Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
REVIEW PEMBELAJARAN IPA DI INDONESIA DAN BELAJAR DARI PEMBELAJARAN IPA DI SINGAPURA MAKALAH Disusun sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran IPA Agnesi Sekarsari Putri PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, dimana kualitas sumber daya manusia bergantung kepada kualitas pendidikan. Pendidikan adalah ujung tombak kemajuan suatu bangsa, modal utama pembentuk karakter bangsa, dan meningkatkan taraf kehidupan individu. Oleh karena itu, diperlukan penataan pendidikan yang baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Kemendikbud (2012) menyatakan pendidikan nasional sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata (Sariono, 2013). Kurikulum merupakan alat yang penting bagi keberhasilan pendidikan, tanpa kurikulum yang tepat maka akan sulit unutk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang dicita-citakan. Indonesia telah beberapa kali melaksanakan perubahan kurikulum yang meliputi rencana pelajaran yang dirinci dalam rencana pelajaran terurai (tahun 1947),rencana pendidikan sekolah dasar (tahun 1964), kurikulum sekolah dasar (tahun 1968), kurikulum proyek perintis sekolah pengembangan (tahun 1973), kurikulum sekolah dasar (tahun 1975), kurikulum 1984 (tahun 1984), revisi kurikulum 1984 (tahun 1997), kurikulum berbasis kompetensi (tahun 2004), kurikulum tingkat satuan pendidikan (tahun 2006), dan kurikulum 2013 (tahun 2013). Upaya pemerintah dalam penyempurnaan sistem pendidikan, salah satunya adalah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006, pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam kurikulum operasional tingkat satuan pendidikan, yang merupakan tanggung jawab satuan pendidikan masing-masing, yang sering di sebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. KTSP disusun bersama-sama oleh guru, komite sekolah/yayasan, konselor (guru BK/BP), dan narasumber, dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (Depdiknas, 2009). Sumiyati (2010: 31) mengatakan tugas utama guru dalam KTSP adalah men jabarkan, menganalisis, mengembangkan indikator, dan menyesuaikan SK dan KD dengan karakteristik dan perkembangan peserta didik, situasi dan kondisi sekolah, serta kondisi dan kebutuhan daerah. Selanjutnya mengemas hasil analisis terhadap SK dan KD tersebut ke dalam KTSP, yang di dalamnya mencakup silabus dan RPP. Hal ini juga dilakukan oleh guru IPA di SMP. IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang objek dan fenomena alam dengan mencari tahu tentang alam secara menyeluruh dengan metode ilmiah. Pada hakikatnya IPA berkaitan dengan cara memahami fenomena alam secara sistematis yang mecakup sikap ilmiah, proses ilmiah, produk ilmiah, dan aplikasinya. Oleh karena itu, agar pembelajaran IPA bermakna maka IPA harus dibelajarkan sesuai dengan hakikatnya. Pembelajaran IPA tidak hanya membelajarkan penguasaan pengetahuan dan pemahaman (produk) saja tetapi sikap, proses, dan aplikasi IPA. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana pembelajaran IPA yang dilaksanakan di sekolah dalam rangka mereview pelaksanaan pembelajaran, membandingkan dengan negara lain yang lebih maju dalam bidang pendidikannya sehingga dapat diambil pelajaran untuk memperbaiki, mencontoh, dan mengembangkan pembelajaran IPA yang lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penulisan makalah review pembelajaran IPA di Indonesia dan belajar dari pembelajaran IPA di Singapura. Rumusan Masalah Bagaimana review pembelajaran IPA SMP dengan kurikulum KTSP di salah satu sekolah kota Yogyakarta? Bagaimana perbandingan kurikulum IPA (KTSP) dengan kurikulum di negara lain? Tujuan Mengetahui review pembelajaran IPA SMP dengan kurikulum KTSP di salah satu sekolah kota Yogyakarta. Mengetahui perbandingan kurikulum IPA (KTSP) dengan kurikulum di negara lain. Manfaat Menambah wawasan dan pemahaman baru mengenai review kurikulum Indonesia terutama kurikulum KTSP, mengetahui kurikulum negara lain, serta membandingkan kurikulum Indonesia dengan kurikulum di negara lain. BAB II ISI Review Pembelajaran IPA SMP dengan Kurikulum KTSP The curriculum is all of the expriences that individual learnes have in a program of eduction whose purpose is to achieve broad goals and related specific objectives, which in planned in terms of the framework of theory and research or past and present professional practice (Allyn dan Bacon, 1974: 3). Kurikulum merupakan segala pengalaman belajar individu dalam program pendidikan untuk mencapai tujuan secara luas dan secara spesifik, dengan