REVITALISASI
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016
Tim Penyusun Buku
Penasihat
Prof. Dr. Muhadjir Efendy, M.A.P., Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Pengarah
1. Didik Suhardi, Ph.D., Sekretaris Jenderal
2. Hamid Muhammad, M.Sc., Ph.D., Dirjen Dikdasmen
3. Sumarna Surapranata, Ph.D., Dirjen Guru dan Tendik
4. Ir. Harris Iskandar, Ph.D., Dirjen PAUD dan Dikmas
5. Daryanto, Ak., MIS, Gdip.Com., QIA, CA, Inspektur Jenderal
6. Ir. Totok Suprayitno, Ph.D., Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
7. Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum., Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
8. Hilmar Farid, Ph.D., Dirjen Kebudayaan
9. Dr. James Modouw, M.MT., Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Pusat dan Daerah
10. Chatarina Muliana Girsang, S.H., S.E., M.H., Staf Ahli Menteri Bidang Regulasi Pendidikan dan
Kebudayaan
11. R. Alpha Amirachman, M.Phil., Ph.D., Staf Khusus Menteri Bidang Monitoring dan Implementasi
Kebijakan
Tim Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Ketua: Ir. Ananto Kusuma Seta, M.Sc., Ph.D, Staf Ahli Menteri Bidang Inovasi dan Daya Saing,
Sekretaris: Prof. Dr. Ilza Mayuni, M.A., Kepala PASKA
Koordinator SMK: Drs. M. Mustaghirin Amin, MBA., Direktur Pembinaan SMK
Koordinator LKP: Dr. Yusuf Muhyiddin, M.Pd., Direktur Pembinaan Kursus dan Pelatihan Koordinator
PKLK: Ir. Sri Renani Pantjastuti MPA., Direktur Pembinaan PKLK
Koordinator Guru Dikmen: Drs. Anas M. Adam, M.Pd., Direktur Pembinaan Guru Pendidikan
Menengah.
Tim Penyusun
Ir. Hendarman, M.Sc., Ph.D., Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan; Ir.
Suharti, M.A., Ph.D., Kepala Biro Perencanaan Luar Negeri; Prof. Ir. Nizam, M.Sc. DIC., Ph.D, Kepala
Pusat Penilaian Pendidikan; Ir. Fahturahman, M. Ed., Kepala Bagian Kebijakan dan Evaluasi Program;
Arie Wibowo Khurniawan, S.Si., M.Ak, Kasubdit Program dan Evaluasi Dit. PSMK; Dr. Ir. M. Bakrun,
MM., Kasubdit Kurikulum Dit. PSMK; Ir. Sri Puji Lestari, MM., Kasubdit Penyelarasan Kejuruan dan
Kerjasama Industri Dit. PSMK; Dra. Santi Ambarukmi, M.Ed., Kasubdit Perencanaan Kebutuhan
Peningkatan Kualiikasi dan Kompetensi Dit. Pembinaan Guru Dikmen; Dr. Ir. I. Gede Panca, M.Pd.,
Kasubdit Sarana dan Prasarana Dit. Pembinaan Kursus dan Pelatihan; Dra. Siti Masitoh, M.M.,
Kasubdit Kurikulum Dit. PPKLK; Kurniawan, S.T., MBA, Kepala Bidang Pemantauan dan Evaluasi
Kinerja Kementerian PASKA; Prof. Dr. Gufran Ali Ibrahim, M.S., Kepala Pusat Pembinaan Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; DR. Agung Purwadi, M.Eng., Pusat Penelitian Kebijakan
Pendidikan dan Kebudayaan; Kosasih Ali Abu Bakar, MMSi, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan
dan Kebudayaan
Penyelaras Substansi
Prof. Waras Kamdi, Universitas Negeri Malang
Penyelaras Bahasa
Drs. Mustakim, M. Hum., Kepala Bidang Pemasyarakatan Pusat Pembinaan Badang Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa
Tim Pendukung
Casim, Tim Staf Ahli Menteri Bidang Inovasi dan Daya Saing; Ade Chandra, Pusat Analisis dan
Sinkronisasi Kebijakan; Moch. Hasan, Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan ; Ashma Nur Aifah,
Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan
Desain Sampul dan Tata Letak
Zaitun Y.A. Kherid
ii
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Sambutan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Inti kekuatan daya saing sebuah bangsa terletak pada manusianya. Tenaga
kerja yang berdaya saing dan terampil salah satu di antaranya dilahirkan dari
pendidikan vokasi yang bermutu dan relevan dengan tuntutan dunia kerja
yang terus menerus berkembang. Dengan demikian, dunia pendidikan juga
harus mengikuti perubahan zaman. Tidak ada jalan lain, revitalisasi pendidikan
vokasi perlu dilakukan untuk menyiapkan tambahan 58 juta tenaga kerja
dengan keterampilan Abad ke-21 pada kurun 15 tahun mendatang untuk
membawa Indonesia menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor 7
dunia pada tahun 2030.
Nawacita telah menempatkan pendidikan vokasi sebagai prioritas utama
pembangunan pendidikan. Presiden juga telah mengeluarkan Inpres Nomor 9
tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka Peningkatan Kualitas dan
Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia yang menjadi arah pembangunan
pendidikan vokasi ke depan. Dalam Inpres tersebut, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan mendapat tugas untuk: (1) membuat peta jalan pengembangan
SMK; (2) menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan
kompetensi sesuai dengan kebutuhan pengguna lulusan (link and match); (3)
meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan
SMK; (4) meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah
daerah, dan dunia usaha/industri; (5) meningkatkan akses, sertiikasi lulusan
SMK dan akreditasi SMK; dan (6) membentuk Kelompok Kerja Pengembangan
SMK.
Dokumen Revitalisasi Pendidikan Vokasi ini merupakan wujud dari
pelaksanaan Inpres tersebut. Ruang lingkupnya masih terfokus pada integrasi
penyelenggaraan pendidikan vokasi yang terdapat di lingkungan Kemendikbud,
yakni di SMK, lembaga kursus dan pelatihan, dan SMALB. Revitalisasi
juga menyangkut perubahan ilosoi dari supply-driven ke demand-driven.
Sambutan
iii
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pendidikan vokasi diarahkan pada penerapan sistem ganda (dual-system),
yakni belajar teori di SMK dan praktik di industri. Karena itu desain kurikulum
dan sistem pengujian juga disesuaikan dengan kompetensi yang dibutuhkan
dunia usaha dan industri dengan fokus utama pada bidang pertanian, maritim,
pariwisata, dan industri kreatif. Penyediaan dan peningkatan kualitas guru
dan tenaga kependidikan juga menjadi bagian dari revitalisasi. Pada bagian
akhir, dokumen ini menyajikan Peta Jalan Pengembangan Pendidikan Vokasi
di Kemendikbud.
Diharapkan dokumen ini menjadi acuan kerja bagi unit utama terkait di
lingkungan Kemendikbud dalam melakukan revitalisasi pendidikan vokasi. Di
samping itu, dokumen ini juga dapat dijadikan acuan bagi penyusunan Peta
Jalan Pengembangan SMK secara nasional yang melibatkan kementerian/
lembaga terkait, termasuk pemerintah provinsi di seluruh Indonesia,
sebagaimana diamanatkan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2016.
Jakarta, 19 Desember 2016
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Prof. Dr. Muhadjir Efendy, M.A.P.
iv
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
DAFTAR
ISI
Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
iii
Daftar Isi
v
Daftar Singkatan Akronim
Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
vii
Analisis Situasi
1
1.1
Revolusi Industri Keempat
dan Masyarakat Ekonomi ASEAN
1
1.2
Dinamika Pasar Kerja, Keterampilan, dan
Peserta Didik
3
1.3
Arah Pembangunan Nasional
10
Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
14
2.1
Sejarah Pendidikan Vokasi
14
2.2
Pendidikan Vokasi melalui SMK
17
2.3
Pendidikan Vokasi melalui Lembaga Kursus
dan Pelatihan
22
2.4
Pendidikan Vokasi melalui SMA-LB
26
2.5
Tata Kelola
30
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
33
3.1
Pentingnya Revitalisasi Pendidikan Vokasi
33
3.2
Ciri-Ciri Pendidikan Vokasi yang Baik
36
Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
40
4.1
Paradigma Baru Pendidikan Vokasi
40
Daftar Isi
v
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
4.2
Pengembangan Kelembagaan
41
4.3
Keterlibatan Dunia Usaha dan Dunia Industri
43
4.4
Penyelarasan Kurikulum
47
4.5
Sertiikasi Kompetensi Lulusan
59
4.6
Penambahan dan Perbaikan SaranaPrasarana Pembelajaran
62
4.7
Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Guru
63
4.8
Akreditasi dan Tata Kelola Penyelenggaraan
Pendidikan Vokasi
80
4.9
Regulasi
85
4.10
Quickwins 2016
89
Referensi
vi
93
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
DAFTAR
SINGKATAN DAN AKRONIM
A
ABK
Apindo
ASEAN
: Anak Berkebutuhan Khusus
: Asosiasi Pengusaha Indonesia
: Association of South East Asia Nations
B
BiBB
BKR
BLK
BNP2TKI
BNSP
BOS
BPS
BUMN
: Bundes institut für Berufs bildung
: Badan Keamanan Rakyat
: Balai Latihan Kerja
: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
: Badan Nasional Sertiikasi Profesi
: Bantuan Operasional Sekolah
: Badan Pusat Statistik
: Badan Usaha Milik Negara
C
CPO
: Crude Palm Oil (Minyak Sawit Mentah)
D
Dapodik
Diklat
Dikmas
Ditjen
DU/DI
: Data Pokok Pendidikan
: Pendidikan dan Pelatihan
: Pendidikan Masyarakat
: Direktorat Jenderal
: Dunia Usaha/Dunia Industri
E
ESD
: Education for Sustainable Development
G
GATS
GTK
GU
: General Agreement Trade in Service
: Guru dan Tenaga Kependidikan
: Generally Unit
I
ICT
ILO
Inpres
IPA
IPS
: Information and Communication Technology
: International Labor Organization
: Instruksi Presiden
: Ilmu Pengetahuan Alam
: Ilmu Pengetahuan Sosial
Daftar Singkatan dan Akronim
vii
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
J
JP
: Jam Pelajaran
K
K/L
: Kementerian/Lembaga
Kadin
: Kamar Dagang dan Industri Indonesia
KEK
: Kawasan Ekonomi Kreatif
Kepmen : Keputusan Menteri
Kepsek
: Kepala Sekolah
KK
: Kompetensi Keahlian
KKNI
: Kerangka Kualiikasi Nasional Indonesia
KKPI
: Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi
Kemenristek Dikti : Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Kepmendikbud : Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
L
LKP
LPMP
LP2KS
LPTK
LSP-P1
: Lembaga Kursus dan Pelatihan
: Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
: Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah
: Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
: Lembaga Sertiikasi Profesi Pihak Pertama
M
MA
MEA
MoU
MP3EI
MPKN
: Madrasah Aliyah
: Masyarakat Ekonomi ASEAN
: Memorandum of Understanding
: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
: Majelis Pendidikan Vokasi Nasional
N
NTT
: Nusa Tenggara Timur
P
PAUD
PDBK
Pelita
Pemda
PK
PKLK
PKBM
PLPG
PNS
PPPG
PPPPTK
PSG
PTK
viii
: Pendidikan Anak Usia Dini
: Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
: Pembangunan Lima Tahun
: Pemerintah Daerah
: Program Keahlian
: Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus
: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
: Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru
: Pegawai Negeri Sipil
: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru
: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
: Pendidikan Sistem Ganda
: Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
R
Repelita
RPJMN
RPP
RPS
: Rencana Pembangunan Lima Tahun
: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
: Rencana Program Pembelajaran
: Ruang Praktik Sekolah
S
SD
SDG
SD-LB
SDM
SED-TVET
: Sekolah Dasar
: Standard Development Goals
: Sekolah Dasar Luar Biasa
: Sumber Daya Manusia
: Sustainable Economic Development through Technical and Vocational
Educational Training
SES
: Senior Expert Service
Sisdiknas : Sistem Pendidikan Nasional
SKB
: Sanggar Kegiatan Belajar
SK
: Sertiikat Keahlian
SKKNI
: Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
SKL
: Standar Kompetensi Lulusan
SLB
: Sekolah Luar Biasa
SMA
: Sekolah Menengah Atas
SMA-LB : Sekolah Menengah Atas-Luar Biasa
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
SMP-LB : Sekolah Menengah Pertama – Luar Biasa
SMK
: Sekolah Menengah Kejuruan
SNP
: Standar Nasional Pendidikan
STM
: Sekolah Teknik Menengah
T
TIK
TKR
TPRI
TPT
TS
TUK
: Teknologi Informasi dan Komunikasi
: Tentara Keamanan Rakyat
: Tentara Pelajar Republik Indonesia
: Tingkat Pengangguran Terbuka
: Talent Scouting
: Tempat Uji Kompetensi
U
UKG
UN
USB
UU
: Ujian Kompetensi Guru
: Ujian Nasional
: Unit Sekolah Baru
: Undang - undang
V
VOC
: Vereenigde Oostindische Compagnie
W
WTO
: World Trade Organization
Daftar Singkatan dan Akronim
ix
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
BAB I
ANALISIS SITUASI
1.1 Revolusi Industri Keempat dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Ada dua tantangan yang dihadapi Indonesia. Tantangan pertama adalah
hadirnya revolusi industri keempat yang sekarang mulai berlangsung. Tidak
ada faktor pendorong perubahan peradaban dunia sekuat revolusi industri
yang menghasilkan kemajuan teknologi. Akibat kemajuan teknologi, dunia
berubah begitu cepatnya.
Berbeda dengan revolusi industri ketiga ketika mesin bekerja sendirisendiri, pada era revolusi industri keempat semua mesin dihubungkan dengan
yang lain, bertumpu pada cyber physical system yang akan mengubah secara
radikal cara manusia berkehidupan, bekerja, dan berkomunikasi. Inovasi
yang dihasilkan untuk membuat kehidupan lebih nyaman tidak terbatas,
tetapi tantangan yang harus dipecahkan juga sangat kompleks. Pekerjaan
yang semula dilakukan manual dengan mengandalkan tenaga manusia
semata sudah digantikan oleh mesin dan teknologi informasi. Karena itu, jenis
pekerjaan yang sekarang ada perlahan akan hilang pada 10 tahun ke depan.
Diperkirakan 35% keterampilan dasar akan berubah pada tahun 2020 dan
hampir 2 miliar pekerja berisiko kehilangan pekerjaan mereka.
Bagi Indonesia, tantangan ini perlu diubah menjadi peluang.
Dengan memberdayakan generasi muda yang melimpah dan kemajuan
teknologi, Indonesia perlu menyiapkan generasi inovator untuk mengolah
keanekaragaman sumber daya alam yang melimpah menjadi produk barang/
jasa yang bernilai, dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru. Untuk itu,
pembelajaran di SMK harus mengembangkan keterampilan Abad XXI agar
menghasilkan lulusan yang “innovative, inventive, self-motivated and self-directed,
creative problem solvers to confront increasingly complex global problem” (Trilling
and Fadel, 2010).
Tantangan kedua adalah globalisasi, terutama berlakunya Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) mulai akhir tahun 2015 yang memungkinkan
I. Analisis Situasi
1
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
peningkatan mobilitas dan persaingan tenaga kerja secara bebas antarsesama
negara anggota ASEAN. Berbagai perubahan sosial-ekonomi di Indonesia
hingga 2030 harus ditempatkan pada konteks regional (ASEAN) dan global.
Berlakunya integrasi ekonomi kawasan dalam MEA merupakan konteks
regional yang perlu diperhitungkan. MEA memiliki berbagai implikasi terkait
dengan pengembangan sumber daya manusia. Perubahan-perubahan
struktural terkait MEA akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pekerja
terampil serta menurunkan kebutuhan pekerja tidak terampil. MEA diharapkan
akan menjadi pendorong bagi perekonomian yang padat keterampilan (skill
intensive economies) karena banyak anggota ASEAN telah bergerak menuju
produksi dan ekspor yang pengerjaan serta teknologinya membutuhkan
keterampilan dan produktivitas yang tinggi. Diperkirakan pada tahun 2010
hingga 2025, permintaan akan pekerja terampil di kawasan ASEAN akan
naik sekitar 41% atau sekitar 14 juta orang. Separuh dari angka tersebut
merupakan kebutuhan Indonesia dan disusul oleh Filipina dengan kebutuhan
pekerja terampil sebesar 4,4 juta orang. Sesuai dengan skenario MEA, pada
tahun 2025 di Indonesia akan terjadi kenaikan peluang kerja sebanyak 1,9 juta
(sekitar 1,3 % dari total lapangan kerja) seperti dapat dilihat dalam Gambar 1.1.
7.000
14%
6.000
12%
5.000
10%
4.000
8%
3.000
6%
2.000
4%
1.000
2%
0%
0
Cambodia
Change in thousand,
male (left axis)
Viet Nam
Philippines
Change in thousand,
female (left axis)
Thailand
Lao PDR
Indonesia
Change in per cent of total
employment (right axis)
Source: ILO estimates based on M. Plummer, P. Petri and F. Zhal, op. cit.
Gambar 1.1 Peningkatan Peluang Kerja dalam MEA
Sumber: ASEAN Community 2015: Managing integration for better jobs and shared poverty, ILO,2014
2
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Skenario ini akan terjadi bila : (1) tarif intra-regional yang masih ada dihapus,
(2) halangan non-tarif untuk barang dan jasa sampai 50% dihapus, dan (3)
fasilitasi perdagangan dalam bentuk pengurangan ixed trade costs sebesar
20% dilakukan.
Dari Gambar 1.1 dapat dilihat terjadi gap antara kebutuhan tenaga kerja
di Indonesia dengan prediksi yang dilakukan sehingga diperlukan program
akselerasi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja di Indonesia. Akselerasi
yang diperlukan tersebut diharapkan dapat diperankan oleh pendidikan
dan pelatihan vokasi. Penyediaan tenaga kerja terampil dilakukan dengan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi yang ada. Dalam
peningkatan kualitas tersebut, harus dipastikan bahwa kelompok masyarakat
yang paling rentan (terutama yang berusia muda) memenuhi kualiikasi dan
memperoleh kompetensi yang dapat membekali mereka untuk bersaing
dalam mengisi peluang-peluang kerja yang ada (ILO, 2014).
1.2 Dinamika Pasar Kerja, Keterampilan, dan Peserta Didik
1. Dinamika Pasar Kerja
Perubahan di pasar kerja dapat diindikasikan oleh perubahan penyerapan
tenaga kerja lulusan sistem pendidikan dan pelatihan. Dari sudut pandang
sistem pendidikan dan pelatihan, perubahan penyerapan tersebut dimaknai
sebagai tingkat kebekerjaan lulusan. Jika ditinjau dari tingkat kebekerjaan
lulusan, pada jenjang pendidikan menengah terindikasi terjadi perubahan
kecenderungan tingkat kebekerjaan lulusan SMK dan SMA dalam kurun waktu
15 tahun terakhir sampai dengan tahun 2015. Perubahan tingkat kebekerjaan
lulusan tersebut terjadi antara tahun 2005 dan 2010. Pada kurun waktu 5
tahun pertama, dari tahun 2000 sampai dengan 2005, tingkat kebekerjaan
lulusan SMK lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan SMA. Pada kurun
waktu 5 tahun terakhir (2010 s.d. 2015) tingkat kebekerjaan lulusan SMA
justru lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan SMK (Gambar 1.2). Perubahan
tingkat kebekerjaan secara substansial ini pasti mengindikasikan terjadinya
perubahan di pasar kerja.
Tingkat kebekerjaan lulusan SMA yang lebih tinggi mungkin dipengaruhi
oleh tiga faktor sebagai berikut. Pertama, adanya perubahan karakteristik
dunia kerja. Dalam konteks ini tampaknya jenis pekerjaan yang memerlukan
keterampilan yang lebih umum, yaitu keterampilan berpikir logis (sebagai
kebalikan dari keterampilan membuat produk barang dan jasa), sebagaimana
I. Analisis Situasi
3
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
95%
90.74%
89.19%
90%
88.10%
86.21% 86.58%
87.18%
85%
80.37%
80%
75%
70%
2000
2000
2005
Tingkat kebekerjaan lulusan SMA
2010
2015
Tingkat kebekerjaan lulusan SMK
Gambar 1.2. Dinamika Kebekerjaan Lulusan SMA dan SMK
(BPS, Sakernas 2000, 2005, 2010,2015. Rerata Februari dan Agustus atau November1)
dikemukakan dalam Keterampilan Abad ke-21, meningkat. Kedua, adanya
lonjakan peningkatan lulusan SMK masuk ke pasar kerja yang berdampak
pada kelebihan pasokan lulusan SMK. Lonjakan ini terjadi sebagai dampak
langsung dari kebijakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan
di SMK melalui program pembalikan rasio peserta didik SMA:SMK menjadi
30:70. Kenaikan pasokan lulusan SMK ke pasar kerja antara tahun 2005 dan
2015 adalah sebesar 76%, sementara itu kenaikan pasokan lulusan SMA ke
pasar kerja hanya sebesar 49% (Gambar 1.2). Namun, kenaikan persentase
angka kerja lulusan SMK terhadap angkatan kerja lulusan sekolah menengah
secara keseluruhan tidak begitu tajam. Kenaikan pasokan lulusan SMK selama
10 tahun antara tahun 2005 dan 2015 adalah 4% (dari 33% menjadi 37%),
sedangkan kenaikan serupa selama 5 tahun antara tahun 2000 dan 2005 saja
sudah mencapai 7% (dari 26% menjadi 33%). Ketiga, gabungan dari keduanya,
yaitu jenis keterampilan pekerja baru yang dibutuhkan dunia kerja berubah,
yaitu menjadi pekerja baru yang lebih memiliki kemampuan berpikir logis,
sementara SMK memasok lebih banyak lulusan dengan jenis keterampilan
1 Sakernas tahun 2000 dilaksanakan satu kali dalam setahun. Sakernas tahun 2005, 2010, dan
2015 dilaksanakan dua kali setahun. Sakernas pertama bulan Februari, Sakernas ke dua bulan
Agustus atau November. Angka untuk tahun 2005, 2010, 2015 mrupakan rerata dari kedua sakernas
tersebut.
4
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
yang belum berubah. Itu semua menunjukkan bahwa SMK belum cukup
berdaya dalam mengatasi pengangguran nasional. Berkenaan dengan itu,
diperlukan Revitalisasi Pendidikan SMK.
Fenomena perubahan tingkat pengangguran dan persentase lulusan
SMA dan SMK yang menganggur dan juga keterserapan tenaga kerja dari
SMA dan SMK dipengaruhi oleh perubahan struktur pekerjaan di dunia kerja.
Perubahan yang terjadi dari tahun 2000—2005 ke tahun 2005—2015 adalah
dari perubahan secara lambat proporsi pekerja pada sektor-sektor pertanian
dan jasa.
100%
100%
76%
75%
50%
75%
49%
50%
33%
36%
37%
2010
2015
26%
25%
25%
0%
0%
Penambahan AK
lulusan SMA
2005-2015
Penambahan AK
lulusan SMK
2005-2015
a. Persentase (%) penambahan
angkatan kerja 2005 s.d. 2015
terhadap angkatan kerja tahun
2015
2000
2005
b. Persentase (%) angkatan kerja
lulusan SMK terhadap angkatan
kerja lulusan sekolah menengah
Gambar 1.3. Penambahan Angkatan Kerja Lulusan Sekolah Menengah
(BPS, Sakernas Februari dan Agustus/November 2000, 2005, 2010, 2015)
Pada sektor pertanian, persentase penduduk yang bekerja menurun
secara lambat antara tahun 2000—2005 dan kemudian menurun secara cepat
pada periode 2005—2015 . Pada sektor jasa penduduk yang bekerja meningkat
secara lambat dalam periode 5 tahun pertama dan kemudian meningkat
secara cepat pada kurun waktu 10 tahun berikutnya. Pada sektor industri
pengolahan, relatif tidak terjadi perubahan pada kedua kurun waktu tersebut.
I. Analisis Situasi
5
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Perubahan struktur pekerjaan di pasar kerja menyebabkan penurunan
tingkat kebekerjaan lulusan SMK dan peningkatan kebekerjaan lulusan SMA.
Penurunan tingkat kebekerjaan ini disinyalir terjadi karena kekurangmampuan
SMK dalam menanggapi perubahan struktur pekerjaan di pasar kerja.
Tingkat kebekerjaan lulusan SMK sedikit meningkat (diindikasikan oleh
penurunan kecil persentase lulusan yang menganggur), tetapi peningkatan
tingkat kebekerjaannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan lulusan SMA
(diindikasikan oleh sangat besarnya penurunan persentase lulusan yang
menganggur).
Jika ditinjau dari lapangan kerja, cenderung ada perubahan struktur
kesempatan kerja yang berjalan terus dan makin besar perubahannya selama
15 tahun sampai dengan tahun 2015. Perubahan tersebut terjadi dari sektor
pertanian ke sektor jasa dan industri pengolahan. Pada sektor pertanian
terjadi penurunan drastis proporsi pekerja pada sektor pertanian, yaitu dari
45% pada tahun 2000 menjadi tinggal 33% pada tahun 2015. Perubahan
tersebut diimbangi oleh peningkatan drastis proporsi pekerja pada sektor jasa
dari 37% menjadi 45% pada kurun waktu yang sama. Sementara itu, proporsi
pekerja pada sektor industri pengolahan meningkat secara lebih lambat dari
17% menjadi mendekati 22% saja (Gambar 1.4).
2000
2005
2010
2015
Sektor I:
Industri Pertanian
45,28%
44,00%
39,11%
33,04%
Sektor II:
Industri Pengolahan
17,43%
18,36%
18,64%
21,60%
Sektor III:
Jasa
37,29%
37,64%
42,25%
45,36%
Gambar 1.4 Perkembangan Proporsi Tenaga Kerja pada Sektor Pertanian, Industri
Pengolahan dan Jasa pada Tahun 2000--2015
6
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
2. Perubahan Keterampilan yang Diperlukan oleh Pasar Kerja
Dunia telah memasuki era perekonomian berbasis pengetahuan
(knowledge based society and economy) yang terbuka (digital) dan bertumpu
pada persaingan bebas. Era perekonomian berbasis pengetahuan ditandai
dengan persaingan dalam menguasai pengetahuan dan perlombaan ketat
penemuan pengetahuan baru. Era digital ditandai dengan perubahan pesat
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan penguasaan media TIK yang
merata di tengah makin cepat dan meluasnya cakupan penyebaran dan
pertukaran informasi. Era keterbukaan dan persaingan bebas ditandai dengan
memudarnya sekat-sekat antarnegara termasuk dengan pembentukan
berbagai kesepakatan pembukaan pasar regional dalam berbagai ukuran
cakupan kawasan dari sekelompok negara bertetangga, satu benua, dan lintas
benua seperti MEA, AFTA, dan APEC.
Pada era tersebut, jenis pekerjaan seseorang berubah dengan cepat
sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
semakin mengglobal serta pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih.
Pekerjaan yang semula dilakukan secara manual dengan mengandalkan tenaga
manusia telah digantikan oleh mesin dan teknologi informasi. Beberapa jenis
pekerjaan yang ada saat ini, perlahan akan hilang pada 10 tahun ke depan.
Diperkirakan 35% keterampilan dasar pada dunia kerja akan berubah pada
tahun 2020, dan hampir 2 miliar pekerja berisiko kehilangan pekerjaan.
Karena itu, pendidikan dan pelatihan seharusnya dilakukan dengan memberi
banyak pilihan keterampilan yang sesuai dengan minat peserta didik dan
perkembangan kebutuhan pasar kerja sehingga memungkinkan pembelajaran
sepanjang hayat (life-long learning).
Agar peserta didik mampu bersaing dalam karir pada masa depan dan
menjadi aset pembangunan, pendidikan—termasuk pendidikan vokasi formal
dan nonformal—hendaknya dikelola dalam konteks pendidikan sepanjang
hayat. Pendidikan dan pelatihan vokasi pada jenjang pendidikan menengah
dan tinggi perlu membekali lulusannya dengan berbagai kecakapan yang lebih
umum, yaitu kecakapan hidup dan berkarier, kecakapan dalam belajar dan
berinovasi, serta kecakapan memanfaatkan informasi, media, dan teknologi.
Kecakapan hidup dan berkarier (life and career skills) memiliki komponen,
yakni (1) leksibilitas dan adaptabilitas, (2) memiliki inisiatif dan dapat
mengatur diri sendiri, (3) interaksi sosial dan antar-budaya, (4) produktivitas
dan akuntabilitas mengelola proyek dan menghasilkan produk, dan (5)
kepemimpinan dan tanggung jawab. Selanjutnya, kecakapan dalam belajar
I. Analisis Situasi
7
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dan berinovasi (learning and innovation skills) memiliki komponen (1) berpikir
kritis dan mengatasi masalah, (2) kecakapan berkomunikasi dan berkolaborasi,
dan (3) kreativitas dan inovasi. Sementara itu, kecakapan media informasi
dan teknologi (information media and technology skills) memiliki komponen (1)
literasi informasi, (2) literasi media, dan (3) literasi TIK. Pembekalan kecakapan
semacam ini dikemas dengan istilah Keterampilan Abad XXI (21st Century Skills).
