Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
59 pages
1 file
website : www.batikklasik.com Kami Batik Klasik dapat membuat batik sesuai selera anda karena batik kami bisa di custom dengan berbagai macam. Mau order banyak dengan harga grosir atau ingin satuan dengan harga ecer. Segera hubungi kami agar anda dapat batik yang spesial. Dailymotion : http://www.dailymotion.com/batikklasik youtube : https://www.youtube.com/channel/UCsFClp6O8YYwq2D9UbqPEnQ Facebook : https://www.facebook.com/Batikklasikcom-1938817166359588/ Instagram : http://www.instagram.com/batikklasiksolo/ Pinterest : http://id.pinterest.com/batikklasik/ Tumblr : http://www.tumblr.com/blog/batikklasik Twitter : https://twitter.com/BatikKlasikSolo Phone : MUNDARSO 0821-3939-2345 WA
Dalam pembukaan UUD 1945 termaktub adanya tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Peran pemerintah dalam mewujudkan tujuan negara ini menjadi sangat menarik apabila diarahkan kepada upaya untuk memahami sistem birokrasi yang di terapkan dalam pemerintahan. Pemerintahan yang di susun dengan menggunakan konsep birokrasi secara konstitusional berperan mengelola input tertentu untuk mewujudkan kehidupan bangsa dan negara ke kondisi yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Pemerintah dengan birokrasinya merupakan pelopor dalam pembangunan, inisiator pemberdayaan masyarakat dan aktor pelayanan kepada masyarakat. Dalam kenyataannya birokrasi pemerintah belum efektif melaksanakan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat lebih maju hal ini dapat di lihat dari semakin tingginya angka kemiskinan, menurut data terbaru dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang berada di bawah koordinasi Wakil Presiden telah menghitung peningkatan angka jumlah kemiskinan di Indonsia dari tahun 2012 sejumlah 76 juta menjadi 96 juta pada tahun 2013. Hal ini akan memberikan implikasi pada kondisi pendidikan dan kesehatan yang tentu merupakan permasalahan.
Indonesian bureaucracy is built in a long history, since an era of kingdom until an era of the state formation called Indonesia. However, the characteristics of the bureacracy is mainly identified as patrimonialistic. The characteristics are inheritted until in the era of reformation when political structure has been reconstructed to be more democratic. The efforst to reform seem not to yield a more legal-rationalistic typology of bureacracy. One of the reasons is a highly politicized bureaucracy in the forms of for example the uses of public facilities for particular political partties' activities, political mobilisation in general election, the practices of spoil system in bureaucracy, political interest-based promotion for public officers, government officer recruitment, and the dismantle of career officers of government institution that is highly political. However, it is not easy to eradicate the politicization of bureacracy since both of them are closely linked. Ideally, the links between bureacracy and politics must be oriented for accommodating public interests.
Perkembangan zaman yang berkembang sangat pesat ini,memaksa negaranegara yang ada dunia untuk berfikir untuk membuat inovasiinovasi dibidang teknologi untuk mempermudah masyarakatnya. Salah satu inovasi di dalam bidang imigrasi adalah penggunaan bahan bahan baru pada pembuatan paspor. Karena tidak bisa kita pungkiri bahwa bahanbahan yang terdahulu memiliki kekurangan yang membuat mudahnya paspor Indonesia ditiru oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab. Penggunaan bahanbahan baru tidak hanya bertujuan untuk penyegaraan namun sejatinya untuk membuat masyarakat Indonesia dapat merasa aman dan nyaman dalam hidup karena mereka mengetahui sistem keamanan pada dokumen perjalanannya sudah sangat aman. Kata kunci : teknologi,paspor,bahan.
CEKUNGAN (BASIN) DI SELURUH DAERAH INDONESIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERTAMBANGAN
JIL: Journal of Islamic Law, 2020
Article 7 of Law No. 1 of 1974 established that the minimum age of marriage for men is 19 years old and women 16 years old. The regulation was amended through Law No. 16 of 2019 which sets the minimum threshold for marriage for men and women to be married is a minimum age of 19 years. Changes to the minimum marital boundaries are of course intended that the age of marriage becomes an inward part with the goal of marriage, animating the basis of marriage and it is hoped that in the future it will be able to minimize conflicts in the household. Unfortunately, the marriage age limit still causes dynamics. By using library research, there are three results of this study. First, Islamic law does not specify a minimum age for a bride and groom who will carry out the marriage. The foqoha' differ in opinion in determining the age of maturity of a person in carrying out marriage but has the same goal, namely to establish goals rather than Islamic law. Second, psychologists think that the age of adulthood (adolescent) is right in carrying out marriage, that is someone who is 21 years old and so on. Third, the consequences of premature marriages will arise legal problems, biological problems, psychological problems, social problems, and problems of deviant sexual behavior. Abstrak: Pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menetapkan bahwa usia minimal pernikahan bagi pria adalah umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun. Aturan tersebut dirubah melalui Undang-Undang No. 16 tahun 2019 yang menetapkan batas minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan yang akan menikah adalah minimal di usia 19 tahun. Perubahan batasan minimal perkawinan ini tentu dimaksudkan bahwa usia perkawinan menjadi bagian yang inhern dengan tujuan perkawinan, menjiwai dasar perkawinan dan diharapkan kedepanya nanti dapat meminimalisir konflik dalam rumah tangga. Sayangnya, batasan usia perkawinan tersebut masih menimbulkan dinamika. Dengan menggunakan penelitian pustaka, ada tiga hasil penelitian ini. Pertama, hukum Islam tidak menetapkan minimal usia bagi calon mempelai yang akan melaksanakan perkawinan. Para foqoha' berbeda pendapat dalam menentukan usia kedewasaan seseorang dalam melaksanakan sebuah perkawinan, tetapi memiliki tujuan sama, yaitu menegakan tujuan dari pada Hukum Islam. Kedua, para ahli psikologi berpendapat bahwa usia dewasa (edolesen) tepat dalam melaksanakan
1.1 Pendahuluan Perekonomian Indonesia sejak kemerdekaan telah mengalami pasang surut. Sebagai negara yang baru merdeka saat itu, kondisi perekonomian yang carut marut tidak terlepas dari akibat perang yang terjadi dalam merebut kemerdekaan. Pada masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia belum mampu menata perekonomian dikarenakan kondisi politik yang belum stabil. Hampir semua sektor mengalami keterpurukan, sehingga pemerintahan pasca kemerdekaan menghadapi masalah besar yang harus dihadapi dalam mengisi kemerdekaan yaitu masalah bagaimana mengelola negara untuk mengangkat kesejahteraan rakyat (Prof. Dr. Boediono, Ekonomi Indonesia Dalam Lintasan Sejarah, Juni 2016) Membangun perekonomian tidak bisa terlepas dari peran pentingnya membangun sektor keuangan khususnya perbankan. Perbankan merupakan salah satu pilar perekonomian sebagai mana darah yang diperlukan dalam tubuh. Darah dibutuhkan dan mengalir keseluruh tubuh menjadikan manuasia hidup. Analogi yang sama dimana sektor perbankan menjadi penopang tumbuh dan berkembangnya perekonomian. Sektor swasta memerlukan pembiayaan, pengaturan uang beredar melibatkan peran perbankan, mobilisasi dana masyarakat dalam menggali sumber pembiayaan pembangunan memerlukan keterlibatan perbankan dan lain-lain. Model pembangunan ekonomi Harrod Domar mengharuskan adanya tabungan yang disihkan dari pendapatan sebagai bentuk investasi baru nantinya sebagai pemacu pertumbuhan. Pemupukan tabungan menjadi peran perbankan dalam konteks ini. Seiring dengan berjalannya waktu dalam membangun perekonomian Indonesia, sektor perbankan juga mengalami perkembangan yang didorong oleh kemajuan perekonomian di satu sisi dan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah dan Bank Sentral. Perkembangan kebijakan perbankan di Indonesia akan menjadi topik bahasan dalam makalah ini khususnya beberapa kebijakan yang menandai momen penting dalam kehidupan bernegara, membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adanya Undang-Undang Perbankan tahun 1992 salah satunya momen penting dimaksud, Undang-Undang Bank Indonesia tahun 2004 dan terakhir yang paling baru terkait dengan perbankan adalah
PENDAHULUAN Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia, lembaga pendidikan ini secara ntensif memberikan pendidikan agama Islam kepada muridnya oleh para ustadz ataupun kiyai melalui beberapa metode pembelajaran yang khas di lingkungan pondok pesantren. Lebih lanjut dijelaskan oleh Zamaksari Dhofir yang memberikan batasan tentang pondok pesantren yakni sebagai asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal terbuat dari bambu, atau barangkali berasal dari kata funduk atau berarti hotel atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari kata santri yang mendapat awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri. Secara umum pesantren memiliki komponen-komponen kiai, santri, masjid, pondok dann kitab kuning.1 Sejak zaman penjajah, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, eksistensinya telah mendapat pengakuan masyarakat. Ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak hanya dari segi moril, namun telah pula ikut serta memberikan sumbangsih yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin)telah banyak melahirkan ulama, tokoh masyarakat, muballigh, guru agama yang sangat dibutuhkan masyarakat. Hingga kini pondok pesantren tetap konsisten melaksanakan fungsinya dengan baik, bahkan sebagian telah mengembangkan fungsinya dan perannya sebagai pusat pengembangan masyarakat. Secara fisik, sebuah pesantren biasanya terdiri dari unsur-unsur berikut: di pusatnya ada sebuah masjid atau langgar, surau yang dikelilingi bangunan tempat tinggal kyai (dengan serambi tamu, ruang depan, kamar tamu), asrama untuk pelajar (santri) serta ruangan-ruangan belajar.
Batik Wayang
Batik laksana wayang beber ini dibuat di pembatikan Nyonya Carolina Maria Meyerde Batts sekitar tahun 1870-1880. Ny. Meyer adalah seorang wanita Indo-Belanda yang lahir di Yogya dan meninggal di Pekalongan.
