Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
BAB I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Umat islam merupakan mayoritas penduduk Asia Tenggara, khususnya di negara Indonesia, Malaysia, Thailand selatan, dan Brunei. Proses konversi massal masyarakat dunia melayu ke dalam islam berlangsung secara damai. Konversi ke dalam Islam merupakan proses panjang, yang masih terus berlangsung sampai sekarang. Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang yang ada di Asia Tenggara penduduknya baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya Islam menjadi agama resmi Negara Federasi Malaysia, kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (penduduknya mayoritas atau sekitar 90% beragama Islam), Burma (sebagian kecil penduduknya beragama Islam) dan seperti negara-negara  Asia Tenggara lainnya. Asia tenggara dianggap sebagai wilayah yang paling banyak pemeluk agama Islam. Termasuk wilayah ini adalah pulau-pulau yang terletak di sebelah timur India sampai lautan Cina dan mencangkup Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Sejarah  masuknya islam di asia tenggara  sampai saat ini merupakan polemik  panjang yang menimbulkan pro dan kontra  antara sejarawan agamawan,  arkeolog dan intelektual. Namun yang menjadi referensi umum masuknya islam di Asia tenggara adalah melalui proses perdagangan internasional yang berpusat diselat malaka  melalui para pedagang muslim Persia dan Arab. Namun proses masuknya islam di negara-negara bagian Asia Tenggara tidak sepenuhnya sama. Semuanya memiliki karakteristik masing-masing budaya yang sama sekali berbeda. Ada juga Negara yang sudah menggunakan tradisi islam ala Persia dan Islam ala Arab. Oleh karena itu muncullah beberapa hal yang melatarbelakangi proses berkembangnya Islam di Asia Tenggara yang sangat penting untuk ita ketahui. Islam berkembang di Asia Tenggara melalui beberapa proses saluran, diantaranya saluran perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, seni, dan politik. B.       Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, diantaranya ialah : 1.         Kapan mulai masuk dan berkembangnya agama Islam di Asia Tenggara? 2.         Bagaimana proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Asia Tenggara? 3.         Bagaimana pengaruh islam di asia tenggara? 4.         Negara apa saja yang mempunyai peradaban Islam di Asia Tenggara? C.      Tujuan Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah : 1.        Mengetahui teori tentang kedatangan Islam di Asia Tenggara, berbagai saluran yang digunakan dalam penyebaran Islam, dan pengaruh Islam dalam kebudayaan. 2.        Mengetahui proses berkembangnya agama Islam di Asia Tenggara. 3.        Mengetahui pengaruh Islam di Asia Tenggara. 4.        Mengetahui negara-negara Islam di Asia Tenggara. BAB II PEMBAHASAN A.      Penyebaran Islam di Asia Tenggara Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749). Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yangkedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi). B.       Proses Masuk dan Berkembangnya Islam di Asia Tenggara Masuknya agama Islam kedalam negri Melayu ini nampaknya mempunyai keistimewaan sendiri, yaitu dengan jalan damai dan berangsur. Jarang sekali dngan kekerasan dan diterima dengan sukarela oleh penduduk meskipun tidak dengan sekaligus. Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara. Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir. Penetrasi Islam di Asia Tenggara dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu:       Tahap pertama dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotandan akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit pada sekitar abad 14-15.       Tahap ke dua adalah sejak datangnya dan kemudian mapannya kekuasaan kolonialisme Barat sampai awal abad ke 19.       Tahap ketiga adalah pada permulaan abad 20 terjadi “liberalisasi” sebagai kebijakan pemerintah kolonial. Proses Islamisasi dan intensifikasi ke-Islaman banyak dipengaruhi oleh situasi dan faktor-faktor local yang menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di kawasan Asia Tenggara yang berakibat perbedaan pandangan, penghaytan, dan pengamalan Islam oleh penganutnya. Islamisasi dan intensifikasi merupakan proses konversi kepada Islam dan peningkatan kesadaran serta upaya untuk memahami dan mengamalkan Islam sesuai dengan doktrin-doktrin yang sebenarnya, yang bersih dari bid’ah dan percampuran dengan unsure-unsur non Islam lainnya. Proses ini disebut sebagai kembali kepada Al-Quran dan Hadits. Pembentukan kebudayaan dan tatanan politik Islam di dunia dapat berkembang karena adanya tasawwuf. Proses internasionalisasi Islam tasawwuf tidaklah berjalan sendiri, karena diperlukan adanya keterikatan tasawwuf kepada shari’ah secara sufistik. 1.        Teori Masuknya Islam ke Asia Tenggara Ada beberapa teori tentang masuknya Islam ke kawasan Asia Tenggara, seperti Teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari Arab, cina dan india. a.       Teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari Arab Dikemukakan oleh John Crawford. Menurutnya Islam datang dari Arab melalui pedagang.  Buktinya catatan China mengatakan orang Arab dan Persia telah mempunyai pusat perniagaan di Canton sejak tahun 300 M. Pedagang Arab yang ke China singgah di pelabuhan Asia Tenggara tepatnya di Selat Malaka karena posisinya yang strategis, dalam jalur perdagangan. Kemudian Pedagang Arab ini tinggal beberapa bulan di Asia Tenggara dan ada yang menetap serta membina perkampungan Arab. Perkampungan ini juga menjadi tempat untuk berdagang. Ada juga pedagang Arab yang Menikah dengan wanita tempatan dan menyebarkan Islam. Karena sebagian besar pedagang menggunakan jalur laut sebagai sarana transportasi maka pada Masa menunggu angin muson/musim digunakan oleh pedagang Arab untuk mengembangkan Islam. Adapun beberapa bukti dari teori ini yaitu :       Kampung  Arab di Sumatera Utara yaitu di Ta Shih.       Persamaan penulisan dan kesusasteraan Asia Tenggara dan Arab.       Budaya dan musik pengaruh dari arab seperti dabus dan tarian Zapin.       Karya-karya yang  menceritakan pengislaman raja tempatan oleh syeikh dari Tanah Arab contohnya hikayat Raja-raja samudra Pasai mengatakan Raja Malik diislamkan oleh ahli sufi dari Arab yaitu Syeikh Ismail. b.      Teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari Cina Dikemukakan oleh E.G Eredia dan S.Q. Fatimi. Menurut Eredia, Canton pernah menjadi pusat Perdagangan bagi para pedagang Arab hingga pedagang Cina memeluk Islam.Pedagang China Islam ini kemudiannya berdagang di Asia tenggara disamping menyebarkan Islam. Sedangkan menurut Fatimi, pedagang Cina Canton pernah berpindah beramai-ramai ke Asia Tenggara. Adapun Bukti kedatangan Islam dari China ini yaitu :       Pada Batu Bersurat Terengganu, batu nisan yang mempunyai ayat al-Quran di Pekan, Pahang.       Wujud persamaan antara seni Bangunan Cina dengan seni Bangunan masjid di Kelantan, Melaka dan Jawa  yaitu seperti bumbung pagoda, ciri khas atap genteng dari China. c.       Teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari India/Gujarat Dikemukakan oleh S.Hurgronje, Menurutnya Islam datang dari Gujarat/India dan pantai Koromandel di semenanjung India. Hubungan dagang Asia Tenggara dengan India telah terwujud sejak lama, hal ini memberikan peluang bagi pedagang Islam India untuk  menyebarkan Islam. Adapun beberapa bukti dari teori ini yaitu :       Terdapat batu marmar pada batu nisan mempunyai cirri buatan India,  contohnya di batu nisan Raja Malik Pasai.       Unsur budaya India amat banyak kita jumpai di Negara-negara Asia Tenggara 2.        Saluran dan Cara-cara Islamisasi Islam di Asia Tenggara Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya dilakukan secara damai[1]. Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan. Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam[2], yaitu : a.       Saluran Perdagangan Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim   (Arab, Persia dan India) turut ambil bagiandalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan,   bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari  luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatka di   pesisi  Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena faktor hubungan ekonomi drengan pedagang-rpedrarrgarng Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya[3]. b.      Saluran Perkawinan Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawinkan mereka diislamkan   terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak   raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atausunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya   dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain. c.       Saluran Tasawuf Tasawuf merupakan  salah  satu  saluran  yang  penting  dalam  proses Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa  Indonesia yang meninggalkan bukti-buktimyang jelas pada tulisantulisan antara abad  ke-13  dan ke-18. Hal itu bertalian langsung  dengan  penyebaran Islam  di  Indonesia. Dalam hal  ini para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli  tasawuf biasanya memiliki keahlian untuk menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Jalur tasawuf, yaitu proses islamisasi dengan mengajarknan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai budaya bahkan ajaran agama yang ada yaitu agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu dikodifikasikan dengan  nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima[4]. d.      Saluran Pendidikan Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah   keluar   adari pesantren,  mereka pulang  ke kampung masing-masing  atau berdakwak   ketempat  tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantrenini banyak yang diundang ke Maluku untukmengajarkan Agama Islam[5]. e.       Saluran kesenian Saluran  Islamisasi  melalui  seni  seperti  seni  bangunan,  seni  pahat atau  ukir, seni tari, musik dan seni sastra. Misalnya pada seni bangunan ini telihat pada masjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh,  Ternate  dan sebagainya.[6] Contoh  lain  dalam  seni  adalah dengan pertunjukan wayang, yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita wayang  itu disisipkan  ajaran agama  Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang masyarakat untuk melihat pertunjukan  tersebut.  Selanjutnya  diadakan dakwah keagamaan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir. f.       Saluran Politik Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Sulawesi Selatan dan Maluku, kebanyakan  rakyatnya  masuk Islam  setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Seperti halnya di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam[7]. C.      Pengaruh Islam di Asia Tenggara 1.             Pemerintahan dan pentadbiran       Sultan menjadi ketua negara, mufti menjadi penasihat sultan. Wujud juga pegawai seperti kadi, khatib, bilal.       Gelaran sultan meletakkan raja setaraf dengan kerajaan Islam yang lain.       Dalam Hukum Kanun Melaka – raja digelar Khalifatul Mukminin (pemimpim orang mukmin), perkataan ini tercatat dalam wang syiling kerajaan melayu.       Gelaran Zillulah fil’Alam (bayangan Allah di dalam alam) turut digunakan oleh raja Melaka.       Islam menjadi agama rasmi – kerajaan Melaka, Aceh.       Contoh sultan yang berpegang teguh kepada Islam – Sultan Malik (Samudera Pasai), Sultan Iskandar Thani (Acheh).       Nama nama Islam digunakan seperti Acheh Darus Salam (negeri), Sultan Mahmud Syah beerti sultan terpuji.       Undang – undang syariah yang diperkenalkan seperti kes jenayah, harta pusaka. Ia termaktub dalam Hukum Kanun Melaka di Melaka dan Kanun Mahkota Alam di Belanda.       Semangat jihad menentang penjajah telah diterapkan – contohnya di Acheh menetang Portugis, di Jawa menentang Portugis dan Belanda. 2.             Sistem pendidikan       Sebelum Islam pendidikan hanya untuk bangsawan.       Dalam Islam pendidikan wajib kepada semua orang Islam.       Kesannya wujud institusi formal seperti pondok, istana, pesantren, madrasah dan surau.       Pusat pendidikan terawal di Perlak disebut dayah atau pondik, contohnya Dayah Bukit Ce Breek, Perlak.       Samudera-Pasai menjadi pusat penterjemahan karya agama.       Di Acheh – sistem pendidikan lebih sistematik, terdapat peringkat rendah (rangkang), menengah (muenasah) dan tinggi atau univesiti (Jamiah Bait al-Rahman). Pelajarnya meliputi pelajar luar Acheh. Di Acheh wanita digalakkan belajar di dayah dan memegang jawatan pentadbiran. 3.              Bahasa dan kesusteraan       Tulisan jawi berasal darpadatulisan Arab (al-Quran) yang diubahsuai dengan perkataan Melayu.       Tulisan ini menjadi tulisan rasmi menggantikan tulisan Palava Dewanagari (tulisan zaman Hindu Buddha).       Istilah Arab digunakan dalam tulisan jawi bahasa Melayu seperti sultan, syuur, masjid, alam.       Bahasa Melayu menjadi bahasa ilmu – seperti cerita panji, sastera pengaruh Arab, sastera seperti syair, guridam. 4.             Cara hidup       Sebelum Islam – cara hidup Anismisme, Hindu dan Buddha.       Kedatangan Islam maka cara hidup Islam diasimilasikan seperti bertudung dan bersongkok.       Islam dijadikan ‘ad – din ‘ iaitu cara hidup lengkap dan menyeluruh.       Kedatangan Islam turut mengubah sistem sosial seperti konsep persaudaraan, persamaan, tolong – menolong dan gotong – royong. 5.             Kesenian       Kesenian Islam contohnya seni khat, seni bina, seni ukir.       Seni khat ada pada batu nisan ( tulisan ayat al – Quran ), ukiran kayu, bilah mata keris, batu bersurat ( Terengganu ).       Makam di Pasai mempunyai pengaruh Parsi ( syair Parsi ).        Terdapat juga seni khat yang bertatahkan emas, perak.        Unsur seni kaligrafi turut mengambil contoh huruf Arab, ayat al – Quran dan tulisan jawi.       Pengaruh seni bina Islam boleh juga dilihat pada bentuk masjid, kubah, mimbar, mihrab dan menara azan seperti masjid Ubaidiyah Kuala Kangsar. 6.             Ekonomi       Baitulmal diperkenalkan di Acheh oleh Sultan Iskandar Muda yang berfungsi sebagai perbendaharaan negara (hasilnya diperoleh daripada zakat dan sedekah).       Islam menggalakkan umatnya mencari rezeki halal dan melarang mengemis.       Berdagang ekonomi yang halal digalakkan.       