Pendidikan dan pelatihan untuk memasuki pasar kerja pada bidang
tertentu dilaksanakan melalui berbagai kursus keterampilan bersertiikat
internasional. Penentuan kursus keterampilan untuk keperluan ini memiliki
dua keunggulan sekaligus. Keunggulan pertama adalah bahwa calon pekerja
tidak perlu mengambil satu set pengetahuan dan keterampilan sekaligus,
tetapi dapat memilih satu jenis keterampilan atau keahlian yang memang
diperlukan untuk mengisi pembukaan kesempatan kerja yang tersedia atau
menciptakan pekerjaan yang produknya, barang atau jasa, sedang atau akan
dibutuhkan dalam waktu cepat. Dengan cara ini terjadi eisiensi penggunaan
sumber daya, dalam pengertian bahwa pemilihan jenis ketermpilannya
terarah secara tepat serta waktu dan sumber daya lain yang digunakan lebih
hemat. Keunggulan kedua adalah bahwa kursus keterampilan dapat selalu
aktif menanggapi kebutuhan pasar kerja yang sedang terbuka atau akan
segera terbuka.
Sistem pendidikan dan pelatihan yang mengadopsi Keterampilan Abad
XXI juga berdampak pada beberapa paradigma pendidikan, seperti peserta
didik menjadi pusat pembelajaran dan ketersediaan dalam melakukan
blended learning sehingga perlu juga menguasai kecakapan dalam belajar dan
berinovasi (learning and innovation skills) yang memiliki komponen antara lain
(1) berpikir kritis dan mengatasi masalah; (2) kecakapan berkomunikasi dan
berkolaborasi; serta (3) kreativitas dan inovasi.
3. Perubahan Karakteristik Peserta Didik
Karakteristik peserta didik Abad XXI berbeda dengan masa sebelumnya.
Mereka adalah generasi yang digital native. Hasil penelitian majalah The
Economist (2015) mengungkapkan bahwa mereka menyukai pembelajaran
yang menggunakan teknologi informasi. Karena itu, cara dan sarana
pembelajaran konvensional yang mengandalkan tatap muka perlu dirubah
ke cara pembelajaran blended learning yang memadukan antara tatap muka
pembelajaran berbasis teknologi informasi.
Di samping blended learning, pembelajaran vokasi juga perlu didesain
untuk memberi pengalaman langsung kepada para peserta didik dengan
8
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
dunia nyata (hands on learning) seluas mungkin. Intinya, dunia nyata harus
dihadirkan di dalam kelas dan sebaliknya, kelas juga perlu dibawa ke dunia
nyata.
Kebutuhan belajar berubah dari memenuhi cetak biru (blueprint) profesi
manusia yang diturunkan dari deinisi peran sosial atau profesi tertentu
bergeser ke arah pengembangan kapabilitas peserta didik untuk menciptakan
profesi yang berpusat pada keunggulan personalnya. Di samping itu, dunia
profesi mengalami dinamika kehidupan yang tidak mudah lagi diprediksi
sehingga deinisi dari peran sosial semakin kabur. Banyak tempat kerja
memberlakukan pekerja temporer atau pekerja kontrak sehingga akan lebih
banyak pengalaman berhenti dari pekerjaan yang satu dan ganti pekerjaan
lain sebagai bagian dari karier pekerja. Hal ini menggambarkan mobilitas
pasar kerja yang makin tinggi sehingga desain kurikulum pendidikan yang
didasarkan pada prediksi peran sosial semakin tidak memadai. Keadaan ini
makin menguatkan kebutuhan perubahan orientasi pendidikan vokasi dari
pengembangan kompetensi ke kapabilitas lulusan.
Kompetensi merupakan unsur penting dari kapabilitas. Oleh karena
itu, orang-orang yang kapabel adalah mereka yang dapat berbuat secara
efektif dalam konteks yang tidak diketahui atau masalah baru. Untuk bisa
menjadi kapabel, orang membutuhkan pengalaman belajar yang berbeda
dengan belajar kompetensi. Kemampuan belajar bagaimana cara belajar,
nilai-nilai, dan kepercayaan diri, misalnya, tidak dapat dicapai hanya dengan
menggunakan pendekatan perilaku sederhana.
Perubahan yang cukup bermakna pada tingkat kebekerjaan lulusan
sekolah menengah mengindikasikan adanya dua tantangan yang perlu
dijawab dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasi ke depan.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasi perlu memperhatikan
dua variabel sekaligus. Variabel pertama adalah bahwa pendidikan dan
pelatihan vokasi harus menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan
pasar kerja. Variabel kedua adalah bahwa pendidikan dan pelatihan vokasi
harus dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik peserta dididiknya.
Dengan demikian, pendidikan dan pelatihan vokasi sebagai salah satu bentuk
layanan pendidikan nasional akan mampu memberikan layanan kepada dua
pihak sekaligus, yaitu layanan terhadap kebutuhan pembangunan nasional
yang diindikasikan oleh kebutuhan pasar kerja dan layanan kebutuhan
warga negara akan pendidikan yang diindikasikan oleh perhatian terhadap
karakteristik peserta didik.
I. Analisis Situasi
9
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
1.3 Arah Pembangunan Nasional
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMN) 2015–2019 menetapkan arah kebijakan dan strategi
pengembangan kawasan strategis2 melalui percepatan pengembangan pusat–
pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang telah ada maupun yang berada
di luar Jawa (Sumatra, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) dengan
mengembangkan potensi dan keunggulan di bidang manufaktur, industri
pangan, industri maritim, dan pariwisata. Pada pusat-pusat pertumbuhan
tersebut akan dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) serta 14 (empat
belas) Kawasan Industri baru yang tentunya membutuhkan tenaga kerja lulusan
SMK yang terampil sesuai dengan sektor-sektor bisnis yang dikembangkan.
Tabel 1.1 Lokasi dan Sektor Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
(RPJMN,2015-2019)
No
Lokasi
Sektor bisnis yang dikembangkan
1
Sorong, Papua Barat
Pengolahan hasil laut dan industri pengilangan
2
Teluk Bintuni,
Papua Barat
Industri pupuk dan petrokimia
3
Merauke, Papua
Industri makanan dan energi
4
Garombong,
Kab. Baru, Sulsel
Kilang, petrokimia, dan depo logistik energi
5
Tarakan,
Kalimantan Utara
Industri manufaktur
6
Batulicin,
Kalimantan Selatan
Industri pengilangan dan industri bebasis metal
7
Padang-Pariaman,
Sumatera Barat
Industri agro berbasis karet, kakao, dan kelapa
sawit
8
Lhokseumawe, Aceh
Industri manufaktur dan galangan kapal
9
Jawa Barat
(Bandung dan
Jabodetabek)
Industri teknologi tinggi, riset dan
pengembangan, dan jasa pendidikan/ Kesehatan
10
Taka Bonerate,
Selayar,
Sulawesi Selatan
Industri pariwisata berbasis maritim
11
Raja Empat,
Papua Barat
Industri pariwisata berbasis maritim
2 Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan untuk
mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam dan kegiatan budi daya
unggulan sebagai ‘penggerak utama pengembangan wilayah’.
10
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Kawasan Industri
Kuala Tanjung
Kawasan Industri
Landak
Kawasan Industri
Ketapang
Industri Aluminium, CPO
Industri Besi Baja
Industri Alumina
Kawasan Industri Palu
Kawasan Industri
Teluk Bitung
Industri Rotan, Karet,
Kakao (agro) dan Smelter Industri Agro dan Logistik
Kawasan Industri Buli
Industri Smelter Ferronikel,
Stainless steel, dan
downstream stainless steel
Kawasan Industri
Teluk Bintuni
Industri Migas dan Pupuk
Kawasan Industri
Morowali
Industri Smelter Ferronikel,
Stainless steel, dan
downstream stainless steel
Kawasan Industri
Sel Mangkel
Industri Pengolahan CPO
Kawasan Industri
Tanggamus
Industri Maritim
dan Logistik
Kawasan Industri
Jorong
Hilirisasi Sumber Daya
Mineral (Bauksit),
Kelapa Sawit
Kawasan Industri
Batu Licin
Industri Besi Baja
Kawasan Industri
Kawasan Industri
Bantaeng
Konawe
Industri Smelter Ferronikel, Industri Smelter Ferronikel,
Stainless steel, dan
Stainless steel, dan
downstream stainless steel
downstream stainless steel
Gambar 1.4 Sebaran 14 Kawasan Industri Prioritas Wilayah Luar Jawa
(RPJMN 2015-2019)
Selain itu, dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan 22 kegiatan utama serta enam koridor
ekonominya juga dapat menjadi referensi pembangunan Pendidikan Vokasi.
Klaster industri atau kawasan ekonomi khusus berbasis sumber daya
unggulan (komoditi) akan dikembangkan di tiap koridor tersebut. Setidaknya,
enam koridor itu menunjukkan potensi ekonomi yang ada di setiap wilayah.
Selain itu, koridor-koridor ekonomi juga mencerminkan fokus pembangunan
Indonesia pada kedaulatan pangan, energi dan kelistrikan, kemaritiman dan
kelautan, serta pariwisata dan industri. Saat ini, ketersediaan bidang studi dan
paket keahlian di SMK yang tersebar di berbagai daerah belum sepenuhnya
sesuai dengan berbagai unggulan di koridor-koridor ekonomi.
Di seluruh wilayah ketersediaan bidang studi TIK cukup tinggi. Ini
menunjukkan bahwa bidang studi tersebut saat ini cukup diminati. Sekalipun
demikian, perlu ada evaluasi tentang potensi dan relevansi dari bidang studi
TIK di berbagai wilayah agar bisa disesuaikan dengan kebutuhan baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Distribusi paket keahlian yang dibuka per-wilayah
dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Indonesia diperkirakan akan menjadi pelaku ekonomi digital terbesar di
Asia Tenggara dan transaksi bisnis daring akan melonjak tinggi. Ini membuka
peluang bagi bidang studi keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi yang
relevan. Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan tengah mematangkan konsep dan kurikulum
I. Analisis Situasi
11
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pemrograman komputer (coding) untuk SMK. Langkah ini dilakukan untuk
mengantisipasi munculnya wirausaha di bidang internet dan teknologi
informasi serta sesuai dengan peta jalan (roadmap) e-commerce yang
berinisiatif mengembangkan SDM dengan menciptakan 1.000 usaha rintisan
baru. Era digital yang ditandai dengan makin besarnya peran media sosial,
baik di ranah pribadi maupun bisnis, membuka ruang profesi baru, misalnya
untuk pengelolaan media sosial dan komunitas (social media and community
oicer). Pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan di berbagai daerah
saat ini akan meningkatkan kebutuhan akan SDM yang memiliki kompetensi di
bidang sistem logistik dan rantai pasok.
Empat
sektor
unggulan,
yaitu
kemaritiman,
pertanian,
pariwisata dan ekonomi kreatif juga memiliki berbagai peluang
bagi pengembangan profesi dan keterampilan pada masa depan.
Kebijakan pembangunan yang hendak menjadikan Indonesia negara
maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan
Tabel 1.2. Distribusi Paket Keahlian SMK yang Dibuka dan Potensi
Pengembangan Ekonomi Per Wilayah
Jumlah Paket Keahlian Per Bidang Studi yang dibuka per Wilayah
No Bidang Studi
Sumatera
Jawa
Bali dan
Nusa Kalimantan
Tenggara
Sulawesi
Maluku
Papua
1
Teknologi dan
Rekayasa
1.256
3.437
173
253
440
41
51
2
Teknologi
Informasi dan
Komunikasi
1.380
3.976
278
326
621
76
67
3
Kesehatan
181
746
93
65
272
64
21
4
Pariwisata
276
958
205
69
147
9
15
5
Seni Pertunjukan
16
66
11
9
8
2
-
6
Seni Rupa dan
Kriya
31
132
16
12
11
1
3
7
Perikanan dan
Kelautan
114
139
71
48
135
60
25
8
Agribisnis dan
Agroteknologi
399
427
150
201
244
72
52
9
Bisnis dan
Managemen
1.309
3.384
128
295
393
45
44
4,954
13,227
1,125
1,272
2,266
369
278
Kelapa sawit
Logistik
Perkayuan
Industri baja
Bauksit
Batubara
Migas
• Industri
Manufaktur
• Pengolahan
perikanan
• Smelter Nikel
• Industri Baja
• Logistik
• Agroindustri
(kakao, karet,
rumput laut,
rotan)
Jumlah
Pengembangan Industri
dan Bisnis
(RPJMN 2015 – 2019)
12
• Kelapa
sawit
• Karet
• Batubara
• Besi baja
• Petrokimia
• Perkapalan
• Logistik
• Pariwisata
• Tekstil
• Pariwisata
• Makanan & • Peternakan
Minuman
• Perikanan
• ICT
• Peralatan
Transportasi
• Alutsista
Perkapalan
• Jabodetabek
Area
• Pariwisata
•
•
•
•
•
•
•
• Pertanian pangan
• Perikanan
• Tembaga
• Nikel
• Migas
• Petrokimia
• Pariwisata
• Logistik
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
nasional perlu didukung dengan SDM yang memadai. Indonesia masih
kekurangan tenaga kerja di industri pelayaran karena pada tahun 2015 baru
terpenuhi 21% atau 1.500 orang dari kebutuhan yang mencapai 7.000 orang.
Selain di bidang pelayaran, SDM dengan keterampilan yang relevan juga
dibutuhkan pada berbagai level di bidang angkutan lepas pantai, kepelabuhan
(baik untuk pelabuhan umum maupun terminal khusus), serta perikanan3.
Kebijakan pangan yang dicerminkan melalui UU No. 8 Tahun 2012 tentang
Pangan menugaskan tercapainya Ketahanan Pangan Nasional. Tujuan
tersebut hanya bisa tercapai jika kualitas dan kuantitas SDM pertanian mampu
berperan dalam pembangunan pertanian yang makin sulit dan kompleks
dengan berbagai tantangan seperti ancaman degradasi tanah dan konversi
lahan, variabilitas dan ketidakpastian iklim, erosi sumber daya genetik karena
hama dan penyakit, berlakunya sistem pasar bebas dan lain-lain. Dengan
mempertimbangkan kecenderungan penurunan minat tenaga kerja muda
untuk memasuki sektor pertanian, bidang studi yang terkait dengan pertanian,
perikanan dan peternakan perlu melakukan penataan ulang agar bisa berfokus
pada kompetensi-kompetensi keahlian yang relevan dan dibutuhkan serta
dapat menumbuhkan kembali minat peserta didik terhadap bidang-bidang
tersebut.
Ketersediaan SDM yang kompeten juga merupakan salah satu tantangan
utama pengembangan pariwisata Indonesia. Mengingat produk utama
pariwisata adalah jasa, unsur SDM sangat dominan. Oleh sebab itu, pembinaan
dan peningkatan kualitas SDM pariwisata di berbagai bidang—seperti
perhotelan, travel, transportasi, komunikasi dan informasi—harusmendapat
perhatian utama. Dewasa ini tenaga kerja pariwisata lebih terkonsentrasi di
kota-kota provinsi, sedangkan objek/atraksi wisata banyak yang berlokasi di
kabupaten bahkan kecamatan. Sebagian besar daerah yang memiliki objek/
atraksi wisata belum mempunyai tenaga kerja dengan kualiikasi bidang
kepariwisataan apalagi dengan kompetensi yang diakui secara nasional dan
internasional. Potensi pariwisata di daerah seharusnya juga bisa dimanfaatkan
secara optimal dan memunculkan usaha-usaha rintisan wisata.
3 http://www.neraca.co.id/article/60455/
I. Analisis Situasi
13
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
BAB II
SEKILAS PENYELENGGARaan pendidikan vokasi
2.1 Sejarah Pendidikan Vokasi
Pada zaman kekuasaan VOC, yaitu pada tahun 1737, didirikanlah sekolah
vokasi pertama, yaitu akademi pelayaran. Namun, sekolah tersebut ditutup
pada tahun 1755. Setelah dua abad lebih berkuasa, tepatnya pada tahun
1853, Belanda membuka kembali sekolah vokasi di Indonesia. Sekolah vokasi
tersebut bernama Ambachts School van Soerabaja atau Sekolah Pertukangan
Surabaya, yang diperuntukkan bagi anak–anak Indonesia dan Belanda.
Pada masa penjajahan Jepang, Indonesia harus kembali membangun
pendidikan dari nol, karena pada masa itu segala sesuatu yang berbau Belanda
harus dihilangkan. Sekolah pertukangan pun kembali dibuka pada masa itu,
yaitu sekolah teknik menengah (STM) di daerah Ciroyom, Bandung. Sekolah
yang dibuka pada zaman Jepang ini lamanya 3 tahun dan sempat mempunyai
peserta didik sebanyak 360 orang. Namun, sekolah tersebut harus ditutup
setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, tepatnya pada bulan Agustus
tahun 1945. Para guru dan peserta didik terpencar, bergabung dengan
satuan–satuan perjuangan yang terbentuk secara spontan, seperti Tentara
Pelajar Republik Indonesia (TPRI), Badan Keamanan Rakyat (BKR), dan Tentara
Keamanan Rakyat (TKR).
Sejak penerapan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang
digulirkan pada tahun 1969 bentuk pendidikan vokasi mulai mengadopsi model
dari negara lain dan secara bertahap pendidikan vokasi mendapat tempat
pada sistem pendidikan Indonesia. Tonggak pengembangan pendidikan
vokasi secara terpadu di Indonesia dimulai pada Repelita V, melalui penetapan
UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dilanjutkan dengan
ditetapkannya PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah yang
memuat beberapa ketentuan dalam pengembangan pendidikan vokasi. Dalam
periode ini, melalui Kepmendikbud No. 490/1992 tentang Sekolah Menengah
Kejuruan mulai dilaksanakan juga pengembangan unit produksi sebagai bagian
dari proses pembelajaran di SMK, kegiatan unit produksi ini meliputi kegiatan
14
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
memproduksi barang dan jasa dengan memanfaatkan semua sumber daya
yang ada di sekolah dan lingkungannya.
Kebijakan pengembangan lebih lanjut dilakukan pemerintah melalui
penerapan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) melalui konsep Link and Match, mulai
tahun 1997 (Kepmen No. 323/U/1997) yang merupakan awal upaya pelibatan
dunia usaha/industri dalam pendidikan vokasi. Sistem ini mengadopsi model
Dual System di Jerman, dengan melakukan beberapa penyesuaian. Secara
teoretis, PSG merupakan sistem pendidikan yang dianggap ideal untuk
meningkatkan relevansi dan eisiensi SMK. Praktik peserta didik di industri
merupakan bagian dari kegiatan penerapan ini. Sejumlah kegiatan yang
telah dilakukan oleh SMK untuk melibatkan dunia usaha/industri antara lain
melalui pelaksanaan kegiatan gebyar pendidikan vokasi, penandatanganan
kerja sama sekolah dengan dunia usaha/industri, pembentukan organisasi
intern di sekolah, dan kunjungan guru-guru secara reguler ke dunia usaha/
industri. Upaya ini ditindaklanjuti dengan pembentukan Majelis Pendidikan
Vokasi NasonaI (MPKN) dan Majelis Pendidikan Vokasi Provinsi. Sesuai dengan
UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15, keberadaan SMK
dirancang untuk mempersiapkan lulusannya bekerja di bidang tertentu. Hal
ini menunjukkan bahwa pendidikan menengah kejuruan ditujukan untuk
penyiapan lulusan yang siap kerja, baik bekerja secara mandiri maupun
bekerja pada industri tertentu.
Layanan pendidikan (dan pelatihan) vokasi diberikan mulai jenjang
pendidikan menengah, yakni SMK dan SMK-Luar Biasa, serta jenjang pendidikan
tinggi, yakni Politeknik dan program Diploma di universitas. Pemberian layanan
pendidikan dapat melalui jalur formal (persekolahan, seperti SMK) maupun
nonformal melalui kursus dan pelatihan keterampilan.
Pendidikan vokasi pada jalur pendidikan nonformal dan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan melalui berbagai satuan
pendidikan nonformal, baik di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP), Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Balai
Latihan Kerja (BLK), maupun berbagai lembaga pelatihan lainnya. Pendidikan
vokasi yang bersifat informal dilakukan dalam bentuk magang atau “terjun
langsung” ke lapangan kerja yang akan dimasuki.
Pendidikan vokasi melalui kursus dan pelatihan keterampilan pada tahun
1970an diselenggarakan dibawah binaan Direktorat Pendidikan Kejuruan.
Pada tahun 1975 pembinaan kursus dan pelatihan keterampilan diserahkan
II. Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
15
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
kepada Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan
Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga (PLSPO), Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Program kursus dan pelatihan keterampilan dikenal dengan
sebutan Pendidikan Luar Sekolah yang diselenggarakan Masyarakat (PLSM)
dan selanjutnya pada tahun 1990an dikenal dengan akronim Diklusemas.
Pada waktu itu belum banyak program-program kursus yang berkembang di
masyarakat, antara lain kursus Tata Buku atau Bond A/B, Mengetik, Bahasa
Inggris, Tata Kecantikan, Tata Rias Pengantin, Menjahit. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat
dan industri, Direktorat Pendidikan Masyarakat menyusun kurikulum berbagai
program kursus dan melaksanakan ujian nasional kursus.
Pada tahun 2006 terbentuk direktorat baru sebagai pemisahan dari
Direktorat Pendidikan Masyarakat, yaitu Direktorat Pembinaan Kursus dan
Kelembagaan dan kemudian berubah menjadi Direktorat Pembinaan Kursus
dan Pelatihan. Pada tahun 2009 ujian nasional kursus diganti dengan uji
kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertiikasi yang dibentuk oleh
organisasi profesi yang diakui Pemerintah sesuai ketentuan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sampai sekarang
sudah terbentuk 35 jenis Lembaga Sertiikasi Kompetensi (LSK).
Dalam perkembangannya pendidikan vokasi yang dilaksanakan pada
jenjang pendidikan menengah tetap disebut pendidikan vokasi dan yang
dilaksanakan pada jenjang pendidikan tinggi juga disebut pendidikan vokasi4.
Pada saat ini, secara regulasi Program Pendidikan Kejuruan di Indonesia terbagi
dalam program pendidikan 3 tahun, dan program pendidikan 4 tahun. Namun,
jumlah SMK 4 tahun hanya ada 12 SMK dari 12.848 SMK. Bidang Keahlian yang
dikembangkan terdapat 9 Bidang Keahlian, 48 Program Keahlian, dan 142 Paket
Keahlian. Selain dari pendidikan (dan pelatihan) kejuruan yang dilaksanakan
sebagai persiapan untuk memasuki dunia kerja (pre-service training atau
pelatihan pra-jabatan), terdapat pelatihan kejuruan yang dilaksanakan setelah
lulusan masuk ke dunia kerja (in-service training atau pelatihan dalam jabatan).
Pelatihan-pelatihan semacam ini dilaksanakan oleh perusahaan, industri, atau
tempat kerja untuk menyiapkan karyawan baru agar menguasai keterampilan
yang benar-benar sesuai dengan tempat kerja yang dimasukinya.
Dalam rangka melaksanakan eisensi pendidikan (dan pelatihan)
kejuruan diperlukan sinkronisasi antar-berbagai pola tersebut. Sinkronisasi
4 Dalam Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
vokasi di tingkat pendidikan menengah disebut pendidikan kejuruan, dan di tingkat pendidikan tinggi
disebut pendidikan vokasi.
16
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
pertama adalah antara pihak penyelenggara moda pelatihan pra-jabatan dan
penyelenggara pelatihan dalam jabatan. Sinkronsiasi kedua adalah antara
para pemberi layanan pendidikaan dan pelatihan pra-jabatan. Kedua jenis
sinkronisasi ini belum tampak wujudnya dalam penyelenggara pendidikan
(dan pelatihan) kejuruan.
2.2 Pendidikan Vokasi melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Sesuai dengan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
15, keberadaan SMK dirancang untuk mempersiapkan lulusannya bekerja di
bidang tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan menengah kejuruan
ditujukan untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja, baik bekerja secara
mandiri maupun bekerja pada industri tertentu. SMK dituntut mampu
menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan oleh sekolah, masyarakat,
dan DU/DI. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang memiliki
kompetensi kerja sesuai dengan bidangnya, memiliki kemampuan adaptasi,
dan daya saing yang tinggi.
Dalam kurun waktu 2009—2014 telah dibangun sekitar 3.000 SMK baru
dan hingga awal tahun 2016, jumlah SMK di Indonesia sudah mencapai 13.167
sekolah (3.349 SMK Negeri dan 9.818 SMK Swasta) seperti dijelaskan pada
Gambar 2.1.
9,257
9,462
9,818
3,164
3,234
3,349
2014
2015
2016
Negeri
Swasta
Gambar 2.1 Perkembangan Jumlah Sekolah
(Direktorat SMK, 2016)
Dari Gambar 2.1 bisa dilihat bahwa 75% dari SMK yang ada berada dalam
tata kelola pihak swasta. Hanya 3,349 yang berstatus negeri. Hal ini berakibat
pada lemahnya pengawasan kualitas pembelajaran di SMK swasta. Belum lagi
jumlah peserta didik di SMK swasta biasanya kurang dari 200 orang sehingga
II. Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
17
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pemberian dana BOS tidak bisa efektif dalam menjalankan operasional
sekolah.
Dari jumlah sekolah di atas, akreditasi dilakukan berdasarkan program
keahlian, seperti bisa dilihat dalam Gambar 2.2.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
1,619
Teknologi dan Rekayasa
3,302
Seni Rupa dan Kriya
Agribisnis dan Agroteknologi
B
142
55
389
157
977
1,425
2,955
540
20%
13
123
356 30
364
4,339
5
631
2,672
0%
A
21
264
944
Bisnis dan Manajemen
714
85
28
271
4,211
3,024
130
Pariwisata
Kesehatan
465
160
Seni Pertunjukan
Perikanan dan Kelautan
1,975
604
257
40%
C
3,040
1,242
60%
80%
100%
Belum Terakreditasi
Gambar 2.2 Akreditasi SMK Berdasarkan Program Keahlian
(Direktorat SMK, 2016)
Masih ada 15.550 program keahlian yang belum diakreditasi, sedangkan
270 program keahlian yang masih harus diperbaiki untuk bisa memperoleh
akreditasi.
Animo peserta didik yang mendaftar di SMK semakin meningkat setiap
tahunnya (lihat Gambar 2.3). Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan
masyarakat terhadap SMK semakin baik.
Dari gambar 2.3 bisa dilihat ada pertambahan sekitat 250.000 pendaftar
tiap tahunnya, tetapi pertambahan peserta didik yang dapat ditampung ratarata hanya sebesar 200.000 peserta didik. Hal ini terjadi karena keterbatasan
jumlah sekolah, ruang kelas, dan tenaga pengajar, sehingga tidak semua
pendaftar bisa diterima di SMK. Akses dan ketersebaran satuan pendidikan
SMK masih menjadi masalah yang harus segera diselesaikan.
Dari jumlah peserta didik yang ada, mereka tersebar di 9 program keahlian
SMK, seperti terlihat dalam Tabel 2.1.
18
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
2011
2012
2013
2014
Pendaftar
2015
2016
Diterima
Gambar 2.3 Perbandingan Jumlah yan Mendaftar dan yang Diterima
di SMK 2011-2016
(Direktorat SMK, 2016)
Tabel 2.1 Persebaran Peserta Didik SMK di 9 Bidang Keahlian
(Direktorat SMK, 2016)
No
Bidang Keahlian
Peserta Didik
Persentase
1.538.713
34.25%
1
Teknologi dan Rekayasa
2
Teknologi Informasi dan Komunikasi
972.526
21.77%
3
Kesehatan
197.738
4.47%
4
Agribisnis dan Agroteknologi
186.554
4.21%
5
Perikanan dan Kelautan
56.647
1.28%
6
Bisnis dan Manajemen
1.182.091
26.52%
7
Pariwisata
286.465
6.48%
8
Seni Rupa dan Kriya
36.396
0.82%
9
Seni Pertunjukan
8.258
0.19%
4.465.488
100 %
TOTAL
Dari 9 bidang keahlian yang ada, mayoritas peserta didik berasal dari
program bisnis dan manajemen. Sementara itu, peminat untuk 3 program
keahlian prioritas Presiden Joko Widodo relatif kecil, yaitu untuk pariwisata
sebesar 6.48%, agribisnis dan agroteknologi sebesar 4.21%, dan perikanan
II. Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
19
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dan kelautan sebesar 1.28%. Kecilnya peminat untuk ketiga program keahlian
tersebut secara umum terkait dengan kebijakan prioritas pembangunan di masa
lalu, yaitu ketika anggapan bahwa seakan-akan hanya industri manufakturing
yang dapat membawa kemakmuran bagi bangsa Indonesia, padahal industri
pariwisata serta agrobisnis dan agroteknologi juga berpotensi. Selanjutnya
secara spesiik terkait dengan program perikanan dan kelautan terjadi
perubahan paradigma tentang laut, dari laut sebagai pemisah pulau menjadi
laut sebagai penghubung pulau sekaligus tempat keberadaan sumber daya
alam. Kebijakan pembangunan nasional di masa lalu tersebut ditindaklanjuti
dengan pengembangan program-program keahlian di SMK dan kebijakan
operasional pembukaan program-program tersebut di SMK-SMK yang ada.
Sebanding dengan meningkatnya jumlah peserta didik SMK, penyediaan
tenaga pengajar juga makin ditingkatkan untuk memenuhi kondisi mengajar
yang efektif. Namun, sesuai dengan banyaknya jumlah sekolah swasta,
mayoritas guru SMK mengajar di SMK swasta. Peningkatan jumlah tenaga
pengajar SMK bisa dilihat dalam Gambar 2.4.