rencana kerangka teori dan penelitian. Pengertian kurikulum sebagai pengalaman belajar ini mengandung makna bahwa kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan peserta didik baik didalam maupun diluar sekolah yang masih berada di bawah tanggung jawab guru (sekolah). Dalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan peserta didik beraneka ragam misalnya mempelajari mata pelajaran, cara bergaul dengan teman, guru, karyawan, serta kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat. Seluruh pengalaman tersebut disebut kurikulum. Pengertian lain kurikulum yaitu menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Kurikulum yang dilaksanakan di Indonesia tahun 2006 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (BSNP, 2006). Pelaksanaan KTSP memberikan peluang bagi sekolah untuk mengembangkan program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Namun, dalam penyusunan program tersebut harus memperhatikan Standar Isi dan Standar Kompetensi Kelulusan yang sudah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Depdiknas telah menyiapkan SK dan KD berbagai mata pelajaran, untuk dijadikan acuan oleh para pelaksana (guru) dalam mengembangkan KTSP pada satuan pendidikan masing-masing, termasuk SK dan KD IPA SMP. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang objek dan fenomena alam dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis dan menyeluruh/holistik menggunakan metode ilmiah, bukan merupakan ilmu yang parsial antara kimia, fisika dan biologi. Oleh karena itu pembelajaran IPA harus diselenggarakan secara terpadu. Sebagaimana dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006, bahwa model pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara terpadu terutama pada jenjang pendidikan dasar, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) maupun sekolah menengah pertama (SMP/MTs). Menurut BSCS (2000) pembelajaran IPA terpadu (integrated science) dapat dilaksanakan dengan mengorganisasikan dan mengkaitkan dengan berbagai tema atau bidang studi dan keterampilan dalam IPA. Integrated berarti “combining parts into a whole” “Parts” atau bagian-bagian yang bisa dipadukan dalam pembelajaran IPA adalah: (a) disiplin ilmu IPA, misalnya earth scince, life science dan physical science, (b) proses IPA (misalnya inkuiri), (c) konteks IPA (misalnya science & society). Sedangkan menurut Kemdikbud (2011) pembelajaran IPA terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran IPA yang menghubungkan atau menyatupadukan berbagai bidang kajian IPA menjadi satu kesatuan bahasan. Pembelajaran IPA terpadu juga harus mencakup dimensi sikap, proses, produk, aplikasi, dan kreativitas. Peserta didik diharapkan mempunyai pengetahuan IPA yang utuh (holistik) untuk menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari secara kontekstual melalui pembelajaran IPA terpadu. Menurut BSNP (2006, 150) mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Lederman, et.al (2013: 140) mengatakan bahwa syarat pembelajaran IPA yang efektif adalah memahami proses dan hakikat sains serta mampu melakukan inkuiri ilmiah. Berdasarkan paparan mengenai IPA, pembelajaran IPA, dan tujuan pembelajaran IPA, maka dibuatlah kilas balik atau review mengenai bagaimana pembelajaran IPA dengan kurikulum KTSP yang pernah dirasakan di salah satu sekolah di Yogyakarta yaitu: Pengalaman bermakna/berkesan Ketika kelas 8 semester 2, materi tekanan dengan Standar Kompetensi (SK) 5 dan Kompetensi Dasar (KD) 5.5. Standar Kompetensinya berbunyi memahami peranan usaha, gaya, dan energi dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasarnya yaitu menyelidiki tekanan pada benda padat, cair, dan gas serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini mempelajari tentang konsep tekanan, tekanan zat padat, tekanan zat cair, tekanan zat gas, konsep hukum pascal, konsep tekanan hidrostatis, konsep hukum Archimedes, konsep hukum Boyle, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Strategi pembelajaran yang dilakukan guru melalui demonstrasi, pemutaran video, percobaan, dan kunjungan pameran sains dan teknologi dimana dalam pameran tersebut ada beberapa hasil karya peserta yang karyanya menerapkan prinsip tekanan. Konsep tekanan dijelaskan melalui demonstrasi dengan menggunakan pensil dan plastisin. Penjelasan konsep tekanan zat padat, cair, dan gas melalui pengamatan video. Tekanan hidrostatis diperoleh melalui percobaan dengan mengisi air kedalam plastik bening yang diberi lubang secara vertical dan horizontal kemudian mengamati kecepatan dari masing-masing