Perkara dilarang seperti riba, penindasan. D.      Kerajaan Islam di Asia Tenggara 1.             Kerajaan Samudra Pasai Agama Islam yang semakin berkembang, mampu mendirikan kerajaan Islam di Samudera   pasai pada tahun 1292 M dibawah seorang raja Al-Malikus Saleh. Bukti adanya kerajaan ini ialah ditemukannya makam-makam Raja-raja Samudra Pasai di dekat sebuah kampung yang terletak di tepi sebuah sungai yang bernama Pase, yang bermuara ke teluk Lho’ Seumawe. Makam-makam tersebut di nisannya berukirkan tulisan Arab huruf Riq’ah, yang tertua diantaranya ialah bertarikh Hijrah 629, bersetuju dengan tahun 1292 Masehi[8]. Jelaslah tertulis nama raja pertama itu, yaitu Al-Malikus Saleh. Kerajaan Islam Samudera Pasai ada pengaruh dari kekerajaan Mamalik di Mesir. Persamaan nama dan gelar yang dipakai tidak jauh berbeda dengan gelar   yang dipakai di Masir. Gelar Al-Malikus Saleh adalah gelar yang dipakai  oleh pembangun Kerajaan Mamalik yang pertama di Mesir yaitu ‘Al-Malikus Saleh Ayub. Kerajaan Pasai mengalami perkembangan  pesat dimasa pemerintahan Al-Malikuz Zahir II tahun 1326-1348 M. Al-Malikuz Zahir mendalami ilmu agama. Ia banyak melakukan kegiatan-kegiatan untuk memajukan agama. Keterangan yang diberikan Ibnu Batutah[9] dalam kisah perjalanannya tentang Sultan Al-Malikuz Zahir itu sangatlah penting didalam menyusun sejarah. Ibnu Batutah menceritakan bahwasannya sultan itu sangatlah teguh memegang agama dan baginda bermazhab Syafi’i. Selain itu sultan pun rupanya mempunyai armada kapal dagang yang bersar. 2.             Kerajaan Malaka (803-917 H/1400-1511M) Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Sebutan ini diberikan mengingat peranannya sebagai jalan lalulintas bagi pedagang-pedagang asing yang berhak masuk dan keluar pelabuahan-pelabuhan Indonesia. Letak geografis Malaka sangat menguntungkan, yang menjadi jalan silang antara AsiaTimur dan asia Barat. Dengan letak geografis yang demikian membuat Malaka menjadi kerajaan yang berpengaruh atas daerahnya[10]. Awalnya wilayah ini diperintah oleh para pemimpin-pemimpin hindu, hingga akhirnya Pangeran Iskandar Syah memeluk Islam, lalu diikuti oleh rakyatnya. Setelah itu Malaka menjadi pusat dakwah Islam, disamping juga sebagai pusat perdagangan penting. Iskandar Syah wafat pada tahun 828 H/1424 M[11]. Malaka kemudian berkembang menjadi kekaisaran yang memiliki wilayah yang luas, mencangkup semenanjung Melayu seluruhnya dan sebagian besar sumatera. Bendera islam juga dibawa keluar Malaka, lalu tersebar di kepulauan-kepulauan Asia Selatan dan Timur. Kesultanan Malaka mempunyai pengaruh di daerah Sumatera dan sekitarnya, dengan mempengaruhi daerah-daerah tersebut untuk masuk Islam seperti: Rokan Kampar, India Giri dan Siak. Kesultanan Malak ajuga merupakan pusat perdagangan. Kerajaan Malaka menjalin hubungan baik dengan Jawa, mengingat bahwa Malaka memerlukan bahan-bahan pangan dari Jawa. Di mana hal ini untuk memenuhi kebutuhan  kerajaannya sendiri. Persediaan dalam bidang pangan dan rempah-rempah harus selalu cukup  untuk melayani semua pedagang-pedagang. Begitu pula pedangan-pedagang Jawa juga membawa rempah-rempah dari Maluku ke Malaka. Selain dengan Jawa, Malaka juga menjalin hubungan dengan Pasai. Pedagang-pedangan Pasai membawa lada ke pasaran  Malaka. Dengan kedatangan pedagang Jawa dan Pasai, maka perdagangan di Malaka menjadi  ramai dan lebih berarti bagi para pedagang Cina. Selain dalam bidang ekonomi, Malaka juga  maju dalam bidang keagamaan. Banyak alim ulama datang dan ikut mengembangkan agama Islam di kota ini. Penguasa  Malaka dengan sendirinya sangat besar hati. Meskipun penguasa  belum memeluk agama Islam namun pada abad ke-15 mereka telah mengizinkan agama  Islam berkembang di Malaka. Penganut-penganut agama Islam diberi hak-hak istimewa bahkan penguasa membuatkan bangunan masjid[12]. Diantara sultan-sultan Malaka yang terkenal adalah Muhammad Syah, Manshur Syah, dan Mahmud Syah. Malaka jatuh ke tangan penjajah Protugis setelah ditemukannya jalur Ro’su ar-Roja’us Salih pada tahun 917/1511 M[13]. 3.             Kerajaan Aceh (920-1322 H/1514-1904 M) Pada abad ke-16, Aceh mulai memegang peranan penting dibagin utara pulau Sumatra, pada tahun 1521 kerajaan Samudra Pasai ditaklukan oleh portugis yang menduduki selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M dianeksasi oleh kerajaan Aceh yang kemudian kerajaan Pasai berada di bawah kekuasaan Aceh. Dari Pasai dan Aceh Islam kemudian memancar ke seluruh peloksok nusantara yang terjangkau oleh juru dakwahnya[14]. Kerajaan ini terletak disebelah utara Sumatera[15], wilayah ini memiliki posisi yang sangat penting karena dua hal, yaitu karena penyebaran Islam dan perlawanan terhadap penjajah. Raja pertamanya adalah Ali Mughit Syah ( 920-935 H / 1514-1520 M). Kebesaran kerajaan Aceh  ketika diperintah oleh Alauddin Riayat Syah. Kekuasaannya sampai ke wilayah Barus. Dua putra Alauddin Riayat Syah kemudian diangkat menjadi Sultan Aru dan sultan Parlaman dengan nama resmi Sultan Ghori dan Sultan Mughal. Aceh menjalin hubungan yang baik dengan Turki, hal ini terbukti di mana ketika Aceh mengahadapi  balatentara Portugis Aceh meminta bantuan Turki tersebut. Dalam membangun aggkatan perangnya yang baik hal ini pun berkat bantuan Turki[16]. Masa kesultanan Iskandar Muda (1016-1047 H / 1607-1637 M) merupakan masa paling gemilang bagi Aceh, dimana kekuasaannya meluas dan terjadi penyebaran Islam hampir di seluruh Sumatera. Dia juga berhasil mengalahkan orang-orang Protugis. Kemudian kondisi negeri mulai mengalami penurunan disebabkan oleh banyaknya peperangan dan krisis ekonomi . juga beralihnya kekuasaan ketangan ratu-ratu dalam beberapa masa. Juga karena peperangan yang terus menerus melawan Barat, yang menyebabkan penderitaan yang sangat berat bagi Aceh. Namun akhirnya dia berhasil keluar dari ujian dan rintangan ini. Akhirnya negeri ini jatuh ketangan Belanda pada tahun 1322H/1904M[17]. 4.             Kerajaan Demak (Jawa) (918-920 H / 1512-1552 M) Di Jawa Islam disebarkan oleh para wali songo (wali sembilan)[18], para wali menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran Islam dan sekaligus menjadikannya sebagai kerajaan Islam. Demak merupakan salah satu kerajaan yang bercorak Islam yang berkembang di pantai utara Pulau Jawa, kerajaan ini hanya berumur pendek, namun para rajanya merupakan pahlawan-pahlawan mujahid terbaik. Raja pertama mereka adalah Raden Fatah, yang berhasil menjadikan negerinya sebagai sebuah negara independen pada masanya. Setelah itu anaknya Patih Yunus berkuasa, dia berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya menjalin kerja sama dengan orang-orang Protugis. Setelah wafatnya patih Yunus pada tahun 938 H / 1531 M[19], memerintahlah raja paling terkenal dari kerajaanini yaitu Raden Trenggono. Dia adalah seorang  mujahid besar yang diantara hasil usahanya yang terkenal adalah masuknya islam ke daerah Jawa Barat. Dia wafat pada tahun 953 H / 1546 M. 5.             Kerajaan Banten (960-1096 H/1552-1684 M) Banten merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah pedagang-pedagang India, Arab, persia, mulai menghindarai Malaka yang sejak tahun 1511 telah dikuasai Portugis. Dilihat dari geografinya, Banten merupakan pelabuhan yang penting dan ekonominya mempunyai letak yang strategis dalam penguasa Selat Sunda, yang  menjadi urat nadi dalam pelayaran dan perdagangan melalui lautan Indonesia dibagian  selatan  dan  barat Sumatera. Kepentingannya sangat dirasakan terutama waktu selat Malaka dibawah pengawasan politik Portugis di Malaka[20]. Kerajan ini terpisah dari kerajaan Demak. Mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Hasanuddin, yang merupakan raja pertamanya (960-978 H / 1552-1580 M). Melalui kekuasaan anaknya, Sultan Yusuf ( 978-988 H / 1575-1580 M), penyebaran Islam di Jawa semakin bertambah. Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan yang penting[21]. Raja Banten yang paling terkemuka adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masanya pemerintah mencapai puncak kebesaran dan kemuliaannya. Karena itulah, orang-orang Belanda memutuskan usaha mereka dalam menghadapi kerajaan ini, hingga berhasil mengalahkan Banten pada tahun 1096 H / 1684 M. 6.             Kerajaan Mataram Islam Pada tahun 1583 M kerajaan ini diperintah oleh seorang muslim yang bernama Sinopati[22]. Dia berorientasi untuk menyebarkan Islam di seluruh Jawa, juga berhasrat membentuk sebuah kerajaan yang bersatu. Raja Mataram yang paling terkemuka adalah Sultan Agung, cucu sang pendiri Mataram. Masa kekuasaannya berlangsung antara tahun 1022-1056 H / 1613-1646 M. Dia berhasil memperluas kekuasaannya ke banyak negeri, menyebarkan islam di Jawa Tengah serta Memantapkan kedudukannya di wilayah ini. Setelah kematian Sultan, timbullah pertikaian di dalam pemerintahan, yang akhirnya memungkinkan belanda mengalahkan mereka. 7.             Kerajaan Gowa (Makassar) (1078 H / 1667 M hingga abad ke-13 H / 19 M) Kerajaan ini berada di kepulauan Sulawesi yang dahulu merupakan kota pelabuhan yang penting. Kerajaan Gowa mengadakan ekspansi ke Bone tahun 1611, namun ekspansi itu menimbulkan permusuhan antara Goa dan Bone[23]. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Gowa berhasil, hal ini merupakan tradisi yang mengharuskan seorang raja untuk menyampaikan hal baik kepada yang lain. Oleh karena itu kerajaan gowa menyampaikan “pesan Islam” kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu yang lebih tua, Wajo, Sopeng, dan Bone. Raja Luwu segera menerima “pesan Islam” it. Sementara itu tiga kerajaan: wajo, Soppeng, dan Bone yang terkait dalam aliansi Tallumpoeco (tiga kerajaan) dalam perebutan hegemoni dengan gowa-Tallo, Islam kemudian melalui peperangan. Wajo menerima Islam tanggal 10 Mei 1610 dan Bone tanggal 23 November 1611. Raja Bone yang pertama masuk Islam adalah yang dikenal Sultan Adam[24]. Akhirnya kerajaan ini terlibat peperangan melawan Belanda[25]selama hampir kurang lebih 50 tahun, dengan dipimpin oleh rajanya Sultan Hasanuddin. Dia berhasil membukukan kemenangan besar atas mereka serta berhasi menggabungkan sejumlah kepulauan ke dalam kerajaannya. Pada kesempatan yang lain Belanda sebenarnya gagal meraih kemenangan. Namun setelah melalui fitnah yang diembuskan  diantara raja dan pengikut-pengikutnya, akhirnya belanda berhasil mengalahkan kerajaan ini. E.       Negara-Negara Islam di Asia Tenggara 1.             Perkembangan Islam di Indonesia Islam di Indonesia mulai berembang mulai abad ke 1-5 H/7-8 M, cikal bakal kekuasaan islam telah dirintis pada priode abad ini, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritim Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan MajaPahit di Jawa Timur[26]. Pada priode ini para pedagang dan mubaligh muslim hanya berbentuk komunitas-komunitas islam. Islam tersebar di wilayah indonesia pada pertengahan abad ke 8 H/ 14 setelah berdirinya beberapa kerajaan Islam. Salah satunya adalah kerajaan Malaka yang memiliki peranan besar dalam penyebaran Islam di Indonesia. Setelah itu para dai menyebarkannya ke seluruh pulau-pulau Indonesia dan giat menyebarkannya sehingga Islam tersebar merata. Pada abad ke-10 H/ 16 M Indonesia jatuh ke dalam penjajahan Protugis. Kemudian dikuasai Belanda pada tahun 1230 H/1814 M. Ilmuwan  Belanda lainnya, Muquette, menyimpulkan bahwa asal-usul Islam di Nusantara adalah Gujarat di pesisir selatan India. Dia mendasrkan kesimpulannya setelah mempertimbangkan gaya batu nisan yang ditemukan di Pasai, Sumatera Utara, khususnya yang bertanggal 17 Dzuhijjah 831 H / 27 September 1428 M, yang identik dengan  batu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (1419 M) di Gresik, Jawa timur. Dia menyatakan lebih lanjut bahwa corak batu nisan yang ada di Pasai dan Gresik sama dengan yang ditemukan di Cambay, Gujarat. Dia berspekulasi bahwa dari penemuanpenemuan itu, batu nisan Gujarat tidak hanya diproduksi untuk pasar lokal,   tetapi juga untuk pasar luar negeri termasuk Sematera dan Jawa. Oleh karena itu, berdasarkan logika linier, Moquette menyimpulkan bahwa karena mengambil batu nisan   dari Gujarat, orangorang Melayu-Indonesia jugamengambil Islam dari wilayah tersebut. Dengan logika linier yang lemah itu tidak heran kalau kesimpulan Muquette ditentang oleh Fatimi yang berpendapat bahwa salah jika mengaitkan seluruh batu nisan yang ada di Pasai, termasuk batu nisan Malik Al-Shalih, dengan Cambay. Menurut   penelitiannya sendiri, gaya batu nisan Malik Al-Shalih sangat berbeda dengan corak batu nisan Gujarat dan  prototype Indonesianya.  Fatimi berpendapat bahwa pada  kenyataannya bentuk batu nisan itu sama dengan yang  ada di Bengal. Oleh karena itu, sama dengan logika linier Moquette, Fatimi ironisnya menyimpulkan bahwa semua batu nisan itu  pasti diimpor dari Bengl. Ini menjadi alasan utamanya untuk menyimpulkan lebih lanjut bahwa asal-asul Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia adalah daerah Bengal (kini, Bangladesh). Agaknya teori Fatimi sangat terlambat untuk menolak teori Moquette karena ada sejumlah pakar lain yang telah mengambil alih  kesimpulan Moquette. Yang menonjol diantara mereka adalah Kern, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrieke dan Hall. Namun, sebagian diantara mereka memberikan tambahan argumentasi untuk mendukung Moquette.   Ahli sastra Melayu, William Winstedt, misalnya menunjukkan  batu nisan yang sama di Bruas, tempat sebuah kerajaan melayu Kuno di Perlak, Semenanjung Malaya. Dia menyatakan bahwa semua batu nisan di Barus, Pasai dan Gresik diimpor dari  Gujarat, maka Islam pasti pula dibawa dari sana. Dia juga menulis bahwa sejarah melayu mencatat adanya kebiasaan lama di daerah Melayu tertentu untuk mengimpor batu nisan dari India. Sosiolog asal Belanda, Schrieke, mendukung teori itu dengan menekankan perananpenting yang dimainkan oleh para pedagang Muslim Gujarat dalam perdagangan di Nusantara dan sumbangan mereka terhadap penyebaran Islam. Namun, sebagian ahli lain memandang teori yang menyatakan asal-usul Islam di Nusantara adalah Gujarat tidak terlampau kuat.  Marison, misalnya berpendapat bahwa beberapa batu nisan di bagian tertentu Nusantara mungkin berasal dari Gujarat, tetapi tidak selalu berarti bahwa Islam juga dibawa dari sana ke kawasan ini. Marison membantah teori tersebut dengan menunjukkan kenyataan bahwa selama masa Islamisasi Samudera  Pasai, yang penguasa   Muslim  pertamanya meninggal  pada 698 H / 1298 M. Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu yang menunjukkan sikap bermusuhan terhadap orang-orang Muslim. Baru pada tahun 699 H / 1298 M wilayah Cambay  dikuasai   oleh kaum Muslim. Jika Gujarat merupakan pusat para juru dakwah Islam dalam melakukan perjalanan menju kepulauan Melayu-Indonesia, maka Islam pasti telah tegak  dan tumbuh subur di Gujarat sebelum kematian Malik  al-Shalih, persisnya, sebelum 698H  /1297 M. Morrison lebih jauh mencatat,bahwa meskipun kaum Muslim menyerang Gujarat beberapa kali pada 415 H / 1024 M, 574 H / 1178 M dan 695 H / 1197 M, para raja Hindu mampu mempertahankan kekuasaan disana sampai 698  H / 1297 M. Kesimpulannya,   Morison mengemukakan teorinya bahwa Islam diperkenalkan dikepulauan Melayu-Indonesia oleh parajuru dakwah Muslim dariCoromandelpadaakhirabad ke-13. Penting dicatat bahwa menurut Arnold, Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya tempat asal kedatangan Islam, melainkan juga dari wilayah Arab. Dalam pandangannya, padagang Arab juga membawa Islam ketika mereka menguasai perdagangan  Barat-Timur semenjak awal abad ke-7 dan ke-8. Meskipun tidak ada catatan sejarah ihwal  penyebaran Islam oleh mereka, adalah patut diduga bahwa dalam satu hal atau lainnya mereka terlibat dalam penyebaran Islam kepada kaum  pribumi. Argemen ini tampaknya lebih masuk akal jika orang mempertimbangkan, misalnya, fakta yang disebutrkan sebuah sumber di  Cina bahwa menjelang perempatan ketiga abad ke-7 seorang Arab pernah  menjadi  pemimpin pemukiman Arab  Muslim di pesisir Barat Sumatera. Beberapa orang Arab ini melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi sehingga  kemudian membentuk nucleus  sebuah komunitas Muslim yangpara anggotanya, ungkap Arnold telah memeluk Islam. Menurut Hikayat raja-raja Pasai yang  ditulis setelah 1350 (Hill, 1960:58-60), seseorang bernama Syaikh Ismail datang dengan perahu dari Makkah lewat Malabar menuju Pasai, tempat dia menonversi Merah silau, penguasa  daerah  tersebut ke dalam Islam. Merah Silau kemudian menggunakan gelar Malik Al-Shaleh, meninggal Dunia  1297 M. Kira-kira satu abad kemudian, sekitar 1414 M, menurut  sejarah  Melayu (yang dikompilasi setelah 1500), penguasa Malaka juga diislamkan oleh Sayyid Abd Al-Aziz, seorang Arab berasal dari Jeddah. Sang penguasa, Parameswara  menggunakan nama dan gelar Sultan Muhammad Syah tidak lama setelahmasukIslam (Djajadining,1982:12). Ada empat hal utama yang ingin disampaikan historiografi tradisional lokal   semacam ini. Pertama, Islam di Nusantara dibawa langsung dari tanah Arab. Kedua,   Islam diperkenalkan oleh para guru atau Juru Dakwah ‘profesional”. Ketiga, orang-orang yang pertama kali masuk Islam adalah para penguasa. Keempat, sebagian besar para juru dakwah “professional” datang di Nusantar  pada abad ke-12 dan ke-13. Orang-orang Muslim dari luar memang telah ada di Nusantara sejak abad pertama Hijriah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Arnorld dan ditegaskan oleh kalangan ahli Melayu-Indonesia, tetapi jelas bahwa hanya setelah abad ke-12 pengaruh Islam dikepulauan Melayu menjadi lebih jelas dan kuat.  Oleh karena itu, Islamisasi  tampaknya baru  mengalami percepatan khususnya selama abad ke-12sampaiabad ke-16 2.             Perkembangan Islam di negara Malaysia Islam masuk ke wilayah ini lewat jalan pedagang-pedagang Arab. Disebutkan bahwa mereka samai ke Malaka pada tahun 675 H / 1276 M. Raja Malaka masuk Islam melalui tangan mereka, dan mengganti namanya menjadi Muhammad Syah, lalu diikuti oleh rakyatnya. Malaka merupakan kerajaan islam pertama di sana. Islam sampai ke Malaysia belakangan dari sampainya Islam di Indonesia yang sudah terlebih dahulu pada abad ke tujuh[27]. Berdasarkan keterangan ini, maka asal usul masuknya Islam ke Malaysia berdasar pada yang dikemukakan Azyumardi Azra bahwa Islam datang dari India, yakni Gujarat dan Malabar. Sebelum Islam datang wilayah Asia Tenggara, Malaysia adalah berada di jalur perdagangan dunia yang Menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan Indiadengan Wilayah China, dan dijadikan tempat persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang amat penting. Maka tidak heran jika wilayah ini juga menjadi pusat bertemunya berbagai keyakinan dan agama (a cross-roads of religion) yang berinteraksi secara kompleks lengkap[28]. Pada abad ke-10 H / 16 M, Protugis menginvansi Malaysia, kemudian diikuti oleh orang-orang Belanda ( 1051-1210 H / 1641-1795 M). Lalu Malaysia tunduk kepada penjajahan Inggris pada tahun 1230 H / 1814 M. Orang-orang Jepang sempat menguasai negeri ini selama Perang Dunia II. Kemudian wilayah ini kembali kepada Inggris setelah perang usai. Malaysia kemudian mengumumkan kemerdekaannya pada tahun 1377 H / 1957M dan mendirikan Federasi Malaysia yang terdiri dari  11 provinsi. Sabah dan Serawak serta Singapura tergabung ke dalam wilayah ini. Kemudian Malaysia mengumumkan negeri itu sebagai Monarki Konstitusional pada tahun 1383 H / 1962 M[29]. Azyumardi Azra menyatakan bahwa tempat asal datangnya islam ke Asia Tenggara termasuk di Malaysia, setidaknya ada tiga teori. Pertama teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab (Hadramaut). Kedua, islam datang dari india, yakni Gujarat dan Malabar. Ketiga Islam datang dari Benggali (Banglades). Pola pertama Islam masuk ke Nusantara termasuk Malaysia melalui jalur perdagangan dan ekonomi yang melibatkan orang dari berbgai etnik dan ras yang berbeda-beda bertemu dan berinteraksi, serta bertukar pikiran tentang masalah perdagangan, politik, sosial, dan keagamaan. Seiring itu pola kedua mulai menyebar melalui pihak penguasa dimana istana sebagai pusat kekuasaan berperan dibidang politik dan penataan kehidupan sosial, dengan dukungan ulama yang terlibat langsung dalam biroksasi pemerintahan, hukum Islam dirumuskan dan diterapkan, kitab sejarah ditulis sebagai landasan legitimasi bagi penguasa muslim. Memasuki abad ke-20, bertepatan dengan masa pemerintahan Inggris, urusan-urusan agama dan adat Melayu lokal di Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan dan hal itu diatur melalui sebuah departemen , sebuah dewan ataupun kantor sultan. Setelah tahun 1984, setiap negara bagian dalam federasi Malaysia telah membentuk sebuah departemen urusan agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga tunduk pada hukum Islam yang ditetapkan sebagai hukum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan agama (mahkamah syariah) yang diketua hakim agama. Bersamaan dengan itu, juga ilmu pengetahuan semakin mengalami perkembangan dengan didirikannya perguruan tinggi Islam dan dibentuk fakultas dan jurusan agama[30]. Perguruan tinggi kebanggaan Malaysia adalah Universitas Malaya yang kini kita kenal Universitas Kebangsaan Malaysia. Memasuki masa pasca kemerdekaan, jelas sekali bahwa pola perkembangan Islam tetap dipengaruhi oleh pihak penguasa (top down). Sebab, penguasa atau pemerintah Malaysia menjadikan Islam sebagai agama resmi negara. Warisan undang-undang Malaka yang berisi tentang hukum Islam yang berdasarkan konsep Qur’aniy berlaku di Malaysia. Malaysia merupakan negara yang multi etnis, terdiri atas orang Melayu, Cina, India, dan Pakistan. Mayoritas penduduknya beragama Islam, dan bahkan Islam merupakan agama resmi negara. Namun agama-agama lain dapat diamalkan dengan aman di Malaysia. Dengan adanya perhatian pemerintahan terhadap Islam dan konstitusi negara yang banyak menguntungkan kepentingan umat Islam dan dengan adanya lembaga-lembaga dan organisasi Islam, pendidikan-pendidikan Islam serta kegiatan-kegiatan dakwah Islam, maka perkembangan Islam di Malaysia memiliki prospek yang sangat cerah. 3.             Perkembangan Islam di Negara Thailand Di Muangthai (Thailand) terdapat sekitar 2,2 juta kaum muslimin atau 4% dari penduduk umumnya. Muangthai dibagi menjadi 4 propinsi, yang paling banyak menganut Islam yaitu di propinsi bagian selatan tepatnya di kota Satun, Narathiwat, Patani dan Yala. Pekerjaan kaum muslimin Muangthai cukup beragam, namun yang paling dominan adalah petani, pedagang kecil, buruh pabrik, dan pegawai pemerintahan. Agama Islam di Muangthai merupakan minoritas yang paling kuat di daerah Patani pada awal abad ke-17 pernah menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di  Asia Tenggara dan menghasilkan ulama besar seperti Daud bin Abdillah bin Idrisal-Fatani. Umat Islam memiliki sejarah yang panjang dalam kerajaan thailand. Hubungan mereka dengan masyarakat Thailand serta peran mereka dalam negara dapat ditelusuri kezaman kerajaan ayyuthaya. Kedatangan Islam di negri Mughtai telah terasa pada masa kerajaan Sukhathai diabad ke-13, yang merupakan buah dari hubungan dagang yang dibagun oleh para saudagar muslim. Hal ini bermula dari dua orang bersaudara dari persia yaitu Syeikh Ahmad dan Muhammad syaid yang juga disebut Khaek Chao Sen (satu cabang mazhab syiah), menetap di kerajaan tersebut yang terus melakukan perdagangan sekaligus menyebarkan agama Islam. Sebelum berdirinya kerajaan Ayyuthaya sebagai pengganti kerajaan Shukhotai setelah yang terakhir ini runtuh pada abad ke-14, Islam telah memiliki kekuatan politik yang sangat besar. Perdagangan merupakan perintis proses islamisasi dan perkembangan politik kerajaan-kerajaan martim diwilayah kepulauan di abad ke-15, 16, dan 17. Perdagangan juga pulalah yang merupakan faktor dominan yang mendekatkan Islam dengan kerajaan Ayyuthaya. Sekelompok Islam lainnya, yang menjadi penduduk mayoritas di negeri ini sekarang tinggal di empat provinsi bagian selatan, yaitu Pattani, Yala, Naratiluat, dan Satul. Juga termasuk bagian dari provinsi Shongkala. Seluruh provinsi ini dahulunya masuk wilayah kerajaan Pattani pada abad ke-12, sebelum kerajaan Sukhotaiberdiri. Daerah ini merupakan wilayah muda di negara Thailand, baik secara politik maupun administratif. Pencaplakan yang dilakukan oleh kerajaan Thailand telah melahirkan masalah utama mengenai minoritas muslim di Thailand. Orang-orang muslim yang berasal dari pattani yang dibawa ke Bangkok oleh tentara Thailand sebagai tawanan perang pada awal masa perang pertama dan kedua. Dan orang-orang ini lah kemudian menjadi bagian utama dari masyarakat Islam di Thailand Tengah dan sebagian dari mereka tetap memelihara budaya dan bahasa mereka[31]. Secara historis kelompok masyarakat muslim telah ada sejak awal berdirinya negara Thailand dan memiliki peran penting dalam masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya Mughtai ikenal secara luas sebagai negara yang mengalami perkembangan yang sangat cepat dibidang ekonomi sosial, budaya. Sementara itu, komunitas muslim merupakan komunitas minoritas yang secara umum dianggap salah satu yang paling konservatif dan tradisional dari masyarakat Thai sehubungan dengan lingkungan yang sedang mengalami perubahan. Unyuk itu relegio kultural merupakan identitas yang paling penting dalam jaringan hubungan umat Islam dan Budha di Thailand. Karena perkembangan dan dinamisasi masyarakat muslim Thailand banyak diwarnai oleh masalah tersebut. 4.        Perkembangan Islam di Negara Filipina Hampir semua silsilah bermula pada masa raja sipad (Bahasa Sansekerta: Raja Shiripaduka). Pada masa pemerintahan di pulau Jolo, datanglah seorang muslim bernama Tuanku Masha’ika kee suatu tempat yang disebut Maimbuang (bagian selatan pulau Jolo). Sebuah batu nisan atas nama Maqhealhe ditemukan di Badatto, tidak jauh dari Jolo pulau Sulu. Penemuan batu nisan inilah yang dijadikan salah satu bukti Arkeologis masuk dan berkembangnya Islam di Filipina, pada waktu itu masyarakat pulau Jolo masih mengatut Animisme dan Dinamisme. Masuknya agama Islam di pulau Mindanao adalah di dalam abad kelima belas juga. Yang mula-mula membawanya ialah ‘Syarif’ Kebungsuan yang datang dari negeri Johor. Kapten Thomas Forst, yang menulis ceritanya dalam tahun 1775 M. Mengakui bahwa orang Arab yang mula-mula masuk pulau Mindanao 300 tahun yang lalu, adalah keturunan-keturunan syarif dari Mekah[32]. Dalam catitan sejarah pulau Sulu (Filipina) memeluk islam, yang datang ke sana ialah Sayid Abdul Aziz yang dahulu telah mengislamkan Sultan Muhammad Syah di Melaka (permaisura itu juga). Kemudian itu datanglah penyair Islam yang kedua, orang Arab juga, namanya Abu Bakar. Dia datang kesana sudah melalui Palembang dan Brunei. Sesudah dia barulah datang seorang bangsawan dari Minangkabau, bernama Rajo Bagindo. Para peneliti sejarah menyebutkan bahwa Islam masuk ke wilayah Filipina melalui jalan Sumatra dan Melayu, ini dimulai Sekitar Tahun 270 H / 883 M[33]. BAB III PENUTUP A.      Kesimpulan Berdasarkan uraian tulisan mengenai masuk dan berkembangnya kebudayaan Islam di Asia Tenggara, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Islam masuk ke Asia Tenggara melalui jalur perdagangan yang di bawa oleh para pedagang muslim Arab, India maupun dari Cina. Islam masuk ke Asia tenggara mulai dari abad ke 1 H/ 7 M yang dibawa oleh pedagang-pedagang muslim yang berlayar ke Asia Tenggara, yang pertama kali berlabuh di pesisir pulau Sumatra tepatnya di Pesisir Pasai (Aceh). Islam kemudian berkembang menjdi kerajaan kerajaan islam pada abad ke 8 H / 14 M. Diantara kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara yang memiliki peranan besar dalam perkembangan Islam di Asia Tenggara ialah kerajaan Samudra Pasai, kerajaan Malaka, kerajaan Aceh Darussalam, kerajaan Demak, kerajaan Banten, kerajaan Mataram Islam, kerajaan Gowa (Gowa-Tallo), serta kerajaan semenanjung melayu. Islamisasi di Asia Tenggara dengan cara damai dan berangsur, melaui beberapa saluran Islamisasi, diantaranya saluran perdagangan, saluran perkawinan, saluran tasauf, saluran pendidikan, saluran kesenian, dan saluran politik. Islam mudah diterima dalam masyarakat Asia tenggara karena islam memiliki keistimewaan diantaranya adalah Konsep Tuhan yang esa, keadilan hak individu dan masyarakat, kehidupan yang harmoni, menyinggung akhlak mulia, berfikir secara rasional, memandang derajat sesama makhluk tanpa perbedaan derajat, serta tidak bersifat memaksa.Kedatangan islam membawa pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun politik di kawasan Asia Tenggara. B.       Saran Berdasarkan pemaparan kesimpulan diatas, penulis memberikan beberapa uraian saran untuk dijadikan bahan pertimbangan, diantaranya ialah 1.      