FILSAFAT ILMU
Rangkuman Materi Kuliah
Dosen Pengajar : Prof. Mudji Sutrisno
oleh:
Nama : Indah Meitasari
NPM : 1806261105
Program Doktoral Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
30 Oktober 2018
Indah Meitasari
Page 1
Daftar Isi
A. FILSAFAT KEBUDAYAAN (IKHTIAR SEBUAH TEKS)
Mudji Sutrisno SJ
B. ILMU PENGETAHUAN : SEBUAH TINJAUAN FILOSOFIS
A.Sonny Keraf & Mikhael Dua
C. FILSAFAT ILMU DAN METODOLOGI PENELITIAN
Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si
D. ILMU PENGETAHUAN SEBUAH SKETSA UMUM
MENGENAI KELAHIRAN DANPERKEMBANGANNYA
Koento Wibisono Siswomihardjo
E. LANDASAN ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
Drs. Sri Soeprapto, M.S
F. EPISTEMOLOGI ILMU
Abbas Hamami Mintaredja
G. METODE KEILMUAN KUANTITATIF
Joko Siswanto
H. METODE KEILMUAN KUALITATIF
Drs. Hadi Sutarman, MS
I. METODE KEILMUAN HERMENEUTIKA
Prof. D. H. Hoeng Muhadjir
J. RANAH RANAH HERMENEUTIKA
Mudji Sutrisno, SJ
K. RUMITNYA MENAFSIR ANTAR-TEKS
Mudji Sutrisno SJ
L. DARI INFORMASI KE PENGETAHUAN BENAR
Mudji Sutrisno SJ
M. KESADARAN KRITIS DAN LITERASI (AKSARA)
Mudji Sutrisno SJ
A. FILSAFAT KEBUDAYAAN (IKHTIAR SEBUAH TEKS)
Mudji Sutrisno SJ
B. ILMU PENGETAHUAN : SEBUAH TINJAUAN FILOSOFIS
A.Sonny Keraf & Mikhael Dua
C. FILSAFAT ILMU DAN METODOLOGI PENELITIAN
Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si
D. ILMU PENGETAHUAN SEBUAH SKETSA UMUM
MENGENAI KELAHIRAN DANPERKEMBANGANNYA
Koento Wibisono Siswomihardjo
E. LANDASAN ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
Drs. Sri Soeprapto, M.S
Indah Meitasari
1
2
5
9
10
12
13
13
16
18
19
19
20
1
2
5
9
10
Page 2
F. EPISTEMOLOGI ILMU
Abbas Hamami Mintaredja
G. METODE KEILMUAN KUANTITATIF
Joko Siswanto
H. METODE KEILMUAN KUALITATIF
Drs. Hadi Sutarman, MS
I. METODE KEILMUAN HERMENEUTIKA
Prof. D. H. Hoeng Muhadjir
J. RANAH RANAH HERMENEUTIKA
Mudji Sutrisno, SJ
K. RUMITNYA MENAFSIR ANTAR-TEKS
Mudji Sutrisno SJ
L. DARI INFORMASI KE PENGETAHUAN BENAR
Mudji Sutrisno SJ
M. KESADARAN KRITIS DAN LITERASI (AKSARA)
Mudji Sutrisno SJ
Indah Meitasari
12
13
13
16
18
19
19
20
Page 3
A. FILSAFAT KEBUDAYAAN (IKHTIAR SEBUAH TEKS)
Mudji Sutrisno SJ
Manusia sebagai makhluk senantiasa berusaha memandang dunianya. Kalau kebudayaan pada
dasarnya merupakan makna dan sistem nilai yang dikomunikasikan melalui simbol-simbol, maka
pada tahap berikut akan terlihat bahwa sistem nilai ini memiliki beberapa tingkatan berdasarkan
“kebenarannya”. Ada empat tingkat dalam pandangan dunia, menurut Clifford Geerzt, yakni
common sense, ilmu pengetahuan, estetika dan agama : (Mudji)
1. Common sense adalah suatu realisme naif, dimana dunia yang didiami dan diisinya
diterima sebagaimana tampaknya. Tidak ada distingsi yang dibuat antara gelaja yang
nampak (seeming) dan wujud yang sebenarnya dari gejala-gejala tersebut (being). Realitas
diandaikan benar (given). Berdasarkan common sense ini dibimbing oleh motif pragmatis.
2. Ilmu pengetahuan bertolak dari paham yang dinamakan realisme kritis. Mulai dicoba
mengadakan pembedaan antara gejala-gejala yang tampak (seeming) dan wujud yang
sebenarnya yang berada di balik gejala-gejala itu (being). Realitas tidak diterima sebagai
apa adanya, tetapi mulai dipertanyakan.
3. Estetika menunjukkan suatu kecenderungan yang khas, dalam common sense jarak antara
penampakan gejala-gejala tidak dilihat, kalau dalam ilmu pengetahuan jarak itu dipertegas
dan diawasi, maka dalam estetika jarak itu diabaikan sama sekali, karena estetika merasa
cukup puas dengan penampakan-penampakan.
4. Agama oleh Clifford Geertz ditinjau secara khusus dalam kontraposisinya dengan tiga
bidang diatas, dalam common sense orang sudah merasa puas dengan kenyataan seharihari (everyday life reality), dalam agama orang akan mencari realitas lebih benar dan dapat
menjadikan ukuran untuk kenyataan kehidupan sehari-hari. tanggapan dunia tidak
dianggap pragmatis, melainkan berdasarkan persepsinya mengenai kenyataan terakhir
(ultimate realistis).
Agama berbeda dengan ilmu pengetahuan, dalam sikap pada keduanya terhadap kenyataan yang
sehari-hari. Kalau ilmu mempertanyakan berdasarkan konsep-konsep hipotesis, bekerja atas dasar
analisis yang dilakukan dalam jarak (detachment), maka agama mempertanyakannya berdasarkan
kebenaran-kebenaran kategoris.
Agama justru menghimbau penganutnya untur
berjumpa/berhadapan dengan kenyataan-kenyataan terakhir dan melakukan komitmen
terhadapnya.
Agama berbeda dengan estetika dalam definisinya mengenai kenyataan-kenyataan terakhir.
Estetika hanya menerima sebagai gejala/penampakan, sedangkan agama dituntut untuk
menerimanya sebagai fakta, realitas, the really real.
Indah Meitasari
Page 4
B. ILMU PENGETAHUAN : SEBUAH TINJAUAN FILOSOFIS
A.Sonny Keraf & Mikhael Dua
Apa yang dimaksud filsafat ilmu pengetahuan? dan apa gunanya belajar filsafat ilmu pengetahuan?
Berikut ini rangkuman pembahasan mengenai filsafat ilmu pengetahuan :
1. Apa itu filsafat ?
Filsafat sesungguhnya adalah metode, yaitu cara, kecenderungan, sikap bertanya tentang segala
sesuatu. Sikap bertanya itu sendiri adalah filsafat, termasuk mempertanyakan “Apa itu Filsafat?”
karena itu, ketika kita bertanya “Apa itu Filsafat?” kita sesungguhnya berfilsafat dan dengan
demikian memperlihatkan secara paling kongkret hakikat filsafat itu sendiri. Pada akhirnya setiap
pertanyaan menemukan jawabannya, tetapi jawaban ini selalu di pertanyakan kembali, filsafat
dianggap sebagai sesuatu yang bermula dari pertanyaan dan berakhir dengan pertanyaan. (hakikat
filsafat adalah bertanya terus-menerus, filsafat sikap bertanya itu sendiri) filsafat yaitu sistem
pemikiran atau lebih tepat cara berfikir yang terbuka : terbuka untuk dipertanyakan dan
dipersoalkan kembali. Filsafat adalah sebuah tanda tanya bukan tanda seru. Filsafat adalah
pertanyaan dan bukan pernyataan.
