Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Makalah KEJAHATAN HUMAN TRAFFICKING OLEH RAHMAWATY MAHMUD 1011416220 FAKULTAS HUKUM JURUSAN ILMU HUKUM UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2019 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah tentang “Human Trafficking” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Gorontalo, 11 Februari 2019 Penulis Rahmawaty Mahmud DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………….. 2 DAFTAR ISI …………………………………………….. 3 BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………. 4 Latar Belakang ……………………………………………. 4 Rumusan Masalah ……………………………………………. 6 BAB II PEMBAHASAN …………………………………………….. 7 Human Trafficking di Indonesia ………….........……...…….. 12 Human Trafficking di Nusa Tenggara Timur .……....…..... 13 Intervensi Terhadap Human Trafficking …………………….. 14 BAB III PENUTUP ……………………………………...…….. 24 DAFTAR PUSTAKA .………………………………………….… 25 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap perdagangan orang berhubungan dengan sikap kesadaran hukum mengenai pentingnya aturan yang berupa hukum positif. Berhubungan dengan tingkat kesadaran hukum, karena itu pemahaman terhadap hukum tidak hanya pada pengertian pemberlakuan perundangundangan, tetapi lebih pada tataran implementasi, sehinggga pemahaman terhadap perdagangan orang tidak hanya pada tataran konsep, tetapi lebih diutamakan pada tataran implementasi atau penerapan yang berhubungan dengan kesadaran hukum. Peraturan sudah dirasakan sebagai kebutuhan, maka akan menjadi perasaaan hukum, sehingga peraturan hukum akan dapat berlaku sesuai kebutuhan dan bukan karena keterpaksaan. Demikian tujuan hukum dan penegakan hukum akan berjalan sesuai dengan supremasi hokum. (Nurhenny, 2010: 350). Secara historis, perdagangan orang dapat dikatakan sebagai perbudakan dan juga melanggar hak asasi manusia. Kondisi ini berkembang pada masyarakat ekonomi yang memiliki tingkat ekonomi lemah, pemahaman agama atau moralitas yang kurang, dan bergantung pada kelompok masyarakat ekonomi kuat.alasan yang diberikan oleh korban umumnya perbuatan mereka adalah legal dengan dasar perjanjian. Pelanggaran hak asasi manusia yang berupa perbudakan umumnya berupa perampasan kebebasan dari seseorang, yang dilakukan oleh kelompok ekonomi kuat kepada kelompok ekonomi lemah. Maka, atas dasar itu pencegahan perdagangan orang dalam perspektif pelanggaran hak asasi manusia harus dilakukan secara komprehensif dan integral, yang dapat dilakukan melalui tataran kebijakan hukum pidana dengan cara legislasi, eskekusi, dan yudikasi. (Farhana, 2010: 198) Perdagangan orang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan diancam dengan sanksi pidana, tetapi dalam pelaksanaannya perbuatan ini masih banyak dilakukan, bahkan dijadikan mata pencarian atau sumber nafkah kehidupan keluarga. undang-undang hak asasi manusia, dimana para pelaku akan dikenakan sanksi pidana, dimana dilihat dari efektifitasnya ternyata peraturan ini tidak efektif. (Kansil, 2009: 129). Penyebabnya tentu berbagai macam alasan, dapat disebabkan faktor-faktor lainnya, sehingga proses penegakan hukum yang tidak efektif atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi hukum, karena menganggap tidak akan mendapatkan keadilan (Priyanto, 2013: 68). Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah tuhan yang maha esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri,hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan kesejahteraan yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia masalah perlindungan hak-hak wanita dan hak-hak anak ternyata telah mendapat perhatian yang lebih besar.perempuan sering menjadi korban kekerasan karena seksualitasnya sebagai perempuan. Banyak hasil peneltian dan juga dijumpai dalam kenyataan sehari-hari yang ditampilkan oleh media massa, menunjukan bagaimana lemahnya posisi perempuan ketika mengalami kekerasan yang dilakukan dirinya (Priyanto, 2013: 68). Tulisan ini akan membicarakan tentang Perdagangan Orang (Trafficking) sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Perdagangan Orang (Trafficking) sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia Riswan Munthe, 2015 (https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis/article/viewFile/3126/4512, Diakses 11 februari 2019) Rumusan Masalah