Tropenmuseum di Amsterdam juga mempunyai kain kuno bermotif wayang yang menceritakan cerita Panji. Namun yang ditampilkan dalam batik Ny. Meyer ini adalah cerita wayang yang di ilhami kakawin Arjuna Wiwaha karangan Mpu Kanwa sekitar tahun 1030, yaitu pada masa pemerintahan Raja Airlangga (1019-1042) di Jawa Timur.
Menarik sekali bahwa selain tokoh-tokoh wayang, lengkap dengan gunungannya, pada kain ini kita melihat tumbuh-tumbuhan seperti manggis dan juga burung hong dan burung lain, serta kalajengking, kaki seribu, capung, laba-laba, cecak, kelelawar dan kupukupu yang ukurannya tidak proporsional dibandingkan dengan ukuran manusia dan dewa di kain itu.
Walaupun motif utama pada kain ini diberi warna biru dari bahan indigo dan dibuat di Pekalongan, tetapi warna merah tepinya dibuat di Lasem. Latarnya yang putih tua diberi hiasan cocohan, yaitu titik-titik yang dibuat dengan menusuk-nusukkan alat yang ujungnya berupa deretan jarum pada kain yang sudah ditutupi malam, sebelum pencelupan.
Berikut ini cerita Arjuna Wiwaha versi wayang :
1. Seorang raksasa sakti bernama Niwatakawaca bersiap-siap menyerbu kahyangan kediaman Batara Indra. Raksasa itu tidak bisa dikalahkan oleh dewa maupun raksasa. Ia hanya bisa dikalahkan oleh manusia. Jadi, para dewa berunding mencari manusia yang tepat untuk menghadapi raksasa itu. Pilihan akhirnya jatuh pada. Arjuna. Namun ia sedang bertapa memohon kesaktian di G. Indrakila. Tapi 5. Di kahyangan diaturlah strategi untuk mengetahui titik kelemahan raksasa itu. Dewi Suprabha yang sangat cantik dan sudah lama menjadi incaran Niwatakawaca pura-pura meminta perlindungan kepada sang raksasa. Niwatakawaca sangat senang. Berkat rayuan Suprabha, diketahuilah bahwa kelemahan raksasa itu terletak pada langit-langit mulutnya.
Table
Sementara itu, Arjuna yang memakai aji panglimunan untuk tidak tampak, selalu mendampingi Suprabha supaya tak dapat disentuh oleh Niwatakawaca.
6. Dewi Suprabha meminta Niwatakawaca untuk tidak menyentuhnya sampai keesokan harinya. Niwatakawgca mengabulkan permintaan itu. Namun, begitu mengetahui kelemahan raksasa itu, Arjuna segera melarikan Suprabha kembali ke kahyangan Batara Indra. Ketika menyadari ia kena tipu, Niwatakawaca tentu saja sangat gusar. Bersama Momongdono dan Buto Cakil ia langsung menyerbu kahyangan tempat Dewa Indra.
Karena para raksasa itu sangat sakti, lawannya pun segera kocar-kacir. 7. Arjuna membaur di antara tentaranya. Para punakawan memancing Niwatakawaca agar marah. Raksasa itu berkoar-koar karena sangat murka. Akibatnya, ia tidak waspada. Saat mulutnya terpentang lebar, Arjuna segera melepaskan anak panahnya. Karena ia pemanah yang ulung, anak panahnya tepat menancap di langit-langit mulut raksasa itu.
Niwatakawaca pun langsung tewas. Anak buahnya pun bisa dikalahkan dengan mudah.
8. Sebagai imbalan atas jasa Arjuna, ksatria Pandawa itu langsung dinikahkan dengan tujuh bidadari, di antaranya dengan Dewi Suprabha dan Dewi Tilotama. Namun, tujuh hari kemudian atau tujuh bulan menurut hitungan di bumi, Arjuna pamit untuk kembali kepada saudara-saudaranya di bumi. Walaupun hidup di kahyangan lebih menyenangkan, tetapi batinnya terdorong untuk menegakkan keadilan di kalangan manusia di bumi.
Kain Jelamprang
Menurut Nian S. Djoemena, seorang ahli, kolektor dan penulis sejumlah buku tentang kain tradisional, kain Jelamprang adalah kain yang dihiasi corak nitik khas Pekalongan, yang merupakan adaptasi corak geometris dari patola, Patola adalah kain sutera yang dibuat dengan teknik tenun ikat berganda yang rumit dan berasal dari Gujarat di India. Di Jawa, patola yang sangat mahal itu biasa disebut cinde dan di Sumatra cindai.
Walaupun di tempat asalnya patola ada yang bergambar manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan, tetapi yang digemari di Nusantara adalah yang bermotif geometris.
Di Solo dan Yogya, adaptasi dari motif geometris patola disebut nitik, sedangkan di Pekalongan disebut Jelamprang. Di Pekalongan, motif tersebut mulanya di buat di rumahrumah di tepi Jalan Perang, yaitu jalan raya tempat serdadu berbaris untuk pergi berperang.
Dari Jalan Perang itulah asal nama Jelamprang.
Penghasil kain bermotif nitik yang paling terkenal di Yogya sebelum kemerdekaan Republik Indonesia adalah H. Bilal. Warna yang dipakai di Yogya adalah warna soga, biru dan putih. Di Pekalongan lebih berwarna-warni dan kain Jelamprang banyak dibuat oleh pembatik keturunan Arab maupun pribumi. Sejak akhir abad XVIII, orang-orang Arab dari Hadramaut mulai banyak datang dan menetap di pesisir utara Jawa. Wanita keturunan Arab menyukai warna merah, hijau dan biru yang kelam. Namun bukan berarti kain ini cuma disukai oleh kalangan keturunan Arab.
Di Solo-Yogya, motif nitik biasanya dipakai menghiasi kemben, yaitu kain penutup dada. Kain panjang bermotif jelamprang yang Anda lihat ini mempunyai dua kepala. Kain panjang dari pesisir memang biasanya memiliki dua kepala yang lebarnya masing-masing setengah dari lebar kepala pada sarung, walaupun ada yang tidak memakai kepala.
Kalau kita perhatikan, motif kedua kepala itu berbeda, tetapi warnanya sama. Ada kain panjang vans kedua kepalanya mempunyai motif yang sama, tetapi warnanya berbeda.
Kalau dipakai, kepala yang satu akan tersembunyi, sedangkan yang lain tampil. Pada pemakaian berikutnya, kalau kepala yang tadinya tersembunyi ditonjolkan, maka pemakainya seakan-akan mengenakan kain yang berbeda.
Ada kain panjang yang memiliki dua kepala yang sangat kontras warnanya: yang satu merah dan yang lain biru tua atau biru kehitaman. Orang muda akan menampilkan warna yang muda dan menyembunyikan warna yang tua. Kalau orang tua yang memakainya, dilakukan yang sebaliknya.
Ada yang menyatakan bahwa kepala yang sama melambangkan dua manusia menjadi satu, jadi untuk dipakai oleh wanita bersuami.
Sarung Batik Bunga Tulip
Batik ini dihasilkan oleh Ny. Lien Metzelaar, seorang Indo-Belanda yang membuka pembatikan di Pekalongan tahun 1880-1920-an. Ia termasuk salah seorang tokoh terkenal yang menghasilkan "Batik Belanda". Dewa itu sering dilambangkan sebagai jamur umur panjang lingzhi atau kura-kura.
Karena menjangan dikatakan bisa menemukan lingzhi, hewan itu pun ikut melambangkan panjang umur seperti juga halnya burung bangau, Xi, kebahagiaan, bunyinya mirip xi pada xi que, nama sejenis burung kecil, sehingga burung itu pun dijadikan lambang kebahagiaan.
Temyata, selain kelelawar, banyak makhluk atau benda lain, yang melambangkan nasib baik. Menjangan pun bukan satu-satunya makhluk yang melambangkan kekayaan.
Lambang-lambang ini akan banyak kita jumpai dalam kedua seprai batik ini.
Seprai bermotif kilin
Seprai buatan Lasem di halaman 42-43, merah -nya didapat dari akar mengkudu.
Inilah warna merah alami dari Lasem yang tidak bisa ditiru di tempat lain itu. Seprai batik ini meniru seprai buatan Cina yang bahannya sutera dan ragam hiasnya disulam.
Di tengah, kita melihat bintang berujung delapan dengan lengkungan seperti kipas merah yang jumlahnya juga delapan. Delapan atau pa, bunyi-nya mirip dengan fa yang artinya "makmur", "kekayaan". Dalam dialek Kanton, delapan adalah baat, mirip dengan faat yang artinya "keberuntungan", "nasib baik". Bila delapan disandingkan menjadi 88, ia disebut shuangxi atau "kebahagiaan ganda". Ada anggapan, makin banyak angka 8, makin beruntung.
Di dalam bintang berujung delapan yang menunjuk ke arah delapan mata angin itu ada dua ekor kilin. Kilin adalah makhluk berkepala mirip naga, bertubuh seperti rusa tetapi bersisik seperti ikan emas, sedangkan ekornya seperti ekor singa.
Kalau Anda perhatikan, di dahi kilin itu ada aksara kanji wang, yang distilasi. Wang artinya "raja". Anda bisa melihat kilin digambarkan berbeda-beda pada beberapa kain batik yang ditampilkan di buku ini.
Walaupun penampilannya sangar, kilin dianggap makhluk yang lembut, dan muncul mengisyaratkan kabar baik dan melambangkan kemurnian, kebenaran, keadilan, kemakmuran, dan kedamaian. Ia juga dianggap pemberi kesuburan kepada orang-orang yang mandul.
Dekat kilin itu kita melihat anak-anak harimau. Harimau dan macan tutul disebut hu.
Bunyinya sama dengan hu yang berarti "melindungi". Ia dianggap pengusir bala dan pelindung anak-anak selain melambangkan kegagahan, kekuatan dan martabat tinggi. Ada yang menganggapnya dewa kekayaan atau tunggangan dewa kekayaan.