Filsafat berbeda dengan ideologi dan dogma. Ideologi dan dogma cenderung tertutup, sering
menganggap kebenaran tertentu sebagai tidak bisa dipersoalkan dan diterima begitu saja.
Sebaliknya filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya tidak menerima kebenaran apa pun
sebagai sesuatu yang telah selesai.
Dalam pengertian ini, yang pertama-tama mau diungkapkan adalah bahwa filsafat adalah sebuah
upaya, sebuah proses, sebuah pencarian, sebuah quest, sebuah perburuan tanpa henti akan
kebenaran. Karena itu, cinta (philo) dalam philosophia, tidak dipahami pertama-tama sebagai kata
benda yang statis, yang given, melainkan sebagai sebuah kata kerja, sebuah proses. Dalam arti itu,
filsafat adalah sebuah sikap yang dihidupi, yang dihayati dalam pencarian, dalam quest dalam
pertanyaan terus menerus.
Sementara dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, sikap ini muncul dalam bentuk sikap kritis yang
ingin meragukan terus kebenaran yang telah ditemukan. Karena itu pula, apa yang disebut sebagai
kebenaran selalu akan diliputi oleh tanda tanya.
Pertama, filsafat dipahami sebagai upaya, proses, metode, cara, dambaan untuk terus mencari
kebenaran. Dambaan ini muncul dalam sikap kritis untuk selalu mempersoalkan apa saja untuk
sampai pada kebenaran yang paling akhir, yang paling mendalam. Kedua, filsafat dilihat sebagai
upaya untuk memahami konsep atau ide-ide. Dengan bertanya orang berusaha menemukan
jawaban atas apa yang ditanyakan. Ide atau konsep tertentu yang dapat menjawab pertanyaan.
Indah Meitasari
Page 5
Untuk mengetahui tempat filsafat ilmu pengetahuan dalam seluruh disiplin ilmu filsafat, ada
baiknya dikemukakan disini bahwa secara umum ilmu filsafat dibedakan menjadi lima cabang
besar yaitu: (1) Metafisika atau ilmu tentang yang ada (2) Epistemologi atau filsafat ilmu
pengetahuan (3) Etika atau filsafat moral yang berbicara mengenai baik buruknya perilaku
manusia (4) Logika berbicara mengenai bagaimana berpikir secara tepat. (5) Estetika atau filsafat
seni berbicara tentang keindahan.
2. Fenomenologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan
Pengetahuan manusia tidak hanya berkaitan dengan objek konkret khusus yang dikenalnya
melalui pengamatan indranya, melainkan juga melalui itu dimungkinkan untuk sampai pada
pengetahuan abstrak tentang berbagai objek lain yang secara teoritis dapat dijangkau oleh akal
budi manusia, dan karena itu berlaku umum bagi objek mana saja yang bisa dijangkau akal budi
manusia pada tempat dan waktu mana pun.
Pengetahuan manusia bersifat abstrak namun dan universal itulah yang memungkinkan untuk
dirumuskan an dikomunikasikan dalam bahasa yang bersifat umum dan universal untuk bisa
dipahami oleh siapa saja dari dan tempat mana saja. Pengetahuan manusaia yang kongkret dan
abstrak dipadukan, yang partikular dan yang universal disatukan. Pengetahuan ini
dikomunikasikan, dibakukan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Kemudian
dapat mempelajari, mempersoalkan, mendalami, mengubah dan mengembangkan lebih lanjut
pengetahuan yang telah diperoleh untuk menemukan lagi pengetahuan baru yang lebih sempurna
dan lebih sempurna untuk menggantikan yang sudah ada.
3. Filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu pengetahuan
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki
manusai tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehipuannya. Sedangkan ilmu
pengetahuan adalah keseluruhan sistem pengetahuan lebih spontan sifatnya, sedangkan ilmu
pengetahuan lebih sistematis dan reflektif. Dengan demikian, pengetahuan jauh lebih luas dari
pada ilmu pengetahuan karena pengetahuan mencakup segala sesuatu yang diketahui manusia
tanpa perlu berarti telah dibakukan secara sistematis. Filsafat ilmu pengetahuan adalah cabang
filsafat yang mempersoalkan dan mengkaji segala persoalan yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan.
Indah Meitasari
Page 6
4. Fokus filsafat ilmu pengetahuan
Metode ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk mengerti bahwa ilmu pengetahuan akan
sangat bermanfaat untuk mengerti bahwa ilmu pengetahuan tidak lebih dari salah satu cara untuk
mengerti bagaimana budi kita bekerja. Keterbukaan budi manusia pada realitas itu kita sebut
imajinasi. Maka logika dan imajinasi merupakan dua dimensi penting dari seluruh cara kerja. ilmu
pengetahuan.
Tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah membuka pikiran kita untuk mempelajari dengan serius
proses logis dan imajinatif dalam cara kerja ilmu pengetahuan. Hubungan antara ilmu pengetahuan
dengan anatara ilmu pengetahuan politik, bagaimana harus membangun ilmu pengetahuan dalam
masyarakat, dan masalah moral berupa apakah ilmu pengetahuan bebas nilai atau tidak.
5. Manfaat belajar filsafat ilmu pengetahuan
Pertama, sebagai mata kuliah filsafat, kuliah ini, bersama kuliah filsafat lainnya, membantu
mahasiswa untuk semakin kritis dalam sikap ilmiahnya. Tetap kritis terhadap berbagai macam
teori dan pengetahuan ilmiahnya yang diperoleh baik di ruang kuliah maupun dari berbagai
sumber.
Kedua, metode ilmu pengetahuan yang kiranya sangat berguna bagi mereka dalam mencarai ilmu
pengetahuan, khususnya dalam melakukan penelitian ilmuah. Dengan melihat segala sesuatu
sebagai masalah terdorong untuk berupaya mencari secara ilmiah teoretis apa yang menjadi sebab
masalah tersebut. Semua hal itu, yang dikenal sebagai kemampuan ilmiah, perlu dimiliki seorang
ilmuwan (a) mampu melihat sebuah peristiwa (fakta,dakta, informasi, tindakan, dan semacamnya)
(b) mampu membuat analisis atas peristiwa tersebut dan kemudian memberi penjelasan atas
peristiwa itu dalam hubungan sebab akibat dengan peristiwa lainnya (c) mampu mengajukan
pemcehan atas peristiwa yang menjadi masalah tersebut (d) mampu membuat prediksi atau
ramalan tentang berbagai kemungkinan yang akan timbul berkaitan dengan peristiwa tersebut serta
solusi yang diajukan.
Ketiga, membantu kerja mahasiswa dikemudian hari. manfaat ini sangat luas penerapannya,
terutama dipelajari dalam masing-masing ilmu adalah kemampuan teknis dalam masing-masing
ilmu untuk memecahkan persoalan dari sudut ilmu masing-masing, sedangkan filsafat ilmu
pengetahuan lebih melatih mahasiswa untuk mampu melihat masalah, mampu melihat sebabnya
Keempat, salah satu aspek penting yang akan kita lihat dalam kuliah ini adalah bahwa ilmu
pengetahuan tidak hanya bersifat puritan-elitis, melainkan pragmatis. Dari pemahaman diatas,
ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti sekedar memuaskan rasa ingin tahu manusia, melainkan
juga bermaksud membantu manusia untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi
manusia dalam hidupnya.
C. FILSAFAT ILMU DAN METODOLOGI PENELITIAN
Indah Meitasari
Page 7
Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si
1. Filsafat ilmu dan perkembangannya
Filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau
berpikir rasional logis, mendalam dan bebas (tidak terikat dengan tradisi, dogma agama) untuk
memperoleh kebenaran. Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom).