350.000
300.000
250.000
200.000
92.555
116.776
122.912
124.100
156.577
164.805
2014
2015
2016
150.000
100.000
50.000
0
Gambar 2.4 Perkembangan Jumlah Guru SMK 2014—2016
(Direktorat SMK, 2016)
Namun, meningkatnya guru SMK tidak sebanding dengan meningkatnya
kualitas guru yang kompeten dalam mengajar. Hanya 22% guru SMK yang
berkualiikasi guru kelompok mata pelajaran bidang produktif (biasa disebut
Guru Produktif). Guru Produktif adalah guru yang mempunyai sertiikat
20
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
kompetensi yang sesuai dengan jurusan yang diajarkan. Misalkan guru yang
mengajar welding harus mempunyai sertiikat yang menyatakan kompetensinya
dalam bidang welding. Sertiikat kompetensi sesuai dengan kejuruan ini yang
menjamin bahwa guru bisa dalam mengajar kompetensi sesuai dengan
jurusan tempat dia berada. Sertiikasi juga bisa menjamin bahwa kompetensi
guru sesuai dengan standar yang berlaku di kalangan profesional.
Guru
Produktif
22%
Guru
Normatif-Adaptif
78%
Gambar 2.5 Perbandingan Guru Produktif dan Normatif-Adaptif di SMK
(Direktorat SMK, 2016)
Mayoritas guru SMK berasal dari guru kelompok mata pelajaran bidang
normatif dan adaptif (biasa juga disebut Guru Normatif dan Guru Adaptif). Guru
Normatif dan Guru Adaptif merupakan guru yang mengajar kewarganegaraan,
matematika, bahasa, dan lainnya yang tidak relevan dengan program kejuruan.
Hal ini menyebabkan kurangnya guru dan tenaga pendidik yang benar-benar
mempunyai kompetensi untuk mengajarkan bidang keahlian. Jika hal ini terus
berlanjut, peserta didik SMK tidak benar-benar mendapatkan pengajaran yang
sesuai dengan program kompetensi.
Selain ketersediaan guru/instruktur, kompetensi guru juga diragukan.
Banyak Guru Produktif yang tidak mutakhir (up to date) dalam perkembangan
teknologi yang dipakai dalam program keahliannya sehingga memengaruhi
proses belajar-mengajar yang juga berpengaruh pada kompetensi peserta
didik. Misalnya, guru tidak mengetahui cara penggunaan mesin atau alat
terbaru dalam bidang welding. Akibatnya, dia hanya bisa mengajarkan cara
penggunaan mesin lama. Hal ini membuat peserta didik tidak bisa memenuhi
kebutuhan dunia kerja sehingga kalah saing dengan tenaga kerja lain.
Atas dasar itu, perlu ada pelatihan secara berkala bagi guru/instruktur yang
mengajar di bidang pendidikan vokasi dari dunia usaha dan dunia industri.
II. Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
21
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Selain untuk mengasah kompetensi, pelatihan ini berguna untuk membuat
guru tetap up to date dengan perkembangan dunia usaha dan dunia industri
sesuai dengan program keahliannya.
2.3 Pendidikan Vokasi melalui Lembaga Kursus dan Pelatihan
Pelaksanaan program pendidikan vokasi pada Lembaga Kursus dan
Pelatihan telah menjadi bagian utama dalam program dan kegiatan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Pembentukan Direktorat Pembinaan Kursus
dan Pelatihan menunjukkan perlunya pelibatan dan fasilitasi pemerintah
dalam pengelolaan dan penyelenggaraan program pendidikan vokasi pada
lembaga kursus dan pelatihan. Berbeda dengan pendidikan vokasi pada
jalur formal, pendidikan vokasi pada jalur nonformal di LKP, PKBM, SKB, dan
satuan pendidikan nonformal lainnya diselenggarakan dengan prinsip antara
lain (1) leksibel, lebih leluasa dalam aspek penggunaan waktu, tempat, dan
program pembelajaran; (2) praktis, ditujukan untuk menjawab permasalahan
dan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha maupun industri dalam jangka
pendek; dan (3) fungsional, peserta didik merasakan langsung manfaat dari
hasil kegiatan kursus dan pelatihan yang diselenggarakan. Dengan segala
kemudahan yang dimiliki, layanan pendidikan vokasi pada kursus dan pelatihan
dapat dengan cepat memberikan solusi pengembangan keterampilan
dan kompetensi kepada masyarakat yang membutuhkan. Kurikulum dan
pembelajaran yang direncanakan dan dilaksanakan serta dievaluasi lebih
mudah dan cepat untuk menyesuaikan dengan permintaan masyarakat dan
DUDI. Dengan paradigma belajar sepanjang hayat, layanan pendidikan vokasi
pada kursus dan pelatihan harus dikuatkan dan dijadikan sebagai arus utama
(mainstream) layanan kursus dan pelatihan di Indonesia.
Lembaga Pendidikan Kursus dan Pelatihan sendiri berjumlah 19.699 yang
tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Dari lembaga kursus ini terdapat 28.444
keterampilan yang diajarkan. Jenis-jenis keterampilan bisa dilihat pada Tabel
2.2. Namun, dari banyaknya jumlah lembaga kursus yang ada, baru 10% yang
memperoleh akreditasi seperti yang terlihat dalam Tabel 2.3.
Akreditasi dilakukan oleh BAN PNF (sekarang BAN PAUD dan PNF). Sejak
tahun 2009 penilaian hasil akreditasi tidak menentukan peringkat, namun
sejak tahun 2015 diberikan peringkat akreditasi yaitu terakreditasi A, B, dan
C, dan tidak terakreditasi. Total program kursus dan pelatihan yang sudah
terakreditasi sebanyak 2.060 program, sedangkan satuan pendidikan atau
lembaga yang terakreditasi sebanyak 232 satuan/lembaga.
22
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Tabel 2.2 Jumlah Lembaga Kursus dan Pelatihan
sesuai dengan Bidang Keahlian Kursus
(Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, 2016)
Teknologi dan Rekayasa
1
Otomotif
Perikanan dan Kelautan
584
1
Perikanan
2
Anak Buah
Kapal
2
Mengemudi
517
3
Elektronika
247
4
Meubeler
172
Bisnis dan Manajemen
5
Las
104
1
Akuntansi
2
Administrasi
Perkantoran
3
Komputer
Akuntansi
6
7
Garment
Penerbang (Pilot)
35
21
Seni Rupa dan Kriya
94
15
1
Menjahit
3.210
2
Tata Rias
Pengantin
1.686
448
3
Tata Boga
4
Bordir dan Sulam
290
5
Hantaran
122
6
Merangkai Bunga
93
106
7
Seni Rupa
86
4
256
8
Teknisi HP
7
4
Sekretaris
78
8
Sablon
76
9
Topograi
1
5
Perpajakan
55
9
Fotograi
29
6
Modeling
37
10
Desain Interior
14
7
Pramugari
30
11
Kerajinan Tangan
9
5.935
8
Public
Speaking/MC
24
12
Batik
6
Teknologi Informasi dan
Komunikasi
1
Komputer
2
Desain Grais
167
9
Ekspor Impor
19
3
Broadcasting /
Penyiaran
50
10
Humas
14
11
Security
9
1
Bahasa Inggris
12
Jurnalistik
8
2
Bahasa Jepang
13
Pasar Modal
3
3
Bahasa Mandirin
238
126
Kesehatan
1
Tata Kecantikan
Rambut
1.898
2
Tata Kecantikan
Kulit
930
3
Spa
208
1
Perhotelan
178
4
Baby Sitter
138
2
Pariwisata
47
5
Akupunktur
83
Pariwisata
6
Senam
79
Seni Pertunjukan
7
Asisten Perawat
67
1
Bahasa
4
Bahasa Korea
5
Bahasa Indonesia
6
Bahasa Jerman
4.608
2
5
28
7
Bahasa Prancis
18
8
Bahasa Belanda
11
9
Bahasa Italia
9
10
Bahasa Spanyol
4
Seni Musik
361
171
11
Bahasa Rusia
2
14
12
Bahasa Jawa
1
8
Care Giver
42
2
Seni Tari
9
Releksi
24
3
Seni Drama
10
Pengobatan
Tradisional
7
Umum
1
Bimbingan Belajar
1.800
2
Mental Aritmatika
348
116
3
Pendidik PAUD
104
4
Kesetaraan
Agribisnis dan Agroteknologi
1
Pertanian
2
Peternakan
78
3
Pertamanan
16
14
Data Per 1 Mei 2016
II. Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
23
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tabel 2.3 Jumlah LKP Terakreditasi Tahun 2016
(Direktorat Lembaga Kursus dan Pelatihan, 2016)
NO
Provinsi
Program
Tekareditasi
Jumlah
Program
Satuan/
Lembaga
A
B
1
Aceh
3
1
2
4
10
0
2
Bali
30
4
26
19
79
0
3
Banten
60
3
17
28
108
8
4
Bengkulu
9
3
2
4
18
0
5
DI Yogyakarta
80
0
4
6
90
19
6
DKI Jakarta
92
12
1
1
106
26
7
Gorontalo
0
0
0
0
0
0
8
Jambi
31
0
0
6
37
8
9
10
C
Jawa Barat
204
8
28
60
300
26
Jawa Tengah
290
6
54
57
407
64
295
11
38
38
382
57
7
0
0
2
9
1
14
0
1
12
27
2
11
Jawa Timur
12
Kalimantan Barat
13
Kalimantan Selatan
14
Kalimantan Tengah
12
1
5
9
27
4
15
Kalimantan Timur
35
1
3
3
42
4
16
Kalimantan Utara
0
0
0
0
0
0
17
Kep. Riau
7
0
3
2
12
0
18
Kep. Bangka Belitung
19
Lampung
6
0
0
6
12
0
29
7
11
6
53
0
20
21
Maluku
2
0
0
0
2
1
Maluku Utara
0
0
0
0
0
0
22
Nusa Tenggara Barat
20
0
1
1
22
0
23
Nusa Tenggara Timur
6
0
2
5
13
1
24
Papua
2
0
1
2
5
0
25
Papua Barat
0
0
0
0
0
0
26
Riau
11
2
2
1
16
0
27
Sulawesi Barat
4
0
0
0
4
0
28
Sulawesi Selatan
32
2
8
3
45
1
29
Sulawesi Tengah
20
0
7
6
33
3
30
Sulawesi Tenggara
1
0
1
2
4
0
31
Sulawesi Utara
18
0
0
0
18
0
32
Sumatera Barat
23
3
7
18
51
4
33
Sumatera Selatan
16
1
6
2
25
0
34
Sumatera Utara
75
1
11
16
103
3
1.434
66
241
319
2.060
232
JUMLAH
24
Jumlah
Program
Terakreditasi
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Akreditasi menjadi jaminan bagi penyelenggaraan kualitas pendidikan
di lembaga kursus atau pelatihan tersebut. Sedikitnya jumlah lembaga yang
terakreditasi ini menjadi ‘pekerjaan rumah’ untuk bisa ditingkatkan agar
kualitas pendidikan dan kualitas lulusan bisa terjamin sehingga para lulusan
mampu bersaing.
Penyelenggaraan pendidikan vokasi pada kursus dan pelatihan terus
meningkat dari tahun ke tahun. Secara berturut-turut dari tahun 2012—2015
LKP telah menampung 2.282.025 peserta didik pada tahun 2012; 2.940.249
peserta didik pada tahun 2013, 2.999.990 peserta didik pada tahun 2014,
dan 3.090.438 peserta didik pada tahun 2015.Peserta didik di LKP diharuskan
untuk mengikuti uji kompetensi agar kompetensinya diakui dan disahkan
melalui lembaga uji kompetensi (antara lain Lembaga Sertiikasi Kompetensi).
Peserta uji kompetensi terus meningkat meskipun sempat luktuatif dengan
persentase 72,52% peserta yang lulus uji kompetensi.
Tenaga Pendidik atau lebih dikenal dengan sebutan instruktur pada
LKP terus meningkat. Namun, pada tahun 2015 terjadi penurunan jumlah
instruktur. Jumlah instruktur pada tahun 2012 mencapai 42.594 orang, pada
tahun 2013 berjumlah 43.825 orang, pada tahun 2014 terus naik jumlahnya
mencapai 46.361 orang, dan pada tahun 2015 terjadi penurunan jumlah
instruktur menjadi 45.175 orang.
Penurunan jumlah instruktur pada tahun 2015 bisa berkorelasi dengan
jumlah penurunan peserta didik pada tahun 2015. Hal ini terjadi karena
rekrutmen dan penugasan instruktur disesuaikan dengan jumlah program
dan jumlah peserta didik, artinya belum sepenuhnya instruktur bisa dikontrak
permanen atau jangka panjang. Untuk itu, perlu ada sistem yang andal untuk
membuat kontrak kerja dan perikatan antara instruktur dengan LKP. Minimnya
pendapatan LKP dan pendanaan yang bersifat mandiri mengakibatkan belum
kuatnya ikatan kerja antara tenaga pendidik dan pengelola LKP.
Tidak mudah menjadi seorang instruktur pada LKP. Perlu proses rekrutmen
yang tepat oleh lembaga berdasarkan standar kualiikasi dan kompetensi yang
telah ditetapkan sebagai berikut.
a. Kualiikasi instruktur pada Kursus dan Pelatihan Berbasis Keilmuan harus
memiliki:
• kualiikasi akademik minimal Sarjana (S-1) atau Diploma Empat (D-IV)
yang diperoleh dari perguruan tinggi terakreditasi;
II. Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
25
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
• sertiikat kompetensi keahlian dalam bidang yang relevan; dan
• sertiikat instruktur.
b. Kualiikasi instruktur pada Kursus dan Pelatihan Bersifat Teknis-Praktis:
• memiliki kualiikasi akademik minimal lulusan SMA/SMK/MA/Paket C
dengan pengalaman minimal 3 (tiga) tahun sebagai pendidik dalam
bidangnya; dan
• sertiikat instruktur.
Dengan persyaratan tersebut diharapkan para instruktur LKP memiliki
kriteria dan persyaratan yang standar. Upaya peningkatan kualiikasi dan
kompetensi instruktur akan terus dikembangkan dan ditingkatkan.
2.4 Pendidikan Vokasi melalui Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
(SMA-LB)
Pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus diselenggarakan melalui
pendidikan khusus/sekolah luar biasa (SLB) dan pendidikan inklusif. Pendidikan
khusus disediakan untuk anak-anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra),
hambatan pendengaran (tunarungu), hambatan intelektual (tunagrahita),
tunadaksa dan autis. Penyelenggaraan pendidikan khusus dilakukan secara
terpisah dengan anak-anak pada umumnya. Adapun pendidikan inklusif
diselenggarakan di sekolah umum sehingga anak berkebutuhan khusus
(ABK) belajar bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya, dan sekolah
mengakomodasi semua kebutuhan anak dengan berbagai keragamannya.
Kurikulum yang terkait dengan program vokasional dan kemandirian
bagi anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah khususmenjadi
prioritas utama, yang disusun dalam perbandingan 40% akademik dan 60%
vokasional. Pembelajaran keterampilan hidup dan kerja (program kemandirian)
merupakan hal yang penting bagi kehidupan peserta didik berkebutuhan
khusus (PDBK) sehingga porsinya lebih besar. Hal itu dimaksudkan agar setelah
menyelesaikan sekolah,keterampilan itu dapat digunakan untuk bekerja dan
hidup secara mandiri.
Berdasarkan Dapodik bulan Mei 2016, jumlah satuan pendidikan khusus
sebanyak 2.059 sekolah yang terdiri SDLB, SMPLB, dan SMALB dengan jumlah
PDBK sebanyak 118.846 orang.
26
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Negeri
Swasta
Nasional
533 sekolah
1.526 sekolah
2.059 sekolah
Gambar 2.6 Jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) TA 2015/2016
(Dapodik PKLK, 2016)
Berdasarkan Dapodik tahun 2016, mayoritas pengelolaan SLB berada
di pihak swasta. Program kemandirian diberikan kepada peserta didik pada
SMALB. Keberadaan SMALB ada yang berdiri sendiri dan atau satu atap dengan
SDLB dan SMPLB (SLB). Jumlah SMALB tahun 2016 sebanyak 1.049 sekolah.
Di SMALB, peserta didik yang tidak memiliki kondisi kekhususan yang berat
diberikan program kemandirian sehinga membantu anak mengembangkan
potensinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan agar
menjadi mandiri. Program kemandirian pada jenjang SMALB, PDBK dapat
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi mandiri. Program
kemandirian pada jenjang SMALB, PDBK dapat mengembangkan potensinya
dengan memilih sesuai minat dan bakatnya maksimal 2 peminatan. Adapun
program kemandirian di SMALB adalah sebagai berikut.
1)
Tata Boga
2)
Tata Busana
3)
Tata Kecantikan
4)
Pijat (Massage)
5)
Tata Graha
6)
Teknik Informatika dan Komputer
7)
Teknik Penyiaran Radio
8)
Perbengkelan Motor
9)
Seni Musik
10) Seni Tari
11) Seni Lukis
12) Cetak Saring/Sablon
13) Suvenir
II. Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
27
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
Seni Membatik
Desain Grais
Fotograi
Elektronika Alat Rumah Tangga
Budidaya Perikanan
Budidaya Peternakan
Budidaya Tanaman
Satuan pendidikan dapat mengembangkan pilihan kemandirian sesuai
dengan potensi daerah dan karakteristik, minat dan bakat peserta didik.
Sebagaimana diketahui, setiap daerah memiliki potensi daerah yang berbedabeda. Potensi daerah di Provinsi Bali tentu berbeda dengan di daerah Provinsi
Jawa Barat, di Provinsi Aceh tentu berbeda dengan di Provinsi DI Yogyakarta.
Sebagai contoh, Daerah Brebes di Jawa Tengah memiliki potensi daerah di
bidang pertanian dan peternakan dengan produksi bawang merah dan telur
asinnya. Sekolah dapat mengembangkan program kemandirian PDBK terkait
dengan hasil pertanian dan peternakan tersebut. Di daerah Solo, sekolah
khusus memungkinkan mengembangkan program kemandirian batik. Di
daerah Bali juga memungkinkan mengembangkan program kemandirian
pembuatan souvenir (bidang pariwisata).
Pada tahun 2016, terdapat 11.196 peserta didik yang tersebar di 1.049
sekolah. Berbeda dengan sekolah pada umumnya, jumlah kelas di SMALB
bergantung pada kekhususan siswa karena model pengajaran yang guru
lakukan sangat bergantung pada kekhususan siswa. Program kemandirian
yang diterima siswa disesuaikan dengan kekhususan yang dipunyai oleh siswa
(lihat Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Kesesuaian Mata Pelajaran Kemandirian
dengan Ketunaan yang Dialami Siswa
(Direktorat PKLK, 2016)
Ketunaan
No.
28
Mata Pelajaran Kemandirian
1
Teknik Informatika dan Komputer
2
Masase
3
Elektronika alat rumah tangga
4
Perbengkelan Sepeda Motor
5
Tata Graha
Tunanetra
Tunarungu
Tunadaksa
Tunagrahita
Autis
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Ketunaan
No.
Mata Pelajaran Kemandirian
6
Tata Kecantikan
7
Tata Boga
8
Tata Busana
9
Penyiaran Radio
10
Seni Tari
11
Seni Musik
12
Seni Lukis
13
Sablon
14
Budidaya Holtikultura
15
Budidaya Perikanan
16
Budidaya Peternakan
17
Fotograi
18
Desain Grais
19
Seni Membatik
20
Suvenir
Tunanetra
Tunarungu
Tunadaksa
Tunagrahita
Autis
Pada tahun 2016 terdapat 4.196 guru yang mengajar di SMALB dan 2.098
di antaranya mengajar kemandirian. Dengan kondisi yang ada sekarang masih
terdapat kekurangan guru SMALB, termasuk di dalamnya guru yang mengajar
kemandirian. Menurut Dapodik, dibutuhkan sebanyak 6.384 guru SMALB dan
5.320 guru yang mengajarkan kemandirian.
Kualitas guru juga menjadi masalah dalam proses belajar-mengajar. Guru
yang mengajar program kemandirian juga tidak berarti guru-guru tersebut
mempunyai sertiikat kompetensi yang berhubungan dengan kemandirian
yang diajarkan. Misalnya pada program tata busana, kebanyakan guru
mengikuti kursus menjahit dan ilmunya diajarkan di sekolah. Sertiikasi
kompetensi guru menjadi hal yang mutlak harus disediakan agar guruguru bisa dengan benar mengajarkan peserta didik sesuai dengan program
kemandirian yang diajarkan.
II. Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
29
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2.5 Tata Kelola
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
memiliki konsekuensi dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan
vokasi karena pengelolaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus,
Pendidikan Menengah (SMA dan SMK) dilakukan oleh Pemerintah Provinsi.
Pengelolaan pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar (SD dan SMP) dan
Pendidikan Masyarakat (kursus dan pelatihan) dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Provinsi perlu mempersiapkan diri untuk menerima tanggung jawab
pengelolaan SMK dari Kabupaten/Kota, mulai dari aspek perencanaan,
pendanaan, pembinaan, dan evaluasinya. Perpindahan kewenangan Lembaga
Kursus dan Pelatihan ke Pemda Kabupaten/Kota juga membutuhkan waktu
penyesuaian. Pemda Kabupaten/Kota harus mulai mendata lembaga kursus
dan pelatihan yang ada di wilayahnya dan juga menyiapkan perencanaan,
penganggaran, pembinaan, serta evaluasi pendidikan nonformal bagi lembaga
kursus dan pelatihan.
Untuk itu, perlu disusun sistem dan aturan terkait dengan pengelolaan
pendidikan vokasi pada jalur pendidikan formal maupun pada jalur pendidikan
nonformal. Pemerintah Provinsi juga harus siap dalam menghadapi
perpindahan pengelolaan ini sehingga tidak berpengaruh pada kualitas
belajar-mengajar. Adaptasi perpindahan pengelolaan lembaga pendidikan
ini hendaknya juga diikutidengan komitmen peningkatan mutu oleh Pemda
terhadap pengelolaan satuan pendidikan di wilayahnya.
Regulasi juga bisa menjadi tantangan dalam penyelenggaraan pendidikan
vokasi. Misalnya dalam penyelenggaraan pendidikan, tidak ada standar
magang yang jelas dalam penyelenggaraan pendidikan di Lembaga Kursus
dan Pelatihan dan juga SMALB. Terlihat bahwa tidak ada standardisasi dalam
pendidikan vokasi. Padahal, peserta didik di SMALB dan Lembaga Kursus dan
Pelatihan juga membutuhkan magang untuk bisa merasakan praktik kerja
secara langsung di Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Hal ini juga sangat
berguna untuk pengembangan karakter peserta didik untuk siap masuk DUDI.
Untuk menjamin mutu pelaksanaan magang, diperlukan aturan
tentang hal ini untuk menguatkan sistem dan mekanisme yang tepat dalam
mengelola pembelajaran dengan praktik nyata di DUDI. Regulasi hendaknya
bersifat teknis melalui peraturan menteri agar 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan dapat dicapai dalam pendidikan vokasi. Penetapan kompetensi
30
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
dan sertiikasi nasional dilakukan oleh menteri atau pejabat lain yang
mendapatkan mandat dan diatur oleh peraturan perundang-undangan. Begitu
pula penetapan kompetensi tersebut mengacu kepada KKNI. Sayangnya,
belum ada harmonisasi sertiikasi profesi dan kompetensi untuk Lembaga
Pendidikan Vokasi, yaitu SMK dan Lembaga Kursus. Menurut UU Sisdiknas
Pasal 21 ayat (3), gelar profesi hanya ditujukan untuk pendidikan tinggi.
Namun, pada Pasal 61 dinyatakan bahwa “Sertiikat kompetensi diberikan oleh
penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan
warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan
pekerjaan tertentu”. Dengan demikian, diperlu sinkronisasi peraturan tentang
sertiikasi di SMK, SMALB, dan LKP.
Dalam penguatan dan pengarusutamaan pendidikan vokasi pada sekolah
serta kursus dan pelatihan, perlu dibuat sistem dan mekanisme kegiatan
magang yang efektif dan eisien. Setidaknya terdapat dua upaya yang dapat
dilakukan untuk itu. Upaya pertama adalah dengan meningkatkan frekuensi
pengiriman peserta didik untuk magang di industri secara bergelombang
sepanjang tahun (misalnya dua kali setahun kalau magangnya dilaksanakan
selama enam bulan) tidak hanya satu kali dalam setahun. Dengan cara ini baik
sekolah maupun industri mendapat keuntungan. Keuntungan industri adalah
dapat disusunnya rencana pemanfaatan SDM dengan baik, yaitu pemanfaatan
karyawan pabrik dan peserta magang dalam proses produksi. Diasumsikan
bahwa peserta magang tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga menjadi
bagian dalam proses produksi yang dimentori oleh karyawan tetapnya.
Keuntungan sekolah dan lembaga kursus dan pelatihan adalah lebih besarnya
peluang melaksanakan magang. Tentu saja peserta didik peserta magang
adalah peserta didik yang sudah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang disyaratkan untuk melaksanakan magang di industri. Upaya ke
dua adalah membangun teaching factory di sekolah. Teaching factory ini benarbenar merupakan sebuah pabrik atau tempat membuat produk (factory) yang
dikelola oleh sekolah. Namun demikian, selain fungsi itu juga sekaligus menjadi
tempat peserta didik mempraktikkan teori kejuruan yang dipelajari di kelas.
Selain di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pendidikan
vokasi masih tersebar di berbagai kementerian, di antaranya Kementerian
Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kehutanan, dan
Kementerian Ketenagakerjaan. Persebaran fungsi pendidikan vokasi
di berbagai kementerian ini bisa membuat perbedaan kualitas dalam
pembelajaran dalam pendidikan vokasi. Padahal, dalam penyelenggaraan
II. Sekilas Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
31
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pendidikan, Kemendikbud telah menetapkan 8 Standar Nasional Pendidikan
(SNP) yang harus diimplementasikan.
Selain itu, dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
sendiri terdapat tiga direktorat yang mengelola pendidikan vokasi, yaitu
Direktorat SMK, Direktorat PKLK yang menangani SMALB, dan Direktorat
Pembinaan Kursus dan Pelatihan. Direktorat SMK dan PKLK berada pada jalur
pendidikan formal, sedangkan Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan
berada pada jalur pendidikan nonformal. Ketiga direktorat ini melayani
kebutuhan peserta didik yang berbeda, akan tetapi tetap memerlukan
standardisasi pendidikan. Untuk menjamin standarisasi pendidikan vokasi
diperlukan regulasi tentang integrasi dan sinkronisasi penyelenggaraan
pendidikan vokasi. Integrasi ini diperlukan agar terdapat kesamaan dalam
penyelenggaraan pendidikan terlepas dari perbedaan kementerian/lembaga
yang menyelenggarakannya. Dengan terjaminnya proses belajar-mengajar
otomatis akan terjamin pula kualitas lulusannya.
32
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
bab iii
revitalisasi pendidikan vokasi
3.1 Pentingnya Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Dalam kaitan dengan eisiensi eksternal, peran dan fungsi pendidikan
vokasi harus memiliki dampak dan pengaruh terhadap peningkatan kualitas
hidup dan produktivitas kehidupan masyarakat di berbagai bidang kehidupan.
Lembaga pendidikan, baik formal, nonformal, dan informal, dituntut mampu
menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten, berkarakter, dan
profesional untuk memberikan daya dorong dan daya dukung terhadap
kegiatan pembangunan di berbagai sektor usaha dan industri.
Secara pragmatis, pendidikan vokasi harus mampu menyiapkan lulusan
yang siap bekerja secara profesional dan/atau mampu berwirausaha untuk
menggerakkan pembangunan bangsa menuju masyarakat yang adil, makmur,
dan sejahtera. Lulusan berbagai lembaga pendidikan akan menjadi angkatan
kerja yang siap memasuki pasar tenaga kerja untuk mendukung proses
pembangunan dan sekaligus memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya.
Ada 6 (enam) urgensi dilakukan revitalisasi pendidikan vokasi, yaitu sebagai
berikut.
1. Amanah Nawacita dan SDGs 2030
Nawacita 6 menyatakan bahwa “..kami akan membangun sejumlah Science
dan Techno Park di daerah-daerah, politeknik dan SMK-SMK dengan prasarana
dan sarana dengan teknologi terkini…”
Sementara itu, Sustainable Development Goals 2030 menyatakan bahwa “By
2030, substantially increase the number of youth and adults who have relevant
skills, including technical and vocational skills, for employment, decent jobs
and entrepreneurship…” (pada 2030 terjadi peningkatan pemuda dan orang
dewasa yang memiliki keterampilan relevan termasuk keterampilan vokasi
dan teknikal untuk bekerja dan berwirausaha)
2. Pemenuhan 58 Juta Tenaga Kerja Terampil Sampai 2030
Ekonomi Indonesia dengan peluang bisnisnya yang besar membutuhkan
tenaga kerja dengan keterampilan dan sikap kerja yang tepat. Perekonomian
III. Revitalisasi Pendidikan Vokasi
33
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan kondisi yang relatif
stabil. Pada tahun 2030, Indonesia berpotensi untuk menjadi negara ke-7
dengan tingkat ekonomi terbesar di dunia. Ini merupakan loncatan yang
signiikan dari posisinya di peringkat ke-16 pada tahun 2012. Dalam jangka
waktu 15 tahun ke depan, akan terjadi lonjakan kebutuhan tenaga kerja
dari 55 juta pada saat ini menjadi 113 juta pada tahun 2030. Peluang
bisnis sebesar 1.8 triliun US Dollar—antara lain di bidang jasa, pertanian,
dan perikanan—juga diproyeksikan akan tercipta (McKinsey, 2012). Oleh
sebab itu, tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) dalam jumlah
memadai dan dengan keterampilan yang tepat bisa membuat Indonesia
menjadi tempat yang menarik bagi investasi yang bisa menggerakkan
pembangunan (lihat juga Gambar. 3,1)
Gambar 3.1 Proyeksi Ekonomi Indonesia pada 2030
3. Persaingan di Tingkat Regional dan Global
Dalam lingkup regional adanya kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(ASEAN Economic Community) memberikan kemungkinan adanya lapangan
kerja terbuka sampai tahun 2025, yaitu sebesar 14 juta lapangan kerja.
