BAB II
KAJIAN PUSTAKA
.
Pengertian IPA
IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains menurut Suyoso (1998: 23) merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yang teratur, sistematis, berobjek, bermetode, dan berlaku secara universal.Menurut Abdullah (1998: 18), IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Menurut Folwer dalam Santi (2006: 29) menyatakan IPA adalah “Ilmu yang sistematis dan dirumuskan, ilmu ini berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan terutama didasarkan atas pengamatan dan induksi”. Menurut Nash dalam Usman (2006: 2) IPA adalah “Suatu cara atau metode untuk mengamati alam yang bersifat analisis lengkap, cermat serta menghubungkan antara fenomena lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamati”.
Tujuan Pembelajaran IPA
Menurut Muslichah (2006: 23) tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam, sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif. Menurut BNSP (2006: 484) mata pelajaran IPA bertujuan agas siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaban, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikaf positif, dan kesadaran adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecakan masalah dan membuat keputusan.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTs.
Ruang Lingkup IPA
Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambang, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas (expanding environment approach) dan pendekatan spiral dengan memulai dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas, dari yang dekat ke yang jauh, dan seterusnya.Menurut BNSP (2006: 485) bahwa ruang lingkup bahan kajian IPA di sekolah dasar adalah meliputi beberapa aspek diantaranya:
Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
Energy dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
Bumi dan alam semesta meliputi tata surya, dan benda langit lainnya.
Belajar
Oemar Hamalik (2001 : 27 ) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto (2003 : 2) berpendapat bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparwoto (2004 : 41) bahwa belajar pada intinya adalah proses internalisasi dalam diri individu yang belajar dapat dikenali produk belajarnya yaitu berupa perubahan, baik penguasaan materi, tingkah laku, maupun keterampilan.
William Burton mengemukakan bahwa ”A good learning situation consist of a rich and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose and carried on in interaction with a rich, varied and propocative environment”. Yang berarti bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman – pengalaman belajar.
Menurut Winkel belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan- perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Menurut Ernest R. Hilgard belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya (Purwanto, 2008 : 51)
Sedangkan pengertian belajar menurut Gagne (Mulyani Sumantri & Johar Permana, 1999 : 16) belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
Moh. Surya dikutip oleh Nana Sudjana (2005 : 22) mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Oemar Hamalik (1993 : 280) mengungkapkan empat prinsip belajar yaitu :
Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah, dan jelas bagi siswa, karena tujuan akan menuntut dalam belajar,
Jenis belajar yang paling utama adalah untuk berpikir kritis,
Belajar memerlukan pemahaman atas hal – hal yang dipelajari sehingga memperoleh pengertian – pengertian,
Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan dan hasil.
Dari prinsip–prinsip tersebut memberikan penjelasan dalam memaknai belajar dan dapat mengetahui apa saja yang perlu diperhatikan dalam mendukung proses pembelajaran, sehingga pengertian dan pemahaman mengenai makna belajar menjadi lebih jelas dan terarah.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa di dalam belajar ada suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang berupa pengetahuan, pemahaman, maupun sikap yang diperoleh melalui proses belajar. Perubahan tingkah laku yang diperoleh merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Interaksi tersebut salah satunya adalah proses pembelajaran yang diperoleh di sekolah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dengan belajar seseorang dapat memperoleh sesuatu yang baru baik itu pengetahuan, keterampilan maupun sikap.
Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (2005 : 20) hakikat hasil belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Nana Sudjana (2005 : 38) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan hasil belajar dari Bloom (Purwanto, 2008 : 50) yang secara garis besar membaginya dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
Ranah kognitif
Ranah kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi. Proses belajar yang melibatkan kawasan kognisimeliputi kegiatan sejak dari penerimaan stimulus, penyimpanan dan pengolahan dalam otak menjadi informasi hingga pemanggilan kembali informasi ketika diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Menurut Bloom secara hirarki tingkat hasil belajar kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana yaitu hafalan sampai yang paling tinggi dan kompleks yaitu evaluasi. Enam tingkatan itu adalah pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6).
Pengetahuan (knowledge) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus- rumus dan lain sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.
Pemahaman (comprehension) yakni kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat melalui penjelasan dari kata- katanya sendiri.
Penerapan (application) yaitu kesanggupan seseorang untuk menggunakan ide- ide umum, tata cara atau metode- metode, prinsip- prinsip, rumus- rumus, teori- teori, dan lain sebagainya dalam situasi yang baru dan kongkret.
Analisis (analysis) yakni kemampuan seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian- bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian- bagian tersebut.
Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berfikir memadukan bagian- bagian atau unsur- unsur secara logis, sehingga menjadi suatu pola yang baru dan terstruktur.
Evaluasi (evaluation) yang merupakan jenjang berfikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penelitian disini adalah kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, atas beberapa pilihan kemudian menentukan pilihan nilai atau ide yang tepat sesuai kriteria yang ada.
Ranah Afektif
Kratwohl (Purwanto, 2008 : 51) membagi belajar afektif menjadi lima tingkat, yaitu penerimaan (merespon rangsangan), partisipasi, penilaian (menentukan pilihan sebuah nilai dari rangsangan), organisasi (menghubungkan nilai – nilai yang dipelajari), dan internalisasi (menjadikan nilai – nilai sebagai pedoman hidup). Hasil belajar disusun secara hirarkis mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Jadi ranah afektif adalah yang berhubungan dengan nilai – nilai yang kemudian dihubungkan dengan sikap dan perilaku.
Ranah Psikomotorik
Beberapa ahli mengklasifikasikan dan menyusun hirarki dari hasi belajar psikomotorik. Hasil belajar disusun berdasarkan urutan mulai dari yang paling rendah dan sederhana sampai yang paling tinggi hanya dapat dicapai apabila siswa telah menguasai hasil belajar yang lebih rendah. Simpson (Purwanto, 2008 : 51) mengklasifikasikan hasil belajar psikomotorik menjadi enam yaitu,persepsi (membedakan gejala), kesiapan (menempatkan diri untuk memulai suatu gerakan), gerakan terbimbing (meniru model yang dicontohkan), gerakan terbiasa (melakukan gerakan tanpa model hingga mencpai kebiasaan), gerakan kompleks (melakukan serang serangkaian gerakan secara berurutan), dan kreativitas (menciptakan gerakan dan kombinasi gerakan baru yang orisinil atau asli).
Ketiga ranah di atas menjadi obyek penilaian hasil belajar. Kemudian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah peubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Manusia memiliki potensi perilaku kejiwaan yang dapat dididik dan diubah perilakunya yang meliputi aspek kognitif, afektif,dan psikomotorik.
Berdasarkan uraian diatas hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar juga merupakan suatu perubahan tingkah laku dari belum bisa menjadi bisa dan dari yang belum tahu menjadi tahu. Hasil belajar pada penelitian ini menitikberatkan pada hasil belajar yang berupa kognitif. Hasil belajar kognitif dapat diukur melalui tes dan dapat dilihat dari nilai yang diperoleh. Dalam penelitian ini hasil belajar dikhususkan pada tingkat pengetahuan (C1) sampai tingkat analisis (C4). Hasil belajar kognitif berkaitan dengan penguasaan materi yang telah diajarkan oleh guru selama proses pembelajaran yang diukur melalui tes hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Dalam penelitian ini, hasil belajar IPS yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Nilai tersebut berupa angka yang menyangkut ranah kognitif C1 sampai C4.
Faktor Yang mempengaruhi hasil Belajar
Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa factor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. M. Dalyono (2009: 55) mengemukakan faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Factor internal meliputi kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi, dan cara belajar. Sedangkan factor eksternal meliputi keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar.
Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri, meliputi :
Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Bila seseorang tidak sehat dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar. Demikian pula jika kesehatan rohani kurang baik dapat menganggu atau mengurangi semangat belajar. Dengan semangat belajar yang rendah tentu akan menyebabkan hasil belajar yang rendah pula.
Intelegensi dan bakat
Kedua aspek kejiwaan ini besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ- nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya cenderung baik. Sebaliknya orang yang intelegensinya rendah, cenderung mengalami kesulitan dalam belajar, lambat berpikir, sehingga hasil belajarnya pun rendah. Orang yang memiliki bakat akan lebih mudah dan cepat pandai bila dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki bakat. Bila seseorang mempunyai intelegensi tinggi dan bakat dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses.
Minat dan motivasi
Minat dan motivasi adalah dua aspek psikis yang besar pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajar. Minat belajar ynag besar cenderung memperoleh hasil belajar yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang akan memperoleh hasil belajar yang rendah. Seseorang yang belajar dengan motivasi yang kuat, akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh – sungguh, penuh gairah atau semangat. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi hasil belajar. Minat dan motivasi belajar ini dapat juga dipengaruhi oleh cara guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Guru yang menyampaikan materi dengan metode dan cara yang inovatif akan mempengaruhi juga minat dan motivasi siswanya.
Cara Belajar
Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. Cara belajar antar anak berbeda – beda. Ada anak yang dapat dengan cepat menyerap materi pelajaran dengan cara visual atau melihat langsung, audio atau dengan cara mendengarkan dari orang lain dan ada pula anak yang memiliki cara belajar kinestetik yaitu dengan gerak motoriknya misalnya dengan cara berjalan – jalan dan mengalami langsung aktivitas belajarnya.
Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri, meliputi:
Keluarga
Keluarga sangatlah besar pengaruhnya terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, kerukunan antar anggota keluarga, hubungan antara anak dengan anggota keluarga yang lain, situasi dan kondisi rumah juga mempengaruhi hasil belajar.
Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar mempengaruhi keberhasilan belajar. Kualitas guru, metode mengajar, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan siswa, keadaan fasilitas di sekolah,keadaan ruangan, jumlah siswa perkelas, pelaksanaan tata tertib sekolah, dan sebagainya, semua mempengaruhi hasil belajar siswa. Metode pengajaran guru yang inovatif dapat pula mempengaruhi hasil belajar siswa. Metode mengajar dengan model koopertif misalnya, dengan siswa belajar secara kelompok dapat merangsang siswa untuk mengadakan interaksi dengan temannya yang lain. Teknik belajar dengan teman sebaya pun dapat mengaktifkan keterampilan proses yang dimiliki oleh anak.
Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan hasil belajar siswa. Bila di sekitar tempat tinggal siswa keadaan masyarakatnya terdiri dari orang – orang yang berpendidikan, akan mendorong siswa lebih giat lagi dalam belajar. Tetapi jika di sekitar tempat tinggal siswa banyak anak – anak yang nakal, pengangguran, tidak bersekolah maka akan mengurangi semangat belajar sehingga motivasi dan hasil belajar berkurang.
Lingkungan sekitar
Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Bila rumah berada pada daerah padat penduduk dan keadaan lalu lintas yang membisingkan, banyak suara orang yang hiruk pikuk, suara mesin dari pabrik, polusi udara, iklim yang terlalu panas, akan mempengaruhi gairah siswa dalam belajar. Tempat yang sepi dan beriklim sejuk akan menunjang proses belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas metode pengajaran yang terapkan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran termasuk ke dalam faktor eksternal yang kemudian secara berkelanjutan akan mempengaruhi faktor internal anak. Faktor eksternal yang dimaksudkan dalam hal ini adalah faktor yang berasal dari sekolah yaitu metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang inovatif akan berpengaruh terhadap minat dan motivasi (faktor internal) siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan untuk siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Dengan model pembelajaran melalui tipe ini diharapkan maka minat dan motivasi anak untuk belajar akan lebih meningkat lagi dan kemudian akan berdampak pada hasil belajar siswa.
Kajian Tentang Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa.Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa).
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (2000: 78) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (2000: 78) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.
Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan reformasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif meliputi banyak jenis bentuk pengajaran dan pembelajaran yang merupakan perbaikan tipe pembelajaran tradisional. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kumpulan kecil supaya anak didik dapat bekerja sama untuk mempelajari kandungan pelajaran dengan berbagai kemahiran sosial.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri, antara lain:
Ketrampilan sosial
Artinya ketrampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi dalam kelompok untuk mencapai dan menguasai konsep yang diberikan guru.
Interaksi tatap muka
Setiap individu akan berinteraksi secara bersemuka dalam kelompok. Interaksi yang serentak berlangsung dalam setiap kelompok melalui pembicaraan setiap individu yang turut serta mengambil bagian.
Pelajar harus saling bergantung positif
Artinya setiap siswa harus melaksanakan tugas masing-masing yang diberikan untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok itu. Setiap siswa mempunyai peluang yang sama untuk mengambil bagian dalam kelompok. Siswa yang mempunyai kelebihan harus membantu temannya dalam kelompok itu untuk tercapainya tugas yang diberikan kepada kelompok itu. Setiap anggota kelompok harus saling berhubungan,saling memenuhi dan bantu-membantu.
Menurut Kagan (1994:69), pembelajaran kooperatif mempunyai banyak manfaat,yaitu:
Dapat meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif siswa;
Dapat meningkatkan kemahiran sosial dan memperbaiki hubungan sosial;
Dapat meningkatkan keterampilan kepemimpinan;
Dapat meningkatkan kepercayaan diri;
Dapat meningkatkan kemahiran teknologi.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dapat menciptakan terjadinya interaksi yang positif baik antara guru dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan keterampilan proses yang dimiliki oleh siswa sehingga siswa mampun untuk belajar secara langsung dan belajar dari berbagai sumber belajar lainnya termasuk teman sebaya. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok – kelompok. Setiap peserta didik yang ada dalam suatu kelompok memiliki tingkat kemampuan yang berbeda – beda (tinggi, sedang dan rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif, diharpkan peserta didik akan lebih dapat mengembangkan kemampuannya, komunikasi, serta bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif, melatih peserta didik untuk bertanggungjawab atas tugas yang diberikan dalam kelompoknya.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
Snowball secara etimologi berarti bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Dalam pembelajaran Snowball Throwing, bola salju merupakan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa kemudian dilempar kepada temannya sendiri untuk dijawab. Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaannya banyak melibatkan siswa. Peran guru di sini hanya sebagai pemberi arahan awal mengenai topik pembelajaran dan selanjutnya penertiban terhadap jalannya pembelajaran.
Snowball Throwing sebagai salah satu dari model pembelajaran aktif (active learning) pada hakikatnya mengarahkan atensi siswa terhadap materi yang dipelajarinya. Namun sebagaimana model pembelajaran lainnya, dalam penerapannya pun ada faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain kondisi siswa, waktu yang tersedia, materi yang diajarkan dan tujuan pembelajaran dalam Bayor (2010:89).
Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Pesan dalam hal ini adalah berupa pertanyaan – pertanyaan yang telah dibuat oleh siswa. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.
Berdasarkan pendapat dari ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Snowball Throwing adalah pembelajaran secara berkelompok, setiap kelompok beranggotakan beberapa siswa dimana setiap siswa membuat pertanyaan yang kemudian dilemparkan kepada kelompok yang lainnya untuk dijawab. Ketika menjawab pertanyaan yang diperoleh harus dijawab oleh masing – masing individu dengan cara berdiri dari tempat duduknya atau maju ke depan kelas.
Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Langkah–langkah penerapan Snowball Throwing menurut Suprijono (2010;51) yaitu sebagai berikut ini.
Guru menyampaikan materi yang akan Disajikan.
Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing- masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
Masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
Kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ±15 menit.
Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas yang berbentuk bola tersebut secara bergantian.
Evaluasi.
Penutup.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan langkah – langkah pembelajaran Snowball Throwing adalah sebagai berikut :
Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan Kompetensi dasar yang ingin dicapai.
Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok .
Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.
Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. Ketika menjawab pertanyaan tersebut siswa diminta untuk berdiri dari tempat duduknya atau majku ke depan kelas untuk menjawab pertanyaan yang mereka dapatkan.
Evaluasi.
Penutup.
Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
Berdasarkan penjelasan mengenai model pembelajaran koopertaif tipe Snowball Throwing, peneliti mengambil kesimpulan ada beberapa kelebihan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing:
Melatih kepercayaan diri dalam diri siswa baik dalam bertanya maupun mengemukakan pendapatnya.
Siswa akan dengan mudah untuk mendapatkan bahan pembicaraan karena adanya pertanyaan-pertanyaan yang tertulis pada kertas berbentuk bola.
Menghindari pendominasian pembicaraan dan siswa yang diam sama sekali, karena masing-masing siswa mendapatkan satu buah pertanyaan yang harus dijawab dengan cara berargumentasi.
Melatih kesiapan siswa.
Saling memberikan pengetahuan.
Menjembatani siswa dalam mengeksplorasi keterampilan prosesnya yaitu dengan metode ini siswa dapat mengalami sendiri pengalaman belajarnya secara langsung.
Langkah – Langkah Pembelajaran Koperasi Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing:
Guru menyampaikan pengantar materi dan Kompetensi Dasar Menjelaskan terjadinya gerhana bulan dan gerhanan matahari.
Guru membentuk siswa dalam kelompok – kelompok
Guru menjelaskan tentang model pembelajaran yang akan dipakai yaitu Snowball Throwing.
Guru memanggil ketua dari setiap kelompok
Guru memberikan atau menjelaskan materi pada setiap kelompok. Setiap kelompok mendapatkan materi yang berbeda – beda tentang terjadinya gerhana bulan dan gerhanan matahari
Ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing – masing kemudian menyampaikan materi koperasi yang didapat dari guru kepada anggota kelompoknya
Kemudian masing – masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu pertanyaan yang menyangkut materi terjadinya gerhana bulan dan gerhanan matahari yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompoknya.
Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilemparkan kepada kelompok yang lain. kelompok 1 dilempar ke kelompok 2, kelompok 2 dilempar ke kelompok 3, kelompok 3 dilempar ke kelompok 4 dan seterusnya selama ± 7-10 menit.
Guru memastikan bahwa tiap siswa mendapatkan satu bola kertas / satu pertanyaan.
Setelah siswa mendapatkan satu bola, guru menunjuk siswa untuk berdiri membacakan pertanyaan sekaligus untuk menjawabnya.
Guru memberikan kesempatan siswa untuk menanggapi jawaban dari temannya.
Evaluasi
Penutup
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dapat menjadi alternative mengatasi permasalan yang timbul di dalam kelas. Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing menciptakan iklim diskusi yang banyak disukai oleh siswa usia sekolah dasar. Pembelajaran kooperatif dengan tipe seperti ini juga merangsang siswa untuk aktif dan berani mengemukakan pendapatnya. Pembelajaran ini menekankan pada interaksi siswa dengan siswa, jadi pembelajaran tidak hanya didapat dari guru yang menjelaskan di depan secara ceramah tetapi siswa dapat belajar dari siswa lain atau tutor sebaya.
18