Untuk mengetahui asal-muasal agama Islam di Asia tenggara maka perlu diketahui sejarah dan bukti-bukti dari peradaban isam. 2.      Untuk melestarikan sejarah Islam, maka perlu sekali diketahui dan dipelajari dan mencari informasi tentang sejarah peradaban islam. DAFTAR PUSTAKA Al-Usairy, Ahmad. (2013). Sejarah Islam Sezak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar Media. Hamka, Prof.Dr. (2006). Sejarah Umat Islam. Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd. Yatim, Badri. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Tjandrasasmita,  Uka,  (Ed.). (1984). Sejarah  Nasional  Indonesia  III. Jakarta:  PN  Balai Pustaka. Supriyadi, Dedi. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. Zuhairini. (1986). Sejarah pendidikan Islam. Jakarta: Proyek Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, Direjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Hasbullah. (2001). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Thohir, Ajid. (2002). Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Ilaihi, Wahyu, dan Hefni, Harjani. (2007). Pengantar Sejarah Dakwah.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. [1] Dr. Badri Yatim, M.A,sejarah peradaban Islam dirasah Islamiyah II,(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2008),hlm. 200. [2] Ibid., hlm. 201 [3] Ibid., hlm. 201. [4] Kedatangan  ahli  tasawuf di Indonesia diperkirakan terutama sejak abad ke-13 yaitu masa perkembangan dan persebaran ahli-ahli tasawuf dariPersia dan India. Perkembangan tasawuf yang paling  nyata adalah di  Sumatra  dan  Jawa  yaitu  abad  ke-16  dan  ke-17. (Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III,  (Jakarta:  PN Balai Pustaka,  1984), hlm. 218) [5] Dr. Badri Yatim, M.A, op.cit., hlm. 203. [6] Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 205. [7] Dr. Badri Yatim, M.A, op.cit., hlm. 203-204. [8] Prof. Dr. Hamka, op.cit., hlm. 703. [9] Ibid, hlm.704. [10] Daerah yang berada di bawah kekuasaan Malaka kebanyakan terletak di Sumatera diantaranya: Kampar, Minangkabau, Siak, dan kepulauan Riau-Lingga. (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 18). [11] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad xx, (Cet, XI; Jakarta: AKBAR MEDIA, 2013), hlm. 337. [12] Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 19. [13] Ahmad Al-Usairy, op.cit., hlm. 337. [14] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban  Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 195. [15] Ahmad Al-Usairy, op.cit., hlm. 449. [16] Badri Yatim, op.cit., hlm. 209. [17] Ahmad Al-Usairy, op.cit., hlm. 449. [18] Di Jawa berdasarkan cerita tradisional dan babad-babad, yang mendapat gelar wali dianggap sebagai pembawa dan penyebar Islam di daerah-daerah pesisir. Tidaklah semua wali yang tergolong Wali sango atau wali sembilan berasal dari negeri luar. Bahkan sebagian besar dari wali sango menurut cerita dalam babad-babad berasal dari Jawa sendiri. (Uka Tjandrasasmita (ED.), op.cit., hlm. 197.) [19] Ahmad Al-Usairy, op.cit., hlm. 450. [20] Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 9. [21] Ahmad Al-Usairy, op.cit., hlm. 450. [22] Ibid., hlm. 451. [23] Ada dua  kemungkinan mengapa Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi diantaranya  :1) kemungkinan diakibatkan oleh dorongan agama Islam yang baru masuk. 2) kemungkinan karena kekayaan  yang diperoleh dari  perdagangan yang ramai di pelabuhannya yang merupakan pelabuhan transit. (Uka Tjandrasasmita (Ed.), op.cit., hlm. 31. [24] Dr. Badri Yatim, op.cit., hlm. 224. [25] Ahmad Al-Usairy, op.cit., hlm. 451. [26] Dr. Badri Yatim, op.cit,. hlm. 194. [27] Zuhairini, Sejarah pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Proyek Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, Direjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), hlm. 133. [28] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, (Cet, IV; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 17 [29] Ahmad Al-Usairy, op.cit., hlm. 507. [30] Ajid Thohir, Perkembangn Pradaban Islam di Kawasan Dunia Islam, (Cet. I; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 268-269. [31] Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, “Pengantar Sejarah Dakwah” (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 161-164. [32] Prof. Dr. Hamka, op.cit., hlm. 678. [33] Ahmad Al-Usairy, op.cit., hlm. 337. makalah peradaban Islam di Asia Tenggara PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Disusun Guna Memenuhi Tugas Semester Genap Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam Dosen Pengampu: M. Rikza Chamami, M.Si Disusun oleh: 1.      Dewi Aminatul Zahro’                  (133111160) 2.      U’thiya Ni’matur Robiah              (133111162) 3.      Khoirrosyid Oktifu’adi                 (133111163) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2014           I.            PENDAHULUAN Umat Islam merupakan penduduk mayoritas Asia Tenggara, menurut para ahli, islamisasi di kawasan ini berlangsung secara damai dan melalui proses panjang yang masih terus berlangsung sampai sekarang. Tidak banyak terjadi penaklukan secara militer, pergolakan politik, atau pemaksaan struktur kekuasaan dan norma-norma masyarakat dari luar negeri. Karena itu, tidaklah mudah untuk menjawab pertanyaan “bilamana”, “mengapa”, “darimana” dan “dalam bentuk apa” Islam mulai menimbulkan dampak pada masyarakat-masyarakat Asia Tenggara untuk pertama kalinya. Sesungguhnya, kini kita mulai menyadari bahwa proses Islamisasi ini mungkin tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi kawasan ini lebih merupakan suatu proses sinambung yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa depan kita. Selanjutnya kita dapat memperluas kompleksitas agama di kawasan ini melalui pengamatan bahwa Islam bukanlah agama besar pertama yang tumbuh subur di lahan subur Asia Tenggara. Sejarah agama di kawasan ini sendiri kompleks. Pertama Hindu, kemudian Budha, Islam dan belakangan Kristen, menawarkan model-model yang telah membentuk matriks budaya-agama pribumi selama ribuan tahun.[1] Dalam perspektif historis, studi atau kajian Islam di Asia Tenggara mengandung kompleksitas tersendiri. Harus diakui secara historis, studi-studi tentang Islam di Asia Tenggara sampai waktu-waktu belakangan lebih banyak dilakukan kalangan asing daripada sarjana pribumi. Bahkan, terdapat kesan kuat bahwa studi-studi yang meletakkan paradigma teoritis tentang Islam di Asia Tenggara hampir semua ditulis sarjana luar, walaupun pandangan mereka belum tentu sepenuhnya akurat.[2]        II.            RUMUSAN MASALAH A.    Bagaimana Sejarah Islam di Asia Tenggara ? B.     Bagaimana Kemajuan Agama Islam di Asia Tenggara ? C.     Bagaimana Modernisasi Islam di Asia Tenggara ?     III.            PEMBAHASAN A.           Sejarah Islam di Asia Tenggara Sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya pada masa awal, luar biasa galau dan rumit. Kegalauan dan kerumitan itu bukan hanya disebabkan oleh kompleksitas di sekitar sosok islam itu sendiri sebagaimana direfleksikan oleh kaum muslimin di kawasan ini, baik melalui historiografi dan pengkajian-pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspeknya di Asia Tenggara yang dilakukan kalangan sejarawan asing maupun pribumi. Mereka pun hingga kini belum mampu merumuskan suatu paradigma historis yang dapat dijadikan pegangan bersama. Terdapat perbedaan-perbedaan dasar di kalangan para ahli dalam mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadang-kadang sulit dipertemukan satu sama lain. Di kalangan masyarakat pribumi sebenarnya tidak kurang pula terdapat historiografi berupa hikayat, silsilah, babad, cerita, syair dan lain-lain yang mengungkapkan perkembangan awal Islam diberbagai kawasan Asia tenggara. Namun, para ahli seperti John menilai bahwa kebanyakan literatur melayuseperti itu mempunyai nama yang kurang baik, bukan hanya karena selintas tidak menarik, tetapi bahkan gayanya sulit dijelaskan. Menurutnya, kategori-kategori barat semacam roman, balada, dongeng, kronik (risalah) atau sejarah tidak cukup memadai untuk memberikan kerangka yang jelas mengenai karya-karya melayu ini.[3]                         Para pengembara atau wartawan Barat menulis tentang Asia Tenggara, khususnya bukanlah para ahli. Mereka umumnya membuat catatan-catatan berdasarkan kunjungan singkat dan kebanyakan mengamati dari daerah perkotaan, sehingga mereka sebenarnya tidak banyak tahu tentang keadaan nyata penduduk pedesaan, pola-pola sosial mereka dan lain-lainnya.[4]                         Mengenai tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara, sedikitnya ada tiga teori besar: 1.      Teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari arab, atau tepatnya Hadramaut. Teori ini dikemukakan Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), De Hollander (1861), dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan bahwa Islam datang langsung dari arab, meskipun ia menyebut adanya hubungan dengan orang-orang “Mohammedan” di India Timur. Keyzer beranggapan bahwa Islam datang dari Mesir yang bermazhab syafi’i, sama seperti yang dianut kaum muslimin Nusantara umumnya. Teori ini juga dipegang oleh Niemann dan De Hollander, tetapi dengan menyebut Hadramaut, bukan mesir, sebagai sumber datangnya Islam, sebab muslim Hadramaut adalah pengikut mazhab syafi’i seperti juga kaum muslimin Nusantara. Sedangkan Veth hanya menyebut “orang-orang arab”, tanpa menunjuk asal mereka di Timur Tengah maupun kaitannya dengan Hadramaut, Mesir atau India. Teori semacam ini juga diajukan Hamka dalam seminar “Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” pada 1962. Menurutnya Islam ke Indonesia langsung dari Arab bukan melalui India dan bukan pula pada abad ke-11 melainkan pada abad pertama Hijriyah atau 7 M.[5] 2.      Teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari India, pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel tahun 1872. Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan perjalanan Sulaiman, Marco Polo, dan Ibnu Battuta, ia menyimpulkan bahwa orang-orang Arab yang bermadzhab Syafi’i dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia Tenggara. 3.      Teori Fatimi, menyatakan bahwa Islam datang dari Benggali (kini Bangladesh). Islam muncul pertama kali di Semenanjung Malaya, dari arah pantai timur, bukan dari barat (Malaka) pada abad ke-11 melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan Trengganu. Beberapa ahli sejarawan menyatakan bahwa teori Fatimi ini tidak bisa diterima, terutama karena penafsiranya atas prasasti yang ada dinilai merupakan “perkiraan liar belaka”.[6]           Akhirnya semua teori diatas jelaslah belum final. Meskipun telah banyak sejarahwan yang menulis tentang masalah ini, kesempatan masih tetap terbuka bagi munculya penafsiran-penafsiran baru berdasarkan penelitian atas sumber-sumber sejarah yang ada berdasarkan penelitian dan penulisan lebih lanjut menyangkut sifat penyebaran Islam di kawasan ini. B.     Kemajuan Islam di Asia Tenggara  Kedatangan Islam sejak abad 7 sampai abad ke-12 di beberapa daerah Asia Tenggara dapat dikatakan baru pada tahap pembentukan komunikasi Islam yang terutama terdiri dari para pedagang. Abad ke-13 sampai abad ke-16, terutama dengan munculnya kerajaaan bercorak Islam, merupakan kelanjutan dari penyebaran Islam. Perlu dibedakan antara tahap kedatangan, penyebaran, dan pembentukan struktur pemerintahan atau kerajaan. Ketiga tahap tersebut memerlukan waktu dan proses yang panjang, tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapi Islam. Apabila gelombang pertama hanya menghasilkan komunitas Muslim yang terutama terdiri dari pedagang Muslim dan penyebaran Islam yang sangat terbatas, pada gelombang kedua, yang dimulai sejak abad ke-13, penyebaran Islam lebih mantab dan meluas. Hal ini bisa dilihat dengan berdirinya kerajaan Islam. Kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara pada abad ke-13 di pesisir utara Aceh Utara, tepatnya di daerah Lhokseomawe. Sejak kerajaan Samudera Pasai tumbuh dan berkembang, yang umumnya diterima para ahli sejarah sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara yaitu sejak abad ke-13 sampai akhir abad ke-16, pelayaran dan perdagangan antara Muslim dari Arab, Persia, Irak, India Selatan, dan Srilanka semakin ramai. Mereka bukan hanya mendatangi ibukota kerajaan Samudera Pasai, tetapi juga meneruskan pelayaran dan perdagangannya ke negeri-negeri lain di kawasan Asia Tenggara.[7] Dari sinilah Islam di Asia Tenggara memperlihatkan kemajuan dan perkembangannya. Telah disepakati bahwa Islam pada mulanya mendapatkan kubu-kubu terkuatnya di kota pelabuhan, seperti Samudra Pasai, Malaka, dan kota-kota pelabuhan lainya di pesisir utara Jawa. Berangkat dari teori bahwa Islam pada dasarnya adalah urban (perkotaan) dan bahwa peradaban Islam pada hakekatnya adalah (juga) urban. John menyatakan bahwa proses Islamisasi di Nusantara bermula dari kota-kota pelabuhan yang ada. Di perkotaan itu sendiri, Islam adalah fenomena istana. Istana kerajaan menjadi pusat pengembangan intelektual Islam atas perlindungan resmi penguasa, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh ulama’ intelektual terkenal semacam Hamzah Fansuri, Shams al-Din Pasai, Nur al-Din al-Raniri, dan ‘Abd al-Ra’uf al-Singkili. Tokoh-totkoh ini mempunyai jaringan keilmuan yang luas baik dalam maupun luar  negeri, sehingga menunjang pengembangan Islam dan gagasan mereka sendiri. Jaringan keilmuan semacam ini kemudian semakin diperkuat dan diperkaya terutama sejak abad ke-17 oleh tarekat-tarekat tasawwuf yang berkembang luas di Nusantara. Karakter organis yang inheren dalam jaringan semacam ini memberikan momentum yang terus-menerus bagi pengembangan Islam.[8] Selain itu, kota sebagai pusat ekonomi mempunyai kemampuan untuk mendukung kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan Islam secara politik, lebih-lebih lagi secara finansial. Relatif baiknya keadaan ekonomi perkotaan memungkinkan terselenggaranya pembangunan masjid dan pusat-pusat pengajaran Islam, kegiatan-kegiatan Islam, dan menimbulkan kemampuan untuk melakukan perjalanan naik haji atau berkeliling dari satu tempat ke tempat lain guna menyampaikan syiar Islam.[9] a.       