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, demikan pula seni dan agama. Jadi dalam pengetahuan
mencakup di dalamnya ilmu, seni dan agama.
Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya, dan hasil kegiatan keilmuan merupakan alat
untuk meramalkan dan mengendalikan gejala-gejala alam. Pengetahuan keilmuan merupakan sari
penjelasan mengenai alam yang bersifat subjektif dan berusaha memberikan makna sepenuhnya
mengenai objek yang diungkapkannya. Dan agama (sebagainya) adalah sesuatu yang bersifat
transcendental diluar batas pengalaman manusia.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu,
termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan
lainnya, seperti seni dan agama. Pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan
sepenuh penuh maknanya, sementara ilmu mencoba mengembangkan sebuah model sederhana
mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat
dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional. Ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai
alam yang bersifat umum an impersonal, sementara seni tetap bersifat individual dan personal,
dengan memusatkan perhatiannya pada pengalaman hidup peroragan.
Pengetahuan ilmiah merupakan a higher level of knowledge dalam perangkat-perangkat kita
sehari-hari. filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan
cara-cara memperoleh pengetahuan tersebut (Beerling, et. al. 1988: 1-4). Filsafat ilmu erat
kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemology, yang secara umum menyelidiki syaratsyarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
Pemahaman tentang filsafat ilmu tersebut sangat bermanfaat menyimak 4 titik pandang dalam
filsafat ilmu yaitu :
a. Filsafat ilmu adalah perumusan world-view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah
yang penting. Menurut pandangan ini adalah merupakan tugas filsuf ilmu untuk
mengelaborasi inplikasi yang lebih luas dari ilmu.
b. Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dari presupposition dan predisposition dari pada
ilmuwan.
c. Filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep-konsep dan
teori-teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifiksikan.
d. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua.
2. Objek Kajian Filsafat Ilmu
Indah Meitasari
Page 8
a. Ontologi
Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, ontologi merupakan salah satu di antara
lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.
Ontologi merupakan asas dalam menetapkan batas ruang lingkup wujud yang menjadi objek
penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika). Ontologi meliputi permasalahan
apa hakikat ilmu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan itu, yang
tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaiman yang ada (beeing) itu. (Sutrisno) (Dua,
2001) (Prof.Dr.H Endang Komara) (Siswomihardjo) (Drs. Sri Soeprapto) (Mintaredja)
(Sutarmanto, 1997) (Muhadjir, 1997) (Siswanto) (SJ, 2011) (SJ, Menafsir antar-Teks?, Jumat 24
Maret 2000) (SJ, Dari Informasi ke Pengetahuan Benar?, Minggu, 2 Juli 2000) (SJ, Kesadaran
Kritis dan Aksi Literasi )
b. Epistemologi
Yaitu cabang filsafat yang menyelidiki asal-muasal, metode-metode dan sahnya ilmu pengetahuan.
Terdapat tiga persoalan pokok dalam bidang epsitemologi antara lain : (1) apakah sifat dasar
pengetahuan itu? Dan bagiamana cara mengetahuinya ; (2) apakah sifat dasar pengetahuan itu ?
Apa ada dunia yang benar-benar di luar pikiran kita ? dan kalau ada, apakah kita bisa
mengetahuinya? ; (3) apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat membedakan
yang benar dari yang salah.
1) Rasionalisme
Terdapat dua pokok dalam epistemologi, yaitu rasionalisme dan empirisme, yang pada gilirannya
kemudian muncul beberapa isme lain, misalnya rasionalisme kritis, fenomenalisme, yang
menekankan pentingnya peran akal atau ide, sementara peran indra dinomorduakan. Rasionalisme
timbul pada masa renaissance yang dipelopori oleh Descartes, seorang berkebangsaan perancis
yang dijuluki sebagapi “bapak filsafat modern”. Rasionalisme dikembangkan berdasarkan filsafat
“ide” Plato.
Aristoteles juga mengakui adanya ide tetapi ide yang terletak pada benda itu sendiri, bukan seperti
Plato yang berada pada rasio. Menurut Plato dengan ide terlahir ilmu pengetahuan yang umum dan
tetap. Aristoteles tidak menyangkal dalam hal ini, tetapi sesuatu yang umum dan tetap itu tidak
berada di dunia ide yang tidak kongkret itu sendiri. Melainkan berada dalam bendanya yang
kongkret itu sendiri. Terori Aristoteles ini disebut dengan teori helemorphisme, materi bentuk.
Artinya untuk bisa dikatakan benda, maka harus terdiri dari materi dan bentuk.
2) Empirisme
John lock berpendapat bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman empiris. Akal sebagai
tempat penampungan, yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Kebenaran
yang diperoleh empirisme bersifat korespondeni, hasil hubungan antara subjek dan objek melalui
pengalaman, sehingga mudah dibuktikan dan diuji. Kebenaran didapat dari pengalaman melalui
proses induktif dari suatu benda lalu disebut kesimpulan.
Indah Meitasari
Page 9
Menurut Lock pengalaman ada 2 macam, pengalaman lahiriah (sensation) dan pengalaman
batiniah (reflection) yang keduanya saling menjain, karena menurutnya segala sesuatu yang berada
diluar diri kita menimbulkan ide-ide dalam diri kita. Empirsme Locke juga dikembangkan oleh
Conte, seorang filsuf berkebangsaan Perancis dengan teori Positivisme-nya. Menurut positivism
yang ada adalah tampak segala gejala diluar fakta ditolak, oleh sebab itu metafisika pun ditolak.
Beda empirisme denga positivism adalah keduanya mengutamakan pengalaman, tetapi positivism
hanya membatasi diri pada pengalaman objektif, sementara empirisme menerima pengalaman
subjektif.
c. Aksiologi
Yaitu ilmu pengetahuan yang meyelidiki hakikat nilai yang pada umumnya ditinjau dari sudut
pandang kefilsafatan. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai
kebenaran atau kenyataan itu, sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan,
seperti kawasan sosial, kawasan fisik materil dan kawasan simbolik yang masing-masing
menunjukkan aspeknya sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa
yang harus kita perhatikan di dalam menerpakan ilmu ke dalam praktis. Mengenai aksiologi
menurut Kattsof dapat dijawab melalui 3 cara : pertama nilai sepenuhnya berhakikat subjektif,
kedua, nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologisme namun tidak terdapat dalam ruang
dan waktu, ketiga, nilai merupakan unsur objektif yang menyusun kenyataan yang demikian
disebut objektivisme metafisik.
3. Fungsi Filsafat Ilmu
Fungsi filsafat ilmu secara keseluruhan, yakni :
a. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada
b. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau beridiri netral terhadap pandangan filsafat
lainnya.
c. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia
d. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
e. Mejadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan
itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hokum, dan sebagainya.
4. Substansi Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi filsafat ilmu, menurut Ismaun, dipaparkan dalam empat bagian,
yaitu substansi yang berkenaan dengan :
a. Fakta atau kenyataan,
b. Kebenaran (truth),
c. Konfirmasi
d. Logika Inferensi
Penjelasan empat bagian sebagai berikut:
a. Fakta atau kenyataan.