lubangnya. Hukum pascal, hukum Archimedes, dan hukum boyle dilakukan dengan menjelaskan konsep melalui ceramah, peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok dan diminta melakukan kunjungan pameran, kemudian peserta didik diminta untuk menganalisis, membuat laporan, dan mempresentasikan hasilnya kemudian guru memberi penguatan. Hasil belajar yang dirasakan yaitu guru tidak hanya melatih pengetahuan dan pemahaman, namun juga keterampilan dan sikap peserta didik. Pembelajaran ini memberi kesan yang berbeda karena dalam menjelaskan materi ini guru menggunakan metode yang berbeda dari biasanya. Biasanya peserta didik sedikit terlibat dalam pembelajaran karena metode pembelajaran yang biasanya dipakai guru (fisika) menjelaskan materi dengan bantuan powerpoint atau demonstrasi sederhana. Saat melakukan demostrasi guru sudah mengajak peserta didik terlibat namun masih terbatas dikarenakan hanya satu atau dua peserta didik yang dilibatkan sedangkan yang lainnya memperhatikan dan mendengarkan. Pembelajaran tekanan ini sedikit berbeda karena disajikan video tentang penerapan dari tekanan, peserta didik terlibat dalam percobaan walaupun sederhana, serta ada kunjungan pameran kemudian diminta menganalisis, membuat laporan, dan mempresentasikan. Kegiatan tersebut memberi kesan dan makna yang berbeda, bahwa konsep yang dipelajari dapat dibuat suatu produk sederhana yang menggunakan konsep tekanan tersebut. Pengalaman yang tidak bermakna: Ketika kelas 8 semester 1 dengan Standar Kompetensi (SK) 1 dan Kompetensi Dasar (KD) 1.1-1.6. Standar Kompetensi ini berbunyi memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Salah satu kompetensi dasarnya yaitu mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Materi ini mempelajari macam-macam dan fungsi organ penyusun sistem pencernaan pada manusia, macam enzin dan perannya, serta contoh penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Strategi pembelajaran yang dilakukan guru melalui ceramah tanpa bantuan media, dalam proses pembelajaran guru tidak menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai peserta didik. Ketika guru masuk, guru mengatakan bahwa hari ini kita akan belajar mengenai sistem pencernaan manusia. Guru menjelaskan dengan sangat cepat, bahkan guru tidak menulis di papan tulis, guru hanya menuliskan apabila akan menjelaskan gambar atau siklus. Pembelajaran yang dilakukan baru sebatas transfer ilmu dari guru ke peserta didik. Peserta didik belum dilibatkan secara langsung/aktif, peserta didik dilibatkan hanya sebatas memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya terkait materi yang belum paham. Pembelajaran aktif artinya peserta didik membangun pengetahuannya sendiri, mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Guru berperan membantu sebagai mediator dalam pembentukan pengetahuan. Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal, dalam arti suatu proses belajar. Hasil belajar yang diperoleh sebatas pengetahuan karena keterampilan dan sikap peserta didik belum dapat dilatih dengan metode ceramah konvensional. Peserta didik hanya sebatas mengerti materi dengan menghafalkannya tanpa mengetahui esensi penting atau kebermaknaan materi tersebut bagi kehidupannya. Menurut kerucut pengalaman Edgar Dale, jika peserta didik hanya membaca maka kemampuan yang diingat 10%, jika hanya mendengarkan maka kemampuan yang diingat 20%, jika melihat gambar, demonstrasi, video maka kemampuan yang diingat 30%, jika terlibat dalam diskusi maka kemampuan yang diingat 50%, jika menyajikan presentasi maka kemampuan yang diingat 70%, jika bermain peran, melakukan simulasi, mengerjakan hal nyata maka kemampuan yang diingat 90%. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran sebaiknya lebih banyak melibatkan peserta didik dalam mengerjakan kegiatan nyata. Berdasarkan paparan mengenai pembelajaran IPA di salah satu sekolah di Yogyakarta maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA untuk membelajarkan beberapa materi sudah menyentuh tujuan pembelajaran IPA sesuai kurikulum KTSP namun masih dasar atau belum menyentuh esensi secara mendalam, bermakna, dan melekat pada diri peserta didik terutama tujuan melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi; mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; meningkatkan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya; serta meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. Pembelajaran IPA yang dilaksanakan belum sesuai dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006, bahwa model pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara terpadu terutama pada jenjang pendidikan dasar, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) maupun sekolah menengah pertama (SMP/MTs). IPA pada dasarnya sudah terpadu, hal ini sesuai dengan objek, gejala, dan persoalan IPA yang memang hakikatnya holistik. IPA terpadu merupakan ilmu pengetahuan yang menggali dalam suatu fenomena alam dengan meninjau berbagai aspek yang meliputi fisika, kimia, biologi, kesehatan, teknologi, dan beberapa aspek IPA lainnya, serta dalam penyajiannya dikaji dengan kesatuan konsep secara holistik. Pembelajaran IPA terpadu seharusnya dibelajarkan sesuai hakikat IPA. Hakikat IPA adalah sebagai proses, produk, sikap, dan aplikasi. Sehingga dalam membelajarkan IPA perlu dilaksanakan dengan mengaitkan proses, produk, sikap, dan aplikasinya dalam kehidupan. Perbandingan Kurikulum IPA Indonesia dengan negara lain Pembelajaran bermakna Berdasarkan hasil review pembelajaran materi tekanan berada dalam Standar Kompetensi memahami peranan usaha, gaya, dan energi dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasarnya yaitu menyelidiki tekanan pada benda padat, cair, dan gas serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini hampir mirip dengan di Singapura, bahwa konsep tekanan dalam kurikulum Singapura termasuk dalam tema interaksi. Interaksi yang dipelajari berada diantara benda hidup dan berbagai macam level lingkungan diantaranya dalam organisme, diantara organisme. Interaksi itu sering dihubungkan dengan transfer energi diantara benda, aplikasi gaya diantara benda, transfer/perubahan dari benda. Hasil interaksi dapat terjadinya suatu perubahan. Perubahan tersebut dapat menjadi kecil atau besar, cepat atau lambat, yang dapat dibalik dan tidak dapat dibalik, dapat diprediksi dan tidak dapat diprediksi. Interaksi ini terdiri dari beberapa materi diantaranya interaksi melalui aplikasi dari gaya, energi dan kerja, transfer energi bunyi melalui vibrasi, efek panas dan penyebarannya, dimana tekanan berada pada materi interaksi melalui aplikasi dari gaya. Inti penting dari materi ini yaitu: Interaksi yang terjadi melalui transfer energi dan benda seperti aplikasi dari gaya Interaksi dapat mempengaruhi perubahan atau keseimbangan didalam sistem Interaksi manusia dengan lingkungan mengantar pada perkembangan sains dan teknologi. Diwaktu yang sama, sains dan teknologi menjadi jalan interaksi dari manusia dan lingkungan. Kunci pertanyaan penyelidikan dalam interaksi meliputi: Bagaimana pengetahuan diantara interaksi dan sistem membantu manusia memahami lingkungannya lebih baik? Apa interaksi yang terjadi diantara fenomena fisik dan proses kehidupan? Cakupan materi yang dipelajari dengan materi Singapura hampir sama, perbedaannya hanya materi tekanan di Singapura dalam mempelajarinya mengambil fenomena yang dekat dengan alam untuk dibawa dalam pembelajaran dan dihubungkan dengan pengetahuan/teori yang ada, selanjutnya dihubungkan dengan penerapan dalam kehidupan, dimana pengetahuan yang dipelajari dengan bagaimana dapat memahami lingkungan dan bagaimana memanfaatkan ilmu tersebut untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan. Oleh karena itu, hasil pembelajaran yang dicapai meliputi tiga aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi; keterampilan dan proses; etnik dan sikap. Hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan (dari review) sudah menyinggung keterampilan dan sikap. Hasil pembelajaran di Singapura dari segi keteampilan dan proses pada materi tekanan yaitu melakukan penyelidikan tekanan yang dihubungkan dengan gaya dan luas area serta melakukan pemecahan masalah dari suatu objek menggunakan konsep tekanan. Hasil pembelajaran etika dan sikap sedikit berbeda dengan Sigapura dimana etika dan sikap yang dilatih yaitu mendeskripsikan persamaan dan akurasi didalam membuat ukuran (membuat pertimbangan kesalahan paralaks) serta menunjukkan rasa ingin tahu tentang kekuatan yang bersifat merusak dari tekanan dalam alam. Pembelajaran tidak bermakna Berdasarkan hasil review pembelajaran materi sistem pencernaan berada pada Standar Kompetensi memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Salah satu kompetensi dasarnya yaitu mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Hal ini hamper mirip dengan Singapura dimana konsep sistem pencernaan berada dalam tema Tema Sistem. Sistem menggambarkan pembubuhan batasan-batasan sekitar sesuatu untuk membuat pelajaran terasa mudah. Sesuatu tersebut adalah sistem di alam dan juga sistem yang dibuat manusia. Bagian dari sistem