Ada juga dua bola mainan yang berpita dan dua gulungan buku. Gulungan buku adalah lambang orang terpelajar. Pada bentuk-bentuk seperti kipas, kita melihat pohon hayat. Tentang naga, burung hong, kilin dan kura-kura, Anda bisa melihat lebih lanjut dalam '"Penjaga Empat Penjuru Dunia". Makara dalam kebudayaan Cina adalah ikan berkepala naga yang merupakan lambang kegigihan, daya tahan dan ketabahan dalam mencapai cita-cita yang tinggi atau kemuliaan. Kita tahu, kelelawar disebut fu yang bunyinya mirip dengan "keberuntungan", la sering digambarkan sedang menukik, sebab "menukik" diucapkan dao yang sama bunyinya dengan "sudah tiba", Jadi "kelelawar menukik" bunyinya sama dengan "keberuntungan sudah tiba". Lima kelelawar membentuk lingkaran melambangkan lima keberuntungan, yaitu: umur panjang, kesehatan, kekayaan, cinta kebajikan dan meninggal wajar di usia lanjut, Kelelawar juga dianggap mengenyahkan roh jahat, apalagi kalau warnanya merah. Sayang penampilan kelelawar kurang menarik sehingga sering distilasi sampai hampir menyerupai kupu-kupu.
Motif seperti kipas kembar dengan pohon hayat di dalamnya kita dapati pula di keempat sudut kain. Di situ juga ada kilin, menjangan, ayam, dan semut, Kita tahu menjangan atau lu, bunyinya sama dengan penghasilan pejabat atau dengan kata lain kekayaan. Menjangan juga merupakan simbol sukses dalam karier yang panjang, dihormati masyarakat dan kemasyuran selain umur panjang.
Ayam dan semut melambangkan kerajinan mencari nafkah. Namun ayam juga dianggap sebagai pengusir bala. Ayam jantan adalah gongji. Ji ucapannya mirip dengan "beruntung". Ayam jantan berkokok, gong ming, bunyinya mirip "manfaat" dan "kernasyhuran."
Di keempat sudut itu juga ada gulungan buku lambang keterpelajaran. Gambar ini dibingkai dengan empat lapis pinggiran Di antaranya ada yang digambari ukel-ukel (melambangkan kesinambungan) atau reinkarnasi. Paling luar adalah pinggiran berwarna merah polos yang melambangkan matahari atau langit dan pencerahan.
Jadi seprai ini memuat pelbagai lambang yang mencerminkan harapan agar pemakainya terhindar dari segala macam bala dan mengalami kedamaian dan kesejahteraan sepanjang masa, untuk rajin mencari nafkah, gigih menghadapi kesulitan, kaya, terhormat, termasyhur, kuat, terpelajar, panjang umur dan pelbagai harapan baik lain.
Seprai Bermotif Burung Hong
Di tengah seprai kedua ini kita melihat ba gua atau patkua yaitu bentuk segi delapan yang dianggap memiliki tuah penolak bala dan banyak kegunaan lain. Tepi ba gua dihiasi dengan banji, motif geometris yang di sini berbentuk kunci bersam-bung tanpa putus. Motif banji berbentuk kunci ini melambangkan kemudahan yang tidak terputus untuk memasuki segala pintu, entah itu pintu rezeki atau lainnya.
Motif dominan di dalam ba gua adalah dua ekor burung hong yang artinya sudah kita lihat di atas. Juga ada kilin dan kelelawar yang distilasi, ada ayam yang sudah kita lihat pula pada seprai sebelumnya. Selain itu ada kepiting."Kepiting" dan "harmoni" diucapkan mirip, yaitu xie, sehingga ia melambangkan perdamaian.
Cangkang kepiting disebut jia yang bunyinya sama dengan "lulus ujian negara dengan angka tertinggi". Sedikit sekali orang berhasil lolos dari ujian yang sulit itu. Peserta yang lulus terjamin masa depannya sebagai pejabat negara. Cangkang yang berbenjol-benjol di bagian tengahnya dianggap bertuliskan wang yang artinya raja. Jadi kepiting juga melambangkan kemakmuran dan status yang tinggi.
Di luar ba gua kita melihat sejumlah makara, kelelawar, burung hong, harimau, menjangan, kepiting, ayam. Ayam jantan disebut pula guan, yang bunyinya mirip dengan "pejabat", sehingga dijadikan lambang kemajuan dalam usaha atau karier, sifat bisa diandalkan, selain rajin dan bisa mengusir roh jahat. Menjangannya menggigit jamur panjang umur. Kita juga melihat udang, ikan dan kera. Udang melambangkan kebahagiaan. Ikan disebut yu yang bunyinya mirip dengan "berkelimpahan". Ikan karper atau ikan emas disebut li yang bunyinya sama dengan "keuntungan" "kekuatan" dan "tenaga". JCarena te/urnya banyak, ia juga dijadikan lambang kesuburan. Selain itu ia melambangkan ketenangan, kesabaran, harmoni, kebijaksanaan dan umur panjang. Bila ikan digambarkan bersama lotus, burung xi que, dan aksara kanji yang berarti "tahun", maknanya adalah "lebih banyak kebahagiaan dari tahun ke tahun" Kera dianggap penuh inovasi dan tidak gentar bersaing.
Dua ekor kera bunyinya sama dengan "generasi yang akan datang lebih baik daripada yang sebelumnya".
Di keempat sudut batik ini terdapat tanaman lotus, lengkap dengan buahnya yang banyak berbiji sehingga melambangkan kesuburan. Bunga lotus melambangkan kemurnian, kesucian. Lotus melambangkan ketidakpedulian pada keduniawian dan dianggap suci. Bunga lotus disebut lian yang sama ucapannya dengan "terus-menerus". Kadang-kadang ia disebut he yang bunyinya mirip "harmoni", sehingga dianggap melambangkan harmoni yang berkesinambungan.
Batik ini mempunyai tepi empat lapis. Yang paling dalam berupa setengah bulatan yang bersinar, menggambarkan matahari terbit, harapan baru dalam hidup. Lapisan di sebelahnya merupakan stilasi lain dari lambang kesinambungan. Di sebelahnya terdapat lapisan ombak yang distilasi. Ombak dipakai menghiasi tepian jubah pejabat tinggi kelas satu dalam pemerintahan Dinasti Qing, yaitu mereka yang berhak menghadap kaisar. Lapisan paling luar berwarna hitam polos, lambang keadilan.
Penjaga Empat Penjuru Dunia
Berabad-abad sebelum tarikh Masehi, orang-orang Cina percaya kalau dunia dijaga oleh empat makhluk sakti. Naga berjaga di Timur, Kilin di Barat, Burung Hong di Selatan dan Kura-kura di Utara. Cina berada di tengah kawasan yang dijaga itu.
Naga
Naga Cina disebut Long dalam bahasa Mandarin, dan Liong dalam dialek Hokian. la mulai dike-nal sejak kira-kira 3.000 tahun yang lalu. Naga Cina umumnya dianggap sebagai pelin-dung, penolak bala, pemberi rezeki dan kesuburan karena menurunkan hujan, walaupun kalau sedang murka bisa mendatangkan kemarau panjang dan banjir di darat serta badai di laut.
Hiasan berupa naga pada pakaian, bangunan, perabot rumah tangga, keramik dsb. dianggap bisa menolak bala dan memberi keberuntungan. Jadi berbeda dengan Naga Eropa yang dianggap sebagai makhluk jahat pembawa bencana. Sampai saat ini, kain batik untuk menggendong anak, banyak yang masih dihiasi dengan gambar naga.
Banyak orangtua Cina mengharapkan putranya "menjadi naga", artinya sukses dan berkuasa. Harapan ini diantaranya dinyatakan dengan memberi nama "Long" atau "Lung/Loong" atau "Liong" kepada anaknya. Kadang-kadang ada anak bernama "Long" atau "Loong" atau "Liong" yang sering sakit gara-gara "keberatan nama", sehingga harus diberi nama barn dalam usaha menyembuhkannya. Kilin sudah dikenal pada abad ke-5 sebelum Masehi. Namun, kemudian kedudukannya sebagai penjaga dunia digantikan oleh harimau putih.
Kura-kura
Dari empat makhluk penjaga dunia itu, hanya kura-kura yang bisa kita saksikan dalam kehidupan nyata. Tempurung kura-kura bagian atas dianggap sebagai kubah langit atau surga dan bagian bawah-nya sebagai bumi. Karena umur kura-kura relatif panjang, ia dijadikan lambang panjang umur dan bahkan keabadian.
Kura-kura menjadi pahlawan yang tangguh dalam banyak legenda Cina, sehingga disebut "Pejuang Hitam" yang melambangkan kegigihan, kekuatan dan tidak tertembus musuh. Karena itulah tentara kaisar membawa bendera naga yang melambangkan kekuatan yang tak tertahankan dan bendera kura-kura yang melambangkan pertahanan yang tidak tertembus lawan.
Selain itu, kura-kura dianggap mengundang rezeki dan nasib baik. Sampai sekarang, masih dikenal sesaji dan penganan dari tepung ketan yang di-cetak berbentuk kura-kura. Kue ku ketan yang diisi adonan kacang itu rasanya manis dan dibuat untuk mengundang kemakmuran, keserasian dan ke-amanan, walaupun kini di Indonesia sebagian orang menganggapnya sebagai penganan biasa.
Arti di Balik Gambar Binatang Menurut Cerita Rakyat Cina
Mengapa bintang-binatang seperti ular, kalajengking, kaki seribu dan laba-iaba justru dipakai menghiasi kain batik untuk menggendong bayi? Naga, burung hong, kilin, kura-kura, rusa, bangau, kupu-kupu dan burung memang merupakan binatang yang indah. Namun mengapa kelelawar mendapat tempat dalam sejumlah kain batik? Ternyata makhluk itu dipiSih karena arti yang dikandungnya.
