Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid: Studi Kasus pada Perpustakaan Masjid Raya Makassar dan Al-Markaz Al-Islami*) Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam Puslitbang Lektur Kegamaan dan Sekretariat Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jakarta This paper reflects a fact that Muslim community need basically a mosque library, but this library faces a problem; it has less attention from its Muslim congregation. This research focuses on providing data of the Islamic literature and the librarian activities in two Makassarese mosques: Raya Makassar Mosque Library and Al-Markaz Al-Islami Jend. M. Jusuf Mosque Library. In addition, this article elucidates the views of the people who employ Islamic literature of these two mosques. In regard to the case of Raya Makassar Mosque Library, the people attending worships in this mosque have not yet been operating their own librarian activities since 1998, when they restored this mosque, up to 2005, when they inaugurated it, and up to the present time. Meanwhile, Jend. M. Jusuf Al-Markaz Al-Islami Mosque Library seem to “replace” the position of Masjid Raya Mosque, in particular in terms of providing a library as a public facility. This fact implies that the congregation of these two mosque had evidently built their own mosque libraries, but they did not continue their librarian activities. For this reason, the people ”need” essentially the mosque library, but they ”neglect” to activate it. Key words: Islamic Literature, Mosque Library, Raya Mosque -------------------------------------------------------------------------------------------------Tulisan ini sekadar refleksi atas kenyataan bahwa perpustakaan masjid pada dasarnya masih dibutuhkan masyarakat, tetapi ia juga masih menghadapi persoalan ”klasik”, yaitu kurangnya perhatian. Tulisan mencoba menyajikan data terkait dengan koleksi dan bangunan fisik perpustakaan yang menjadi sasaran penelitian, serta sumber rujukan yang digunakan, dengan studi kasus di Makassar, yaitu Perpustakaan Raya Makassar dan Masjid Al-Markaz Al-Islami Jend. M. Jusuf. Di samping itu, tulisan ini akan mengungkap pandangan sebagian *) Artikel ini pernah disampaikan pada Seminar Hasil Penelitian Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid Raya, yang diselenggarakan oleh Puslitbang Lektur Kegamaan, 7-9 September 2009, di Bogor. Revisi terakhir 25 Mei 2010. 159 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 Masyarakat pemakai tentang keberadaan koleksi literatur Islam pada perpustakaan masjid. Kasus pada perpustakaan Masjid Raya Makassar, ketika mulai dipugar sejak 1998 sampai ia diresmikan kembali tahun 2005, bahkan hingga saat ini belum memulai lagi aktivitas terkait keperpustakaanya. Sementara, Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf, justru seperti ”menggantikan” posisi masjid raya, khususnya dari segi penyediaan fasilitas publik berupa perpustakaan. Hasil penelitian juga menunjukkan, tampaknya Perpustakaan Masjid pernah marak didirikan, tetapi kini banyak yang tidak aktif lagi. Perpustakaan masjid sepertinya ”dibutuhkan”, namun ”terabaikan”. Kata kunci: Literatur Islam, Perpustakaan Masjid, Masjid Raya Pendahuluan Allah swt. berfirman: Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. atTaubah/9: 18) Pada tahun 2007, pemerintah mengeluarkan sebuah undangundang yang khusus mengatur tentang perpustakaan, yaitu UndangUndang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Pada pasal 22 ayat 4 dinyatakan bahwa masyarakat dapat menyelenggarakan perpustakaan umum untuk memfasilitasi terwujudnya pembelajaran masyarakat sepanjang hayat. Selanjutnya pada pasal 48 ayat 4 dijelaskan bahwa pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat dilakukan melalui penyediaan sarana perpustakaan di tempattempat umum yang mudah dijangkau. Dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut, masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran, salah satunya dilakukan dengan mendirikan perpustakaan. Dalam konteks perpustakaan masjid, UU ini dapat menjadi salah satu payung hukum untuk para pengurus masjid dalam rangka memfasilitasi masyarakat agar dapat mewujudkan masyarakat yang well educated atau terpelajar melalui ”pendidikan sepanjang hayat” (long life education). Sesungguhnya, UU tersebut lebih merupakan penguatan terhadap perlunya peran masyarakat dalam meningkatkan budaya dan 160 Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam minat baca. Sebab, jauh sebelum UU tersebut dikeluarkannya, Menteri Agama RI telah mengukuhkan Badan Pembina Perpustakaan Masjid Indonesia (BPPMI) pada tanggal 25 Februari 1991. Badan ini dibentuk oleh Dewan Masjid Indonesia melalui SK Nomor: 06/DMI/PP/KPTS/II/1991. Menurut pedoman kerjanya, perpustakaan masjid akan dibentuk sampai tingkat kecamatan di seluruh tanah air. Persoalan perpustakaan masjid ini pernah pula disinggung oleh Soeharto, mantan presiden RI ke-2, pada acara Pembukaan MTQ Nasional XVI di Yogyakarta 1991. Ia menyatakan betapa pentingnya pembangunan dan pengembangan perpustakaan masjid, sebab melalui perpustakaan masjid inilah, pengetahuan keagamaan dan ilmu pengetahuan lainnya dapat disebarluaskan guna membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya masyarakat muslim Indonesia. 1 Sesuai Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama, bahwa kewenangan dan fungsi pembinaan masjid menjadi kewenangan Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam, tepatnya di bawah Subdirektorat Kemasjidan. Masalah perpustakaan dinyatakan secara jelas dalam salah satu rencana kerja Direktorat ini, yaitu ”Memberikan bantuan dana untuk tempat ibadah, khususnya bantuan pembangunan masjid dan rehabilitasi pascabencana dan pengembangan perpustakaan tempat peribadatan.” 2 1 Ahmad Buwaethy, ”Sudahkah Masjid Anda Memiliki Perpustakaan”, http://bimasislam.depag.go.id/?mod=article&op=detail&klik=1&id=167, 25 Juli 2008 (diakses 27 Mei 2009). 