Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

SKRIPSI LENGKAP

PENGARUH PERENDAMAN DENGAN LARUTAN GARAM TERHADAP KANDUNGAN HCN, NaCl DAN BAHAN ORGANIK UMBI GADUNG (Discorea hispida) SEBAGAI PAKAN TERNAK SKRIPSI DISUSUN OLEH MUTYARSIH ORYZA SATIVA NPM: 1250080037 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU 2016 PENGARUH PERENDAMAN DENGAN LARUTAN GARAM TERHADAP KANDUNGAN HCN, NaCl DAN BAHAN ORGANIK UMBI GADUNG (Discorea hispida) SEBAGAI PAKAN TERNAK SKRIPSI Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Bengkulu Sebagai Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Peternakan DISUSUN OLEH MUTYARSIH ORYZA SATIVA NPM: 1250080037 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU 2016 ABSTRAK Mutyarsih Oryza Sativa. 2016. “ Pengaruh perendaman dengan Larutan Garam Terhadap Kandungan HCN, NaCl, dan Bahan Organik Umbi Gadung (Discorea hispida) Sebagai Pakan Ternak” dibawah Bimbingan Ir. Wismalinda Rita.MP sebagai pembimbing utama dan Dr. Ir. Nurhaita. MP sebagai dosen pembimbing pendamping. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perendaman larutan garam terhadap kandungan HCN, NaCl, dan Bahan Organic umbi gadung sebagai pakan ternak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan informasi dalam pemanfaatan umbi gadung sebagai pakan ternak. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah (A) 0% garam, (B) 2% garam, (C) 4% garam dan (D) 6% garam. Parameter yang diamati adalah kandungan HCN, NaCl dan Bahan Organik umbi gadung.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari – Mei 2016 di Jln. H.M Zahab RT.04 RW.07 Kelurahan Bajak Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu dan analisa proksimat dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Serta Laboratorium Perah Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian menunjukan bahwa perendaman larutan garam berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan HCN, Bahan Organik, dan NaCl umbi gadung. Kadar HCN turun berkisar antara 78,20-86,96 %, dari kandungan HCN umbi gadung segar 47,93 ppm turun hingga 10,45 – 6,25 ppm. Kemudian penurun juga terjadi pada bahan organik hingga 5,20%, kemudian kadar NaCl naik Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan larutan garam dengan level 0% - 6% dapat menurunkan kandungan HCN dan Bahan Organik serta meningkatkan kadar NaCl. Perlakuan terbaik adalah pada level pemberian dosis garam 4%. Kata Kunci : Umbi Gadung, Kandungan HCN, Kandungan NaCl, Kandungan Bahan Organik. KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang dengan judul “Pengaruh Perendaman dengan Larutan Garam terhadap Kandungan HCN, NaCl dan Bahan Organik Umbi Gadung (Dioscorea hispida) sebagai Pakan Ternak”. Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Strata Satu (S1) peternakan pada Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Ucapan terimakasih disampaikan pada Ibu Ir. Wismalinda Rita. MP dan Ibu Dr. Ir. Nurhaita. MP selaku pembimbing 1 dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini, terimakasih yang sama juga disampaikan kepada Kaprodi Peternakan, Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmu serta teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya, sehingga saran dan kritik sangat penulis butuhkan untuk perbaikan dimasa yang akan dating, dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam bidang peternakan. Wassalamualaikum Wr. Wb. Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i.............................................................................................................................. KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1 1.2. Tujuan Penelitian.......................................................................... 3 1.3. Manfaat Penelitian ....................................................................... 3 1.4. Hipotesis ...................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Discorea hispida Dennst (Umbi Gadung) .................................. 4 2.2. Sifat Kimia Umbi Gadung .......................................................... 7 2.3. Senyawa Anti Nutrisi dalam Umbi Gadung ............................... 9 2.4. Garam ......................................................................................... 13 2.5. Bahan Organik ............................................................................ 16 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian................................ 18 3.2. Bahan dan Alat Penelitian .......................................................... 18 3.3. Rancngan Percobaan .................................................................. 19 3.4. Data Analisa .............................................................................. 19 3.5. Tahap Penelitian ......................................................................... 20 3.6. Parameter yang Diamati ............................................................. 22 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 25 4.1 Kandungan HCN pada umbi gadung ............................................. 25 4.2 Kandungan NaCl umbi gadung ..................................................... 27 4.3 Kandungan bahan organic umbi gadung ....................................... 28 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 30 5.2 Saran ............................................................................................. 30 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Komposisi Gizi Gadung ............................................................................ 8 2 Komposisi Kimia Umbi Gadung............................................................... 8 3 Kandungan Gizi dari Berbagai Jenis Umbi ............................................... 9 4 Bagan Analisa Ragam ............................................................................... 21 5 Rata-rata Kandungan HCN umbi gadung (Discorea hispida) ................ 25 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Tanaman umbi gadung .............................................................................. 4 2 Umbi gadung… ......................................................................................... 