Selain itu, terdapat 20 jenis kompetensi yang dapat dimasuki para lulusan
pendidikan vokasi. Kedua puluh kompetensi yang dimaksud adalah
pariwisata,
manufaktur/mekatronika/elektro,
pertanian/perikanan/
perkebunan, konstruksi, bisnis dan perdagangan, industri kreatif, food
and beverage, otomotif, welding, kimia industri, akuntansi, kewirausahaan,
building/complex engineering, entertainment, sound and lighting engineering,
34
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
pelayaran niaga, keperawatan: caregiver/baby sitter, instruktur bahasa
Inggris/Jepang/Korea/Jerman/Prancis/Belanda, surveyor, massage & spa.
Dalam lingkup global diperkirakan akan terjadi 23% penurunan usia kerja
di Eropa dalam rentang waktu antara 2010 sampai 2050 yang disebabkan
oleh ageing society. Penuruan penduduk usia kerja di Eropa ini membuka
peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja Indonesia.
4. Menyiapkan Generasi Emas 2045
Pada tahun 2045, lebih dari 60% penduduk Indonesia akan tergolong usia
muda. Pada sekitar tahun 2040 akan ditemukan sekitar 195 juta penduduk
dalam usia produktif sehingga terjadi peningkatan yang pada tahun 2015
berjumlah 170 juta orang.
Penduduk usia produktif tersebut agar dapat menjadi tenaga terampil
perlu dibekali dengan keterampilan abad 21. Pendidikan vokasi tidak boleh
gagal, karena kegagalan penyiapan tenaga terampil melalui pendidikan
vokasi akan menyebabkan permasalahan secara ekonomi dan menambah
angka pengangguran di Indonesia.
5. Memperbaiki Struktur Tenaga Kerja
Nawacita 5 Kabinet Kerja Jokowi—Jusuf Kalla adalah “meningkatkan kualitas
hidup manusia”, akan diwujudkan dalam bentuk peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar” dan “Wajib
Belajar 12 Tahun” bebas pungutan. Momentum menjadikan pembelajaran
12 tahun sebagai wajib belajar berimplikasi kepada perubahan struktur
tenaga kerja. Perubahan dimaksud mendorong perwujudan tenaga kerja
Indonesia yang berpendidikan minimal SMA/SMK.
Apabila pada tahun 2015 tenaga kerja Indonesia didominasi oleh lulusan di
bawah Sekolah Dasar (45.1%) pada pada tahun 2030 diperkirakan lulusan
SD atau di bawahnya akan menjadi berkurang menjadi 21.7%. Perubahan
latar belakang lulusan yang bekerja yang berasal dari tingkat SMA adalah
dari 16.4% pada tahun 2015 menjadi 18.5% pada tahun 2030; dan untuk
lulusan SMK dari 9.8% pada tahun 2015 menjadi 22.8% pada tahun 2030.
6. Meningkatkan Mutu, Relevansi, dan Eisiensi
Data statistik menunjukkan bahwa
• dari 7,56 juta total pengangguran terbuka, 20,76% berpendidikan SMK
(BPS, 2015);
III. Revitalisasi Pendidikan Vokasi
35
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
• hanya 22,3% guru SMK yang mengajar sesuai bidang keterampilan (Guru
Produktif); dan
• pendidikan vokasi belum link-and-match dengan DUDI (dunia usaha/
industri).
Di samping itu, fakta menunjukkan bahwa pendidikan vokasi belum linkand-match dengan DUDI (dunia usaha/industri). Fakta tersebut diduga
karena dalam beberapa dekade terakhir SMK dikelola dan ditangani oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota. Revitalisasi pendidikan vokasi dapat
memanfaatkan momentum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa pengelolaan SMK
dikoordinasikan oleh pemerintah daerah provinsi. Pengalihan kewenangan
ini diperkirakan dapat menajamkan ketepatan pemenuhan supply-demand
tenaga kerja lintas kabupaten/kota.
3.2 Ciri-Ciri Pendidikan Vokasi yang Baik
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan di atas, diperlukan revitalisasi
pendidikan vokasi untuk mengubah proses pendidikan vokasi menjadi lebih
baik. Berikut diuraikan beberapa ciri pendidikan vokasi yang baik.
1. Pembelajaran Abad XXI dan Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan
Dalam menyiapkan tenaga kerja yang terampil dan sesuai dengan
perkembangan kemajuan zaman, diperlukan sumber daya yang dilengkapi
dengan kemampuan Abad XXI. Melalui Pembelajaran Abad XXI, peserta
didik diharapkan menguasai kecakapan, yang meliputi kecakapan hidup
dan berkarier, kecakapan dalam belajar dan berinovasi, serta kecakapan
memanfaatkan informasi, media, dan teknologi. Keseimbangan antara
memenuhi kebutuhan pembangunan daerah dan kebutuhan untuk
memperkenalkan Keterampilan Abad XXI harus diatur dengan baik karena
masyarakat lokal memiliki tuntutan selain untuk pelestarian budaya dan
bahasa, juga mengharapkan mobilitas sosial dan geograis pada anakanaknya.
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan/ESD (Education for
Sustainable Development) dimaknai sebagai upaya memberikan peserta
didik dua jenis kecakapan, yaitu (1) pengetahuan, kemampuan, dan
nilai-nilai untuk menjawab tantangan-tantangan sosial, lingkungan, dan
ekonomi pada Abad XXI, serta (2) kecakapan untuk membantu merawat dan
36
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
memulihkan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan manusia
dan keadilan sosial.
Selain itu, ESD menumbuhkan pemahaman peserta didik tentang
permasalahan yang dihadapi terkait dengan keberlangsungan
pembangunan, perspektif dan kebutuhan masyarakat yang berbeda pada
generasi bangsa Indonesia berikutnya dan di belahan dunia yang lain.
ESD dimasukkan ke dalam proses sebagai sarana untuk memberdayakan
peserta didik dan mendorong peserta didik agar belajar dari dalam sekolah
dan dari lingkungan mereka di luar sekolah.
2. Pembelajaran Abad XXI: dari Kompetensi ke Kapabilitas
Dalam jagat pendidikan dikenal tiga model pendidikan, yaitu apa yang
dikenal dengan sebutan (1) model pelatihan (training model), (2) model
pengembangan profesional (professional development model), dan (3)
model pengembangan kapabilitas (capability development model). Model
pertama dan kedua sangat popular dalam pendidikan ala industrial, yang
“mengeksploitasi” sumber daya manusia untuk tujuan reproduksi ekonomi
melalui pendidikan. Landasan berpikirnya adalah teori eisiensi sosial, yaitu
bahwa kurikulum pendidikan didesain berbasis kompetensi dengan rujukan
utama kebutuhan kerja (job) pada area okupasi atau profesi tertentu.
Dengan demikian, pendidikan menjalankan tugasnya dengan eisien karena
iksasi cakupan kompetensi dalam kurikulum amat jelas, deinitif, dan rigid.
3. Kerja Sama dengan DUDI
Pendidikan vokasi yang baik adalah pendidikan vokasi yang juga
menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan DUDI. Untuk bisa
melakukan hal tersebut, proses belajar-mengajar haruslah sesuai dan
selaras dengan DUDI. Kehadiran DUDI bukan hanya sebagai tempat bagi
peserta didik pendidikan vokasi untuk melakukan praktik magang. Namun,
pelibatan DUDI harus mereleksikan implementasi dari keahlian ganda
DUDI dengan sekolah agar tujuan pendidikan bisa tercapai.
Proses pelibatan DUDI bisa dalam pengembangan kurikulum sehingga
kurikulum menjadi lebih relevan dengan kebutuhan. DUDI juga bisa
memberikan pelatihan bagi guru dan tenaga pendidik agar terus
memutakhirkan pengetahuan dengan mengikuti perkembangan mesin
atau teknik yang sesuai dengan program kejuruan. Ada kalanya DUDI
mengirimkan tenaga profesionalnya sebagai guru pendamping atau mentor
agar peserta didik berinteraksi langsung dengan para profesional.
III. Revitalisasi Pendidikan Vokasi
37
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sesuai dengan UU Sisdiknas Nomor 23 Tahun 2013, DUDI juga bisa dilibatkan
dalam pembiayaan pendidikan. Di sekolah yang erat kerja samanya dengan
DUDI, DUDI juga bisa dilibatkan dalam pembangunan laboratorium atau
tempat praktik atau pemberian bantuan peralatan praktik di sekolah.
Sekolah yang erat hubungannya dengan DUDI dan bisa menerapkan praktik
keahlian ganda dipastikan bisa menghasilkan lulusan yang dibutuhkan oleh
DUDI.
4. Penanaman Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship)
Walau sudah menjalin kerja sama dengan DUDI, tidak semua lulusan
pendidikan vokasi bisa diterima pada perusahaan atau industri yang terkait
dengan program keahliannya. Oleh karena itu, peserta didik diharapkan
bisa memiliki kemampuan berwirausaha (entrepreneurship), sehingga bukan
hanya menjadi tenaga kerja yang terampil, tetapi juga mampu menciptakan
usaha baru atau menciptakan profesi baru.
Dalam meraih peringkat ke-7 ekonomi dunia, Indonesia bukan hanya
menyiapkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan DUDI. Indonesia
juga harus sigap dengan menyiapkan tenaga kerja yang mempunyai jiwa
kewirausahaan sehingga bisa membantu meningkatkan kondisi ekonomi di
Indonesia sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru bagi tenaga kerja
terampil yang lain. Di sinilah urgensinya perluasan pendekatan kompetensi
ke kapabilitas personal sesuai dengan perkembangan Abad XXI.
Keterampilan berwirausaha bisa dibangun dari peserta didik di sekolah
dengan menjual hasil-hasil keterampilan peserta didik kepada masyarakat
atau DUDI secara langsung. Keterampilan berwirausaha ini tidak bisa
ditimbulkan begitu saja, harus ada proses pemupukan ke dalam diri
peserta didik. Keterampilan berwirausaha juga bisa dibangun saat ada
unit keterampilan di satuan pendidikan yang mendapat bantuan modal
dan menjual hasil produksinya sehingga keuntungan bisa langsung dipakai
untuk memutar roda bisnis. Pengalaman berwirausaha seperti ini yang
harus dipupuk dan dipraktikkan selama peserta didik mengikuti proses
belajar-mengajar.
5. Adaptasi dan Kontekstualisasi Lokal
Proses perencanaan dan pembelajaran pendidikan vokasi harus melibatkan
masyarakat, yang bisa dilakukan dengan dialog, untuk memastikan agar
sekolah dapat menjawab tuntutan masyarakat/komunitas. Dalam hal
ini, sekolah dan masyarakat memiliki pemahaman yang sama tentang
38
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
pentingnya pendidikan bagi pengembangan budaya dan ekonomi lokal.
Penyediaan layanan pendidikan harus menjawab kebutuhan masyarakat
dan mengatasi permasalahan sosial, budaya, realitas, dan kebutuhan
berbahasa, bukan sekedar memberikan kurikulum dan pengajaran yang
seragam.
Hal itu dapat dimulai pada tahap pembangunan karena jurusan SMK
memang didasarkan pada kekuatan ekonomi di masyarakat. Misalnya,
daerah yang berada di tepi pantai bisa membangun SMK kejuruan
perikanan dan kelautan agar peserta didik setelah lulus kelak bisa
memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil di bidang perikanan atau
kelautan. Oleh karena itu, karakteristik pertama dan paling penting dari
pendekatan pendidikan vokasi adalah memulai proses perencanaan
dengan berdialog pada masyarakat tempat sekolah akan berlokasi dan
memberikan pelayanan. Tahap ini sangat penting agar pendidikan vokasi
sesuai dengan tuntutan dan responsif terhadap kebutuhan, keinginan,
serta manfaat pengembangannya dirasakan oleh masyarakat setempat.
Sekolah juga menggabungkan prinsip-prinsip kontekstualisasi dan adaptasi
kurikulum dan pembelajaran. Keduanya akan disesuaikan dengan konteks
lokal: budaya, bahasa, agama, dan kebutuhan pembangunan, sebagai
bagian dari proses “inovasi strategi pembelajaran” untuk menjadikan
identitas budaya yang kuat dan menjamin relevansi pendidikan. Sekolah
juga perlu memanfaatkan lembaga pelatihan guru dalam pengembangan
guru.
III. Revitalisasi Pendidikan Vokasi
39
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
bab IV
peta jalan revitalisasi pendidikan vokasi
4.1 Paradigma Baru Pendidikan Vokasi
Dalam monografnya yang berjudul The Teachers of 2030: Creating a
Student-Centered Profession for the 21st Century, Barnet Berry menggambarkan
perubahan yang dramatik peran pendidik dalam praksis pendidikan pada
abad ini. Cara pandang bahwa misi pendidikan adalah menyiapkan peserta
didik untuk memasuki profesi tertentu pada jenis peran sosial yang sudah
terstruktur di masyarakat akan segera usang. Tugas pendidikan akan berbalik
menjadi lebih utama memenuhi kebutuhan pengembangan diri peserta didik
dalam menciptakan profesinya (Berry, 2013). Selain tuntutan generasional,
perubahan peran pendidikan juga disebabkan oleh munculnya realitas baru
tentang berubahnya ekologi belajar, mulusnya koneksi keluar-masuk dalam
dunia sibernetik, dan makin meluasnya teacherpreneurism. Realitas itu telah
hadir di tengah kehidupan kita sekarang. Pandangan tentang tugas pendidikan
ini benar-benar akan mengubah praksis pendidikan 180 derajat dari
sebelumnya. Keberhasilan pendidikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya
pada abad ini akan ditentukan oleh inovasi dalam mengelola pembelajarannya
seiring dengan munculnya realitas baru itu. Perubahan cara pandang tentang
pendidikan dan peran pendidik ini tidak lepas dari perubahan generasional
yang sangat fenomenal pada awal abad ini. Implikasinya adalah, sudah barang
tentu, praksis pendidikan kita perlu inovasi dan dinamika evolusi, sebagai kata
lain dari revitalisasi pendidikan.
Perubahan orientasi pendidikan dari kompetensi ke kapabilitas telah
menjadi kesadaran umum di dunia pendidikan vokasi sejak dasawarsa yang
lalu (Staron, 2006). Seperti dikatakan juga oleh Stephenson & Weil (1992), salah
satu model yang menantang konsep pembelajaran tradisional berorientasi
kompetensi adalah model pembelajaran berorientasi kapabilitas. Orang yang
40
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
kapabel adalah mereka yang tahu bagaimana belajar, kreatif, memiliki tingkat
self-eicacy yang tinggi, dapat menerapkan kompetensi dalam situasi baru
(novel) serta situasi yang familier, dan bekerja sama yang baik dengan orang
lain. Dibandingkan dengan kompetensi, yang melibatkan akuisisi pengetahuan
dan keterampilan, kapabilitas adalah atribut holistik. Orang yang kapabel lebih
mungkin dapat menangani persoalan secara efektif dalam lingkungan yang
bergolak karena mereka memiliki kapasitas “serba bisa”.
Perluasan dari model kompetensi ke model pengembangan kapabilitas
ini merupakan perubahan mendasar orientasi dan fokus pendidikan vokasi
dalam dasawarsa kedua Abad XXI ini, yakni apa yang kita kenal dengan
pergeseran dari paradigma “pengajaran” ke paradigma “belajar”, atau dari
orientasi “job” diperluas ke orientasi “kehidupan”, yang memberi peluang
tumbuhnya kemandirian. Pendekatan pendidikan vokasi yang lekat dengan
expert-centered learning dan work-based learning, di Abad XXI bergerak atau
memperluas orientasi belajarnya dari expert-centered learning ke life-based
learning (Staron, 2006). Model pendidikannya mengalami perluasan dari model
pelatihan (training model) dan model pengembangan profesional (professional
development model) ke model pengembangan kapabilitas (capability
development model).
4.2 Pengembangan Kelembagaan
Kurangnya sarana dan prasarana atau fasilitas yang dimiliki pendidikan
vokasi menjadi faktor penting untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Pemerintah pada setiap tahunnya mengalokasikan anggaran untuk pemenuhan
sarana dan prasarana lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
vokasi dalam menunjang peningkatan kualitas pembelajaran. Penyediaan
sarana dan prasarana tersebut diantaranya mencakup:
a. unit sekolah baru, dan
b. ruang kelas baru.
Unit sekolah baru yang dibangun berdasarkan kebutuhan daerah dan
potensi daerah dalam Dunia Usaha Dunia Industri. Ruang kelas baru dibangun
juga untuk menambah partisipasi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan.
Berikut target unit sekolah baru dan ruang kelas baru dari SMK dan SMALB
dalam meningkatkan akses pendidikan (Tabel 4.1).
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
41
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tabel 4.1 Rencana Pengembangan SMK dan SMALB
(Direktorat SMK dan PKLK, 2015)
2015
2016
2017
2018
2019
35 unit
126 unit
126 unit
126 unit
126 unit
3.100 kelas
6.450 kelas
5.373 kelas
3.749 kelas
3.065 kelas
Unit Sekolah
Baru
-
-
-
-
7 unit
Ruang Kelas
Baru
-
-
-
-
68 kelas
SMK:
Unit Sekolah
Baru
Ruang Kelas
Baru
SMALB:
Rencana pembangunan unit sekolah baru dan ruang kelas baru ini akan
berfokus pada 4 jurusan prioritas, yaitu Kemaritiman, Pertanian, Pariwisata dan
Industri Kreatif. Terbatasnya alokasi anggaran pemerintah, pemenuhan sarana
dan prasarana lembaga belum sepenuhnya terselesaikan sesuai perencanaan.
Oleh karena itu, diperlukan beberapa alternatif strategi pemenuhan saranaprasarana, yaitu diantaranya sebagai berikut.
a. Pelibatan Dunia Usaha dan Industri sebagai wadah untuk mempengaruhi
pengalaman belajar peserta didik. Hal ini dimaksudkan untuk
mengonsolidasikan pengalaman penggunaan fasilitas yang telah bersifat
simulatif di lembaga pendidikan, melaksanakan aktivitas riil di lapangan
kerja dengan segala kompleksitas kehidupan, berbagi tanggungjawab
dalam pelaksanaan pencapaian kurikulum dalam rangka pencapaian
tujuan pendidikan. Pemanfaatan fasilitas yang tidak dimiliki oleh lembaga
pendidikan sebagai bentuk kontribusi DUDI terhadap pendidikan vokasi.
b. Pemberdayaan sarana dan prasarana dimaksudkan untuk mengupayakan
secara mandiri dari kekurangan atau kebutuhan fasilitas, termasuk upaya
menghambat kerusakan sarana dan prasarana melalui program production
based training, unit produksi & jasa dan Teaching Factory.
c. Pelibatan masyarakat, terutama orang tua peserta didik, sangat dibutuhkan
dalam memecahkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan sarana dan
prasana sekolah.
42
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Pelibatan pemerintah, baik pusat maupun daerah, merupakan
suatu kewajiban sebagai sumber pendukung utama dalam mengatur
keberlangsungan SMK, baik proses maupun investasi seperti pengaturan
melalui perundang-undangan/ peraturan-peraturan/ kebijakan-kebijakan,
pendanaan dan atau pengadaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan,
perancangan dan pengembangan kerangka program, penetapan standar
pelaksanaan, dan sebagainya.
4.3 Keterlibatan Dunia Usaha dan Dunia Industri
Pendekatan pendidikan vokasi saat ini masih terlihat bersifat supply-driven,
seolah-olah terlihat masih dilakukan secara sepihak penyelenggara pendidikan
vokasi. Hal tersebut disebabkan masih kakunya perubahan penjurusan
kejuruan sehingga kurikulum tidak mampu mengikuti perkembangan industri
yang sangat pesat. Akibatnya, industri mengeluhkan lulusan pendidikan vokasi
tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sejatinya pendidikan vokasi menekankan pada pendidikan yang
mampu menyesuaikan dengan (1) permintaan pasar (demand driven);
(2) kebersambungan (link) antara pengguna lulusan pendidikan dan
penyelenggara pendidikan vokasi; dan (3) kecocokan (match) antara karyawan
(employee) dengan pengusaha (employer). Penyelenggaraan dan ukuran
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan vokasi dapat dilihat dari tingkat
mutu dan relevansi, yaitu jumlah penyerapan lulusan dan kesesuaian bidang
pekerjaan dengan bidang keahlian.
Oleh karena itu, reorientasi jurusan kejuruan bersifat permintaan pasar
(demand driven) menjadi hal yang penting dilakukan. Penjurusan kejuruan
harus bersifat leksibel berdasarkan pada permintaan dan perkembangan
dunia kerja. Pihak dunia kerja diharapkan bersama-sama dengan dunia
pendidikan berperan aktif dalam menentukan, mendorong, dan menggerakkan
penyelenggaraan pendidikan vokasi mulai dari perencanaan dan pelaksanaan.
Perencanaan pendidikan vokasi yang bersifat permintaan pasar (demand
driven) diawali dengan keterlibatan dunia kerja dalam menentukan program
dan bidang keahlian apa yang diperlukan dan dimana lembaga pendidikan
akan didirikan, termasuk dalam penyusunan kurikulumnya (kurikulum berbasis
kompetensi). Dunia kerja menentukan standar kompetensi yang harus dicapai
oleh setiap lulusan pendidikan vokasi karena mereka yang lebih mengetahui
kompetensi yang dibutuhkan. Dunia kerja juga berperan dalam pelaksanaan
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
43
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pendidikan vokasi termasuk dalam evaluasi dan pengujian sertiikasi agar
hasil pendidikan terjamin kesesuaiannya dengan kompetensi dunia kerja.
Untuk menjaga kesinambungan perencanaan pendidikan vokasi yang
bersifat permintaan pasar (demand driven) diperlukan kerjasama permanen
antara Pemerintah dan industri. Kerjasama ini dapat mencakup (1)
penyusunan dan perancangan kerangka pendidikan vokasi; (2) pembiayaan;
(3) pengembangan kurikulum dan implementasinya, dan (4) bersama-sama
melaksanakan assessment proses dan lulusan pendidikan vokasi itu. Demikian
juga dilakukan sebuah kesepakatan tentang sertiikasi kompetensi yang
mencerminkan harapan kualitas lulusan dengan tuntutan kompetensi sesuai
standar yang berlaku di industri.
Untuk meningkatkan mutu proses dan kompetensi hasil pembelajaran
pendidikan vokasi, kerjasama dan sinergi dengan berbagai instansi
pemerintah maupun swasta/industri sangatlah penting, baik di tingkat
regional maupun internasional.
Untuk tujuan tersebut, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan kerjasama dan sinergi dengan
Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja/
BNP2TKI dalam memfasilitasi dan penguatan kursus dan pelatihan. Dengan
pihak swasta/dunia usaha dunia industri (DUDI), Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan juga melakukan kerjasama dengan KADIN, APINDO, dan berbagai
asosiasi profesi.
Kerjasama tingkat internasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
melalui Direktorat Jenderal PAUD dan Dikmas, juga telah dilaksanakan
dengan berbagai lembaga pendidikan di Korea Selatan. Disamping kerjasama
pada tingkat birokrasi, di lapangan juga sudah banyak terjadi kerjasama/
sinergi antarlembaga kursus dan pelatihan dengan SMK, serta DUDI untuk
menyediakan sumber daya, baik dalam proses pembelajaran, praktek maupun
permagangan.
Skema kerjasama yang selama ini terjadi masih bersifat “inisiatif lembaga”
belum tersistem dengan baik. Oleh karena itu, dalam rangka revitalisasi
pendidikan vokasikerjasama dan sinergi antar kementerian dan lembaga (K/L),
pendidikan dan pelatihan, asosiasi profesi dan dengan dunia usaha dunia
industri (DUDI), perlu diatur dengan kebijakan atau peraturan-perundangan
yang memadai, untuk menjamin kepastian hukum dan insentif-insentif yang
dapat diperoleh oleh pihak swasta atau DUDI.
44
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Sudah banyak lembaga pendidikan vokasi yang memanfaatkan dunia kerja
dan industri sebagai tempat praktik maupun sekadar difungsikan sebagai
penambah wawasan tentang dunia kerja kepada peserta didiknya. Berikut ini
beberapa fungsi dari fasilitas industri bagi pendidikan vokasi yang selama ini
ada dalam praktik.
(a) Dunia Usaha dan Industri sebagai Tempat Praktik Peserta Didik
Banyak satuan pendidikan vokasi yang tidak memiliki peralatan dan
mesin yang memadai untuk melaksanakan praktik agar lulusan mencapai
standar kompetensi yang disyaratkan. Akibatnya, industri harus mengadakan
pelatihan tambahan untuk menyiapkan tenaga kerjanya. Dengan demikian,
pihak industri harus mengalokasikan biaya ekstra di luar biaya produksi.
Disparitas yang sangat terlihat jelas antara kemampuan yang diharapkan
dunia kerja dan lulusan yang dihasilkan satuan pendidikan vokasi menjadi
pusat perhatian bersama antara sekolah dan industri. Sebenarnya pihak
sekolah dan pihak industri memiliki keterbatasan masing-masing dalam
membentuk dan mendapatkan tenaga kerja yang siap pakai. Pihak sekolah
memiliki keterbatasan dalam pembiayaan dan penyediaan fasilitas pendukung
praktikum, sedangkan industri memiliki keterbatasan sumber daya pendidikan
untuk membentuk tenaga kerja yang dibutuhkan. Oleh karena itu, keterlibatan
industri sebagai tempat praktik peserta didik menjadi salah satu solusi untuk
mengurangi disparitas yang terjadi sehingga mampu menciptakan kemampuan
kerja para lulusan pendidikan vokasi yang adaptif dengan dunia kerja.
Kegiatan praktik di industri ketika para peserta didik masih berada di
bangku sekolah, yang dikenal dengan istilah praktik kerja industri (prakerin),
memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan kompetensi
yang tidak didapatkan di sekolah dan memberikan pengetahuan terhadap
perkembangan (state of the art) industri yang terjadi. Walaupun peserta didik
memperoleh peningkatan kompetensi di industri melalui prakerin, tidak
ada keharusan bagi industri penyelenggara prakerin untuk mempekerjakan
peserta didik yang praktik kerja di situ setelah mereka lulus. Peserta didik
bebas mencari pekerjaan di tempat lain dan bebas juga untuk membuka
pekerjaan sendiri. Selain itu, konsep “kebutuhan” (demand) yang dimaksud
tidak hanya meliputi kebutuhan dari dunia usaha dan industri yang ada saat
ini, tetapi kebutuhan dari sistem ekonomi secara keseluruhan, termasuk yang
pemenuhannya akan diberikan melalui pembentukan wirausahawan tangguh
lulusan sekolah menengah.
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
45
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(b) Dunia Usaha dan Industri sebagai Tempat Magang Kerja
Sistem magang (apprenticeship) merupakan sistem pendidikan vokasi
yang paling tua dalam sejarah pendidikan vokasi. Sistem magang merupakan
sistem yang cukup efektif untuk mendidik dan menyiapkan seseorang untuk
memperdalam dan menguasai keterampilan yang lebih rumit yang tidak
mungkin atau tidak pernah dilakukan melalui pendidikan massal di sekolah.
Dalam sistem magang seseorang yang belum ahli (novices) belajar dengan
orang yang telah ahli (expert) dalam bidang kejuruan tertentu. Sistem magang
kerja di industri memberikan pengalaman langsung bagi para peserta didik
mengenai kegiatan bekerja langsung pada pekerjaan yang sesungguhnya,
dengan tujuan untuk menguasai kompetensi yang sesuai dengan industri,
serta memahami budaya kerja, sikap profesional yang diperlukan, budaya
mutu, dan pelayanan konsumen.
Industri sebagai tempat magang kerja tidak hanya memberikan manfaat
bagi para peserta didik, tetapi industri juga merasakan kontribusi para peserta
didik selama pelaksanaan magang serta industri bisa membentuk para peserta
didik untuk menjadi seorang tenaga terampil yang siap bekerja. Tentunya
hal ini akan menguntungkan bagi industri untuk memperoleh tenaga kerja
yang sudah terlatih sehingga tidak perlu lagi mengadakan pelatihan dalam
menyiapkan tenaga kerja yang mereka butuhkan. Mengingat industri sebagai
tempat peserta didik untuk magang daya tampungnya lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah peserta didik yang memerlukan tempat magang, maka
dikembangkanlah teaching factory. Teaching factory, yang dibahas secara terinci
pada bagian-bagian di belakang, merupakan pabrik atau tempat berproduksi
yang sekaligus sebagai tempat peserta didik pendidikan vokasi melaksanakan
praktik peningkatan keterampilan.