Indonesia Saat ini, dengan perkiraan jumlah penduduknya sekitar 165 juta dengan 90% darinya beragama islam, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia adalah Muslim. Selain Islam, agama-agama Budha, Hindu, Katolik, dan Protestan merupakan agama yang diakui negara.[10]Kemajuan dan perkembangan Islam di Indonesia tidak lepas dari peran kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan juga peran perjuangan dakwah para wali songo dalam menyebarkan agama Islam. Indonesia memang bukan negara agama (teokrasi), dan bukan negara Islam, tetapi juga bukan negara sekuler. Indonesia adalah negara beragama yang mendukung kehidupan beragama warganya. Hal ini ditegaskan dengan dibentuknya Departemen Agama, Pengadilan Agama, pembinaan masyarakat beragama, waqaf, dan zakat. Selain itu, di Indonesia tumbuh dan berkembang banyak organisasi keagamaan, seperti MUI, ICMI, Muhammadiyah, NU dan lain-lain. Di Indonesia juga telah tumbuh sejak lama dan berkembang pendidikan agama Islam dari tingkat rendah sampai Perguruan Tinggi, dari pondok pesantren tradisional sampai yang modern. Sebagai kesimpulan, kita dapat melihat betapa ajaran Islam telah meresap ke dalam lubuk hati sebagian besar bangsa Indonesia, telah berakulturasi sedemikian rupa, dan telah mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakatnya.[11]             b.      Federasi Malaysia Di  Malaysia penduduk Muslim tidak lebih dari 55% dari seluruh jumlah penduduk. Meskipun tidak semua orang Muslim adalah Melayu, secara konstitusional, orang Melayu mesti Muslim. Peranan Islam dalam politik lebih kentara di Malaysia terutama di tahun 1980-an ini sekarang merupakan faktor krusial baik di tingkat nasional maupun tingkat lokal. Partai Islam (PAS) menyatakan dalam kampanyenya untuk membentuk negara Islam. Partai ini mendapat dukungan masyarakat yang cukup besar di negara-negara yang didominasi oleh Muslim seperti Kelantan, Trengganu, Kedah, dan Perlis. United Malay National Organization (UMNO) yang memimpin Front Nasional menikmati politik graduasi dan memasukkan secara selektif nilai-nilai Islam ke dalam kebijakan pemerintah dan menunjang tinggi konstitusi Malaysia sebagai keramat. Kebijakan Front Nasional mengenai Islam muncul sebagian karena keinginan untuk menyesuaikan dengan tumbuhnya harapan dari masyarakat Muslim. Fenomena kebangkitan Islam di Malaysia terutama di tahun 1980-an, telah merasuk. Kini dimana-mana terdapat tanda-tanda konformitas yang cukup besar terhadap tata cara hidup Islam di Malaysia. Juga ada kegairahan yang meningkat akan kajian-kajian Islam di kalangan kaum Muslim.[12] c.       Republik Singapura Singapura adalah negara dengan jumlah penduduk 2,5 juta jiwa yang multirasial, multilingual, dan juga multi agama. Cina merupakan 77 persen dari seluruh penduduk. Kaum melayu merupakan minoritas, sekitar 15 persen, sementara India hanya 6 persen, dan lainnya hanya 2 persen. Seluruh penduduk Muslim berjumlah 320.000 jiwa, 16% dari seluruh jumlah penduduk. Jumlah Muslim Cina di Singapura sangat sedikit. Orang-orang Pakistan, India, dan Arab merupakan penduduk Muslim lainnnya yang ada di Singapura. Di Singapura terdapat sebuah lembaga bernama MUIS. Yaitu lembaga Majlis Ugama Islam Singapura yang didirikan dibawah ketentuanAdministratif of Muslim Law Act of 1966. MUIS diberi tanggungjawab untuk mengatur administrasi hukum Islam di Singapura, seperti mengumpulkan zakat maal dan zakat fitrah, pengaturan perjalanan haji, organisasi sekolah-sekolah agama, serta pemberian beasiswa bagi pelajar Muslim. MUIS juga berwenang untuk mengeluarkan fatwa. Pengelolaan delapan puluh masjid di seluruh Singapura juga diserahkan kepada MUIS. Sejak tahun 1975, lewat Dana Pembangunan Masjid, MUIS telah membantu memfungsikan masjid sebagai tempat untuk dakwah dan kegiatan masyarakat Muslim lainnya. Ada pula lembaga yang didirikan oleh pemerintah untuk mengangkat status sosio-ekonomi masyarakat Melayu. Pemerintah menunjukkkan bahwa menciptakan “warga Muslim Singapura lebih baik di bidang pendidikan sehingga mampu memberikan sumbangan bagi pembangunan Singapura” merupakan kepentingan bersama.[13] d.      Republik Filipina Filipina adalah Negara kepulauan dengan 7107 buah pulau. Penduduknya yang berjumlah 47 juta jiwa menggunakan 87 dialeg bahasa yang berbeda-beda, yang mencerminkan banyaknya suku dan komunitas etnis. Islam telah mempunyai sejarah yang panjang di Filipina, sejak zaman prakolonial, dan masyarakat Muslim dibagian Selatan tercatat sebagai masyarakat yang mampu mempertahankan diri dari penetrasi Spanyol selama 300 tahun.  Orang-orang Islam di Filipina menamakan diri  mereka Moro. Namun nama itu sebetulnya lebih bersifat politis, karena dalam kenyataannya Moro terdiri dari banyak kelompok etnolinguistik, umpamanya Maranao, Manguindanao, Tausug, Samal, Sangil. Kaum Muslim di Filipina yang mendapat pendidikan sekular cenderung mudah menyatu dengan negara Filipina. Sebaliknya mereka yang tidak mau menerima pendidikan sekular dan hanya mendapatkan pendidikan agama secara tradisional, biasanya tidak menghendaki integrasi dengan Filipina. [14]   e.       Negara Brunei Darussalam Situasi politik di Negara Brunei Darussalam tampaknya sangat tenang, hal ini mungkin karena ukuran negara ini yang kecil. Brunei berpenduduk hanya 200.000 jiwa dengan Kaum Muslim sebagai mayoritas. Hampir seluruh penduduk Brunei adalah Melayu, meskipun ada sejumlah kecil kaum Cina pendatang. Sebagai agama resmi, Islam mendapat lindungan dari negara. Dominasi keluarga kerajaan di bidang pemerintahan dan tidak adanya demokrasi politik memungkinkan pemerintah memeberlakukan kebijaksanaan di bidang agama dan kebijaksanaan umum lainya tanpa kesulitan. f.       Myanmar Dari segi ukuran, sesuai dengan sensus penduduk tahun 1983, kaum Muslim merupakan 3,9% dari seluruh penduduk Burma yang berjumlah 35,3 juta jiwa. Secara geografis masyarakat Muslim terbesar di seluruh Burma dan merupakan masyarakat urban. Mereka bisa dijumpai disebagian besar kota-kota di Burma. Kota terbesar seperti Mandalay dan Rangoon sangat diwarnai oleh masyarakat Muslim. Terdapat pula sejumlah kota, terutama di wilayah Arakan seperti Buthidaung dan Yathedaung, dimana kaum Muslim merupakan mayoritas. Wilayah yang bersebelahan dengan Bangladesh juga mayoritas penduduknya adalah Muslim, tidak seperti wilayah Burma lainnya. Juga di daerah Arakan terdapat penduduk Muslim pedesaan dengan jumlah yang besar.[15]   g.      Muangthai Dari jumlah penduduknya, Islam adalah agama kedua yang cukup penting di Muangthai. Menurut gambaran resmi, masyarakat Muslim merupakan 4% dari seluruh penduduk Muangthai yang kini mencapai 50 juta jiwa. Ada juga yang menunjukkan presentasi yang lebih besar. Yang perlu dicatat adalah bahwa kaum Muslim merupakaan kelompok minoritas dalam kerajaan. Meskipun jumlah kaum Muslim yang sangat besar terkonsentrasi di empat propinsi bagian Selatan, yaitu Satun, Narathiwat, Pattani, dan Yala, di mana mereka merupakan kelompok mayoritas, mereka juga tersebar di seluruh kerajaan diseluruh kerajaaan di sekitar tiga puluh propinsi lainnya. Di Muangthai  terdapat 2000 buah masjid yang terdaftar, dan jumlah masjid di ibukota Bangkok adalah dua kali lipat dari jumlah seluruh masjid di Singapura. Masyarakat Muslim di Muangthai sebagian besar berlatar belakang pedesaan. Kebanyaan dari mereka bekerja sebagai petani. Di daerah selatan, mereka kebanyakan bekerja sebagai nelayan. Di Bangkok dan pusat perkotaan lainnya, sebagian besar kaum Muslim bekerja sebagai pedagang, buruh, tukang, dan pegawai negeri. Di bidang politik, persoalan masyarakat Muslim Melayu yang ingin memisahkan diri sangat meresahkan Kerajaan. Gerakan pemberontakan kaum separatis Melayu Muslim melahirkan sejumlah organisasi seperti Pattani United Liberration Organitation (PULO),  Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP), Barisan Revolusi Nasional, serta sedikit kelompok sempalan lainnya meskipun tidak efektif. Dengan bangkitnya demokrasi di Muangthai tahun 1979, partisipasi masyarakat  Muslim-Melayu dalam sistem politik, sebagai warga negara Muangthai dan bukan hanya sebagai Muslim –Melayu atau Muslim, telah mulai tumbuh. Masyarakat diberi kebebasan dalam menjalankan ibadah. Pemerintah menyediakan dana untuk membantu mereka dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. Kaum Muslim juga diperbolehkan melaksanakan dakwah membentuk organisasi dan mengelola penerbitan literatur keagamaan, yang sekarang sedang tumbuh. Meskipun demikian kaum Muslim tidak bebas dari perpecahan.[16] h.      Vietnam Berkembangnya Islam di Vietnam, khusunya pada tahap awal, tidak bisa dilepaskan dari kehadiran kerajaan dan etnis Campa, uraian tentang Islam di Vietnam diawali dengan uraian sejarah Kerajaan Campa Kuno dan Etnis Campa. Saat ini, masyarakat muslim Vietnam biasanya dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, masyarakat muslim pendatang yang berkembang di kota-kota besar, seperti HO Chi Minh. Kedua, masyarakat muslim Cam, yang merupakan penduduk lokal dan komunitas muslim tertua yang menempati dataran pesisir Vietnam Tengah. Jumlah masyarakat muslim Vietnam mencapai sekitar 1% dari seluruh populasi Vietnam, yakni sekitar 420.000 jiwa. Setelah Vietnam memasuki era baru dan politik terbuka, umat Islam juga ikut menikmati perubahan politik tersebut: baik secara internal dalam bentuk semakin terbukanya kegiatan keagamaan dan semakin pulihnya posisi sosial umat Islam. Dengan dibangunnya pusat pengkajian umat Islam dan pendidikan Islam di kota Ho Chi Minh dan dibukanya berbagai kantor perwakilan negara yang mayoritas penduduknya muslim, suasana di kota tersebut tidak lagi mencerminkan suasana “anti Tuhan”.[17]  i.        Laos Kebanyakan masyarakat muslim di Laos terdiri dari para pedagang keturunan Arab. Ketika krisis politik di Kamboja berkecamuk, banyak pengungsi muslim Campa yang menyebrang ke Laos dan menetap disana. Para muslim Huihui (China Muslim) juga banyak terdapat di Laos. Diperkirakan jumlah masyarakat muslim di Laos mencapai 40.000 jiwa.[18] j.        Kamboja Masuk dan berkembangnya Islam di Kamboja tidak dapat dipisahkan dengan datangnya orang Campa di negeri ini. Hal ini karena orang Campa telah memeluk agama Islam di negeri asalnya di Vietnam Tengah, sebelum kemudian menyebarkannya di Kamboja. Setelah Kamboja kejatuhan rezim Pol Pot dan kemudian diperintah oleh Hun Sen dan Raja  Sihanouk, masyarakat Melayu-Campa atau Khmer Islam kembali merasakan sedikit kemerdekaan beragama. Masjid sudah mulai difungsikan  kembali dan demikian juga madrasah-madrasah.  k.      Timur Leste Terdapat dua komunitas umat Islam Timor Leste, yaitu kelompok pendatang dari Arab (Yaman dan Hadramaut) yang datang lebih awal dan pendatang dari kepulauan Hindia Belanda (Indonesia). Pada 1933, umat Islam Dili telah memiliki wadah sepak bola dengan nama Al-Hilal. Pada tahun yang sama, Umar bin Awad Al-Katiri Al-Wahdatul Islamiyah. Pada 1947, Al-Wahdatul Islamiyah disempurnakan menjadi Persatuan Islam Dili (PID), yang dipimpin oleh Habib Abdurrohman bin Ali Al-Habsyi. Kemajuan dan perkembangan Islam di Asia Tenggara ditunjukkan dengan  tersebarnya Islam di seluruh kawasan Asia Tenggara. Hampir disetiap negara di kawasan Asia Tenggara terdapat umat muslim, terutama di Indonesia. C.     Modernisasi Islam di Asia Tenggara Penyebaran dan pengaruh pembaharuan Islam  modern di Asia Tenggara sejak awal abad ke-20 dipelopori oleh gagasan pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh menjadi lebih tersebar luas di seluruh Dunia Islam, tatkala seorang murid Muhammad Abduh yang bernama Muhammad Rasyid Ridha (1865–1935) menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir. Majalah Al-Manar inilah yang secara kongkrit menjabarkan ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, serta berpengaruh langsung kepada gerakan modernisme Islam di Asia Tenggara pada awal abad ke-20. Tidak diragukan lagi bahwa media cetak merupakan perangkat yang instrumental dalam penyebaran ide-ide kaum pembaru atau moderrnis di Asia Tenggara, terutama di Dunia Melayu-Indonesia. Dalam konteks ini, kita bisa dengan tepat menempatkan jurnal Al-Manar yang secara signifikan memengaruhi wacana pembaruan Islam. Jurnal ini tidak hanya memengaruhi secara langsung penyebaran pembaruan Islam lewat artikel-artikelnya, tetapi yang tak kurang pentingnya juga merangsang penerbitan jurnal dengan semangat yang sama di Asia Tenggara, terutama di kawasan Melayu-Indonesia. Tulisan ini merupakan usaha awal untuk menggambarkan dan mendiskusikan penyebaran pembaruan Islam ke Asia Tenggara, terutama di kawasan Melayu-Indonesia melalui perangkat jurnal yang diterbitkan di wilayah ini terutama Al-Imam di Singapura dan Al-Munir di Padang, Sumatra Barat, serta jurnal-jurnal lain.[19] Ada sedikit catatan singkat untuk Al-Manar. Telah umum diketahui bahwa tulang punggung Al-Manar adalah tokoh pembaharu, Muhammad Rasyid Ridho. Karena dipengaruhi secara kuat oleh Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad Abduh (guru pertamanya), yang ikut serta menerbitkan jurnal terkemuka, Al-‘Urwah Al-Wutsqa’, Muhammad Rasyid Ridha menerbitkan majalahnya sendiri, Al-Manar (tempat cahaya), yang terbit pertama kali pada 1898  di Kairo.dalam bentuk majalah mingguan dan berikutnya majalah bulanan sampai berhenti terbit pada 1935. Tujuan penerbitan Al-Manar adalah mengartikulasikan dan menyebarkan ide-ide pembaruan serta menjaga keutuhan umat Islam.[20]     IV.            KESIMPULAN Sejarah islam di Asia Tenggara, khususnya pada masa awal, luar biasa galau dan rumit. Kegalauan dan kerumitan itu bukan hanya disebabkan oleh kompleksitas di sekitar sosok islam itu sendiri sebagaimana direfleksikan oleh kaum muslimin di kawasan ini, baik melalui historiografi dan pengkajian-pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspeknya di Asia Tenggara yang dilakukan kalangan sejahrawan asing maupun pribumi. Mereka pun hingga kini belum mampu merumuskan suatu paradigma historis yang dapat dijadikan pegangan bersama. Terdapat perbedaan-perbedaan dasar di kalangan para ahli dalam mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadang-kadang sulit dipertemukan satu sama lain. Mengenai tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara, sedikitnya ada tiga teori besar: 1.      Teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari arab, atau tepatnya Hadramaut. 2.      Teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari India, pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel tahun 1872. 