tidak dapat bekerja dengan baik jika ada bagian yang hilang atau tidak bekerja dengan baik. Sebaliknya, ketika bagian tersebut diletakkan kembali, ia dapat berfungsi tetapi tidak dapat membawa keluar oleh bagiannya sendiri. Tema sistem ini meliputi beberapa materi yaitu sistem transport dalam kehidupan, sistem pencernaan manusia, sistem reproduksi manusia, serta sistem kelistrikan. Inti penting dari materi ini yaitu: Sistem terdiri dari keseluruhan bagian yang bekerja Bersama-sama untuk melakukan fungsinya. Bagian dari sistem dapat saling mempengaruhi satu sama lain Masukan dari sistem dapat menentukan keluaran sistem Kunci pertanyaan penyelidikan dalam sistem meliputi: Bagaimana bagian dari sistem atau sistem yang berbeda dapat bekerja bersama untuk melakukan fungsi? Bagaimana bagian sistem dapat memberi efek terhadap fungsi dari bagian lain? Cakupan materi di Indonesia dan Singapura hampir sama yaitu menjelaskan pentingnya sistem pencernaan, mengidentifikasi bagian utama dari sistem pencernaan dan bagaimana bagian-bagian tersebut dapat bekerja Bersama menjalankan fungsinya, mendeskripsikan bagaimana sistem pencernaan membantu dalam mencerna makanan dan salah satu bagiannya yaitu enzim di dalam pencernaan (hanya membahas enzim amilase, protease, dan lipase (tidak membahas nama enzim secara spesifik). Hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan (dari review) baru terbatas aspek pengetahuan saja, sedangkan keterampilan dan sikap belum dilatihkan secara khusus. Sedangkan, pada pembelajaran di Singapura sudah melatih aspek pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi; keterampilan dan proses; serta etika dan sikap. Aspek keterampilan dan proses yang dilatihkan yaitu menyimpulkan produk akhir dari pencernaan yang digunakan sel dalam proses respirasi, pertumbuhan, dan perbaikan jaringan. Aspek etika dan sikap yaitu menunjukkan kesadaran akan pentingnya kebiasaan higienis dan mempraktikkan penanganan dalam mencegah penyakit pencernaan. Secara umum, pembelajaran IPA di Singapura dihubungan dengan kehidupan sehari-hari, sosial, dan lingkungan. Pembelajaran ipa dalam kehidupan yaitu menggunakan keterampilan ilmiah dalam kehidupan sehari-hari, era adaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu membuat keputusan yang sesuai dengan sains dan teknologi missal konsumsi makanan dan pilihan kesehatan (Ministry of Science Education, 2012). Pembelajaran IPA dalam kehidupan sosial yaitu terlibat dalam wacana ilmiah yang bermakna dengan orang lain, memahami peran dan dampak sains dan teknologi di masyarakat, serta berkontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. IPA dan lingkungan yaitu memahami tempat kemanusiaan di alam semesta, kesadaran akan isu keselamatan dan biologis, misalnya SARS, AIDS, kerusakan akibat polusi, serta perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan (Ministry of Science Education, 2013). Pembelajaran IPA di Singapura sangat menyentuh esensi dari hakikat IPA. Hakikat IPA yaitu proses, produk, sikap, dan aplikasi. IPA sebagai proses mempunyai makna bahwa dalam IPA tidak hanya berisi sekumpulan pengetahuan tetapi bagaimana memperoleh pengetahuan tersebut melalui prosedur ilmiah atau yang biasa disebut metode ilmiah. Metode ilmiah ini selnjutnya menghasilkan produk IPA sebagai bangunan pengetahuan. Produk IPA ini terdapat sekumpulan fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori sebagai hasil penemuan ilmiah. IPA sebagai sikap artinya dalam memperoleh pengetahuan IPA diperlukan sikap ilmiah diantaranya jujur, objektif, teliti, bertanggungjawab, saling menghargai, dan lain sebagainya. Sikap-sikap ini jika terus menerus dilakukan maka akan terinternalisisasi menjadi karakter yang positif. IPA sebagai aplikasi yaitu bagaimana menerapkan IPA tersebut dalam hubungannya dengan teknologi dan masyakarat serta dalam mengatasi persoalan kehidupan sehari-hari terutama yang berhubungan dengan objek, gejala, dan persoalan sains. Hasil belajar Singapura meliputi mengembangkan kesadaran bahwa sains adalah usaha manusia yang dibangun secara sosial berdasarkan pengumpulan dan analisis sistematis bukti dan penalaran yang ketat. Sistem pendidikan di Singapura berupaya untuk membantu “peserta didik untuk menemukan bakat mereka sendiri, untuk membuat yang terbaik dari bakat ini dan menyadari potensi mereka, dan untuk mengembangkan hasrat belajar melalui kehidupan” (Ministry of Education Singapura 2010). Selain mencermati pelaksanaan pembelajaran juga dapat dicermati dari segi bagaimana tujuan pembelajaran sains dari kedua negara