Bagaimana kejahatan Human Trafficking di Indonesia ? Bagaimana kejahatan Human Trafficking di Nusa Tenggara Timur? Bagaimana intervensi terhadap Human Trafficking ? BAB II PEMBAHASAN Human trafficking (perdagangan manusia) merupakan salah satu masalah kontemporer yang tengah mendapat perhatian serius. Karakteristiknya bersifat represif dengan tujuan eksploitasi manusia (individu atau kelompok). Luasnya pengaruh dan dampak ancaman yang ditimbulkan, membuat isu human trafficking diklasifikasikan sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Everd Scor Rider Daniel1, Nandang Mulyana2, Budhi Wibhawa3, Human Trafficking Di Nusa Tenggara Timur. Vol. 7 No. 1. (https://media.neliti.com/media/publications/181641-ID-human-trafficking-di-nusa-tenggara-timur.pdf. Diakses 11 Februari 2019) Perdagangan orang merupakan suatu perbuatan pidana yang melanggar UndangUndang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam hal ini hak-hak seseorang untuk dapat hidup dengan layak telah dilanggar. Hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang hakiki, sehingga perdagangan orang termasuk pelanggaran terhadap undang-undang hak asasi manusia, dimana para pelaku akan dikenakan sanksi pidana. Untuk itu dalam penerapan sanksi hukum bagi pelaku perdagangan orang perlu kajian dalam sanksi berat yang terdapat dalam undang-undang tentang perdagangan orang, atau undang-undang tentang hak asasi manusia. (Priyanto, 2013: 18-19). Tindak pidana perdagangan orang dapat diketahui bahwa penanganan setiap kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia saat terjadi keadaan darurat harus segera dilakukan berdasarkan peraturan keadaan darurat yang penyelesaiannya dibatasi secara tegas, melalui pengadilan. (Bisri, 2007: 40). Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang menyatakan bahwa: Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orangorang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah dasar hukum tertulis yang didalamnya memuat HakHak Asasi Manusia Indonesia serta kewajibankewajiban yang bersifat dasar pula, namun istilah perkataan Hak Asasi Manusia itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD 1945. (El-Muhtaj, 2005: 61). Berbicara tentang hak asasi manusia maka yang pertama perlu ditinjau pengertian dari negara hukum atau yang lebih sering disebut rule of law. Negara hukum atau rule of law dalam arti menurut konsepsi dewasa ini, mempunyai sendi-sendi yang bersifat universal, seperti pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi, legalitas dari pada tindakan Negara dalam arti tindakan aparatur Negara yang dapat dipertanggug jawabkan secara hukum dan terjaminnya peradilan yang bebas. Pernyataan umum tentang hak asasi manusia mengacu pada deklarasi yang dirumuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1946, di mana pernyataan itu mencakup perlindungan terhadap hak asasi manusia dan kemerdekaan. Deklarasi ini mencakup kebebasan mendasar bagi siapa pun, pria dan wanita, tanpa diskriminasi apa pun. Intinya adalah bahwa Hak Asasi Manusia telah ada sejak seseorang tinggal di dalam rahim ibu, lahir, seumur hidup, dan sampai mati. Hak asasi manusia terlahir bersama manusia. Dengan kata lain, hak asasi manusia sudah ada sejak manusia itu ada. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Perdagangan Orang (Trafficking) sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia Riswan Munthe (https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis/article/viewFile/3126/4512. Diakses 11 februari 2019) Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal menjadi elemen pertama dari regulasi hak asasi manusia (international bill of rights) sebagai dasar bergabungnya protokol secara hukum dan tambahan dalam perjanjian internasional tentang hak-hak sipil dan politik dan dua komite ini mengawasi pelaksanaannya dan setiap perjanjian menyediakan mekanisme menegakkan hak. Lusiana M. Tijow1, Sudarsono2, Rachmad Safa’at3, Bambang Sugiri4, The Binding Authority Of Human Right Law As Guarantee Of Legal Protection Toward The Body Integrity Of Woman As The Victim Of Not-Fulfilled Promise To Marry. Vol. 8(1) March 2017. (http://www.savap.org.pk/journals/ARInt./Vol.8(1)/ARInt.2017(8.1-10).pdf. Diakses 11 Februari 2019) Kepatuhan pada prinsip-prinsip yang