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan dalam usaha peternakan ditentukan oleh faktor ketersediaan pakan. Pakan dengan kualitas dan kuantitas yang baik merupakan salah satu pilihan yang bijaksana, meskipun ternyata dihadapkan pada masalah keterbatasan dan persaingan kebutuhan bahan makanan dengan kebutuhan konsumsi manusia. (Nuraini dan Maria, 1999). Hal ini memberikan motivasi agar kita dapat melihat keberadaan sumber pakan non konvensional salah satunya adalah umbi gadung yang belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Umbi gadung sangat potensil dijadikan sumber pakan ternak di Provinsi Bengkulu karena ketersediaannya yang melimpah dan tidak memerlukan keahlian khusus untuk membudidayakan tumbuhan ini disamping itu umbi gadung juga memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik. Permasalahan mendasar pada umbi gadung adalah disebabkan oleh kandungan racun berupa senyawa glikosida sianogenik, alkaloid dioscorind andehydro dioscorin dan senyawa lain yang terdiri dari saponin (Websteret al.,1984). Senyawa dioscorin ,saponin dan turunannya sapogenin merupakan senyawa yang berpotensi sebagai obat (Sautouretal., 2007). Gadung sebagai bagian dari keluarga dioscorea mengandung sianida yang beracun, akibatnya masyarakat takut untuk mengkonsumsi umbi gadung. Glukosidasianogenik yang merupakan prekursor sianida pada gadung (Svasty,1999), sehingga bila terpecah secara sempurna akan menjadi sianida bebas yang berbahaya bagi kesehatan. Umbi Gadung yang terkenal beracun ini masih dapat dikonsumsi dengan aman dengan menurunkan kandungan HCN nya sampai dosis yang aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, umbi gadung yang diiris setebal 2 mm lalu direndam dengan air laut selama 5 hari mampu menurunkan kadar asam sianida paling efektif dari pada perendaman dengan air kapur sirih, air abu, air tawar, dan air mengalir. Hasil analisa pada laboratorium didapati bahwa terdapat penurunan kadar HCN pada umbi gadung yang diberikan perlakuan perendaman dengan air laut sampai sebesar 4.211 ppm dari 90.715 ppm sampel kontrol. (Adni J, dkk: 2014) Penggunaan air laut untuk menurunkan kadar asam sianida ini dinilai paling baik, karena selain lebih efektif menurunkan kadar asam sianida juga karena air laut relatif lebih mudah dan murah, namun penggunaan air laut ini tidak bisa dimanfaatkan untuk semua masyarakat karena tidak semua daerah terletak didataran rendah yang berdekatan dengan laut. Air laut mengandung 3,5%-4,0% garam (Kordi, 1996), hasil pengamatan diatas dapat menjadi literatur bahwa perendaman umbi gadung dengan air garam 3,5%-4,0% selama 5 hari dapat menurunkan kandungan asam sianida sampai pada 4,211 ppm. Pambayun, (2000) melaporkan bahwa pembuatan chips gadung dengan cara merendam irisan umbi Gadung setebal 2 mm dalam larutan garam 8% selama 3 hari mampu menurunkan HCN sampai pada kadar 5,45 ppm. Penurunan kadar HCN tersebut dikarenakan HCN pada bahan pangan cepat terurai apabila bahan pangan dihancurkan, dikunyah, mengalami pengirisan, atau rusak (Winarno, 2002). Pengecilan ukuran, pencucian, perendaman, pemanasan, dan penjemuran, menumpuk umbi gadung, lalu dikeringkan efektif mengurangi racun sianida sampai 85 % (Rustiana, 2011). Berdasarkan hal tersebut, maka dirasa perlu untuk meneliti pengaruh air garam sebagai pengganti air laut terhadap kandungan racun dan nutrisi umbi gadung, dan juga dikarenakan umbi gadung ini akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak, maka perlu dipertimbangkan kadar Nacl dan juga kandungan Bahan Organik yang ada di dalam umbi gadung. Hal inilah yang melatar belakangi penulis melakukan penelitian “Pengaruh Perendaman Larutan Garam Terhadap Kandungan HCN, NaCl dan Bahan organik Umbi Gadung (Discorea Hispida) Sebagai Pakan Ternak” 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Perendaman dengan Larutan Garam Terhadap Kandungan HCN, NaCl dan Bahan Organik pada Umbi Gadung (Discorea hispida) Sebagai Pakan Ternak. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang upaya remediasi kadar racun (HCN), serta pengaruh perendaman dengan larutan garam terhadap kandungan NaCl dan Bahan Organik Umbi Gadung (Dioscorea hispida) untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. 1.4 Hipotesis Perendaman umbi Gadung (Dioscorea hispida) dengan larutan garam dapat menurunkan kadar HCN dan mempengaruhi kadar NaCl dan Bahan Organik umbi gadung (Discorea hispida) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dioscorea hispida Dennst (Umbi Gadung) Dioscorea hispida Dennst atau dikenal dengan umbi gadung merupakan salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang tumbuh liar dihutan, pekarangan, maupun perkebunan. Gadung merupakan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-10 m. Batangnya bulat, berbulu dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbinya bulat diliputi akar rambut yang besar dan kaku, kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya berwarna putih gadingatau kuning. Umbinya muncul dekat permukaan tanah, dapat dibedakan dari jenis-jenis dioscorea lainnya karena daunnya merupakan daun majemuk terdiri dari 3 helai daun. Bunga tersusun dalam ketiak daun, berbulit, berbulu dan jarang sekali dijumpai (Sumunar dkk : 2015). Bentuk fisik dari tanaman umbi gadung dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 1. Tanaman Umbi Gadung Gambar 2. Umbi Gadung Ekologi umbi gadung adalah hutan tropis dengan curah hujan tinggi, hutan kering, tanah lempung, tanah merah, tanah hitam maupun tanah berpasir. Bisa tumbuh di sela-sela tanaman lainnya. Daerah tumbuh pada umumnya di dataran rendah seperti halnya di Indonesia pada umumnya tetapi juga bisa tumbuh di daerah dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan laut. Selain tumbuh liar, tanaman gadung bisa dibudidayakan dengan cara menanam umbinya atau potongan umbinya (Pambayun, 2007). Umbi gadung mengandung karbohidrat sekitar 29,7 gram dalam setiap 100 gram gadung segar. Gadung mengandung zat beracun, yaitu asam sianida atau yang sering dikenal dengan HCN, namun anti nutrisi berupa HCN ini dapat diatasi dengan cara pengolahan yang tepat dapat menurunkan kadar sianida hingga ambang batas yang aman untuk dikonsumsi (Hariana, 2004). Pada umumnya gadung segar mengandung kadar sianida sekitar 469 ppm, namun dengan pengolahan yang dilakukan pada gadung akan menurunkan kadar sianida dalam bahan hingga batas yang aman untuk dikonsumsi. Kadar sianida dalam bahan sebesar 50 ppm/seluruh bahan bahan sudah aman untuk dikonsumsi oleh manusia (Winarno, 2002). Agar aman dikonsumsi, sebaiknya lebih dulu dilakukan pengecilan ukuran, pencucian, perendaman, pemanasan, dan penjemuran. Metode lain adalah menumpuk umbi gadung, lalu dikeringkan. Kedua cara ini efektif mengurangi racun sianida sampai 85 % (Rustiana, 2011). Umbi gadung mengandung karbohidrat protein, lipid, sebagian besar vitamin, dan kaya dengan mineral. Dilihat dari komposisi kimianya, gadung layak untuk dimanfaatkan menjadi berbagai produk olahan sebagaimana jenis umbi lainnya tetapi keterbatasan pemanfaatan gadung adalah karena kandungan racun yang berupa sianida. Seperti halnya kacang koro, diduga sianida yang terkandung dalam gadung terikat dengan senyawa gula berupa glukosida sianogenik. Glukosida sianogenik berperan sebagai prekursor sianida bebas pada gadung, sehingga bila glukosa terhidrolisis sempurna dapat menghasilkan sianida bebas yang menimbulkan efek toksisitas yang cukup berbahaya. Oleh karena itu diperlukan perlakuan lanjutan setelah hidrolisis untuk menguapkan sianida bebas. (Harijono, dkk. 2008) 2.1.1 Klasifikasi ilmiah Menurut (Agustina, 2015) Secara taksonomi umbi Gadung dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae – Plants Subkingdom : Tracheobionta – Vascular plants Superdivision : Spermatophyta – Seed plants Division : Magnoliophyta – Flowering plants Class : Liliopsida – Monocotyledons Subclass : Liliidae Ordo : Dioscoreales Family : Dioscoreaceae – Yam family Genus : Dioscorea L. – Yam Species :Dioscorea hispida Dennst. – intoxicating yam Nama binomial Dioscorea hispida Dennst. 