Indah Meitasari
Page 10
Memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya,
pertama, positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang
sensual satu dengan sensual lainnya. Kedua, fenomenologik memiliki 2 arah perkembangan
mengenai pengertian kenyataan lain. Yang pertama menjurus kea rah korespondensi yaitu adanya
korespondensi antara ide dengan fenomena. Dan yang kedua menjurus kearah koherensi moralitas,
kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai. Ketiga, rasionlistik menganggap suatu sebagai
nyata, bila ada koherensi antar empirik dengan skema rasional. Keempat, realisme-metafisik
berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiris dengan objektif. Kelima,
pragmatism memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Loren Bagus memberikan penjelasan tentang fakta objektif dan fakta ilmiah. Fakta objektif yaitu
peristiwa, fenomena atau bagian realitas yang merupakan objek kegitan atau pengetahuan praktis,
sedangkan fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta itu bangunan teoritis
itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah dan
kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
b. Kebenaran
Sesungguhnya terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita
mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatic. Michel William
mengemukakan 5 macam teori kebenaran dalam ilmu yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran
korespondensi, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi dan kebenaran paradigmatik.
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan
sesuatu yang memiliki hierarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema,
ataupun nilai. Kebenaran korespondensi yaitu berpikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan
dengan sesuatu lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan
arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan. Kebenarana pragmatik yang benar yaitu kongkret,
yang individual dan spesifik dan memiliki kegunaan praktis. Kebenaran proposisi adalah
pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari subjektif individual sampai
yang objektif.
c. Konfirmasi.
Kebenaran konfirmasi, yakni berfungsi ilmu fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses
dan produk yang akan datang, atau memberi pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan
sebagai konfirmasi absolut atau probabilistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya
menggunakan asumsi, postulat atau aksioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila
mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau
pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif atau
reflektif.
d. Logika Inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad 20 adalah logika matematika
yang menguasai positivisme.
-Positivitik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta.
Indah Meitasari
Page 11
-Fenomenologi Russel menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta.
-Pos-positivistik dan Rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren dan
antara fakta dengan skema rasio.
-Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema
moral.
-Realistik metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal.
Noeng Muhadjir, mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaran struktural
paradigmatik moral transenden.
Jujun Suriasumantri menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau
diambil berdasarkan cara terntentu, yakni logi, baik secara induksi maupun deduksi.
D. ILMU PENGETAHUAN SEBUAH SKETSA UMUM MENGENAI KELAHIRAN DAN
PERKEMBANGANNYA: Sebagai pengantar untuk memahami Filsafat Ilmu
Koento Wibisono Siswomihardjo
Immanuel Kant menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan
batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Filsafat pengetahuan (theory of
knowledge, erkennistlehre, kennesleer atau epistemologi) dimana logika, filsafat, bahasa,
matematika, metodologi, merupakan komponen-komponen pendukungnya. Melalui cabang
filsafat ini diterangkan sumber dan sarana serta tata cara untuk menggunakan sarana itu guna
mencapai pengetahuan ilmiah.
Filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang peyangga bagi
eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana
(yang) “ada”. Fahammonisme yang terpecah menjadi idelaisme atau spritualisme, faham dualisme,
pluarlisme dengan berbagai nuansanya, merupakaan faham ontologik yang pada akhirnya akan
menentukan pendapat bahkan “keyakinan” kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana
(yang) “ada” sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu, meliputi sumber, sarana, dan tata-cara menggunakan sarana tersebut untuk
mencapai pengetahuan (ilmiah) perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan
sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal
(verstand), akal budi (vernunft), pengalaman atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi,
merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemology sehingga dikenal dengan adanya modelmodel epistemologi seperti, rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis,
positivism, fenomologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan
kelemahan sesuatu model epistemologi beserta tolak ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seperti
kohernsi, korespondensi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
Aksiologi meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normative dalam pemberian makna terhadap
kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu
Indah Meitasari
Page 12
nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu condition sine quanon yang wajib di
patuhi dalam kegiatan kita, baik dala melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Filsafat ilmu adalah refleksi filsafat yang tidak pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi
kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah
akan habis difikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan.
Hakikat ilmu adalah sebab fundamental dan kebenaran universal yang implisit melekat di dalam
dirinya. Dengan memahami filsafat ilmu, berarti memahami seluk beluk ilmu yang paling
mendasar, sehingga dapat dipahami pula perspektif ilmu, kemungkinan pengembangannya,
keterjalinan antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain, simplifikasi dan artifisialitasnya.
E. LANDASAN ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
Drs. Sri Soeprapto, M.S
1. Pengertian Ontologi (metafisika umum)
a. Latar Belakang
Pada abad ke 17 melalui pengaruh seorang ilmuwan bernama Christian Wolff Metafisika menjadi
popular dan mulai diperhitungkan sebagai bidang keilmuwan. Wolff membagi metafisika ke dalam
metafisika umum dan metafisika khusu. Metafisika umum dapat disebut dengan ontologi,
metafisika khusus dibagi menjadi 3 macam yaitu kosmologi, Psikologi-kefilsafatan dan teologikefilsafatan. Metafisika dikembangkan oleh Wolff lebih sebagai kajian ilmiah. Bahasan tentang
yang ada sebagai yang ada diartikan prinsip umum yang dapat ditemukan pada segala sesuatu ,
baik yang berwujud benda mati, benda hidup, manusia maupun realitas yang tidak terwujud
(abstrak) dan yang religious.
b. Perspektif metafisika
Archie J. Bahm menyebutkan bahwa setiap orang karena kemampuannya beripikirnya pada
akhirnya akan mempertanyakan dirinya sendiri, kehidupannya dan masa depan hidupnya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menggiring ke pertanyaan lain tentang hakikat tentang
manusia dan alam semesta. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menggiring
seseorang kepada jawaban-jawaban yang ada dibalik hidup fisis di dunia. Apabila manusia akan
selalu mempertanyakan dirinya sendiri dan hakikat hidupnya, maka metafisika akan selalu
diperlukan. Metafisika sangat membantu pemhaman tentang hakikat hidup yang pada umumnya
dipahami melalui keyakinan. Apabila setiap cabang keilmuan tidak cukup puas dengan perumusan
tentang makna yang diangkat dari fakta dan ingin menyusun pengetahuan universal, maka
metafisika akan selalu dipandang penting oleh setiap ilmuwan. Metafisika sangat membantu
perumusan pengetahuan universal karena cabang keilmuan khusus tidak memiliki perangakat
metode dan metodologi untuk mengatasi belenggu keterbatasan indra. Jadi metafisika sangat
penting dan perlu.
Indah Meitasari
Page 13
2. Obyek bahasan metafisika
a. Obyek Material Metafisika
Anton Bakker menyebutkan objek material metafisika adalah yang ada artinya segala-galanya.
Metafisika tidak menunjuk bidang ekstensif atau objek material tertentu dalam penelitian, tetapi
mengenai suatu inti yang termuat dalam setiap kenyataan.
Loren Bagus menjelaskan secara lebih ringkas bahwa yang ada meliputi semua realitas dalam
semua bentuknya, baik bentuk yang indrawi maupun yang tidak indrawi.
b. Objek Formal Metafisika
Loren Bagus menyebutkan bahwa objek formal metafisika adalah yang ada sebagai yang ada
artinya yang ada sebagaimana adanya. Metafisika adalah bahasan tentang makna dan hakikat
seluruh realitas. Metafisika membahas hal yang sangat sederhana, tetapi menjadi dasar bagi semua
macam pengetahuan.
c. Metode pada Metafisika
Anton Bakker menjelaskan bahwa metode metafisika umum adalah suatu refleksi yang berakhir.