2 Direktorat Urais dan Binsar, ”Rencana Kerja Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah”. http://bimasislam.depag.go.id/?mod=publicservices&id=4, Ditjen Bimas Islam Departemen Agama membawahi lima subsatker tingkat eselon II, yakni Sekretariat, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Direktorat Penerangan Agama Islam, Direktorat Pemberdayaan Zakat, dan Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Di tingkat daerah, Ditjen Bimas Islam memiliki ”kepanjangan tangan” pada bidang-bidang (provinsi) dan seksi-seksi (kabupaten/kota). Hanya saja, pada tataran ini terjadi dismatch organisasi. Ditjen Bimas Islam sudah menggunakan struktur baru berdasarkan PMA 3/2006, sedangkan bidang-bidang dan seksi-seksi di daerah masih menggunakan organisasi lama, KMA 373/2002. Lihat ”Profil Direktorat Jenderal Bimas Islam”, http://bimasislam.depag.go.id/?mod=aboutus&id=4 (diakses 27 Mei 2009). 161 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 Sementara itu, unit teknis yang lebih kecil, yaitu Subdirektorat Kemasjidan juga memiliki visi dan misi pengelolaan kemasjidan yang menitikberatkan kepada pemberdayaan jamaah atau masyarakat melalui masjid. Salah satu aspek pemberdayaan tersebut adalah dengan dibentuknya perpustakaan masjid. Selama ini, perpustakaan masjid belum tersentuh dan belum pula dikelola secara baik dan benar, bahkan pada umumnya masih banyak masjid yang belum memiliki perpustakaan.3 Dengan demikian, perpustakaan masjid sebenarnya telah diposisikan sebagai bagian dari memakmurkan masjid dalam rangka pembinaan umat. Berkaitan dengan keberadaan perpustakaan masjid tersebut, sebenarnya kajian tentang hal ini pernah dilakukan. Pada tahun 1992-1993, Balai Litbang Agama Makassar pernah meneliti perpustakaan masjid di sekitar Sulawesi Selatan, yang meliputi Ujung Pandang (kini Makassar), Palopo, Tanete, Gowa, dan Pare-Pare. Hasil penelitian tersebut menjelaskan sejarah perpustakaan masjid dan pengelolaannya. Dalam hal pengelolaan, misalnya, remaja masjid memiliki andil di dalamnya. Pangunjung lebih merupakan jemaah yang melaksanakan salat berjamaah, sekaligus yang memanfaatkan keberadaan perpusatkaan, meskipun jam bukanya tidak teratur. Persoalan respon masyarakat terhadap keberadaan koleksinya juga merupakan satu hal yang belum diungkap dalam penelitian di atas.4 Selain itu, pada tahun 1994-1995, Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan pernah melakukan penelitian serupa di berbagai wilayah, misalnya Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Daerah Istimewa Aceh. Penelitian tersebut lebih menitikberatkan pada sarana dan prasarana serta manajemen perpustakaan, khususnya terkait pengadaan koleksi, pengolahan, pemeliharaan, dan pelayanan. Sementara itu, persoalan 3 Ahmad Buwaethy, ”Sudahkah Masjid Anda Memiliki Perpustakaan” M. Hamdar Arraiyyah, ”Perpustakaan Masjid Raya Ujung Pandang”, dalam Alwy Amien dan M. Hamdar Arraiyyah (Eds), Laporan Penelitian Perpustakaan Masjid Raya, (Makassar: Balai Litbang Agama, 1992/1993), h. 159. Penelitian terhadap literatur masjid termasuk bagian dari studi aspek budaya keagamaan. Lihat H. M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004). 4 162 Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam respons masyarakat terhadap koleksi literatur Islam pada perpustakaan masjid kurang mendapatkan tempat dalam penelitian tersebut.5 Berdasarkan kajian terdahulu dapat disimpulkan bahwa perpustakaan masjid memiliki peran yang sangat strategis dalam pembinaan umat. Akan tetapi, ada persoalan mendasar yang belum terjawab, atau mungkin belum menjadi perhatian, yaitu kebutuhan masyarakat akan bahan bacaan keagamaan yang mereka perlukan. Oleh karena itu, penelitian terhadap koleksi literatur Islam sebagai bahan bacaan keagamaan masih penting dilakukan. Setelah lebih dari 10 tahun, semenjak 1992 dan 1994, keberadaan literatur Islam pada perpustakaan masjid raya perlu dicermati kembali. Dipilihnya masjid raya sebagai objek penelitian antara lain berdasarkan asumsi bahwa setiap masjid raya memiliki perpustakaan yang cukup representatif dan banyak dikunjungi jemaah, baik jemaah tetap maupun jemaah tidak tetap. Di samping itu, ia dianggap memiliki banyak kegiatan dan memiliki multi fungsi serta dianggap masjid yang terlengkap di wilayahnya. Berdasarkan asumsi tersebut, dalam skala besar, Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat memandang perlu untuk meneliti tentang literatur Islam pada perpustakaan Masjid. Sedangkan penelitian ini merupakan studi kasus di Makassar, Sulawesi Selatan, khususnya di dua masjid, yaitu Masjid Raya Makassar dan Masjid Al-Markaz Al-Islami. Ada banyak masjid yang pada masa sebelumnya memiliki perpustakaan tetapi kini tidak aktif lagi, misalnya Masjid Jami’ Al-Abrar.6 5 Tim Peneliti Puslitbang Lektur Agama, Laporan Hasil Penelitian Perpustakaan Masjid di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Lektur Agama, 1994/1995), khususnya A. Hafizh Dasuki, ”Laporan Penelitian Perpustakaan Masjid Raya Ujung Pandang” 6 Sasaran penelitian sebenarnya hanya dua masjid, yaitu Masjid Raya Makassar dan Masjid Al-Markaz Al-Islami. Pemilihan kedua masjid ini karena keberadaan Masjid Raya Makassar merupakan masjid di tingkat provinsi sedangkan Masjid Al-Markaz Al-Islami dipandang sebagai masjid yang setingkat dengan itu. Sementara itu, Masjid Jami’ Al-Abrar dijadikan contoh lain dalam penelitian ini karena dua alasan, yaitu: Pertama perpustakaan di Masjid Raya Makassar kini belum diaktifkan lagi (H. M. Said, Wawancara, Makassar, 6 April 2009), dan kedua, Masjid Jami’ Al-Abrar pernah memiliki perpustakaan dan buku-buku koleksinya masih ada sehingga dapat dilihat sebagai salah satu kenyataan tentang nasib perpustakaan masjid saat ini. 163 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 Persoalan perpustakaan masjid sesungguhnya merupakan suatu kebutuhan, tetapi keberadaannya seperti kurang mendapat perhatian, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Ini salah satu masalah yang dihadapi oleh perpustakaan masjid, dengan kata lain “dibutuhkan tetapi diabaikan”. Sehubungan dengan masalah itu, dalam studi kasus di Makassar ini, setidaknya ada tiga persoalan yang ingin dikaji, yaitu: 1. Berapa jumlah literatur Islam koleksi perpustakaan masjid raya; Apa saja bidang kajiannya?; bagaimana pembagian jenis karyanya?; dan bahasa apa yang digunakannya? 