tercermin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menjadi kriteria utama pengakuan suatu negara atau rezim baru oleh negara lain. Selain itu, penghormatan terhadap hak asasi manusia secara nyata menjadi persyaratan keanggotaan di berbagai organisasi internasional dan regional, termasuk PBB. Tidak ada negara yang dapat bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi karena ketidaktahuan akan hak asasi manusia. Di sisi lain, mereka harus memastikan penghormatan terhadap hak dan kebebasan yang dinyatakan dalam Deklarasi sebagai standar minimum. Mungkin benar untuk mengatakan bahwa tidak ada instrumen internasional lain yang memiliki efek semacam itu. Ibid Menurut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang terdapat didalam Pasal 7 menyebutkan bahwa: 36). orang sama didepan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Semua orang berhak untuk mendapatkan perlindungan yang sama terhadap diskriminasi apapun yang melanggar deklarasi ini dan terhadap segala hasutan untuk melakukan diskriminasi tersebut. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Perdagangan Orang (Trafficking) sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia Riswan Munthe (https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis/article/viewFile/3126/4512. Diakses 11 februari 2019) Sejalan perkembangan sosial politik dan hukum di Indonesia, yang disebut dengan jaman reformasi, maka pemerintah telah membuat perundang-undangan baru. Khusus untuk masalah hak asasi manusia pada awalnya Indonesia hanya berpatokan pada ketentuan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yaitu the universal declaration of human right pada tanggal 10 desember 1948 sekarang bangsa Indonesia boleh bangga dengan disahkannya Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ibid Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sebagaimana bunyi pada Pasal 1 menyatakan bahwa: Hak asasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaaan manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia. Berdasarkan perkembangan dan kemajuan dalam perjalanan bangsa Indonesia kini kita dapat saksikan adanya kesamaan visi hak asasi manusia dan misi tentang peningkatan hak asasi manusia antara pemerintah disatu sisi dan kalangan masyarakat luas disisi lain. Sekalipun demikian perbedaan diantara keduanya masih tetap ada yaitu terletak dalam cara bagaimana mewujudkan perlindungan hak asasi manusia tersebut kedalam kenyataan kehidupan masyarakat. Perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antar Negara maupun dalam negeri, sehingga menajadi ancaman terhadap masyarakat,bangsa dan Negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Keinginan untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional, dan internasional, untuk melakukan upaya pencegahan sejak dari dini, penindakan terhadap pelaku,perlindungan korban dan peningkatan kerjasama.Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perdagangan orang belum memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dan pelanggaran harkat dan martabatnya dengan sendirinya merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang merupakan tanggungjawab pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga. Untuk mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan tersebut perlu dibentuk gugus tugas. Tindakan perdagangan orang yang sering korbannya adalah anak-anak dan perempuan, semakin bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai Negara, termasuk Indonesia dan Negara-Negara yang sedang berkembang lainnya, telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa. Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban, tindak pidana perdagangan orang. Ibid 2.1 Human Trafficking di Indonesia Berdasarkan penelusuran literatur, dimensi perdagangan manusia terus meluas hingga menyentuh sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Everd Scor Rider Daniel1, Nandang Mulyana2, Budhi Wibhawa3, Human Trafficking Di Nusa Tenggara Timur. Vol. 7 No. 1. International Organization for Migration (IOM) mencatat, pada periode Maret 2005 hingga Desember 2014, jumlah human trafficking di Indonesia mencapai 6.651 orang. Dari jumlah itu, 82 persen adalah perempuan yang bekerja di dalam dan di luar negeri sebagai tenaga kerja informal dan 18 persen merupakan