanan si pemakai. Bahan yang bersifat hangat, lembut, dengan tekstur yang menarik serta memiliki daya tahan yang luar biasa adalah bahan kayu. Bahan alam hayati yang cocok pada rumah tinggal, mengingat sifat bahan bersangkutan, baik sebagai bahan dasar bangunan maupun sebagai bahan utama pada perabotan utama, yang mudah dalam pengerjaan serta perawatan, belum tentu cocok untuk semua ruangan yang terdapat pada hunian umum. Mengingat iklim tropis dengan kelembaban yang tinggi, sangat mempengaruhi sifat bahan alam hayati ini, khususnya pada lokasi semi basah seperti dapur atau basah seperti kamar mandi, yang mengakibatkan perubahan baik bentuk maupun sifat bahan kayu bersangkutan. Perubahan Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 66 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 bentuk atau sifat bahan kayu sangat mempengaruhi banyak aspek si pemakai, mulai dari kenyamanan sampai kesehatan. Sementara fungsi suatu hotel adalah suatu akomodasi untuk pengunjung yang menyediakan pelayanan berupa penginapan serta konsumsi, yang mengutamakan kenyamanan si pengunjung. Kesemua aspek yang berhubung langsung antara penyewa kamar hotel dengan sarana maupun fasilitas yang disediakan, harus diperhitungkan secara matang. Pada saat pihak pengelola hotel ingin memberi kenyemanan bagi pengunjungnya, timbul suatu masalah. Pemilik hotel yang berkeinginan menyediakan sarana penginapan dengan style yang berbeda, memunculkan suatu permasalahan antara image yang ingin dicipta dengan jenis bahan yang digunakan. Dalam pemakaian suatu bahan tertentu, tidak hanya memperhatikan kegunaan serta jenis bahan yang dipakai tetapi harus memperhatikan banyak faktor yang mampu mempengaruhi bahan bersangkutan. Karena faktor lingkungan serta iklim lokasi bersangkutan sangat mempengaruhi sifat suatu bahan, maka perlu ditinjau ulang antara image dengan kenyamanan. Untuk itu akan diperlihatkan gabungan antara style, lokasi, dan bahan, serta kemingkinan dalam memaksimalkan kenyamanan si pengunjung hotel. 1.2. Identifikasi Masalah Bahan kayu pada lokasi yang basah, yakni kamar mandi, merupakan suatu kendala bagi pemakainya, yang berkeinginan mencari kenyamanan dengan bahan bersangkutan, tetapi mengingat sifat bahan yang akan berdampak negatif bila disatukan dengan unsur air serta kelembaban, muncul permasalahan seperti, mengapa bahan kayu yang dipakai pada kamar mandi? Bagaimana menyatukan dua unsur yang bertolak belakang pada kamar mandi? Dan kendala-kendala apa yang muncul dalam perencanaan interior bagi pengelola? 1.3. Pembatasan Masalah Mengingat ruang, waktu, dan dana yang sangat terbatas, dari sekian banyak permasalahan yang muncul ditentukan hanya beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan ilmiah ini. Permasalahan dibatasi dengan bahan kayu pada kamar mandi, cara menyatukan dua unsur yang bertolak belakang serta kendala-kendala apa yang muncul dalam perencanaan interior bagi pengelola. 1.3. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan adalah metodologi penelitian kualitatif. Menurut DR. Lexy J. Moleong, M.A. dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif, mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Lexy J. Moleong, 1994: 3). Dalam penyusunan penulisan ilmiah ini digunakan metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis adalah suatu metode penulisan dengan cara menggambarkan suatu keadaan obyek melalui pendekatan studi kasus, seperti diungkapkan oleh DR. Kartini Kartono dalam bukunya Pengantar Metode Riset Sosial, yaitu: Metode deskriptif analisis adalah metode studi eksplorasif dan analitis yang sangat cermat dan intensif mengenai keadaan suatu unit (kesatuan) sosial, berupa pribadi, suatu keluarga, satu institut, kelompok kebudayaan, atau suatu kelompok masyarakat. (Kartini Kartono, 1996 : 254). Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, studi lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Juga dilakukan pendekatan visual terhadap bahan yang ditinjau pada objek penelitian. a. Studi Kepustakaan Mencari dan mengolah data pustaka dan berbagai referensi yang berhubungan dengan obyek penelitian. b. Studi Lapangan Mengadakan pengamatan langsung pada obyek penelitian yaitu Hotel dan Kafe Geulis di jalan Ir. H. Juanda 129, Dago, Bandung. Dengan mengambil bagian yang dianggap dapat mewakili apa yang diteliti dalam penulisan ilmiah ini, dalam hal ini kamar mandi yang terdapat pada hotel butik bintang tiga ini. c. Wawancara Mengadakan komunikasi langsung dengan pihak-pihak yang terkait. Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan Bapak Andi, selaku Assisten Manager Operasional. d Kumpulan Arsip (dokumen) Pengambilan gambar berupa foto interior ruang-ruang pada Hotel dan Kafe Geulis, khususnya kamar mandi, kumpulan arsip berupa denah bangunan dan kumpulan arsip perpustakaan Hotel dan Kafe Geulis bersangkutan. Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 67 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 BAB II BAHAN KAYU, KAMAR MANDI DAN HOTEL 2.1. Pengertian Bahan Kayu Berbagai bahan bangunan muncul sewaktu membangun serta mewujudkan suatu ruang. Pada saat menentukan bahan bangunan untuk lantai diperlukan perhatian khusus, seperti fungsi ruang, pemakai, suasana yang ingin dicipta, perawatan serta harga. Material tersebut dapat berupa bahan buatan manusia atau bahan alami, untuk itu bahan bangunan alami dapat dibagi dua lagi yakni bahan alam hayati serta alam non hayati. Batu alam, marmer, serta granit termasuk bahan alami non hayati, sementara untuk bahan alam hayati muncul bahan-bahan seperti rotan, bambu, serta kayu. Menurut J.F. Dumanauw dalam buku Mengenal Kayu, kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi (1990:1). Sementara dalam buku Der Holz Bau, kayu untuk kebanyakan merupakan sebuah bahan bangunan, dengan sifat-sifat seperti hangat, alami, nyaman, dan sehat (Kolberg dkk., 1987:6). Dan pendapat Terence Conran dalam bukunya Wohn ldeen Wohn Design bahwa, kayu merupakan sebuah material yang disenangi hampir setiap orang. Memiliki bau yang menyenangkan, mudah dalam pengerjaan, memancarkan kehangatan, singkatnya menjadikan hidup lebih kaya. Dapat berharga mahal, karena itu penting, pertimbangan antar harga material dibandingkan kegunaanya. (Terence Conran, 1995:212) Sementara menurut John McGowan dan Roger DuBern, dalam buku yang berjudul Home Decorating bentuk kayu memiliki sifat yang hangat, lembut dan permukaan yang sangat menarik serta unik. Kebanyakan lantai dari bahan kayu padat diletakkan di atas sub-lantai, yang terdiri dari chipboard, plywood atau hard board. (John McGowan dan Roger DuBem, 1991:100). Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahan kayu merupakan bahan alami hayati yang memancarkan kehangatan, lembut, nyaman, memiliki permukaan yang menarik dan unik, serta mudah dalam pengerjaan dan perawatan, yang ekonomis. Cocok sebagai bahan dasar bangunan, bahan untuk langitIangit, dinding, lantai juga sebagai bahan pada hampir semua perabotan yang terdapat pada rumah tinggal. Tetapi dapat berharga mahal bila kurang pertimbangan antara harga material dibandingkan dengan fungsi bahan bersangkutan atau kegunaan pada ruang yang diinginkannya. 2.1.1. Bahan Kayu untuk Lantai Menurut Lucinda Richards, lantai kayu alami yang lembut baik lama atau baru adalah solusi yang sempuma untuk hampir semua rumah karena mampu memberi sentuhan country, gaya periode tertentu, atau kehangatan pada rumah kontemporer (Lucinda Richards, 1997:52). Kayu sebagai lantai menurut Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni dalam buku Das Buch vom Innen Ausbau, memiliki sifat yang menunjang kenyamanan yakni fuβwarm atau hangat untuk kaki. (Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, 1996:28). Lantai kayu tersedia dalam tiga bentuk, yakni Fertig-parqett atau parket jadi, sebagai Hobeldielen atau papan kayu, serta Landhausdielen atau papan parket. Tipe paling dikenal dari lantai woodblock adalah panel kayu mosaik dan panel parquet. (Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, 1996:29). a. Fertig-parqett atau Parket Jadi Tersedia dalam bentuk lembaran panjang atau parket berbentuk tile, yakni lempengan persegi. Umumnya berlapis tiga dan memiliki sambungan Nut und Feder atau tounged-and-grooved. Jarak dengan dinding sekelilingnya kurang lebih 1 cm, untuk memungkinkan pengerjaan kayu lebih mudah. Lapisan teratas sebagai contoh terbuat dari kayu jenis Eiche, Buche, Birke, Esche, Ahorn atau Ek, yang merupakan bahan jadi dengan daya tahan yang baik, serta mudah dalam perawatan. b. Hobeldielen atau Papan Blok Tersedia dari bahan Fichte atau pinus, Kiefer, Larche, dan Douglasie juga Eiche, Esche dan Ahorn. Pada papan terdapat sambungan Nut und Feder atau tounged-and-grooved, dan umumnya hanya salah satu permukaan yang dihaluskan. Lebar papan berkisar antara 96mm – 196mm, tebal berkisar 19,5mm -35,5mm dan panjang dari 1,50m–5,40m. Menurut Heinz Frick dalam buku Ilmu Bahan Bangunan, papan blok atau papan lamin merupakan kayu lapis dengan intinya. Lapisan tersebut terdiri dari kayu gergajian atau blockboard atau vinir tebal yang berdiri tegak lurus dengan lapisan vinir muka dan belakang. (Heinz Frick, 1999:40) c. Landhausdielen atau Papan Parket Mirip dengan Fertig-parqett atau parket jadi, tetapi memiliki lapisan lebih banyak. Lapisan permukaan tebalnya berkisar antara 14mm sampai 22mm. Menurut John McGowan dan Roger DuBem dalam buku Home Decorating bahwa, bahan kayu pada lantai merupakan, panel mosaik terbuat dari lima atau tujuh hardwood jari-jari dalam empat Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 68 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 bagian, masing panel terdiri dari 20-28 buah, yang direkatkan bersama pada sebuah biumen felt. Umumnya ukuran persegi panel tersebut antara 12 inci atau 30 cm sarnpai 1812 inci atau 47 cm, dan jari-jari pada rnasing-masing panel disesuaikan untuk mewujudkan pola basketwave. Beberapa lantai dengan panel mosaik hardwood dengan sarnbungan toungedand-grooved dan diselesaikan dalam bentuk panel yang kaku. Diperkuat dengan pin dari bahan aluminium atau diberi dasar dari bahan plywood. (John McGowan dan Roger DuBem, 1991 : 103) Untuk menciptakan sebuah permukaan yang kuat dan rata, diberi pada lantai panel parket yang terdiri dari balokan hardwood dengan sistem sambungan tounged-andgrooved. Menurut John McGowan dan Roger DuBem dalam buku Home Decorating bahwa, balokan lama dapat diletakkan dalam pola yang bervariasi, umumnya dengan motif basketwave, pola herringbone yang tradisional, serta brickpattern, dU. Tidak seperti panel kayu mosaik, panel parquet di pre-finished pada sebuah lapisan bawah dari kertas aspal dan butiran cork. Balokan parquet tradisional, bagimanapun juga, tidak memiliki sarnbungan tounged-andgrooved dan harns diamplas dan direkatkan setelah pemasangan. (John McGowan dan Roger DuBern, 1991 : 103) d. Papan Partikel atau Particle Board Selain yang disebut diatas, menurut J.F. Dumanauw terdapat papan buatan lain, berupa papan buatan yang terbuat dari serpihan kayu dengan bantuan perekat sintesis. Kemudian papan tersebut diproses, sehingga memiliki sifat seperti kayu masif papan partikel ini mampu menahan api dan merupakan bahan isolasi serta bahan akustik yang baik (J.F. Dumanauw, 1990:98). e. Wood Wool Board atau Papan Wol Kayu Salah satu penutup lantai yang memiliki sifat-sifat seperti ringan, memiliki keawetan, merupakan bahan peredam suara yang baik serta bahan isolasi panas adalah papan wol kayu atau wood wool board (J.F. Dumanauw, 1990:98). Papan tiruan yang dibuat dari ketaman kayu atau wol kayu dengan bahan pengikat semen atau magnesit, yang kemudian diproses, menghasilkan bahan jadi untuk bahan bangunan. 2.1.2. Perbandingan antara Tipe-tipe Lantai Kayu Untuk lantai yang memakai bahan kayu, memerlukan banyak wear and tear, dalam hal ini perhatian. Karena kayu bersangkutan hams memiliki daya tahan yang lama. Sementara masing-masing jenis kayu memiliki daya tahan serta perwatan yang berbeda-beda. Penggunan bahan kayu bervariasi untuk tipe lantai yang berbeda. Mahogani atau Oak, sebagai contoh, biasanya hanya dipakai sebagai panel mosaik. Sementara jenis Ash dan Beech umumnya hanya ditemukan sebagai jari-jari kayu untuk lantai. Kesemuanya memiliki daya tahan yang kuat. Harga dari bahan kayu tersebut bervariasi, dan jenis Merbau, yang paling kuat, berharga lebih mahal sedikit daripada jenis Oak dan Ash. Beech dan Maple lebih murah. Pada lantai parquet pre-finished. Urutan pada panel mosaik, jenis Merbau merupakan yang termahal, diikuti Iroko dan Oak gelap, jenis Eucalyptus berkisar dari harga Merbau. (John McGowan dan Roger DuBern, 1991 : 100). Menurut Lucinda Richards dalam buku Pemilihan dan Penggunaan Lantai, lantai kayu lama yang dipasang dan dilapis memberi kilau kehangatan yang kaya atau jika kondisinya tidak cukup baik, lantai bercat juga sama baiknya. Sebagai alternatif lain, pilihan akan berbagai macam lantai kayu baru, mulai dari kayu eik hitam sampai pohon ash. (Lucinda Richards, 1997:52). 