Lambang-lambang ini sebetulnya berakar pada ajaran Tao, Konfusius, dan Buddha.
Namun makna yang dikandung lambang-lambang itu sering ditafsirkan meleset di abad-abad kemudian, sehingga kerap kehilangan arti religiusnya dan falsafahnya yang sejati dan dianggap sekadar penolak bala.
Berikut ini binatang-binatang yang kita temukan dalam kain-kain yang ditampilkan dalam buku ini. Kadang-kadang binatang ini melambangkan hal yang sama dalam kebudayaan Jawa, tetapi bisa juga berbeda. Tidak semua pelukis atau pemakainya sengaja memilih binatang tertentu karena maknanya. Bisa juga semata-mata karena alasan keindahan.
Kupu-kupu hampir tidak pernah absen dalam batik pesisir, karena bentuknya indah.
Di kain batik, kupu-kupu dipakai mengisi ruang yang kosong, seperti halnya dengan burungburung kecil.
Apalagi kupu-kupu melambangkan cinta, termasuk cinta remaja dan cinta sejati yang tidak terpisahkan. Kupu-kupu disebut hudie dan die juga berarti "umur 90 tahun", sehingga dijadikan lambang umur panjang.
Burung melambangkan kegembiraan dan keba-hagiaan. Burung kecil yang disebut xi que (magpie), apabila digambarkan menukik berarti "kebahagiaan (xi) telah datang". "Menukik" dan "telah datang" sama-sama diucapkan dao.
Burung layang-layang diucapkan yon. Kalau melihat kedatangan burung itu, orang tahu bahwa musim semi segera datang, sehingga ia dianggap melambangkan nasib baik dan datangnya kemak-muran.
Bangau hitam dianggap paling panjang umur, tetapi mungkin kurang menarik untuk ditampilkan dalam batik dibandingkan dengan yang berwarna lain. Bangau menyandang banyak atribut yang mu-luk seperti keberhasilan, kebijaksanaan, keterpe-lajaran, keningratan, keagungan, tekad yang kuat, kekayaan, dan kekuasaan.
Kalau digambarkan berpasangan artinya ke-setiaan atau hidup pernikahan yang panjang, karena bangau diucapkan sebagai he, yang bunyinya sama dengan "keserasian".
Bangau juga dianggap sebagai binatang tung-gangan roh manusia ke surga.
Rusa adalah lu yang bunyinya mirip dengan "penghasilan pejabat", artinya kekayaan, la juga. melambangkan sukses dalam karier yang panjang, kemasyhuran, pengakuan masyarakat, selain melambangkan daya tahan dan keanggunan. Rusa dianggap mengundang umur panjang karena selain tunggangan Dewa Umur Panjang. Ia sendiri mampu menemukan jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) untuk memanjangkan usia.
Kelelawar disebut fu yang bunyinya mirip dengan "keberuntungan" atau "kebahagiaan". Ia juga melambangkan umur panjang yang penuh kebahagiaan. Ia sering digambarkan sedang menukik, sebab "menukik" diucapkan dao yang sama bunyinya dengan "sudah tiba". Jadi "kelelawar menukik" bunyinya sama dengan "keberuntungan sudah tiba".
Lima kelelawar membentuk lingkaran melambangkan lima keberuntungan, yaitu: umur panjang, kesehatan, kekayaan, cinta akan kebajikan dan me-ninggal wajar di usia lanjut.
Kelelawar juga dianggap mengenyahkan roh jahat, apalagi kalau warnanya merah.
Jadi sungguh berbeda dengan di Barat, yang mengaitkan kelelawar dengan vampir yang menghisap darah korban-nya sampai tewas, Namun karena bentuk kelelawar kurang menarik untuk hiasan kain, walaupun di-stilasi sampai mirip kupu-kupu pun, satwa ini kemudian kurang diminati sebagai hiasan pakaian di kalangan perempuan Cina peranakan.
Kepiting dan "harmoni" diucapkan mirip, yaitu xie, sehingga. ia melambangkan perdamaian. Cang-kang kepiting disebut jia yang bunyinya sama dengan "lulus ujian negara dengan angka tertinggi". Sedikit sekali orang berhasil lolos dari ujian yang sulit itu. Peserta yang lulus terjamin masa depannya sebagai pejabat negara. Cangkang yang berbenjol-benjol di bagian tengahnya dianggap bertuliskan wang yang artinya raja. Jadi kepiting juga melambangkan kemakmuran dan status yang tinggi.
Ikan disebut yu yang bunyinya mirip dengan "berkelimpahan". Sisik ikan emas atau ikan koki berkilat seperti emas, sehingga ia juga melambangkan emas yang berkelimpahan atau kekayaan. Ikan karper disebut Kyang bunyinya sama dengan "keuntungan" "kekuatan" dan "tenaga". Karena telurnya banyak, ia juga dijadikan lambang kesuburan.
Selain itu ia melambangkan ketenangan, kesabar-an, harmoni, kebijaksanaan dan umur panjang.
Bila ikan digambarkan bersama lotus, burung xi que, dan aksara kanji yang berarti "tahun", maka maknanya adalah "lebih banyak kebahagiaan dari tahun ke tahun".
Udang melambangkan kebahagiaan, nasib baik, dan umur panjang.
Harimau dan macan tutul disebut hu. Bunyinya sama dengan hu yang berarti "melindungi". Ia dianggap pengusir bala dan pelindung anak-anak selain melambangkan kegagahan, kekuatan dan martabat tinggi. la membantu anak-anak untuk kuat dan berani. Tak heran kalau gambarnya meng-hiasi pakaian dan kain gendongan anak. Ada yang menganggapnya dewa kekayaan atau tunggangan dewa kekayaan.
Harimau putih atau baihu kemudian menggan-tikan kilin sebagai salah satu penjaga empat penjuru dunia.
Singa bisa melambangkan Buddha yang pernah lahir 10 kali sebagai singa.
Lima binatang beracun yaitu ular, katak berkaki tiga, kalajengking, kaki seribu dan laba-laba diang-gap sebagai pengusir roh jahat. Jadi tidak mengherankan kalau pada gendongan atau pakaian bayi digambari binatang-binatang beracun itu. Binatang lain yang dianggap mengusir setan adalah harimau, anjing, singa, babi, dan naga.
Laba-laba diucapkan zhizhu atau xizi. Xi berarti juga "bahagia" dan zi berarti "putra", jadi xizi juga berarti "putra bahagia", sehingga dijadikan perlam-bang harapan untuk memperoleh putra atau anak. Laba-laba yang terjatuh dari sarangnya diartikan sebagai "kebahagiaan jatuh dari langit".
Kodok diasosiasikan dengan hujan, panen yang baik dan nasib baik. Karena ia disebut wa yang bu-nyinya sama dengan "bayi", ia juga dianggap lambang kesuburan.
Makara dalam kebudayaan Hindu adalah ikan berkepala gajah seperti yang kita jumpai di candi-candi Hindu di Jawa dan disebut gajahmina di Bali. Makara dianggap sebagai tunggangan dewa laut Baruna dan Dewi Gangga. Namun di batik-batik buatan Cina peranakan, makara adalah ikan berkepala naga, seperti yang terdapat dalam kebudayaan Cina dan Jepang. Makara berkepala naga ini diya-kini sebagai ikan karper/ikan emas yang menempuh segaia bahaya dan kesulitan, untuk bisa mencapai Gerbang Naga, yaitu sebuah air terjun yang tinggi. Di Cina air terjun itu dianggap berada di Sungai Kuning. Kalau sang ikan berhasil melompati air terjun itu, ia akan berubah menjadi naga. Karena itu ia dijadikan lambang kegigihan, ketabahan, kekuatan dalam menanggulangi kesulitan untuk mencapai cita-cita yang tinggi atau kemuliaan, Di Jepang, ia disebut schachihoko dan dianggap mampu mendatangkan hujan untuk menyuburkan tanah. Ia dipakai menghias ujung-ujung wuwungan kuil, sebab diyakini bisa mencegah kebakaran.
Gajah melambangkan nasib baik, kekayaan, kekuatan, dan keteguhan. Tonggeret melambangkan kelahiran kembali. Telur yang diselipkan induknya di celah-celah kulit kayu, setelah menetas akan bersembunyi di dalam tanah dan lama kemudian barulah tonggeret siap keluar untuk terbang ke angkasa. Ia serangga yang termasuk panjang umur, bisa mencapai 2-5 tahun, bahkan ada jenis yang bisa bertahan 13-17 tahun. Karena itu ia melambangkan keabadian, awet rnuda dan kebahagiaan yang panjang. Jangkrik dianggap pembawa nasib baik dan pelindung. Jangkrik berhenti berbunyi kalau ada orang mendekat, seakan-akan mengingatkan kita untuk waspada. la juga dianggap menenangkan, mungkin karena bunyinya. Namun ia melambangkan juga semangat juang.
Ular melambangkan kebijaksanaan, ke-anggunan, kreativitas. Padahal di Barat ular dikaitkan dengan setan, keculasan, dan kejahatan Babi dianggap melambangkan kejujuran, kesetiaan dan tenggang rasa. Ia juga mengecoh roh jahat supaya menjauh.
Kera dianggap penuh inovasi dan tidak gentar bersaing. Dua ekor kera bunyinya sama dengan "generasi yang akan datang lebih baik daripada yang sebelumnya".
Capung disebut qingting. Qing bisa juga berarti murni, jernih.
Kuda melambangkan cepat maju dalam karier atau usaha, daya tahan dan tenaga yang kuat, kesetiaan dan kemurnian. Ia juga dipercaya sebagai pembawa hal-hal yang baik.
Elang adalah lambang kekuatan. Elang di atas batu karang di tepi laut melambangkan kepahlawanan.
Ayam jantan mempunyai beberapa sebutan, di antaranya guan, yang bunyinya mirip dengan "pejabat", sehingga dijadikan lambang kemajuan dalam usaha atau karier, sifat bisa diandalkan, rajin dan pengusir roh jahat.