laki-laki yang mayoritas mengalami eksploitasi ketika bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK). Dikutip dari Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) tahun 2015, mayoritas korban sindikat perdagangan manusia didominasi kelompok Buruh Migran Indonesia (BMI) yang lazimnya dikenal sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Faktor utama yang menyeret para pekerja adalah masalah ekonomi. Dalam segala keterbatasan, para migran kerap secara mudah dipengaruhi iming-iming kesejahteraan oleh oknum atau mafia kejahatan perdagangan orang. Konteks kejahatan perdagangan manusia menimbulkan kekhawatiran. Ancaman dan resikonya menjadi gejala sosial yang mulai jamak di masyarakat. 2.2 Human Trafficking di Nusa Tenggara Timur Bahaya human trafficking semakin menggejala hingga ke daerah. Salah satu daerah yang menjadi objek kajian dalam pembahasan ini adalah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kejahatan dan ancaman human trafficking tengah menjadi isu aktual di NTT. Dalam beberapa tahun terakhir, NTT menempati rangking teratas, didaulat sebagai daerah asal korban tindak pidana perdagangan manusia. Upaya pemberantasan perdagangan orang di NTT tetap menjadi sorotan oleh berbagai macam kalangan. Kemensos RI, memberi sinyal bahwa permasalahan TKI di NTT sudah mencapai kondisi kronis, sehingga langkah penanganan menjadi urgensi bersama. Secara umum, jumlah buruh migran dari NTT bukan yang terbanyak di Indonesia, tetapi angka kasus human trafficking dari NTT menurut data Bareskrim Polri tertinggi di Indonesia. Sejak Februari 2014, kasus perdagangan orang telah menjadi ‘titik api’ protes gerakan masyarakat sipil di NTT. Human trafficking di NTT dapat dikatakan sudah darurat karena banyak sekali warga NTT terutama kaum wanita berumur 15 tahun ke atas yang dijadikan TKW ke luar negeri, khususnya Malaysia, Singapura, Taiwan, dan negara-negara lain. Data Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) bulan Januari sampai Desember 2015, terdapat 941 orang menjadi korban, disinyalir ada tujuh jaringan perusahaan dan perorangan yang terlibat. Tahun 2015 terdapat 1.667 TKW asal NTT yang menjadi korban human trafficking. Sementara, pada 2016, bulan Januari sampai Juli, ada sekitar 726 TKW yang masalah atau terindikasi praktek perdagangan manusia. Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat, 1.667 orang calon tenaga kerja wanita (TKW) asal NTT dikirim keluar daerah secara illegal. Para calon TKW rencananya akan dikirim oleh sejumlah jaringan perdagangan manusia untuk bekerja di Medan dan Malaysia. Dengan kondisi ini, praktek human trafficking menjadi fenomena baru yang cukup mengejutkan karena sebelumnya, secara nasional, NTT belum pernah masuk dalam peringkat tertinggi daftar kasus human trafficking di Indonesia. Intervensi Terhadap Human Trafficking a. Faktor Penyebab terjadinya Human Trafficking Terdapat aspek universal dibalik masalah human trafficking yang dialami negara-negara diseluruh dunia. Penyebabnya adalah: poverty, globalization, the sex tourism industry, women’s rights, and general global education levels. Korban trafficking adalah mereka yang terpinggirkan, terutama kaum perempuan (kondisi kemiskinan dan ketidakmandirian yang mereka alami). Kondisi-kondisi psikologis dan masalah kemiskinan secara sistematis mendorong individu untuk melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut adalah faktor-faktor yang dipandang sebagai penyebab terjadinya masalah human trafficking seperti yang diilustrasikan oleh Cameron & Newmann, 2008:3. Faktor-Faktor Penyebab Human Trafficking Kemiskinan Kemiskinan termasuk faktor utama yang mendorong orang untuk melakukan apapun agar keluar dari keterbatasan yang dialami. Berikut gambaran umum mengenai tiga aspek kemiskinan; To understand how this universal issue acts as a cause, it is important to examine three specific aspects of poverty: the supply side, the demand side, and the interaction between these two forces. Supply side (sisi pasokan) dipengaruhi faktor kemiskinan yang dialami individu (keterbatasan sarana dan akses kebutuhan hidup). Sisi permintaan (demand side) mengacu pada industry komersial atau kegiatan yang mengandalkan kemiskinan sebagai komoditas (individu diperdagangkan secara ilegal) dengan tujuan