2. Bagaimana manajemen pengelolaan perpustakaan tersebut? 3. Apakah koleksi literatur Islam di perpustakaan masjid raya fungsional atau relevan dengan kebutuhan jamaah/masyarakat? Adapun tujuan studi ini adalah: 1. Untuk mengetahui jumlah literatur Islam koleksi perpustakaan masjid raya; bidang kajiannya, jenis karyanya, dan bahasa yang digunakannya. 2. Untuk mengetahui manajemen pengelolaan perpustakaan masjid raya. 3. Untuk mengetahui fungsi dan relevansi koleksi literatur Islam pada Perpustakaan Masjid Raya dengan kebutuhan jamaah/ masyarakat. Sedangkan kegunaannya, hasil studi ini diharapkan dapat mengungkap fakta dan kenyataan di lapangan terkait perpustakaan masjid raya. Dalam konteks kebijakan, diharapkan pula hasil studi ini dapat dijadikan bahan pertimbangan, atau bahkan bahan regulasi yang lebih terarah dan terukur dalam upaya pembinaan perpustakaan masjid. Lebih khusus lagi, kiranya hasil ini dapat dimanfaatkan, antara lain oleh: 1. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI; 2. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Cq. Bidang Urusan Agama Islam; 3. Pemerintah Daerah setempat Cq. Asisten Kesra Sekwilda Provinsi dan Kepala Bagian Kesra pada tingkat kabupaten/kota; dan 4. Para penulis/pemerhati lektur keagamaan. 164 Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam Gambaran Umum Perpustakaan Masjid Raya Makassar dan Al-Markaz Al-Islami 1. Profil Masjid Raya Makassar dan Perpustakaannya 7 Masjid Raya Makassar awalnya dirancang M Soebardjo, kemudian diresmikan pada tanggal 25 Mei 1949. Masjid yang dibangun di atas lahan seluar 13.000 m2 ini merupakan bekas lapangan sepak bola Exelsior Makassar, yang dihibahkan untuk pembangunan masjid. Dapat dikatakan, tahun 1949 merupakan renovasi pertama Masjid Raya Makassar, sebab masjid ini telah ada sebelum itu. Belakangan pada tahun 1957, Presiden pertama RI, Soekarno melaksanakan salat Jumat di masjid ini. Sedangkan pada tahun 1967, mantan Presiden Soeharto juga berkunjung dan salat Jumat di masjid perjuangan ini. Oleh karena itu, kehadiran masjid raya merupakan tonggak sejarah masa lalu. Selanjutnya, renovasi kedua dilakukan pada tahun 1978 oleh Gubernur Ahmad Lamo. Hanya saja, setelah 29 tahun kemudian, atap masjid banyak yang bocor sehingga sangat sulit dipertahankan. Atas dasarna itu, masjid ini dibangun kembali dengan struktur dan arsitektur baru dengan mengadopsi Masjid Cordoba di Spanyol, sementara bangunan lama hanya menyisakan menara di samping kiri masjid. Mesjid dua lantai di Jl. Bulusaraung ini menggunakan sekitar 80% bahan baku bangunan dari lokal. Ia memiliki dua menara setinggi 66,66 meter, meliliki daya tampung 10.000 jamaah, dan fasilitas berupa perpustakaan, termasuk kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel. Masjid ini direnovasi kembali pada tahun 1998 dan selesai tahun 2005. 8 Pada hari Jumat 27 Mei 2005, bertepatan dengan 18 Rabiul Akhir 1426 H, Masjid Raya Makassar diresmikan pemakaiannya oleh Wakil Presiden RI, Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla. 9 7 Sejarah ringkas Masjid Raya Makassar sebagian besar diadopsi dari Aidil, Masjid Raya Makassar, http://www.masjidkita.org/2008/09/masjid-rayamakassar/, 9 Sept. 2008 (diakses 27 Mei 2009) kecuali disebutkan dari sumber lain. 8 Drs H. M. Said, M.Pd., Sekretaris Takmir Masjid Raya Makassar, Wawancara, 6 April 2009. 9 Kompas, Jum’at, 27 Mei 2005 165 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 Adapun Perpustakaan Masjid Raya Makassar sebenarnya telah menjadi perpustakaan utama 10 ketika pada tahun 1993-1994 Puslitbang Lektur Agama (skr. Puslitbang Lektur Keagamaan) melakukan penelitian. Akan tetapi, setelah masjid ini dipugar tahun 1998, perpustakaannya belum ditata kembali.11 Sedangkan untuk ruangan perpustakaan sampai dengan tulisan ini dibuat masih belum diaktifkan dan masih digunakan sebagai ruang kerja Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan. Sebagian lemari, rak, meja, dan kursi masih ada, walaupun jumlahnya berkurang dibandingkan sebelum direnovasi (19931994). Demikian juga dengan koleksi buku-bukunya, sebagian masih dimanfaatkan oleh peserta Pendidikan Kader Ulama (PKU) Sulawesi Selatan Angkata XIV. 12 2. Profil Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf dan Perpustakaannya13 Ide awal pembangunan Masjid Al-Markaz Al-Islami muncul tahun 1989, yaitu di saat Jenderal M. Jusuf (Alm.)—sebagai Amirul Hajj—menyampaikan gagasan pendirian mesjid monumental di Ujung Pandang (Kini Makasar) itu kepada sejumlah tokoh yang menunaikan ibadah haji, di antaranya Munawir Sjadzali, Edi 10 Sesuai Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Masjid Indonesia, maka struktur organisasi masjid diatur sebagai berikut: a). Perpustakaan Masjid Pemula di Desa dengan batas minimum pemilikan bahan pustaka sebanyak 1.000 Judul/eksemplar; b). Perpustakaan Masjid Madya di ibu kota kecamatan dan atau kabupaten/kotamadya dengan pemilikan minimal 2.000 judul/eksemplar bahan pustaka/buku; dan c). Perpustakaan Masjid Utama yakni perpustakan masjid di ibu kota propinsi dengan pemilikan jumlah minimum 2.000 judul/eksemplar buku. Lihat Muntashir, S.Sos & Zurfitri, MA, ”Perpustakaan Masjid”, dalam http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/05/perpustakaan-masjid.html, (diakses Kamis, 07 Mei 2009). 11 Drs. H. M. Said, M.Pd., Sekretaris Takmir Masjid Raya Makassar, Wawancara, Makassar, 6 April 2009. 12 Drs H. Said, M.Pd., wawancara, 6 April 2009. 13 Disarikan dari Leaflet ”Masjid Al-Markaz al-Islami Jenderal M. Jusuf”, dikeluarkan oleh Bagian Humas Masjid Al-Markaz, 2005, dan bisa diakses pula dari http://www.syamsoe.com/2009/03/mesjid-al-markaz-al-islami-makasaral.html, (diakses 27 Mei 2009). 