Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kesultanan Mataram Islam merupakan salah satu Kesultanan islam terbersar yang ada ditanah air khususnya di pulau jawa. Kesultanan Mataram adalah Kesultanan Islam terbesar di Jawa yang hingga kini masih mampu bertahan melewati masa-masa berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia, walaupun dalam wujud yang berbeda dengan terbaginya Kesultanan ini menjadi empat pemerintahan swa-praja, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran dan Puro Pakualaman. Sebelumnya memang ada Kesultanan-Kesultanan Islam di Jawa (Tengah) yang lain yang mendahului, seperti Demak dan Pajang. Namun sejak runtuhnya dua Kesultanan itu, Mataramlah yang hingga puluhan tahun tetap eksis dan memiliki banyak kisah dan mitos yang selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak Mataram berkembang dengan diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang panjang. Karena itu informasi tentang Kesultanan mataram islam tidak begitu sulit kita dapat karena himgga saat ini Kesultanan tersebut masih eksis di tanah Jawa walaupun dengan konteks yang berbeda. Nama Mataram berasal dari nama bunga, sejenis bunga Dahlia yang berwarna merah menyala. Ada juga nama Mataram yang dihubungkan dengan Bahasa Sansekerta, Matr yang berarti Ibu, sehingga nama Mataram diberi arti sama dengan kata Inggris Motherland yang berarti tanah air atau Ibu Pertiwi. Sebelum tahun 1000 M daerah ini telah berkembang suatu peradaban yang ditinggalkan oleh kesultanan Hindu. Pada abad ke-14 sewaktu Majapahit mencapai puncak kejayaan, bumi Mataram rupanya dipandang kurang penting. tidak terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa para raja Mataram kuno yang hidup beberapa abad sebelumnya masih dikenang di Majapahit. Sampai saat ini pun belum ada data-data yang mungkin dapat menghubungkan Mataram Islam yang berdiri akhir abad 16 dengan Mataram kuno. 1.2.Rumusan Masalah A.  Dimana Letak dan sejarah Kesultanan Mataram Islam? B.  Bagaimana aspek kehidupan Kesultanan Mataram Islam? C   Apa saja kemajuan Kesultanan Mataram Islam? D.  Bagaimana proses runtuhnya Kesultanan Mataram Islam? E. Apa sumber sejarah kesultanan Mataram Islam? F. Apa saja peninggalan dari Kesultanan Matram Islam? G. Bagaimana pengaruh keberadaan Mataram Islam pada masa kini? BAB II PEMABAHASAN 2.1. Letak dan Sejarah Kesultanan Mataram Islam. Kesultanan mataram berdiri pada tahun 1582. pusat kesultanan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Para raja yang pernah memerintah di Kesultananmataram yaitu penembahan senopati (1584 – 1601), panembahan Seda Krapyak (1601 – 1677). Lahirnya Mataram Islam berkaitan dengan perkembangan kesultanan Pajang. Sebelum menjadi raja Pajang dengan gelar Sutan Hadiwijaya (1546-1586), Joko Tingkir atau Mas Karebet harus berperang melawan Adipati Jipang yang bernama Arya Penangsang. Joko Tingkir dapat mengalahkan Arya Penangsang berkat bantuan Danang Sataujaya. Namun, kemenangan itu terjadi karena strategi bagus yang diberikan oleh ayah Danang Sataujaya (yaitu Ki Ageng Pemanahan) dan tokoh lainnya yang  bernama Penjawi. Oleh karena itu, Sutan Hadiwijaya memberi hadiah tanah Mentaok (sekitar Kota Gede Yogyakarta) kepada Ki Ageng Pemanahan. Kemudian, Ki Ageng Pemanahan membangun Mentaok menjadi sebuah Kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Pajang. Danang Sataujaya (putra Ki Ageng Pemanahan) menjadikan Kadipaten yang dibangun ayahnya itu menjadi sebuah kesultanan baru yang bernama Mataram Islam. Saat itu, setelah Sutan Hadiwijaya wafat, Pajang merosot. Danang menjadi raja pertama Mataram dengan gelar Panembahan Senopati (1584-1601). Selama masa kepemimpinanya, semua daerah di Jawa bagian tengah dan timur (kecuali Blambangan) berhasil ia taklukkan. Pada mulanya, Mataram adalah wilayah yang dihadiahkan oleh Sultan Adiwijaya kepada Ki Gede Pemanahan. Sultan Adiwijaya menghadiahkannya karena Ki Gede Pemanahan telah berhasil membantu Sultan Adiwijaya dalam membunuh Arya Penangsang di Jipang Panolan. Ki Pamenahan, disinyalir sebagai penguasa Mataram yang patuh kepada sultan Pajang. Ia mulai naik tahta di Istananya di Kotagede pada tahun 1577 M. 2.2 Raja-Raja yang Memerintah Kesultanan Mataram Islam 1. Ki