mempertahankan profit atau keuntungan. Berbagai pandangan lembaga atau organisasi secara mayoritas menyebut, faktor utama dan akar penyebab perdagangan manusia adalah dipengaruhi supply side akibat dari kemiskinan. Faktor kemiskinan mendorong jutaan orang Indonesia melakukan migrasi, domestik maupun internasional yang dipandang sebagai sebuah cara memperoleh kehidupan yang baik bagi dirinya dan keluarga. Berdasarkan hasil riset, sebuah studi di 41 negara menunjukkan bahwa keinginan untuk meningkatkan kondisi ekonomi dan kurangnya kesempatan kerja adalah salah satu alasan utama wanita mencari pekerjaan di luar negeri (Wijers and Lap-Chew, 1999: 61). Researchers in Indonesia also report that the primary motivation for most workers to migrate is economic (Hugo, 2002: 173; Suryakusuma, 1999:7). Maraknya perdagangan manusia di Nusa Tenggara Timur (NTT) disinyalir lantaran kemisikinan yang melanda wilayah bagian timur Indonesia itu. Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, mengatakan dengan alasan itu perempuan menjadi sasaran empuk yang dijadikan korban untuk "dilego" ke luar negeri. Kasus perdagangan manusia di NTT muncul sebagai konsekuensi kemiskinan dan minimnya akses kesejahteraan. Ketimpangan dan gejala kemiskinan di NTT memunculkan masalah bagi hak-hak perempuan di NTT, mereka dituntut untuk memperbaiki kondisi ekonomi. Pada kondisi ini, mereka semakin tertekan dan mudah terpengaruh oleh resiko kejahatan. Kemiskinan merupakan sebuah masalah sosial utama yang terjadi Propinsi NTT. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2014, sekitar 19,6 dari total 4,9 juta populasi NTT tergolong dalam kategori penduduk miskin. Pengaruh kemiskinan tersebut melahirkan berbagai dampak sosial. Terdapat fakta memprihatinkan, bahwa konsekuensi kemiskinan menempatkan posisi perempuan NTT sebagai pihak yang sangat beresiko terjebak kejahatan, intimidasi, dan eksploitasi praktek perdagangan manusia. Minimnya Tingkat pendidikan Selain faktor ekonomi, rendahnya pemenuhan hak atas akses pendidikan turut melatari munculnya korban kejahatan. Tingginya kasus perdagangan di NTT tidak hanya disebabkan faktor kemiskinan atau ekonomi, tetapi juga pada minimnya tingkat pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang pendidikan. Mayoritas warga NTT secara ilegal direkrut sebagai TKW-TKI karena tidak memiliki pemahaman akan bahaya dan resiko. Pengaruhnya pada tingkat pendidikan yang minim, tamat SD atau bahkan tidak bersekolah. Pengetahuan yang minim membuat mereka mudah ditipu dan diperdaya sehingga mudah dijadikan korban human traficking. Dalam konteks ini, bisa dikatakan kondisi ekonomi yang terbelakang dan SDM yang minim menjadikan NTT sebagai propinsi “Darurat Manusia”, orang dengan mudah ditipu akan mendapat kerja yang bagus dan diiming-dimingii gaji yang tinggi. Situasi ini menjadikan NTT sebagai lahan basah bagi para calon. Studi kasus, seperti dialami Wilfrida Soic, wanita berumur 17 tahun yang hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 4 SD. Ia dijadikan korban oleh pelaku dalam hal ini calo, secara terorganisir mengirimnya ke luar negeri, tanpa membawa dokumen apa pun. Dalam kasus ini, paspor Wilfrida difasilitasi dan dibuat di Jakarta kemudian dikirim dari NTT menuju Jakarta dan ke Singapura. Faktor Ekonomi Forrel menyatakan “Traffickers are motivated by money”, pelaku perdagangan manusia termotivasi oleh uang. Kalimat ini hendak memberi suatu pemahaman, bahwa faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kejahatan yang dilatarbelakangi kesenjangan ekonomi, dan lapangan kerja yang tidak memadai dengan besarnya jumlah penduduk. Hal mendesak inilah yang mendorong seseorang mencari pekerjaan meski harus keluar daerah. Kemiskinan dan rendahnya kesempatan kerja mendorong jutaan penduduk Indonesia melakukan migrasi didalam dan keluar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarga. Selain kemiskinan, kesenjangan tingkat kesejahteraan antar negara juga menjadi penyebab terjadinya perdagangan manusia. Negara-negara yang tercatat sebagai penerima korban perdagangan manusia dari Indonesia, mayoritas memiliki tingkat kesejahteraan dan ekonomi lebih baik seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Saudi Arabia. Kesejahteraan ekonomi menjadi tujuan mereka bermigrasi ke negara