diantaranya: Tujuan pembelajaran di Indonesia Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya (BSNP, 2006) Tujuan pembelajaran di Singapura Mengolah persepsi peserta didik tentang sains sebagai usaha kolektif dan cara berpikir daripada hanya kumpulan fakta Melibatkan peserta didik dalam isu-isu terkait sains, permasalahan kehidupan sehari-hari, masyarakat dan lingkungan Membantu speserta didik mengembangkan berbagai domain yang ada termasuk pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan etika, serta diintegrasikan dengan sains sebagai penyelidikan (Ministry of Education Singapore, 2012). Jika dilihat dari tujuan pembelajaran sains dari Indonesia dengan Singapura, maka tujuan pembelajaran Singapura lebih spesifik dan jelas. Pelaksanaan pembelajaran di Singapura disusun dengan langkah atau proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran pada umumnya. Hal tersebut kemungkinan bisa menjadi salah satu alasan majunya pendidikan di Singapura. Menurut Mohammad Kosim (2010) Singapura merupakan negara dengan sistem Pendidikan terbaik di ASEAN. Hal ini juga didukung oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (2016) studi PISA yang mengukur kemampuan anak usia 15 tahun dalam literasi membaca, matematika, dan sains. Peringkat tertinggi literasi sains ini diduduki oleh Singapura dengan skor 556. Sedangkan, rata-rata kemampuan literasi sains peserta didik di Indonesia masih dibawah rata-rata negara yang mengikuti tes PISA, dimana rata-rata skor Indonesia 403 dan rata-rata skor PISA 493, atau dengan kata lain Indonesia berada pada peringkat 62 dari 72 negara yang mengikuti PISA. Kurikulum sains berusaha memupuk peserta didik sebagai pelaku penyelidikan. Titik awalnya adalah anak-anak penasaran dan ingin mengeksplorasi hal-hal di sekitar mereka. Kurikulum sains memanfaatkan dan berusaha memberi semangat semangat keingintahuan ini. Tujuan akhirnya adalah peserta didik yang menikmati sains dan nilai sains sebagai alat penting dalam membantu mereka mengeksplorasi dunia alam dan fisik mereka (Ministry of Education Singapore, 2012). Setiap sekolah di Singapura menawarkan berbagai pengalaman belajar untuk mengembangkan siswa secara holistik. Kurikulum Kurikulum Sains Singapura berpusat pada semangat ilmiah penyelidikan dan didasarkan pada tiga domain penting untuk praktik sains yaitu pengetahuan, pemahaman dan penerapan; keterampilan dan proses; dan etika dan sikap. Materi pembelajaran dirancang sesuai tema yang berhubungan dengan pengalaman sehari-hari mereka dan pada fenomena alam yang umum (OECD, 2016). Ini berfokus pada perolehan proses penyelidikan umum dan keterampilan proses sains yang para ilmuwan gunakan untuk memahami lingkungan alam. Instruksi berbasis inquiry juga merangsang pemikiran peserta didik dan melibatkan peserta didik dalam penyelidikan otentik untuk memuaskan keingintahuan untuk belajar lebih bermakna. Strategi yang direkomendasikan oleh pengembang kurikulum untuk mencapai tujuan kurikulum ini melalui pembelajaran berbasis brainstorming, studi kasus, kartun konsep dan pemetaan, pembelajaran kolaboratif, model bangunan, pekerjaan proyek, dan bermain peran. Belajar lebih banyak tentang alam dan praktik sains, dan kaitan antara sains, teknologi, masyarakat dan lingkungan. Pembelajaran dimulai dari mengetahui “The Scientific Endeavour” dilanjutkan melalui empat tema Keanekaragaman, Model, Sistem dan Interaksi (Ministry of Education Singapore, 2010).  Menurut Mohammad Kosim (2010) kemajuan pendidikan di Singapura didukung oleh beberapa faktor diantaranya fasilitas yang memadai, biaya Pendidikan yang murah dan mudah, serta pendidik yang disaring ketat dan diberi pembekalan sebelumnya, guru yang diterima disesuaikan dengan jumlah guru yang dibutuhkan serta menjamin kemakmuran guru dengan memberikan gaji yang besar. Kementerian Pendidikan Singapura memiliki tiga jalur karir atau bidang keunggulan untuk guru (Lim Kam Ming, 2014) sebagai berikut: Jalur Pengajaran: Guru yang ingin melayani sebagai guru kelas disediakan dengan pengembangan profesional dan peluang kemajuan.  Track Kepemimpinan: Sistem pendidikan diberi kesempatan untuk mengambil posisi kepemimpinan di sekolah dan kantor pusat Kementerian. Senior Specialist Track: Guru yang ingin menggarap pengembangan Kurikulum khusus dapat mengikuti jalur ini. Guru sains Singapura sangat terdorong untuk menggunakan berbasis inquiry instruksi dan penilaian berbasis kinerja di kelas sains mereka. Ini akan memastikan bahwa tujuan kurikulum dapat dipenuhi melalui pengalaman belajar yang otentik peserta didik membangun makna yang, terstruktur dengan baik, kaya informasi pengetahuan, keterampilan, dan atribut domain afektif. Pembelajaran kelas harus otentik dan terhubung ke dunia luar sekolah (Shepard, 2000). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan McBride, et al. (2004:435) bahwa ”teaching science by inquiry involves teaching students the science process and skills used by scientist to learn about the world and helping the students apply these skills involved with learning scientific process”. Jadi, pembelajaran berbasis inkuiri menempatkan peserta didik agar lebih banyak belajar sendiri dalam memecahkan masalah. Hal ini tidak hanya akan membuat belajar lebih menarik dan memotivasi peserta didik tetapi juga mengembangkan kemampuan mereka untuk menggunakan pengetahuan dalam pengaturan dunia nyata. Selain pengembangan kemampuan intelektual tingkat tinggi, lingkungan belajar di kelas harus mendorong perkembangan disposisi penting, seperti peserta didik gigih dalam memecahkan masalah kompleks yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Guru adalah pemimpin penyelidikan di kelas sains. Guru sains memberi semangat dan nilai sains kepada peserta didiknya. Mereka adalah fasilitator dan panutan proses penyelidikan di kelas. Guru menciptakan lingkungan belajar yang akan mendorong dan menantang peserta didik untuk mengembangkan rasa penyelidikan mereka. Pendekatan pengajaran dan pembelajaran berpusat di sekitar peserta didik sebagai pelaku penyelidikan. Berdasarkan pemaparan tentang pembelajaran IPA di Indonesia dan Singapura, maka dapat dilihat bagaimana muatan pelajaran, strategi, dan hasil belajar yang dicapai. Pembelajaran IPA di Indonesia masih menghasilkan prestasi belajar IPA yang kurang jika dibandingkan dengan Singapura. Prestasi belajar kurang ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berhasil membelajarakan IPA sesuai hakikatnya secara utuh. Guru di lapangan masih terfokus pada konsep IPA dan masih sedikit menyentuh keterampilan proses, sikap sehingga peserta didik sulit menghubungkan dan menerapkan materi dengan permasalahan kehidupan. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa pembelajaran IPA belum bermakna dan literasi IPA masih dibawah rata-rata negara yang mengikuti tes PISA. Upaya yang bisa dilakukan adalah membelajarkan IPA melalui potensi lingkungan dan potensi local di sekitar peserta didik. Potensi lokal sangat tepat dipilih sebagai dasar pemilihan tema, karena bersifat kontekstual, menarik dan berkaitan dengan kehidupan nyata. Potensi lokal menyimpan konsep IPA asli yang dapat berguna bagi kehidupan peserta didik dan masyarakat luas (I Wayan Suastra, Ketut Tika, & Nengah Kariasa, 2011). Potensi local ini dapat dibelajarkan dengan diarahkan pada pencapaian belajar IPA dalam segala aspek sesuai dengan hakikat IPA, lebih-lebih karena Indonesia juga kaya akan sumber daya alamnya. Hal ini sebenarnya sudah termuat dalam muatan kurikulum KTSP yaitu pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global (BSNP, 2006). Namun, pada pelaksanaannya guru belum mengintegrasikan dengan potensi lokal. Pembelajaran IPA yang belum mengintegrasikan dengan potensi local ini belum sepenuhnya dilaksanakan kemungkiunan dapat disebabkan oleh beberapa kendala salah satunya faktor guru. Suratsih (2010) mengatakan beberapa faktor yang menyebabkan guru belum memanfaatkan potensi lokal dalam pembelajaran adalah beban mengajar guru yang sangat banyak, belum adanya model yang dapat diadaptasi, fasilitas, pendanaan, dan waktu. Hal ini bisa diatasi dengan memberikan pelatihan bagi guru bagaimana mengembangkan pembelajaran dengan mengintegrasikan dengan potensi local, melibatkan guru dalam membuat program pendidikan karena guru merupakan orang yang mengerti bagaimana pelaksaan pendidikan di lapangan. Seperti yang dipaparkan oleh Angela Calabrese (2016) yaitu merangkul guru dalam menyelesaikan program Pendidikan, mendukung guru sebagai intelektual dalam kesempatan pengembangan profesional mengubah pengajaran dan belajar dengan cara yang mendalam dan bermakna bagi guru dan siswa. Guru diposisikan sebagai mampu, kreatif, profesional cerdas yang menghasilkan pengetahuan kritis. Pernyataan tersebut diperkuat oleh OECD (2016) Apa yang bisa dilakukan sekolah untuk mempromosikan kebaikan dalam praktik mengajar yaitu biarkan guru waktu untuk mengembangkan pengajaran strategi, dukung upaya para guru untuk menemukan yang terbaik strategi pengajaran, serta dukung profesional yang tertanam di sekolah pengembangan dan pembelajaran professional masyarakat. BAB