3.      Teori Fatimi, menyatakan bahwa Islam datang dari Benggali (kini Bangladesh). Sejak kerajaan Samudera Pasai tumbuh dan berkembang, yang umumnya diterima para ahli sejarah sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara yaitu sejak abad ke-13 sampai akhir abad ke-16, pelayaran dan perdagangan antara Muslim dari Arab, Persia, Irak, India Selatan, dan Srilanka semakin ramai. Mereka bukan hanya mendatangi ibukota kerajaan Samudera Pasai, tetapi juga meneruskan pelayaran dan perdagangannya ke negeri-negeri lain di kawasan Asia Tenggara. Dari sinilah Islam di Asia Tenggara memperlihatkan kemajuan dan perkembangannya. Penyebaran dan pengaruh pembaharuan Islam  modern di Asia Tenggara sejak awal abad ke-20 dipelopori oleh gagasan pembaharuan Jamaluddin dan Muhammad Abduh menjadi lebih tersebar luas di seluruh Dunia Islam, tatkala seorang murid Muhammad Abduh yang bernama Muhammad Rasyid Ridha (1865–1935) menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir. Majalah Al-Manar inilah yang secara kongkrit menjabarkan ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, serta berpengaruh langsung kepada gerakan modernisme Islam di Asia Tenggara pada awal abad ke-20.        V.            PENUTUP Syukur Alhamdulillah pemakalah haturkan kepada Allah SWT dengan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at bagi kita semua. Amin. [1] Ahmad Ibrahim, Islam di Asia Tenggara perspektif sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1989), Hlm. 1 [2] Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), Hlm. 3 [3]Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, hlm. 27 [4] Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara,hlm. 28 [5] Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, hlm.31 [6]Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, hlm. 32 [7] Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara,  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),  Hlm.11-12 [8] Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: yayasan obor Indonesia, 1989) Hlm. 13 [9] Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, hlm. 33 [10] Saiful Muzani , Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, hlm.40-41 [11] Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Hlm. 38 [12] Saiful Muzani , Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, hlm.43-44 [13]Saiful Muzani , Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, hlm.44-46 [14]Saiful Muzani , Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, hlm.48 [15] Saiful Muzani , Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, hlm.49-50 [16] Saiful Muzani , Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, hlm. 50-52 [17] Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Hlm.209 [18] Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Hlm. 218 [19] Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Bandung: Mizan, 2002), Hlm. 183 [20] Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Hlm. 184 PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA BAB 1 PENDAHULUAN 1.      LATAR BELAKANG MASALAH Asia Tenggara adalah sebutan untuk sebuah wilayah daratan Asia bagian timur yang terdiri dari Jazirah Indo China dan kepulauan yang banyak terlingkupi dalam Negara Indonesia dan Filipina.Asia Tenggara  atau indo – melayu merupakan tujuh dari wilayah kebudayaan atau peradaban Islam yang terdiri dari wilayah  - wilayah kebudayaan Arab, Islam Persia , Islam Turki, Islam Afrika ( hitam ), Islam anak benua India, Islam Indo – Melayu dan terakhir sekali wilayah peradaban Islam di western hemisphere. Sebagai bagian integral dan kebudayaan peradaban Islam secara keseluruhan , fenomena dan ekspresi kebudayaan Islam di wilayah Indo – Melayu juga mencakup ciri – ciri universal , membuat kebudayaan dan peradaban di wilayah tertentu dapat disebut Islamiate ( meminjam istilah Hodgson).Dalam hal ini Hodgson merinci lebih jauh tradisi keagamaan islam dengan segala integritas yang secara khas lebih luas daripada Kristen dan Buddhisme.Akan tetapi pada saat yang sama kebudayaan dan peradaban Islam di wilayah manapum, termasuk kawasan Indo – Melayu juga memiliki unsur – unsur yang khas bagi kawasan yang bersangkutan. Di seluruh Asia Tenggara, jumlah umat Islam diperkirakan mencapai 300 juta orang.Jadi, dapat dikatakan bahwa Asia Tenggara merupakan wilayah yang mempunyai penduduk muslim paling banyak. Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan pedagang oleh para sufi.Hal ini berbeda dengan daerah Islam di dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklukan oleh negara – negara Arab dan Turki.Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara. 2.      RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dari latar belakang di atas yaitu: a.       Bagaimana sejarah peradaban Islam di Asia Tenggara? b.      Apa saja kemajuan peradaban Islam yang ada di Asia Tenggara c.       Bagaimana modernisasi Islam di Asia Tenggara? 3.      TUJUAN MASALAH Tujuan dari rumusan masalah tersebut adalah: a.       Untuk mengetahui sejarah peradaban Islam di Asia Tenggara. b.      Untuk mengetahui kemajuan Islam yang ada di Asia Tenggara. c.       Untuk mengetahui modernisasi Islam di Asia Tenggara.                                                                                              BAB II PEMBAHASAN A.    SEJARAH PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA 1.      Proses masuknya Islam di Asia Tenggara Secara umum dikatakan bahwa Islam di Asia Tenggara mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Islam di kawasan yang lain terutama Timur Tengah yaitu damai, ramah dan toleran.Penyebaran Islam di kawasan ini bukan melalui ekspansi pembebasan yang hampir selalu melibatkan kekuatan perang.[1] Masuknya Islam di Asia Tenggara tidak berada dalam satu waktu yang bersamaan tetapi berada dalam satu kesatuan proses sejarah yang panjang.Kedatangan Islam di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina , Gujarat. Iran, Yaman, dan Arabia Selatan.Pada abad ke -5 SM, Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar pesisir.Kondisi semacam ini dimanfaatkan para pedagang muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir. Ada beberapa teori mengenai proses sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara, yaitu sebagai berikut: Teori pertama yang mengatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab atau tepatnya Hadramaut.Teori ini dikemukaan oleh Crawfurd ( 1820 ), Kayzer ( 1859 ), Niemann ( 1861 ), de Hollander ( 1861 ),dan Verth ( 1878 ).Crawfurd menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, meskipun pada bagian ini menyebutkan adanya bagian dari – orang Muhammedan di India Timur.Sementara itu, Kayzer beranggapan bahwa Islam dating dari Mesir yang bermazhar Syafi’I sama dengan yang dianut kaum Muslimin Nusantara lainnya.Ternyata teori tersebut juga dipegang oleh Niemann dan de Holiander, tetapi dengan menyebut Hadramaut , bukan Mesir sebagai sumber datangnya Islam, karena meraka adalah pengikut mazhab Syafi’I sebagaimana orang – orang Arab tanpa menyebut Timur Tengah atau kaitannya dengan Hadramaut, Mesir atau India.Teori semacam ini juga dikemukakan oleh Hamka yang menyebutkan bahwa Islam masuk di Indonesia langsung dari Arab, bukan melalui India, dan bukan pada abad  ke 11 melainkan pada abad pertama hiriyah atau abad 7 Masehi. Teori kedua yang mengatkan bahwa Islam datang dari India, pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel pada tahun 1872.Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan perjalanan Sulaiman, Macopolo dan Ibnu Bathutah, ia menyimpulkan bahwa orang – orang Arab yang bermazhab Syafi’I, Gujarat, dan Malabar di India yang membawa Islam di Asia Tenggara. Ia mendukung teori ini kemudian mengatakan  bahwa melalui perdagangan, sangat memungkinkan terselenggaranya hubungan antara dua wilayah , diperkuat dengan  istilah – istilah Persia yang dibawa dari India digunakan oleh pelabuhan kota – kota di Asia Tenggara. Teori ini  lebih lanjut dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang melihat para pedagang kota pelabuhan Dhaka di India Selatan sebagai pembawa Islam  ke wilayah Islam baru ini.Pada perkembangannya teori tersebut kemudian lebih lanjut dikembangkan oleh Morisson ( 1951 ), dengan merujuk tempat yang pasti bahwa Islam datang dari India.Ia merujuk Pantai Koromandell sebagai tempat pelabuhan bertolaknya para pedagang muslim dalam pelayaran mereka menuju Nusantara. Teori ketiga yang dikembangkan oleh Fatimi bahwa Islam datang dari Benggali ( sekarang Bangladesh ). Ia mengutip keterangan Tome Peres yang mengemukakan bahwa kebanyakan orang Islam terkemuka di Pasai adalah orang Benggali atau keturunan mereka.Dan islam muncul pertama kali di Semenanjung Malaya, dari arah pantai Timur bukan dari Barat atau Malaka, pada abad ke 11 M melalui Kantong, Phanrang ( Vietnam ), Leran, dan Trengganu.Ia beralasan bahwa secara doktrin Islam di semenanjung lebih sama dengan Islam di Phanrang diperkuat dengan elemen – elemen  yang ada di Trengganu lebih mirip dengan prasasti yang ada di Leran.Sementara Drewes, mempertahankan teori Snouck Hurgronje bahwa teori Fatimi ini tidak dapat diterima terutama karena penafsirannya atas prasasti yang ada dinilai merupakan perkiraan liar belaka.Lagi pula mazhab yang dominan di Benggala adalah mazhab Hanafi, bukan mazhab Syafi’I seperti di Semenanjung dan Nusantara secara keseluruhan. Sementara itu proses masuknya Islam di Asia Tenggara tidak berlangsung serta merta tetapi melalui beberapa tahap. Penetrasi Islam Asia Tenggara secara kasar dapat dibagi dalam 3 tahap sebagai berikut: 1.      Tahap pertama, dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotan , akhirnya keruntuhan kerajaan Majapahit pada kurun abad ke 14 dan 15. 2.      Tahap kedua, sejak dating dan mapannya kekuasaan kolonialisme Belanda di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Filipina sampai awal abad ke – 19. 3.      Tahap ketiga, bermula pada abad ke-20 dengan terjadinya liberalisasi kebijakan pemerintah kolonial terutama di Indonesia. Menurut Uka Tjandra Sasmita, proses masuknya Islam ke Asia Tenggara melalui enam cara.[2]  Yaitu: 1.      Perdagangan Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan.Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke – 7 hingga ke – 16 M membuat para pedagang muslim ( Arab, Persia, dan India ) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri – negeri bagian barat, tenggara, dan timur benua Asia.Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan . Mereka yang melakukan dakwah islam, sekaligus juga sebagai pedagang yang menjajakan dagangannya kepada penduduk pribumi. 2.      Perkawinan Dari sudut ekonomi, para pegagang muslim memiliki status ekonomi yang lebih baik daripada masyarakat pribumi.Sehingga penduduk pribumi terutama putri – putri bangsawan tertarik untuk menjadi istri saudagar – saudagar itu. Sebelum menikah, mereka diislamkan lebih dulu.Setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka menjadi luas.Akhirnya timbul kampung – kampung, daerah – daerah, kerajaan – kerajaan muslim.Melalui jalur perkawinan mereka telah menanamkan cikal bakal kader – kader islam. 3.      Tasawuf Para penyebar islam juga dikenal sebagai pengajar – pengajar tasawuf.Mereka mengajarkan teosofi yang bercampur dengan aliran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat.Mereka mahir dalam hal magic dan memiliki kekuatan – kekuatan menyembuhkan.Dengan tasawuf, bentuk islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut ajaran Hindu, sehungga ajaran baru itu dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat setempat. 4.      Pendidikan Dalam islamisasi dilakukan juga melalui jalur pendidikan seperti di pesantren, surau, masjid, dan lain – lain yang dilakukan oleh guru – guru agama , kiyai, dan ulama’.Dan setelah keluar dari pondok pesantren mereka pulang ke kampung masing – masing dan berdakwah ke tempat tertentu untuk mengajarkan islam. 5.      Kesenian Para penyebar islam juga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran islam, antara lain dengan wayang, sastra, dan berbagai kesenian lainnya .Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar islam seperti walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik kepada ajaran – ajaran islam sekalipun pada awalnya mereka tertarik pada kesenian. 6.      Politik Para penyebar islam juga menggunakan pendekatan politik dalam penyebaran islam.Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam.Sebagaimana diketahui, melalui jalur politik para walisongo melakukan strategi dakwah mereka di kalangan para pembesar kerajaan. B.     KEMAJUAN ISLAM DI ASIA TENGGARA Kedatangan Islam sejak abad ke 7 sampai abad ke 12 di beberapa daerah di Asia Tenggara dapat dikatakan baru pada tahap pembentukan komunikasi Islam terutama yang terdiri dari para pedagang.Abad ke -13 sampai abad ke-16 terutama dengan munculnya kerajaan bercorak islam merupakan kelanjutan dari penyebaran Islam. Berangkat dari teori bahwa islam pada dasarnya adalah urban ( perkotaan ) dan bahwa peradaban Islam pada hakikatnya juga urban.Maka, John menyatakan bahwa proses islamisasi di Nusantara bermula dari kota – kota pelabuhan yang ada.Di perkotaan itu sendiri,Islam adalah fenomena istana.Istana kerajaan menjadi pusat pengembangan intelektual islam atas perlindungan resmi penguasa, yang kemudian memunculkan tokoh – tokoh ulama’ intelektual terkenal semacam Hamzah Fansuri, Shams al- Din Pasai, Nur al- Din al – Raniri, dan Abd al – Rauf al Singkili.Tokoh – tokoh ini mempunyai jaringan keilmuan yang kemudian diperkuat dan diperkaya terutama sejak abad ke – 17 oleh tarekat – tarekat tasawwuf yang berkembang di Nusantara.Karakter inheren yang berkembang semacam ini memberikan momentum yang terus menerus bagi pengembangan islam. Selain itu, kota sebagai pusat ekonomi mempunyai kemampuan untuk mendukung kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan Islam secara politik, lebih – lebih lagi secara finansial.Relatif baiknya keadaan ekonomi perkotaan memungkinkan terselenggaranya pembangunan masjid dan pusat – pusat pengajaran Islam, kegiatan – kegiatan islam, dan menimbulkan kemampuan untuk melakukan perjalanan naik haji atau berkeliling dari suatu tempat ke tempat lain guna menyebarkan syari’at Islam. a.       