(c) Dunia Usaha dan Industri sebagai Tempat Belajar Manajemen Dunia
Kerja
Selain sebagai tempat magang untuk memahami proses dan budaya kerja,
industri juga dimanfaatkan sebagai tempat pembelajaran tentang manajemen
dan organisasi produksi. Peserta didik pendidikan vokasi kadang-kadang
melakukan pengamatan cara kerja mesin dan produk yang secara tidak
langsung belajar tentang mutu dan eisiensi produk. Selain itu, peserta
didik juga belajar tentang manajemen dan organisasi industri untuk belajar
tentang dunia usaha dan cara pengelolaan usaha sehingga mereka memiliki
wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha. Melalui belajar manajemen
46
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
dan organisasi ini peserta didik juga bisa menambah kapabilitas pada dunia
wirausaha. Peserta didik pendidikan vokasi kadang-kadang menggunakan
industri sebagai objek wisata-belajar dengan sekedar mengamati dan melihatlihat dari kejauhan proses produksi di industri. Mereka juga kadang-kadang
mendapatkan informasi dari pengelola industri tentang organisasi dan para
pengelolanya.
Pengalaman dari dunia industri ini bisa bermanfaat bagi peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan profesional peserta didik. Diharapkan setelah
lulus nanti, peserta didik bisa mengembangkan bakat dan potensinya, tidak
hanya bergantung pada dunia kerja, tetapi juga mengembangkan potensi diri
dalam mengembangkan potensi wilayah secara mandiri.
4.4 Penyelarasan Kurikulum
Saat ini pemerintah telah melakukan penyelarasan secara periodik dan
melibatkan penggunaan lulusan. Penyelarasan adalah mempertemukan
antara sisi pasokan (supply) dan sisi permintaan (demand) yang mencakup
beberapa dimensi, yaitu kualitas, kompetensi, kuantitas, lokasi dan waktu.
Penyelarasan juga mencakup pengembangan SMK 4 tahun yang memiliki
nama kompetensi dan SKL yang berbeda dengan SMK 3 tahun. Gambar 4.1
menunjukkan penyelarasan bidang, program, dan kompetensi keahlian di
SMK.
Bidang Keahlian SMK
2008-2013
Bidang Keahlian 2016
PK
KK
SK
1.
Teknologi dan Rekayasa
Teknologi dan Rekayasa
13
58
419
2.
Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Energi dan Pertambangan
3
6
42
3.
Kesehatan
TIK
2
6
44
4.
Agribisnis dan Agroteknologi
Kesehatan dan Pekerjaan
Sosial
5
7
49
5.
Perikanan dan Kelautan
Agribisnis dan Agroteknologi
6
20
215
6.
Bisnis dan Manajemen
Kemaritiman
4
10
74
7.
Pariwisata
Bisnis dan Manajemen
3
5
60
8.
Seni Rupa dan Kriya
Pariwisata
4
8
96
9.
Seni Pertunjukan
Seni dan Industri Kreatif
8
22
162
48
142
1161
No.
Jumlah
Keterangan :
PK: Program Keahlian
KK: Kompetensi Keahlian
SK: Sertiikat Keahlian
Gambar 4.1 Penyelarasan Bidang, Program, dan Kompetensi Keahlian SMK
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
47
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Selain reorientasi program keahlian kejuruan di SMK agar lebih memenuhi
kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, ada beberapa strategi untuk
memastikan agar kurikulum bisa lebih selaras sehingga peserta didik bisa
mengembangkan kompetensinya, yaitu dual system.
Dual system pada pendidikan vokasi merupakan suatu bentuk
penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan
secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program
penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia
kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
Pada hakikatnya dual system merupakan suatu strategi yang mendekatkan
peserta didik ke dunia kerja dan ini adalah strategi proaktif yang menuntut
perubahan sikap dan pola pikir serta fungsi pelaku pendidikan di tingkat SMK,
masyarakat, dan dunia usaha/industri dalam menyikapi perubahan dinamika
tersebut.
Bila pada pendidikan umum, program pendidikan direncanakan,
dilaksanakan, dan dievalusi secara sepihak dan lebih bertumpu kepada
kepemimpinan kepala sekolah dan guru, maka pada program dual system
pendidikan direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi bersama secara
terpadu antara sekolah dan institusi pasangannya. Oleh karena itu, fungsi
operasional di lapangan dilaksanakan bersama antara kepala sekolah,
guru, instruktur, dan manager terkait. Untuk itu, perlu diciptakan adanya
keterpaduan peran dan fungsi guru serta instruktur sebagai pelaku pendidikan
yang terlibat langsung dalam pelaksanaan PSG di lapangan secara kondusif.
Tujuan utama dual system adalah untuk menjamin keberlanjutan
keterserapan tenaga kerja pada pasar kerja sesuai dengan perkembangan
teknologi dan kebutuhan industri. Secara umum struktur dual system meliputi
beberapa aspek, berikut.
(a) Kurikulum
Kurikulum harus dirancang dengan berorientasi pada penggabungan
antara instruction dan construction sehingga pendekatan utama dalam
membentuk tahapan pembelajaran yang mengacu pada fase pembelajaran
di sekolah ataupun praktik di industri dan berorientasi pada hasil proses
pembelajaran yang diinginkan. Selain itu, perlu mempertimbangkan orientasi
kompetensi pada berbagai level sejalan dengan pendesainan proses
pembelajaran. Gambar 4.2 menunjukkan hasil penyelarasan kurikulum SMK.
48
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Program 3 Tahun
Mata Pelajaran
Program 4 Tahun
Kelas
Kelas
X
XI
XII
X
XI
XII
XIII
3
3
(2)*
3
3
(2)*
(2)*
Kelompok Wajib
1. Pendidikan Agama
Pendidikan Pancasila dan
2.
Kewarganegaraan
3
3
(2)*
3
3
(2)*
3. Bahasa Indonesia
4
3
3
4
3
3
4. Matematika
4
3
3
4
3
3
5. Sejarah Indonesia
3
-
-
3
-
-
6. Bahasa Inggris
3
3
4
3
3
4
7. Seni Budaya
3
(2)*
(2)*
3
(2)*
(2)*
8. Kewirausahaan
-
3
(3)*
-
3
(3)*
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan
9.
Kesehatan
3
3
(2)*
3
3
(2)*
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok Wajib
26
21
10
26
21
10
22
27
38
22
27
38
(3)*
(3)*
Kelompok Peminatan
Peminatan Akademik dan Kejuruan SMK
48
*) Dilaksanakan sebagai Ekstrakurikuler yang wajib diikuti
Gambar 4.2 Penyelarasan Kurikulum SMK
Kurikulum yang dirancang menempatkan teknologi atau subjek kejuruan
sebagai disiplin utama ke dalam fokus pembelajaran teori. Oleh karena itu,
semua mata pelajaran dirancang untuk mendukung pembelajaran kejuruan
utama. Isi dan tujuan pembelajaran yang merupakan bagian dari bidang
kejuruan yang sesuai harus dipilih untuk pengembangan/perluasan semaksimal
mungkin. Seluruh tujuan pendidikan vokasi berorientasi pada aktivitas dan
kekhususan bidang kejuruan, baik dalam hal isi maupun pelaksanaannya. Oleh
karena itu, saat ini pemerintah melakukan penyelarasan Kurikulum SMK yang
mencakup pengembangan SMK 4 tahun yang memiliki nama kompetensi dan
SKL yang berbeda dengan SMK 3 tahun.
Dalam pengembangan program pembelajaran dan penyelarasan kurikulum
kursus dan pelatihan telah disusun Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang
mengacu pada Kerangka Kualiikasi Nasional Indonesia (KKNI). Sebanyak 53
SKL program kursus dan pelatihan yang sudah diharmonisasi dan diselaraskan
dengan kebutuhan dunia usaha dan industri (DUDI). SKL tersebut merupakan
acuan dasar dalam pengembangan kurikulum dan pelaksanaan program serta
evaluasi hasil pembelajaran pada Lembaga Kursus dan Pelatihan. Jenis-jenis
program pendidikan keterampilan yang diselenggarakan oleh Lembaga Kursus
dan Pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, dunia usaha dan
industri (DUDI). Berikut ini daftar SKL pada Tabel 4.2.
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
49
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tabel 4.2 Daftar Tabel SKL dan Kurikulum Program Kursus dan Pelatihan
(Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, 2016)
NO.
NAMA SKL
JENJANG KKNI
PENETAPAN
Permendikbud
Nomor & Tahun
Jenjang II
1
Senam
2
Sinshe
3
Master of Ceremony
4
Piano Pop dan Jazz
Jenjang III
Jenjang III
Jenjang IV
Jenjang III
5
Jenjang II, Pengemudi
Kendaraan Pribadi
84
4
9
*)
*)
No. 131 Th. 2014
400
18
50
12
60
*)
126-180
*)
*)
*)
183
*)
60
8
No. 131 Th. 2014
No. 131 Th. 2014
No. 131 Th. 2014
Jenjang II, Pengemudi
Pemula
Jenjang I
54
*)
No. 131 Th. 2014
72
*)
75
*)
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
118
9
Penyiar Televisi
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
100
10
Mekanik Sepeda
Motor
183
*)
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
180
8
80
13
6
Hantaran
Jenjang II
7
Video Editing
8
9
Jenjang III
10
Tata Busana
Bordir
11
Sulam
12
Bunga Kering dan
Bunga Buatan
Jenjang II
Jenjang IV
Jenjang II
Jenjang III
Jenjang II
Jenjang III
Jenjang II
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
No. 131 Th. 2014
No. 131 Th. 2014
300
7
300
9
300
8
300
9
57
6
*)
6
*)
*)
*)
*)
Jenjang III
Jenjang II
Baby Sitter
14
Jenjang I
Seni Merangkai Bunga
Jenjang II
dan Desain Floral
Jenjang III
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
No. 131 Th. 2014
No. 131 Th. 2014
200
5
260
5
360
12
*)
*)
*)
*)
Jenjang II
80
5
Jenjang III
34
4
Jenjang IV
Jenjang V
50
9
11
Jenjang I
13
Teknisi Akuntansi
88
184
Jenjang II
Jenjang IV
15
JUMLAH
MODUL
148
Jenjang II, Pengemudi
Angkutan Umum
Mengemudi
Kendaraan Bermotor
JML. JAM
PELAJARAN
No. 131 Th. 2014
Jenjang IV
Jenjang III
KURIKULUM
No. 131 Th. 2014
110
8
74
4
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
NO.
16
NAMA SKL
Sekretaris
JENJANG KKNI
PENETAPAN
Permendikbud
Nomor & Tahun
Jenjang II
No. 131 Th. 2014
Jenjang II
17
Pijat Releksi
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
Jenjang IV
18
Perpajakan
KURIKULUM
JML. JAM
PELAJARAN
JUMLAH
MODUL
220
8
100
4
100
9
300
16
Jenjang III, Pajak
Daerah dan Retribusi
Daerah
40
5
Jenjang III,
Pemotongan dan
Pemungutan Pajak
Penghasilan
40
5
Jenjang IV, Pajak
Penghasilan Orang
Pribadi
60
7
Jenjang IV, Pajak
Penghasilan Pasal 21
60
6
60
6
Jenjang V,
Kepabeanan dan
Cukai
80
5
Jenjang V, Pajak
Penghasilan Badan
Dalam Negeri Sektor
Jasa dan Perdagangan
80
6
Jenjang V, Pajak
Penghasilan Badan
Dalam Negeri Sektor
Manufaktur
80
6
Jenjang V, Pajak
Penghasilan Pasal 26
80
8
Jenjang IV, Pajak
Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah
No. 131 Th. 2014
19
Bahasa Jepang
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
*)
*)
20
Kamerawan TV
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
118
7
21
Perhotelan,
Housekeeping
Jenjang II
No. 131 Th. 2014
300
*)
22
23
Jasa Usaha Makanan
Tata Kecantikan Kulit
Jenjang II
*)
7
Jenjang III
*)
*)
*)
*)
Jenjang IV
No. 131 Th. 2014
Jenjang V
*)
*)
Jenjang II
250
10
Jenjang III
Jenjang IV
No. 131 Th. 2014
350
11
500
12
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
51
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
NO.
24
25
NAMA SKL
Tata Kecantikan
Rambut
Tata Rias Pengantin
JENJANG KKNI
PENETAPAN
Permendikbud
Nomor & Tahun
Jenjang II
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
Jenjang IV
Jenjang I
Jenjang II
No. 131 Th. 2014
Jenjang II
26
27
Spa
Ekspor Impor
Jenjang III
No. 131 Th. 2014
130
10
231
13
305
14
*)
*)
*)
*)
240
9
240
9
240
*)
220
*)
Jenjang III
200
9
200
10
Jenjang IV
No. 131 Th. 2014
Akupunktur
Jenjang VI
29
Animasi
Jenjang III
30
Elektronika Dasar
Jenjang III
31
Desain Grais
32
Fotograi
200
*)
Sudah divalidasi
BSNP
*)
*)
32
3
No. 5 Th. 2016
52
4
72
6
No. 5 Th. 2016
150
17
Jenjang II
Jenjang IV
Jenjang II
Jenjang III
Jenjang III
No. 5 Th. 2016
42
6
100
13
150
6
400
11
92
8
92
8
Jenjang III, Roty /
Bakery
92
8
Jenjang III, Dekorasi
Kue dan Coklat
92
8
Jenjang V
No. 5 Th. 2016
Jenjang III, Kue
Indonesia dan
Oriental
Jenjang III, Kue Kue
Kontinental
No. 5 Th. 2016
34
Pekarya Kesehatan
Jenjang II
No. 5 Th. 2016
420
14
35
Jaringan Komputer
dan Sistem
Administrasi
Jenjang III
No. 5 Th. 2016
250
8
36
Teknisi Komputer
Jenjang III
No. 5 Th. 2016
200
10
37
38
Teknik Kendaraan
Ringan
Las
Jenjang II
160
9
107
8
Jenjang IV
64
13
Jenjang I
250
10
350
11
500
12
Jenjang III
Jenjang II
Jenjang III
52
JUMLAH
MODUL
Jenjang IV
28
Pastry & Bakery
JML. JAM
PELAJARAN
Jenjang II
Jenjang V
33
KURIKULUM
No. 5 Th. 2016
No. 5 Th. 2016
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
NO.
39
NAMA SKL
PENETAPAN
Permendikbud
Nomor & Tahun
JENJANG KKNI
JML. JAM
PELAJARAN
JUMLAH
MODUL
Jenjang II, Pembatikan
dengan Pewarnaan
Sintetik
*)
*)
Jenjang III, Pembatikan
dengan Pewarnaan
Alami
*)
*)
*)
*)
Jenjang III, Pembuatan Sudah divalidasi
Malam Batik
BSNP
Jenjang IV, Pembuatan
Alat Canting Tulis
Membatik
*)
*)
Jenjang V, Pembuatan
Alat Canting Cap
*)
*)
Jenjang VI, Desain
Batik
*)
*)
Dalam proses
Penetapan
200
*)
Dalam proses
Penetapan
200
*)
200
17
200
*)
140
*)
40
Kepemanduan Wisata Jenjang IIII
41
Pertamanan
Jenjang I
Jenjang II
Jenjang IIII
42
Pertukangan Kayu
43
Pemasangan Bata
44
Perancah (Scafolding)
KURIKULUM
Jenjang II
Jenjang II
Jenjang III
Jenjang II
Jenjang IIII
Dalam proses
Penetapan
Dalam proses
Penetapan
Dalam proses
Penetapan
360
*)
520
*)
*)
*)
*)
*)
*)
*)
45
Perpipaan (Plumbing)
Jenjang II
Dalam proses
Penetapan
46
Mekanik Alat Berat
Jenjang III
Dalam proses
Penetapan
218
18
47
Care Giver
Jenjang III
Dalam proses
Penetapan
500
*)
Web Design
Jenjang IV
Web Programming
Jenjang IV
49
Mobile Application
Programming
Jenjang V
50
Bahasa Indonesia
Penutur Asing (BIPA)
Jenjang I - VII
51
Instruktur Tari
Modern Indonesia
Sudah divalidasi
BSNP
*)
*)
96
12
Sudah divalidasi
BSNP
40
*)
132
*)
Sudah divalidasi
BSNP
*)
*)
Jenjang VI
Sudah divalidasi
BSNP
*)
*)
52
Komputer Aplikasi
Perkantoran
Jenjang III
Sudah divalidasi
BSNP
*)
*)
53
Teknisi AC
Jenjang III
Sudah divalidasi
BSNP
*)
*)
48
Jenjang IV
*) belum ditentukan
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
53
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(b) Praktik Kerja
Perancangan program praktik tidak terlepas dari implementasi silabus
ke dalam pembelajaran, yang membutuhkan metode, strategi, dan evaluasi
pelaksanaan yang sesuai. Kemampuan-kemampuan yang sudah dimiliki
peserta didik, melalui latihan dan praktik di sekolah perlu diimplementasikan
secara nyata sehingga tumbuh kesadaran bahwa apa yang sudah dimilikinya
berguna bagi dirinya dan orang lain. Dengan begitu, peserta didik akan lebih
percaya diri karena orang lain dapat memahami apa yang dipahaminya
dan pengetahuannya diterima oleh dunia kerja/industri. Oleh karena
itu, pelaksanaan praktik di SMK secara umum menggunakan sistem blok
pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan industri. Secara
umum pelaksanaan praktik di SMK untuk SMK 3 tahun dan SMK 4 tahun
dijelaskan pada Gambar 4.3.
Program 3 Tahun
Program 4 Tahun
Kls X
Praktik Keterampilan Kejuruan
Praktik Keterampilan Kejuruan
Kls XI
Praktik
Kompetensi Kerja
Praktik Realisasi
Produk di Teaching
Factory
Praktik Kompetensi Kerja
Kls XII
Praktik Magang
Industri
Transisi Jenjang
Karir, UN dan
Sertiikasi
Praktik Magang
Industri
Praktik Realisasi
Produk di
Teaching Factory
Praktik Magang
Industri
Transisi Jenjang
Karir, UN dan
Sertiikasi
Kls XIII
Bulan
0
3
6
9
12
0
3
6
9
12
Gambar 4.3 Pelaksanaan Praktik Dual System di SMK
Pengorganisasian praktik di SMK adalah sebagai berikut:
A. Tahun Pertama adalah Praktik Keterampilan Kejuruan yang merupakan
bagian dari rencana pembelajaran tingkat dasar yang dilaksanakan di
Ruang Praktik Sekolah.
B. Tahun Kedua adalah Praktik Kompetensi Kerja untuk 6 bulan pertama dan
Praktik Realisasi Produk di Teaching Factory dasar yang dilaksanakan di
Ruang Praktik Sekolah. Tahapan ini merupakan tahap spesialisasi pertama,
tetapi spesialisasi ini masih bersifat luas. Spesialisasi ini berorientasi pada
kemampuan khusus yang esensial pada suatu ruang lingkup kelompok
kejuruan kecil. Adapun pada SMK 4 tahun tahun kedua difokuskan pada
Pratik Kompetensi Kerja.
54
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
C. Tahun Ketiga adalah Praktik Magang Industri pada 6 bulan pertama dan
diikuti dengan Transisi Jenjang Karier, Pelaksanaan UN, dan Sertiikasi.
Praktik Magang Industri dilakukan di Industri/Dunia Kerja difokuskan pada
spesialisasi keterampilan khusus dari suatu bidang kerja dan yang secara
khusus diperlukan oleh tempat kerja. Adapun untuk SMK 4 tahun dilakukan
Praktik Magang Industri Tahap ke-1 pada 6 bulan pertama, kemudian
dilanjutkan dengan Praktik Realisasi Produk di Teaching Factory dasar yang
dilaksanakan di Ruang Praktik Sekolah
D. Tahun Keempat adalah Praktik Magang Industri Tahap ke-2 pada 6 bulan
pertama dan diikuti dengan Transisi Jenjang Karier, Pelaksanaan UN, dan
Sertiikasi diklat difokuskan pada spesialisasi keterampilan khusus dari
suatu bidang kerja dan yang secara khusus diperlukan oleh tempat kerja.
(c) Teaching factory
Perkembangan dunia industri telah memasuki era baru, yaitu para
pekerja mulai dari tingkat teknisi sampai dengan tingkat pimpinan akan terus
membutuhkan suatu skema belajar seumur hidup untuk bersaing dengan
kemajuan pesat dalam produksi terkait teknologi, peralatan canggih dan
teknik. Mengingat pentingnya industri sebagai kegiatan yang menghasilkan
kekayaan bagi bangsa mana pun, maka promosi keunggulan industri akan
selalu menjadi target strategis dalam tahun-tahun mendatang.
Hubungan antara dunia industri dan pendidikan vokasi sangat erat
karena pendidikan vokasi menjadi penggerak utama berkembangnya
kemajuan industri. Selain itu, masyarakat selalu menghargai keterampilan
kejuruan. Beberapa penelitian telah mengungkapkan hubungan antara
kualitas pendidikan vokasi dan pertumbuhan ekonomi, menyoroti fakta
bahwa modal manusia adalah kunci untuk pertumbuhan. Namun, seringkali
pendidikan vokasi tidak secara terus-menerus mengikuti kemajuan teknologi.
Akibatnya, pendidikan vokasi saat ini masih dirasa kurang memberikan
kompetensi kejuruan bagi suplai tenaga kerja yang akan terjun ke dalam
industri. Oleh karena itu, berbagai konsep modern skema pelatihan, belajar
di industri, dan transfer pengetahuan antara industri dan dunia pendidikan
mulai dikembangkan dengan tujuan agar modernisasi pendidikan dapat
berkontribusi untuk meningkatkan kinerja inovasi industri.
Pada beberapa dekade belakangan ini, konsep Teaching Factory telah
menjadi daya tarik utama di berbagai negara, salah satunya Amerika. Teaching
Factory adalah sebuah proyek industri yang bertujuan untuk memberikan
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
55
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pengalaman nyata dalam desain, manufaktur, dan realisasi produk. Teaching
Factory mengembangkan kurikulum yang memiliki keseimbangan antara
pengetahuan, teori dan analisis dengan manufaktur, perancangan, kegiatan
bisnis, dan keterampilan yang profesional untuk menghasilkan lulusan yang
profesional di bidangnya.
Banyak institusi pendidikan berusaha untuk membawa praktik pendidikan
dekat dengan industri. Oleh karena itu, Teaching Factory telah menjadi suatu
pendekatan baru untuk pendidikan vokasi dengan tujuan (1) memodernisasi
proses pembelajaran dengan membawa kepada praktik industri secara
dekat; (2) mengungkit pengetahuan industri melalui pengetahuan baru;
(3) mendukung transisi dari manual menuju cara bekerja otomatis dan
mengurangi kesenjangan antara sumber daya industri (pekerja dan modal)
dan pengetahuan industri (informasi); dan (4) meningkatkan dan menjaga
pertumbuhan kekayaan industri; serta (5) pada akhirnya mendorong
pengembangan kapabilitas lulusan.
Konsepsi dasar Teaching Factory adalah “Factory to Classroom” yang
bertujuan untuk melakukan transfer lingkungan produksi di industri secara
nyata ke dalam ruang praktik. Kehidupan produksi yang nyata sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi pembelajaran yang berbasis
kehidupan nyata dari praktik industri pada setiap harinya. Di Indonesia,
penerapan konsep Teaching Factory telah diperkenalkan di SMK pada tahun
2000 dalam bentuk yang sangat sederhana, yaitu berupa pengembangan unit
produksi yang sudah dilaksanakan di SMK-SMK. Kemudian konsep tersebut
berkembang pada tahun 2005 menjadi sebuah model pengembangan
SMK berbasis industri. Setidaknya terdapat tiga bentuk dasar kategori
pengembangan SMK berbasis industri, yaitu: (1) pengembangan SMK
berbasis industri sederhana; (2) pengembangan SMK berbasis industri yang
berkembang, dan; 3) pengembangan SMK berbasis industri yang berkembang
dalam bentuk factory sebagai tempat belajar. Selanjutnya, pada awal tahun
2011 pengembangan SMK dengan model yang ketiga, yaitu pengembangan
SMK berbasis industri yang berkembang dalam bentuk factory sebagai tempat
belajar sehingga dikenal dengan Teaching Factory. Factory di sini hanyalah
istilah dan bukan berarti pabrik secara hardware. Namun, bentuknya berupa
pembelajaran yang dilakukan langsung di tempat praktik, tidak di dalam kelas,
dan praktik yang dilakukan berorientasi pada produksi seperti di industri
nyata. Penyelenggaraan model ini memadukan sepenuhnya antara belajar dan
bekerja, tidak lagi memisahkan antara tempat penyampaian teori dan praktik.
56
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Pada tahun 2011, Direkorat Pembinaan SMK bekerja sama dengan
pemerintah Jerman melalui program SED TVET mengembangkan konsep
Teaching Factory. Awalnya konsep Teaching Factory mengadaptasi dari metode
pembelajaran Dual System yang telah lama diterapkan dalam pendidikan TVET
di negara Jerman dan Swiss. Metode pembelajaran ini merupakan metode
yang mengintegrasikan dua lingkungan utama dalam setiap kegiatan peserta
didik, yakni lingkungan sekolah dan lingkungan perusahaan (industri). Peserta
didik tidak hanya melakukan kegiatan belajar di sekolah, tetapi juga melakukan
praktik (kompetensi dasar) dan kerja (mengaplikasikan kompetensinya) di
industri dalam jangka waktu yang relatif panjang. Secara fundamental, Dual
System bertujuan untuk menempatkan peserta didik dalam situasi nyata di
tempat kerja secara menyeluruh. Dengan praktik yang demikian, peserta
didik tidak hanya memperoleh pengetahuan teoretis, tetapi juga mampu
menerapkan praktik berbasis produksi sebagaimana yang selalu diterapkan
dalam kegiatan industri. Hal ini membuat peserta didik mampu memperoleh
keterampilan, proses dan sikap yang sesuai dengan standar industri sehingga
hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan industri.
Konsep pembelajaran berbasis industri berarti bahwa setiap produk
praktik yang dihasilkan adalah sesuatu yang berguna dan bernilai ekonomi
atau daya jual dan diterima oleh pasar. Sinergi antara sekolah dan industri
merupakan elemen kunci sukses utama dalam Teaching Factory, karena
Teaching Factory akan menjadi sarana penghubung untuk kerja sama antara
sekolah dan industri. Interaksi sekolah-industri yang berkesinambungan
akan mendorong terjadinya perbaikan secara terus-menerus dalam hal
teknologi, kurikulum dan budaya industri sehingga akan berdampak terhadap
lulusan yang kompeten dan memiliki kemampuan yang sesuai dengan yang
disyaratkan oleh industri, yaitu sadar akan kualitas dan eisiensi sebagaimana
yang selalu diterapkan dalam kegiatan industri.
Deinisi Teaching Factory di SMK mulai digunakan secara luas dan lebih
detail lagi pada jenjang Pendidikan Vokasi Industri berbasis kompetensi yang
terdiri atas (1) pendidikan menengah kejuruan; (2) program diploma satu;
(3) program diploma dua; (4) program diploma tiga; (5) program diploma
empat; (6) program magister terapan; dan (7) program doktor terapan.
Konsep Teaching Factory kemudian ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri sebagai
“Pabrik dalam Sekolah (Teaching Factory)” adalah sarana produksi yang
dioperasikan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
57
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
untuk menghasilkan produk sesuai dengan kondisi nyata industri dan tidak
berorientasi mencari keuntungan.
Penerapan konsep Teaching Factory membutuhkan sebuah kerangka yang
sistematis agar dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan dunia pendidikan dan
dunia industri. Kerangka tersebut bertujuan mengarahkan SMK pada tahapantahapan yang akan dilalui sesuai dengan struktur prosedur implementasi
Teaching Factory. Kerangka ini merupakan sebuah strategi yang melibatkan
hubungan antar-elemen dalam sistem pembelajaran di SMK yang pada
dasarnya selalu mengacu pada kurikulum nasional yang berlaku di Indonesia.
Karena Teaching Factory merupakan sebuah metode pembelajaran, maka
strategi implementasi yang dirancang adalah strategi yang berkaitan dengan
proses kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh elemen sekolah.
Ketersediaan kurikulum atau silabus membantu SMK dalam menyusun
Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar. Namun, untuk
menyusun RPP suatu program keahlian atau kompetensi keahlian, SMK
setidaknya harus mampu mengidentiikasi kebutuhan dari program keahlian
tersebut dan sumber daya yang telah dimilikinya. Dalam salah satu metode
pembelajaran yang telah diterapkan oleh beberapa institusi, proses identiikasi
yang dilakukan untuk mengawali penyusunan RPP adalah penentuan
systemschedule. Hal ini bertujuan agar penyusunan RPP tepat sasaran dan
sistematis serta disesuaikan dengan konsep penerapan Teaching Factory.
Kerangka kelembagaan Teaching Factory adalah perangkat institusi yang
meliputi struktur organisasi, ketatalaksanaan, dan pengelolaan SDM di
Teaching Factory. Kerangka kelembagaan disusun dengan tujuan, antara lain,
sebagai berikut:
• menguatkan landasan hukum pembentukan dan kelembagaan Teaching
Factory dan Technopark, melalui harmonisasi peraturan perundangan.