Refleksi terakhir adalah sarana metodik mengeksplisitasikan dan mentematisasikan pra
pengetahuan. Pra pengetahan adalah pengetahuan yang masih sangat umum, belum dipahami isi
perinciannya, sehingga masih terbuka perkembangannya. Metafisika bergerak di antara dua kutub
yaitu antara pengalaman faktawi dengan pra pengetahuan yang ada. Refleksi metafisika
memanfaatkan kedua kutub tersebut untuk saling menjelaskan. Pengalaman dijadikan sarana untuk
semakin mengeksplisitasikan arti dan hakikat realitas. Sebaliknya pra pengetahuan tentang realitas
akan memayungi dan menerangi pengalaman. Refleksi metafisik digambarkan sebagai bentuk
lingkaran hermeneutic, sehingga pengalaman dan pra pengetahuan tentang realitas dalam
lingkaran tersebut tidak dapat dikatakan mana yang lebih dahulu.
3. Kesimpulan tentang Ontologi.
Ontologi merupakan sarana ilmiah menemukan jalan untuk menangani suatu masalah secara
ilmuan. Ontologi mendahului ilmu dan bukan pembicaraan dalam ilmu itu sendiri, bahwa berfikir
ontologis mempunyai corak kritis spekulatif, artinya pembahasan di dalam ontologi dimulai tanpa
asumsi dasar, melainkan mengandalkan kreativitas akal yaitu inspirasi, intuisi, dan ilham. Van
Peursen mengatakan bahwa tidak ada ilmu yang selesai, para ilmuwan selalu dapat
mengembangkan ilmunya lebih lanjut. Ilmu bukan ibarat sebuah rumah dengan dasar abadi
sepanjang sejarah hanya dilengkapi dengan tingkat-tingkat baru. Hasil penelaahan ontologi dapat
dijadikan dasar merumuskan hipotesis baru untuk memperbaharui asumsi-asumsi dasar yang
pernah digunakan.
Indah Meitasari
Page 14
F. EPISTEMOLOGI ILMU
Abbas Hamami Mintaredja
Dasar-dasar Epistemologi
1. Batasan dan lingkup Epistemologi
Epistemologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan lazim dalam bahasa
Indonesia disebut filsafat pengetahuan atau kadang-kadang ditemui juga istilah teori pengetahuan
yang menterjemahkan dari istilah atau kata Inggris, Theory of Knowledge. Epistemologi adalah
cabang ilmu filsafat yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas, dan berlakunya dari ilmu
pengetahuan.
2. Batasan pengetahuan dan makna kesadaran
Kesalahan pengertian antara pengetahuan (knowledge) dan ilmu/ilmu pengetahuan (science), yang
sebenarnya kedua istilah itu mengacu pada realitas sendiri, sehingga harus dibedakan. Terjadinya
kerancuan karena kurangnya informasi atau karena di tingkat pendidikan kesarjanaan di Indonesia
tidak disajikan filsafat ilmu atau epistemologi. Arti pengetahuan (knowledge) tanpa harus
dijelaskan atau didefinisikan tampaknya seolah-olah sudah jelas dengan sendirinya. Hal ini
disebabkan oleh karena sesungguhnya pengetahuan adalah pengetahuan tentang penghayatan dan
pemahaman terhadap dirinya sendiri. The Concept of Knowledge in Medieval Islam diambil dari
tulisan F. Rosenthal disajikan lebih dari seratus definisi hasil dari catatan penelitiannya.
a. Knowledge is the process of knowing and identical with the knower and
the known, or it is attribute enabling the knower to know.
b. Knowledge is cognition.
c. Knowledge is a process of “obtaining” or “finding” through mental
perception.
d. Knowledge is a process of clarifiacation, assertion, and decision.
e. Knowledge is a form, a concept or meaning a process of mental
formation and imagination (perception) and or mental verification
(apperception).
f. Knowledge is belief.
g. Knowledge is the shadow and formation of the object known.
h. Knowledge is conceived as the negation of ignorance.
i. Knowledge is the result of an intuition coming from outside or as result
of introspection.
j. Knowledge is an attribute whose existence does not make it impossible
for him who is alive and capable to act well.
Sebagai kesimpulan dari suatu analisis kritis terhadap sebagai definisi pengetahuan tersbut, bahwa
sesungguhnya pengetahuan itu adalah suatu hasil dari proses tindakan manusia dengan melibatkan
seluruh keyakinan yang berupa kesadaran dalam menghadapi objek yang ingin dikenal. Sehingga
secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari proses mengenal karena
adanya hubungan antara subjek yang sadar dengan objek yang ingin dikenal.
Indah Meitasari
Page 15
G. METODE KEILMUAN KUANTITATIF
Drs. Hadi Sutarmanto, MS
Metode keilmuan kuantitatif adalah cara beripikir ilmiah dengan prosedur kuantitatif,
dalam artian bahwa segala sesuatunya (gejala; fakta) dikuantifikasikan.Tujuan ilmu kuantitatif (1)
menerangkan (2) memperoleh pengertian (3) meramalkan (4) mengontrol.
Prosedur kuantitatif lebih menunjukkan pada penggunaan prinsip-prinsip matematika-statistika.
Yang berakar positivisme.
Paradigma positivisme menunjukkan lima aksioma
a. Aksioma 1 : Hakekat kenyataan (ontologi).
Terdapat kenyataan yang sifatnya tunggal, nyata, terbagi dalam variable bebas, dan proses
yang dapat diteliti secara terpisah dari yang lainnya. Inkuiri ini dapat dikonvergensikan
sehingga kenyataan pada akhirnya dapat diramalkan dan dikontrol.
b. Aksioma 2 : Hubungan antara pencari tahu dan yang tahu.
Pencari tahu dan objek inkuiri adalah bebasm pencari tahu kemudian membentuk dualism
pilah.
c. Aksioma 3 : Kemungkinan menggenerilasi
Tujuan inkuiri adalah mengembangkan tubuh pengetahuan yang nometik dalam bentuk
generalisasi, yaitu pernyataan benar yang bebas dari waktu dan konteks.
d. Aksioma 4 : Kemungkinan hubungan kausalitas
Setiap tindakan dapat diterangkan sebagai hasil atau akibat dari suatu sebab sesungguhnya
yang mendahului akibat tersebut secara sementara.
e. Aksioma 5 : Peranan nilai dalam inkuiri (aksiologi)
Inkuiri adalah bebas nilai dan dapat dijamin demikian oleh kebaikan pelaksanaan metode
objektif.
H. METODE KEILMUAN KUALITATIF
Prof. D. H. Hoeng Muhadjir,
Logika filsafat
Berkembangnya konsep bahwa pada ilmu pengetahuan alam pun tidak dapat dilepaskan dari aspek
human, maka metode keilmuan bagi apapun berkembang, menjadi mengekstensikan pada
wawasan mu’takhir yang banyak dikembangkan ; seperti konsep struktur, konsep heterarkhik.
Klasifikasi lain dalam kerangka fikir kualitatif, yaitu dari Prof. Cliftron Conrad, mengelompokkan
menjadi 4 yaitu ; 1. Kerangka fikir fungsional, 2. Kerangka fikir interpretivitas, 3. Kerangka fikir
teori kritis, 4. Kerangka fikir postmodern.
Indah Meitasari
Page 16
Keilmuan kualitatif kami pandang masih lebih valid, telaah ontologik, epistemologik, serta
aksiologik tidak terpisahkan sama sekali dari konsekuensi pilihan metode atas landasan
filosofiknya. Jangan kita menjadi praktisi tanpa tahu teorinya, dan jangan kita menjadi konsumen
suatu pendekatan ta npa kita tahu filsafatnya.
Metode keilmuan kualitatif disajikan dalam tiga jalur perkembangan, yaitu : Perkembangan
Phenomenologik, Perkembangan Semantik Hermeunetik, dan Perkembangan Rasionalistik.