III PENUTUP Kesimpulan Pembelajaran IPA SMP dengan kurikulum KTSP di salah satu sekolah kota Yogyakarta masih cenderung membelajarkan kemampuan kognitif saja (sebatas pengetahuan dan pemahaman), kurang menyentuh keterampilan proses, sikap, etika, aplikasi dalam pemecahan masalah di lingkungan/masyarakat, atau dalam kata lain kurang menyentuh hakikat sains/IPA. Tujuan pembelajaran Singapura lebih spesifik dan jelas. Pelaksanaan pembelajaran di Singapura disusun dengan langkah atau proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran pada umumnya dan hakikat ipa. Materi pembelajaran dirancang sesuai tema yang berhubungan dengan pengalaman sehari-hari mereka dan pada fenomena alam yang umum serta mengembangkan peserta didik secara holistik. Strategi pembelajaran berpusat pada semangat ilmiah penyelidikan dan didasarkan pada tiga domain penting untuk praktik sains yaitu pengetahuan, pemahaman dan penerapan; keterampilan dan proses; dan etika dan sikap. Saran/Rekomendasi Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum Nasional Membelajarkan IPA dengan mengintegrasikan dengan potensi lingkungan dan pontesi lokal daerahnya sesuai hakikat IPA. Penggunaan media pembelajaran dengan memperhatikan kerucut pengalaman Edgar Dale. Memberi pelatihan bagi guru dalam mengintegrasikan potensi local dengan pembelajaran IPA sesuai hakikat IPA. Melibatkan guru dalam penyusunan program pendidikan. Memberi kesempatan guru pengembangan profesional mengubah strategi pengajaran dan belajar dengan cara yang mendalam dan bermakna. Guru diposisikan sebagai mampu, kreatif, profesional cerdas yang menghasilkan pengetahuan kritis untuk kemajuan pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Allyn and Bacon. (1974). Curriculum Planning A New Approach. Needham Heights:Massachusetts. Angela Calabrese. 2016. Transforming Science Education in Cultural-Historical Context and the Role of Teacher Professional Development. Journal Education Michigan State University BSCS. (2000). Making sense of integrated science (a guide for high schools). Colorado: Corolado springs. BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP Depdiknas. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama I Wayan Suastra, Ketut Tika, & Nengah Kariasa. (2011). Efektivitas Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 3, 258-273. Kemdikbud. 2012. Kurikulum 2013. Jurnal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Lederman, N.G., Lederman, J.S., & Antink, A. 2013. Nature of Science and Scientifi Inquiry as Contexts for the Learning of Science and Achievement of Scientific Literacy. International Journal of Education in Mathematics, Science, Technology. 1(3). 138-147. Lim Kam Ming. (2014, October). Teacher Education & Teaching Profession in Singapore. Paper presented at the International Conference on the Teaching Profession in ASEAN, Bangkok, Thailand. McBride, J. W., Bhatti, M.I., A Hannan, M.A., et al. (2004). Using an inquiry approach to teach science to secondary school science teachers Journals of Physics Education, 39, 434-439. Mohammad Kosim. 2010. Belajar dari Negara Tetangga: Catatan Wisata Ilmiah ke Singapura. Jurnal Karsa. Vol. XVIII No.2 Ministry of Education Singapore. 2010. Building a national system for the 21st century: The Singapore experience. from http://www.edu.gov.on.ca/bb4e/ Singapore_CaseStudy2010.pdf ______. 2012. Science Syllabus Lower Secondary. Curriculum Planning and Development Division. ______. 2013. Every secondary school to develop two distinctive programmes for a holistic student-centric education 2013. from http://www.moe.gov.sg/media/press/2013/09/every-secondary-school-to developtwo- ______. 2013. Our education system. from http://www.moe.edu.sg/education/ OECD. 2016.Programme For International Student Assesment (PISA) Result From PISA 2015. Results in Focus. OECD Publishing. OECD. 2016. Teaching Strategies For Instructional Quality. Insights From The Talis-PISA Link Data Shepard, L.A. (2000). The role of assessment in a learning culture. Educational Researcher, 29(7), pp. 4-14 Suratsih. (2010). Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi Berbasis Potensi Lokal dalam Kerangka Implementasi KTSP SMA di Yogyakarta. Laporan Penelitian Hasil Penelitian Unggulan UNY (Multitahun ) Tahun Anggaran 2010, UNY, FMIPA, Yogyakarta Sumiyati. 2010. Implementasi KTSP dalam Pembelajaran IPA SMP. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Sariono. 2013. Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi Emas. E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya