Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

2018, Jurnal ITQAN IAIN Lhokseumawe

Implementation of character education at the Islamic educational institutes is very related to the management and governance of an institution. The characters are certainly very closely related to how the planning, organizing, implementing and evaluation program of character education. Indirectly the management concept of values that need to be embedded in the curriculum, learning and the code of conduct as well as educators and educational personnel. Thus the management of an educational institution is one effective medium to instill character for learners. Character education can be internalized through conditioning-conditioning and exemplary examples of the teachers at the school and parents in a family environment. More important from it all, that character education will be implemented if the entire stake holder from an educational institution has shared awareness that character education is indeed urgently needed.

67 Implementasi Pendidikan Karakter IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM Oleh: Dedi Sahputra Napitupulu Dosen Jurusan PGMI FITK UIN Sumatera Utara Email: dedisahputra_napitupulu@uinsu.ac.id Abstrak Implementasi pendidikan karakter pada lembaga pendidikan Islam sangat terkait dengan manajemen dan tata laksana sebuah lembaga pendidikan. Karakter tentu sangat berkaitan erat dengan bagaimana perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi program pendidikan karakter. Secara tidak langsung konsep manajemen tersebut merupakan nilai-nilai yang perlu ditanamkan pada kurikulum, pembelajaran dan tata tertib serta tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Dengan demikian maka manajemen sebuah lembaga pendidikan merupakan salah satu media yang efektif untuk menanamkan karakter bagi peserta didik. Pendidikan karakter dapat diinternalisasikan melalui pembiasaan-pembiasaan dan contoh teladan dari para guru di sekolah dan orang tua di lingkungan keluarga. Lebih penting dari itu semua, bahwa pendidikan karakter akan terlaksana jika seluruh stake holder dari sebuah lembaga pendidikan mempunyai kesadaran bersama bahwa pendidikan karakter memang sangat dibutuhkan. Kata Kunci: Implementasi, Pendidikan, Karakter Abstract Implementation of character education at the Islamic educational institutes is very related to the management and governance of an institution. The characters are certainly very closely related to how the planning, organizing, implementing and evaluation program of character education. Indirectly the management concept of values that need to be embedded in the curriculum, learning and the code of conduct as well as educators and educational personnel. Thus the management of an educational institution is one effective medium to instill character for learners. Character education can be internalized through conditioning-conditioning and exemplary examples of the teachers at the school and parents in a family environment. More important from it all, that character education will be ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 Dedi Sahputra 68 implemented if the entire stake holder from an educational institution has shared awareness that character education is indeed urgently needed. Keywords: Implementation, Education, Character A. PENDAHULUAN Dalam rangka memperkuat pendidikan karakter pada semua jenjang dan satuan pendidikan, maka Kementrian Pendidikan Nasional telah mengidentifikasi 18 nilai karakter yang bersumber dari agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Karakter tersebut adalah sebagai berikut: 1) religius, 2) Jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokratis, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikatif, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial dan 18) tanggungjawab. Berdasarkan pengertian dan fungsi pendidikan karakter sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian di atas maka tampak jelas bahwa keinginan pemerintah atas kesadaran bersama dengan seluruh masyarakat Indonesia bahwa pentingnya pendidikan karakter untuk diimplementasikan pada semua lembaga pendidikan demi mewujudkan bangsa Indosesia yang berkarakter. Dalam terminologi Islam pendidikan karakter atau akhlak merupakan hal yang paling mendasar untuk dimiliki setiap individu, sehingga ada Hadis yang sangat populer yang sering diungkapkan bahwa adab atau karakter itu di atas ilmu. Ini menjadi sinyal kuat betapa karakter itu sangat penting dan berada di atas segalanya. Jika ingin dikontekstualkan dalam dunia pendidikan saat ini, maka afektif itu berada di atas kognitif dan psikomotorik. Paragraf-paragraf di bawah ini akan menjelaskan bagimana definisi, landasan ruang lingkup serta implementasi pendidikan karakter pada lembaga pendidikan Islam. ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 69 Implementasi Pendidikan Karakter B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan karakter merupakan gabungan dari dua suku kata, yaitu pendidikan dan karakter. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 Ayat 1). Sedangkan menurut John Dewey (1964: 10): “Education is thus a fostering, a nurturing, a cultivating, process. All of these words mean that it implies attention to the conditions of growth”. Adapun pendidikan menurut terminologi Islam sebagaimana yang diungkapkan oleh Achmadi (2010: 31), adalah Segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Melalui penjelasan di atas maka dapat di asumsikan bahwa pendidikan sesungguhnya upaya yang tersistematis yang dilakukan oleh pendidik dalam mengembangkan potensi peserta didik agar peserta didik menjadi manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan serta kepribadian yang baik. Karakter berasal dari bahasa latin, yaitu kharakter, kharassein, dan kharax yang bermakna tools formarking, to engrave, dan pointed stake. Sedangkan dalam bahasa Prancis sering digunakan sebagai caractere. Dalam bahasa Inggris, kata caractere berubah menjadi character, yang selanjutnya dalam bahasa Indonesia kata character menjadi “Karakter” (Wibowo, 2013: 33-34).Karakter secara etimologi berasal dari bahasa yunani, yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang berperilaku jelek dikatakan orang berkarakter negatif. Sebaliknya, orangyang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. (Wibowo, 2013: 35). Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia (2001: 17), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 Dedi Sahputra 70 seseorang dari yang lain. Karakter juga bisa dipahami sebagai tabiat atau watak. Sifat-sifat kejiwaan merupakan ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lain dan terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta aktifitas dalam diri manusia yang membedakannya dengan makhluk lain. Dalam pandangan Islam karakter diartikan sebagai akhlak. Karakter atau akhlak dipahami sebagai kebiasaan kehendak, yang berarti, bahwa kehendak itu bila membiasakan suatu ucapan maupun perbuatan maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Jadi secara tidak langsung akhlak atau budi pekerti berisi, nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat (Zuriah, 2008: 17).Karakter dalam artian watak sebagai sifat seseorang yang dapat dibentuk dan berubah walaupun mengandung unsur bawaan yang setiap individu berbeda-beda (Aly, 2003: 115). Dari berbagai penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan akhlak atau budi pekerti yang meliputi pada diri setiap orang dan menjadi ciri khas tertentu. Oleh karena itu penggabungan dua term sebagai mana yang telah dijelaskan di atas akan menyimpulkan definisi baru yang saling melengkapi satu sama lain. Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang direncanakan secara bersama yang bertujuan untuk menciptakan generasi penerus yang memiliki dasar-dasar pribadi yang baik, baik dalam pengetahuan, perasaan dan tindakan (Damayanti, 2014: 12). 2. Landasan Pendidikan Karakter Beberapa tahun belakangan ini pendidikan karakter mulai digaungkan kembali oleh pemerintah. Salah satu wujud konkret dari gaung pendidikan karakter tersebut adalah penggantian kurikulum 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Pengembangan pendidikan karakter di sekolah pada dasarnya mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 3 disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas(Damayanti, 2014: 16). ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 71 Implementasi Pendidikan Karakter Urgensi pendidikan karakter ternyata juga disebutkan di dalam Alquran surah Luqman/31: 14 َ ۡ ‫َ َ َّ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ۡ ُه ُه ُّم ُه َ ۡ ًن َ َ َ ۡ َ َ ُه‬ ‫ۡ ُه‬ ‫ُه ۥ ِف ََع َ ۡي ن ٱ ۡ ِل‬ ‫ۥ و نا و ٖن و‬ ‫ووصينا ٱ ن‬ َ َۡ َ َ ‫ك إ َ َِّل ٱ ۡ َ ُه‬ ‫ول‬ Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahunbersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Ayat di atas mengisyaratkan bahwa betapa pentingnya penanaman karakter kepa anak sejak dini. Terutama akhlak kepada orang tua. M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbahnya menjelaskan bahwa ayat tersebut menjelaskan bahwa ketika sedang mewasiati anak menyangkut orang tuanya ditekankannyabahwa, ibunya telah mengandung dalam keadaan kelemahan diatas kelemahan dan menyapihnya di dalam dua tahun. Demikianlah seharusnya materi petunjuk atau pendidik yang disajikan. Ia dibuktikan kebenarannya dengan argumentasinya di paparkan atau yang dapat dibuktikan oleh manusia melaluipenalar akalnya. Metode ini bertujuan agar manusia merasa bahwa manusia memiliki tanggung jawab (Shihab, 2006: 127). Di dalam Hadis Rasulullah saw. juga disebutkan bahwa: ‫اكرم اوالدكم واحسنىا ادبهم‬ Artinya: “Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah dengan budi pekerti yang baik”. (HR. Ibnu Majah), (Al-Qazwin, t.t.: 1211). Berdasarkan penjelasan Hadis di atas, tampak jelas bahwa betapa pentingnya pendidikan karakter terhadap anak. Memberikan pendidikan yang layak kepada anak, memberikan keteladanan demi terciptanya generasi yang unggul dan berkarakter. Berdasarkan penjelasan di atas,maka dapat dipahami bahwa yang menjadi dasar pendidikan karakter adalah Alquran dan sunnah Nabi. Selain itu yang menjadi dasar dari pendidikan karakter adalah falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 Dedi Sahputra 72 3. Tujuan Pendidikan Karakter Fungsi pendidikan karakter sesungguhnya sama dengan cita-cita pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan generasi penerus. Namun secara khusus menurut Zubaedi (2012: 18), pendidikan karakter bangsa bertujuan sebagai: 1. Pembentukan dan pengembangan potensi 2. Perbaikan dan penguatan 3. Penyaring. Adapun tujuan pendidikan karakter adalah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Zubaedi, 2012: 18). Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa tujuan dan fungsi dari pendidikan karakter sesungguhnya sama dengan tujuan dan fungsi pendidikan nasional yaitu membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 4. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Pendidikan karakter memuat nilai-nilai yang harus ditanamkan, dipupuk dan ditumbuhkembangkan kepada peserta didik. Nilai-nilai tersebut tidak terlepas dari budaya bangsa Indonesia, falsafah Pancasila, tata nilai dan moral serta norma yang sudah sejaklama ada di masyarakat. Dalam upaya untuk membangun karakter bangsa melalui pendidikan di sekolah dan madrasah maka Kementerian Pendidikan Nasional merumuskan 18 niali-nilai pendidikan karakter (Suryadi, 2013: 8-9). Berikut ini merupakan penjelasan dari nilai-nilai pendidikan tersebut: 1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuahan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan. ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 73 Implementasi Pendidikan Karakter 2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui apa yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya. 3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut. 4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. 5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lainlain dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya. 7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggungjawab kepada orang lain. 8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain. 9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar dan dipelajari secara lebih mendalam. 10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan. 11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekomoni, politik dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri. ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 Dedi Sahputra 74 12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi. 13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. 14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu. 15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya. 16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. 17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya. 18. Tanggungjawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama. Nilai-nilai pendidikan karakter sebagaimana yang telah disebutkan pada bahagian di atas merupakan harapan besar dan cita-cita mulia bagi keberlangsungan dan tujuan pendidikan nasional. Jika semuanya dapat diwujudkan maka apa yang menjadi harapan Indonesia pada tahun 2045 yaitu generasi emas akan bisa terwujud. Sudah barang tentu untuk mewujudkanya memerlukan sinergi yang baik antara guru, siswa dan orang tua. Demikian pula setiap cita-cita yang tinggi selalu saja mendapat tantangan dari berbagai macam hal. Dengan keseriusan dan konsistensi yang tinggi maka semua tantangan tersebut dapat teratasi. 5. Metode Pendidikan Karakter Metode pendidikan karakter adalah sebuah upaya dalam menciptakan kondisi lingkungan fisik dan non fisik yang mendukung program pendidikan karakter. Upaya tersebut dapat dilakukan berupa keteladanan, ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 75 Implementasi Pendidikan Karakter pembiasaan dan penggunaa reward and punishment serta melakukan sosialisai dan pemantauan secara berkesinambaungan. Menurut Deni Damayanti (2024: 62), metode pendidikan karakter adalah sebagai berikut: 1. Keteladanan Aplikasi nilai-nilai yang telah ditanamkan padapeserta didik perlu didukung oleh lingkungan yang memberikan keteladanan. Pengembangan karakter peserta didik sangat memerlukan lingkungan yang sesuai antara nilai ideal dan realitas yang dihadapi. Apa yang dilihat dan didengar lebih berpengaruh pada pengembangan karakter daripada apa yang dilarang dan apa yang disuruh kepada peserta