Sepasang bebek mandarin kalau dipisahkan atau pasangannya mati, konon akan merana dan mati tidak lama kemu-dian. Karena itu sepasang bebek mandarin melambangkan kesetiaan suami-istri dan kebahagiaan dalam pernikahan.
Merak yang bulunya indah dan sikapnya ang-gun, melambangkan martabat dan keindahan/kecantikan. Burung puyuh melambangkan keberanian.
Kerbau/sapi melambangkan kedatangan musim semi/musim hujan yang membawa banyak harapan dan juga ketenangan hidup seperti di pedesaan.
Menurut Cerita Rakyat Cina
Arti di Balik Gambar Tanaman & Benda Lain
Walaupun sejumlah bunga dan tanaman diang-gap melambangkan arti oleh orang Indonesia, Eropa maupun Cina, tidak semua pembatik dan pembeli batik menghayati arti di balik gambar bunga itu. Sering kali faktor keindahannyalah yang diutamakan.
Beras dan biji-bijian: Di kalangan masyarakat tertentu, termasuk orang Jawa dan Cina peranakan, beras dan biji-bijian adalah lambang kemakmuran dan kesuburan. Karena itu ada kebiasaan melempar pasangan pengantin dengan beras dan biji-bijian. Dalam kain batik, ada ragam bias pengisi latar belakang atau isen-isenyang disebut beras mawur, dele kecer.
Buah delima melambangkan kesuburan, banyak anak dan keturunan, karena buah itu banyak biji-nya. Delima masak dijadikan hadiah pada pernikahan. Selain itu ia melambangkan kejernihan karena daging buahnya jernih.
Magnolia melambangkan wanita cantik. Keranjang berisi buah-buahan atau bunga melambangkan kekayaan dan penghalau roh jahat.
Bunga narcissus/daffodil atau shuixian melambangkan keabadian atau umur panjang.
Bunga plum atau meihua merupakan bunga yang pertama mekar di musim semi sehingga dianggap perlambang keberanian dan harapan akan keberuntungan. Lima tajuk bunganya melambangkan "lima kebahagiaan" atau "lima keberuntungan", ya-itu umur panjang, kekayaan, kesehatan, kebajikan, dan keinginan untuk meninggal wajar di usia lanjut, Bunga plum yang bermekaran dengan kupu-kupu melambangkan umur panjang dan kecantikan. jika dengan kucing, melambangkan hidup 90 tahun.
Bunga lotus melambangkan kemurnian, kesucian. Walaupun ia keluar dan hidup dikelilingi lumpur, ia tetap bisa mempertahankan keindahan atau kesuciannya dan memberi seri pada sekitarnya. Lotus melambangkan ketidakpedulian pada keduniawian dan dianggap suci karena Buddha sering digambarkan duduk di atasnya.
Bunga lotus disebut lian yang sama ucapannya dengan "terus-menerus". Kadangkadang ia disebut he yang bunyinya mirip "harmoni" sehingga dianggap melambangkan harmoni yang berkesinambungan.
Biji lotus disebut lianzi yang bisa diartikan "melahirkan anak terus-menerus".
Bunga lotus mekar dengan sehelai daun dan sekuntum kuncup berarti kebahagiaan yang lengkap. Bunga lotus dengan seorang anak laM-laki dan seekor ikan emas berarti rezeki melimpah ruah.
Bunga lotus dengan bangau melambangkan harapan untuk karier atau usaha yang menanjak.
Bunga seruni/krisan yang mekar di musim gugur melambangkan ketabahan menghadapi keadaan. Seruni juga menyiratkan umur panjang, kebahagiaan dan kesejahteraan di usia senja selain mengundang keberuntungan.
Bunga botan atau peony disebut fu-gui hua, bunga kekayaan dan kehormatan. Nama lainnya ialah mudan. Ia dianggap mengundang kebahagiaan, kesetiaan, kecantikan abadi dan umur panjang, Karena tajuk bunga itu ada yang bersusun banyak, maka ia juga dianggap melambangkan kemakmuran dan kekayaan. Kalau diletakkan dalam jambangan berarti kekayaan, kehormatan, dan kedamaian.
Bunga anggrek melambangkan sifat mulia, moral yang tinggi, kerendahan hati, keanggunan, kecantikan, kesuburan, dan keabadian.
Bunga anyelir/carnation melambangkan pernikahan, kesuburan dan rezeki melimpah.
Bunga ini sering muncul dalam batik pesisir, entah sebagai hiasan utama, maupun sebagai penghias tepi, terutama dalarn batik Lasem dan disebut teluki atau celuki.
Bunga anyelir yang berasal dari Persia dan Turki, dibawa ke Eropa dan diperkenalkan ke India sebagai motif kain sembagi. Lewat kain sembagi inilah ia masuk ke kain batik.
Kembang bokor /hydrangea/hortensia melam-' bangkan cinta, rasa terirna kasih.
Bawang melambangkan kepandaian.
Buah peach melambangkan umur panjang.
Pohon cemara melambangkan umur panjang, keteguhan, dan disiplin diri.
Jeruk melambangkan kekayaan dan naslb baik. Karena itulah pada Tahun Baru Imlek banyak orang Cina menghiasi rumahnya dengan tanaman jeruk yang berbuah, selain menyuguhkan jeruk sebagai sesaji kepada arwah nenek-moyang.
Buah labu botol yang berbentuk seperti botol arak para dewa melambangkan umur panjang dan kesuburan, perlindungan dan berkat, kebahagiaan, dan pangkat tinggi.
Bambu melambangkan kelurusan hati, keuletan, tahan menghadapi kesulitan, keluwesan, kelembutan, keanggunan, kerendahan hati, dan juga umur panjang. Bambu dianggap bisa mengusir setan, karena kalau dibakar akan bergemeretak seperti bunyi mercon.
Kapak juga disebut fu, mirip bunyi "kebahagiaan" dan melambangkan kekuatan serta kemampuan untuk membasmi kejahatan.
Benda lain yang sering muncul di batik:
Pola geometris pada tepian kain, di antaranya swastika melambangkan keberuntungan. Aksaranya merupakan kependekan dari aksara 10,000, yang melambangkan umur panjang.
Kapal di tengah gelombang melambangkan tabah menghadapi cobaan.
Gunung melambangkan tempat yang tinggi, yang lebih dekat pada para dewa. Besar dan tinggi-nya mengandung arti tidak terbatas.
Batu panjang umur adalah batu karang berbentuk aneh yang sering digambarkan bersamaan dengan jamur lingzhi.
Lidah api melambangkan kesaktian.
Awan yang distilasi melambangkan keberuntungan dan diasosiasikan dengan negara dalam keadaan damai. Apalagi kalau diberi lima warna. Ucapan untuk "awan" bunyinya mirip "banyak rezeki". Kalau dikombinasikan dengan kelelawar merah menjadi "sembilan keberuntungan besar dan banyak rezeki". Tidak heran kalau dipakai mengisi ruang kosong di pakaian kaisar.
Kipas atau shan bunyinya mirip dengan baik, ramah, sempurna. Kipas merupakan peralatan dari Zong-li Quan, pemimpin Delapan Dewa. Tidak heran kalau kipas dijadikan peralatan orang-orang terpandang dan mencerminkan status sosial.
Kipas dengan 5 kelelawar artinya bermurah hatilah, maka kamu akan dikaruniai 5 kebahagiaan.
BATIK PEKALONGAN
Pekalongan bukanlah penghasil batik pesisir tertua. Namun daerah Pekalongan menghasilkan batik yang termasuk paling halus dan sampai sekarang masih menjadi penghasil batik utama. Karena itulah kaini menempatkannya pada bab awal.
Pada sejumlah batik Pekalongan, kita bisa menemukan ragam hias Hindu-Jawa.
Namun, berbeda dengan di Solo-Yogya, ragam hias itu tidak terikat peraturan-peraturan keraton. Sementara itu pern-batik santri di Pekalongan banyak menerapkan seni hias dari kebudayaan Islam. Pengaruh paling dominan pada batik Pekalongan datang dari Cina dan Belanda. Akibat paparan dengan pelbagai kebudayaan ini, batik Pekalongan sangat berbeda dibandingkan dengan batik di pedalaman Jawa. Warnanya berane-ka. Ragam hiasnya naruralistis.
Sayang sekali sebagian dari batik-batik yang bagus ini tidak diketahui siapa pembuatnya, karena sebelum pertengahan abad XIX pembuat tidak mencantumkan namanya, dan setelah itu pun banyak yang tidak melakukannya.
BATIK PENGARUH INDIA
Salah satu ragam bias yang menjadi keistimewaan pembatik keturunan Arab dan pribumi dl Pekalongan dan tempat-tempat lain adalah ragam hias jelamprang, yaitu ragam bias yang meniru pola patola dan sembagi dengan gaya nitik. Jelamprang juga disukai di Sumatra. Wanita keturunan Cina dan Belanda pun memakainya. Sayang sekali banyak yang tidak diketahui siapa pembuatnya.
BATIK CINA PCRANAKAN
Menurut sinolog Profesor Gondomono, Ph.D., para perantau Cina yang datang ke Jawa mulai abad XII-XIII, mula-mula tinggal sepanjang pantai utara. Sebagian dari mereka menetap untuk sementara dan sebagian lagi selamanya tinggal di Jawa. Mereka menikah dengan wanita setempat, karena tidak ada wanita Cina yang disertakan dalam perjalanan yang jauh dan berbahaya dalam jung yang penuh sesak. Baru ketika anggota kelompok hasil pernikahan campuran ini cukup banyak, pernikahan bisa dilakukan antar mereka.
Di masa yang lalu, ibu diserahi tugas mengasuh anak dan mengurus rumah tangga, sedangkan ayah mencari nafkah. Akibatnya, anak-anak lebih dekat dengan ibu mereka dan kebanyakan tidak menguasai bahasa ayah mereka. Apalagi masyarakat Cina masih sedikit.