2.1.3. Ketahanan Kayu Pemakaian pada daerah basah dan lembab, seperti pada teras atau kamar mandi, perlu diperhatikan perlindungan pada kayu itu sendiri: diusahakan menjauh dari daerah basah atau setidaknya diatasi agar air mengalir ke tempat lain atau cepat menguap. Lingkungan basah yang tetap harus dihindarkan. (Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, 1996:124). Kekuatan suatu bangunan yang bahan dasarnya dari kayu sangat bergantung dari jenis kayunya. Dalam buku Der Holz Bau, bangungan, seperti Fachwerk, yang merupakan rumah tradisional Jerman dan jembatan, yang tidak mengalami perlindungan khusus, menunjukkan bahwa kekuatan kayu kering tersebut dapat bertahan berabad-abad lamanya. Untuk mendapatkan ketahanan maksimal dari kayu sebagai bahan bangunan, pemakaian sekarang ini dianjurkan untuk memberi perlindungan terlebih dahulu. (Kolberg dkk., 1987:22) Tetapi karena tidak semua jenis kayu memiliki ketahanan yang sama maka perlu diberikan suatu perlindungan. Dalam menjaga kualitas kayu sebagai bahan Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 69 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 bangunan diberi perlindungan khusus untuk mengatasi pengaruh iklim, pengaruh biologis, pengaruh termal, serta pengaruh bahan kimia. a. Pengaruh lklim Kekuatan kayu sangat mudah terpengaruh oleh cuaca dan iklim sekitarnya. Selain itu tingkat kelembaban pada suatu daerah berbeda-beda, yang juga mampu mengubah struktur kayu. Permukaan kayu dapat berubah warna akibat sinar UV. Sementara perubahan bentuk terjadi karena aliran air seperti hujan dan jamur. Selain itu menurut Kolberg dkk. dalam buku Der Holz Bau, akibat perubahan cuaca serta kelembaban yang tinggi, mengakibatkan kayu mengalami penyusutan sehingga muncul retakan pada permukaan kayu. (Kolberg dkk., 1987 : 22) Sementara menurut J.F. Dumanauw dalam buku Mengenal Kayu mengemukakan, sifat atau keadaan alam mempakan penyebab non-makhluk hidup yang memsak komponen kayu sehingga umur pemakaiannya menjadi pendek. Suhu dan ke1embaban udara, panas matahari, udara dan air, kesemuanya termasuk faktor fisik yang mempercepat kemsakan kayu bi1a terjadi penyimpangan. (J.F. Dumanauw, 1990:62) b. Pengaruh Biologis Pada pengaruh biologis dapat dibedakan antara flora, seperti jamur dan fauna contohnya serangga. Ditambah dengan pendapat J.F. Dumanauw (1990:62-63) yang diambil dari buku Mengenal Kayu, pengaruh biologi selain jamur dan serangga adalah binatang laut. 1) Jenis jamur, cendawan atau fungi merupakan tumbuhan satu sel, yang berkembang dengan spora. Hidupnya sebagai parasit terhadap makhluk lain. Menurut J.F. Dumanauw (1990:62-63), jamur umumnya hidup sangat subur di daerah lembab dan terkenal sebagai perusak kayu basah. Kebanyakan jenis jamur tidak dapat menyerang kayu kering dengan tingkat basah dibawah 20%, terkecuali jenis jamur Hausschwamm. (Kolberg dkk., 1987:22). Bagi perkembangan jamur pembusuk sangat diperlukan bahan makanan yang cukup di dalam kayu, kelembaban yang tinggi dan sedikit udara serta suhu yang layak. (J.F. Dumanauw, 1990:63). Sifat utama kerusakan oleh jamur ialah pelapukan dan pembusukan kayu, tapi ada juga kayu yang hanya berubah warnanya menjadi kotor, misalnya jamur bim atau blue stain. Macam-macam jamur antara lain: jamur pelapuk kayu, atau pembusuk kayu dan jamur pewama kayu atau disebut juga dengan jamur penyebab noda kayu. (J.F. Dumanauw, 1990:39) 2) Lain halnya dengan serangga yang mengerogoti jalur-jalur dalam kayu, yang kering sekalipun. Kerusakan yang terbesar ditimbulkan oleh larva, yang masuk ke dalam kayu untuk mencari sari makanan serta perlindungan. (Kolberg dkk., 1987:22). Menurut J.F. Dumanauw dalam buku Mengenal Kayu bahwa, serangga merupakan perusak kayu yang sangat hebat, terutama di daerah tropik misalnya: Indonesia, Malaysia, Filipina, dan negaranegara lainnya. Serangga tersebut makan dan tinggal di dalam kayu. Macam-macam serangga perusak kayu antara lain: rayap tanah, rayap kayu kering dan serangga bubuk kayu. (J.F. Dumanauw, 1990:63) 3) Jenis binatang laut, lebih dikenal dengan sebutan Marine borer, yang merusak kayu. Kayu yang dipasang di air asin akan mengalami kerusakan yang lebih hebat daripada kayu yang dipasang di tempat lain. Hampir semua jenis kayu mudah diserang oleh binatang laut. Menurut J.F. Dumanauw, akan tetapi ada pula beberapa jenis kayu yang memiliki faktor ketahanan, karena adanya zat ekstraktifyang merupakan racun bagi binatang laut, antara lain: kayu lara, kayu ulin, kayu giam, dan lain-lain (J.F. Dumanauw, 1990:63). c. Pengaruh Termal Pengaruh temperatur yang tinggi, dalam hal ini kebakaran, menimbulkan kerusakan pada kayu. Efek kerusakan pada kayu tergantung dari meningkatnya suhu serta kepadatan kayu bersangkutan. Di atas suhu 250°C kerusakan menjadi sangat cepat. (Kolberg dkk., 1987:22) d. Pengaruh Bahan Kimia Pengaruh bahan kimia pada kayu agak sedikit karena relatif resisten, dan karena itu sering digunakan pada besi dan besi beton yang mudah karatan. Faktor ini dapat mempengaruhi unsur kimia yang membentuk komponen seperti selulosa, liguin dan hemiselulosa. (J.F. Dumanauw, 1990:62). Ketahahan kayu terhadap asam, basa dan garam, tergantung jenis kayu serta cuaca dan lingkungannya. (Kolberg dkk., 1987:22) 2.1.4. Lantai Kamar Mandi Lantai kamar mandi harus anti air. Menurut Lucinda Richards dalam bukunya Pemilihan dan Penggunaan Lantai, pilihan paling tepat adalah vinil. Ubin keramik dapat juga dipakai, tetapi akan menjadi licin bila basah. Sekalipun hangat dan lembut di kaki, Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 70 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 karpet akan menjadi cepat lapuk bila terlalu lama basah. (Lucinda Richards, 1997:12). 2.2. Pengertian Kamar Mandi Dalam Encyclopedia Americana kata dasar mandi atau bath, bila dilihat dari sisi kesehatan merupakan salah satu cara untuk membersihkan seluruh atau sebagian dari anggota tubuh manusia dengan air atau dengan maksud penyembuhan atau pengobatan, dalam berbagai perlakuan akan kondisi dan penyakit. Sementara menurut Merriam Webster's Collegiate Dictionary kamar mandi atau bathroom adalah sebuah ruangan yang memiliki sebuah bathtub atau shower dan umumnya dilengkapi dengan sebuah wastafel dan toilet atau kloset duduk. Sementara menurut Terence Conran, sejarah mandi tidak selalu berhubungan dengan kebersihan, walaupun higiene memegang peranan pada terwujudnya kamar mandi, ritualismenya mandi merupakan proses kultural-historis yang rumit. Ruangan bersangkutan, dimana terlaksananya 'mandi', dulunya sering disebut dengan sebutan unik seperti Tempel der Waschung yang berarti kuil pemandian, dan sebagainya. (Terence Conran, 1995:172) Dapat disimpulkan bahwa kamar mandi merupakan suatu ruang yang menyediakan sarana untuk membersihkan anggota badan dengan air, berupa bak mandi untuk merendamkan badan, atau shower serta closet duduk dengan wastafelnya. 2.2.1. Sejarah Kamar Mandi Seperti yang dikemukakan oleh Terence Conran dalam buku Wohn Ideen Wohn Design, sejarah mengenai mandi tidak selalu berhubungan dengan sejarah akan kebersihan, walaupun higiene memegang peranan pada terwujudnya kamar mandi. Ritualismenya mandi merupakan proses kulturel-historis yang rumit. Ruangan bersangkutan dimana terlaksananya 'mandi', dulunya sering disebut dengan kata-kata unik seperti Tempel der Waschung, yang berarti kuil pemandian, dan sebagainya (Terence Conran, 1995:172). Bayangan bahwa kebersihan berhubungan dengan kesucian dari yang Agung atau Heiligkeit des Gottlichen, termasuk relatif modern, karena pada gereja-gereja terdahulu mandi dilarang. Santo Franz dari Asisi mengamati 'tidak mandi' sebagai tanda-tanda luar akan kesucian, dan dari Santa Agnes diberitakan, bahwa mereka tidak pemah membersihkan diri. Sampai muncul gerakan lebih sering akan higiene pada abad 20, manusia mulai memperbatikan serta menata kamar mandi seperti halnya ruang-ruang lain dalam rumah tinggal mereka, objek saniter sering diperlakukan bagai perabotan umum, seperti terbuat dari kayu mahogani yang halus. Saat higiene sampai pada kamar mandi, ruangan bersangkutan mulai diberi lantai keramik serta bath-tube dari bahan besi tuang. (ibid,hal.172). Juga dikemukakan bahwa warga dari kelas menengah memulai dinding yang tadinya putih bersih digantikan dengan yang kaya warna. Ini juga merupakan zaman akan bangunan sosial, saat membangun objek saniter yang sarna seperti pada rumah tinggal orang kelas atas. Tidak adanya perbedaan dengan kalangan atas, kalangan menengah mulai, permak kamar mandi mereka sebagai status simbol. Kamar mandi sebagai simbol status, yang merupakan sejarah munculnya keran air berlapis emas sampai perangkat whirlpool, dari benda-benda penunjang berwarna hijau alpukat sampai ruang modem bemuansa putih. (ibid, hal. 172). 2.2.2. Perencanaan Kamar Mandi Ukuran suatu kamar mandi yang praktis menurut buku Das Buch vom Innen Ausbau, adalah gabungan antara fungsi dan estetis. (Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, 1996 : 88). Pada perencanaan kamar mandi suatu karnar mandi harns memperhatikan kesan keseluruhan, dengan memperhitungkan semua detail yangt membentuk kamar mandi tersebut. Menurut Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, dalam perencanaan suatu ruang karnar mandi, tergantung pada objek saniter, dari luas dan bentuk ruang, dari penerangan, penekanan dari sisi vertikal, horizontal atau diagonal, termasuk peletakan tegel keramik dari daerah yang sering dilalui atau jarang. Termasuk sambungan keramik, relief, bordiran, dekorasi serta list, .yang perlu direncanakan, tak terkecuali wama dan komposisi wama dari masing-masing elemen. (Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, 1996 : 89) Pendapat lain, tetapi mendukung pernyataan Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, adalah dari Terence Conran. Diarnbil dari buku Wohn ldeen Wohn Design, Terence Conran berpendapat bahwa, kamar mandi memerlukan lebih banyak perencanaan dibandingkan ruangruang lain dalam rumah tinggal, terkecuali clapur. Pilihan menjadi lebih sedikit, dan bila, terjadi kesalahan, mudah terlihat. Ditambah, sering menyangkut sebuah ruang, yang tersisa, setelah semuanya sudah diatur, sebuah ruang kecil umumnya tanpa jendela. (Terence Conran, 1995:174) Merencanakan sebuah kamar mandi, sarna seperti bermain puzzle. Bila dipikirkan Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 71 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 tinggal hanya satu jawaban. Untuk sebuah ruang kecil manapun setidaknya harus memuat minimum sebuah bak mandi atau shower, kloset duduk serta wastafel. Ditambah perencanaan arsitektural berupa jendela dan pintu. Dalam perencanaan suatu karnar mandi terdapat beberapa poin kemudahan. Seperti kloset duduk sebaiknya berdekatan dengan saluran pembuangan, kecuali bila sanggup membiayai perubahan letak instalasi. Pada umumnya letak ruang ini di belakang atau di samping bangunan, dikarenakan peraturan pembangunan sering melarang saluran pembuangan berlokasi di depan. Pada sebuah kamar yang sangat sempit, misal ruang berukuran 200×150cm, tidak terdapat banyak pilihan dalam peletakan sebuah bath-tube. Sebuah bathtube umumnya berukuran 1700×700mm, yang berarti dapat diletakkan hanya pada dinding sesuai ukurannya. Sebuah wastafel harus dipasang sedemikian rupa, sehingga nyaman pada saat menggunakannya. Letak yang tepat adalah dekat jendela, sehingga pria, yang bercukur basah, dan wanita merias diri cukup mendapat penerangan. Bila wastafel ditempatkan di depan jendela, letak cermin harus dipindahkan atau diberi bingkai khusus yang dapat direkatkan pada jendela. Dapat juga kaca jendela diganti dengan kaca cermin, yang memberi efek lebih luas pacla ruang. (Terence Conran, 1995:174) Perlu memberi perhatian yang sama besar pada kloset duduk. Seperti ruang gerak antara kloset duduk dengan dinding di depannya. Pada sebuah kamar mandi yang sangat kecil, sebuah pintu yang membuka ke dalam semakin mempersempit ruang. Menurut Terence Conran, dalam hal ini sebaiknya pintu dibalikkan sehingga terbuka ke luar atau menggunakan pintu geser yang lebih menghemat tempat. (Terence Conran, 1995:ibid) Pada kamar mandi berukuran normal, yang berkisar 309 x 200 cm, sekalipun, diperlukan suatu perencanaan matang, sehingga semuanya muat. Terlebih lagi bila selain bathtube dan shower, juga ingin ditambah sebuah bidet. Sebuah kamar mandi besar sering berkesan, bahwa tempat tidak merupakan periman penting. Tetapi justru pada kamar mandi yang berukuran besar memiliki permasalahan. Dikarenakan semua obyek saniter terdapat atau menempel pada dinding, sehingga terdapat ruang tengah yang terlalu kosong. Untuk mengatasi masalah ini, sebuah bath-tube dapat berlokasi di tengah-tengah ruangan. Juga sebuah penurunan atau kenaikan lantai dapat memberi batasan pada ruangan yang terlalu besar. (ibid, hal. 172) Sementara kayu pada kamar mandi, yang membuat daerah mandi lebih nyaman, harus diberi ruang udara, sehingga ada jarak dari dinding, agar dapat menyalurkan kelembutan yang masuk (Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, 1996:89). 2.3. Pengertian Hotel Hotel merupakan suatu public building, dimana public building menurut Philip Wilklinson dalam buku Building, adalah suatu bangunan seperti kuil, gereja, ruang pertemuan, dan gedung pemerintahan yang umumnya merupakan bangunan yang menarik. Ditujukan untuk dipakai oleh sekelompok orang banyak, dalam jumlah yang banyak serta kompleks. Terkadang bangunan tersebut terdiri dari banyak ruangan yang mengelilingi suatu ruang pusat pertemuan atau central hall yang besar (Philip Wilklinson, 1995 : 18). Kamar mandi yang dibahas terdapat pada sebuah hotel, dengan studi kasus Hotel dan Kafe Geulis, yang berlokasi di Bandung. Hotel ini merupakan jenis Hotel Butik, dengan reverensi yang masih terbatas. Kata hotel itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yang sebenarnya dikutip dari bahasa Perancis lama yaitu ostell, yang berarti rumah atau tempat yang memberikan fasilitas akomodasi bagi seseorang yang sedang mengadakan perjalanan. Di Amerika kata Inn digunakan yang memiliki pengertian yang sama. Di Indonesia kedua istilah digunakan, tetapi istilah Inn lebih banyak diartikan untuk suatu penginapan yang tidak terlalu besar (Encyclopedia Britaninca, vol.11 2007:38). Pengertian hotel menurut Surat Keputusan Menteri Perhubungan No.PMIO/PW.30/Phb.77, tanggal 12 Desember 1977 sebagai berikut, hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan berikut makanan dan minuman. Menurut Deutsches Wörterbuch Fremdwörterlexikon (1984:438), Hotel adalah (1) sebuah tempat penginapan atau peristirahatan besar atau (2) sejenis usaha dalam memberi pelayanan dan penginapan kepada wisatawan. Sementara dalam kamus Merriam Webster's Collegiate® Dictionary (1994:97), hotel adalah sebuah bangunan yang menjanjikan akomodasi untuk menginap dan biasanya ditambah dengan hidangan, hiburan, dan beragam layanan pribadi untuk umum. Arti kata butik, yang berasal dari kata boutique, menurut kamus bahasa Jerman, Deutsches Wörterbuch -Fremdwörterlexikon (1984:392) adalah sebuah jenis usaha perdaganagan yang elegan untuk perlengkapan modis. Pendapat lain, menurut Merriam Webster's Collegiate® Dictionary (1994:135) Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 72 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 adalah bahwa (1) boutique adalah sebuah toko kecil pada departemen-store, atau toko besar, (2) perseroan kecil yang menawarkan pelayanan khusus. Hotel dan Kafe Geulis ini memiliki ciri khas tersendiri yakni bernuansa Victorian-style, yang merupakan suatu gaya desain yang berhubungan atau memiliki ciri dari jaman pemerintahan ratu Victoria asal Inggris, berupa kesenian, surat-surat atau cita rasa dari jamannya. Dapat disimpulkan bahwa hotel butik merupakan suatu sarana yang disediakan untuk umum. Dengan sarana berupa penginapan, ditambahan berbagai fasilitas yang disediakan untuk menambah kenyamanan si pengunjung atau pemakai. 2.3.1. Sejarah Hotel Terdapat beberapa pendapat akan sejarah munculnya hotel, yang dulunya merupakan suatu penginapan biasa. Karena semakin majunya suatu negara yang ditentukan oleh perdagangan akan hasil bumi negara bersangkutan, persaingan semakin ketat serta keinginan akan perluasan wilayah. Muncul penjelajah dan para pedagang yang mengelana mengelilingi baik dalam maupun luar negeri. Menurut Morris Lapidus dan Alan Lapidus (1970:719), Penginapan terdahulu menyediakan bed and board yang sama baiknya dengan lingkungan yang menyenangkan, sehingga dapat menikmati kedua akomodasi tersebut. Dulu penginapan khusus untuk rombongan berkuda dan para karfilah, bekerja dengan prinsip yang sama. Sesampai si tamu pada pintu depan, ia disambut dan diadakan kesepakatan untuk lama penginapan dan makanan. Sebuah kandang untuk kuda dan kereta, atau sebuah halaman untuk unta dan barang bawaan, disediakan khusus di sebelah belakang bangunan. Pekarangan belakang digunakan oleh istri pemilik penginapan dan pembantupembantunya untuk menyiapkan makanan yang kemudian dimasak di dapur. Dahulu sebuah rumah dibagi dua, setengah bagian depan dari rumah mencakup area penerimaan dan ruangan untuk umum, atau covered arcades pada caravansaries, tempat para tamu berkumpul untuk makan bersama atau bersosialisasi. Bagian setengah lain dari rumah, atau sering disebut sebagai the back of the house, digunakan untuk menyiapkan makanan dan tempat tamu mendapat pelayanan seperti baju dicucikan, pemasangan ladam pada kuda, atau perbaikan pakaian kuda dan peralatan untuk perjalanan. 2.3.2. Jenis-jenis Hotel Dalam buku Data Arsitek jilid I, Ernst Neufert berpendapat, bahwa orientasi pemasaran akan menentukan sekali jenis suatu hotel. Pembangunan sebuah hotel baru yang kurang dari 70-80 kamar hampir tidak mungkin bisa berjalan terus kecuali didasarkan pada pengelolaan secara kekeluargaan. (Ernst Neufert, 2002:211). Menurut Morris Lapidus dan Alan Lapidus dalam buku Hotel Planing, jenis hotel ada empat, yakni in city hotel, resort hotel, convention hotel, serta family-type hotel (Morris Lapidus dan Alan Lapidus, 1970:719). Ernst Neufert (2002:211) sependapat, dengan menambah keterangan akan jenis hotel, seperti: a. Hotel di pusat kota atau in city hotel Biasanya termasuk hotel mewah, hotel untuk konferensi atau pertemuan-pertemuan besar dan hotel untuk para tamu kepariwisataan. Karakteristiknya antara lain tingginya perbandingan pemakaian ruang-ruang di atas lokasi yang bersangkutan, bangunan bertingkat tinggi, keteraturan pemanfaatan ruang-ruang yang disediakan, termasuk pertokoan atau perkantoran, sehingga dalam pengembangannya memungkinkan keberhasilan hotel tersebut. b. Hotel untuk pemakai berkenderaan motor atau Motel Hotel jenis ini pelayanan utamanya adalah diperuntukkan bagi para pengendara mobil atau sepeda motor, karenanya lokasi hotel hendaknya terletak pada persimpangan jalan raya di pinggiran kota. Umumnya pelayanan hotel jenis ini sarna dengan pelayanan hotelhotel biasa, hanya dalam skala yang lebih kecil. Tidak dilengkapi dengan pelayanan kamar. c. Hotel di lapangan udara Perencanaannya mirip dengan hotel jenis untuk pengendara mobil, perbedaannya hanya pada pelayanan pengadaan makanan khusus untuk penumpang pesawat udara, sehingga diperlukan penerima tamu yang berjaga non stop dan jika mungkin pelayanan makanan 24 jam. Hotel jenis ini kadang-kadang juga dilengkapi dengan gedung pertemuan untuk melayani pertemuan-pertemuan besar, swasta maupun nasional. d. Hotel di daerah peristirahatan atau resort hotel Hotel ini terdapat baik di tepi pantai, di daerah pegunungan atau di daerah sumber air panas. Biasanya direncanakan untuk melayani akomodasi pengunjung dalam rombongan paket wisata tertentu dengan penataan yang banyak Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 73 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 pada massa liburan akhir pekan atau mereka yang berkunjung hanya semalam. Restoran atau rumah makan yang ada harns dapat melayani semua tamu, di suatu tempat. Karenanya dibutuhkan ruang duduk atau ruang tunggu yang luas, ruang-ruang permainan, bar dan jika mungkin juga kolam renang, peralatan berenang dan olahraga. Ruang pertemuan sedapatnya juga disediakan untuk dapat dipergunakan pada pertemuan-pertemuan di luar masa liburan. e. Hotel khusus untuk konvensi atau convention hotel Konsep perancanaan dan perancangan perhotel untuk konvensi menyerap sebagaian besar penenam modal sektor perhotelan di Amerika Serikat selama kurun tahun 1970-an, dimaksudkan untuk menghidupkan aktivitas di pusat kota. Karakteristik dasarnya: sebagian besar ruangan yang ada dipergunakan untuk pameran-pameran, seminar-seminar, dll. BAB III TINJAUAN BAHAN KAYU PADA LANTAI KAMAR MANDI HOTEL DAN KAFE GEULIS – BANDUNG 3.1. Hotel dan Kafe Genlis 3.1.1. Lokasi Hotel dan Kale Geulis Kamar mandi yang sebagian berlantai parket terdapat pada kamar Hotel, yakni Hotel dan Kafe Geulis, yang berlokasi di Bandung. Hotel ini merupakan Hotel Butik berbintang tiga. Gedung megah bergaya Viktorian yang berdampingan dengan Rumah Makan khas masakan Sunda, terdapat pada Jalan Ir. H. Juanda 129, atau sering disebut dengan Jalan Dago, bagian Utara kota Bandung. Lokasi bersangkutan termasuk strategis sebagai penginapan, mengingat banyak pengunjung dari luar kota seperti Jakarta dan Bogor, yang berkeinginan istirahat di kota Bandung yang sejuk. 3.1.2. Image Hotel dan Kafe Geulis Image atau suasana Hotel dan Kafe Geulis ini adalah Victorian style. Bangunan yang berwarna dominan abu-abu, serta kaya akan omamen berwarna putih. Baik luar maupun dalam bangunan diberi kesan yang luar biasa, yang diperhatikan dengan teliti. Ruang-ruangnya penuh dengan ukiran serta oramen-ornamen yang mengingatkan pada masa kekuasaan Ratu Victoria pada abad 17. Pemilik saham Hotel dan Kafe Geulis, yakni anggota yang bergabung pada PT. Kacida Sukses, berkeinginan memberi sesuatu yang beda kepada masyarakat dalam bentuk Kafe, yang kemudian disusul dengan akomodasi penginapan. Dari pengalaman serta perjalanan keliling luar negeri yang ditempuh, muncul suatu ide, untuk membangun Kafe serta penginapan dalam Victorian style. Tidak sedikit dana yang dikeluarkan untuk mewujudkan impian tersebut, tetapi tanggapan dari masyarakat cukup memuaskan. Dimulai dengan usaha berupa Kafe pada pusat pertokoan atau plaza. Kemudian disusul dengan pembangunan Kafe kedua beserta Hotel Butik berbintang tiga. Kesan yang timbul pada kafe ini cenderung diperuntukkan kelas atas, yang merupakan orang-orang dengan penghasilan menengah ke atas. Kegiatan bisnis juga tampak dilakukan, dan tempat ini sangat nyaman untuk ngobrol atau bertemu dengan ternan. Kafe ini dapat digolongkan berkelas eksklusif, mengingat harga yang harus dibayar, tetapi sesuai dengan fasilitas serta jenis makanan dan minuman yang disajikan. Untuk memenuhi permintaan akomodasi, selain tempat makan, berupa penginapan, maka dibangun Hotel dan Kafe Geulis. Tanggapan memuaskan dari pengunjung dapat dilihat dari terisi penuhnya kamar-kamar hotel, khususnya pada hari-hari libur dan weekend atau berakhir pekan. Harga perkamar tidur termasuk relatif mahal. Tetapi karena mengingat hotel ini merupakan Hotel Butik berbintang tiga, yang mengutamakan keyamanan serta berciri khas tersendiri, maka dapat dikatakan memiliki harga yang sesuai dengan fasilitas yang didapat. 3.1.3. Kamar Tidur Hotel Bangunan berlantai empat, serta memiliki basement buat area parkir, yang merangkap Hotel serta Kafe berukuran relatif kecil. Hotel dan Kafe Geulis ini dibangun di atas luas tanah yang berkisar 720 meter persegi. Hotel ini memiliki beberapa kamar Standard Suite dan Family Suite. Ditambah Grand Suite 1 dan Grand Suite 2 untuk memenuhi kategori hotel berbintang tiga. Mengingat hotel ini termasuk kategori Hotel Butik, maka jumlah kamar tidak banyak. Fasilitas seperti swimmingpool yang berukuran sangat kecil, yakni kurang lebih 2m×5m, atau lobby, yakni ruang tunggu atau duduk bersama yang luas juga tidak terdapat. Tetapi karena bangunan ini, saat survey masih dalam pembangunan. Tidak tertutup kemungkinan akan bertambahnya fasilitas serta sarana yang lebih memuaskan. Masing-masing ruang tidur yang terdapat pada hotel memiliki kamar mandi di dalam. Luas kamar hotel berkisar 20 meter Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 74 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 persegi dan ditata mewah dengan parket dan karpet. Terdapat pilar kayu dengan ornamen, yang memisahkan ruang tidur dengan ruang duduk. Ruang duduk terdiri dari satu set sofa untuk tiga orang dan dua kursi sofa 4 singel, serta meja kaca. Ruang duduk ini berukuran kurang lebih 15 meter persegi. Selain area duduk juga disediakan area kerja, yakni meja kerja dan telepon dan fasilitas komputer dengan sambungan internet. 3.2. Kamar Mandi Hotel Untuk memenuhi kateristik sebuah hotel butik berbintang tiga, Hotel dan Kafe Geulis ini memperhatikan selain ukuran dan jumlah ruang tidur, juga berbagai fasilitas yang terdapat di dalamnya. Masing-masing kamar tidur memiliki private bath and shower, yakni kamar mandi dalam. Kamar mandi dihubungkan melalui ruang ganti baju serta luggage, yang merupakan tempat peletakan koper atau barang bawaan. Pada ruang yang beralas karpet ini terdapat lemari built in dari bahan kayu jati dengan ukiran pada daun pinfu. Fungsi lemari ini sebagai tempat penyimpanan baju juga untuk tempat peletakkan koper. Pada dinding ruangan ini terdapat sebuah eermin besar seukuran tubuh manausia, yakni berkisar 100cm×170cm. Kamar mandi yang terdapat di sebelah kiri luasnya kurang lebih 6 meter persegi. Kamar mandi ini dominan berwarna merah maroon, cream serta putih. Sarana saniter seperti bath tube dan kloset duduk, terdapat pada area basah, yang berkeramik merah maroon. Pada area semi basah atau kering terdapat wastafel dan cermin untuk dandan atau bercukur dan lantainya tertutup dengan lembaran parket. 3.2.1. Ukuran Kamar Mandi Kamar mandi yang berukuran 2,5m×3m, dibagi dalam dua area, yakni kamar mandi basah dengan kamar mandi kering. Kedua area dipisahkan oleh perbedaan ketinggian lantai dan bahan dasar penutup lantai. Dinding tambahan selebar kurang lebih 70cm terdapat pada sisi kiri dan kanan, turut memisahkan area basah dengan area kering. a. Kamar Mandi Basah Area kamar mandi basah, yang terdiri dari bath tube dan kloset duduk dapat dibedakan dengan area kering, karena perbedaan ketinggian lantai serta bahan lantai tersebut. Ruang ini berukuran kurang lebih 2m×2,5m. Kamar mandi ini dilengkapi dengan air dingin dan panas. Lantai serta pada dinding, yakni berkisar satu meter dati lantai, tertutup dengan bahan keramik berwarna merah maroon. Warna dinding cream dan langit-langit dicat putih. Sarana saniter berupa kloset duduk berwarna putih, dan warna bath tube disamakan dengan warna keramik, yakni merah maroon. Penerangan alami diperoleh dari glassblock yang terdapat pada dinding. Penerangan buatan berasal dari lampu hias berwarna putih, dengan tiga buah bohlam. b. Kamar Mandi Kering Kamar mandi kering ini juga disebut sebagai area semi basah, berukuran kurang lebih 1m×2,5m. Ruangan ini terdiri dari wastafel serta eermin toilet untuk dandan atau bereukur. Dinding tambahan dijadikan sebagai dinding pemisah selebar 70cm, yang terdapat antara area basah dengan area kering. Selain merupakan dinding pemisah, juga merupakan rak dinding built in, yakni lemari yang terdapat di dalam tembok. Area semi basah ini berwarna terang, dengan dinding tembok dicat cream dan memiliki langit-langit putih. Wastafel putih dengan meja dan lemari kecil berwarna merah maroon dengan motif marmer, merupakan pengulangan warna yang terdapat pada dinding area basah. Wastafel ini diberi penerangan buatan berupa lampu hias berwarna putih, dengan tiga buah bohlam. Lantai kamar mandi kering ini tertutup dengan lembaran parket. Permukaaan kayu ini tidak diberi alas tambahan seperti keset untuk kaki, sehingga dapat menjadi liein karena cipratan air, baik dari kamar mandi basah maupun dari wastafel yang terdapat pada area semi basah. BAB IV ANALISA BAHAN KAYU PADA KAMAR MANDl DENGAN STUDI KASUS HOTEL DAN KAFE GEULIS–BANDUNG 4.1. Kamar Mandi Hotel Kamar mandi atau bath room, menurut Meriam Webster's Collegiate Dictionary, adalah sebuah ruang yang dilengkapi bath tub atau shower, kloset duduk serta wastafel. Dalam Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No.KM.37/PW.304/MPPT-86, salah satu fasilitas pada kamar tidur hotel berbintang tiga, selain kamar tidur yang berukuran 24 meter persegi, terdapat kamar mandi di dalam. Hotel dan Kafe Geulis, memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan tersedianya kamar tidur, atau Standard Suite ini berukuran 24 meter persegi dengan private bath and shower. Kamar mandi ini dilengkapi sebuah bath tub dan shower, kloset duduk pada area basah kamar mandi ini. Pada Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 75 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 area kering disediakan wastafel dengan cermin toilet. 4.2. Kayu pada Lantai Kamar Mandi Menurut Lucinda Richards dalam buku Pemilihan dan Penggunaan Lantai, lantai yang diberi permukaan lembaran parket atau bahan kayu, akan memberi kilau kehangatan yang kaya (Lucinda Richards, 1997:52). Untuk lantai yang memakai bahan kayu, memerlukan banyak wear and tear, dalam hal ini perhatian. Karena kayu bersangkutan harus memiliki daya tahan yang lama. Sementara masing-masing jenis kayu memiliki daya tahan serta perawatan yang berbeda-beda. (John McGowan dan Roger DuBern, 1991:100) Tetapi bahan kayu tidak dapat ditempatkan di segala ruang, seperti teras atau kamar mandi. Menurut Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni dalam buku Der Holz Bau, kayu harns diusahakan menjauh dari daerah basah atau setidaknya diatasi agar air mengalir ke tempat lain atau cepat menguap. Lingkungan basah yang tetap harns dihindarkan (Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, 1996:124) Pada Hotel dan Kafe ditemukan lantai kamar mandi, walaupun itu kamar mandi kering, ditutupi dengan lembaran parket. Hal ini bertentangan teori di atas, misalnya menurut J.F. Dumanauw dalam buku Mengenal Kayu, sifat atau keadaan alam merupakan penyebab non-makh1uk hidup yang merusak komponen kayu sehingga umur pemakaiannya menjadi pendek. Suhu dan kelembaban udara, panas matahari, udara dan air, kesemuanya termasuk faktor fisik yang mempercepat kerusakan kayu bila teIjadi penyimpangan. (J.F. Dumanauw, 1990:62) Bagaimanapun juga, dapat ditemukan pada rumah tinggal, misalnya di negara-negara Eropa, lantai kamar mandi memakai bahan dasar kayu. Tetapi perlu diperhatikan berbagai hal diantaranya letak geografis dan budaya mandi setempat. 4.2.1. Pengaruh Letak Geografis Untuk letak geografis, kota Bandung yang dingin, memiliki tingkat kelembaban cukup tinggi. Dalam hal ini sangat tidak menguntungkan pemakaian bahan kayu pada daerah yang basah, karena dapat mengakibatkan tumbuhnya fungi atau jamur. Seperti yang dikemukakan J.F. Dumanauw, bagi perkembangan jamur pembusuk sangat diperlukan bahan makanan yang cukup di dalam kayu, kele~baban yang tinggi dan sedikit udara serta suhu yang layak. (J.F. Dumanauw, 1990:63) 4.2.2. Pengaruh Budaya Mandi Sementara untuk budaya mandi, perlu diperhatikan kembali letak geografis suatu negara. Negara-negara yang terletak pada daerah sub-tropis memiliki lingkungan alam cenderung kering, sehingga justru dianjurkan untuk menghindari mandi setiap hari. Terlihat di beberapa tempat di Jerman, dengan adanya tradisi membersihkan diri, dengan shower pada hari Rabu dan berendam air panas pada setiap hari Sabtu. Terence Conran mengemukakan dalam buku Wohn Ideen Wohn Design, gerejagereja terdahulu malahan melarang untuk mandi, karena 'tidak mandi' dianggap sebagai tanda-tanda luar akan kesucian (Terence Conran, 1995:172). Berbeda dengan budaya mandi di Indonesia, karena keadaan iklim serta lingkungan justru dianjurkan untuk membersihkan diri minimal sekali setiap hari. Setelah beraktifitas seharian walaupun tingkat kegiatan tidak terlalu membuat berkeringat, tetapi karena kebiasaan, maka disusul kegiatan untuk membersihkan diri yakni dengan mandi. Cara mandinya juga tidak selalu sarna disetiap negara, dikarenakan fasilitas serta jumlah air yang tersedia. Fasilitas untuk mandi seperti bath tub atau shower, merupakan sarana bam bagi bangsa Indonesia. Bak air dengan centong atau gayung, untuk menimba air yang langsung disiramkan ke badan merupakan salah satu fasilitas mandi yang umum di temukan. Pancuran air yang dialirkan langsung dari suatu sungai, atau sebuah sumur, dengan penyekat bambu atau bahan sederhana yang lain, merupakan kamar mandi terdahulu. Akibat kedua hal di atas, dapat dilihat bahwa pemanfaatan bahan kayu pada lantai kamar mandi kurang menguntungkan. Dampak yang akan muncul, akan berakibat negatif bagi pihak pengunjung serta pihak pengelola. Selain mengurangi kenyamanan si pemakai, akibat terjadi perubahan warna, pelapukan atau kerusakan pada lantai tersebut, juga merugikan pihak pengelola. Dalam hal ini pihak pengelola yang berkeinginan memberi yang terbaik bagi pengunjung hotelnya, akan mengeluarkan banyak biaya untuk perawatan serta penggantian lembaran parket yang telah rusak atau berubah warna. BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Hotel dan Kafe Geulis ini telah berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi pengunjungnya. Pihak pengelola telah membuat terobosan dengan memberikan sarana Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 76 Jurnal Sains dan Teknologi – ISTP – Volume 02 – No.03 – April 2015 – ISSN:2356-0878 penginapan dengan gaya yang berbeda. Meskipun harga untuk menginap semalam relatif mahal, tetapi telah diperhatikan dengan memberikan yang terbaik bagi pengunjungnya. Untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan Hotel dan Kafe Geulis telah menyediakan kamar tidur, atau Standard Suite berukuran 24 meter persegi dengan private bath and shower. Perlu diperhatikan dalam perancangan sebuah kamar mandi, khususnya kamar mandi sebuah Hotel, perlu perencanaan yang matang. Selain harns memperhatikan fungsi kamar mandi itu sendiri, pihak pengelola harus memperhitungkan bahwa yang menikmati kamar tidur beserta fasilitasnya tidak terdiri dari satu orang saja, tetapi banyak dengan cara hidup beragam. Disini pihak pemilik telah menentukan bahan yang dipakai untuk menvisualisasikan keinginan akan gaya yang berbeda, yakni Victorian style. Dapat disimpulkan, setelah melihat kembali dari keadaan lingkungan dan budaya, setempat, didukung studi literatur, maka bahan bersangkutan tidak sesuai dengan tempat peletakannya. Kamar mandi dengan lantai dari lembaran parket, indah dan nyaman untuk ruang pada rumah tinggal, seperti ruang tidur atau ruang duduk, tetapi sangat tidak cocok pada lantai kamar mandi. Pemanfaatan bahan kayu pada lantai kamar mandi kurang menguntungkan. Karena dampak yang akan muncul, akan berakibat negatif bagi pihak pengunjung serta pihak pengelola. Selain mengurangi kenyamanan si pemakai, akibat terjadi perubahan warna, pelapukan atau kerusakan pada lantai tersebut, juga merugikan pihak pengelola. Dalam hal ini pihak pengelola yang berkeinginan memberi yang terbaik bagi pengunjung hotelnya, akan mengeluarkan banyak biaya untuk perawatan serta penggantian lembaran parket yang telah rusak atau berubah warna. - - - - Verlagsanstalt Alexander Koch, Leinfelden-Echterdingen, Germany Horst Fischer-Uhlig dan Kurt Jeni, 1996. Das Buch vom Innen Ausbau, Eberhard Blottner Verlag Taunusstein, Germany Encyclopedia Americana 2005 Encyclopedia Britaninca, vol.11, 2007 Deutsches Wörterbuch Fremdwörter Lexikon, 1984. Zweiburgen Verlag, Germany Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No.KM.37/PW.304/MPPT-86, Surat Keputusan Menteri Perhubungan No.PMIO/PW.30/Phb.77 John McGowan dan Roger DuBern, 1991. Home Decorating, Dorling Kindersley Publishers Ltd Heinz Frick, 1999. Ilmu Bahan Bangunan, Kanisius, Yogyakarta Philip Wilklinson, 1995. Building, Dk Eyewitness Books, UK Ernst Neufert, 2002. Data Arsitek jilid I, Erlangga, Jakarta Morris Lapidus dan Alan Lapidus, 1970. Hotel Planing,,Syracuse University Libraries DAFTAR PUSTAKA - - - DR. Lexy J. Moleong, M.A., 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Rosdakarya, Bandung DR. Kartini Kartono, 1996. Pengantar Metode Riset Sosial, Mandar Maju, Bandung Terence Conran, 1995. Wohn ldeen Wohn Design, DuMont Verlag, Köln J.F. Dumanauw, 1990. Mengenal Kayu, Kanisius, Yogyakarta Kolberg, Reinhard / Muszala, Wilhelm / Scheer, Claus, 1987. Der Holz Bau, Jurnal Sains dan Teknologi - ISTP | 77