didik. keteladanan ini sangat diperlukan dalam ketiga wahana pendidikan, yaitu di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah (Damayanti, 2024: 62). Pengembangan sifat dan watak yang berkarakter sesuai nilai-nilai budaya bangsa akan lebih efektif dan efisien apabila bersifat top-down, dari atas ke bawah. Pembentukan disiplin pada peserta didik hanya akan efektif jika kepala sekolah dan gurunya menjadi teladan dalam disiplin. Apabila diminta siswa datang tepat waktu maka guru harus datang lebih awal. Demikian pula jika memerintahkan siswa berpakaian rapi maka guru terlebih dahulu harus berpakaian rapi. 2. Pembiasaan Karakter yang sesuai dengan nilai budaya bangsa tidak akan terbentukdengan tiba-tiba tapi perlu melaui proses dan tahapan. Oleh karena itu perlu upaya pembiasaan perwujudan nilai-nilai dalam kehidupan seharihari. Sebagaimana proses perubahan pada umumnya, proses awal perubahan selalu memerlukan energi yang lebih besar. Proses pembiasaan pada awalnya dimulai dengan tahap inisiasi dengan memberikan faktor pendorong eksternal yang kuat, sehingga terkesan semacam pemaksaan pada tataran tertentu. Dimulai dengan proses, berlanjut menjadi pembiasaan, yang pada akhirnya faktor penggerak eksternal bergeser menjadi faktor internal, dari diri sendiri. Pada tahap ini berarti telah terjadi kesesuaian antara nilai-nilai yang dipahami sebagai konsep diri dengan sikap perilaku yang mencul sebagai karakter (Damayanti, 2024: 63). Pembiasaan yang dilakukan di sekolah diharapkan mendapat penguatan dengan pembiasaan di rumah, kedua-duanya saling menguatkan, ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 Dedi Sahputra 76 demikian pula di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu perlu dijalin erat hubungan antara pemangku kepentingan pendidikan yaitu antara sekolah, orang tua, komite sekolah dan dinas pendidikan. Proses pembiasaan ini misalnya terwujud dalam implementasi rasa hormat kepada orang yang lebih tua. 3. Reward and Punishment Agar perilaku peserta didik sesuai dengan tata nilai dan norma yang ditanamkan perlu dilakukan konfirmasi antara nilai-nilai yang dipahami dan perilaku yang dimunculkan. Apabila peserta didik melakukan yang sesuai, jika baik perlu diberikan penghargaan atau pujian. Untuk mencegah terjadinya pencegahan terjadinya penyimpangan terhadap tata nilai dan norma perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dengan memberikan punishment atau sanksi yang sepadan dan bersifat pedagogis pada peserta didik. Secara bertahap, hukuman ini awalnya bersifat preventif, atau mencegah terjadinya pelanggaran lebih lanjut dengan memberikan teguran, nasehat, penugasan atau sejenisnya. Selanjutnya pada tingkat yang lebih tinggi dilakukan represi dalam rangka prevensi agar pelanggaran tidak menyebar pada peserta didik lain. Pada tahap terakhir, jika perlu ada tindakan shock terapy untuk pelanggaran yang benar-benar esensial sehingga memberikan efek jera (Damayanti, 2024: 64). Namun demikian seberat apapun punishment yang diberikan upaya perbaikan atau pembinaan untuk rehabilitasi dan resosialisasi. 4. Sosialisasi dalam Organisasi Peserta didik adalah aset bangsa yang diharapkan akan menjadi kader penerus pembangunan masa depan. Salah satu potensi yang menjadi aset generasi muda adalah potensi kepemimpinan. Potensi ini perlu diarahkan pada potensi kepemimpinan yang sesuai dengan karakter budaya bangsa. Oleh karena itu perlu direkayasa kondisi pendidikan yang memberi peluang berupa tugas, tantangan, persoalan dan situasi yang dapat mengaktualisasi potensi kepemimpinan dan perilaku berorganisasi peserta didik (Damayanti, 2024: 65). Sekolah perlu memberikan kesempatan memimpin organisasi dan berdemokrasi melalui OSIS dan perwakilan kelas secara bersungguh- ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 77 Implementasi Pendidikan Karakter sungguh. Selain itu perlu diberikan kegiatan-kegiatan yang melibatkan berbagai kepanitiaan siswa untuk memberikan peluang secara bergantian melaksanakan organisasi misalnya kegiatan peringatan hari besar nasional dan lain sebagainya. Metode internalisasi pendidikan karakter kepada siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler lebih diutamakan sebab disitulah peserta didik berinteraksi secara langsung dengan peserta didik lainnya. Interaksi tersebut merupakan hasil dari proses mengetahui yang dilanjutkan dengan merasakan dan diakhiri dengan bentuk tindakan. Dari kegiatan ekstrakurikuler tersebut dapat dilihat sejauh mana seorang peserta didik menerapkan nilai-nilai karakter dalam berpikir dan berprilaku. 