Di samping itu, juga perlu mempertimbangkan harmonisasi peraturan
pemerintah yang sudah ada, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri, yang mengamanatkan
bahwa Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi Industri berbasis kompetensi
harus dilengkapi dengan Lembaga Sertiikasi Profesi, Teaching Factory, dan
Tempat Uji Kompetensi;
58
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
• meningkatkan kualitas dan sinergitas kebijakan perencanaan, penganggaran,
dan pelaksanaan pembangunan di pusat dan daerah sesuai dengan regulasi
yang berlaku ataupun yang akan disusun;
• mendukung pembentukan lembaga yang membidangi Teaching Factory dan
Technopark di daerah, khususnya di provinsi.
4.5 Sertiikasi Kompetensi Lulusan
Mutu lulusan pendidikan vokasi secara ideal ditentukan berdasarkan
penguasaan atas suatu standar kompetensi kerja (Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia). Berdasarkan standar kompetensi tersebut, dirumuskan
suatu sistem pengujian dan sertiikasi. Namun, sampai dengan saat ini belum
semua program keahlian telah tersedia SKKNI-nya dan beberapa SKKNI yang
sudah ada belum direleksikan dalam kurikulum. Saat ini sedang diadakan
koordinasi tingkat kementerian/lembaga dalam membuat SKKNI bagi tiap
program keahlian kejuruan yang ada.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk meminimalisasi kesenjangan
kompetensi kerja lulusan pendidikan vokasi dengan kebutuhan dunia usaha/
dunia industri, antara lain melalui penyusunan skema sertiikasi bagi lulusan
pendidikan vokasi dengan melibatkan asosiasi profesi dan DUDI maupun
dalam pelaksanaan uji kompetensi.
Lulusan yang memperoleh sertiikat adalah lulusan yang memenuhi
persyaratan kecakapan kerja. Persyaratan tersebut dimulai dari (1)
pembelajaran yang benar di sekolahnya, yaitu menjadikan peserta didik
sebagai subjek pembelajar yang miliki karakter, kompetensi, mandiri,
bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan kemampuan kewirausahaan; (2)
tersedianya peralatan uji sesuai dengan standar kompetensi di sekolahnya;
dan (3) asesor yang memiliki sertiikat. Sertiikasi Kecakapan Kerja tersebut
diberikan oleh BNSP dan Asosiasi Profesi.
Seperti peserta didik di SMK, sertiikasi kecakapan kerja dilakukan
karena pada umumnya lulusan SMK langsung terjun ke dunia kerja sebelum
melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Oleh karena itu, lulusan
SMK diwajibkan memiliki minimal satu kecakapan kerja bersertiikat. Sebagai
contoh, lulusan SMK dengan kompetensi keahlian konstruksi gedung, sanitasi,
dan perawatan wajib memiliki minimal 1 (satu) dari 7 (tujuh) kecakapan kerja
bersertiikat, seperti pada Tabel 4.3.
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
59
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tabel 4.3 Jenis Sertiikasi Kecakapan Kerja Konstruksi
Gedung, Sanitasi, dan Perawatan
(Direktorat SMK, 2016)
Kompetensi Keahlian
Jenis Sertiikat Kecakapan Kerja
Konstruksi Gedung,
Sanitasi dan Perawatan
1. Gambar Teknik
2. Mekanika Teknik
3. Dasar-dasar Konstruksi dan Teknik Pengukuran
Tanah
4. Utilitas Bangunan, Sistem Kelistrikan, dan
Proteksi Gedung
5. Sistem Suplay Air Bersih, Air Kotor, dan Sanitasi
6. Sistem HVAC
7. Estimasi Biaya Perawatan dan Sanitasi Gedung.
Dalam rangka membekali lulusan SMK dengan sertiikat kompetensi yang
diakui dunia usaha/dunia industri sehingga lulusan SMK tersebut memiliki daya
saing yang tinggi, maka sejak tahun 2015 Dit. Pembinaan SMK, Kemendikbud
dengan Badan Nasional Sertiikasi Profesi (BNSP) telah melaksanakan kegiatan
pengembangan SMK menjadi Lembaga Sertiikasi Pihak Pertama (LSP-P1).
Adapun lingkup kegiatan pengembangan SMK menjadi LSP-P1 terdiri dari (i)
fasilitasi persiapan dan pelatihan asesor kompetensi; (ii) penyiapan Tempat
Uji Kompetensi (TUK); (iii) penyiapan materi uji kompetensi; serta (iv) pelatihan
penyusunan dan penerapan dokumen mutu. Nantinya setiap calon lulusan
SMK akan mengikuti uji kompetensi/sertiikasi kompetensi yang dilaksanakan
di LSP-P1 di sekolah masing-masing atau pada LSP-P1 SMK terdekat. Jika lulus
uji kompetensi, peserta akan mendapatkan sertiikat sebagai bukti pengakuan
atas kompetensi yang dimilikinya. Pembentukan LSP-P1 dilakukan dengan
strategi sebagai berikut.
• Pendekatan area: jika di suatu wilayah terdapat beberapa SMK yang belum
memiliki LSP-P1 maka akan dikembangkan satu LSP-P1 yang selanjutnya
dapat dimanfaatkan oleh semua SMK yang ada di wilayah tersebut;
• Pembentukan LSP-P1 difokuskan pada sekolah yang memiliki peserta didik
>600: saat ini SMK yang memiliki peserta didik >600 ada sekitar 4.000 SMK,
dengan jumlah total peserta didik sebesar 90% total dari jumlah peserta
didik SMK seluruh Indonesia.
60
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Jika kelak LSP-P1 sudah memenuhi kebutuhan maka Uji Kompetensi
Keahlian (UKK) dapat digantikan dengan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh
LSP-P1, dalam hal ini biaya sertiikasi akan disubsidi pemerintah melalui dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Direktorat SMK berencana membentuk
1,650 SMK yang akan berperan sebagai LSP-P1 sampai 2019.
Sampai dengan tahun 2015 pelaksanaan uji sertiikasi diprioritaskan
pada pada 13 program keahlian (dengan 8 program keahlian diantaranya
masuk dalam 12 sektor prioritas MEA), yaitu Kepariwisataan, Tata Boga,
Tata Kecantikan, Tata Busana, Keuangan, Administrasi, Teknik Mesin, Teknik
Otomotif, Teknologi Tekstil, Teknik Kimia, Teknik Komputer dan Informatika,
dan Teknik Telekomunikasi.
Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan telah memfasilitasi
terbentuknya 35 Lembaga Sertiikasi Kompetensi (LSK) yang dibentuk oleh
organisasi profesi sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Setiap LSK
menetapkan tempat uji kompetensi (TUK). Dalam menyiapkan tempat uji
kompetensi, selain dibentuk di lembaga kursus dan pelatihan yang memenuhi
syarat untuk dijadikan TUK, juga dapat dibentuk di lembaga lain termasuk
SMK. Sampai 2015, hanya terdapat 1.020 lembaga kursus dan pelatihan dan
lembaga lain yang sudah ditetapkan menjadi TUK. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penguatan terhadap lembaga kursus dan pelatihan lainnya agar
dapat menjadi TUK dan apabila sudah terakreditasi dapat menyelenggarakan
uji kompetensi sendiri.
Untuk penilaian uji kompetensi juga dibutuhkan penguji dan master
penguji untuk melakukan penilaian kompetensi. Sayangnya, dari banyak
lembaga kursus, di Indonesia hanya terdapat 1.460 penguji dan 102 master
penguji. Hal ini menyebabkan penyelenggaraan sertiikasi kompetensi bagi
peserta didik Lembaga Kursus dan Pelatihan belum merata, dan di banyak
daerah frekuensinya sangat jarang. Oleh karena itu, peningkatan jumlah
penguji dan master penguji juga menjadi prioritas Direktorat Pembinaan
Kursus dan Pelatihan. Berikut perencanaan peningkatan TUK, penguji, dan
master penguji oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan (Tabel 4.4).
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
61
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tabel 4.4 Rencana Peningkatan Sertiikasi Peserta Didik
(Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, 2016)
Tahun
Tempat Uji
Kompetensi
Penguji dan Master
Penguji
Bantuan kepada
peserta didik
bersertiikat
kompetensi
2015
2016
2017
2018
2019
50
TUK
160
TUK
100
TUK
500
TUK
600
TUK
100
orang
100
orang
140
orang
700
orang
700 orang
51.733
orang
65.040
orang
25.000
orang
25.000
orang
25.000
orang
4.6 Penambahan dan Perbaikan Sarana-Prasarana Pembelajaran
Dalam peningkatan mutu pendidikan vokasi, sarana prasarana dibutuhkan
untuk memfasilitasi peserta didik dalam mempraktikkan teori yang dipelajari
di sekolah. Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, kebutuhan
sarana prasarana seperti laboratorium, teaching factory, dan technopark masih
sangat kurang di lembaga pendidikan. Direktorat SMK telah membuat rencana
dalam memberikan bantuan sarana-prasarana. Bantuan meliputi pemberian
bantuan pembangunan maupun rehabilitasi ruang peralatan sekolah (RPS),
pemberian peralatan praktik, dan rehabilitasi laboratorium. Berikut target
pemberian bantuan sarana-prasarana pembelajaran (Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Rencana Kemendikbud dalam Perbaikan Sarana-Prasarana Pembelajaran
(Direktorat PSMK, PKLK dan Ditbinsuslat 2016)
2015
2016
2017
2018
2019
Ruang Praktek
Sekolah
300
5.799
5.799
5.799
5.799
Peralatan (set)
2.277
2.277
2.277
2.277
2.277
130
3.309
3.309
3.309
3.309
Ruang Praktik Siswa
25
2.085
790
1.580
1.580
Peralatan (set)
35
1.876
1.580
1.580
790
21
lembaga
5
lembaga
108
lembaga
350
lembaga
350
lembaga
SMK :
Ruang Rehabilitasi
SMALB :
Ditbinsuslat :
Pemberian bantuan
sarana pembelajaran
bagi Lembaga Kursus
dan Pelatihan
62
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
4.7 Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Guru
Penyelenggaraan pendidikan vokasi yang berkualitas harus mampu sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika
kebutuhan tenaga kerja. Guru dan tenaga pendidik sebagai pelaksana kegiatan
pembelajaran di sekolah memiliki tanggung jawab untuk mampu beradaptasi
dengan berbagai perkembangan yang cepat dan tuntutan standar yang makin
tinggi.
Secara umum, kurangnya guru dan tenaga pendidik yang berkualitas,
distribusi guru yang tidak merata di berbagai wilayah Indonesia, serta belum
terpenuhinya kebutuhan guru produktif merupakan beberapa tantangan
utama terkait guru di lembaga pendidikan vokasi saat ini. Jika ditelusuri
lebih lanjut, permasalahan mutu guru di pendidikan vokasi juga terkait
dengan beberapa hal. Pertama, masih terdapat guru yang belum memenuhi
kualiikasi akademik seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun
2008 tentang Guru. Menurut kedua peraturan tersebut, kualiikasi akademik
bagi guru adalah S1 atau D-IV. Akan tetapi, pada tahun 2015 sekitar 12% guru
masih memiliki kualiikasi akademik dibawah S-1/ D-IV. Proporsi ini lebih besar
daripada guru SMA yang juga berkualiikasi akademik dibawah S-1/D-IV (7%).
Kedua, masih banyak keraguan terhadap kompetensi guru di satuan lembaga
pendidikan karena hasil uji kompetensi menunjukkan masih banyak guru yang
belum mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. Selain itu, guru tidak
selalu memiliki kompetensi keahlian yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diampunya. Ketiga, masih banyak guru yang tidak menguasai penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pembelajaran di lembaga pendidikan vokasi yang mengutamakan
penguasaan kompetensi membutuhkan para pendidik yang memahami
perkembangan usaha dan industri di luar sekolah. Oleh sebab itu, pengalaman
para guru pendidikan vokasi untuk terjun langsung dalam kegiatan di industri
menjadi sangat penting. Apalagi magang di DUDI merupakan salah satu
cara yang sangat penting untuk pemutakhiran kompetensi. Magang guru
di perusahaan juga dapat menguatkan kerjasama pendidikan vokasi yang
bersangkutan dengan DUDI untuk kegiatan Prakerin peserta didik. Kerjasama
pendidikan vokasi dan DUDI dalam bentuk magang guru telah terintegrasikan
dalam instrumen akreditasi pendidikan vokasi (dalam Standar Pengelolaan).
Akan tetapi, data tentang pengalaman industri guru pendidikan vokasi belum
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
63
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
tersedia secara sistematis. Data ini dibutuhkan untuk memetakan kebutuhan
pembinaan guru agar lebih lebih mampu mentransfer informasi serta
keterampilan sesuai dengan perkembangan teknologi terbaru di perusahaanperusahaan.
Secara umum, pendidikan kejuruan harus mengambil inisiatif untuk
membuka peluang magang guru di perusahaan. Minat dari DUDI masih
belum optimal untuk mengembangkan kegiatan magang guru pendidikan
vokasi menjadi kegiatan yang bermanfaat untuk perusahaan. Sekalipun ada
kesadaran untuk menjadikan magang guru di perusahaan sebagai kegiatan
yang terstruktur, manajemen sekolah tidak selalu mampu melaksanakannya.
Kendala utama dalam pelaksanaan program magang tersebut adalah masih
terbatasnya peluang magang di DUDI. Akibatnya, pelaksanaan program
menjadi tidak berkala serta tergantung pada informasi dari DUDI atau inisiatif
guru.
Seperti yang telah dibahas pada bab guru dan tenaga pendidik, SMK masih
banyak kekurangan Guru Produktif. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan telah melakukan perhitungan dan berikut proyeksi kebutuhan
Guru Produktif SMK sampai 2020 (Tabel 4.6).
Tabel 4.6 Kebutuhan Guru Produktif SMK
(Direktorat Guru Pendidikan Menengah, 2016)
No
1
2
3
4
Uraian
2016
2017
2018
2019
2020
Jumlah Rombel
335.821
349.144
360.258
369.799
377.175
Pertumbuhan
Rombel
15.222
13.324
11.114
9.541
7.376
Komposisi:
SMA
50%
35%
35%
30%
30%
SMK
50%
65%
65%
70%
70%
Jumlah Rombel:
SMA
167.910
122.201
126.090
110.940
113.152
SMK
167.910
226.944
234.168
258.859
264.022
335.821
453.888
468.336
517.719
528.045
40.098
39.471
38.651
37.653
36.591
627
820
998
1.062
1.336
(296.350)
(415.237)
(430.683)
(481.128)
(492.790)
Kebutuhan
Guru Produktif
Yang ada
Pensiun
Kebutuhan
64
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa kebutuhan sampai 2020 akan meningkat
mendekati 500.000 Guru Produktif. Sementara untuk SMALB, guru yang
dibutuhkan untuk mengajar program kemandirian adalah sebagai berikut
(Tabel 4.7).
Tabel 4.7 Kebutuhan Guru Kemandirian di SMALB
(Direktorat PKLK, 2016)
Komponen
Base
Kebutuhan
Line 2016
Sasaran Pemenuhan
Kebutuhan
2017
2018
2019
2020
Kebutuhan Tambahan PTK
· Penyediaan Kepala
Sekolah
933
948
-
-
7
8
· Penyediaan Guru SLB
3.732
5.498
566
500
400
300
· Penyediaan Guru
Kemandirian
1.866
3.732
550
466
450
400
Langkah-Langkah Peningkatan Keterampilan Guru Produktif
(a) Guru Pembelajar
Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar merupakan proses
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
kemampuan dan kompetensi guru dalam melaksanakan tugas profesinya.
Peningkatan kemampuan tersebut mencakup kegiatan-kegiatan yang
bertujuan untuk perbaikan dan pertumbuhan kemampuan (abilities),
sikap (attitude), dan keterampilan (skill). Kegiatan ini diharapkan akan
menghasilkan suatu perubahan perilaku guru yang secara nyata perubahan
perilaku tersebut berdampak pada peningkatan kinerja guru dalam proses
belajar mengajar di kelas.
Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar merupakan salah
satu cara untuk memenuhi standar kompetensi guru sesuai dengan
tuntutan profesi dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni. Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar menjadi
bagian penting yang harus selalu dilakukan secara terus menerus atau
berkelanjutan untuk menjaga profesionalitas guru. Oleh karena itu,
Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar harus dirancang
untuk memberikan pengalaman baru dalam membantu meningkatkan
kompetensi sesuai bidang tugasnya agar guru memperoleh pengetahuan,
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
65
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
keterampilan, dan meningkatkan sikap perilaku yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan dengan baik sesuai dengan tanggung jawabnya.
(b) Setiap Guru Produktif Mempunyai Minimal 1 Sertiikat Keahlian
Level 3 KKNI
Sertiikasi Kompetensi Kerja guru diawali dengan uji kompetensi. Uji
tersebut dilakukan melalui proses penilaian (assesment) baik teknis maupun
nonteknis melalui pengumpulan bukti yang relevan untuk menentukan
apakah seseorang telah kompeten atau belum kompeten pada skema
sertiikasi tertentu. Uji kompetensi bersifat terbuka, tanpa diskriminasi
dan diselenggarakan secara transparan. Prinsip-prinsip yang harus
dipenuhi dalam uji kompetensi adalah valid, reliable, leksibel, adil, efektif
dan eisien,berpusat pada peserta uji kompetensi dan memenuhi syarat
keselematan kerja. Sertiikasi kompetensi berkaitan dengan kompetensi
terkini daripada pencapaian masa lalu, dan yang perlu di tekankan bahwa
lembaga yang dapat menentukan seseorang bekerja atau tidak adalah
industri.
Saat ini terdapat 3 (tiga) jenis penerapan sertiikasi kompetensi, yaitu
pertama, penerapan wajib sertiikasi. Kedua, penerapan disarankan
sertiikasi (advisory) dan ketiga, penerapan sukarela (voluntary). Penerapan
Wajib pada sertiikasi kompetensi dilakukan oleh otoritas kompeten sesuai
bidang teknisnya. Sesuai dengan regulasi perdagangan jasa antarnegara
(WTO = World Trade Organization) terutama GATS (General Agreement on
Trade and Services) yang diratiikasi Indonesia melalui Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1994, maka penerapan wajib sertiikasi harus mengacu
pada perjanjian ini. Penerapan wajib sertiikasi kompetensi didasarkan
pada hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan (safety), keamanan
(security), dan/atau mempunyai potensi dispute besar dimasyarakat, dan
seharusnya dinotiikasikan ke WTO, karena berlaku tidak hanya kepada
tenaga Indonesia, tetapi juga tenaga asing yang masuk ke Indonesia.
Beberapa bidang sertiikasi yang telah diterapkan wajib pada saat ini
adalah pariwisata, manajemen resiko perbankan, pengawas kehutanan,
penyuluh pertanian, tata laksana rumah tangga, penyuluh perikanan,
inspektor keamanan pangan dan penyuluh keamanan pangan.
Sistem sertiikasi kompetensi kerja dibuat agar kredibel.Penyelenggaraan
pendidikan/pelatihan (diklat) kejuruan/keterampilan adalah hal yang
sangat penting untuk distandarkan. Diklat tersebut harus didasarkan pada
66
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
dua prinsip utama, yaitu pertama, penyiapan tenaga kerja didasarkan
atas kebutuhan pengguna (demanddriven); dan kedua, proses diklat
sebagai wahana penyiapan tenaga kerja dilakukan dengan menggunakan
pendekatan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training/
CBT).
Penerapan sertiikasi kompetensi kerja yang dilakukan secara menyeluruh
dan penyelenggaraan Diklat yang terstandar diharapkan menjadi
salah satu “barrier” bagi para tenaga kerja asing yang akan “menyerbu”
Indonesia. Sesuai dengan Kerangka Kualiikasi Nasional Indonesia (KKNI)
level kompetensi profesi guru berada pada level 7, sehingga kompetensi
pedagogik yang dimiliki oleh guru harus mencapai level 7. Disamping
itu, untuk memenuhi persyaratan kompetensi keahlian, guru diwajibkan
memiliki satu sertiikat keahlian level 3 (KKNI) sesuai dengan bidangnya.
(c) Guru Produktif Magang di Industri Minimal 2 Bulan dalam 2 Tahun
Pertama sesuai dengan Kompetensi Keahlian yang Diampunya
Kombinasi pembelajaran teori di ruang kelas dan perpustakaan (theoretical
learning) dan pembelajaran praktik di lab (practical learning) dirancang
sedemikian rupa dalam rangka menghasilkan lulusan dengan tingkat
mutu tertentu yang siap memasuki dunia kerja. Keberhasilan pendidikan
vokasi tidak hanya diukur dari segi mutunya saja, melainkan juga dari
segi relevansinya. Hubungan mutu dan relevansi ibarat dua sisi dari satu
keping mata uang. Mutu lulusan pendidikan vokasi dianggap relevan oleh
para pengguna lulusan, yang dalam hal ini adalah sektor dunia usaha
dan dunia industri (DUDI) apabila apa yang mereka dapatkan sama
dengan atau lebih besar dari yang mereka harapkan. Kenyataan yang
terjadi adalah sebaliknya. DUDI menilai bahwa lulusan pendidikan vokasi
belum siap kerja, mereka over qualiied but under experience. Berdasarkan
pengalamannya, banyak pre-rekruit menghadapi dilema karena banyak
pelamar yang memiliki potensi tinggi harus direlakan untuk tidak diseleksi
lebih lanjut karena tidak memiliki pengalaman kerja yang relevan
sebagaimana seringkali diminta oleh pengguna lulusan.
Sekarang dan kedepan, para penyedia kerja mengharapkan dari para
lulusan tidak hanya memiliki pengetahuan dari bidang studi atau
keakhliannya saja, tetapi juga kemampuan adaptasi terhadap lingkungan
kerja baru tempat mereka bergabung, membawa keterampilanketerampilan komunikasi yang luar biasa, kemampuan memimpin dan
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
67
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dipimpin, dan kemampuan yang teruji dapat berfungsi secara eisien dan
efektif. Ini berarti bahwa transferable skills penting bagi para peserta didik.
Transferable skills adalah keterampilan-keterampilan atau kemampuankemampuan yang dapat diaplikasikan secara sama dari pekerjaan satu
ke pekerjaan lainnya. Keterampilan-keterampilan ini juga dikenal dengan
keterampilan keterampilan kunci (key skills), keterampilan-keterampilan
generik (generic skills) atau keterampilan-keterampilan inti (core skills).
Keterampilan-keterampilan tersebut meningkatkan employability lulusan
dan dapat diperbaiki melalui pembelajaran di tempat kerja. Untuk
mengatasi kekurangannya, guru perlu mendapatkan experiential learning.
Di samping itu, fasilitas laboratorium yang tersedia pada umumnya berupa
miniatur simulatif inkubatif eksperimentatif sebagai sarana belajar, bukan
untuk memproduksi barang atau/dan jasa yang riil untuk pasar.
Pengalaman kerja sama sekali berbeda dari eksperimen dan tidak dapat
digantikan oleh laboratorium. Bekerja di industri adalah cara terbaik untuk
mempelajari sikap profesional, interpersonal skills guru. Juga berbeda
dengan pembelajaran di kelas yang lebih didasarkan pemerolehan
keterampilan teknis, dan kegiatan-kegiatan pengajaran formal yang
membekali peserta didik dengan pengetahuan, skills dan konsep-konsep,
dan penekanan pada keterampilan-keterampilan kognitif.
Pembelajaran di tempat kerja atau program sandwich atau kerjasama
pendidikan atau penempatan kerja atau magang, bukan apprenticeship.
Sementara pembelajaran di tempat kerja adalah suatu pembelajaran yang
terstruktur, yaitu seseorang peserta didik diminta untuk bekerja di suatu
perusahaan atau organisasi dalam suasana kerja yang sesungguhnya.
Pembelajaran ditempat kerja mempunyai tujuan belajar dari kerja dengan
disupervisi oleh tutor akademik dan supervisor di tempat kerja, belajar
secara mandiri yang didukung oleh kontrak-kontrak pembelajaran dan
petunjuk-petunjuk pembelajaran.
Sehubungan dengan itu, guru harus memahami, menginternalisasi
pembelajaran yang sebenarnya pada tempat kerja. Hal tersebut
dapat menajamkan dan menumbuhkan kompetensi yang sebenarnya
antarkompetensi keahlian, kompetensi metode, kompetensi kepribadian,
dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, seorang guru diharapkan
merupakan Guru Produktif yang magang di industri minimal 2 bulan dalam
2 tahun pertama sesuai dengan kompetensi keahlian yang diampunya.
68
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Dalam menyiapkan guru yang lebih berpengalaman dalam Dunia Usaha
dan Dunia Industri, Direktorat PKLK menyiapkan target dalam penyiapan
guru yang akan magang di Dunia Usaha dan Dunia Industri. Tabel 4.8
merupakan target penyiapan guru kemandirian yang akan magang di
DUDI.
Tabel 4.8 Target Guru Kemandirian yang magang di DUDI
(Direktorat Pembinaan PKLK, 2016)
No
Kegiatan
2017
2018
2019
1
Guru Kemandirian yang akan
magang di DUDI
966 guru
966 guru
645 guru
2
Guru Kemandirian yang
mendapat pengakuan
966 guru
966 guru
645 guru
(d) Penyiapan Program Talent Scouting untuk Calon Kepala Sekolah
Kejuruan
Kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Oleh karena itu, seorang kepala sekolah harus memiliki kualitas kinerja
yang andal dan memiliki keunggulan. Untuk menjaring calon kepala
sekolah yang berkualitas, PPPG lingkup kejuruan (sekarang PPPPTK
lingkup kejuruan) pada anggaran 1994/1995 telah melaksanakan
program penyiapan Kepala SMK melalui program Talent Scouting.
Program Talent Scouting merupakan seperangkat kegiatan yang bertujuan
untuk melakukan penelusuran bakat/seleksi calon kepala SMK yang
diselenggarakan melalui tahapan sebagai berikut.
• Seleksi tahap satu (seleksi administratif) yang dilakukan sepenuhnya
oleh pihak wilayah, dalam hal ini LP2KS, di propinsi terkait;
• Seleksi tahap dua (seleksi kemampuan calon), yang dilaksanakan di
wilayah oleh TIM Talent Scouting (TS) tingkat Pusat (unsur Ditjen GTK,
LP2KS dan PPPPTK Lingkup Kejuruan) bersama-sama dengan tim
seleksi wilayah melalui kegiatan wawancara dan evaluasi proposal yang
bersangkutan; dan
• Seleksi tahap tiga (tahap akhir), yang dilaksanakan melalui Pelatihan
Calon Kepala SMK di 6 (enam) PPPPTK Lingkup Kejuruan selama 3 (tiga)
bulan.
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
69
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tujuan talent scouting untuk calon kepala sekolah kejuruan adalah: (1)
memahami dan mengimplementasikan kebijakan pendidikan nasional
dalam bidang pendidikan vokasi; (2) memahami dan mengembangkan
organisasi SMK; 3) mengimplementasikan kepemimpinan yang efektif
(efective leadership) di sekolah masing-masing; dan (4) mengoptimalkan
potensi sumber daya yang ada di sekolah masing-masing.
Materi programtalentscouting untuk calon kepala sekolah kejuruan antara
lain: (1) kebijakan pendidikan menengah kejuruan; (2) pengembangan
entrepreneurial pada tamatan SMK; (3) pengorganisasian SMK; (4)
kepemimpinan yang efektif di sekolah; (5) perancangan program
pemberdayaan SMK; dan (5) pemberdayaan sumber daya sekolah untuk
Generality Unit (GU).
(e)
Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah Kejuruan
Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan
kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di
sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan
yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah
bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan
pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Hal tersebut
menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan
tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin
efektif dan eisien.
Kepala sekolah selaku supevisor pendidikan memiliki fungsi mengarahkan,
membimbing, dan mengawasi seluruh kegiatan pendidikan dan kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan guru yang ditunjang oleh pegawai di
sekolah. Kepala sekolah hendaknya melakukan observasi yang terusmenerus tentang kondisi-kondisi dan sikap-sikap di kelas, di ruangan
guru, di ruang tata usaha, dan pada pertemuan-pertemuan staf pengajar.
Tujuan hal tersebut adalah untuk memberikan bantuan pemecahan
atas kesulitan-kesulitan yang dialami guru dan pegawai serta melakukan
perbaikan-perbaikan baik langsung maupun tidak langsung mengenai
kekurangan-kekurangannya, sehingga secara bertahap kualitas dan
produktivitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan staf kepala
sekolah, guru di kelas, kinerja wali kelas, dan pegawai tata usaha akan
menjadi semakin baik secara berkelanjutan.
70
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Dengan kemampuan profesional manajemen pendidikan, kepala
sekolah diharapkan dapat menyusun program sekolah yang efektif,
menciptakan iklim sekolah yang kondusif dan membangun unjuk kerja
personel sekolah serta dapat membimbing guru melaksanakan proses
pembelajaran. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13
Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dinyatakan bahwa
seorang kepala sekolah harus memiliki kompetensi supervisi berupa (1)
merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan
profesionalisme guru, (2) melaksanakan supervisi akademik terhadap
guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat,
dan (3) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam
rangka peningkatan profesionalisme guru.
(f)
Pengembangan Kompetensi Pengawas SMK
Pasal 55, ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan menegaskan bahwa pengawasan satuan
pendidikan memiliki peran dan tugas untuk pemantauan, supervisi,
evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan yang harus
dilakukan secara teratur dan kesinambungan. Lebih lanjut, pada Pasal
57 ditegaskan bahwa tugas supervisi meliputi supervisi akademik dan
manajerial terhadap keterlaksanaan dan ketercapaian tujuan pendidikan
disekolah.
Tugas pokok pengawas adalah (1) melaksanakan pengawasan akademik,
yaitu membina guru agar dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran/
bimbingan dan hasil belajar peserta didik, dan (2) melaksanakan
pengawasan manajerial, yaitu membina kepala sekolah dan seluruh staf
sekolah agar dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan
pada sekolah yang dibinanya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualiikasi dan
kompetensi pengawas sekolah. Standar kualiikasi menjelaskan
persyaratan akademik dan nonakademik untuk diangkat menjadi
pengawas sekolah. Standar kompetensi memuat seperangkat
kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk
dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah
yakni (a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi manajerial,
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
71
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(c) kompetensi supervisi akademik, (d) kompetensi evaluasi pendidikan,
(e) kompetensi penelitian dan pengembangan, dan (f) kompetensi sosial.
Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan perlu memprogramkan agar
pengawas sekolah tampil menjadi motivator disekolah. Selain itu, perlu
pula memprogramkan peningkatan atau pelatihan pengawas sekolah
agar akhirnya pengawas sekolah bekerja dengan efektif dan efesien.
(g)
Peningkatan Kompetensi Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan adalah tenaga/pegawai yang bekerja pada satuan
pendidikan selain tenaga pendidik. Pasal 1 Ayat (5) Undang-undang Nomor
20 tahun 2003 menyatakan bahwa tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Pasal 39 Ayat (1) UU Nomor 20 tahun
2003 menyatakan bahwa tenaga kependidikan bertugas melaksanakan
administrasi pendidikan pada satuan pendidikan.
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pasal 40 Ayat (2) UU Nomor
20 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik dan
tenaga kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan
yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (2)
mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan; dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga,
profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Karena pentingnya tenaga kependidikan, perlu mendapatkan
perhatian untuk peningkatan kompetensi sehingga yang bersangkutan
secara optimal dapat mendukung proses pembelajaran.
Pemenuhan guru produktif SMK dilakukan melalui kegiatan (1) penataan/
pemerataan guru yang ada melalui alih tugas dan programkeahlian ganda, (2)
pengangkatan guru baru, serta (3) guru outsourcing. Pengangkatan guru baru
dan outsourcing dilakukan apabila tidak ada kondisi kelebihan guru di satuan
pendidikan yang dapat dialihtugaskan atau diikutkan program keahlian ganda.
(a) Alih Tugas
Alih tugas atau mutasi adalah pemindahan guru dari satuan pendidikan
yang satu ke satuan pendidikan lainnya dengan tetap mengampu
matapelajaran yang sama. Alih tugas/mutasi dapat dilakukan antar satuan
72
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
pendidikan sejenis, antar jenis pendidikan, antar jenjang pendidikan,
antar Kabupaten/Kota maupun antar Provinsi.
Alih tugas/mutasi guru antar satuan pendidikan sejenis adalah pemindahan
guru dari satuan pendidikan ke satuan pendidikan sejenis dan sejenjang,
misalkan dari SMA ke SMA, SMK ke SMK. Alih tugas/mutasi guru antar
jenis pendidikan merupakan pemindahan guru dari satuan pendidikan
SMA ke SMK atau sebaliknya. Alih tugas/mutasi antar jenjang pendidikan
misalkan dari SMA ke SMP, dari SMK ke SMP. Alih tugas/mutasi antar
Kabupaten/Kota dan antar Provinsi dilakukan apabila sekolah tempat
guru dipindahkan berada di Kabupaten/Kota atau Provinsi lain.
Pemerintah Provinsi sesuai dengan kewenangan menetapkan kriteria
guru yang dipindah/alih tugaskan. Dalam menentukan kriteria
tersebut, pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya perlu
memprioritaskan/mempertimbangkan hal-hal berikut.
• Kesesuaian mata pelajaran yang diampu dengan latar belakang
pendidikan dan/atau sertiikat pendidiknya;
• Pemenuhan beban minimal tatap muka;
• Pemerataan mutu pendidikan;
• akses/keterjangkauan (jarak, moda transportasi, waktu tempuh, dan
biaya);
• kondisi sosial yang kondusif; dan
• hal-hal lain sesuai dengan kebutuhan daerah.
Pemerintah Provinsi/Daerah yang tidak menetapkan kriteria guru yang
dipindah dapat mempertimbangkan hal-hal berikut.
• Mempunyai sertiikat pendidik, tapi belum dapat memenuhi beban tatap
muka minimal 24 jam per minggu;
• Atas permintaan sendiri;
• Memenuhi aspek pemerataan mutu pendidikan;
• Memiliki aksesibilitas tinggi ke satuan pendidikan baru;
• Dibutuhkan oleh satuan pendidikan di Kabupaten/Kota lain;
• Dapat diterima di satminkal yang baru;
• Tidak sedang mengemban tugas tambahan.
Jenis guru SMK berdasarkan Kurikulum 2006 yang tidak dibutuhkan dalam
Kurikulum 2013 dan dapat dialih tugaskan hanya guru SMK, yaitu guru IPA
dan IPS sebagaimana dicantumkan dalam Tabel 4.9.
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
73
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tabel 4.9 Alih Tugas Jenis Guru SMK Kurikulum 2006
(Direktorat Guru Pendidikan Menengah, 2016)
No
Jenis Guru pada
Kurikulum 2006
Konversi pada Guru
Kurikulum 2013
1
IPA
Mutasi ke SMP
Diklat IPA SMP
2
IPS
Mutasi ke SMP
Diklat IPS SMP
Konsekuensi
(b) Program Keahlian Ganda
Program keahlian Ganda adalah pemindahan fungsi guru dari jenis guru
tertentu ke jenis guru lainnya, misalnya dari guru matematika menjadi guru
biologi, guru bahasa Indonesia menjadi guru bahasa Inggris. Guru dapat
dialih fungsikan pada satuan pendidikan jika jumlah guru berlebih dan
tidak mungkin dialihtugaskan. Program keahlian ganda dapat dilakukan
pada guru, baik yang sudah memiliki sertiikat pendidik maupun yang
belum. Program keahlian ganda pada guru dapat dilakukan pada satu
satuan pendidikan, atau diikuti dengan alih tugas/mutasi antarsatuan
pendidikan, antarjenjang pendidikan, antarjenis pendidikan, antar
Kabupaten/Kota, antar Provinsi, dan alih fungsi ke/dari jabatan struktural.
Sebagai konsekuensi program keahlian ganda, guru harus mengikuti:
• Sertiikasi sesuai dengan keahlian/mata pelajaran barunya;
• Pelatihan peningkatan kompetensi untuk keahlian/mata pelajaran
barunya; atau
• Kualiikasi akademik sesuai mata pelajaran baru yang diampu;
Jenis guru menurut Kurikulum 2006 yang tidak diperlukan lagi dalam
Kurikulum 2013 harus dibekali keahlian lain atau dikonversikan atau
diberi kewenangan untuk mengampu mata pelajaran lain yang ada
dalam Kurikulum 2013. Jenis guru menurut Kurikulum 2006 yang belum
berkualiikasi S-1/D-IV harus menempuh pendidikan untuk mendapat
kualiikasi S-1/D-IV, sedangkan yang belum bersertiikat harus mengikuti
sertiikasi sesuai dengan ketentuan. Alih fungsi/konversi guru tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11.
74
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Tabel 4.10 Program Keahlian Ganda Jenis Guru SMK Kurikulum 2006
ke Guru Kurikulum 2013
(Direktorat Guru Pendidikan Menengah, 2016)
Jenis Guru pada
Kurikulum 2006
Kualiikasi/
Sertiikat
Keahlian Ganda Guru
pada Kurikulum 2013
Konsekuensi
1
IPA
S-1 bukan IPA
Penambahan Fungsi
menjadi Guru Produktif
sesuai kualiikasi
akademiknya
Mengikuti sertiikasi
sesuai kualiikasi
akademiknya
2
IPS
S-1 bukan IPS
Penambahan Fungsi
menjadi Guru Mapel
lain sesuai kualiikasi
akademiknya
Mengikuti sertiikasi
sesuai kualiikasi
akademiknya
3
KKPI
S-1/D-IV bukan
TIK/Informatika
Penambahan Fungsi
menjadi Guru Mapel
lain sesuai kualiikasi
akademiknya
Mengikuti sertiikasi
sesuai kualiikasi
akademiknya
S-1/D-IV TIK/
Informatika
bersertiikat
KKPI
Penambahan Fungsi
menjadi Guru Paket
Keahlian dalam Program
TIK
Sertiikasi ke 2
No
Mengacu pada Permendikbud No 68 tahun 2014,
Berperan sebagai guru pembimbing peserta didik,
guru dan adminsistrasi SMK
4
Kewirausahaan
Bersetiikat
Kewirausahaan
Mengampu
mapel Prakarya &
Kewirausahaan
Diklat Prakarya &
Kewirausahaan
Sertiikasi Prakarya &
Kewirausahaan
Sertiikasi kedua sesuai
Mengampu mapel sesuai
kualifkasi kademiknya
kualiikasi akademiknya
5
Teknik Instalasi
Tenaga Listrik
S-1/D-IV dan
bersertiikat
Penambahan Fungsi
menjadi Guru Mapel lain
Mengikuti Program S1/
DIV Prodi Lain
Sertiikasi mata
pelajaran yang baru
Teknik Jaringan Tenaga
Listrik
Diklat Penyegaran
Paket Keahlian yang
baru
Teknik Instalasi
Pemanfaatan Tenaga
Listrik
Diklat Penyegaran
Paket Keahlian yang
baru
6
Teknik
Instrumentasi
Gelas
S-1/D-IV dan
bersertiikat
Konversi ke Paket
Keahlian Teknik
Instrumentasi Logam
Diklat Penyegaran
Instrumentasi Logam
7
Teknik dan
Manajemen
Transportasi
S-1/D-IV dan
bersertiikat
Konversi ke Teknik
Pelayanan Produksi
Diklat Penyegaran
Teknik Pelayanan
Produksi
Konversi ke Teknik
Pergudangan
Diklat Penyegaran
Teknik Pergudangan
Penambahan Fungsi
Guru Tata Busana
Surat Keterangan
Konversi Sertiikat
Diklat Penyegara Tata
Busana
8
Garmen
S-1/D-IV dan
bersertiikat
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
75
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
No
9
10
Jenis Guru pada
Kurikulum 2006
Kualiikasi/
Sertiikat
Teknik Elektronika S-1/D-IV dan
Industri
bersertiikat
Teknik Produksi
dan Penyiaran
Program Radio
S-1/D-IV dan
bersertiikat
Keahlian Ganda Guru
pada Kurikulum 2013
Konsekuensi
Konversi ke Paket
Keahlian pada Program
Keahlian Tekstil sesuai
kualiikasi akademik yang
dimiliki
Surat Keterangan
Konversi Sertiikat
Diklat Penyegaran
Paket Keahlian pada
Program Keahlian
Tekstil
Konversi ke Paket
Keahlian Teknik
Elektronika Industri
Surat Keterangan
Konversi Sertiikat
Diklat Penyegaran
Teknik Elektronika
Industri
Konversi ke Paket
Keahlian Teknik
Elektronika Komunikasi
Surat Keterangan
Konversi Sertiikat
Diklat Penyegaran
Teknik Elektronika
Komunikasi
Teknik Produksi dan
Diklat Penyegaran
Penyiaran Program Radio Teknik Radio dan
dan Pertelevisian
Pertelevisian
Tabel 4.11 Konversi Jenis Guru SMK Spektrum 2013 ke Guru Spektrum 2016
(Direktorat Guru Pendidikan Menengah, 2016)
No
76
Paket Keahlian pada
Spektrum SMK 2013
Konversi pada Kompetensi Keahlian
Spektrum SMK 2016
Kode
Sertif
Konstruksi Gedung, Sanitasi dan
Perawatan
1
Teknik Konstruksi Baja
2
Teknik Konstruksi Kayu
3
Teknik Konstruksi Batu dan
Beton
4
Teknik Gambar Bangunan
5
Teknik Plambing dan Sanitasi
Menjadi:
Konstruksi Gedung, Sanitasi dan
Perawatan
6
Teknik Furnitur
Menjadi:
Desain Interior dan Teknik Furnitur
7
Kontrol Proses
Menjadi:
Instrumentasi dan Otomatisasi Proses
8
Teknik Konstruksi Kapal Kayu
Teknik Konstruksi Kapal
Fiberglass
Menjadi:
Konstruksi Kapal Kayu dan Fiberglass
9
10
Teknik Elektronika Komunikasi Menjadi:
11
Teknik Energi Hidro
12
Teknik Energi Surya dan Angin
13
Teknik Suitsing
Konstruksi Jalan, Irigasi dan Jembatan
Pilihan:
Bisnis Konstruksi dan Properti
Desain Pemodelan dan Informasi
Bangunan
Menjadi:
Teknik Elektronika Industri
Teknik Energi Surya, Hidro, dan Angin
534
679
680
Menjadi:
Teknik Transmisi Telekomunikasi
599
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Konversi pada Kompetensi Keahlian
Spektrum SMK 2016
No
Paket Keahlian pada
Spektrum SMK 2013
14
Teknik Produksi dan
Penyiaran Program Radio dan
Pertelevisian
Pilihan:
15
Teknik Tanah dan Air
Pilihan:
16
Budidaya Krustacea
17
Budidaya Kekerangan
18
Pemasaran
19
Jasa Boga
20
Patiseri
21
Tata Kecantikan Rambut
22
Tata Kecantikan Kulit
Produksi dan Siaran Program Radio
Kode
Sertif
682
Produksi dan Siaran Program Televisi
Produksi Film dan Program Televisi
Menjadi:
Pilihan:
Alat Mesin Pertanian
612
Otomatisasi Pertanian
Agribisnis Perikanan Air Payau dan Laut
Akuntansi dan Keuangan Lembaga
540
Perbankan dan Keuangan Mikro
543
Perbankan Syariah
697
Menjadi:
Tata Boga
Menjadi:
Tata Kecantikan Kulit dan Rambut
Guru yang berminat untuk mengonversi kompetensi keahlian agar
mendaftar kepada program alih fungsi yang dilaksanakan. Setelah mendaftar,
guru akan mengikuti pelatihan in-on-in agar menguasai kompetensi keahlian
yang akan diajarkan.
Pada proses on pertama, guru tetap mengajar adaptif di sekolah asal.
Namun, guru harus belajar mandiri terbimbing pada kompetensi keahlian
produktif bersama Instruktur nasional atau pembimbing yang ditunjuk. Waktu
belajar menghabiskan 300 jam pelajaran dan menyelesaikan 3 modul. Tempat
pembelajaran akan didesain berada di sekolah yang sudah terstandardisasi
mengadakan kegiatan tersebut.
Pada proses in pertama, guru akan mengikuti pelatihan secara fokus dan
intensif secara teori dan praktik. Guru mengikuti pelatihan dengan metode
releksi pembelajaran mandiri terbimbing dengan menyelesaikan 400 jam
pelajaran dalam 4 modul. Materi belajar yang diberikan merupakan materi
profesional, pedagogik, entrepreneurship dan juga praktik di DUDI.
Pada proses on kedua, guru akan mempraktikkan pengajaran hasil materi
di in pertama pada sekolah yang dituju. Walau mengajar, guru tetap belajar
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
77
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
mandiri terbimbing dengan waktu belajar sebanyak 200 jam pelajaran dan
menyelesaikan 2 modul guru.
Pada proses in kedua, guru melaksanakan pelatihan penajaman materi
produktif dan releksi pembelajaran mandiri terbimbing dengan menyelesaikan
1 modul pembelajaran sebanyak 100 jam pelajaran. Tempat pembelajaran
bisa di PPPPTK, SMK Rujukan, LPMP, Badan dan Diklat. Selain itu guru juga
melaksanakan praktik di DUDI.
Setelah selesai, guru akan melakukan sertiikasi guru melalui pola PLPG
(teori dan praktik pembelajaran selama 9 hari). Tempat di perguruan tinggi
penyelenggara sertiikasi guru yang ditetapkan oleh Menteri dan memiliki
prodi yang sejenis. Kompetensi yang disertiikasi adalah kompetensi
profesional, pedagogis, kepribadian dan sosial. Instruktur yang ditetapkan
adalah dosen yang telah ditetapkan Kemenristek Dikti dan memiliki nomor
register instruktur. Guru juga akan mengikuti uji kinerja dan mengikuti UKG.
Gambar 4.4 menjelaskan desain alih fungsi guru.
Tahun
2016
Bulan
Des
2017
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
ON-1
IN-1
ON-2
IN-2
Mengajar Mapel Awal
Pelatihan
Magang Mapel Produktif
Pelatihan
Belajar Mandiri 3 Modul
Penguatan
Materi
Produktif
(3-4 Modul)
Praktek Pembelajaran
di Kelas dan Bengkel,
Belajar Mandiri 2 Modul
Penajaman
Materi
Produktif
Minimum
JP per
Minggu
15 s.d. 25 JP
50 JP
15 s.d. 25 JP
50 JP
Durasi
12 s.d. 20 minggu
8 minggu
10 s.d. 12 minggu
4 minggu
10 hari
Total JP
300
400
200
200
90
Kegiatan
Belajar
Mandiri
Terbimbing
Gambar 4.4 Desain Alih Fungi Guru melalui Program Sertiikasi
(Direktorat Guru Pendidikan Menengah, 2016)
78
Des
Sertiikasi
Guru
PLPG
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
a. Pengangkatan Guru PNS Baru
Pemerintah provinsi dapat melakukan pengangkatan guru produktif
PNS baru dengan mengikuti peraturan perundangan yang berlaku. Guru
produktif PNS baru yang dapat diangkat sesuai dengan jenis guru menurut
Kurikulum 2013.
b. Guru Outsourcing
(1) Tenaga Profesional Dunia Usaha dan Industri
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Pasal 9 menyatakan masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaran pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, masyarakat dalam hal ini dunia usaha dan
industri bertanggungjawab pula dalam pelaksanaan pendidikan, termasuk
penyediaan guru SMK (ikut sebagai guru outsourcing). Penyediaan guru
melalui outsourcing bagi SMK dapat dilakukan dengan menggunakan
tenaga profesional dari dunia usaha dan industri (DUDI) sebagai guru
produktif atau guru keterampilan SMK. Tenaga profesional outsourcing
tersebut antara lain teknisi industri, seniman/empu tari, seniman musik,
perajin seni, ahli boga/chef, akuntan dan berbagai profesi lain yang relevan.
Kehadiran para tenaga profesional tersebut dalam proses pembelajaran
di SMK tentunya hanya berkaitan dengan pengajaran keterampilan dan
penilaian/pengukuran hasil kerja sesuai dengan kriteria yang diterapkan di
dunia usaha dan industri. Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan
tenaga profesional DUDI antara lain sebagai berikut.
• Peserta didik maupun guru secara tidak langsung akan mengetahui dan
belajar proses produksi yang diterapkan di DUDI, proses yang mengacu
pada asas efektif dan eisien;
• Guru dan pihak sekolah dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang diterapkan di DUDI;
• Terjadi link and match antara sekolah dan industri/DUDI;
• Industri/DUDI mendapat gambaran potensi/kemampuan calon lulusan
SMK yang akan bekerja di industri;
• Penggunaan tenaga outsourcing profesional dari DUDI sebagai guru
SMK sebaiknya dilakukan dalam rangka kerjasama antara sekolah dan
industri/institusi pasangannya.
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
79
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(2) Mahasiswa peserta didik Calon Guru
Mahasiswa peserta didik calon guru dari perguruan tinggi atau LPTK
mempunyai kewajiban untuk praktik di sekolah dalam kurun waktu
tertentu. Perguruan tinggi biasanya melakukan kerjasama dengan SMA
dan SMK untuk penempatan mahasiswa peserta didiknya. Bagi mahasiswa
peserta didik yang telah selesai melakukan praktik mengajar, apabila
diminta untuk menjadi guru di SMA/SMK akan memberi manfaat sebagai
berikut.
Bagi Sekolah
• Kekurangan/kebutuhan guru terpenuhi;
• Kekurangan guru di SMA/SMK tidak harus dipenuhi dengan guru tetap;
• Pihak sekolah lebih mengetahui peta kemampuan LPTK.
Bagi Mahasiswa peserta didik Bersangkutan
• Menambah jam terbang atau pengalaman mengajar;
• Lebih memahami peserta didik;
• Lebih memahami kehidupan lingkungan sekolah;
• Secara makro lebih memahami dunia pendidikan;
• Mendapat penghasilan tambahan.
Bagi LPTK/Politeknik Bersangkutan
• Mengetahui kebutuhan jumlah guru di sekolah
• Mengetahui lebih jelas kompetensi guru
• Sekolah secara lidak langsung menjadi laboratorium LPTK;
• LPTK/Politeknik dapat mengetahui/mengikuti dinamika pembelajaran
di sekolah;
• LPTK/Politeknik dapat mengetahui perubahan/perkembangan teknologi
yang terjadi di SMK.
• Pemenuhan guru produktif SMK dengan memanfaatkan mahasiswa
peserta didik LPTK sebaiknya dikuatkan dengan MOU atau perjanjian
kerja antara sekolah danLPTK bersangkutan.
4.8 Akreditasi dan Tata Kelola Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi
Akreditasi pengakuan publik atau pengakuan eksternal kepada instansi
dengan standar tertentu semata-mata untuk memberi jaminan kepada
masyarakat bahwa lembaga pendidikan tersebut layak dan menjadi acuan
utama untuk terjadinya proses belajar. Oleh karena itu, output-nya pun dijamin
dan bisa digunakan oleh masyarakat pengguna lulusan, dalam hal ini dunia
kerja.
80
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Masih banyak program kejuruan di SMK dan lembaga pendidikan kursus
dan pelatihan yang belum terakreditasi. Hal ini menumbuhkan keraguan bagi
kualitas penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan tersebut. Hal ini
juga berakibat pada keraguan akan kualitas lulusan yang berasal dari lembaga
tersebut. Untuk menghindari hal tersebut, satuan pendidikan vokasi harus
menjalani proses akreditasi. Oleh karena itu, akreditasi kelembagaan menjadi
salah satu strategi dalam revitalisasi pendidikan vokasi. Sebagai contoh,
Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan menargetkan akan menyiapkan
2.500 lembaga kursus dan pelatihan terakreditasi tiap tahunnya sampai 2019.
Kelembagaan juga sangat krusial untuk ditata agar konsep pendidikan
vokasi bisa tepat sasaran dan berhasil. Salah satu yang membuat kacaunya
pengelolaan pendidikan vokasi Indonesia adalah karena tatanan kelembagaan
yang tambal sulam dan tidak adanya kesepakatan antar lembaga terkait demi
mencapai tujuan akhir.
Dalam pengelolaan pendidikan vokasi, paling tidak ada beberapa pihak
yang mutlak harus berkolaborasi dan memiliki komitmen penuh untuk
terlibat. Mereka adalah Kementerian dan Dinas Pendidikan, Kementerian
dan Dinas Tenaga Kerja, asosiasi-asosiasi profesi, perusahaan swasta dan
instansi pemerintah (sebagai pengguna output) serta lembaga pendidikan
vokasi (formal dan nonformal). Akan lebih bagus lagi bila lembaga terkait
seperti Bappenas dan Bappeda, Kementerian dan Dinas Perindustrian, serta
Gubernur/Bupati/Walikota bisa ikut dimasukkan dan memiliki keterlibatan
aktif karena berhubungan dengan pembangunan ekonomi nasional dan
daerah.
Tatanan kelembagaan dalam menjalankan skema nasional pendidikan
vokasi ini harus diberi payung hukum yang sangat kuat karena melibatkan
banyak pihak. Tanpa adanya payung hukum setingkat UU, sangat sulit bagi
lembaga pendidikan vokasi untuk dapat memajukan dirinya dan berkontribusi
bagi ekonomi bangsa.
Hal-hal yang mutlak harus diatur dalam Undang-Undang Pendidikan Vokasi
adalah menyangkut peran, hak, dan tanggung jawab setiap pihak, kemudian
proses perencanaan, penyelenggaraan, hingga evaluasi dan akreditasi. Harus
juga diatur yang jelas mengenai kewajiban pihak-pihak terkait untuk terlibat
aktif dalam kegiatan pembelajaran berbasis dunia kerja, penyaluran kegiatan
praktik dan lulusan, dan lain-lain. Tidak lupa harus diatur juga mengenai
penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) jika ada pihak yang sangat besar
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
81
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
kontribusinya ataupun melanggar aturan. Dengan demikian, perusahaan akan
memiliki kewajiban ikut menerima dan melatih peserta didik vokasi, jika tidak
maka ada sanksinya.
Sistem pendidikan vokasi pada era globalisasi semacam ini harus
leksibel. Kekakuan pada struktur dan sistem kerja hanya akan membuat
pendidikan vokasi tidak berkembang dan gagal mengemban misi memajukan
perekonomian bangsa. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah dengan
mengatur agar ada lembaga formal dan nonformal dalam penyelenggaraan
pendidikan vokasi. Lembaga nonformal akan memiliki banyak keleluasaan
dalam bergerak dan mengantisipasi kebutuhan pasar. Pendidikan nonformal
juga akan lebih leksibel dalam mengatur lembaganya karena struktur yang
lebih luwes dan birokrasi yang tidak begitu kaku.
Pada lembaga pendidikan formal, peran akan lebih diarahkan pada
penyelenggaraan jurusan-jurusan yang masuk dalam kategori “utama”
atau yang memiliki paling banyak permintaan dari pasar kerja. Lembaga
penyelenggara nonformal bisa melaksanakan kegiatan pada jurusan-jurusan
yang “cabang” atau yang terus berubah spesiikasi dan kualiikasinya,
termasuk ke jurusan yang bersifat sesuai “permintaan pasar” tertentu. Hal ini
sulit dilakukan oleh lembaga formal. Jadi, ada pembagian peran sehingga bisa
menguntungkan bagi semua pihak.
Dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi, terdapat tiga jenis satuan
pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang terlibat, yaitu
SMK, LKP, dan SMALB. Ketiga jenis satuan pendidikan ini mempunyai proses
penyelenggaraan pendidikan yang berbeda. SMK dan SMALB berada di
pendidikan formal, sedangkan LKP berada di pendidikan nonformal. Ketiga
pendidikan ini berdiri secara sendiri-sendiri dalam menjalankan proses
pendidikan.
Selain itu, proses pendidikan vokasi sekarang masih belum terintegrasi
dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Penyusunan kurikulum
belum optimal melibatkan partisipasi DUDI sehingga proses pembangunan
kompetensi tidak sesuai dengan keinginan DUDI. Selain itu, tidak adanya
standardisasi dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi dalam pelaksanaan
magang bersama DUDI membuat keselarasan antara pendidikan vokasi dan
kebutuhan DUDI menjadi tidak terpenuhi. Oleh karena itu, dalam revitalisasi
pendidikan vokasi ini, integrasi dan sinkronisasi antara lembaga pendidikan
dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi menjadi penting. Selain itu, proses
82
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
penyelenggaraaan pendidikan juga harus link and match dengan kebutuhan
DUDI agar bisa dicetak lulusan yang siap untuk bekerja. Rencana integrasi
pendidikan vokasi ditunjukkan dalam Gambar 4.5.
SEKARANG
KE DEPAN
supply-driven
sekolah sebagai penghela
demand-driven
industri sebagai penghela
kejuruan terintegrasi
kejuruan
SMK
DUDI
13 ribu sekolah
4,8 juta siswa
141 kompetensi
(dunia usaha
&
dunia industri)
kursus
SMALB
19 ribu lembaga
2,3 juta peserta
74 kompetensi
1,9 ribu sekolah
114 ribu peserta
20 kompetensi
kursus
Sistem Ganda
SMK
DUDI
• Berbagi sumberdaya
• Integrasi proses
• Kesamaan standar
30%
teori
70%
praktek & karakter
SMALB
Penyelenggaraan SMK, Kursus, dan SMA-LB secara terintegrasi
Kuat link and match dengan DUDI (kurikulum, praktek, pengujian, sertifikasi) -> Sistem Ganda
Pendidikan Kejuruan hanya merujuk pada SMK saja
Keuntungan DUDI: mendapatkan tenaga kerja terbaik sesuai kebutuhan, lebih loyal, lebih
efisien (tidak perlu training lagi)
Penyelenggaraan SMK, Kursus, dan SMA-LB berjalan sendiri-sendiri
Keuntungan Siswa: mendapat kemahiran kerja mutakhir (occupational proficiency), pendidikan
karakter (etos budaya kerja), sertifikat kompetensi
Lemah link and match dengan pasar kerja (DUDI)
Keuntungan Sekolah: efisiensi sumberdaya (guru/instruktur, alat/bahan, bengkel praktek)
Gambar 4.5 Rencana Integrasi lembaga pendidikan vokasi di Kemendikbud
Proses integrasi ini dimulai dari integrasi ketiga lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan vokasi. SMK, SMALB, Kursus dan Pelatihan bisa berintegrasi
dalam tiga hal, yaitu berbagi sumber daya, integrasi proses, dan kesamaan
proses. Berbagi sumber daya (resource sharing) yang dimaksud adalah ketiga
lembaga pendidikan ini bisa menggunakan resource sharing yang sama dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Seperti yang diketahui, pembangunan teaching factory atau laboratorium
kejuruanmemerlukan biaya yang sangat banyak sehingga pembangunan
sarana tersebut untuk setiap SMK dan lembaga kursus dan pelatihan pasti
membutuhkan anggaran dari APBN dan APBD yang tidak sedikit serta waktu
yang cukup banyak. Untuk mengatasi masalah ini, lembaga pendidikan SMK
bisa membagi penggunaan teaching factory yang ada di sekolah untuk bisa
dipakai oleh lembaga kursus pelatihan dan SMALB. Pembagian sarana ini
bisa dengan pembagian waktu penggunaan sehingga peserta didik SMK bisa
menggunakan laboratorium dan teaching factory.
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
83
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pembagian lain yang bisa dilakukan adalah guru dan tenaga pendidik.
Seperti yang diketahui, terdapat kekurangan Guru Produktif pada lembaga
pendidikan vokasi. Karena guru harus memenuhi jam mengajar selama 24 jam
seminggu, guru-guru ini bisa diberdayakan untuk mengajar di SMK, SMALB,
lembaga kursus dan pelatihan yang mempunyai program kejuruan yang
sama.
Selain berbagi sumber daya, integrasi proses juga bisa dilakukan pada
ketiga lembaga ini. Sebagai contoh, jika di SMK diadakan magang sebagai
tempat peserta didik untuk mempraktikkan keahlian yang dipelajari, ada
baiknya proses magang ini juga diadakan oleh program kejuruan di SMALB,
Lembaga Kursus dan Pelatihan yang relevan. Dalam magang ini, peserta didik
bisa mengalami langsung pengalaman yang bersinggungan dengan Dunia
Kerja dan Dunia Industri. Magang ini juga bisa membentuk kepribadian dan
karakter peserta didik untuk siap masuk dunia kerja.
Yang terakhir, integrasi yang bisa dilakukan adalah kesamaan standar.
Dalam penilaian dan saat sertiikasi profesi, harus ada standar penilaian yang
sama dalam program kejuruan yang sama, dan hal ini harus diterapkan ketiga
lembaga pendidikan tersebut sehingga lulusan dari ketiga lembaga ini bisa
diakui secara setara. Standar yang sama juga harus diterapkan dalam proses
belajar-mengajar untuk menghasilkan kualitas peserta didik yang terjamin
mutunya.
Proses integrasi ketiga jenis pendidikan ini akan mulai dilakukan di 2017.
Tahapan pertama adalah berbagi sumber daya seperti tempat praktik dan
guru. Tempat praktik yang ada di salah satu lembaga pendidikan hendaknya
juga bisa dipakai oleh peserta didik dari lembaga lain. Pembagian sumber daya
juga bisa berupa guru yang telah dilatih atau berasal dari DUDI.
Secara bertahap, integrasi akan merambah ke tata kelola yaitu
kesamaan standar dan proses dalam pelaksanaan pendidikan vokasi.
Misal dalam sertiikasi di bidang kompetensi yang sama, peserta didik dari
lembaga pendidikan yang berbeda bisa mengalami proses ujian yang telah
terstandarisasi sehingga hasil sertiikasinya bisa diakui. Diharapkan di 2019,
integrasi pendidikan vokasi ini bisa dilakukan sampai pada tingkat kecamatan
(lihat rencana integrasi pendidikan vokasi pada Gambar 4.7).
84
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
4.9 Regulasi
Pelaksanaan pendidikan vokasi melalui jalur pendidikan formal di SMK dan
Pendidikan Diploma dan melalui jalur Pendidikan Nonformal harus memiliki
legalitas dan regulasi yang kuat. Untuk itu, perlu ada pemihakan terhadap
penguatan program pendidikan vokasi melalui peninjauan dan perbaikan
pada sejumlah regulasi atau peraturan dan perundang-undangan terkait
dengan program pendidikan vokasi pada kursus dan pelatihan.
Pengesahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah memiliki konsekuensi dalam pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu, perlu segera disusun regulasi terkait
dengan pengelolaan pendidikan vokasi pada jalur pendidikan formal maupun
pada jalur pendidikan nonformal dengan membentuk payung hukum untuk
membentuk unit/satuan kerja yang melakukan koordinasi dan kerjasama
dalam pengembangan program pendidikan vokasi dan DUDI.
Revitalisasi pendidikan vokasi semakin kuat untuk dilakukan setelah
ditandatanganinya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016. Inpres
tersebut mengatur tentang revitalisasi pendidikan menengah dalam rangka
peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia
membuat dan berimplikasi pada berbagai lembaga yang diperintahkan
dalam inpres tersebut. Dalam inpres ini, Presiden menginstruksikan kepada
12 Menteri Kabinet Kerja, 1 Kepala Lembaga Pemberintah Non-Kementerian
dan 34 Gubernur untuk menjalankan perannya sesuai dengan tugas dan
fungsi dalam merevitalisasi pendidikan vokasi. Ke-12 Menteri yang ditugaskan
oleh Presiden adalah adalah Menko Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, Menteri dalam Negeri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Menteri Perindustrian, Menteri
Ketenagakerjaan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan,
Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Energi dan Sumber daya Mineral,
Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan. Selain itu juga Presiden secara
spesiik menugaskan Kepala Badan Nasional Sertiikasi Profesi (BNSP). Dalam
tabel berikut terdapat detil tugas yang dibebankan kepada masing-masing
pihak yang disebutkan dalam Inpres.
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
85
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tabel 4.12 Tugas Kementerian/Lembaga/Gubernur dalam Inpres 9/2016
Kementerian
Koordinator Bidang
Pembangunan
Manusia dan
Kebudayaan
Pemantauan dan
Evaluasi pelaksanaan
Instruksi Presiden
ini paling singkat 6
(enam) bulan sekali
dan melaporkan
hasilnya kepada
Presiden
Kementerian
Pendidikan dan
Kebudayaan
·
·
·
·
·
·
Kementerian
Ketenagakerjaan
Membuat peta jalan
pengembangan SMK
Menyempurnakan
dan menyelaraskan
kurikulum SMK
dengan kompetensi
sesuai kebutuhan
pengguna lulusan
(link and match)
Meningkatkan
jumlah dan
kompetensi bagi
pendidik dan tenaga
kependidikan SMK
Meningkatkan
kerja sama dengan
Kementerian/
Lembaga,
Pemerintah Daerah,
dan Dunia Usaha/
Industri
Meningkatkan
akses sertiikasi
lulusan SMK dan
akreditasiSMK; dan
Membentuk
Kelompok Kerja
Pengembangan SMK
Kementerian
Perhubungan
Kementerian Riset,
Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi
·
·
Mempercepat
· Menyusun proyeksi
penyediaan
pengembangan, jenis,
guru kejuruan
kompetensi (job title),
SMK melalui
dan lokasi industri
pendidikan,
khususnya yangterkait
penyetaraan, dan
dengan lulusan SMK;
pengakuan; dan
· Meningkatkan
Mengembangkan
kerja sama dengan
program studi
dunia usaha untuk
di Perguruan
memberikan akses
Tinggi untuk
yang lebih luas bagi
menghasilkan
siswa SMK untuk
guru kejuruan
melakukan Praktek
yang dibutuhkan
Kerja (PKL) dan
SMK
program magang bagi
pendidik dan tenaga
kependidikan SMK;
· Mendorong industri
untuk memberikan
dukungan dalam
pengembangan
teaching factory dan
infrastruktur; dan
· Mempercepat
penyelesaian Standar
Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
· Menyusun proyeksi · Meningkatkan akses · Meningkatkan
kebutuhan
sertiikasi lulusan
akses sertiikasi
tenaga kerja
SMK yang terkait
lulusan SMK yang
lulusan SMK yang
dengan bidang
terkait dengan
meliputi tingkat
perhubungan;
bidang kelautan
kompetensi, jenis,
· Meningkatkan
dan perikanan;
jumlah, lokasi dan
bimbingan bagi SMK · Meningkatkan
waktu
yang kejuruannya
bimbingan
· Memberikan
terkait dengan
bagi SMK yang
kemudahan bagi
perhubungan;
kejuruannya
siswa SMK untuk
· Memberikan
terkait dengan
melakukan praktek
kemudahan
kelautan dan
kerja di Balai
akses bagi siswa,
perikanan;
Latihan Kerja (BLK);
pendidik, dan tenaga · Memberikan
· Melakukan
kependidikan untuk
kemudahan
Revitalisasi BLK
melakukan PKL dan
akses bagi siswa,
yang meliputi
magang, termasuk
pendidik, dan
infrastruktur,
berbagi sumber daya
tenaga
86
Kementerian
Perindustrian
Kementerian Badan
Usaha Milik Negara
· Mendorong Badan
Usaha Milik Negara
(BUMN) untuk
menyerap lulusan
SMK sesuai dengan
kompetensi yang
dibutuhkan SMK;
· Mendorong BUMN
untuk memberikan
akses yang lebih
luas bagi siswa SMK
untuk melakukan
PKL dan magang bagi
pendidik dan tenaga
kependidikan SMK; dan
· Mendorong BUMN
untuk memberikan
dukungan dalam
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
sarana prasarana,
(resources sharing);
program pelatihan,
dan
dan sertiikasi; dan · Mempercepat
· Mempercepat
penyelesaian
penyelesaian
Standar Kompetensi
Standar
Kerja Nasional
Kompetensi Kerja
Indonesia
Nasional Indonesia
Kementerian Energi
dan Sumber Daya
Mineral
· Meningkatkan
akses sertiikasi
lulusan SMK yang
terkait dengan
bidang energy
dan sumber daya
mineral;
· Menyusun proyeksi
pengembangan,
jenis, kompetensi
(job title), dan
lokasi industri
energy yang terkait
dengan lulusan
SMK;
· Mendorong
industri energy
untuk memberikan
akses yan lebih
luas bagi siswa
SMK untuk
melakukan PKL
dan magang
bagi pendidik
dan tenaga
kependidikan SMK;
dan
· Mempercepat
penyelesaian
Standar
Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia
Kementerian
Kesehatan
kependidikan
untuk melakukan
PKL dan magang;
dan
· Mempercepat
penyelesaian
Standar
Kompetensi
Kerja Nasional
Indonesia
Kementerian
Keuangan
· Menyusun proyeksi
· Menyusun norma,
pengembangan,
standar, prosedur,
jenis, kompetensi
dan kriteria
(job title), dan lokasi
pengelolaan
fasilitas kesehatan
keuangan teaching
yang terkait dengan
factory di SMK
lulusan SMK;
yang efektif,
· Mendorong rumah
eisien, dan
sakit dan fasilitas
akuntabel; dan
kesehatan lainnya
· Melakukan
untuk memberikan
deregulasi
akses yang lebih
peraturan yang
luas bagi siswa SMK
menghambat
untuk melakukan
pengembangan
PKL dan magang
SMK
bagi pendidik dan
tenaga kependidikan
SMK;
· Memberikan
kesempatan
yang luas kepada
lulusan SMK bidang
kesehatan untuk
bekerja sebagai
asisten tenaga
kesehatan di rumah
sakit atau fasilitas
kesehatan lainnya;
dan
· Mempercepat
penyelesaian
Standar Kompetensi
Kerja Nasional
Indonesia
pengembangan
teaching factory dan
infrastruktur
Kementerian Dalam
Negeri5
Berkoordinasi dengan
Gubernur dalam rangka
revitalisasi SMK di tingkat
provinsi
5 Kementerian dalam Negeri tidak tercantum dalam Inpres namun fungsi koordinasi
dengan Pemeritah Daerah berada dalam wewenang Kementerian dalam Negeri
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
87
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Nasional Sertiikasi Profesi
· Mempercepat sertiikasi kompetensi bagi
lulusan SMK
· Mempercepat sertiikasi kompetensi bagi
pendiidk dan tenag a pendidik SMK; dan
· Mempercepat Pemberian lisensi bagi SMK
sebagai lembaga sertiikasi profesi pihak
pertama
Gubernur
· Memberikan kemudahan kepada masyarakat
untuk mendapatkan layanan pendidikan
SMK yang bermutu sesuai dengan potensi
wilayahnya masing-masing;
· Menyediakan pendidik, tenaga kependidikan
sarana dan prasarana SMK yang memadai dan
berkualitas;
· Melakukan penataan kelembagaan SMK yang
meliputi program kejuruan yang dibuka dan
lokasi SMK; dan
· Mengembangkan SMK unggulan sesuai
dengan potensi wilayan masing-masing
Selain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, fungsi pendidikan
vokasi masih tersebar di berbagai kementerian. Persebaran fungsi pendidikan
vokasi di berbagai kementerian ini bisa membuat perbedaan kualitas dalam
pembelajaran pada pendidikan vokasi. Padahal, dalam penyelenggaraan
pendidikan, Kemendikbud telah menetapkan 8 Standar Nasional Pendidikan
(SNP) yang harus diimplementasikan. Perlu adanya regulasi yang mengatur
tentang standardisasi dalam sinkronisasi penyelenggaraan pendidikan vokasi.
Penyusunan regulasi yang bersifat teknis melalui peraturan menteri terkait
perlu untuk pemenuhan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan dalam
pelaksanan pengembangan dan pelaksanaan program pendidikan vokasi.
Penetapan kompetensi dan sertiikasi nasional dilakukan oleh menteri atau
pejabat lain yang mendapatkan mandat dan diatur oleh peraturan perundangundangan. Begitu pula penetapan kompetensi tersebut mengacu pada KKNI.
Sayangnya, belum ada harmonisasi sertiikasi profesi dan kompetensi untuk
lembaga pendidikan vokasi, yaitu SMK dan lembaga kursus. Menurut UU
Sisdiknas Pasal 21 ayat (3), gelar profesi hanya ditujukan untuk pendidikan
tinggi. Namun, Pasal 61 menyatakan bahwa “Sertiikat kompetensi diberikan
oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik
dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk
melakukan pekerjaan tertentu”. Sinkronisasi peraturan sertiikasi di SMK,
SMALB, dan LKP menjadihal yang sangat diperlukan.
Dalam penguatan dan pengarusutamaan pendidikan vokasi pada kursus
dan pelatihan, perlu dibuat sistem dan mekanisme kegiatan magang yang
efektif dan eisien. Regulasi ini akan menguatkan sistem dan mekanisme yang
88
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
tepat pada hubungan lembaga pendidikan dalam mengelola pembelajaran
dengan praktik nyata di dunia usaha dan dunia Industri.
Di negara-negara maju, peran Industri ditunjukkan secara nyata berupa
kerjasama program, dukungan inansial untuk penelitian, dan beapeserta
didik. Bahkan, di beberapa negara peran industri ini sudah menjadi kewajiban
karena telah ada undang-undang yang mengaturnya. Paling tidak, dunia usaha
dan industri yang telah secara nyata membangun kerjasama dengan sekolah
diberi insentif dengan memberikan keringanan pajak. Misalnya, perusahaan
yang menyelenggarakan magang bagi peserta didik SMK diberi insentif
berupa pembebasan PPh (pajak penghasilan) badan serta pembebasan pajak
pembelian alat dan barang kebutuhan pelatihan (training) magang peserta
didik SMK.
4.10 Quick Wins 2016
Quick Wins adalah langkah inisiatif yang mudah dan cepat dicapai untuk
mengawali pelaksanaan suatu program. Quick Wins dipilih dari satu atau
kombinasi beberapa area perubahan yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan, khususnya pada program peningkatan kualitas pendidikan.
Sustainable Development Goals 2030 menyatakan bahwa “By 2030,
substantially increase the number of youth and adults who have relevant skills,
including technical and vocational skills, for employment, decent jobs and
entrepreneurship…” (pada 2030 terjadi peningkatan pemuda dan orang dewasa
yang memiliki keterampilan relevan termasuk keterampilan vokasi dan teknis
untuk bekerja dan berwirausaha…). Berdasarkan hal tersebut, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan beberapa quick wins yang
sudah dicapai di 2016, yaitu:
• Penyusunan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Revitalisasi Sekolah
Menengah Kejuruan dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing
Sumber Daya Manusia Indonesia;
• Pengembangan 150 SMK bidang Kemaritiman, Pariwisata, Pertanian, dan
Industri Kreatif;
• Tindak lanjut kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jerman:
- pengiriman 45 orang guru SMK untuk training ke Jerman;
- mendatangkan 10 orang Senior Expert Jerman ke SMK;
- kerjasama Kemendikbud dengan BiBB (German Federal Institute for
Vocational Education and Training);
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
89
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
- kerjasama dengan Kadin Trier Germany : Pilot Project Dual System di 6 SMK
di Jateng dan Jatim.
• Proyek perintis (pilot project) pendidikan vokasi terintegrasi (SMK – Kursus –
SMA-LB - industri) di Batam, Solo, Malang.
Penyusunan Inpres sendiri telah dimulai dari 2015. Dengan koordinasi
tingkat kementerian dan lembaga, pada akhirnya Inpres Nomor 9 Tahun 2016
ini telah ditandatangani oleh Presiden pada bulan September 2016. Diharapkan
melalui Inpres ini, terjadi koordinasi dan konsolidasi lintas kementerian untuk
memastikan bahwa pengelolaan SMK telah sesuai dengan tujuan besar
pembangunan manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Penyusunan
Inpres tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan difokuskan kepada 6
tugas yaitu:
• membuat Peta Pengembangan SMK;
• menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi
sesuai dengan kebutuhan pengguna lulusan (link and match);
• meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga
kependidikan;
• meningkatkan kerjasama dengan kementerian/lembaga, pemerintah
daerah dan dunia usaha/industri;
• meningkatkan akses sertiikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan
• membentuk kelompok kerja pengembangan SMK.
Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dan juga pencapaian Quick Wins 2016,
bebarapa pencapaian program yang sudah dilakukan diantaranya sebagai
berikut.
• Penetapan spektrum keahlian pendidikan menengah kejuruan dan review
struktur kurikulum berdasarkan SKKNI.
• Peningkatan kompetensi tenaga pendidik dengan mengirimkan 45 guru
produktif SMK ke Jerman dalam bidang kejuruan Batu dan Beton, Otomasi
Industri dan Permesinan dalam rangka penguatan pembelajaran kejuruan.
• Pengembangan 150 SMK bidang Kemaritiman, Pariwisata, Pertanian, dan
Industri Kreatif sudah dilakukan.
90
Gambar 4.6 Tahapan Revitalisasi Pendidikan Vokasi pada SMK, SMALB, dan Lembaga Kursus dan Pelatihan
2017
2018
1.
Penataan Ulang Kurikulum kemandirian SMALB
menjadi 20 Paket Kemandirian
Reviu 4 Naskah Pedoman Implementasi Program
Kemandirian
Pelibatan 170 DU/DI
Pemenuhan 566 Guru SMALB;
Pelatihan dan Magang Industri bagi 550 Guru
Kemandirian ;
Pengakuan bagi 550 Guru Kemandirian;
Penyediaan Biaya Operasional Sekolah untuk 12.382
Siswa SMALB
Penyediaan Ruang Praktik Siswa, 790 ruang
Penyediaan Peralatan Praktik siswa, 1.580 paket
1.
2.
3.
1.
2.
80000 angkatan kerja muda mendapatkan pendidikan
kecakapan kerja dan bersertiikat
50000 angkatan kerja muda mendapatkan pendidikan
kecakapan wirausaha
3. 10000 peserta didik kursus mengikuti magang di DUDI
4. 30 standar program khusus dan pelatihan
5. 300 lembaga kursus dan pelatihan memperoleh
bantuan sarana pembelajaran
6. 400 tempat uji kompetensi memperoleh bantuan
sarana ujian
7. 25000 peserta didik bersertiikat kompetensi
8. 2500 lembaga terakreditasi
9. 1000 instruktur bersertiikat kompetensi
10. 600 penguji bersertiikat kompetensi
11. 5000 lembaga yang terdata dalam Dapodik
12. 100 lembaga yang terintegrasi dengan SMK dan SMALB
SMK
1.
2.
SMA LB
6.
7.
8.
9.
KURSUS DAN PELATIHAN
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
3.
4.
5.
2019
91
Penyediaan Biaya Operasional Sekolah untuk 5.106.953
Siswa SMK
2. Penambahan Paket keahlian SMK baru menjadi 15
Paket Keahlian
3. Pendirian 235 USB SMK dan penyediaan 3.292 Ruang
Kelas Baru pada wilayah pengembangan kemaritiman,
pertanian, pariwisata dan teknologi manufaktur
4. Pelibatan 10.000 industri dalam dual system SMK
5. Pengangkatan 7.700 Guru Kejuruan Baru;
6. Pelatihan dan Magang Industri bagi 20.000 Guru
Produktif ;
7. Pengakuan bagi 20.000 Instruktur Industri;
8. Penyegaran Kejuruan bagi 900 Widyaiswara di P4TK
dan LPMP;
9. Pelatihan Kejuruan 225 Calon kepsek SMK
10. Pelatihan Kejuruan untuk 350 Pengawas.
11. Pelatihan 2.000 Teknisi Labor SMK
1.
Pelibatan 340 DU/DI
Pemenuhan 500 Guru SMALB;
Pelatihan dan Magang Industri bagi 466 Guru
Kemandirian;
Pengakuan bagi 466 Guru Kemandirian;
Penyediaan Biaya Operasional Sekolah untuk 13.664
Siswa SMALB
Penyediaan Ruang Praktik Siswa, 1.580 ruang
Penyediaan Peralatan Praktik siswa, 1.580 paket
1.
2.
3.
1.
80000 angkatan kerja muda mendapatkan pendidikan
kecakapan kerja dan bersertiikat
50000 angkatan kerja muda mendapatkan pendidikan
kecakapan wirausaha
3. 10000 peserta didik kursus mengikuti magang di DUDI
4. 30 standar program khusus dan pelatihan
5. 350 lembaga kursus dan pelatihan memperoleh
bantuan sarana pembelajaran
6. 500 tempat uji kompetensi memperoleh bantuan
sarana ujian
7. 25000 peserta didik bersertiikat kompetensi
8. 2500 lembaga terakreditasi
9. 1200 instruktur bersertiikat kompetensi
10. 700 penguji bersertiikat kompetensi
11. 6500 lembaga yang terdata dalam Dapodik
12. 200 lembaga yang terintegrasi dengan SMK dan SMALB
1.
2.
2.
4.
5.
6.
7.
Penyediaan Biaya Operasional Sekolah untuk 5.209.146
Siswa SMK
2. Penambahan Paket keahlian SMK baru menjadi 15
Paket Keahlian
3. Pendirian 62 USB SMK dan penyediaan 874 Ruang
Kelas Baru pada wilayah pengembangan kemaritiman,
pertanian, pariwisata dan teknologi manufaktur
4. Pelibatan 10.000 industri dalam dual system SMK
5. Pengangkatan 2017 Guru Kejuruan Baru;
6. Pelatihan dan Magang Industri bagi 30.000 Guru
Produktif ;
7. Pengakuan bagi 20.000 Instruktur Industri;
8. Penyegaran Kejuruan bagi 900 Widyaiswara di P4TK
dan LPMP;
9. Pelatihan Kejuruan 660 Calon kepsek SMK
10. Pelatihan Kejuruan untuk 350 Pengawas.
11. Pelatihan 750 Teknisi Labor SMK
4.
5.
6.
7.
8.
Pelibatan 340 DU/DI
Pemenuhan 400 Guru SMALB;
Pelatihan dan Magang Industri bagi 450 Guru
Kemandirian ;
Pengakuan bagi 450 Guru Kemandirian;
Penyediaan Biaya Operasional Sekolah untuk 15.028
Siswa SMALB
Penyediaan Ruang Praktik Siswa, 1.580 ruang
Penyediaan Peralatan Praktik siswa, 790 paket
Penyediaan 7 orang kepala sekolah.
80000 angkatan kerja muda mendapatkan pendidikan
kecakapan kerja dan bersertiikat
50000 angkatan kerja muda mendapatkan pendidikan
kecakapan wirausaha
3. 10000 peserta didik kursus mengikuti magang di DUDI
4. 30 standar program khusus dan pelatihan
5. 350 lembaga kursus dan pelatihan memperoleh
bantuan sarana pembelajaran
6. 600 tempat uji kompetensi memperoleh bantuan
sarana ujian
7. 25000 peserta didik bersertiikat kompetensi
8. 2500 lembaga terakreditasi
9. 1200 instruktur bersertiikat kompetensi
10. 700 penguji bersertiikat kompetensi
11. 7500 lembaga yang terdata dalam Dapodik
12. 200 lembaga yang terintegrasi dengan SMK dan SMALB
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Penyediaan Biaya Operasional Sekolah untuk 4.722.132
Siswa SMK
2. Penataan Ulang Paket keahlian SMK menjadi 141 Paket
Keahlian
3. Pendirian 157 USB SMK dan penyediaan 2.196 Ruang
Kelas Baru pada wilayah pengembangan kemaritiman,
pertanian, pariwisata dan teknologi manufaktur
4. Pelibatan 35.000 industri dalam dual system SMK
5. Pengangkatan 5.140 Guru Kejuruan Baru;
6. Pelatihan dan Magang Industri bagi 60.000 Guru
Produktif ;
7. Pengakuan bagi 70.000 Instruktur Industri;
8. Penyegaran Kejuruan bagi 1.800 Widyaiswara di P4TK
dan LPMP;
9. Pelatihan Kejuruan 660 Calon kepsek SMK
10. Pelatihan Kejuruan untuk 700 Pengawas.
11. Pelatihan 3.000 Teknisi Labor SMK
1.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Gambar 4.7. Rencana Integrasi Pendidikan Vokasi
2017
Piloting pengembangan
fasilitas bengkel dan
tempat praktik bersama
di 200 hub (SMK, SMALB
dan Kursus)
Piloting 1000 industrybased instructors di 200
hub
92
2018
2019
Pengembangan konsep
satu manajemen
vokasi di 10 propinsi
percontohan
Ekspansi
pengembangan fasilitas
bengkel dan tempat
praktik bersama di 1000
hub
Ekspansi industry-based
instructors di 1000 hub
Satu hub
satu kecamatan
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
REferensi
ADB. 2014. Sustainable Vocational Training Toward Industrial Upgrading and
Economic Transformation: A knowledge Sharing Experience
ADB and Towers Watson Study. 2013. Issues paper for Seminar on ‘Jobs and Skills in
the Tewnty-First Century’.
Clement, Ute. 2014. Improving the Image of Technical and Vocational Education and
Training, GIZ.
Coordinating Ministry for Economic Afairs Republic of Indonesia. 2011.
Masterplan Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development
2011 – 2025
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 2002. Sejarah
Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia: Membangun Manusia Produktif.
Jakarta.
GIZ . 2015. Guidelines Designing TVET Measures. Germany.
ILO. 2014. ASEAN Community 2015: Managing Intengarion for Better Jobs and Shared
Poverty. Bangkok.
IMD World Competitive Center. 2015. IMD World Talent Report
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2015.
Rencana Strategis Direktorat Pembinaan SMK 2015 – 2019. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Rencana Induk Wajib Belajar 12
Tahun. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Menengah, Direktorat Pembinaan SMK. 2015. Selayang Pandang Sekolah
Menengah Kejuruan di Indonesia. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Grand Design Pendidikan Vokasi.
Jakarta.
Kidwell, Frances L. And Thomas West. 2012. Lessons from Germany and the Future
of Vocational Education.
McKinsey Global Institute (September 2012). The Archipelago Economy: Unleashing
Indonesia’s Potential
Referensi
93
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Ministry of Education and Culture of The Republic of Indonesia. 1997. Skills Toward
2020 For Global Era. Taskforce Report on The Development of Vocational
Education and Training in Indonesia. Jakarta.
Ministry of Education and Culture. 2013. Overview of the Education Sector in
Indonesia. Achievements and Challenges. Jakarta.
OECD. 2011. OECD Reviews of Vocational Education and Training: Learning for Jobs.
Pointers for Policy Development.
Samsudi. 2005. “Pengembangan Model Sinkronisasi Kurikulum Program Produktif
SMK Bidang Rekayasa”. Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Dikti-DP3M
Satuan Tugas Perumus Kebijakan Pengembangan Pendidikan Vokasi, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. “Laporan Interim: Keterampilan
Menjelang 2020”. Jakarta.
SEAMEO VOCHTECH. 2014. Integration of Transferable Skills in TVET Curriculum,
Teaching-Learning and Assessment. Final Report.
SED TVET–GIZ. 2012. Kajian Kemitraan Dunia Usaha-Dunia Industri (DU/DI) dan
Sekolah Menengah Kejuruan: Peluang dan Tantangan.
Skjaerlund, Gorm, Theo van der Loop (February 2015). “Supply of Non-formal
Training in Indonesia”. TNP2K Working Paper 23.
Suliswanto, Harry; Thomas Russell. 2012. Study Report. Lesson Learned on Public –
Private Alliances in the Vocatipnal Education System of Indonesia.
Suto, Irenka. 2013. 21st Century Skills: Ancient, Ubiquitous, Enigmatic?. A Cambridge
Assessment Publication.
Suwarna, Achmad. 1996. “Skills Toward 2020, A Plan to Improve and Coordinate
Skills Training in Indonesia”, Paper prepared for UESCO/ UNEVOC Regional
Conference Royal Melbourne Institute of Technology Melbourne Australia
11–14 November 1996.
The Economist Intelligence Unit Limited. 2015. “Driving the skills agenda:
Preparing students for the future”. An Economist Intelligence Unit Report,
sponsored by Google.
World Bank. 2011. Revitalizing Public Training Centers in Indonesia: Challenges and
the Way Forward
Billet, Stephen. 2011. Vocational Education: Purposes, Traditions and Prospects
Reference:
*)
World Bank Group, Global Economic Prospect, 2016
**) World Bank Group, World Development Indicators, 2016
***) World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2015-2016
94