Indonesia Saat ini, diperkirann 90% warga Indonesia beragama Islam.Selain Islam, agama – agama Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha merupakan agama yang diakui di Indonesia. Kemajuan dan perkembangan Islam di Indonesia tidak lepas dari peranan Wali Songo yang menyebarkan dakwah Islam di kawasan Indonesia.Kemajuan Islam di Indonesia dapat dilihat dari adanya Departemen Agama, Pengadilan Agama, organisasi – organisasi Islam, Perguruan tinggi Islam dan adanya Pondok  Pesantren baik yang tradisional hingga yang modern. b.      Malaysia Peranan Islam dalam politik lebih menonjol pada tahun 1980an , hal ini ditandai dengan adanya Partai Islam ( PAS ) yang menyatakan dalam kampanyenya untuk membentuk Negara Islam.Partai ini mendapatkan mendapatkan dukungan yang sangat besar di Negara – Negara yang didominasi oleh Islam.United Malay National Organization ( UMNO ) yang memimpin Front Nasional menikmati politik graduasi dan memasukkan secara selektif nilai – nilai islam ke dalam kebijakan Pemerintah dan menunjang tinggi konstitusi Malaysia. c.       Republik Singapura Singapura adalah Negara dengan jumlah penduduk 2,5juta  jiwa yang multirasial, multilingual, dan juga multi agama. Penduduk Islam di Singapura Cuma sedikit, 16%  dari seluru penduduk Singapura. Di Singapura terdapat lembaga bernama MUIS yaitu lembaga yang diberi tanggung jawab untuk mengatur adminstrasi hokum Islam di Singapura, seperti mengumpulkan zakat, organisasi – organisasi sekolah agama, serta pemberian beasiswa bagi pelajar Muslim. d.      Republik Filipina Filipina adalah Negara kepulauan dengan 7107 pulau dan penduduknya berjumlah sekitar 47 juta jiwa.Islam telah mempunyai sejarah yang panjang di Filipina sejak zaman Prakolonial, dan masyarakat Muslim di bagian Selatan mampu mempertahnkan diri dari Penetrasi Spnayol selama 300 tahun.Kaum Muslim di Filipina yang mendapat pendidikan secular cenderung mudah menyatu dengan Negara Filipina sedangkan yang tidak menerima pendidikan sekuler dan hanya mendapatkan pendidikan agama secara tradisional biasanya tidak menghendaki intergrasi dengan Filipina. e.       Negara Brunai Darussalam Situasi politik Negara Brunai sangat tenang, hal ini tampaknya karena Negara Brunai yang berukuran kecil dengan penduduk 200.000 jiwa dengan kaum muslim sebagai mayoritas.Sebagai agama yang resmi, Islam mendapatkan perlindungan di Negara.Dominasi keluarga kerajaan di bidang pemerintahan dan tidak adanya dominasi politik memungkinkan pemerintahan memberlakukan kebijaksanaan di bidang agama dan kebijaksanaan umum lainnya tanpa kesulitan. f.       Myanmar Dari segi ukuran , sesuai sensus penduduk tahun 1983, kaum Muslim merupakan 3,9 dari seluruh penduduk Burma yang berjumlah 35,3 juta jiwa. Secara geografis masyarakat Muslim terbesar di   Burma dan merupakan masyarakat urban. Mereka biasa dijumpai disebagian kota besar seperti   Mandalay dan Rangoon sangat diwarnai oleh masyarakat Muslim. Wilayah yang  bersebelahan dengan Banglandesh juga mayoritas penduduknya Muslim. g.       Muangthai Dari jumlah penduduknya , Islam adalah agama kedua yang cukup penting di Muangthai . Menurut    gambaran resmi , masyarakat Muslim merupakan 4% dari seluruh penduduk Muangthai yang kini  mencapai 50 juta jiwa. Ada juga yang menunjukan presentasi yang lebih besar. Yang perlu dicatat  adalah bahwa kaum Muslim merupakan kelompok minoritas  dalam kerajaan.Dengan bangkitnya demokrasi di Muangthai tahun 1979 maka masyarakat diberikan kebebasan menjalankan ibadah, dan pemerintah menyediakan dana untuk membantu mereka dalam masalah – masalah yang berkaitan dengan keagamaan. h.      Vietnam Berkembangnya Islam di Vietnam, khusunya pada tahap awal, tidak bisa dilepaskan dari kehadiran   Kerajaan dan etnis Campa, uraian tentang Islam di Vietnam di awali dengan uraian sejarah Kerajaan  Campa Kuno dan Etnis Campa. Setelah Vietnam  memasuki era baru dan politik terbuka, umat Islam ikut menikmati perubahan politik tersebut, baik secara internal dalam bentuk semakin terbukanya keagamaan dan semakin pulihnya sosial umat Islam. i.        Laos Kebanyakan masyarakat Muslim di Laos terdiri dari para pedagang keturunan Arab. Ketika krisis politik di Kamboja berkecamuk, banyak pengungsi Muslim Campa yang menyebrang ke Laos dan  menetap disana. Diperkirakan jumlah masyarakat Muslim di Laos mencapai 40.000 jiwa. j.         Kamboja  Masuk dan berkembangnya Islam di Kamboja tidak dapat dipisahkan dengan datangnya orang Campa  di negeri ini. Hal ini karena orang Campa telah memeluk agama Islam di negeri asalnya di Vietnam Tengah, sebelum kemudian menyebarkannya di Kamboja. Setelah Kamboja kejatuhan rezim Pol Pot  dan kemudian diperintah oleh Hun Sen dan Raja Sihanouk, masyarakat Melayu-Campa atau    Khmer Islam kembali merasakan sedikit kemerdekaan beragama.Masjid difungsikan kembali dan demikian juga madrasah – madrasah. Kemajuan dan perkembangan Islam di Asia Tenggara ditandai dengan tersebarnya Islam di seluruh kawasan Asia Tenggara.Sehingga, hampir di setiap Negara di kawasan Asia Tenggara terdapat umat Muslim.              Kemunduran Islam di Asia Tenggara Abad ke XVII merupakan periode khusus yang disebut sebagai “ krisis”.Krisis itu pada dasarnya adalah kemunduran kawasan Asia Tenggara dari perdagangan Internasional yang sebelumnya hampir selalu terkait dengan kemenangan ekonomi dan militer VOC.Krisis itu dalam kaitannya dengan perkembangan secara global seperti diberlakukannya pembatasan perdagangan di Jepang, bencana kelaparan, kemerosotan jumlah penduduk dan disintegrasi internasional Cina, juga pecahnya peperangan di Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol, Turki, dan Negara – Negara Eropa lainnya. Akibatnya bagi Asia Tenggara, kondisi di atas dilihat sebagai awal kemiskinan kawasan ini pada masa – masa berikutnya.Dalam masa itulah sejak abad XVII ini kelompok etnis Cina muncul sebagai pedagang minoritas yang dominan.Posisi dominan pedagang Muslim menjadi terdesak terutama setelah kekalahan Aceh dan Mataram tahun 1629 M dan diperparah dengan monopoli perdagangan oleh VOC di berbagai pelabuhan Nusantara. Kebangkitan Islam di Asia Tenggara Kebangkitan Islam ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam Islam, diantaranyapertama, mulai sadarnya para ulama untuk kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Ketika itu banyak masuk ajaran-ajaran lain dan diterima sebagai ajaran Islam, padahal sebenarnya ajaran tersebut bertentangan dengan Islam, seperti bid’ah, khurafat, dan tahayul. Menurut pandangan mereka ajaran-ajaran seperti inilah yang menjadikan Islam mundur. Untuk itu mereka bangkit dalam rangka membersihkan Islam. Gerakan pemurnian ini juga sering disebut sebagai gerkan reformasi. Kedua, dengan didominasinya bidang politik dan peradaban oleh Barat, sehinga persentuhan dengan mereka menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalannya. Karenanya mereka berusaha mencontoh Barat dalam bidang politik dan peradaban. Hal ini dilakukan untuk mengejar ketinggalan dan mencapai kemerdekaan. Kebangkitan Islam di Timur Tengah dan di Anak Benua India ini mempengaruhi kebangkitan Islam di wilayah Asia Tenggara yang mempunyai nasib serupa dengan Anak Benua India. Di Asia Tenggara, pada awal abad ke-20 muncul kaum intelektual muslim seperti Daud Patani, Tok Kenali, Sayyid Syaikh al-Hadi, dan Tahir Jalaluddin. Mereka merupakan perintis pioner-pioner dengan pendekatannya yang reformis terhadap konsep-konsep dan hukum Islam (kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah)[3], walaupun tidak setenar para pembaharu dari Timur Tengah dan Anak Benua India. Pada abad ke-19 kebangkitan Islam diawali dengan suatu gerakan yang dikenali sebagai revivalisme awal[4], yang memfokuskan perhatiannya pada masalah-masalah keagamaan yang sifatnya intern umat Islam seperti taklid buta, praktek-praktek terikat yang mengkultuskan para wali, dan pengkeramatan benda-benda tertentu. Seperti halnya Wahabi ini dianggap menyimpang dari ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga perlu diberantas. Ada empat gerakan yang dicatat oleh Hans-Dieter Evers dan Sharon Siddique, yaitu : 1.      Gerakan penolakan atas rasionalisasi, yaitu penolakan atas demistifikasi dunia. 2.      Gerakan sebagai sebuah usaha untuk mengatasi tekanan-tekanan modernisasi. 3.      Gerakan anti-imperalis dan hegemoni. 4.      Gerakan pembaruan yang merupakan doktrin agama itu sendiri/determinasi doktrinal dan sejarah. Menurut John L Esposito bahwa kebangkitan Islam di Asia Tenggara bukan sebagai reaksi terhadap modernitas Barat melainkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses pembaruan yang selalu muncul, yang menunjukan keberlangsungan tradisi Islam dalam Sejarah (1983). Abad XII dan XIII Islam di Asia Tenggara sampai di pesisir Malaka, Pasai, dan Aceh. Sedang cerita-cerita tradisional yang penuh dengan kisah tentang perjuangan kaum muslim awal di kawasan masyarakat muslim di Indonesia, Malaysia, Singapaura, Brunai, Filiphina Selatan, dan Muangthai Selatan. Penjajahan atau bangsa Barat yang modern dan berlainan agama di Asia Tenggara mendorong mereka untuk mengadakan pembaharuan dan melepaskan diri dari kuku cengkeramannya karena selama masa kolonialisme Barat, umat Islam diperlakukan tidak adil  dalam berbagai hal.             Terdapat latarbelakang munculnya kebangkitan di Asia Tenggara yaitu : 1.      Paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah tercampur dengan kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat, pemujaan terhadap orang suci dan hal lain yang membawa kekufuran. 2.      Sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan usaha, umat Islam maju dizaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Maka selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk ijtihad tidak mungkin mengalami kemajuan sehingga perlu adanya kebangkitan untuk memberantas kejumudan. 3.      Umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan sehingga adanya persaudaraan yang diikat oleh tali ajaran Islam. 4.      Hasil kontak antara dunia Islam dan Barat yang membuat Islam sadar bahwa mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat. Setelah mempunyai latarbelakang yang seperti itu maka muncul beberapa modal utama kebangkitan Islam di Asia Tenggara yaitu : (1) Rakyat yang beriman dan bertaqwa, (2) Jama’ah Islam yang bercita-cita besar untuk mengislamkan dunia dengan menelusuri hadits Rasulullah, (3)Pemimpin Islam yang berwibawa dalam hal akhlak, ketabahan, keberanian, kasih sayang, fikrah dan ushlub perjuangannya demikian menonjol, (4) Fikrah (minda) yang global maksudnya adalah pemimpin dalam memahami dan mengamalkan Islam serta menerapkan kaedah-kaedah perjuangan yang sudah diakui dan terbukti keunggulannya, (5) Asa peradaban yang kokoh yang mencakup segala aspek kehidupan manusia, (6) Pejuang-pejuang Islam yang gigih, (7) Sumber alam yang kaya yang menjadi modal tambahan untuk memperjuangkan sistem hidup Islam ke seluruh dunia, dan (8) Jumlah penduduk Islam yang banyak Melihat etos sosio - politik yang berbeda-beda dimasing-masing negara Asia Tenggara, maka bentuk islamisasi dan derajat intensitasnya beragam pula. Di Indonesia dengan latar belakang Islam Jawa, pemerintahan senantiasa mencurigai kegiatan-kegiatan keislaman dan memperlemah partai kaum muslim[5], pemintaan pendidikan tipe pesantren tidak pernah meningkat. Di Malaysia dimana Islam merupakan agama resmi dan kelompok terbesar penduduknya adalah muslim, perkembangan dan kekuatan kelompok-kelompok dakwah telah mampu memaksa pemerintah untuk mendukung mereka. Dan untuk mendapatkan legitimasi dari kaum muslimin, pemerintah memenuhi tuntutan dengan bukti lewat islamisasi mesin pemerintahan. DI Brunei, pemerintahan sangat mendukung perkembangan dan kemajuan Islam. Sementara di Singapura walaupun negara sekuler, namun Islam dan kaum muslimin dilindungi. Disana banyak dibangun masjid dengan dilengkapi peralatan modern, sedangkan di Muangthai walaupun umat Islam harus lebih dahulu berjuang lama, namun pemerintah bersimpati yang akhirnya melindungi identitas mereka dan menghasilkan rencana pembangunan Institut Islam di Muangthai Selatan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kebangkitan Islam di Asia Tenggara terkecuali Indonesia dan Brunei, tidak berjalan mulus karena pada dasarnya pemerintah cenderung konservatif dan mentolerir yang prokemapanan atau Islam resmi. Setiap bentuk praktek keislaman yang dipandang menyimpang dari kehidupan politik slalu mendapat pengawasan. Asia Tenggara Pasca Kemerdekaan             Sistem politik yang dijalankan adalah Demokrasi Liberal sebagaimana Inggris. Keadaan seperti ini berlangsung sampai tahun 1960. Pada tahun 1980-an peran Islam dalam politik lebih kelihatan baik ditingkat lokal maupun nasional. Misalnya PAS, dalam kampanyenya menyatakan pembentukan Negara Islam. Dalam hal ini PAS mendapat dukungan dari wilayah-wilayah yang didominasi muslim seperti Kelantan, Trengganu, Kedah, dan Perlis. Sejak saat itu dimana-mana terdapat tanda-tanda konformitas yang cukup besar terhadap tatacara hidup Islam di Malaysia.             Kajian-kajian keislaman dikalangan kaum muslimin meningkat. Lembaga-lembaga yang merefleksikan visi Islam dibangun, seperti lembaga pendidikan, kesehatan, perbankkan, perdagangan, maupun Industri. Badan-badan dan perkumpulan Islam baru yang memiliki komitmen untuk mewujudkan cita-cita Islam menjamur.             Adapun tentang pendidikan Islam di Malaysia semakin membaik, karena sejak tahun 1956 mulai dikenalkan dalam sistem sekolah nasional dengan alokasi waktu 2 jam per minggu. Peraturan ini diterapkan mulai dari sekolah dasar selama 6 tahun dan sekolah lanjutan selama 5 tahun. Sedangkan untuk melanjutkan ke fakultas studi-studi Islam di perguruan tinggi, para murid menjalani pra Universitas, yang didalamnya dipelajari bahasa Arab, Syari’ah, Ilmu Ushuluddin, dan Sejarah Islam selama 2 tahun.Sekolah Tinggi Muslim Malaya berdiri sejak sebelum kemerdekaan dan  merupakan tempat pendidikan Islam tertinggi di Malaysia. Namun cita-citanya untuk menjadi Universitas kandas dengan dibukanya Fakultas studi-studi Islam di Universitas Nasional Malaysia pada tahun 1970, sehingga kedudukan Sekolah Tinggi Muslim Malaya hanya setingkat prauniversitas yang memberikan kurikulum campuran yakni mata kuliah keagamaan dan sekuler.             