lain. Pengangguran Pengangguran sebagai salah satu penyebab maraknya korban perdagangan manusia di NTT. Berbagai sumber mencatat, masalah sosial berpengaruh besar terhadap kompleksitas kejahatan di NTT. Beberapa korban adalah mereka yang tidak mampu, atau dikategorikan sebagai kelompok masyarakat rentan. Agenda forum Seminar Perdagangan Orang yang digelar Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali, Sabtu 29 Oktober 2016, membahas tingginya presentase Kasus Perdagangan Manusia di Nusa Tenggara Timur (NTT). Laporan Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), angka pengangguran yang tinggi menjadi salah satu pemicu terjadinya eksodus buruh migran dari NTT. Pada kondisi ini, NTT berada dalam posisi memprihatinkan, angka pengangguran mencapai angka 88 ribu orang. Seruni mencatat, terdapat 44 korban meninggal asal NTT akibat tersangkut kasus perdagangan orang. Perempuan muda asal NTT, mudah direkrut perusahaan jasa tenaga kerja menjadi buruh migran. Bahkan, dari penelusuran yang dilakukan, faktor kemiskinan sebagai pendorong sebagian orangtua di NTT mengizinkan anaknya direkrut bekerja di luar negeri. b. Dampak/Pengaruh Human Trafficking bagi Warga NTT Fenomena human trafficking merupakan masalah social yang mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat. Dampak-dampak nyata yang dapat dianalisis dari korban perdagangan orang utamanya mengakibatkan mental dissorder (gangguan mental) karena efek trauma psikologis. Sebagian besar korban perdagangan manusia akan mengalami persoalan psikologis antara lain: Trauma Trauma merupakan masalah psikologis yang dialami individu atau kelompok atas perbuatan traumatis yang dialaminya. Jenis-jenis masalahnya dapat berupa tindak kekerasan, penyiksaan dan perbuatan represif lain yang memberikan tekanan psikologis. Trauma adalah : “The essence of trauma is that it overwhelms the victim’s psychological and biological coping mechanisms. This occurs when internal and external resources are inadequate to cope with the external threat.” Warga NTT, khususnya para perempuan yang menjadi korban human trraficking mengalami trauma mendalam, keterasingan dan masalah sosial akibat pengalaman yang dialami. Masalah-masalah sosial berupa tekanan psikologis juga mempengaruhi aktivitas dan interaksi sosial. Kekerasan (violence) dan Korban Meninggal Dunia Akumulasi masalah dan penyiksaan yang dialami para korban perdagangan manusia telah menghadirkan berbagai masalah sosial. Khususnya persoalan yang dialami para korban human trafficking di NTT tidak hanya tekanan psikologis, namun lebih ekstrem menyebabkan korban meninggal dunia. Polda NTT mencatat sekitar 1.667 calon Tenaga Kerja Wanita asal NTT yang dikirim keluar daerah secara ilegal dan menjadi korban Human Trafficking. Hingga tahun 2016, 37 warga NTT meninggal dunia ketika menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar Negeri. Kemudian, dari hasil komparasi data yang berbeda, menurut data Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), terdapat 44 korban meninggal asal NTT akibat tersangkut kasus perdagangan orang. c. Assessment dan Strategi Intervensi Pekerjaan Sosial Assesment Penyebab Pada tahap ini, peran Pekerja Sosial adalah mencari atau mengumpulkan validitas informasi guna melakukan kajian analisis dalam menelusuri penyebab terjadinya human trafficking di NTT. Pada bagian ini, Pekerja Sosial perlu mencari hubungan sebab-akibat sampai menimbulkan masalah. Untuk itu, penilaian yang hendak dibahas adalah, mengapa masalah human trafficking di NTT dapat terjadi dan menjadi masalah sosial. Menjawab itu, penyebab utama sebagaimana dibahas pada isi pengantar, yaitu faktor-faktor ekonomi, kemiskinan dan pengangguran. Demi mendapat akses kesejahteraan, masyarakat berupaya meningkatkan taraf hidupnya melalui peningkatan pendapatan. Ketika kemiskinan menjadi isu sosial yang paling dominan, yang terjadi adalah pola-pola kejahatan cenderung tinggi, salah satunya kasus human trafficking. Assessment Masalah Pada tahap assessment (penilaian) masalah, Pekerja Sosial memberikan gagasan atau perspektif intervensi terhadap masalah yang ingin ditangani. Dalam konteks penilaian masalah, Pekerja Sosial perlu melakukan prinsip-prinsip kajian, penilaian sebelum menentukan langkah yang tepat untuk pencegahan (preventif). Pencegahan dapat dilakukan setelah kasus atau hubungan timbal balik antara penyebab dan masalah dipahami secara komprehensif. Langkah assessment ini penting untuk mensinergikan proses intervensi dan berupaya menghindari terjadinya masalah di kemudian hari melalui praktek-praktek pencegahan lewat intervensi. Pada aspek ini, Pekerja Sosial berperan menganalisa dan mengidentifikasi sumber-sumber masalah serta saran untuk praktek penanganannya sesuai konteks permasalahan. Dalam kaitan kasus human trafficking di NTT, assessment (penilaian) yang dapat dianalisis adalah terkait penyebab masalah yaitu lebih ditentukan oleh lingkungan dan minimnya akses sumber daya sosial (ekonomi, pendidikan). Kejahatan mudah terjadi akibat sumber-sumber primer masyarakat cenderung terabaikan, sehingga kondisi marginal dan ketersingkiran membuat produktifitas keberfungsian sosial tidak terakomodasi secara baik. Untuk itu, dalam konteks preventif, Pemerintah Daerah dan Pusat perlu singeri untuk mencari model bersama untuk mencegah kasus-kasus perdagangan manusia di NTT. Misalnya, perangkat aturan atau penegakan hukum lebih inklusif sehingga hak-hak masyarakat dapat difasilitasi secara baik dan yang terpenting, para pelaku kejahatan ditindak tegas. Kemudian, setelah para korban atau masyarakat yang terlibat diselamatkan dari rantai perdagangan manusia, langkah yang harus disiapkan adalah bagaimana proses mengelola sumber daya manusia dan menciptakan lapangan pekerjaan agar mereka tidak kembali menjadi korban. Ketika para korban telah kembali ke masyarakat, harus disiapkan sumberdaya sosial agar pengembangan kapasitas ekonomi dan kesejahteraan tercapai. Tahap assessment atau penilaian terhadap dampak, dilakukan setelah melalui fase penilaian penyebab (caused) dan analisis kasus atau masalah. Pekerja Sosial berperan memberikan solusi, melalui penentuan langkah-langkah dan intervensi praktis terkait penyelesaian masalah. Kasus human trafficking di NTT, dapat diidentifikasi dari beberapa aspek, sebagai resiko yang timbul dari kejahatan. Dampak-dampak yang dapat dijadikan bagian dari assessment ini adalah lebih didominasi faktor gangguan psikologis yang dialami korban (perempuan dan pekerja anak). Masalah ini menimbulkan berbagai persoalan lain, misalnya, keterasingan dari komunitas sosial, interaksi sosial dan terpuruknya status sosial. Untuk itu, Pekerja Sosial dalam mengkaji masalah ini perlu terlebih dahulu memahami pokok persoalan secara baik dan menyeluruh. Dalam konteks peran Pekerja Sosial untuk mengatasi dampak dari kasus ini, dapat dilakukan dengan metode intervensi terhadap korban, mencari tahu secara pasti keinginan dan potensi korban agar kembali berdaya di lingkungan sosialnnya. Misalnya, dapat digunakan sterngth based perspective, yaitu semaksimal mungkin menggali potensi yang dimiliki korban (sebagai penyandang masalah), kemudian meyakinkan secara mental dan psikologis bahwa korban mampu menyelesaikan masalahnya serta keluar dari keterasingan dan stigma masyarakat. Untuk mencapai itu, proses pelibatan (engagement) orang-orang terdekat (keluarga, tetangga) sebagai pihak yang penting dan sangat berpengaruh (significant others) terhadap proses penyembuhan dan pemberdayaan korban yang sedang mengalami trauma. d. Intervensi Pekerjaan Sosial terhadap Human Trafficking Kasus human trafficking di NTT merupakan masalah sosial yang patut ditangani. Terkait konteks penanganan, ada beberapa kategori yang dapat digunakan sebagai pendekatan pemecahan masalah. Pendekatan Pekerjaan Sosial sebagai praktek profesional menawarkan konsep yang disebut intervensi dan assessment dalam bentuk strategi praktis mencari penyebab, menggali masalah, analisis, identifikasi dan solusi pemberdayaan bagi klien (orang yang membutuhkan bantuan) atau Penyandang Masalah Sosial. Strategi penanganan Pekerja Sosial mengenal istilah Sistem Dasar, diperkenalkan oleh Allen Pincus dan Minahan. Pada tahun 1973, Pincus dan Minahan dalam karya Social Work Practice: Model and Method, merintis pendekatan penerapan analisis sistem pada praktek pekerjaan sosial. Asumsi dasarnya adalah, bahwa terdapat common core (inti pokok) mengenai keahlian dan konsep esensial dalam praktek pekerjaan sosial, yaitu melihat fakta berdasarkan interpretasi teoritis dan teori sistem. Pincus & Minahan menggunakan empat sistem dasar Pekerjaan Sosial sebagai suatu pendekatan perubahan terencana. Sistem Pelaksana Perubahan (a change agent system) Sistem Client (a client system) Sistem Sasaran (a target system) Sistem Kegiatan (an action system) Sistem Pelaksana Perubahan Sistem ini menjelaskan the change of agent system. Dalam penggunaannya untuk penanganan kasus human trafficking di NTT, pihak-pihak yang terlibat adalah Pekerja Sosial. Selain itu, adaapun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Non Governmental Organization (NGO) yang berkaitan dalam konteks mendukung penyelesaian masalah misalnya, UNODC dan IOM. Sistem Klien Menggambarkan relasi atau kesepakatan antara orang yang meminta pertolongan dengan agen perubahan, Target klien dalam masalah human trafficking di NTT adalah Pelaku human trafficking dan korban. Korban dan pelaku sama-sama diberikan pelayanan kemanusiaan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pelaksana. Sistem Sasaran Sasaran dimaksud adalah pelaku Human Traffcking dan korban. Pertama, pelaku kejahatan perlu ditangani melalui pendalaman informasi, mencari alasan atau sebab mengapa yang bersangkutan melakukan tindakan kejahatan. Informasi dapat diperoleh melalui interview (misal: keluarga, tetangga, significant others),. Tujuan penanganan yang berbasis pada pelaku ini dilakukan untuk mencegah agar masalah tidak terus terjadi. Kedua, sasaran yang penting untuk dilayani adalah korban perdagangan manusia. Pendekatan yang dapat digunakan dalam konteks praktek Pekerjaan Sosial yaitu strength based perspective, yang berprinsip pada pengembangan sumber daya yang ada dalam diri korban dan meyakinkan dia bahwa Ia memiliki potensi untuk keluar dari masalah trauma yang dialami. Sistem Kegiatan Lembaga atau organisasi yang bekerja sama dalam praktek assessment antara lain, Dinas Sosial, Psikolog, Psikiater dan juga keterlibatan Pemerintah Pusat seperti, Kementerian Sosial, Komnas HAM sebagai stakeholder yang berperan secara kelembagaan untuk memperkuat kapasitas pelayanan, advokasi, pemberdayaan bagi pelaku dan korban dalam rangka menyelesaikan masalah human trafficking di NTT. Everd Scor Rider Daniel1, Nandang Mulyana2, Budhi Wibhawa3, Human Trafficking Di Nusa Tenggara Timur. Vol. 7 No. 1. (https://media.neliti.com/media/publications/181641-ID-human-trafficking-di-nusa-tenggara-timur.pdf. Diakses 11 Februari 2019) BAB III PENUTUP Maraknya terjadi perdagangan orang (trafficking) di Indonesia, yang mana kejahatan ini adalah jenis kejahatan yang dilakukan oleh para sendikat yang sudah terorganisir yang meliputi nasional sampai dengan internasional. Jenis kejahatan merupakan pelanggaran hak asasi manusia, yakni hak yang melekat dalam diri setiap manusia meliputi secara kodrati, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan kesejahteraan yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Maka untuk memberantas kejahatan itu perlu dilakukan pencegahan dalam perdagangan orang tersebut agar tindakan perdagangan orang seperti penjualan anak, prostitusi anak, penyelundupan manusia, migran dan diskriminasi serta perdagangan wanita dan pelacuran. Bentuk pelanggaran hak asasi manusia terutama masalah perdagangan orang adalah dengan adanya upaya pemerintah untuk meratifikasi ketentuan hukum internasional ke dalam hukum nasional seperti dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. DAFTAR PUSTAKA Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Perdagangan Orang (Trafficking) sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia Riswan Munthe. 2015 (https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis/article/viewFile/3126/4512. Diakses 11 Februari 2019) Lusiana M. Tijow1, Sudarsono2, Rachmad Safa’at3, Bambang Sugiri4, The Binding Authority Of Human Right Law As Guarantee Of Legal Protection Toward The Body Integrity Of Woman As The Victim Of Not-Fulfilled Promise To Marry. Vol. 8(1) March 2017. (http://www.savap.org.pk/journals/ARInt./Vol.8(1)/ARInt.2017(8.1-10).pdf. Diakses 11 Februari 2019) Everd Scor Rider Daniel1, Nandang Mulyana2, Budhi Wibhawa3, Human Trafficking Di Nusa Tenggara Timur. Vol. 7 No. 1. (https://media.neliti.com/media/publications/181641-ID-human-trafficking-di-nusa-tenggara-timur.pdf. Diakses 11 Februari 2019) Page 25