166 Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam Sudradjat, M. Jusuf Kalla, dan beberapa lagi yang lain. Hal itu mendapat sambutan spontan. Pada Bulan Ramadhan 1414 H (3 Maret 1994), Jenderal (Purn.) M. Jusuf mengundang beberapa menteri dan sejumlah pengusaha. Ia mengemukakan gagasan pembangunan pusat pengembangan peradaban Islam yang berbasiskan masjid, dan ditempatkan di Makassar. Bukan semata-mata karena dia berasal dari Sulawesi Selatan, tetapi juga karena kota itu merupakan titik sentral kawasan timur Indonesia, dan masyarakatnya agamis, terlihat misalnya dari presentasi jemaah haji yang cukup besar. Gagasan tersebut kemudian direalisasikan. Langkah pertama yang dilakukan M. Yusuf adalah berkonsultasi dengan Prof. Dr. A. Amiruddin, Gubernur Sulawesi Selatan waktu itu. Gubernur pun dengan cepat menanggapi gagasan mulia itu. Majelis Ulama Sulawesi Selatan sendiri sudah lama mengusulkan perlunya pemugaran masjid yang dibangun tahun 1955 itu. Beliau segera melakukan langkah strategis dalam merwujudkan gagasan tersebut. Selanjutnya, Zainal Basri Palaguna yang menggantikan A. Amiruddin sebagai Gubernur Sulsel, juga tetap mendukung pendahulunya untuk mewujudkan sebuah masjid yang menjadi Pusat Islam di Sulawesi Selatan. Tanggal 3 Maret 1994/20 Ramadhan 1414 H kemudian disepakati sebagai hari lahirnya Yayasan Islamic Center (YIC). Akta pendiriannya dibuatkan oleh Notaris Mestariany Habie di Ujung Pandang dengan nomor akta 18 tahun 1994. Mesjid Al-Markaz dirancang oleh Ir. Ahmad Nu’man sebagai konsultan perencana dan pengawas, juga sebagai Direktur PT. Birno Bandung. Arsitekturnya berkiblat pada Masjid Haram Mekah al-Mukarramah dan Masjid Nabawi Madinah al-Munawwarah, namun memasukkan pula unsur arsitektur Masjid Katangka Gowa dan Rumah Bugis Makassar. Cirinya tidak memiliki kubah (atap bundar) tetapi kuncupnya segi empat, meniru kuncup Masjid Katangka dan Rumah Bugis. Masjid ini dibangun di atas lahan kompleks seluas +10 ha yang terletak dipusat kota, tepatnya di Jl. Mesjid Raya No. 57 (bekas kampus Universitas Hasanuddin). Bangunan utamanya terdiri atas tiga lantai, dengan luas keseluruhan 6.932 M2. Lantai 1 seluas 2.916 M2 digunakan untuk kantor, aula, perpustakaan, pendidikan, koperasi, dan Baitul M±l wa Tamw³l (BMT). Lantai 2 seluas 2.916 M2 digunakan untuk salat. Sedang167 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 kan lantai 3 khusus untuk jamaah perempuan. Ruangan salat dalam masjid seluruhnya dapat menampung sampai 10.000 jamaah. Sementara plaza dan halaman masjid dapat menampung 50.000 jamaah.14 Setelah dimanfaatkan selama sepuluh kali bulan Ramadan, secara alami Masjid Al-Markaz Al-Islami akhirnya resmi menggunakan nama lengkap: “Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf”, sebagai penghargaan kepada Almarhum Jenderal M. Jusuf (wafat 8 September 2004), yang telah menjadi penggagas dan pendiri masjid serta ketua umum Yayasan Islamic Center (AlMarkaz Al-Islami). Al-Markaz sendiri diresmikan pemanfaatannya tanggal 12 Januari 1996/21 Sa’ban 1416 H. Penggunaan nama itu telah diresmikan oleh Wakil Presiden RI, H. M. Jusuf Kalla pada hari Jumat, tanggal 11 Januari 2005/9 Syawal 1326 H. Saat ini, Al-Markaz memiliki sebuah perpustakaan yang selalu ramai dikunjungi. Taman Kanak-Kanak (TK), Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), Baitul M±l wa Tamw³l (BMT), Lembaga Amil Zakat (LAZ), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), koperasi, Lembaga Penterjemah Al-Qur’an, kursus Bahasa Inggris dan Arab, radio, penerbitan, dan kegiatan lainnya. Dalam upaya memakmurkan masjid ini, ada beberapa kegiatan yang telah berjalan dengan baik, dan menjadi bagian dari perwujudan Masjid Al-Markaz sebagai tempat ibadah dan pusat pelayanan umat, antara lain: ibadah dan dakwah, salat lima waktu, salat Jum’at, salat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Jamaah tetapnya bukan hanya warga yang tinggal di sekitar masjid, tetapi juga banyak yang datang dari berbagai penjuru kota Makassar. Bahkan ada yang datang dari luar kota.15 Perpustakaan Masjid Al-Markaz sendiri merupakan bagian dari upaya memakmurkan masjid. Kapasitas dan fasilitas yang disediakan untuk perpustakaan ini cukup besar. Ia terletak di lantai dasar masjid dan menempati ruang sekitar 400 m2. Sampai dengan tahun 2000, koleksi buku di perpustakaan Al-Markaz mencapai 14 Anwar Arifin, ”Al-Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf Masjid Multi Fungsi dan Peran”, dalam Al-Markaz, Jurnal Ilmiah Keislaman, I(1), 1427, Makassar, h. 33-36, dan lihat juga http://tk-almarkaz.com/?p=15, (diakses 9 Mei 2009). 15 Anwar Arifin, “Al Markaz Al-Islami…” 168 Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam 16.000 judul dengan 20.000 eksamplar. Selain diadakan oleh masjid sendiri, buku-buku tersebut juga banyak yang berasal dari sumbangan masyarakat, baik perorangan maupun instansi/lembaga pernerintah dan swasta. Dari segi sarana dan prasarana, perpustakaan ini juga tergolong lengkap, bahkan sampai tempat penitipan barang (sejenis loker) telah disediakan bagi pengunjung yang ingin menitipkan barangnya. Fasilitas perlengkapan lainnya adalah rak buku, kursi-meja baca, ruang pengurus, tempat penyimpanan majalah, surat kabar, dan buletin yang memenuhi ruangan perpustakaan. Berikut beberapa inventaris penting yang terdapat di perpustakaan Masjid Al-Maskaz Al-Islami: Inventaris Perpustakaan Masjid Al-Markaz Al-Islami No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Nama Barang Rak buku muka 2 Rak buku 1 muka Kursi Meja baca Lemari Kaca Kota Katalog Etalase/Mading Tempat penitipan tas/sandal Meja Resepsionis Filing cabiner Lemari besi Komputer Jam besar Mabel Meja kursi pengelola Jumlah 34 buah 4 buah 64 buah 16 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 set 2 buah 1 buah 1 buah 4 unit 1 buah 2 set 5 pasang Kondisi baik baik baik baik baik baik baik baik baik baik baik 2 unit rusak baik baik baik Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid Raya Sebelum menjelaskan koleksi literatur Islam, pada bagian ini akan diuraikan pula beberapa hal yang terkait dengan manajemen perpustakaan, seperti sumber pendanaan, pengelola atau sumber daya manusia (SDM), dan pengelolaan koleksi. 