1. Kualitatif Phenomenologik
Penelitian kualitatif mencari kebenaran lewat esensi. Kualitatif Phenomenologik tampil dalam
ujud konsep-konsep berpikir grounded, konsep holistik, konsep subyektivisme, konsep valuebond, konsep transferabilitas, konsep generatif, konsep paradigm naturalistik dan konsep
truthworthiness.
Mengapa perlu berpikir grounded? Mengapa perlu melepaskan diri dari konsep teoritik? Alasan
Glasser dan Strauss adalah bila kita dari kerangka teori, dari konsep, mungkin sesuai dengan alam
pikir kita sendiri, tetapi menjadi bias bila konsep pikir kita yang Indonesia dibawa ke masyarakat
lain, dsb. Lokasi dan waktu serta kondisi dapat mengubah banyak hal. Grounded Theory mengajak
kita berpikir mulai dari grass root . Karena diberangkatkan dari akarnya, tidak akan terjadi bias.
Bias terjadi karena kita membawa kerangka pikir dari lokasi lain. Teori yang dibangun dari grass
root akan menjadi teori substantif yang kokoh.
Konsep Holistik
Penelitian Kualitatif
Meneliti obyeknys secara holistic. Tidak di
pecah-pecah dalam variable dan tidak
diadakan eliminasi variabel
Fokus obyeknya bersifat tentative, dapat di
ubah-ubah ketika mulai terjun di lapangan.
Konsep, responden, cara pengumpulan data
bersifat fleksibel.
Peneliti harus luwes, sensitive mampu
membahasakan pikiran yang tidak terkatakan
oleh
subyek
responden,
mampu
menumbuhkan kepercayaan dan akrab dengan
responden. Subyektif.
Kegiatan mengumpulkan data perlu segera di
analisis agar konteks keseluruhan tidak
tereduksi dan dibuat kesimpulan sementara.
Penelitian Kuantitatif
Memulai penelitiannya dengan mencari unsur
terkecil, yakni variabel
Obyeknya dirancang spesifik, mengubah
variabel obyek menjadi indikator.
Ada instrumen, teknik pengumpulan data,
teknik analisis yang sesuai ketentuan, agar
dapat diteliti kembali dengan hasil kesimpulan
yang sama). Harus Obyektif.
Tabu untuk menganalisis sebelum data tuntas
terkumpul, karena dikhawatirkan timbul
subyektivitas.
Konsep Transferabilitas, bahwa kasus satu berbeda dengan kasus lain. Kesimpulan yang satu
tidak dapat dipakai untuk yang lain, tetapi dapat dipakai sebagai acuan, tidak dapat dibuat
generalisasi.
Indah Meitasari
Page 17
Konsep Value-Bond, misalnya dalam kasus penelitian berbagai budaya, bahwa peneliti tidak
pernah membuat judgement terhadap budaya mana yang lebih unggul, karena semua memilki
keunggulan masing-masing.
Konsep Generatif, dikemukakan oleh Guba, bahwa generative berbeda dengan generalisasi. Bila
generalisasi kita kumpulkan banyak kasus dicari kesamaan-kesamaannya, dan ditampilkan
pencitraan yan umum. Pada generatif dari satu kasus dapat diperoleh 5 esensi, misalnya ketika
diperbandingkan dengan tiga kasus lainnya dapat direduksi menjadi 4 esensi, dan ketika
diperbadingkan dengan 10 kasus lainnya dapat diperoleh 2 esensi saja. Abstraksi esensi
menyempit, tetapi keberlakuannya meluas.
Konsep Paradigma Nauralistik, dikemukakan oleh Guba, bahwa paradigm atau kerangka
berfikir, menyusun desain penelitian, memilih sampel, menyusun konsep teori, memilih sumber
data, menetapkan cara mengumpulkan data, cara menganalis dan membuat kesimpulan diproses
secara alami, berlangsung tentative, fleksibel dan diperkembangkan terus.
Konsep Truthworthiness, bahwa kualitas data yang menjamin benarnya hasil penelitian kualitatif
terpusat pada keterpercayaannya. Terpercaya, karena memang mencitrakan yang sebenarnya.
Dapat digunakan Uji Triangulasi untuk menanyakan hal yang sama pada responden yang berbeda.
2. Kualitatif Hermeneutik
William Dilthey menyatakan bahwa hermeneutic dapat dipakai sebagai dasar metodologi human
science, Heideger lebih hati-hati dengan mengetengahkan bahwa hermeneutik dapat dipakai
sebagi alternative untuk membuat interpretasi. Gadamer mengemukakan hermeneutik sebagai
teori membuat interpretasi. Derida berpendapat bahwa makna itu tidak tunggal. Rorty
mengemukakan hermeneutik sebagai paradigm baru untuk berfilsafat, kontras dengan model
berfilsafat untuk menemukan system.
3. Kualitatif Rasionalistik
Dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif, kami menyusun ragam tata fikir dalam banyak
klaster. Banyak yang sangat potensial untuk pengembangan pemikiran kualitatif rasionalistik.
Misal : berpikir divergen, berfikir holographik, berfikir lateral, berfikir paradoxal dan lain-lain.
Pola fikir holographik berteori bahwa pada unsur terkecil mengandung keseluruhan. Kontras
dengan teori Gestalt bahwa keseluruhan lebih dari bagian-bagiannya. Teknik statistic parametik
tidak dapat membantu divergen dan lateral. Hanya kualitatif yang dapat membantu.
I. METODE KEILMUAN HERMENEUTIKA
(SEBUAH PENGANTAR UMUM UNTUK MEMAHAMI HERMENEUTIKA
SEBAGAI TEORI, FILSAFAT DAN KRITIK)
Joko Siswanto
Indah Meitasari
Page 18
1. Pengantar
Makna Hermeneutika bagi ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kemanusaian menjadi menarik
manakala pada abad XIX muncul masalah baru tentang karakteristik dan tata hubungan antara
Naturwissenschaften (ilmu-ilmu kealaman) dan Geisteswissenscahften (ilmu-ilmu kehidupan).
Dari perdebatan antara kedua bidang ilmu ini kemudian muncul suatu kesadaran historis baru
bahwa telah terjadi kesalahan yang sangat fundamental yang disebabkan oleh “imperalisme
inteltual” yakni ilmu-ilmu kealaman (natural sciences) dianggap sebagai satu-satunya model
eksplanasi dan metodologi bagi seluruh legitimasi ilmiah dan klaim kognitif, hermeneutika
memberikan model pemahaman tentang kehidupan manusia.
2. Pengertian Hermeneutika
Dalam tradisi yunani kuno kata hermeneutika dan hermeneia dipakai dalam tiga makna yaitu (1)
mengatakan to say (2) menjelaskan to explain dan (3) menterjemahkan to translate. Tiga makna
inilah yang dalam kata inggris diekspresikan dalam kata to interpret. Interpretasi dengan demikian
menunjuk pada tiga hal pokok pengucapan lisan (an oral rictation) penjelasan yang masuk akal (
a reasonable explation) dan terjemahan dari bahasa lain (a translation from another language).
Dalam perkembangan kata hermeneutika sekurang-kurangnya memperoleh 6 makna. Pertama,
hermeneutika berarti teori mengenal tafsir alkitab, artinya hermeneutika menunjuk kepada prinsipprinsip dasar. Kedua, hermeneutika sebagai metodologi filologi yang pada dasarnya sinonim
dengan teori tentang interpretasi, misalnya dipakai dalam menafsirkan teks klasik dengan tokoh
tokoh utamanya. Ketiga, hermeneutika sebagai ilmu tentang pemahaman linguistik. Dalam hal ini
Schliermacher membedakan hermeneutika sebagai ilmu dan sebagai seni pemahaman. Keempat,
hermeneutika sebagai dasar Metodologi Geisteswissenchaften. Memfokuskan pada pemahaman
mengenai seni. Kelima, hermeneutika sebagai fenomenologi tentang desai dan pemahaman
eksistensial, keenam, hermeneutika sebagai sistem interpretasi fenomologi yaitu sebagai metode
ilmu-ilmu sosial.