2.2 Sifat Kimia Umbi Gadung Pada umbi gadung (Discorea hispida) kadar yang paling besar adalah karbohidrat sehingga umbi gadung dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dalam bahan pangan seperti layaknya sumber penghasil karbohidrat lain seperti padi dan umbi-umbi lainnya. Berdasarkan Direktorat Gizi Kesehatan RI (1996) komposisi Gizi Umbi Gadung dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Komposisi Gizi Gadung (per 100 gram berat dapat dimakan) Komponen Jumlah Kalori 102 kkal Protein 0,9 gram Lemak 0,3 gram Karbohidrat 23,5 gram Serat kasar 2,1 gram Kadar abu 0,9 gram Air 74,4 gram Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996) Selain berasal dari Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, komposisi kimia umbi gadung juga diteliti oleh Budiyono (1998). Komposisi kimia umbi gadung menurut Budiyono (1998) dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Komposisi kimia umbi gadung Komponen Kadar air (%) Kadar pati (%) Kadar karbohidrat (%) Serat kasar (%) Total Gula (%) Gula pereduksi (%) Kadar sianida (ppm) Kadar dioskorin (ppm) Sumber : Budiyono (1998) Jumlah 78 21,49 18 1,55 4,36 1,73 425,44 440 Berdasarkan data tabel 2, selain memiliki kandungan pati sebagai sumber karbohidrat yang tinggi, umbi gadung juga memiliki kandungan sianida dan dioskorin yang cukup tinggi. Sehingga perlu dilakukan pengolahan agar umbi gadung tersebut dapat menjadi bahan makanan yang aman konsumsi.Umbi gadung kita konsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan karbohidrat umbi gadung memang tinggi, setara dengan umbi-umbian lain. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Kandungan gizi dari berbagai jenis umbi Sumber : DKBM (Daftar Komposisi Bahan Kimia). Kandungan gizi/100 g Energi (Kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Umbi Gadung 118 27,3 3,2 0,2 23,5 81,2 Jenis umbi Umbi Ganyong 146 34,8 1,5 0,2 32 107,7 Umbi Garut 334 73,4 9,7 3,5 28 311 Umbi Gadung 0,7 0 0,12 11,8 Jenis umbi Umbi Ganyong 30,8 0 0,15 15,3 Umbi Garut 5,3 0 0,51 0 Kandungan gizi/100 g Besi (mg) Vit A (RE) Vit B (mg) Vit C (mg) Dari tabel-tabel tersebut dapat dilihat perbandingan kandungan gizi umbi gadung dengan umbi ganyong dan umbi garut. Memang kandungan karbohidrat umbi gadung lebih rendah daripada umbi ganyong maupun garut, tetapi memiliki kandungan protein dan Vit C yang lebih tinggi daripada ganyong dan garut. Jika dibandingkan dengan singkong, umbi gadung segar mengandung kadar karbohidrat relative lebih sedikit tetapi memiliki kadar protein dan kandungan air yang lebih banyak (Hartati, 2012). 2.3 Senyawa Anti Nutrisi dalam Umbi Gadung 2.3.1 Asam Sianida (HCN) Selain mengandung za gizi yang bermanfaat di dalam umbi gadung terdapat Senyawa racun ialah asam sianida (HCN). HCN dalam umbi gadung dibentuk dari senyawa glukosida sianogenik. Zat glikosida ini diberi nama linamarin yang berasal dari aseton sianidrin yang bila dihidrolisis akan terurai menjadi glukosa, aseton dan HCN. Rumus molekul linamarin C10H17O6N dan mempunyai sifat yang mudah larut dalam air (Sosrosoedirdjo, 1993). Senyawa HCN akan terdegradasi menjadi glukosa dan aglikon dengan enzim β-glukosidase sebagai katalis. Senyawa aglikon akan dihidrolisis oleh enzim hidroksinitril liase menjadi HCN. Senyawa glukosida sianogenik dalam umbi gadung berada dalam vakuola sel dan enzimnya berada pada sitoplasma. Jika jaringan mengalami kerusakan akan menyebabkan kedua senyawa tersebut bertemu dan terjadi reaksi pembentukan HCN. Vakuola ini seiring dengan menuanya umur gadung maka ukuran vakuola juga semakin membesar sehingga mengakibatkan kandungan HCN di dalam umbi gadung akan semakin tinggi (Pambayun, 2000). Asam sianida disebut juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam bentuk gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali seperti potasium sianida. Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap melalui paru-paru, saluran cerna dan kulit (Dep Kes RI, 1989). Sianida merupakan racun bagi semua makhluk hidup dan juga dapat menghambat pernapasan juga dapat mengakibatkan perkembangan sel yang tidak sempurna. Selanjutnya sianida dapat menghambat kerja enzim ferisitokrom oksidase dalam proses pengambilan oksigen untuk pernapasan (Bohinski, 1987) HCN dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan sel tubuh. Dengan sistem keracunan ini maka menimbulkan tekanan dari alat-alat pernafasan yang menyebabkan kegagalan pernafasan, menghentikan pernafasan dan jika tidak tertolong akan menyebabkan kematian. Bila dicerna, HCN sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah. Tergantung jumlahnya HCN dapat menyebabkan sakit hingga kematian (dosis yang mematikan 0,5 - 3,5 mg HCN/kg berat badan ) (Winarno, 1992 ). Kandungan HCN pada umbi gadung bervariasi, namun diperkirakan ratarata dalam gadung yang menyebabkan keracunan di atas 50 mg/kg. HCN dihasilkan oleh gadung jika gadung tersebut dihancurkan, dikunyah, diiris, atau diolah. Jika dicerna HCN sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah dan terikat bersama oksigen. Bahaya HCN pada kesehatan terutama pada sistem pernapasan, di mana oksigen dalam darah terikat oleh senyawa HCN dan terganggunya sistem pernapasan (sulit bernapas). Tergantung jumlah yang dikonsumsi, HCN dapat menyebabkan kematian jika pada dosis 0,53,5 mg HCN/kg berat badan. Gejala umum keracunan HCN adalah pusing, dan mual. Perlu treatment khusus kepada umbi gadung ini sebelum dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan (Hartati, 2010). 2.3.3 Penurunan HCN Perlakuan untuk menghilangkan racun HCN dalam umbi gadung dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Umumnya dilakuan pemasakan, dan perendaman untuk mengurangi kadar HCN. Konsentrasi pada metode perendaman juga dapat menurunkan kadar racun dalam umbi gadung. Penurunan racun dengan cara pemasakan umbi gadung juga sudah sering dilakukan. Kay et all (1977) menyatakan sejumlah besar HCN hilang dalam proses perendaman dan pemasakan sehingga umbi gadung tidak lagi mengandung zat racun yang berbahaya jika dikonsumsi. Menurut Shanthakumari (2008), pemasakan dengan air (100˚C) dengan perbandingan irisan umbi dengan air 1: 10 (w/v) selama 90 menit mampu menurunkan HCN sebesar 63,6%. Selain itu, pemasakan dengan menggunakan autoclave pada tekanan 15 lbs, suhu air 121˚C dengan perbandingan irisan umbi dengan air 1: 10 (w/v) selama 45 menit mampu menurunkan HCN sebesar 88%. Pambayun (2000) melaporkan bahwa blanching umbi gadung yang tidak dikupas selama 30 menit di dalam air mendidih dan dikombinasikan dengan perendamam dalam air bersih selama tiga hari mampu menurunkan kandungan HCN sampai pada kadar 4,12 ppm. Dalam penelitian yang sama, Pambayun (2000) melaporkan bahwa caratradisional (dengan abu sekam) dapat menurunkan kandungan HCN sampai pada kadar 13,89 ppm. Menurut Kordylas (1991) dalamPutranto (2002), untuk menghilangkan racun sianida dapat dilakukan dengan pencucian atau perendaman. Andajati (1983), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa perlakuan terbaik untuk menghilangkan racun hingga aman untuk dikonsumsi dalam pengolahan umbi gadung menjadi pati adalah dengan merendam umbi dalam larutan garam dapur 3% selama 24 jam yang kemudian dilanjutkan dengan perendaman pati dalam larutan garam 9% selama 24 jam. Lingga (1995) melalui Surhaini dkk (2009) mengemukakan berbagai cara penghilangan racun umbi gadung agar dapat diolah menjadi tepung secara tradisional. Cara pertama umbi gadung dicampur abu dan dibiarkan selama 24 jam, dicuci lalu direndam dalam air laut atau garam selama beberapa hari. Usaha ini dilakukan dua atau tiga kali dan biasa dilakukan oleh penduduk Bali. Cara lain yang dilakukan oleh penduduk Maluku adalah umbi dipotong-potong kecil, digosok dengan tangan atau kaki dalam air laut, direndam dua atau tiga hari di air laut, lalu direndam lagi beberapa hari di air tawar dan dijemur. Departemen Perindustrian (1995) melakukan penelitian untuk menurunkan kadar racun umbi gadung menyatakan bahwa dengan perendaman umbi gadung dalam larutan garam 15 % dapat menurunkan kadar racun umbi gadung sampai batas aman untuk dikonsumsi. Hasil penelitian Surhaini, dkk (2009), modifikasi proses pemarutan dan peningkatan konsentrasi garam dapat mempercepat proses penghilangan racun dari umbi gadung. Penurunan zat racun dioscorin dan HCN sampai pada batas aman terjadi pada konsentrasi garam 7,5% atau lebih dan lama perendaman minimal 9 jam. Perlakuan optimum untuk menghilangkan kedua jenis racun pada umbi gadung tersebut adalah penggunaan garam pada konsentrasi 7,5% dam lama perendaman 12 jam. Proses penurunan kandungan racun dioscorin dan asam sianida HCN dalam umbi gadung sudah banyak dilakukan dengan cara yang beragam dengan hasil yang berbeda-beda, hanya masih perlu dipilih kembali menggunakan cara apa yang paling tepat untuk menurukan kandungan racun paling tinggi dengan waktu yang tepat. 2.4 Garam/Natrium Klorida (NaCl) Natrium klorida dikenal juga sebagai garam dan garam dapur, merupakan senyawa ionik dengan rumus NaCl. Natrium klorida pada umumnya merupakan padatan bening dan tak berbau, serta dapat larut dalam gliserol, etilen glikol, dan asam formiat, namun tidak larut dalam HCl. Natrium klorida adalah garam paling berpengaruh terhadap salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak organisme multiselular. Sebagai bahan utama dalam garam dapur, dan biasanya digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan. Natrium klorida terkadang digunakan sebagai bahan pengering yang murah dan aman karena memiliki sifat higroskopis, membuat penggaraman Menjadi salah satu metoda yang efektif untuk pengawetan makanan Pembuatan natrium klorida pada umumnya dilakukan dengan evaporasi air laut ataupun air payau dari berbagai macam sumber air tersebut, seperti sumur dan danau air asin, dan dengan menambang dari batu-batuan garam yang biasa disebut dengan halite. Selain digunakan dalam memasak, natrium klorida juga digunakan dalam banyak aplikasi, seperti pada pembuatan pulp dan kertas, untuk mengatur kadar warna pada tekstil dan kain, dan untuk menghasilkan sabun, deterjen dan produk lainnya. Natrium klorida merupakan sumber utama dari industri klorin dan natrium hidroksida, dan digunakan pada hampir setiap industri. Natrium klorida juga biasa digunakan sebagai penyerap debu yang aman dan murah dikarenakan sifatnya yang higroskopis, juga pada pembuatan garam sebagai salah satu metode pengawetan yang efektif dikarenakan sifatnya yang menarik air keluar dari bakteri melalui tekanan osmotik sehingga mencegah baktei tersebut bereproduksi dan membuat makanan basi Adapun beberapa sifat fisis Natrium Klorida antara lain (Rositawati, dkk. 2013) 2.4.1. Pengertian Garam Garam dapat didefinisikan sebagai suatu senyawa kimia yang bagian utamanya adalah Natrium Klorida (NaCl) dengan zat-zat pengotor terdiri dari CaSO4, MgSO4, MgCl2, dan lain-lain. Natrium klorida, yang juga dikenal dengan nama garam meja atau garam karang, ,merupakan senyawa ion dengan rumus NaCl. Natrium klorida atau NaCl adalah garam yang sangat berperan penting dalam salinitas laut dan dalam cairan ekstraseluler dari banyak organisme multiseluler. NaCl dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alcohol (lilley & Aucker, 1999) Garam dapat diperoleh dengan tiga cara dianaranya adalah penguapan air laut dengan sinar matahari, penambangan batu garam (rock salt) dan dari sumur air garam (brine). Proses produksi di Indonesia umumnya dilakukan dengan metode penguapan air laut (Rositawati, dkk. 2013) Garam sebagai pengawet pakan diberikan 1-2% akan dapat mencegah timbulnya panas karena kandunganuap air, juga dapat mengontrol aktivitas mikroba, serta dapat menekanpertumbuhan jamur (Kartasudjana, 2001). Selain sebagai pengawet garam juga dapat berfungsi untuk menurunkan HCN, Pambayun, (2000) melaporkan bahwa pembuatan chips gadung dengan cara merendam irisan umbi Gadung setebal 2 mm dalam larutan garam 8% selama 3 hari mampu menurunkan HCN sampai pada kadar 5,45 ppm. 2.4.2. Garam Industri Garam dengan kadar NaCl yaitu 97 % dengan kandungan impurities (sulfat, magnesium dan kalsium serta kotoran lainnya) yang sangat kecil. kebutuhan garam industri antara lain untuk industri perminyakan, pembuatan soda dan chlor, penyamakan kulit dan pharmaceutical salt.(Burhanuddin, 2001). 2.4.3 Garam Konsumsi Garam dengan kadar NaCl, yaitu 97 % atas dasar bahan kering (dry basis), kandungan impuritis (sulfat, magnesium dan kalsium), yaitu 2%, dan kotoran lainnya (lumpur, pasir), yaitu 1% serta kadar air maksimal yaitu 7%. Kelompok kebutuhan garam konsumsi antara lain untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan, industri minyak goreng, industri pengasinan dan pengawaten ikan (Burhanuddin, 2001). 2.4.4 Garam Pengawetan Garam biasa ditambahkan pada proses pengolahan pangan tertentu. Penambahan garam tersebut bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang memungkinkan enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halotoleran) bereaksi menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu.Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam akan mati.Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup. Pengolahan dengan garam biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan yang lain seperti fermentasi dan enzimatis. Contoh pengolahan pangan dengan garam adalah pengolahan acar (pickle), pembuatan kecap ikan, pembuatan daging kering, dan pembuatan keju ( Estiasih, 2009). 2.5 BO/Bahan Organik Bahan pakan mengandung zat nutrisi yang terdiri dari air, bahan kering, bahan organik. Bahan organik terdiri dari protein, kabohidrat, lemak dan vitamin. Bahan kering terdiri dari bahan makanan anorganik yaitu mineral yang dbutuhkan tubuh dalam jumlah cukup untuk pembentukan tulang dan berfungsi sebgai bagian dari enzim dari hormon, serta bahan organik yang terdiri dari karbohidrat, protein, vitamin dan lemak (Tillman, dkk., 1998). Bahan organic merupakan bagian terbesar nutrien yang dibutuhkan oleh ternak. Kualitas bahan kering yang dimakan oleh ternak tidak saja tergantung dari mutu bahan makanan yang dimakan, tetapi juga tergantung ukuran ternak yang memakan bahan makanan tersebut (Tillman, dkk., 1998). Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu, komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan mineral dari bahan pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik ikut menurun atau sebaliknya (Ismail, 2011). BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai Mei 2016 di Jln. H.M Zahab RT.04 RW.07 Kelurahan Bajak Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu. Analisa Proksimat dilakukan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan serta analisa kadar HCN dan NaCl dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Institut Pertanian Bogor (IPB). 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan yaitu: 1. Umbi gadung diambil dari Desa Batu Raja, Kecamatan Pondok Kubang, Bengkulu Tengah, umbi gadung diambil sebanyak 30 kg dan dijadikan tepung untuk di analisa. 2. Garam yang digunakan dalam penelitian ini adalah garam industry, diambil dari Gudang penyimpanan garam CV. Abadi, Jln. Hibrida Raya Kota Bengkulu. 3. Air sumur, digunakan untuk melarutkan garam dan merendam umbi gadung. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pisau untuk mengupas dan memotong gadung 2. Timbangan teknis dengan kapasitas 2 kg, untuk menimbang berat umbi gadung dan garam yang akan digunakan. 3. Kalkulator untuk menghitung. 4. Ember untuk perendaman umbi gadung 5. Kertas label untuk memberi label keterangan pada masing-masing sampel. 6. Plastic untuk mengemas sampel 7. Terpal untuk alas penjemuran 8. Seperangkat peralatan Laboratorium untuk analisa HCN, NaCl dan BO/Bahan Organik. 3.3 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan sebagai kelompok sehingga terdapat 16 unitpercobaan. Perlakuan yang dicobakan sebagai berikut : 1 Perlakuan A : Perendaman dengan 0 % garam 2 Perlakuan B : Perendaman dengan larutan garam 2% 3 Perlakuan C : Perendaman dengan larutan garam 4% 4 Perlakuan D : Perendaman dengan larutan garam 6% 3.4 Data Analisa Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Anova metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata α = 0,05 atau tingkat kepercayaan 95% (Kusriningrum, 2008). Model rancangan Yij(t) = µ + T(i) + ∑(ij) dimana: Yij(t) = nilai pengamatan pada baris ke-i, kolom ke-j yang mendapat perlakuan ke-i. µ = nilai rata-rata umum T(i) = pengaruh perlakuan ke-i i = 1, 2, ...n; dan t = 1, 2, ...n e(i) = pengaruh galat yang memperoleh perlakuan ke-i Tabel 4. Bagan Analisa Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat/error Total Keterangan : Db JK KT F.Hitung (t-1) t (r-1) (t.r)-1 JK (t) JK (e) JK (tot) JKt/db t JKe/db e KTt/KTe F.Tabel 0,05 0,10 Db= derajat bebas JK= Jumlah Kuadrat KT= Kuadrat Tengah t = Jumlah Perlakuan r = Jumlah Ulangan JKt = Jumlah Kuadrat Treatment JKe = Jumlah Kuadrat Error JKtot = Jumlah KuadratTotal 3.6 Tahapan Penelitian 3.6.1 Metode Pembuatan Sampel 1. Persiapan umbi gadung Umbi gadung yang sudah diambil dari desa Batu Raja dipilih yang memiliki kualitas baik seperti tidak busuk, tidak bopeng/luka, umbinya dipilih yang utuh, dan tidak terlalu tua ditandai dengan umbi yang berwarna kekuningan. Kemudian umbi yang telah dipilih dikupas kulitnya setebal 2 mm, Pengupas kulit ini bertujuan untuk memisahkan kulit dan daging umbi, setelah pengupasan maka umbi gadung dicuci untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada umbi. Kemudian umbi gadung dicacah atu di rajang setebal 2 mm. Pencacahan atau perajangan bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga memudahkan proses pembuatan sampel. 2. Pembuatan larutan garam Larutan garam yang digunakan untuk perendaman adalah sebanyak 3 liter, untuk membuat larutan garam maka digunakan rumus sebagai berikut : Konsentrasi garam = x n liter air Untuk membuat larutan 2% garam maka konsentrasi garam adalah : x 3.000 liter = 60 gram Jadi konsentrasi garam yang digunakan pada 2% garam adalah 60 gram garam, kemudian garam dimasukkan kedalam gelas ukur sebanyak 60 gram dan dimasukkan air sampai ke angka 3 liter. Kemudian dengan cara yang sama larutan garam 4% dan 6% dibuat dengan cara yang sama. 3. Perendaman Setelah larutan garam dibuat umbi yang sudah dicacah lalu direndam selama 3 hari, dengan denah perlakuan seperti gambar dibawah ini : B3 A2 C3 D3 C2 B1 D2 B2 A3 A4 C1 D1 B4 A1 D4 C4 4. Persiapan Sampel Setelah 3 hari, Umbi gadung ditiriskan kemuadian dikeringkan untuk ditepungkan kemudian sample tepung dianalisa di laboratorium untuk mengetahui kandungan HCN, kadar NaCl dan Bahan Organik. 3.7 Parameter yang diamati 1 Kadar HCN Analisa Kadar HCN (Sudarmaji dkk., 1997): 1 Sampel sebanyak ± 1 gram , dilarutkan dengan aquadest sebanyak 10 ml, ditutup dan didiamkan semalam. 2 Sampel disentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm. 3 Supernatan sampel dipipet sebanyak 0.1 ml, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan aquadest sebanyak 1.9 ml. 4 Dimasukkan kedalamnya 2 ml larutan buffer CN dan 0.5 ml Chloramin T 1%. 