1. Sumber Dana dan Sumber Daya Manusia Persoalan sumber dana dan sumber daya manusia adalah kendala utama yang dihadapi oleh para pengurus masjid atau 169 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 pengelola perpustakaan masjid. Bagi Masjid Raya Makassar dan Masjid Al-Markaz Al-Islami, sepertinya persoalan dana tidak begitu menyulitkan sehingga masih bisa berjalan, meskipun saat ini perpustakaan Masjid Raya Makassar belum beroperasi kembali. Akan tetapi, hal itu bukan disebabkan oleh keterbatasan dana. Persoalan lain adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM). Padahal, seorang pustakawan telah diakui oleh negara sebagai tenaga profesional, dan mendapatkan tunjangan sebagai pejabat dalam jabatan fungsional pustakawan. Hanya saja, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh para pengurus masjid. Misalnya, perpustakaan Masjid Raya Makassar belum beroperasi kembali semenjak 1998. Kendati pun Perpustakaan Masjid AlMarkaz telah dikelola para alumni jurusan perpustakaan Universitas Hasanuddin (UNHAS), tetapi mereka belum diangkat sebagai PNS dalam jabatan fungsional pustakawan.16 Terkait dengan hal di atas, menurut Drs. H. Syahruli Ali (Kepala Bidang Penamas, Kanwil Departemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan), salah satu penyebabnya adalah tidak singkronnya PMA No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Laksana Departemen Agama dengan KMA No. 373 Tahun 2002 yang mengatur struktur Departemen Agama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Sebagai contoh, masalah kemasjidan yang di pusat berada di bawah Urais, di tingkat provinsi masih berada di bawah Penamas. Oleh karena itu, menurutnya, dana pembinaan perpustakaan menjadi minim, bahkan tidak ada karena dikhawatirkan sulit terserap atau terkendala aturan tersebut.17 2. Pengadaan dan Pengolahan Koleksi Perpustakaan Kegiatan utama tekait dengan koleksi perpustakaan antara lain pengadaan koleksi bahan pustaka. Pengadaaan koleksi Perpustakaan Masjid Al-Markaz sebagian besar berasal dari hibah atau wakaf dari tokoh masyarakat, ulama, jamaah haji, Instansi 16 Arif Surachman, “Pengelolaan Perpustakaan Khusus”, Penanggung Jawab Perpustakaan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM , disampaikan dalam “Seminar Jurusan Seni Kriya”, Institut Seni Indonesia, 31 Agustus 2005 17 Syahruli Ali, Wawancara, Makassar, 2 April 2009. 170 Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam pemerintah dan swasta, bahkan dari Wakil Presiden RI, H. M. Yusuf Kalla. Sejak digunakannya masjid ini tahun 1996, berbagai sumbangan telah diterima oleh pengelola perpusakaan sehingga lebih dari 16.000 judul buku kini menjadi koleksinya. Bahkan, 2000 judul buku yang baru datang dari sumbangan H. M. Yusuf Kalla. Hanya saja, hingga kini masih belum ditata dan didisplay di rak buku, bahkan sebagian lainnya banyak yang ditumpuk di gudang. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, program yang dikembangkan para pengelola disebut pengolahan bahan koleksi perpustakaan. Setelah terkumpul koleksi bahan bacaan yang memadai, koleksi tersebut diolah agar dapat tersaji kepada pembaca secara sistematis, sehingga mudah ditelusuri baik oleh pembaca maupun oleh pengelola sendiri, jika suatu saat akan dilakukan pendataan kembali atau stock opname. Sistem yang berlaku dalam pengolahan bahan bacaan di perpustakaan ini adalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Pencatatan koleksi bahan bacaan ke dalam buku registrasi atau buku induk. Buku ini serupa dengan buku inventaris dalam sistem administrasi perkantoran, yang memuat antara lain: no registrasi/induk, tanggal registrasi buku, judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, jumlah eksamplar, asal buku, harga buku, dan lain-lain. b. Labeling berupa pembubuhan stempel identitas pemilik buku, penempelan kantong katalog, penulisan nomor induk buku, dan lain-lain. c. Klasifikasi buku dengan menggunakan sistem DDC (Dewey Decimal Clasifications). Sebagai pedoman untuk klasifikasi seksi Islam pada nomor 297, tetap digunakan klasifikasi 297 yang mengacu pada pedoman dari Perpustakaan Nasional RI, misalnya buku Perluasan dan Penyesuaian Notasi DDC untuk Wilayah Indonesia, Edisi 3, (Jakarta: PNRI, 2004, Cet. I), Daftar Tajuk Subjek Perpusakaan Nasional RI, (Edisi Revisi, 2002), dan Suplemen Daftar Tajuk Subjek Perpusatkaan Nasional (2006). d. Pembuatan kartu katalog, yaitu sistem pembuatan katalog dengan sistem abjad terpisah, yang terdiri dari tiga jenis katalog: (1) katalog subyek; (2) katalog pengarang, dan; (3) 171 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 katalog judul. Tujuan pembuatan katalog adalah untuk memudahkan para pengguna dalam penelusuran buku yang dibutuhkan. Contoh kartu katalog Subyek : e. Display atau penyajian buku dalam rak atau lemari pajang yang telah ditentukan sesuai dengan klasifikasi buku atau subyeknya. Sebagai tanda, kode klasifikasi dibuat dengan warna-warna tertentu, dan sebagainya. 3. Koleksi Literatur Islam Perpustakaan masjid sesungguhnya dibangun untuk memenuhi kebutuhan jamaah akan bahan bacaan, khususnya untuk meningkatkan pemahaman keagamaan. Akan tetapi, idealnya perpustakaan masjid tidak hanya menyediakan buku-buku keagamaan saja, sebab kenyataannya masyarakat membutuhkan pula buku-buku yang lain, semisal sains dan teknologi, sosial-budaya, dan lain-lain. Pada tahun 1992/1993, tercatat bahwa buku keagamaan di Perpustakaan Masjid Raya Makassar berjumlah sekitar 400 judul dengan 1200 eksemplar. 18 Kecenderungan demikian terlihat juga di Perpustakaan Masjid Al-Markaz Al-Islami saat ini. Sementara itu, di Perpustakaan Masjid Jami’ Al-Abrar lebih banyak berisi buku-buku pelajaran tidak dasar dan menengah. Sebagai perbandingan, jumlah koleksi buku Perpustakaan Masjid Raya mencapai lebih dari 2400 judul, sebab buku yang baru mereka terima dari Wakil Presiden RI M. Jusuf Kalla saja berjumlah 2000 judul, buku-buku yang lama berjumlah 400 judul, 18 172 Hamdar Arraiyyah, ”Perpustakaan Masjid Raya Ujung Pandang”, h. 22. Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam termasuk buku sumbangan masyarakat yang belum dikelola. 