3. Bentuk-bentuk Hermeneutika Kontemporer
a. Hermeneutika sebagai teori
Memfokuskan pada problematika teori umum tentang interpretasi sebagai metodologi ilmu-ilmu
kemanusian. Metode pemahaman dianggap sebagai metode yang cocok untuk mengungkapkan
kembali pengalaman dan pemikiran tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan.
b. Hermeneutika sebagai filsafat
Filsafat hermeneutika tidak bertujuan untuk menemukan suatu pengetahuan objektif dengan
prosedur metodologis umum, tetapi merupakan sebuah usaha eksplisitasi dan deskripsi
fenomenalogis tentang desain dalam temporalitas dan historisitasnya.
Indah Meitasari
Page 19
c. Hermeneutika sebagai kritik
Memberikan reaksi hebat terhadap asumsi-asumsi idealis baik teori hermeneutika maupun filsafat
hermeneutika yang menolak perimbangan-pertimbangan ekstra-linguistik sebagai faktor yang ikut
membentuk dan menentukan konteks pikiran dan aksi, seperti kerja dan kekuasaan. Tokoh
penyongkong hermeneutika kritis yaitu Habermas, memperhatikan faktor bahasa dan aspek-aspek
ideologis dalam interpretasi.
Manusia mengorganisir pengalamannya menurut kepentingan kognitifnya, secara singkat dapat
dirumuskan sebagai berikut, teknis, praktis, dan emansipatoris. Tiga kepentingan ini berkembang
dalam tiga media sosail ; kerja, interaksi, dan kekuasaan. Tiga hal ini menjadi kondisi yang
memungkinkan tiga ilmu pengetahuan ; empiris-analitis, historis-hermeneutik, dan
memformulakan prosedur yang dituntut oleh kegiatan dasar manusia yaitu mengendalikan
lingkungan luar, berkomunikasi dan berefleksi yang dibutuhkan bagi kelangsungan eksistensi
manusia. Peranan ilmu Historis-Hermeneutik mencegah ilmu-ilmu empiris-analitis dari bahaya
determinisme.
d. Validitas dan Kaidah Interpretasi
Pertama, interpretasi harus koheren; artinya interpretasi terhadap sebuah karya harus koheren
dalam dirinya sendiri. Kedua interpretasi harus komprehensif artinya bahwa interpretasi harus
memandang pikiran pengarang secara menyeluruh. Ketiga, interpretasi harus teliti artinya
interpretasi yang baik harus berusaha untuk menjawab dan mengarap semua pertanyaan yang
dimiliki bagi suatu interpretasi teks. Kempat, interpretasi harus kontektstual; artinya interpretasi
harus melihat dan membaca pikiran pengarang dalam konteks, baik dalam konteks sejarah,
maupun dalam konteks kebudayaan. Kelima, interpretasi harus sugestif artinya harus merangsang
peneliti dan interpretator lain untuk melakukan penelitian dan interpretasi lebih lanjut. Keenam,
interpretasi harus potensial artinya bahwa validitas interpretasi terkait dengan masa depan.
J. RANAH RANAH HERMENEUTIKA
Mudji Sutrisno, SJ
Hermeneutika Universal Schleiermacher
1. Kunci pemikiran hermeneutka Schleiermacher
Indah Meitasari
Page 20
Merupakan seni untuk memahami apa yang dideskripsikan dalam bentuk percakapan. Setiap
ungkapan dalam bahasa mempunyai hubungan langsung seturut keseluruhan bahasa itu dan
berkaitan dengan seluruh pemikiran pengarangnya. Karena itu, hermeneutika membuat 2 bagian
yang saling berhubungan yaitu bagian gramatika dan bagian psikologis. Pelaksanaan hermeneutika
secara praktis biasanya terjadi salah paham sehingga selalu membutuhkan penafsiran lagi. Tujuan
utama hermeneutika adalah merekontruksi proses kreatif pengarang dan berusaha memahami
pengrang secara lebih baik dari pada pengarang itu sendiri mengenal dirinya.
2. Lingkaran hermeneutika
Dengan pengetahuan yang mencukupi tentang bahasa, seseorang dapat dan harus melakukan
pembacaan lingkar untuk memperoleh pemahaman menyeluruh mengenai keseluruhan. Cara
membaca ini akan membuat kemungkinan penafsiran rinci mengenai bagian-bagian (teks).
3. Penafsiran secara gramatika
Memperhatikan tafsiran pada unsur-unsur bahasa teks, penentuan makna unsur linguistic harus
dicari dari bahasa yang dipakai pengarang dan pembacanya. Penafsiran gramatika menegaskan
bahwa makna sebuah kata harus ditentukan dari konteksnya.
4. Penafsiran psikologis
Bermaksud memahami pemikiran pengarang dan bagaimana pikiran-pikiaran itu diungkapkan ke
dalam teks, sehingga 2 bagian ; pertama, murni psikologis, dan yang kedua bersifat teknis.
Penafsiran yang murni psikologis berusaha untuk menemukan keputusan awal pengarang yang
mendorong atau memotivasi pemikiran dan tulisannya. Penafsiran teknis, mencoba memahami
bagaimana pemikiran-pemikiran pengarang diungkapkan dalam komposisinya.
5. Apakah bahasa itu untuk Schleiermacher
Bahasa merupakan sebuah sistem tanda atau kata yang diperukarkan atau saling dibagikan untuk
mengacu pada gambar umum yang luas tak terdeterminasi, yang dibuat karena skematisasi
pengalaman hidup manusia.
6. Hermeneutika
Merupakan tugas seumur hidup dari manusia untuk menafsir, hermeneutika bisa dilakukan dengan
2 alasan. Pertama, karena proses skematisasi pengalaman hidup yang di ungkap dalam bahasa
memungkinkan si penafsir untuk memahami apa yang dimaksud oleh pengarang, terutama bila
yang digunakan adalah bahasa sehari-hari.
Metode memabandingkan atau komperatif untuk menembus zaman kontemporer dimana
pengarang hidup terutama diri pengarang, riwayat hidupnya.
K. RUMITNYA MENAFSIR ANTAR-TEKS
Mudji Sutrisno SJ
Halaman buku adalah bagian dari buku, buku sebagai keseluruhan memuat salah satu bagiannya
yang bernama halaman. Dan keseluruan yaitu buku. Cara menafsir ini “masih” menaruh dalam
dua kutub dikotomi antara yang bagian berhadapan dengan yang keseluruhan istilah canggihnya
Indah Meitasari
Page 21
ada part (bagian). Cara tafsir keseluruhan demi bagian memperlakukan generalisasi sama dengan
dampak negatif yang sama, yaitu logika “totum (keseluruhan) pro (untuk menuding) parte
(bagian)”
Logika tafsir yang memandang dalam bagian sekaligus adalah keseluruhan dan keseluruhan
meliputi bagian-bagian ini secara manjur mampu mengatasi keterbatasan logika dikotomi dualistis
yang mengkontraskan dua posisi. Part dan keseluruhan mempunyai akar kata yunani yaitu holon,
harfiahnya sebenarnya adalah bingkai atau konteks dimana ia sekaligus merupakan bagian dari
konteks lain yang lebih besar sama seperti atom dan molekul.