Sebagian anak atau cucu pernikahan campuran itu terserap "menjadi Jawa". Sebagian lagi menjadi masyarakat yang disebut "Cina peranakan", yang sampai abad XX mempergunakan bahasa "Melayu Cina" yang disebut pula "Melayu Pasar" karena tadinya dipergunakan dalam berdagang di pasar. Keturunan orang Eropa dengan pribumi dan bangsa lain di Nusantara disebut Indo-Eropa.
Paling banyak jumlahnya tentu saja Indo-Belanda.
Tadinya orang Eropa mempertahankan gaya pakaian mereka, tetapi pada abad XVII-XVIII pa-kaiannya disesuaikan dengan iklim tropis. Bahan yang dipakai lebih tipis. Yang paling populer di kalangan wanita Eropa dan Indo-Eropa adalah bahan katun yang diberi motif dengan teknik cap dari India, yaitu chintz.
Sejak pertengahan abad XVIII mereka mulai beralih ke kain batik dan kebaya untuk pakaian sehari-hari di rumah. Kebayanya putih longgar, diberi tepian renda. Kaum prianya di rumah mengenakan celana batik longgar yang nyaman.
Orang Inggris di bawah Letnan Gubernur Jenderal Raffles yang sempat menggantikan
Belanda untuk waktu yang singkat (1811-1816), merasa terperangah melihat orang-orang Eropa dan Indo-Eropa mengenakan "pakaian pribumi", yang mereka anggap tidak layak bagi orang Eropa dan keturunannyu. Hanya kalau bepergian, bekerja atau pada acara-acara khusus mereka mengenakan pakaian bergaya Eropa.
Pada masa Inggris berkuasa dan kemudian juga Belanda, mereka mulai mengimpor kain putih halus buatan pabrik Eropa. Jadi, ketika kemudian permintaan akan batik meningkat, bahannya tersedia. Tadinya mereka memakai kain tenunan tangan.
Wanita Indo-Eropa, seperti halnya wanita Cina peranakan, awalnya memesan atau membeli batik buatan golongan lain. Lalu banyak yang mempekerjakan beberapa perempuan perajin batik di halaman belakang rumah mereka, tapi hasilnya bukan untuk dijual.
Didorong oleh kebutuhan untuk mencari nafkah, sejumlah wanita Indo-Eropa di pantai utara Jawa, memanfaatkan peluang untuk melayani permintaan akan batik di kalangan mereka. Mulai sekitar tahun 1830-an mereka membuka pembatikan yang hasilnya untuk dijual.
Pada dasarnya, batik bermutu tinggi dihasilkan oleh bahan yang baik, keterampilan dan ketekunan perajin serta pengawasan yang terus-menerus, sehingga batik yang dihasilkan di tempat majikan lebih baik jadinya daripada yang dikerjakan di rumah perajin sendiri.
Ragam hias setempat dan ragam bias Cina mulai ditambahi ragam hias pilihan wanita
Indo-Eropa sendiri. Mereka mendapat ilham dari gambar pada kartu pos, majalah-majalah bergambar, buku-buku dsb. yang datang dari Eropa.
Eliza Charlotte (Lies) van Zuylen
Batik van Zuylen atau "panselen" menurut lidah banyak orang, merupakan batik belanda yang paling terkenal. Lies pekerja keras yang rnemiliki jiwa bisnis. Tahun Pada batik ini makam Shanbo digambarkan sebagai gundukan tanah dan Yingtai sebagai merak. Kupu-kupu melambangkan cinta, termasuk cinta remaja dan cinta sejati yang tidak terpisahkan. Kupu-kupu disebut hudie dan die juga berarti "umur 90 tahun" sehingga dijadikan lambang umur panjang.
BATIK UNTUK ANAK-ANAK
Anak-anak juga memakai kain batik. Panjang dan lebarnya tentu saja disesuaikan.
BATIK BATANG
Batang letaknya cuma 8 km dari Pekalongan. Seperti Pekalongan, kota ini juga menghasil-kan batik dan bukan sembarang batik. Ciri batik Batang sama seperti batik Pekalongan, tetapi warna-warnanya lebih kelam. Salah satu perbedaan dapat dilihat dari batik bang birori. Di Pekalongan batik bang biron biasanya memakai latar berwarna krem tetapi di batik Batang latarnya berwarna kopi susu.
BATIK TEGAL
Corak batik Tegal termasuk besar, berupa fauna dan flora dan juga lar atau sayap garuda. Kita juga menemukan corak gribigan, beras mawur, batu pecah, ukel, dan corak yang disebut kuku macan dan tapak kebo. Peda-gangpedagang batik dari Tegal, pada masa yang silam membawa dagangannya sampai Tasikmalaya dan Garut, sehingga ikut memengaruhi batik di tempat-tempat itu.
Sebagai kota pesisir, Tegal pun tidak luput dari pengaruh Cina dan Belanda dan terutama dari tetangganya, Pekalongan. Bedanya dengan Pekalongan sering hanya di variasi warna. Di Pekalongan, warna pada badan biasanya lebih muda. Selain itu batik Tegal tidak terlalu banyak memakai isen-isen.
BATIK LASEM
Lasem di masa yang lampau termasyhur karena warna merahnya yang dijuluki abang getih pithik (merah darah ayam). Warna merah alami itu diperoleh dari akar mengkudu dan tidak bisa ditiru di tempat-tempat lain. Banyak orang di luar Lasem ingin mengetahui resep warna merah yang sangat dirahasiakan itu. Namun diduga merah yang bagus itu disebabkan bukan cuma karena ramuan zat warnanya, tetapi juga karena kandung-an mineral pada air di daerah itu, yang dipakai melarutkan zat warna.
Lasem bukan cuma menghasilkan batik sendiri, tetapi juga memasok blangkoan untuk sentra batik lain seperti Pekalongan, Solo, dll. Blangkoan adalah kain putih yang kepala dan pinggirnya sudah dibatik dengan warna merah dari akar mengkudu, tetapi badannya dibiarkan kosong. Blangkoan ini akan dibeli pembatik-pembatik di tempat lain, untuk diisi badannya dengan ragam hias dan warna-warna lain.
Salah satu ciri hiasan pinggir pada batik Lasem dan blangkoan adalah bunga anyelir atau carnation, yang di sini disebut celuki atau teluki. Karena Lasem terkenal merahnya, Solo soganya dan Pekalongan birunya, sampai-sampai ada jenis batik mahal yang disebut "tiga negeri", yaitu yang merahnya dibuat di Lasem, birunya di Pekalongan dan soganya di Solo.
Namun tiga negeri juga bisa dibuat umpamanya saja merahnya di Lasem, soganya di Batang dan birunya di Pekalongan. Ada juga tiga negeri yang merahnya dibuat di Semarang, birunya di Kudus dan soganya di Demak, tetapi merah Semarang agak mengarah ke jingga dan soga Demak tidak sama dengan soga Solo.
Di Lasem, ada batik yang dihasilkan oleh penduduk desa di rumah masing-masing di kala seng-gang. Ada pula yang dikerjakan oleh buruh batik di pembatikan-pembatikan dan sangat dipengaruhi kebudayaan Cina, Yang kedua ini lebih banyak berperan dan disebut laseman. Lasem yang terletak dekat perbatasan Jawa Tengah dengan Jawa Timur merupakan salah satu dari tiga pelabuhan penting pada zaman Majapahit dan tempat persinggahan paling awal dari para perantau Cina yang lalu menyebar ke Demak, Kudus dan sekitarnya. Jumlah penduduk keturunan Cina juga besar di sana.
Penampilan laseman berbeda daripada batik Pekalongan yang dihasilkan penduduk Cina peranakan, terutama warnanya. Menurut Nian S. Djoemena, tata warna laseman mengingatkan pada benda-benda porselin kuno dari Cina. Kalau kita lihat batik-batik laseman dari koleksi ini, kita akan paham maksud beliau. Tata warna itu adalah: Bangbangan, yaitu ragam hias merah di atas dasar putih susu (off white) atau sebaliknya.
Kelengan, yaitu ragam hias biru di atas latar putih susu atau sebaliknya.
Bang biron, yaitu ragam hias merah dan biru di atas latar putih susu.
Bang ijo, yaitu ragam hias merah, biru dan hijau di atas dasar putih susu.
Barigungon, yaitu ragam hias merah dan ungu di atas dasar putih susu.
Selain itu didapati juga batik-batik yang memakai warna soga. Batik penduduk desa juga memakai warna merah, biru dan hijau. Lasem dan Indramayu juga sama-sama menerapkan motif latar yang khas, yaitu titik-titik yang disebut cocohan.
Batik yang memakai soga ini ada yang motifnya disebut Kendoro-Kendiri, lasem sekar jagad, gring-sing, lasem lunglungan, parang sekar es teh, dsb.
Ragam hias pasung, pohon hayat, parang, lar, kawung, ceplok menunjukkan pengaruh India dan Hindu-Jawa.
Kita tahu bahwa burung hong, kilin, naga, makara, rusa, kupu-kupu, kelelawar, kurakura, kepi-ting, udang, delima, lotus, banji, dsb merupakan ciri pengaruh Cina dan menyiratkan arti tertentu. Motif itu banyak kita jumpai pada laseman. Barangkali Anda ingat pada dua seprai sarat makna yang kita temukan di "Belanga Peleburan".
Laseman yang berjaya lebih dulu dari batik Pekalongan, terdesak oleh batik belanda sejak pertengahan abad XIX. Jadi mereka berusaha mengikuti selera pasar dengan menyesuaikan diri pada ragam hias dan kecenderungan barn di Pekalongan. Namun mereka tidak meninggalkan kepala yang dihias dengan pucuk rebung, yang diisi dengan ragam hias Cina seperti burung hong, kilin, banji dsb. Pucuk rebung kemudian dimodifikasi dan menjadi pelbagai variasi tumpal jepit.