19 Belum lagi buku-buku yang merupakan inventaris lama, jumlahnya tidak kurang dari 100 judul buku. 20 Sedangkan koleksi Perpustakaan Majid Jami Al-Abrar berjumlah 120 judul (280 eksamplar). Koleksi terbanyak dimiliki oleh Perpustakaan Masjid Al-Markaz Al-Islami, yang menurut catatan buku induk berjumlah 18.307 judul (sekitar 19.291 eksemplar). Koleksi tersebut diklasifikasi dengan sistem DDC umum, rinciannya sebagai berikut: Tabel 1 Klasifikasi Koleksi Buku Perpustakaan Al-Markaz Al-Islami Makassar21 No. Kode Klas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 297.0 297.1 297.2 297.3 297.4 297.5 297.6 297.7 Tema Klasifikasi Islam Umum Al-Qur’an, Tafsir, dll Hadis, ulum Hadis, dll Aqaid, ilmu Kalam Fiqih, Hukum Islam Tasawuf, Akhlaq Tarikh Islam/ Sejarah Personalia, Biografi Jumlah 1385 613 823 554 1074 616 265 283 19 Jumlah ini sebagaimana tercatat dalam buku induk. Namun hasil penghitungan ulang dalam buku induk tersebut ditemukan perbedaan jumlah yang sangat signifikan, yakni sekitar 13.734 judul, dan 19.291 eksemplar. Jumlah ini belum termasuk buku-buku yang masih terlihat menumpuk di ruang belakang perpustakaan, yang jumlahnya juga diperkirakan ribuan. 20 Ambo Sakka, Wawancara, Makassar, 4 April 2009. 21 Klasifikasi untuk Islam tidak menggunakan DDC seksi Islam atau 2X0, tetapi memakai DDC umum, yakni 297. Klasifikasi ini khusus Perpustakaan AlMarkaz karena perpustakaan lain tidak terdokumentasi dengan baik dan belum diberi kode klasifikasi. Jumlah ini merupakan hitungan sementara mengingat belum semua judul buku diklasifikasikan dalam buku inventaris, sebagian di antaranya belum memiliki kode klasifikasi. Data ini dihitung secara manual oleh peneliti dari delapan Daftar Buku Induk, ukuran folio masing-masing sekitar 190200 hlm, milik Perpustakaan Masjid Al-Markaz al-Islami. Selisih jumlah sekitar 4.573 judul (18.307 – 13.734) dikarenakan ada catatan buku induk yang belum ditemukan. 173 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 9. 10. 11. 12. 297.8 297.9 - Sekte, Aliran dlm Islam Islam Perkembangan Bidang Umum Belum Terklasifikasi22 Jumlah 284 379 3008 4450 13734 4. Pemanfaatan Koleksi Perpustakaan Masjid Pemanfaatan koleksi literatur Perpustakaan Masjid Al-Markaz Al-Islami, Makassar diatur dengan ketentuan dan prosedur peminjaman sebagai berikut: a. Keanggotaan perpustakaan untuk umum yang ber-KTP Kota Makassar. b. Buku hanya dapat dipinjam oleh anggota. c. Buku dapat dipinjam paling lama satu minggu. d. Anggota dapat meminjam maksimal tiga judul buku. e. Buku dapat dipinjam untuk difotocopi. f. Selain anggota dapat meminjam untuk dibaca di tempat atau untuk difotocopi dengan meninggalkan kartu identitas (KTP/SIM) g. Jika terjadi kerusakan atau hilang terhadap buku yang dipinjam, maka peminjam wajib untuk menggantinya. Jumlah anggota Perpustakaan Masjid Al-Markaz Al-Islami yang tercatat tahun 2000–2009 mencapai 1255 orang. Menurut Ambo Sakka, jumlah tersebut belum termasuk anggota yang mendaftarkan diri sebelum tahun 2000. 23 Menurutnya, jumlah rata-rata pengunjung tiap hari mencapai 100 orang, bahkan lebih dari itu 22 No. 11. Bidang Umum adalah buku-buku umum yang masuk klasifkasi 000 Karya Umum, 100 Filsafat dan Psikologi, 200 selain Agama Islam, kemudian 300 Ilmu Sosial, 400 Bahasa, 500 Ilmu Murni/Alam, 600 Ilmu Terapan (Teknologi) 700 Keseniaan dan Olah Raga, 800 Kesusantraan, dan 900 Geografi dan Sejarah Umum, yang belum sempat dipetakan berdasarkan bidangnya. Sedangkan No. 12, yang belum terklasifikasi adalah buku-buku berisi tentang agama Islam dan belum diberi kode klasifikasi sehingga perlu waktu yang panjang untuk melihat satu persatu judul buku tersebut, di samping harus pula dilakukan oleh pustakawan. 23 Ambo Sakka, Wawancara, Makassar, 3 April 2009. Peneliti belum menemukan daftar anggota untuk masa sebelum 2000. 174 Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam pada hari Jum’at. Masih menurut Ambo Sakka, pengunjung perpustakaan terdiri atas dua kategori. Pertama, masyarakat sekitar. Sebagian besar masyarakat sekitar lebih banyak meminjam bukubuku tentang ibadah, seperti buku pedoman salat, pedoman puasa, khususnya di kalangan lanjut usia. Sementar itu, di kalangan pemuda lebih meminati buku-buku cerpen. Kedua, kalangan akademika. Narasumber menyebutkan kalangan akademika dari UIN Alauddin Makassar, baik mahasiswa maupun dosen. Akan tetapi, di lapangan ditemukan juga mahasiswa dari perguruan tinggi umum, seperti Universitas Hasanuddin (UNHAS), dan Universitas Negeri Makassar (UNEM). Di samping itu dijumpai pula pelajar Sekolah Mengengah Atas (SMA) Makassar.24 Sehubungan dengan manfaat koleksi perpustakaan, beberapa responden yang dijumpai ditempat pada dasarnya mengakui pentingnya keberadaan perpustakaan masjid, khususnya dalam menyediakan koleksi buku-buku keislaman. Junaedi, sarjana Manajemen Kehutanan dari UNHAS 25 mengatakan bahwa beberapa literatur keislaman dapat ia temukan di perpustakaan Masjid Al-Markaz, ia tidak menemukannya di perpustakaan UNHAS. Hal senada juga disampaikan oleh Hamdar Dinauri, Mahasiswa semester VI Universitas Negeri Makassar (UNEM). Literatur keislaman yang dimaksud misalnya buku-buku tentang sejarah Islam, fikih, dan sejenisnya. Oleh karena itu, sebagai pusat kegiatan umat Islam, seharusnya perpustakaan masjid menyediakan literatur keislaman lebih banyak dari pada literatur umum. Manurutnya, di perpustakaan Al-Markaz sangat banyak literatur umum, tetapi ada beberapa literatur Islam yang belum dapat ia temukan, misalnya ekonomi Islam, pengelolaan lingkungan hidup dalam Islam, bukubuku ulama Islam zaman dulu, buku biografi Syeikh Yusuf, dan buku sejarah Kerajaan Gowa. Selain itu, menurut M. Kamil, keloksi buku keagamaan perpustakaan Masjid Al-Markaz kurang menye24 Ambo Sakka, Wawancara, Makassar, 4 April 2009. Juga wawancara dengan Ibn Satariyah, pengelola perpustakaan Masjid Al-Markaz al-Islami. Termasuk wawancara dengan pengunjung antara lain: Faizal Pikri (alumni UIN SGD Bandung); Rasni dan Hamra (mahasiswi Universitas Muslim Indonesia Makassar); M. Kamil (alumni Universitas Negeri Makassar). 25 Junaedi, Wawancara, Makassar, 4 April 2009. 175 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 diakan buku-buku terbaru atau aktual yang banyak diperbincangkan masyarakat.26 Meskipun tidak dapat mewakili opini masyarakat tentang perpustakaan masjid, tetapi respons tersebut menunjukkan bahwa harapan terhadap perpustakaan masjid cukup besar, apalagi bagi kalangan umum yang ingin mendalami ajaran Islam. Ini tampaknya sejalan dengan pendapat bagian pelayanan perpusatakaan masjid Al-Markaz al-Islami, Kasmini, Amd. Menurutnya, ”perpustakaan masjid adalah jantungnya masjid. Oleh karena itu, Departemen Agama seharusnya menyediakan anggaran untuk perpustakaan masjid”. 27 Untuk Masjid Raya Makassar juga demikian, sebagaimana dikemukakan Drs. H. M. Said, M.Pd., bahwa masyarakat sangat mengharapkan tersedianya buku-buku keagamaan Islam di perpustakaan masjid raya, terutama tentang kesufian atau tasawuf, fikih, dan ilmu tauhid.28 Kebutuhan terhadap literatur Islam bisa jadi karena keterbatasan daya beli masyarakat, walaupun hal ini harus diteliti lebih lanjut. Akan tetapi, kebutuhan tersebut terlihat kurang berkorelasi dengan animo masyarakat terhadap perpustakaan masjid. Hampir semua responden menyatakan bahwa animo masyarakat terhadap perpustakaan masjid tergolong rendah. Alasan yang sering disebut adalah karena koleksi literatur pada perpustakaan masjid tidak lengkap, sebagian menganggap koleksinya bersifat umum, sementara minat baca masyarakat kurang. 29 Di samping itu, ada juga alasan-alasan yang bersifat khusus, misalnya di Perpustakaan Masjid Al-Markaz, bahwa pelayanan yang lambat, juga mahalnya uang pangkal menjadi anggota adalah penyebab kurangnya animo masyarakat terhadap perpustakaan ini.30 Namun demikian, belakangan minat masyarakat baca buku keagamaan cukup menggembirakan, tercatat bahwa volume peminjaman buku di Perpustakaan Masjid Al-Markaz untuk periode 26 M. Kamil, Wawancara, Makassar, 4 April 2009. Kasmini, Wawancara, Makassar, 4 April 2009 28 M. Said, Wawancara, Makassar, 6 April 2009 29 Junaedi, Ambo Sakka, Kasmini, Ibn Satariyah, dan Hamdan Dinauri, Wawancara terpisah pada 3 dan 4 April 2009. 30 Junaedi, Wawancara, 4 April 2009 27 176 Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam satu tahun, yakni Mei 2008–April 2009 mencapai 1.630 pengunjung dengan jumlah buku sebanyak 2.858 judul.31. Kecenderungan di atas mungkin dilatarbelakangi oleh sistem peminjaman yang dilakukan secara terbuka. Para pengguna dapat langsung mengakses buku-buku koleksi perpustakaan langsung pada rak buku untuk memilih sendiri buku yang dibutuhkan. Pihak Perpustakaan juga menyediakan kotak katalog jika pengunjung ingin mencari terlebih dahulu melalui katalog. Penelusuran katalog masih dilakukan secara manual, karena perpustakaan ini belum melakukan otomasi sistem pengolelolaanya dan belum mempunyai katalog online. 32 Terkait perpustakaan Masjid Raya Makassar dan Masjid AlAbrar tidak atau belum difungsikan kembali. Fakta menunjukkan bahwa Perpustakaan Masjid Raya Makassar misalnya, sejak direnovasi sekitar tahun 1998, belum ditata lagi sehingga sebagian koleksi yang ada masih menumpuk di gudang, dan sebagian lainnya diletakkan di lemari ”peninggalan” masa lalu. Demikian juga di Masjid Al-Abrar. Perpustakaan ini tidak dapat melanjutkan aktivitasnya terutama karena ketidaktersediaan dana, baik untuk pemeliharaan, penambahan koleksi, maupun pengelola. Koleksi di perpustakaan ini lebih banyak buku-buku terbitan tahun 1990-an ke bawah, juga buku-buku pelajaran yang masih menggunakan kurikulum lama, tahun 1984. La Hamuddin, S.Ag., pengurus Masjid Jami’ Al-Abrar mengatakan bahwa ketika perpustakaan masjid ini beroperasi, antusiasme masyarakat terlihat dengan banyaknya kunjungan mereka ke perpustakaan. Akan tetapi, karena berbagai keterbatasan, terutama dari segi koleksi buku yang dimiliki dan 31 Data ini diolah dari arsip daftar buku peminjaman/buku pengunjung perpustakaan, dan wawancara dengan petugas perpustakaan, Ambo Sakka, dan kawan-kawan. pada tanggal 3 April 2009. 32 Ambo Sakka, Wawancara, Makassar, 4 April 2009. Dalam hal pengelolaan Perpustakaan Masjid, Ambo Sakka menyarankan agar disediakan semacam buku Rujukan yang menjadi panduan setiap pengelola perpustakaan masjid. Menurutnya, buku manual tentang Manajenem Perpustakaan Masjid belum ada. Jika ada pun masih berupa artikel atau buku-buku yang belum tentu dijadikan rujukan karena tidak ada dukungan dari pemerintah. 177 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 dana pengelolaan, perpustakaan masjid ini belum maksimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.33 Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a. Koleksi literatur di perpustakaan masjid raya sangat beragam dan tidak hanya literatur Islam. Dilihat dari segi jumlah buku, sebenarnya Perpusakaan Masjid Raya Makassar— yang memiliki lebih dari 2000 judul—dapat menjadi perpustakaan utama, jika ia diaktifkan kembali. Sedangkan Perpustakaan Masjid Al-Markaz Al-Islami yang memiliki sekitar 18.307 judul, termasuk perpustakaan utama. Ada pun perpustakaan Masjid Agung Al-Abrar yang memiliki 120 judul dengan 280 eksemplar termasuk kategori perpustakaan pemula. Bidang kajian yang terdapat pada koleksi literatur pada perpustakaan masjid raya hampir meliputi seluruh bidang kajian, dari umum sampai dengan keislaman misalnya bukubuku sains-teknologi, ekonomi, sosial-budaya, politik, manajemen, dan lain-lain. Demikian juga dengan buku-buku keislamannya, dari Islam umum seperti ensiklopedia, kumpulan karya, bunga rampai, dan lain-lain, hingga bidang khusus lainnya seperti Al-Qur’an dan Ilmu Al-Qur’an, Hadis dan Ulumul hadis, Akidah dan Ilmu Kalam, Fikih dan Hukum Islam, Akhlak dan Tasawuf, Sejarah/Tarikh Islam, dan Biografi. b. Pengelolaan perpustakaan secara garis besar mengikuti pola kerja pada perpustakaan lainnya, sebab SDM di Perpustakaan Masjid Al-Markaz khususnya adalah para pustakawan. Jumlah pengelolanya yang hanya empat orang belum seimbang dengan koleksi bukunya yang mencapai 18.307 judul. Sementara itu, perpustakaan Masjid Raya Makassar sebenarnya telah dikelola juga oleh pustakawan (Arraiyyah, 33 178 La Hamuddin, Wawancara, Makassar, 3 April 2009. Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam 1992/92 dan Dasuki, 1994/95) tetapi sejak 1998 belum beroperasi kembali. Sedangkan perpustakaan Masjid Jami Al-Abrar tergolong memprihatinkan karena tidak ada SDM pustakawannya Anggaran pun tidak tersedia, dan ruangan yang tersedia juga sempit. Sementara untuk klasifikasi buku-buku, khusus Perpustakaan Masjid Al-Markaz, menggunakan standar DDC umum. c. Ibarat orang yang ”acuh-acuh butuh”; sebagian koleksi perpustakaan masjid Al-Markaz sudah memenuhi kebutuhan pengguna, khususnya kalangan terdidik, dari dasar hingga pendidikan tinggi. Akan tetapi, bagi masyarakat umum belum dapat dirasakan. Sebab, mereka lebih membutuhkan buku-buku yang bersifat praktis, seperti tuntunan ibadah salat, puasa, zakat, dan haji. Ketika persoalan ini diangkat, terlihat dengan jelas bahwa masyarakat serenarnya membutuhkan keberadaan perpustakaan masjid tetapi sering acuh. Perpustakaan yang sudah ada, kini tidak aktif lagi karena kendala SMD dan sumber dana. Padahal, keduanya dapat ditanggulangi secara swadaya masyarakat. Unit yang bertanggung jawab dalam bidang kemasjidan, yakni Bimas Islam Kementerian Agama, memang telah memberikan perhatian, tetapi terasa masih kurang memadai. Demikian kesan yang dirasakan para pengelola perpustakaan masjid, khususnya di Makassar. Oleh karena itu, perpustakaan masjid tersebut seakan ”dibutuhkan tapi diabaikan”. 2. Rekomendasi a. Kegiatan penelitian lebih mendalam terkait dengan respons masyarakat terhadap keberadaan perpustakaan masjid dapat dilakuan dengan metode survey atau dengan menggunakan angket. Misalnya, apa saja kebutuhan masyarakat terkait dengan perpustakaan masjid, baik dari segi koleksi, lokasi, maupun pelayanannya, dan lain-lain. b. Untuk kegiatan pengembangan, para pustakawan atau pemerhati perpustakaan dapat mengembangkan model taman bacaan yang menggabungkan antara Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang sedang dirintis oleh Kementerian Pendidikan Nasional dengan salah satu tugas Kementerian 179 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 c. d. e. f. 180 Agama dalam memakmurkan masjid, yang di antaranya adalah dengan mendirikan perpustakaan masjid. Kolaborasi Kemendiknas-Kemenag dalam mewujudkan TBM dapat memberikan kemudahan, antara lain kebutuhan tempat tidak harus mencari lagi dan pengelolanya dapat memfungsikan pengurus masjid dan menambah jumlah pustakawan yang telah disediakan oleh Kemendiknas. Bagi unit terkait, khususnya Subdit Kemasjidan agar meningkatkan perhatiannya terhadap perpustakaan masjid yang sudah ada, antara lain dengan mengaktifkan Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Badan Pembina Perpustakaan Masjid Indonesia (BPPMI), serta menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) pustakawan dan dana rutin bulanan untuk operasional perpustakaan. Bagi Subdit Kemasjidan juga disarankan agar: 1) mencatat dan melakukan pemetaan terhadap perpustakaan masjid di seluruh Indonesia berdasarkan wilayah atau kabupaten/kota; dan 2) mendorong masyarakat agar cinta masjid dan cinta perpustakaannya melalui berbagai kegiatan rutin, bukan hanya kegiatan insidental dan temporal, tetapi juga melalui kegiatan rutin, misalnya melalui TPA/TPQ atau DMI dan BPPMI. Kepada semua pihak yang terkait dengan permasalahan perpustakaan masjid, baik di lingkungan Kementerian Agama maupun instansi lain, baik pemerintah maupun swasta, agar mensinergikan upaya pembinaan dan peningkatan perpustakaan masjid, misalnya dengan menyelenggarakan pertemuan berkala bagi para pustakawan atau pengelola perpustakaan masjid. Untuk meningkatkan kemampuan manajemen, kepada unit terkait, dalam hal ini Pusdiklat di lingkungan Kementerian Agama RI, agar melakukan pelatihan bagi para pengelola perpustakaan masjid.[] Dilema Literatur Islam pada Perpustakaan Masjid — Asep Saefullah dan Ridwan Bustamam Daftar Pustaka Aidil. 2008. ”Masjid Raya Makassar”. http://www.masjidkita.org/2008/09/masjidraya-makassar/, 9 September. (diakses 27 Mei 2009) Arifin, Anwar. 1427. ”Al-Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf Masjid Multi Fungsi dan Peran”, dalam Al-Markaz, Jurnal Ilmiah Keislaman, I(1). Makassar. h. 33-36. Arraiyyah, M. Hamdar. 1992/1993. ”Perpustakaan Masjid Raya Ujung Pandang”, dalam Alwy Amien dan M. Hamdar Arraiyyah (Eds.), Laporan Penelitian Perpustakaan Masjid Raya. Makassar: Balai Litbang Agama. Bagian Humas Masjid Al-Markaz. 2005. Leaflet ”Masjid Al-Markaz al-Islami Jenderal M. Jusuf”. Makassar. Buwaethy, Ahmad. 2008. ”Sudahkah Masjid Anda Memiliki Perpustakaan”, http://bimasislam.depag.go.id/?mod=article&op=detail&klik=1&id=167, 25 Juli (diakses 27 Mei 2009). Dasuki, A. Hafizh. 1998. Laporan Penelitian Perpustakaan Masjid Raya Ujung Pandang. Jakarta: Depertemen Agama RI. Direktorat Urais dan Binsar. 2009. ”Rencana Kerja Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah”. http://bimasislam.depag.go.id/?mod= publicservices&id=4, (diakses 7 Mei 2009) Ditjen Bimas Islam. 2009. ”Profil Direktorat Jenderal Bimas Islam”, http://bimasislam.depag.go.id/?mod=aboutus&id=4, (diakses 7 Mei 2009) Mudzhar, H.M. Atho. 2004. Pendekatan Studi Islam, Dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Muntashir, S.Sos & Zurfitri, MA. 2009. ”Perpustakaan Masjid”, http://lppbifiba.blogspot.com/2009/05/ perpustakaan-masjid.html, (diakses Kamis, 07 Mei 2009). Surachman, Arif. 2005. “Pengelolaan Perpustakaan Khusus” disampaikan dalam “Seminar Jurusan Seni Kriya”, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, 31 Agustus. Tim Peneliti Puslitbang Lektur Agama. 1994/1995. Laporan Hasil Penelitian Perpustakaan Masjid di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Lektur Agama. Kompas, Jum’at 27 mei 2005 181 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 159 - 182 Informan 1. Drs. H. Syahruli Ali, Kabid Penamas, Kanwil Depag Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Drs. H. M. Said, M.Pd., Sekretaris Takmir Masjid Raya Makassar 3. Ambo Sakka, Koordinator Perpustakaan Masjid Al-Markaz Al-Islami, Makassar. 4. Kasmini, Amd., Bagian Pelayanan Perpustakaan Masjid Al-Markaz AlIslami, Makassar. 5. Ibn Satariyah, pengelola perpustakaan Masjid Al-Markaz al-Islami 6. Junaedi, Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar, Alumni tahun 2008, Jurusan Manajemen Kehutanan. 7. Hamdan Dinauri , Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNEM), Semester VI, Jurusan Akuntansi. 8. La Hamuddin, S.Ag., Pengurus Masjid Al-Abrar, Makassar. 9. Faizal Pikri, alumni UIN SGD Bandung dan sedang menyelesaikan S-3 10. Rasni dan Hamra, mahasiswi Universitas Muslim Indonesia Makassar. 11. M. Kamil, alumni Universitas Negeri Makassar (UNEM). 182