6. Implementasi Pendidikan Karakter Pada Proses Pembelajaran Dalam sistem pendidikan nasional, pada dasarnya pendidikan karakter bukan hal yang baru. Mata pelajaran Pendidikan Agama dan PKn adalah dua mata pelajaran yang diberiakan untuk membina akhlak dan budi pekerti peserta didik. namun demikian, pembinaan watak melalui kedua mata pelajaran tersebut belum membuahkan hasil yang maksimal. Perlu langkah-langakah strategis dalam rangka mengimplementasikan pendidikan karakter. Menurut Fitri (2012: 46-50), Berikut ini adalah beberapa hal yang dianggap mampu mengimplementasikan pendidikan karakter: 1. Pengeintegrasian nilai dan etika pada setiap mata pelajaran 2. Internalisasi nilai positif yang ditanamkan oleh semua warga sekolah 3. Pembiasaan dan latihan 4. Pemmberian contoh teladan 5. Penciptaan suasana berkarakter di sekolah 6. Pembudayaan. Menggantungkan pembentukan watak siswa melalui mata pelajaran Pendidikan Agama dan PKn saja tidak cukup. Pengembangan karakter peserta didik perlu melibatkan lebih banyak lagi mata pelajaran. Selain itu kegiatan pembinaan siswa dan pengelolaan sekolah dari hari ke hari perlu juga dirancang dan dilaksanakan untuk mendukung pendidikan karakter. Pada saat yang sama perlu diadakan reorientasi kurikulum pendidikan yang membutuhkan inovasi dalam pembelajaran pendidikan karakter. Menurut ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 Dedi Sahputra 78 Damayanti (2024: 65) Inovasi pembelajaran pendidikan karakter tersebut meliputi: 1. Pendidikan karakter dilakukan secara integrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang memfasilitasi dipraktikkannya nilainilai dalam setiap aktivitas pembelajaran di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran. 2. Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan kesiswaan 3. Pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah. Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, pemberian sarana agar diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai dan penginternalisasian nilai-nilai dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran dapat menjadikan peserta didik menguasai kompetensi secara utuh, yaitu mengetahui, mengenal, menyadari dan berprilaku sesuai karakter bangsa. Kementrian Pendidikan Nasional menyatakan bahwa integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan dilakukan analisis standar kompetensi atau kompetensi dasar (SK/KD), pengembangan silabus, penyusunan RPP dan penyiapan bahan ajar. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang relevan/sesuai substansi. Identifikasi nilai-nilai karakter ini bukan untuk membatasi nila-nilai yang dapat berkembang pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. C. PENUTUP Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang direncanakan secara bersama yang bertujuan untuk menciptakan generasi penerus yang memiliki dasar-dasar pribadi yang baik, baik dalam pengetahuan, perasaan ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 79 Implementasi Pendidikan Karakter dan tindakan. Adapun pendidikan karakter dapat diterapkanpada lembaga pendidikan Islam melalui Pendidikan karakter dilakukan secara integrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas pembelajaran di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran. Selain itu pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan kesiswaan dan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan pengelolaan segala urusan yang melibatkan semua warga sekolah. DAFTAR PUSTAKA Achmadi. (2010).Idiologi Pendidikan Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Aly, Hery Noer dan Munzier. (2003). Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani. Al-Qazwin, Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad ibn Yazid. (t.t). Sunan Ibn Majah. Beirut: Darul Fikr. Amin, M.(1992).Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Pasuruan: PT Garoeda Buana Indah. Damayanti, Deni. (2014). Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Araska. Dewey, John. (1964).Democracy and Education. New York: The Macmillan Company. Departemen Pendidikan Nasional. (2001).Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Fitri, Agus Jainul. (2012).Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika Sekolah. Yogyakarta: ArRuzz Media. Gunawan, Henri. (2012).Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Kementrian Pendidikan Nasional. (2011).Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Balitbang Kemendiknas. Samani, Muchlas dan Hariyanto. (2011).Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya. ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018 Dedi Sahputra 80 Shihab, M. Quraish. (2006).Tafsir Al-Mishbah,Pesan,Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an. Jakarta: Lentera Hati. Suyadi. (2013).Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Jakarta: Remaja Rosda Karya. Wibowo, Agus. (2013).Pendidikan Karakter di Perguruan Tnggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zubaedi. (2012).Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Zuriah, Nurul. (2008).Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara. ITQAN, Vol. 9, No. 1, Jan – Jun 2018