5 Divortex/dihomogenkan dan didiamkan selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan 0.5 ml larutan asam barbiturat-pyridin, kemudian dihomogenkan kembali. 6 Dibuat deret standar dari larutan standar KCN 10 ppm, dengan deret 0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1 ppm, dan dilakukan prosedur yang sama dengan sampel, yaitu tahap 3 sampai tahap 5. 7 Lalu larutan sampel dan standar siap diukur pada spektrofotometer dengan λ 578 nm. 8 Kemudian dihitung kadar asam sianida dengan rumus : HCN = 2. Kadar Garam (NaCl) Analisa Kadar NaCl dengan Cara Menstandarisasi Larutan Garam menggunakan Argentometri Metode Volhard ( 1874): 1. Sampel ditimbang dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dilarutkan sampai tanda batas. 2. Dikocok hingga homogen, kemudian disaring. 3. Filtrate dipipet sebanyak 25 ml dan ditambahkan indicator K2CrO4 5% sebanyak 2 ml. 4. Larutan dititrasi dengan menggunakan larutan AgNO3 0,01 N sampai terjadi warna merah bata. 5. Percobaan dilakukan 3 kali 6. Hitung kadar (%) NaCl dalam garam dapur dengan persamaan : {( VAgNO3 x NAgNO3) – (VNH4SCN x NNH4SCN)} X BENaCl x 100% 25/250 x 1,00 x 1000 3. Bahan Organik Analisa proksimat kandungan bahan kering menggunakan proximate analysis AOAC (Association Of Analytical Communities), 1990 Kadar atau kandungan Bahan Organik didapat dari hasil analisa dari kandungan Bahan Organik dan abu, dengan pengurangan antara bahan kering dan abu ini maka akan didapatkan data BO atau Bahan Organik. 1. Sampel dari analisa bahan kering dimasukkan ke dalam tanur listrik selama 3 jam pada suhu 6000C. 2. Tanur dimatikan dan dibiarkan agak dingin kemudian tanur dibuka lalu sampel diambil dan dimasukkan kedalam desikator selama 30 kemudian ditimbang (d gram). Rumus yang digunakan adalah : Kadar Abu = % Bahan Organik = BO = % BO X BK % BK Keterangan : a = Berat cawan kosong (gram) b = Berat cawan + sampel sebelum dioven (gram) d = Berat cawan + sampel setelah ditanur (gram) menit, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan HCN pada umbi Gadung (Discorea hispida) kandungan HCN umbi gadung (Discorea hispida) setelah dilakukan perendaman dengan berbagai level garam disajikan pada tabel berikut: Tabel 5. Rata-rata Kandungan HCN umbi gadung (Discorea hispida) Perlakuan Rata-rata (ppm) A (0%) B (2%) C (4%) D (6%) 10.45a 8.39b 6.25c 10.29a Keterangan : Superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata P < 0,01. Hasil analisis ragam (lampiran 1 ) menunjukan bahwa perendaman dengan larutan garam pada umbi gadung menghasilkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kandungan HCN umbi gadung (Discorea hispida) (P < 0.01) kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT, dari hasil uji lanjut DMRT diketahui bahwa rataan kadungan HCN dari perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B dan C, namun tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan D. Perbedaan nyata yang terjadi antara perlakuan A dengan perlakuan B dan C disebabkan karena sifat HCN atau asam sianida yang mudah menguap bila dipanaskan, mudah larut dalam air, dan mudah bereaksi dengan Natrium Klorida (NaCl), Sastrapradja (1988). Pada perlakuan A (0%) garam umbi gadung mengalami penurunan kadar HCN yang berbeda nyata dikarenakan perlakuan yang diberikan, dimana umbi gadung dikupas dan dirajang dengan diameter 2 mm sehingga menurunkan kadar HCN pada sampel, kemudian penurunan kadar HCN juga diakibatkan karena proses perendaman dengan larutan garam dan penjemuran dengan sinar matahari sehingga HCN menguap dan kandungan HCN turun sebesar 78,20 %. Hal ini senada dengan penelitian Kay et all (1997) yang menyatakan bahwa sejumlah besar HCN akan hilang dalam proses perendaman sehingga dapat mengurangi zat racun yang berbahaya, dan Shanthakumari (2008), yang menyatakan bahwa perbandingan irisan umbi mampu menurunkan HCN sebesar 63,6%, sedangkan dalam penelitian ini mampu menurunkan sampai 78,20 % HCN, hal ini menunjukan bahwa penurunan HCN yang terjadi pada penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan penelitian Shantakumari (2008). Pada level pemberian dosis garam 2% dan 4% atau pada perlakuan B dan C juga menghasilkan perbedaan yang nyata dari kandungan HCN umbi gadung segar sebesar 47,92 ppm, hal ini dikarenakan sifat kimia dari HCN atau asam sianida yang mudah menguap bila dipanaskan, mudah larut dalam air, dan mudah bereaksi dengan Natrium Klorida (NaCl). (Sastrapradja (1988)). Pada perlakuan A (0%) dan D (6%) garam menghasilkan kadar HCN yang tidak berbeda nyata, hal ini diduga karena pada level ini senyawa glukosida sianogenik yang terkandung pada umbi gadung terurai sehingga tergredasi menghasilkan HCN (asam sianida), semakin lama perendaman dan besar dosis garam kemungkinan senyawa glukosida sianogenik mengalami hidrolisis menjadi HCN dan aldehid semakin besar, diduga umbi gadung memiliki titik jenuh pada garam atau NaCl sehingga pada pernambahan dosis 6 % garam, daya kerja NaCl dalam melarutkan HCN tidak lagi maksimal, yang mengakibatkan kandungan HCN pada perlakuan D tidak berbeda nyata dengan perlakuan A. Rataan HCN yang diperoleh pada masing-masing perlakuan masih dalam batasan aman yang bisa digunakan untuk pakan ternak ruminansia maupun ternak unggas, seperti dijelaskan Tweyongyere dan Katongole (2002), melaporkan bahwa konsentrasi asam sianida yang aman dari pengaruh toksik adalah dibawah 30 ppm. Dosis letal HCN untuk ternak adalah sebagai berikut: sapi 2 mg/kg bobot badan, domba 2,3 mg/kg bobot badan, babi 2,25 mg/ekor/hari, dan ayam 0,4 mg/ekor/hari (Ong dan Yeong, 1977). 4.2 Kandungan NaCl Umbi Gadung (Discorea hispida) Pengaruh perlakuan perendaman terhadap kandungan NaCl umbi gadung (Discorea hispida) disajikan pada Tabel 6. berikut : Tabel 6. Pengaruh Perendaman Terhadap NaCl Umbi Gadung Perlakuan A 0% B 2% C 4% D 6% Rata-rata (%) 0.22a 1.50b 2.90c 4.18d Keterangan : Superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata P < 0,01. Hasil analisa ragam menunjukan bahwa perendaman dengan larutan garam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kandungan NaCl pada umbi gadung (Discorea hispida) (P < 0,01) . Dari hasil uji lanjut DMRT diketahui bahwa rataan persentase kandungan NaCl dari perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, C dan D. Pada perlakuan A meski tidak diberikan dosis garam atau 0% garam tetapi menghasilkan kandungan NaCl yang berbeda nyata yaitu sebesar 0,22 %, hal ini disebabkan oleh kesadahan air yang terkandung didalam air yang digunakan untuk perendaman. Hal ini diterangkan dalam penelitian Suyanto, dkk (2004) bahwa air memiliki tingkat kesadahan. Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, dan unsur-unsur mineral yang terkandung di dalam air disebabkan oleh proses kimiawi pada siklus air yang melewati tanah. Tingginya kadar NaCl pada perlakuan B, C dan D disebabkan oleh penambahan garam sebesar 6% pada air perendaman sehingga mengakibatkan terakumulasinya kandungan NaCl pada umbi gadung. Rataan kadar NaCl yang diperoleh pada perlakuan ini masih dalam batasan yang bisa digunakan untuk pakan ternak Ruminansia maupun ternak unggas, seperti dijelaskan oleh Parakkasi (1998) bahwa batas NaCl untuk ternak ruminansia adalah 4 %, sementara untuk ternak unggas adalah 2 %. Pembatasan pemberian garam dalam pakan ternak sangat penting untuk diperhatikan karena garam atau NaCl selain berfungsi sebagai mineral dan merangsang sekresi saliva, juga berfungsi sebagai pembatas konsumsi yang berlebihan bagi ternak karena adanya rasa asin (Pardede dan Asmira, 1997). Terlalu banyak konsumsi garam pada ternak akan menyebabkan sistem ekresi atau metabolisme ternak terganggu kemudian terjadi retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam pada ternak juga akan berdampak pada pada ternak, seperti akan mengakibatkan bulu ternak kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, menurunkan nafsu makan ternak dan menurunkan produksi ternak sehingga berdampak pada penurunan bobot badan (Anggorodi, 1990). 4.3 Kandungan Bahan Organik Umbi Gadung (Discorea hispida). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diketahui hasil persentase kandungan bahan organik pada umbi gadung adalah sebagai berikut : Tabel 7 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan Bahan Organik Umbi Gadung Perlakuan A 0% B 2% C 4% D 6% Rata-rata 84,35a 82,86bc 81,57c 79,96d Keterangan : Superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata P < 0,01. Hasil analisa ragam menunjukan bahwa perendaman dengan larutan garam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kandungan Bahan Organik pada umbi gadung (Discorea hispida) (P < 0,01). Dari hasil uji lanjut DMRT diketahui bahwa rataan persentase bahan organik dari perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, C dan D, namun perlakuan B tidak berbeda terhadap perlakuan C. Table 7. memperlihatkan bahwa dengan perendaman air garam rata-rata bahan organic dari perlakuan A (0%) sampai pada perlakuan D (6%) justru menurun dari 84,35 % menjadi 79,96 % hal ini disebabkan oleh pengaruh kadar kadar abu umbi gadung, jika kadar abu secara signifikan meningkat maka kadar bahan organiknya akan turun karena bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu (Ismail, 2011). Dengan penambahan NaCl pada umbi gadung maka abu akan semakin meningkat karena didalam NaCl mengandung mineral seperti Na, Ca, Mg dan Fe sehingga terjadi akumulasi mineral dalam bahan. Mineral-mineral tersebut tidak terbakar pada proses pembakaran dalam metode analisis yang dilakukan sehingga kadar abu pada perlakuan meningkat dan kadar bahan organic menurun. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan larutan garam dengan level 0% - 6% dapat memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan HCN, NaCl dan Bahan Organik umbi gadung. Perlakuan terbaik adalah pada level pemberian dosis garam 4%. 5.2 Saran Umbi gadung dapat digunakan sebagai pakan ternak dengan perendaman menggunakan larutan garam sapai pada level 4% untuk dapat menurunkan HCN agar aman dikonsumsi. Disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan agar kadar HCN lebih diminimalisir kemudian kadar NaCl sangat aman untuk dikonsumsi ternak. DAFTAR PUSTAKA Agustina, Utari. 2015. Variasi Penambahan Gliserin dan Asam Asetat terhadap Kualitas Fisik Plastik Biodegradable dari Pati gadung (Dioscorea hispida Dennts). Laporan Akhir Program Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Bohinski, R. C. 1987. Modern Concept in Biochemistry. Penerbit John Control University Budiono, S. 1998. Pengaruh Kombinasi Abu dan Garam serta Lama Perendaman Terhadap Kualitas Keripik Gadung. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Burhanuddin (2001). Proceeding Forum Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Butler, G.W., R.W. BAILEY and L.D. KENNEDY. 1965. Studies on the glucosidase 'linamarase'. Phytochemistry. 4: 369 – 381. Estiasih, T. dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hariana, A. 2004. Tanaman Oabat dan Khasiatnya. Jakarta : Penebar Swadaya Harijono, S, T. A. dan M, Erryana. 2008. Detoksifikasi Umbi Gadung (Dioscorea hispidaDennst) dengan Pemanasan Terbatas Dalam Pengolahan Tepung Gadung, JurnalTeknologi Pertanian, Vol. 9 No. 2, 75-82. Malang. Hartati, Indah. 2010. Isolasi Alkaloid dari Tepung Gadung (Discorea hispida Dennst) dengan Teknik Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Ismail, R, 2011. Kecernaan In Vitro, http://rismanismail2.wordpress.com/ 2011/05/22/nilai-kecernaan-part-4/#more-310. [Rabu, 13 Februari 2013]. Jannati, Adni AP. Renny, CR. Mutyarsih, OS. Yulita, F. Ika PSS (2014). Teknik Meminimalisiri Umbi Gadung (Dioscorea hispida) di Masyarakat. Laporan akhir PKM bidang Penelitian. Universitas Muhammadiyah Bengkulu. (unpublish) Kandungan gizi Gadung.DepKes R.I. 1989. Materi Medika Indonesia. Jilid V. Dirjen POM.Jakarta.terdapat di URLhttp://www.google.com/urlartikelgadung1.doc Kartasudjana, Ruhyat. 2001. Mengawetkan Hijauan Pakan Ternak. Modul Program Keahlian Budidaya Ternak. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta Kay, D.E., 1973. Root Crops. Tropical Products Institute. London Ko, Y. H., Hsu, K. W., 2009. Dioscori Protects Tight Junction Protein Expression In AS49 Human Airway Ephitelium Cells From Dust Mite Demage, Journal Of Microbiology, Immunology and Infection, 42 : 457 - 463. Kordi, G. H. 1996 dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. PT Rineka Cipta, Jakarta. Kordylas. J. M. 1991. Processing and Preservation of Tropical and Subtropical food. Mac Milan Education. Hampshire. Lingga, Pinus. 1995. Bertanam Ubi-ubian. Penebar Swadaya. Jakarta Merck, 1999, Dioscorine, Merck and Co., Inc, Whitehouse Station, New York. Nuraini dan Maria. 1999. Pemanfaatan Biji Durian (Durio Zebithinus Murr) Sebagai Pengganti Jagung Dalam Ransum Broiler. Universitas Andalas, Padang. Ong, H.K. and S.W. Yeong. 1977. Prospect for the Use of Rubber Seed Meal for Feeding Pigs and Foultry, in : Feeding Stuffs for Livestock in South East Asia. Malaysia Society of Animal Production. P. 337-344. Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogarstrik Vol IB . Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Pembayun, R. 2000. Hydro Cianic Acid and Organoleptik Test On Gadung Instant Nice from Various Method Of Detoxification Prosiding. Seminar Nasional Industri Pangan 2000, Surabaya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Pambayun, R. 2007. Kiat Sukses Teknologi Pengolahan Umbi Gadung. Yogyakarta: Ardana Media. Pujimulyani, D. 1988. Pengaruh perlakuan pada pembuatan ceripinggadung terhadap pengurangan kadar dioskorin. Skripsi S-1Jurusan Pengolahan Hasil Peranian, FTP UGM, Yogyakarta. Rositawati, A.L., C.M. Taslim dan D. Soetrisnanto. 2013. Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk Mencapai SNI Garam Industri. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2 (4) : 217. Rustiana, Ria. 2011. Tak Ada Gandum, Gadung Pun Jadi. [Serial Online].http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content& view=article&id=402:tak-ada-gandumgadungpunjadi&catid=49:infoteknologi& Itemid= 81. [20 Oktober 2015]. Sautour, M.,A. C. Mitaine-Offer, and M.A. Lacaille-Dubois. 2007. The Dioscorea genus: a review of bioactive steroid saponins. J Nat Med. 61: 91–101 Setiaji. A. 1990. Kajian Kimiawi Pangan. PAU. Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Sosrosoedirjo, R. S. 1992. Bercocok Tanam Ketela Pohon. Jakarta: CV Yasa Guna. Suciati, Andi. 2012. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Kandungan HCN pada Tempe Kacang Koro (Canavalia ensiformis L). Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar. Sudarmadji . 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Suhardi. 2006. Hutan dan Kebun sebagai Sumber Pangan Nasional. cet 5. Yogyakarta : Kanisius.terdapat di URLhttp://www.google.com/urlartikelgadung1.dock Suyatno,dkk. 2004. Kimia. Jakarta: Grasindo. Svasty, M.R. 1999. Characterization of a Novel Ratenoid β-glukosidase Enzyme and its Natural Substrat. Chulabhorn Research Institute. Bangkok. Thailand Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo,S. Prawirokusumo dan S. Lendosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kedua Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. TWEYONGYERE, R. dan I. KATONGOLE. 2002. Cyanogenic potential of cassava peels and their detoxification for utilization as livestock feed. Vet. Human Toxicol. 44(6): 366 – 369 Webster, J., W. Beck, and B. Tenai. 1984. Toxicity and bitterness in Australian Dioscorea bulbifera L and Dioscorea hispida denst from Thailand. J. Agric. Food Chem. 32: 1087-1090 Winarno. F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta. Lampiran 1. Analisakandungan HCN (ppm) Perlakuan 1 10,79 7,25 5,66 9,25 A B C D Ulanganke2 3 10,16 10,27 8,36 9,35 6,73 6,76 9,45 11,07 4 10,57 8,58 6,95 11,37 Total 1. FK = r.t = 4.4 =20309,1 16 = 1269.31 2. JKT = ( + ) – FK +...+ = 1317,02 – 1269,31 = 47.71 3. JKP = ( + + 4 = 5240,11 4 = 1310,02 – 1253,10 = 40,70 + ) – FK Jumlah Rata-rata 41,79 33,54 26,1 41,08 142.51 10,44 8,385 6,525 1027 8.90 4. JKG = JKT – JKP = 47.71-40.70 = 47,71 Table Anova S. Krgmn Db JK KT Perlakuan 3 40,70 13,56 Sisa 12 47,71 0,58 Total 15 39,31 Ket. : ** = Berpengaruh sangat nyata KK= √ F hit 23,25 F tabel 0.05 3,49 % KK= 8,58 % AnalisaUjiDencans Multiple Range Test SX = √ = √ = 0.38 Nilai SSR (dB acak = 15) untuk 5 % SSR 3,11 3,82 4,26 SX 0,38 0,38 0,38 LSR 0,05 2,03 1,82 1,48 0.01 5,95 NIlai (Ranking Rata-rata) Persentase HCN A = 10.45 D = 10.29 B = 8.39 Perbandingan Selisih A-C A-B A-D D-C D-B B-C 3,92 2,06 0,17 1,88 3,74 1,86 C = 6.52 LSR 1,62 1,45 1,18 1,62 1,45 1,18 Signifikansi * * ns * * * Uji DMRT (Duncans Multiple Range Test) Pengaruh PerlakuanTerhadap Kadar HCN Perlakuan A 0% B 2% C 4% D 6% Rata-rata 10,45 8,39 6,52 10,29 Notasi a b c a Lampiran 2. Analisa kandungan NaCl (%) KodeAnalisa 1 0,21 1,5 2,96 5,29 A B C D Ulanganke2 0,23 1,52 2,90 4,35 3 0,20 1,48 2,81 3,75 4 0,13 1,47 2,87 3,31 Total 1. FK = r.t = 4.4 =1235,31 16 = 77,20 2. JKT ) – FK =( + +...+ = 114,63– 77,20 = 37,42 3. JKP = ( + + + 4 = 4 = 112,40 - 77,20 =35,19 4. JKG = JKT – JKP = 37,42 – 35,19 = 2,22 ) – FK Jumlah 0,88 5,97 11,57 16,71 35,14 rata-rata 0,22 1,49 2,89 4,17 2,19 Table Anova S. Krgmn Db JK KT F hit Perlakuan 3 35.19 11.73 Sisa 12 2.75 0.22 Total 15 37.95 Ket. : ** = Berpengaruh sangat nyata KK= √ 223,09 F tabel 0.05 3.49 0.01 5.95 % KK= 10,44 % Analisa Uji Dencans Multiple Range Test NaCl SX = √ = √ = 0.239621 Nilai SSR (dB acak = 15) untuk 5 % SSR 3,11 3,82 4,26 SX 0.23 0.23 0.23 LSR 0,05 0,35 0,43 0,48 NIlai (Ranking Rata-rata) kadar NaCl (%) D = 4.17 C = 2.89 Perbandingan D-A D-B D-C C-A C-B B-A B = 1.49 A = 0.22 Selisih 3.95 2.68 1.28 2.67 1.39 2.67 LSR 0,48 0,43 0,35 0,48 0,43 00,35 Signifikansi * * * * * * Uji DMRT (Duncans Multiple Range Test) PengaruhPerlakuanTerhadap Kadar NaCl Perlakuan A 0% B 2% C 4% D 6% Rata-rata 0.22 1.49 2.89 4.11 Notasi a b c d Lampiran 3. Analisa kandungan Bahan Organik (%) Kode Analisa 1 83.77 84.04 81.61 79.36 A B C D Ulangan ke2 84.48 82.4 82.11 80 3 84.2 82.74 83.17 80 1. FK = r.t = 4.4 = 20309,1 16 = 1269,32 2. JKT = ( + ) – FK +...+ = 1317,03 – 1269,32 = 47,71 3. JKP = ( + + 4 = 5240,11 4 = 1310,03 – 1253,11 = 41.92 + ) – FK 4 84.97 82.26 79.39 80.49 Total Jumlah 337.42 331.44 326.28 319.85 1314.99 rata-rata 84.355 82.86 81.57 79.9625 82.18 4. JKG = JKT – JKP = 47,71-40,71 = 10,98 Table Anova S. Krgmn Db Perlakuan Sisa Total JK 3 12 15 KK=√ 41.92 10.98 52.92 KT 13.97 0.92 F hit 15.26 F table 0.05 3.49 % KK= 1,16 % Analisa Uji Dencans Multiple Range Test NaCl SX = √ = √ = 0,47 Nilai SSR (dB acak = 15) untuk 5 % SSR 3,11 3,82 4,26 SX 0,47 0,47 0,47 LSR 0,05 1,48 1,82 2,03 0.01 5.95 NIlai (Ranking Rata-rata) kadar Bahan Kering (%) A = 84,35 B = 82,86 Perbandingan A-D A-C A-B B-D B-C C-D C = 81,57 Selisih 4,39 2,78 1,49 2,89 1,29 1,60 D = 79,96 LSR 2,03 1,82 1,48 2,03 1,82 1,48 Signifikansi * * * * Ns * Uji DMRT (Duncans Multiple Range Test) PengaruhPerlakuanTerhadap Kadar Bahan Kering. Perlakuan A 0% B 2% C 4% D 6% Rata-rata 84,35 82,86 81,57 79,96 Notasi a b b c Gambar 1. Pengupasan Kulit Umbi Gadung, untuk diambil umbinya karena yang dapat dimanfaatkan atau digunakan dalam penelitian ini adalah umbinya, jadi sebelum diolah gadung terlebih dahulu dikupas kulitnya. Gambar 2. Pencucian Umbi Gadung, hal ini dilakukan agar tanah-tanah yang menempel pada umbi dapat hilang. Gambar 3. Perajangan Umbi Gadung, agar mudah diolah umbi gadung terlebih dahulu dirajang setebal 2mm, hal ini juga akan HCN menguap, dan sedikit turun. Gambar 4. Penimbangan Umbi Gadung Gambar 5. Penimbangan garam Gambar 6. Pembuatan larutan garam yang akan menjadi media perendaman Gambar 7. Perendaman Umbi Gadung kedalam Larutan Garam Gambar 8. Penjemuran Umbi Gadung Gambar 9. Penumbukan Umbi Gadung