Ageng Pamanahan Ki Ageng Pamanahan merupakan pendiri dari desa Mataram pada tahun 1556. Desa inilah yang nantinya akan menjadi Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh anaknya, Sutawijaya.Tanah ini awalnya hutan lebat yang lalu dibuka oleh masyarakat sekitar dan diberi nama Alas Mentaok. Lalu Ki Ageng Pamanahan menjadikan bekas hutan ini sebagai sebuah desa yang diberinama Mataram. Ki Ageng Pamanahan wafat pada tahun 1584 dan dimakankan di Kota Gede (Jogjakarta sekarang) 2. Panembahan Senapati Setelah ki Ageng wafat pada tahun 1584, kekuasaan jatuh ke tangan anaknya yaitu Sutawijaya. Ia adalah menantu dan anak angkat dari Sultan Pajang.Sutawijaya tadinya merupakan senapati dari kesultanan Pajang. Karena itu ia diberi gelar “Panembahan Senapati” karena masih dianggap sebagai senapati utama Pajang dibawah Sultan Pajang. Kesultanan Mataram Islam mulai bangkit dibawah kepemimpinan Panembahan Senapati. Kesultanan ini lalu memperluas wilayah kekuasaannya dari Pajang, Demak, Tuban, Madiun, Pasuruan dan sebagian besar wilayah Surabaya. Panempahan Senapati wafat pada tahun 1523, lalu posisinya digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Mas Jolang. 3. Raden Mas Jolang Panembahan Anyakrawati merupakan putra dari Panembahan Senapati dan putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati. Raden Mas Jolang Merupakan pewaris kedua dari kesultanan Mataram Islam. Beliau memerintah dari tahun 1606 – 1613 atau selama 12 tahun. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi peperangan. Peperangan karena penaklukan wilayah ataupun karena mempertahankan wilayah.Raden Mas Jolang wafat pada tahun 1613 di desa Krapyak. dimakamkan di makam Pasar gede di bawah makan ayahnya. 4. Raden Mas Rangsang Raden Mas Rangsang adalah raja ke 3 Kesultanan Mataram Islam dan merupakan putra dari Raden Mas Jolang. Ia memerintah pada tahun 1613 – 1645. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Mataram mencapai puncak kejayaannya. Raden Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Senapati Ingalaga Ngabdurrachman. Pada masa ini, Kesultanan Mataram berhasil menguasai hampir seluruh Tanah Jawa seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Selain melakukan penaklukan wilayah dengan berperang melawan raja Jawa. Sultan Agung juga memerangi VOC yang ingin merebut Jawa dan Batavia. Pada masa Sultan Ageng, Kesultanan Mataram berkembang menjadi Kesultanan Agraris. Sultan Ageng wafat pada tahun 1645 dan di makanmkan di Imogiri. 5. Amangkurat I Sultan Amangkurat merupakan anak dari Sultan Ageng. Ketika berkuasa, ia memindahkan pusat kerajinan dari kota Gedhe ke kraton Plered pada tahun 1647. Sultan Amangkurat berkuasa dari tahun 1638 sampai tahun 1647. Pada masa inilah Kesultanan Mataram Islam terpecah. Ini dikarenakan sultan Amangkurat I menjadi teman dari VOC. Sultan Amangkurat I meninggal pada tanggal 10 Juli 1677 dan dimakankan di Telagawangi, Tegal. Sebelum meninggal, ia sempat menangkat Sunan Mataram atua Amangkurat II sebagai penerusnya. 6. Amangkurat II Amangkurat II atau Raden Mas Rahmat merupakan pendiri dan raja pertama dari Kasunanan Kartasura. Kasunanan Kartasura merupakan lanjutan dari Kesultanan Mataram Islam. Raden Mas Rahmat memerintah dari tahun 1677 sampai tahun 1703. Beliau merupakan raja Jawa pertama yang menggunakan pakaian eropa sebagai pakaian dinas. Karena itu rakyat menjulukinya Sunan Amral (Admiral) 7. Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M 8. Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)  9. Amangkurat IV dikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M) 10. Paku Buwana II (1727-1749 M) 11. Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC. 2.3. Aspek Kehidupan Kesultanan Mataram Islam 2.3. a. Kehidupan Politik Setelah berhasil dlm memindahkan pusat dr kesultanan Pajang menuju Mataram, Sutawijaya kemudian dinobatkan untuk menjadi Raja Mataram. Ia kemudian memiliki gelar sebagai Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama atau yg dikenal sebagai Panembahan Senapati. Dia kemudian memerintah di Kesultanan Mataram yg dimulai pd tahun 1586. Di bawah kepemimpinannya, ternyata banyak terjadi sebuah pemberontakan yg ada di pesisir pantai utara jawa. Terdapat beberapa daerah yg menentang upaya Senapati didlm memperluas wilayah kekuasaannya. Hal tesebut disebabkan Panembahan Senapati melaksanakan perluasan kekuasaannya sampai ke Surabaya, Madiun, Pasuruan, Ponorogo, Blambangan, Panarukan, Galuh dan Cirebon. Meskipun dgn susah payahnya, Panembahan terus melakukan usaha dlm menundukkan bupati-bupati yg selalu berniat untuk menentangnya. Kemudian pd tahun 1595, Daerah Galuh dan Cirebon yg ada di Jawa Barat mampu dikalahkan oleh Kesultanan Mataram Islam. Sehingga pd akhir dr masa kepemimpinan Panembahan Senapati, Mataram berhasil dlm meletakkan landasan kekuasaanya yg dimulai dr Pasuruan yg ada di Jawa Timur sampai ke Galuh yg ada di Jawa Barat. Mengenai sistem politik eksternalnya, diantara penguasa Mataram bisa ditemui perbedaan yang mencolok dalam menerapkan sistem untuk menghadapi penetrasi barat. Ada yang menempuh sikap kompromistis dan ada pula yang anti pati sama sekali. Pada masa panembahan senopati, usaha tersebut memang belum ditemui. Hal ini disebabkan walaupun saat itu orang-orang Eropa sudah berada di Nusantara, konsentrasi politik sedang dicurahkan untuk konsolidasi dan penguasaan kesultanan-kesultanan disekitarnya. Sedangkan pada masa Raden Mas Jolang, kehadiran belanda diterima dengan baik diakhir kekuasaannya. Beda hal dengan penguasa Mataram berikutnya, Sultan Agung, beliau termasuk penguasa yang antipatis pada kompeni. Berbagai usaha telah dikerahkan untuk mengusik keberadaan dan membendung penetrasinya yang kian kuat di bumi Nusantara. Dua kali sesudah ekspansinya, pasukan militer, ia kirimkan ke Batavia untuk memukul mundur VOC, masing-masing pada tahun 1628 dan 1629 walaupun pada akhirnya memperoleh kegagalan 2.3. b. Kehidupan Ekonomi Letak kesultanan mataram Islam berada dlm pedlman Jawa, pd kehidupan perekonomian dr kesultanan Mataram Islam itu banyak bertumpu dr adanya sektor pertanian. Adapun basis pertanian tersebut berada di Jawa bagian tengah dgn memiliki komoditas utama yaitu beras. Di abad ke-17, Mataram ialah pengekspor beras yg terbesar yg ada dinusantara. Selain untuk mengandalkan sektor pertanian, Kesultanan Mataram juga berhasil dlm menguasai bidang perdagangan dgn memiliki komoditas yg utama palawija dan beras. Adapun ciri kehidupan dr kesultanan Mataram islam ialah menganut sistem feodal yg berdasar atas sistem agraris. Para bangsawan dan pejabat diberikan imbalan berupa tanah lungguh yg dijadikan sebagai sumber ekonomi. Untuk selanjutnya, tanah lungguh tersebut kemudian digarap oleh para penduduk yg berniat menyerahkan sebagian dr hasil pertaniannya untuk penguasa sebagai sebuah imbalan. Adapun ikatan antara rakyat dan bangsawan disebut sebagai sistem patron-klien 2.3. c. Kehidupan Sosial Kehidupan masyarakat di kesultanan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kesultanan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kesultanan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan,dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kesultanan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk 2.3.d. Kehidupan Budaya Raja ialah pemiliki seluruh tanah yg ada di kesultanan beserta segala isinya. Sultan juga memiliki peran dlm panatagama atau pengatur dlm kehidupan agama Islam untuk masyarakatnya. Pd kehidupan budaya di masa Kesultanan Mataram kemudian berkembang sangat pesat baik dlm bidang seni sastra maupun ukir, Lukis, dan bangunan. Pd masa kepemimpinan Sultan Agung telah terjadi perhitungan Jawa Hindu atau Saka menjadi penanggalan Islam atau Hijriah. Pd perhitungan tahun Islam tersebut berdasar dr adanya peredaran bulan dan telah dimulai sejak tahun 1633. Selain itu, Sultan Agung juga telah menyusun karya sastra yg sangat terkenal disebut sebagai kitab sastra Gending dan menyusun adanya kitab undang-undang baru yg telah menjadi panduan yg berasal dr hukum Islam dgn Hukum Adat Jawa yg dikenal sebagai Hukum Surya Alam. 2.4. Kejayaan Kesultanan Mataram Kuno Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat. Pada waktu itu, Batavia dikuasai VOC. Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat anti kolonialisme itumenyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto sepertiyang dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa kesultanan Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi,dan tidak terbagi-bagi.      