Adanya banyak perbaikan pendidikan Islam di Malaysia merupakan reaksi pemerintah terhadap tuntutan masyarakat Islam yang peduli terhadap masalah ini. Dalam menanggapi kebutuhan komunitas muslim untuk menghasilkan teknokrat dan teknolog yang Islami, Institut Teknologi juga memutuskan dan menyusun mata kuliah Islam sebagai mata kuliah pelengkap bagi semua mahasiswa Islam. Namun pemerintah Malaysia tidak berencana untuk menyusun mata kuliah Islam sebagai mata kuliah pelengkap di semua Universitas.             Pada tahun 1981 perdana menteri menganjurkan agar semua akademi dan universitas agar menawarkan mata kuliah peradaban Islam. Dilanjutkan penjelasannya pada September 1982 bahwamata kuliah tersebut dimasukkan dalam pelajaran Sejarah Kekaisaran Inggris. Pembahasannya akan didekati dari sudut pandang yang tidak terikat, seperti caranya para orientalis dalam menggambarkan peradaban Islam. Namun karena pelaksanaannya diserahkan masing-masing lembaga, hasilnya tidak sama dimasing-masing Universitas. Baru pada sekitar tahun 1983 Universitas Islam Internasional didirikan atas dasar prinsip-prinsip dan filsafat pengetahuan dan pendidikan Islam yang direkomendasikan oleh konferensi dunia I tentang pendidikan Islam yang diadakan di Makkah pada tahun 1977. Akan tetapi pada saat ini realitas mengatakan bahwa kaum muslimin tidak tergabung lagi dalam satu wadah/partai. Sejalan dengan perkembangan pemikiran mereka, masing-masing berlomba-lomba membentuk wadah organisasi dengan menyampaikan visi dan misi dalam rangka merangkul pengikut. Di antara partai-partai Islam tersebut adalah Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan dan Partai Bulan Bintang. Dalam bidang pendidikan Islam, Indonesia selalu mendapat sorotan, karena memiliki penduduk terbesar didunia. Dari tahun ke tahun lembaga tinggi Islam terus berkembang, sehingga pada tahun 1982 jumlahnya meenjadi 140 yang tedaftar di Departemen Agama. Jumlah ini di luar yang dalam proses pendaftaran. Sejak tahun 1960-an pengetahuan Islam telah masuk ke dalam kurikulum sekolah-sekolah dan universitas-universitas negeri. Hal ini berkat adanya Ketetapan MPR tahun 1973 maupun 1978 yang menyatakan bahwa pengetahuan agama adalah suatu mata pelajaran atau mata kuliah wajib bagi sekolah-sekolah negeri mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Melihat realitas yang ada, maka perlu kiranya diciptakan sebuah sistem pendidikan Islam sebagai pegangan lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 26 April 1978 dibentuk suatu perkumpulan kerja sama selruh lembaga pendidikan tinggi Islam swasta yang bernama Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS-PTIS). Di Brunei, sistem politik tradisioanal diberlakukan kembali dengan mengambil bentuk modern, dimana keluarga raja sebagai pemegang kepemimpinan kerajaan yang beranama Brunei Darussalam. Situasi politik dan sistem pemerintahan di negara ini sangat tenang dan  tidak begitu mengalami kesulitan karena penduduk yang masih sedikit dan mayoritas beragama Islam. Sebagian yang lain adalah penduduk pendatang sepeti Cina. Dalam hal pengaruh dari luar, Brunei sangat selektif dan berhati-hati sehingga mendukung tradisi masyarakat feodal yang diterapkan. Pendidikan agama di Brunei memegang peranan yang sangat penting dalam menyandarkan identitas kaum muslim Melayu Brunei. Filipina merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang minoritas umat Islamnya. Penduduk yang terdiri dari beberapa etnis, dan memiliki banyak pulau-pulau. Ibukotanya adalah Manila yang teletak di Pulau Luzon. Di Filipina, Islam mempunyai sejarah yang panjang. Pada umumnya kaum muslimin terdapat di wilayah selatan atau disebut Moro dan sebagian ada di Manila dan daerah - daerah pantai utara. Mayoritas orang Moro adalah nelayan dan petani, namun ada juga yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan. Walaupun Filipina sudah merdeka, namun kaum muslim hidup terpisah dari masyarakat Filipina lainnya.  Kaum muslim Filipina tetap memegang teguh tradisi, karena bagi mereka agama merupakan hal yang sangat penting. Dalam hal pendidikan umum kaum muslim Filipina ada yang mau menerima dan ada yang menolaknya. Mereka yang menerima pendidikan sekuler biasanya mudah menyatu dengan negara Filipina, sebaliknya mereka yang hanya mendapatkan pendidikan agama secara tradisional tidak menghendaki integrasi dengan pemerintah. Walaupun antara kelompok elit tradisional dan masyarakat muslim umum terdapat  perbedaan-perbedaaan, namun masih ada perasaan persaudaraan keagamaan terutama ketika menghadapi masalah yang sama, misalnya dalam kesulitan ekonomi. Sejak berakhirnya PD II, ditetapkan kebijakan untuk menempatkan orang-orang Kristen di Mindanao, didukung dengan masuknya modal dan teknologi yang dalam beberapa kasus merugikan menyingkirkan kaum muslimin dari tempat tinggalnya. Pendidikan Islam di Filipina, menurut Adib Manjul dilakukan di Madrasah. Madrasah di Mindanao tidak mengajarkan bahasa Inggris, bahasa nasional Filipina, kelembagaan Filipina atau keahlian teknis yang dapat menyumbang pembangunan ekonomi komunitasnya. Oleh karenanya madrasah-madrasah tersebut dianggap sebagai sekolah-sekolah informal oleh pemerintah. Dengan demikian lulusan madrasah tidak dapat dengan mudah pindah atau melanjutkan ke akademik atau perguruan tinggi yang diakui pemerintah. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah Filipina mengijinkan penggunaan bahasa Arab sebagai media pengajaran. Untuk memperoleh pendidikan Islam setingka perguruan tinggi para lulusan madrasah mengambil beasiswa-beasiswa yang ditawarkan oleh perguruan Tinggi Islam dari luar negeri seperti Al-Azhar. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan ulama yang terdidik dan profesional. Secara umum, kaum muslim Filipina menganggap bahwa pendidikan agama Islam tetap memegang peranan penting dalam masyarakat, yakni untuk menjalin hubungan dengan masyarakat muslim lainnya dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Di Muangthai, Islam merupakan agama kedua setelah Budha. Kaum muslimin adalah kelompok minoritas dalam kerajaan dan mereka sebagian besar berada diempat provinsi bagian selatan yaitu Satun, Narathiwat, Pattani, dan Yala. Masyarakat muslim terdiri dari beberapa etnis, dan yang paling besar yaitu etnis Melayu. Mata pencaharian mereka bermacam-macam, tapi sebagian besar adalah bertani. Di bidang politik, keinginan kaum muslimin untuk memisahkan diri sangat meresahkan kerajaan. Keinginan ini dikarenakan kaum muslimin melihat adanya keenggangan pemerintah untuk memberikan kebebasan dalam mengungkapkan aspirasi budaya mereka dan ini diartikan kaum muslimin sebagai pelumpuhan budaya umat Islam. Selain itu juga tindakan pada birokrat lokal yang tidak simpatik seringkali menimbulkan banyak kesulitan. Setelah PD II pemerintah Thai memberikan kebebasan kepada umat Islam dalam menjalankan agamanya. Cara ini berhasil membuat kaum muslimin mau terbuka dan mau menggandeng saudaranya sesama muslim untuk berperan dalam pembangunan nasional Muangthai. Partisipasi muslim Melayu dalam sistem politik dan sebagai warga negara Muangthai mulai tumbuh sejak bangkitnya demokrasi pada tahun 1979. Dalam masalah pendidikan Islam formal di Muangthai sebagaimana di Filipina, tidak banyak yang memberikan harapan, walaupun telah bertahun-tahun berjuang untuk mengkomunikasikan aspirasi-aspirasi keagamaan mereka kepada pemerintah Muangthai. Pondok pesantren yang dulunya berfungsi sebagai tulang punggung identitas dan pertahanan Islam, sudah hilang digantikan dengan sistem sekolah agama yang modern (madrasah). Perubahan ini karena adanya peraturan pemerintah pada tahun 1970 yanag berisi bahwa semua pondok pesantren di empat provinsi (bagian selatan) harus mengubah sistem pendidikannya menjadi sekolah agama modern, para murid harus belajar beberapa mata kuliah yang diwajibkan oleh pemerintah seperti bahasa Muangthai, matematika, ilmu alam, sejarah, geografi, bahasa Inggris, dan kerajinan kayu. Di sekolah-sekolah pemerintah, para murid yang beragama Islam diharuskan mempelajari Budhisme sebagai mata kuliah wajib. Pada perkembangannya pemerintah mengijinkan pengajaran pengetahuan Islam di sekolah-sekolah pemeintah, namun pada kenyataannya di mata orang Islam praktek ini dapat dikatakan gagal, karena para gurunya kurang bermutu dan bukan guru tetap. Para lulusan sekolah agama tidak memungkinkan bekerja di pemerintahan. Mereka rata-rata menjadi guru agama, qadhi, dan pejabat birokrasi keagamaan lokal. Maka tidaklah mengherankan jika madrasah kurang menarik bagi kaum muslim. Singapura adalah sebuah negara kecil yang memiliki penduduk multirasial, multilingual dan multi agama. Umat Islam merupakan kelompok minoritas dan heterogen. Mayoritas kaum muslimin adalah Melayu dengan latar belakangyang berbeda-beda. Untuk menunjukkan kepada kaum muslimin tentang prinsip kebebasan dalam beragama dan melindungi kepercayaan mereka, pemerintah mendirikan Departemen Urusan Agama Islam, Majlis Ulama Islam Singapura (MUIS), sebagai sebuah badan hukum untuk menjadi penasehat presiden Singapura dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam. Sebagai negara yang penduduk muslimnya sedikit, pendidikan Islam di Singapura sangat memprihatinkan. Dibawah sistem pendidikan yang maju, kaum muslim Melayu tetap saja tertinggal. Pada tahun 1982 Kementrian Pendidikan mewajibkan adanya pengajaran agama di sekolah-sekolah pemerintah bagi murid yang beragama Islam pada tingkatan sekolah lanjutan. Walau pendidikan formal agama Islam di Singapura mengalami kemunduran, namun perhatian umum terhadap pendidikan Islam non formal semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena banyak orang tua yang mengirim anaknya kesekolah pemerintah, tetapi mereka juga tidak ingin anaknya miskin pengetahuan agama Islam. Gambaran sekolah formal di Singapura saat itu masih kekurangan fasilitas sebagai lembaga pendidikan modern. Gedung yang sudah tua dan tidak ada kegiatan ekstra kurikuler di sekolah karena tidak ada guru yang mau menerima latihan apapun dalam bidang seni dan teknik, sekalipun ada diantara guru-guru yang memiliki gelar dari universitas-universitas Islam. Melihat kekurangan dan kelemahan dalam pendidikan Islam, sementara kebutuhan kaum muslimin untuk meningkatkan standar hidup melalui pendidikan. C.    MODERNISASI ISLAM DI ASIA TENGGARA Pada abad ke-20, dimulai penyebaran dan pengaruh pembaharuan Islam modern di Asia Tenggara oleh seorang murid dari Muhammad Abduh yang bernama Rasyid Ridha (1865-1935) yang menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir. Majalah ini menjabarkan ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh yang dapat berpengaruh langsung kepada gerakan modernisme Islam di Asia Tenggara sehingga menjadi lebih tersebar luas di seluruh dunia Islam. Tidak diragukan lagi media cetak menjadi perangkat yang instrumental dalam penyebaran ide-ide kaum pembaharu atau modernis di Asia Tenggara, terutama di Melayu-Indonesia. Dalam konteks ini, jurnal Al-Manar secara signifikan tidak hanya mempengaruhi wacana pembaharuan Islam lewat artikel-artikelnya tetapi juga yang lebih penting adalah merangsang penerbitan jurnal dengan semanagat yang sama di Asia Tenggara, terutama di kawasan Melayu-Indonesia sehingga tulisan ini merupakan usaha awal untuk menggambarkan dan mendiskusikan penyebaran pembaharuan Islam di Asia Tenggara, terutama di kawasan Melayu-Indonesia melalui perangkat jurnal yang diterbitkan diwilayah ini terutama al-Imam (Singapura) dan al-Munir (Padang), serta jurnal-jurnal lainnya. Tulang punggung al-Manar adalah tokoh pembaharu yaitu Muhammad Rasyid Ridho karena dipengaruhi oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh (guru pertamanya), yang ikut serta menerbitkan jurnal terkemuka yaitu al-‘Urwah al-Wutsqa’ kemudian Muhammad Rasyid Ridha menerbitkan sendiri al-manar (tempat cahaya) pada 1898 di Kairo dalam bentuk mingguan sampai bulanan dan akhirnya berhenti terbit pada 1935. Tujuan diterbitkannya al-Manar adalah mengartikulasikan dan menyebarkan ide-ide pembaruan serta menjaga keutuhan umat Islam. BAB III PENUTUP A.    KESIMPULAN Kedatangan Islam di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina , Gujarat. Iran, Yaman, dan Arabia Selatan.Ada beberapa teori mengenai sejarah proses masuknya Islam di Asia Tenggara. Pertama Islam langsung datang dari Arab atau Hadromaut, teori kedua bahwa Islam datang dari India , dan teori ketiga bahwa Islam dating dari Benggali ( Bangladesh ).Sedangkan Islam masuk ke Asia Tenggara melalui 6 jalur, diantaranya yaitu melalui pedagangan, pernikahan, tasawuf, kesenian, pendidikan , dan poltik. Kemajuan dan perkembangan Islam di Asia Tenggara ditandai dengan tersebarnya Islam di seluruh kawasan Asia Tenggara.Sehingga, hampir di setiap Negara di kawasan Asia Tenggara terdapat umat Muslim. Pada abad ke-20, dimulai penyebaran dan pengaruh pembaharuan Islam modern di Asia Tenggara oleh seorang murid dari Muhammad Abduh yang bernama Rasyid Ridha (1865-1935) yang menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir. Majalah ini menjabarkan ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh yang dapat berpengaruh langsung kepada gerakan modernisme Islam di Asia Tenggara sehingga menjadi lebih tersebar luas di seluruh dunia Islam. DAFTAR PUSTAKA   Abdurrahman, D. (2002). Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogjakarta: LESFI. Al- Azizi, A. S. (2014). Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Jogjakarta:SAUFA Amin, S. M. (2013). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH. Supriyadi, D. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. [1] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern,Yogyakarta: LESFI,2003, hlm.318 [2] Abdul Syukur Al- Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap,Jakarta:Diva Press,2014,hlm. 436 [3] Chandra Muzaffar, “Kebangkitan Islam; Suatu Pandanan Global dengan Ilustrasi dari Asia Tenggara”, dalam Muzani (ed.),Pembangunan dan Kebangkitan, hlm.60 [4] Tentang revivalisme, modernisme, neo-revivalisme, dan neo-modernisme, lihat Fazlur Rahman, “islam; Challenges and Opportunities,” dalam Alford T.Welch dan Pierre Charcia (eds.) Islam; Past Influence and Present Challenge (London; Endinburgh University Press, 1979). [5] Lihat Straits Time, 19-20 Juli dan 29 Agustus 1989.