Mengapa ia memperjernih penafsiran? Pertama, meletakkan atau arti tafsir pada konteks tegas
misalnya konteks kebenaran filsafat dengan rasionalitas. Kedua, ilmu tafsir mengenai makna
kebenaran yang letaknya amat historis dalam konteks waktu dan ruang lalu mulailah kebenarn
disadari sebagai berada dalam kesejarahan.
Maka momen kesejarahan sebuah kebenaran dengan konteks peleburan cakrawala penafsiran mata
budi, ia harus diverifikasi dan difalsifikasi oleh komunitas setahap dan seproses. Mata budi
(filsafat) padahal Allah hanya bisa dialami dan diuji keaslian pengalaman spiritual kan yang illahi
itu dalam sharing komunitas beriman yang sama sama menghayati dan mengalami yang illahi
dengan mata batin.
Cara menafsir ini sekaligus menjadi sebuah benang garis yang anda buat untuk menghubungkan
titik-titik (bagian kebenaran).
Konteks pengalaman menghayati kenyataan Allah dengan eye of spirit atau mata batin. Konteks
batin, tubuh, dan jiwa. Konteks wacana-wacana kebenaran ini media satu satunya hanyalah lewat
bahasa.
L. DARI INFORMASI KE PENGETAHUAN BENAR
Mudji Sutrisno SJ
Apa itu informasi? Keterangan mengenai suatu hal, menacari pengetahuan membungkus informasi
demi tujuan-tujuan lain. Apa itu informasi yang benar? Suasana penerima dan pemberi informasi
serta pencari informasi sedang krisis, yaitu krisis tidak saling mempercayai.
Informasi yang benar punya tiga ciri utama. Pertama, membuat orang menjadikan informasi itu
sebagai pengetahuan, lalu menguji kebenaranya. Kedua, membuat pencerahan bagi pencari karena
mendapatkan informasi yang benar ibarat mendapat secercah terang dalam budinya. Ketiga,
informasi memotivasi orang untuk menguji informasi itu lalu menjadikannya sebagai
pengetahuan.
Atas informasi hingga menjadi pengetahuan membuat manusia berbudi kritis, ketika informasi
sudah ditolak menjadi pengetahuan, dan ketika pengetahuan sudah diuji dengan pengelaman
objektivitas kebenaran menjadi pengetahuan yang benar, ketika itulah batu uji atau alat ukurnya
Indah Meitasari
Page 22
mulai beranjak dari budi menuju nurani tiap manusia. Proses itu adalah proses normal positif sejati
menuntut kondisi ruang public yang saling menghormati kebenaran yang beragam.
Titik-titik pendidikan kehidupan itu menjadi sebuah garis visi yang berpijak dari bawah. Pertama,
menarik garis dari keterserakan titik-titik cerah yang ada untuk menjadi garis lurus visi pendidikan
informasi yang benar, melawan inforamsi-informasi bohong atau setengah bohong. Kedua,
memperbanyak forum yang melahirkan iklim-iklim pendidikan untuk mencari pengetahuan benar,
hingga mampu mendayagunakan bingkai-bingkai religiustis agama-agama. Pertobatan paradigm
mentalitas untuk membuat strukuralisasi dan sistemisasi (sebagai a rational ordering of society).
M. KESADARAN KRITIS DAN LITERASI (AKSARA)
Mudji Sutrisno SJ
Perubahan sosial ditentukan oleh subyek manusia dengan kesadarannya atau oleh perombakan
struktur yang mengukur kemerdekaannya. Proses perubahan diandalkan di sekolah kesadaran atau
mentalitas ini bermula dari kesadaran manusia, posisi manusia sebagai pembentuk struktur atau
dibentuk oleh struktur beradalah refleksi mendasar mengenai kemerdekaan manusia untuk
memperbaiki struktur yang sudah ada saat lahir.
Pemerdeka menjadi kata kunci aktualisasi manusia dengan kesadarannya. Dengan kata lain,
transformasi oleh kaum mentalis kesadaran ditentukan oleh proses semakin cerah dan cerdasnya
kesadarn budi dan kesadaran nurani untuk merubah struktur masyarakat yang mengkondisikannya.
Oran-orang ini tidak hanya tidur kesadarannya atau bisu karena tidak menamai sendiri realitasnya,
namun kalaupun menamai, mereka dihegomon penguasa. Mengapa kesadaran palsu mengendap
dan menjadi kontruksi bentukan warga tertindas? Pertama, karena mengalami keterasingan atau
alienasi dari hasil kerja kreatifnya sendari dan jerih payah keringatnya sebagai karyawan yang
tidak bisa menikmatinya.
Proses transformasi yang mendasar pemedekaan manusia dengan kesadarannya bisa keluar dari
alienasi-alienasi tersebut. Dimulai dari pendidikan sadar mengenai kedudukan manusia di dunia.
Dalam logika literasi yaiu konsientisasi dengan mengeja, memberi hidup dan bermaknanya kata
kunci, maka ditunjukkanlah tiga wujud kesadaran dari yang masih hidup sampai ke yang aktif
kritis yang harus menjadi proses pendidikan kesadaran konsientisasi.
Tahap pertama, kesadaran setengan intrasitif. Ciri kesadaran ini, manusianya berada dalam
kesadaran yang masih tenggelam dalam proses sejarah. Tahap kedua, kesadaran transitif masih
naif bercirikan; orang mulai mengenal soal-soal realitas sosial yang menyederhanakan
permasalahan secara bukan main. Tahap ketiga, kesadaran kritis, cirinya menangkap situasi
permasalahan dengan matang, lengkap berbagai dimensi tetapi sekaligus mampu kritis untuk tidak
jatuh dalam truism.
Tahap tahap kesadaran dari paparan diatas, maka pendidikan berbasis kesadaran memang
merupakan proses sabar konsientasasi denang essensi atau inti proses mau rendah hati. Pertama
tama menemukan dahulu apa saja alienasi yang menghambat pemerdekaan manusia dari kesadaran
Indah Meitasari
Page 23
naif ke intransitive separuh. Maka tugas pendidikan kesadaran memuat pekerjaan rumah
pencerdasan kehidupan bangsa yang bukan main-main.
-selesai-
DAFTAR PUSTAKA
Indah Meitasari
Page 24
Drs. Sri Soeprapto, M. (n.d.). Landasan Ontologi Ilmu Pengetahuan.
Dua, A. S. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah tinjauan Historis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Mintaredja, A. H. (n.d.). Dasar-dasar Epistemologi.
Muhadjir, P. D. (1997). Metode Keilmuan Kualitatif. Internship Filsafat Ilmu Univesitas Gadjah Mada &
Ditjen Dikti Depdikbud. Yogyakarta.
Prof.Dr.H Endang Komara, M. (n.d.). Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Refika Aditama.
Siswanto, J. (n.d.). Metode Keilmuan Hermeneutika.
Siswomihardjo, P. D. (n.d.). Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum.
Sutrisno, Mudji. (2011). Ranah-ranah Hermeneutika. Yogyakarta: Kanisius.
Sutrisno, Mudji. (Jumat 24 Maret 2000). Menafsir antar-Teks? Jakarta: Kompas.
Sutrisni, Mudji (n.d.). Kesadaran Kritis dan Aksi Literasi .
Sutrisno, Mudji. (Minggu, 2 Juli 2000). Dari Informasi ke Pengetahuan Benar? Jakarta: Suara Pemaruan.
Sutarmanto, D. H. (1997). Metode Keilmuan Kuantitatif. Internship Filsafat Ilmu bagi Para Dosen
PTN/PTS se Indonesia. Yogyakarta.
Sutrisno, M. (n.d.). Filsafat Kebudayaan Ikhtiar Sebuah Teks. Jakarta: Hujan Kabisat.
Indah Meitasari
Page 25
-selesai-
Indah Meitasari
Page 26