Jarang dijumpai kepala bergaya buketan seperti batik Pekalongan, walaupun ada juga pembatik yang mengkhususkan diri membuat batik gaya Pekalongan.
Kain Lasem juga disukai di Sumatra. Jadi orang Lasem membuat batik untuk konsumsi Sumatra dengan menyesuaikannya pada selera konsumen setempat. Umpamanya dengan motif patola dan kain panjang diberi dua kepala berbeda warna, satu berwarna lebih gelap, yang lain lebih terang. Di Sumatra, kain-kain yang didatangkan dari Jawa kadangkadang ditambahi perada. Selain itu untuk konsumsi Sumatra mereka juga membuat selendang/kerudung. Lasem seperti halnya Rembang dan Indramayu, merupakan salah satu daerah yang menghasilkan lokcan, yaitu selendang sutera yang biasanya berwarna biru muda kehijauan yang diberi motif burung hong, kilin, banji dsb. Untuk Sumatra Barat dibuat berwarna seperti tanah Hat sehingga di sana disebut kain tanah Hat. Biasanya selendang itu cuma terdiri atas satu warna. Motif bisa dibedakan dari dasar berdasarkan tua muda warnanya.
Lokcan disukai di Sumatra, Bali, Lombok, Sumbawa untuk dipakai dalam upacara.
Bahkan di Sumatra Barat juga dikenakan oleh kaum pria.
Batik Lasem praktis tidak berproduksi saat zaman penjajahan Jepang karena kelangkaan bahan baku. Seusai perang, mereka tidak bisa merebut pasar semula yang tadinya bukan hanya di Jawa dan sebagian Sumatra, tetapi juga mencapai Sulawesi Utara, Malaka, dan Suriname. Pangsa pasar mereka, kaum wanita Cina peranakan telah beralih ke pakaian gaya Eropa. Mereka mencari konsumen baru di kalangan pribumi, dengan mengubah ragam hias dan warna, tetapi kejayaan lama tidak teraih kembali.
Batik Lasem sampai saat ini masih dicari sebagai bagian dari seserahan, yaitu antaran dari pihak pengantin lelaki untuk pengantin perempuan di masyarakat Jawa pesisir.
Tokoh-tokoh pada kain ini luar biasa. Ada naga bertubuh manusia, ada wanita menunggang kerang, ada kepiting, udang, ikan berkepala naga (makara), kura-kura yang semuanya berbadan manusia dan bahkan anjing terbang. Namun yang paling mencengangkan ialah naga itu membawa bendera Belanda. Ada pula tokoh yang menunggang kura-kura sambi! membawa membawa bendera Amerika Serikat, sedangkan seekor serangga air membawa bendera bertuliskan "Selamet" dan siluman kura-kura membawa bendera bergambar "gajah putih'. 'Apakah yang ingin disampaikan oleh kain itu? Untuk keperluan apa kain yang pengerjaannya halus itu dibuat?
Tokoh naga di Cina yang paling dikenal di Indonesia adalah Donghai Longwang atau dalam dialek Hokian disebut Hai Liong Ong. la dan tiga saudara laki-lakinya disebut Empat Raja Naga. Mereka masing-masing merajai laut di sebelahTimur, Barat, Utara, dan Selatan.
Donghai Longwang ditakuti karena ia diyakini bisa mendatangkan hujan maupun kemarau panjang, banjirdi darat maupun gelombang besar dan badai di laut. Sedapatdapatnya orang berusaha menyenangkan para naga itu, supaya hujan yang menyuburkan tanahlah yang mereka peroleh, bukan malapetaka.
Donghai Longwang yang sakti dan garang itu diceritakan tinggal dalam istana kristal yang megah di dasar laut. la bisa terbang dan bahkan berganti rupa menjadi manusia. la memiliki bala tentara udang dan jenderal-jenderal kepiting.
Apakah naga berbadan manusia pada batik itu Donghai Longwang?
Kain sarung buatan Lasem yang dijadikan sampul buku ini, warnanya indah, merah dan biru atau bang biron. Saat kain ini dibuat (1890-1900), belum dipakai warna sintetis.
Merahnya didapat dari akar mengkudu (Morinda citrifelia L). Warna merah dari akar mengkudu yang dihasilkan di Lasem, tidak bisa ditandingi di tempat-tempat lain. Warna birunya diperoieh dari tanaman indigo atau disebut pula tarum/tom. Bagian kepala sarung ini memakai ragam hias berbentuk pasung atau pucuk rebung.
Kepala dan badan kain dibatasi dengan bidang membujur yang disebut papan dan papan ini dihias dengan indah.
Badan kain diberi ragam hias tanaman lotus yang luwes dan juga gambar anak menunggang kilin yang menunjukkan pengaruh Cina. Kilin adalah makhluk mitologi yang dianggap membawa kabar baik, mengisyaratkan lahirnya orang besar dan juga memberi anak laki-laki. Anak laki-laki pemberian kilin dianggap akan menjadi pejabat tinggi atau mengangkat martabat keluarga. Selain itu bunyi "ki" pada kilin, sama dengan bunyi "qi" yang artinya berumur panjang.
Bunga lotus disebut lian hua. Lian di sini diucapkan sama dengan lian yang artinya "terus-menerus'' Anak menunggang kilin yang membawa bunga lotus melambangkan harapan untuk memiliki putra-putra lain.
Rupanya kain ini dibuat untuk dipakai oleh wanita yang ingin terus-menerus melahirkan anak laki-laki dan anak laki-laki itu diharapkan menjadi orang terpandang dan berumur panjang. Pengaruh Cina pada ragam hias batik Cirebon umumnya bergaris tebal dan boleh dikatakan bebas dari motif-motif yang mendetail. Ini terlihat jelas pada ragam hias wadasan dan mega mendung, dengan tata warna yang bergradasi, yang menjadi ciri khas batik Cirebon. Tidak ketinggalan motif binatang dan bunga, seperti kilin, burung hong serta banji.
BATIK KUDUS
Menurut
Seperti kota-kota pesisir lainnya, ragam hias batik Cirebon juga banyak menampilkan hal-hal yang terkait dengan laut, seperti ikan, udang, ganggeng atau rumput laut serta kapal keruk. Demikian pula adanya hubungan dengan Indramayu tetangganya, terlihat dari adanya kesamaan dalam ragam bias kapal kandas misalnya.
Batik Indramayu sendiri sering disebut dermayon dan dulu banyak dibuat oleh istri para nelayan di desa Paoman, Babad, dan Terusan. Batik Indramayu dibuat dengan menggunakan alat sederhana, berupa canting besar. Sedangkan untuk mengisi bidang yang kosong digunakan complongan. Complongan berbentuk mirip sisir serit, yang ujungnya terdiri dari deretan jarum yang bisa menghasilkan titik-titik yang disebut cocohan.
Agar pengerjaannya tidak lama, mereka hanya memakai satu warna saja, yaitu biru tua atau hitam, merah atau cokelat, yang diperoleh dari tanaman mengkudu dan mahoni.
Walau cuma memakai satu warna, umpamanya biru, tetapi hasilnya seakan-akan memakai dua warna, biru tua dan biru muda, karena zat warna melunturi dasarnya. Jarang sekali dermayon memakai dua warna.
Ragam hiasnya diilhami alam sekitar seperti udang dalam motif urang ayu, ganggang dalain motif ganggeng, ikan dalam motif iwak etong, burung dara dalam dara kipu, kerang dalam sawat gunting dan kapal dalam motif kapal kandas. Motif terakhir ini dikenal juga di berbagai kota pelabuhan lainnya, karena adanya hubungan sejak dahulu.
Selain itu, layaknya kota pelabuhan, ragam hias dermayon juga ikut dipengaruhi pelbagai kebudayaan, seperti kebudayaan Islam, Cina, India, Belanda, Cirebon, dsb. Jadi mereka juga mengenal pasung pada kepala kain panjang, motif lengko-lengko seperti di Cirebon yang di sini disebut obar-abir dll.
Selendang kelengan ini di tengahnya bergambar kilin. Lalu sekelilingnya ada gambar yang kiri dan kanan saling berhadapan seperti bercermin. Namun kalau kita perhatikan, ternyata di sisi yang satu orang-orangnya perempuan dan di sisi yang lain laki-laki. Pasangan yang di tengah berpakaian Cina dan seperti berdiri di awan. Pasangan yang di ujung mengenakan pakaian Barat.
Selain binatang-binatang penyandang lambang yang baik-baik dalam kebudayaan Cina seperti makara (ikan berkepala naga), naga, udang, kelelawar, burung, kupu-kupu, ayam, kalajengking, kita juga melihat umang-umang dan bahkan garuda! Motif selendang ini semuanya berpasang-pasangan, baik yang hidup di darat, laut dan udara. Sementara binatangbinatang berbisa dianggap sebagai penolak bala, keielawar dianggap pembawa keberuntungan, kebahagiaan dan umur panjang.
BATIK GARUT
Letak Garut di selatan, berdekatan dengan Ciamis dan Tasikmalaya. Jadi warna dan ragam hias batiknya pun lebih mendekati kedua tetangganya. Namun tidak lepas dari pengaruh Solo-Yogya maupun Pekalongan dan Cirebon. Kebudayaan Cina dan Belanda yang diadaptasi batik pesisir, tidak luput juga memengaruhi batik Garut.
BATIK SIDOARJO
Sidoarjo terletak di pantai Jawa Timur, antara Surabaya dan Pasuruan, di sebelah selatan Pulau Madura. Di Sidoarjo bermukim banyak orang Madura. Jadi tidak heran kalau kita melihat ciri-ciri yang mengingatkan pada batik Madura, seperti warna merah tua, biru dan hijau yang berani. Garis-garis pada batiknya pun tegas dan motifnya besar.
Sayang sekali, Sidoarjo pun kini hampir tidak berperan lagi sebagai penghasil batik yang mengagumkan.
Berikut ini empat batik Sidoarjo yang dibuat antara tahun 1920-1940 dan memiliki corak berbeda-beda. Akibat hubungan dagang, tentunya ragam bias batik, Madura juga tidak lepas dari pengaruh luar. Pengaruh SoJo-Yogya jelas terlihat dari adanya motif lar atau sawat pada batik Madura yang disebut Sabet rantay, Sabet kraton. Corak kerang atau kemeh atau yang di Jawa disebut keong pada batik Madura, jelas memperlihatkan adanya pengaruh dari India.
BATIK MADURA
Sedangkan: ragam bias burung hong, kupu-kupu dan banji, merupakan pengaruh budaya Cina, selain buketan yang biasa disebut blendeh sebagai pengaruh dari Belanda.
Hanya saja ragam bias batik Madura tidak mengenal stilisasi. Semua bentuk diwujudkan secara utuh, tidak membentuk simbol-simbol tertentu.
Coraknya biasanya digambarkan besar-besar se-hingga motif yang kecil-kecil tidak menonjol. Ini erat hubungannya dengan sifat alamnya yang keras, dan watak orang Madura yang berani dan tegas. Ragam bias pada kain mori yang digambarkan tanpa menggunakan mal atau patron itu, juga merupakan gambaran sifat yang bebas, tidak mau terikat pada pola tertentu.
Isen sebagai pengisi latar belakang maupun motif utama juga ada pada batik Madura yang dikenal dengan sebutan guri (oret-oretan). Mirip dengan batik Pekalongan, guri ikut menentukan baik atau kurang baiknya mutu sehelai kain batik Madura. Semakin halus dan semakin banyak jenis guri yang dipakai, semakin tinggi pula mutu batik tersebut. Guri biasanya menggambarkan benda-benda yang lekat dengan keadaan sehari-hari, seperti jenisjenis tumbuhan. Sebagai contoh, carcena (pacar cina), sesse (sisik ikan) atau rebba monyo (rumput liar) dsb.
Begitu berperannya guri, sampai kain batik Madura juga sering disebut berdasarkan guri yang mendominasi sehelai batik. Misalnya batik yang dihiasi dengan guri pacar cina disebut dengan batik carcena. Atau bila ada dua motif guri yang menonjol, seperti guri sisik ikan (sesse) dan guri pacar cina (carcena) misalnya, maka batik itu disebut sesse carcena.
Sedangkan kain batik dengan latar kosong atau putih disebut tarpote dan untuk yang berlatar belakang warna-warni disebut berna an. Namun, ada juga sebutan yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan guri. Seperti batik Tasek Malaya, berupa garis berombak-ombak, konon merupakan imajinasi istri para pelaut yang membayangkan suaminya sedang berlayar ke Malaya.
Kekhasan batik Madura lainnya adalah tidak adanya batik cap, sekalipun untuk batik murah. Untuk batik harga murah ini, ragam bias digambarkan langsung di atas kain putih dan dibatik dengan menggunakan canting kasar dan hampir tidak ada isen. Walaupun sudah ada kain khusus untuk celana pangsi, tapi ada juga orang yang memanfaatkan kain panjang. Padahal tata letak motif di bahan khusus untuk celana pangsi sudah diperhitungkan agar kelak jatuhnva simetris di kaki celana kiri dan kanan.
CELANA PANGSI
Celana pangsi yang Anda lihat ini dibuat tahun 1890 dan 1900. Mulai tahun 1920 orang-orang Eropa dan keturunan Eropa mulai meninggalkan batik sebagai pakaian seharihari, sehingga pada tahun 1930-an praktis tidak ada lagi yang mempergunakannya dan kini menjadi buruan kolektor.
Gendongan Memberi Rasa Aman
Di masa yang lampau, bagi banyak penduduk Indonesia, batik merupakan barang yang menyertai mereka dari lahir sampai meninggal. Bayi digendong atau dibuat dengan kain batik. Ranjangnya mungkin dialasi dengan batik. Kalau ia menangis, ibunya menyapu air matanya dengan ujung kain batiknya. Kemudian ia memanfaatkan batik sebagai selimut atau pakaian atau ikat kepala. Ketika ia tua dan meninggal, jenazahnya dibaringkan di atas hamparan kain batik atau ditutupi dengan kain batik sebelum dibawa ke makam. Perempuan Cina peranakan banyak yang dibekali batik kesayangannya saat dimasukkan ke peti jenazah.
Di masa yang lampau, batik memang akrab dengan manusia Indonesia dan memberi rasa aman. Menurut Rens Heringa, di Tuban selendang untuk gendongan disebut sayut. Sayut artinya "membalut", "melingkar", "bersatu membela sesama". Sementara dalam bahasa Jawa Kuno, sayut berarti rnenolak bala.
Motif yang ada pada sayut ini pun sarat makna, Misalnya, sayut dengan satu warna (biru), biasanya disebut putihan, dianggap mempunyai kekuatan untuk melindungi anak.
Konon menurut filsafat orang Jawa, warna biru-putih berhubungan dengan arah timur laut, yang terletak antara arah utara (kematian) dan timur (kdahiran), yaitu daerah siklus kehidupan manusia yang berulang.
Meskipun banyak orang menggunakan kain panjang sebagai alat untuk menggendong anak, sebenarnya ada batik yang khusus dibuat untuk gendongan. Panjangnya sekitar 300 x 80 cm atau 300 x 100 cm, dengan perbedaan ukuran yang tak jauh dari itu.
Kota-kota penghasil batik yang diketahui memproduksi gendongan antara lain adalah Lasem, Pekalongan, Madura, Juwana, Cirebon dan Tasikmalaya. Meskipun gendongan umumnya memiliki kepala seperti kain sarung, ada juga gendongan tanpa kepala yang sepintas mirip seperti kain panjang.
Motif kain gendongan ini juga cukup variatif dan banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Cina. Dari yang motif buketan sampai motif hewan. Motif hewan biasanya sarat dengan simbol di dalamnya. Bagi kaum Cina peranakan, gajah misalnya melambangkan kekuatan, memiliki moral yang tinggi, dan kesabaran. Sementara kilin yang melambangkan kebijakan dianggap sebagai penjaga pintu surga. Dengan memakai gendongan bermotif kilin diharapkan si anak akan mendapatkan rasa aman. Angsa dimaknai sebagai lambang keindahan, burung hong dianggap menjadi lambang kebaikan atau keberhasilan. Kupu-kupu melambangkan cinta kasih. Jika burung melambangkan kebahagiaan, maka anjing melambangkan keuntungan yang akan diperoleh. Bahkan kalajengking yang beracun, dianggap penghalau roh jahat.
Selain hewan, motif flora juga memiliki arti yang bermacam-macam. Bunga teratai misalnya, dipercaya akan membawa keberuntungan bagi anak yang digendong, bunga botan, anggur dan sulur mencerminkan umur panjang.
ISEN-ISEN DAN LATARAN
Salah satu ciri yang sangat penting pada batik pesisir, terutama batik Pekalongan, adalah motif pengisi latar belakang ragam bias utamanya. Motif pengisi latar itu disebut isenisen dan berfungsi lebih menonjolkan ragam bias utama. Berikut ini kita akan menikmati beberapa dari isen-isen yang dibuat dengan sangat tekun dan cermat.
Salah satu teknik pembuatan isen ini antara lain dengan cocohan dan cecekan.
Cocohan, yaitu motif titik-titik berwarna yang dibuat dengan memakai jarum, sedangkan cecekan juga motif tutul-tutul dengan menggunakan canting, bisa dengan canting berparuh tunggal maupun ganda.
Seperti ragam hias utama, masing-masing ragam hias isen-isen ini juga memiliki nama sendiri-sendiri. Namun, isen yang sama bisa saja disebut berbeda di tempat lain, sesuai dengan ragam bahasa setempat, terutama pada batik Madura. Sebagai contoh, galaran di Jawa Tengah disebut rawan manjeng di Madura, atau gringsing menjadi se sesse, dll.
Proses pembuatan isen membutuhkan waktu cukup lama, sebab setiap bidang kosong diisi sedetail mungkin. Untuk itu diperlukan kesabaran dan ketelitian tinggi. Tidak jarang juga kalau isen-isen ini terlihat lebih mendetail dan rumit dibandingkan corak utamanya, dan ini juga yang membuat sebuah kain batik menjadi lebih meriah dan indah dan memiliki mutu tinggi. Jadi isen pun bisa ikut menentukan mutu sehelai kain batik.
TANDA TANGAN JURAGAN BATIK
Dalam batik koleksi ini, Anda akan men-jumpai sejumlah batik yang sama atau mirip dengan yang dimiliki oleh Tro-penmuseum di Amsterdam ataupun oleh kolektor-kolektor lain.
Pembuatnya memang tidak selalu menghasilkan sehelai saja, tetapi bisa beberapa helai kalau batik itu bagus dan peminatnya banyak. Namun persamaan atau kemiripan itu bisa juga terjadi akibat tiru-meniru dan bahkan jiplak-menjiplak yang sudah merebak sejak waktu itu. Supaya pelanggan tidak terkecoh oleh peniru, sejak 1870 juragan-juragan Indo-Eropa dan kemudian juga para juragan lain, memberi tanda tangan di sisi kiri atas bagian kepala kain yang sudah digambari dengan malam. Tapi cuma dengan pensil, lalu perajin menelusuri tanda tangan itu dengan canting untuk ditutupi dengan malam.
Penghasil batik belanda yang paling terkenal, Eliza (Lies) van Zuylen, menandatangani batiknya sejak awal proses pembuatan. Tidak cukup dengan tanda tangan, tetapi juga dengan cap tinta cina seperti yang dilakukan juragan-juragan batik Cina peranakan sebelumnya. Bahkan ia memberi nomor pada batiknya. Namun rupanya itu bukan jaminan untuk tidak ditiru.
Selain untuk melindungi desain dan melindungi batik dari dicuri saat pengerja batik membawanya ke tempat lain untuk pewarnaan, membubuhkan cap yang berisikan nama dan alamat pembatik juga merupakan sarana untuk beriklan.