Kemajuan dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal berikut ini: Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka. ·         Penyatuan kesultanan-kesultanan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik, tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan Kemajuan dalam bidang sosial budaya meliputi hal-hal berikut: a.      Timbulnya kebudayaan kejawen Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi antara kebudayaan asli Jawa dengan Islam. Misalnya upacara Grebeg yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama Islam. Saampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan sebagainya. b.      Perhitungan Tarikh Jawa Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah). Sejak tahun 1633 M (1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah). Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian dikenal sebagai “tahun Jawa”. c.       Berkembangnya Kesusastraan Jawa Pada zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat, termasuk di dalamnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan. Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik. Kemajuan politik yang dicapai Sultan Agung a.      Penyatuan kesultanan-kesultanan Islam Sultan Agung berhasil menyatukan kesultanan-kesultanan Islam di Jawa. Usaha ini dimulai dengan menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang, Pasuruhan, kemudian Surabaya. Salah satu usahanya mempersatukan kesultanan Islam di Pulau Jawa ini ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu Wandansari. b.      Anti penjajah Belanda Sultan Agung adalah raja yang sangat benci terhadap penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan yang kedua tahun 1629. Kedua penyerangan ini mengalami kegagalan. Adapun penyebab kegagalannya, antara lain:          Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan prajurit mataram. Mereka harus menempuh jalan kaki selama satu bulan dengan medan yang sangat sulit.          Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah.          Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang dimiliki kompeni Belanda yang serba modern.          Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan meninggal, sehingga semakin memperlemah kekuatan.          Portugis bersedia membantu Mataram dengan menyerang Batavia lewat laut, sedangkan Mataram lewat darat. Ternyata Portugis mengingkari. Akhirnya Mataram dalam menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.          Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak menadakan kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda. Waktu itu mereka saling bersaing.          Sistem koordinasi yang kurang kompak antara angkatan laut dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut mengadakan penyerangan lebih awalm sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui Belanda.          Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi, sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya. 2.5. Keruntuhan Kesultanan Mataram Islam Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Plered (1647), tidak jauh dari Karta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5 km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar. Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon (sebutan dunia Internasional dari Sri Lanka). Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram. 2.6. Peristiwa Penting Mataram Islam 1558 - Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. 1577 - Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede. 1584 - Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, yang sebelumnya sebagai putra angkat Sultan Pajang bergelar "Mas Ngabehi Loring Pasar" (karena rumahnya di sebelah utara pasar). Ia mendapat gelar "Senapati in Ngalaga" (karena masih dianggap sebagai Senapati Utama Pajang di bawah Sultan Pajang). 1587 - Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat. 1588 - Mataram menjadi kesultanan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. 1601 - Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat saat berburu (jawa: krapyak). 1613 - Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura dia menggunakan gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an dia menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman" 1645 - Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I. 1645 - 1677 - Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kesultanan Mataram, yang dimanfaatkan oleh VOC. 1677 - Trunajaya merangsek menuju Ibu kota Pleret. Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibu kota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga. 1680 - Susuhunan Amangkurat II memindahkan ibu kota ke Kartasura. 1681 - Pangeran Puger diturunkan dari tahta Plered. 1703 - Susuhunan Amangkurat II wafat. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan Amangkurat III. 1704 - Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan. 1708 - Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Sri Lanka sampai wafatnya pada 1734. 1719 - Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta Jawa Kedua (1719-1723). 1726 - Susuhunan Amangkurat IV meninggal dan digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II. 1742 - Ibu kota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam pengasingan. 1743 - Dengan bantuan VOC Ibu kota Kartasura berhasil direbut dari tangan pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas bantuan VOC. 1745 - Susuhunan Paku Buwana II membangun ibu kota baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton. 1746 - Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibu kota baru yang dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta Jawa Ketiga yang berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik Kesultanan Mataram menjadi dua Kesultanan besar dan satu kesultanan kecil. 1749 - 11 Desember Susuhunan Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada 1830. 12 Desember Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III. 1752 - Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said. 1754 - Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4 November, PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama. 1755 - 13 Februari Puncak perpecahan terjadi, ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kesultanan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. 1757 - Perpecahan kembali melanda Mataram. Perjanjian Salatiga, perjanjian yang lebih lanjut membagi wilayah Kesultanan Mataram yang sudah terpecah, ditandatangani pada 17 Maret 1757 di Kota Salatiga antara Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) dengan Sunan Paku Buwono III, VOC dan Sultan Hamengku Buwono I. Raden Mas Said diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan gelar "Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha". 1788 - Susuhunan Paku Buwono III mangkat. 1792 - Sultan Hamengku Buwono I wafat. 1795 - KGPAA Mangku Nagara I meninggal. 31 Desember 1799 - Voc dibubarkan 1813 - Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam". 1830 - Akhir perang Diponegoro. Seluruh daerah ;/’[]Manca nagara Yogyakarta dan Surakarta dirampas Belanda. 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kesultanan Mataram ditandatangani oleh Sasradiningrat, Patih Dalem Surakarta, dan Danurejo, Patih Dalem Yogyakarta. Mataram secara de facto dan de yure dikuasai oleh Hindia Belanda. 2.7. Bukti Peninggalan Masjid Agung Gedhe Kauman. Masjid ini berada di sebelah barat kawasan Alun-Alun Utara, tepatnya di Kampung Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Pembangunan masjid dilakukan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1773. Masjid Kotagede terletak di selatan kawasan Pasar Kotagede, Yogyakarta. dibangun oleh Sultan Agung pada 1640. Bentuk gapura masjid ada yang menyebutnya sebagai rana/kelir. Mereka yang berkunjung harus berbelok ke kanan saat memasuki halaman masjid yang berukuran luas. Tahap pertama dikerjakan pada masa Sultan Agung, sedangkan tahap yang kedua dikerjakan oleh Pakubuwono. Sultan Agung membangun masjid menggunakan tiang berupa kayu. Sementara, saat Masjid Kotagede direnovasi, ia memilih menggunakan tiang besi. Masjid Pathok Negara Sulthoni Plosokuning. Masjid ini berada di Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Bangunan Masjid Pathok Negara Plosokuning memiliki luas bangunan sekitar 228 meter persegi dan berdiri setelah Masjid Agung Yogyakarta pada 1724. Pendirinya adalah Kiai Mursodo yang merupakan keponakan Sri Sultan HB I. Sastra Ghending karya Sultan Agung, Di dalamnya berisi tentang ajaran-ajaran kebijakan yang mencakup ajaran mistis, sosial, politik dan filsafat. Kalang Obong, yaitu tradisi kematian orang kalang dengan cara membakar beberapa peninggalan orang yang telah meninggal Kue kipo adalah makanan khas masyarakat kota gede, makanan ini konon katanya telah ada sejak jaman kesultanan mataram islam Pertapaan Kembang Lampir, tempat Ki Ageng Pemanahan bertapa untuk mendapatkan wahyu kesultanan Mataram Islam Segara Wana dan Syuh Brata, yaitu meriam-meriam yang diberikan oleh Belanda atas perjanjiannya dengan kerjaan Mataram saat masa kepemimpinan Sultan Agung. Puing – puing candi Hindu dan Budha yang terdapat di aliran Sungai Opak dan juga aliran sungai Progo Batu Datar yang terletak di Lipura lokasinya tak jauh di barat daya kota Yogyakarta Pakaian Kiai Gundil atau lebih dikenal sebagai Kiai Antakusuma Upacara Kalang Kobong, 2018. Pasar Kotagede beroperasional SEQ Pasar_Kotagede_beroperasional \* ARABIC 1 2.8. Pengaruh Mataram Islam pada Kehidupan Masa Kini Pengaruh yang dapat kita rasakan adalah, masih kentalnya Islam di Pulau Jawa, terutama di Jawa Tengah, bangunan seperti Masjid yang masih beroperasi sampai saat ini merupakan aspek yang masih dapat dimanfaatkan sampai saat ini. Pun, pada tahun 2018 terdapat revitalisasi Upacara Kalang Obong yang telah diakui pemerintah sebagai peninggalan nonbenda dari Kesultanan Mataram Islam. Ada pula, Pasar Kotagede yang beroperasi sehari-harinya. Adapun Sastra Gendhing yang menjadi referensi edukasi di Indonesia tentang pengetahuan. BAB III PENUTUP 3.1.  Kesimpulan Kesultanan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kesultanan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede, namun beberapa kali pusat kesultanan pernah di pindahkan ke beberapa tempat karena sebuah sebab oleh raja-raja yang dulu memimpin di kesultanan tersebut . awal berdirinya yaitu setelah kesultanan Demak runtuh, dan kesultanan Pajanglah satu-satu kesultanan di Jawa Tengah . Arya Panangsang sebagai keturunan kesultanan Demak dianggap musuh yang kuat sehingga raja Pajang mengadakan sayembara untuk membunuhnya, tapi yang sanggup membunuhnya adalah Danang Sutawijaya anak dari Ki ageng pamenahan dan anak angkat dari raja Pajang . namun Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi mengatakan bahwa merekalah yang mengalahkan Arya Panangsang . dan hadiahnya adalah Tanah hutan mentaok diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan ( dan di ubah menjadi kesultanan Mataram) dan tanah di pati diberikan kepada Ki Penjawi .   Kerajan Mataram mengalami masa kejayaan dan keruntuhan. Keruntuhannya akibat raja-raja yang kurang cakap dan akibat dari perjanjian giyanti dan salatiga yng dilakukan oleh raja-raja Mataram dengan VOC . dan ada juga banyak pennggalan kesultanan Mataram yang bisa kita lihat sampai sekarang sebagai bukti kejayaan kesultanan Mataram dahulu . Kami harap, makalah yang telah kami buat dengan semaksimal ini dapat menambah wawasan pembaca, pun bermanfaat. Terima Kasih DAFTAR PUSTAKA Daliman, a. Islamisasi dan perkembangan kesultanan-kesultanan islam di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit ombak, 2012 Harun, M. Yahya. Kesultanan Islam Nusantara abad XVI dan XVII. Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera, 1995 Muljana, Slamet. Runtuhnya Kesultanan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2007 Yusuf, Mundzirin, dkk. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta: Kelompok Penerbit Pinus, 2007 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara,  Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010 http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kesultanan-mataram-islam.html  http://kumpulantugassekolahsaya.blogspot.co.id/2016/12/kesultanan-mataram-islam.html https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram.html //www.markijar.com/2015/05/kesultanan-mataram-islam-kesultanan.html www.urusandunia.com/perjanjian-salatiga/ http://id.m.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Salatiga 14