“Analisis Biaya, Volume, Laba”
Materi ini dikirim untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Manajemen
Dosen Pengampu
Alfiana.,SE.,M.Si
Disusun Oleh :
Kelompok 6
-
Junita Retnosari
(171611019150650)
-
Fery Hardy
(171611019151006)
-
Jimmy Ardianto
(171611019151241)
-
Tatok Eko
(171611019151232)
-
Febri Nadia
(171611019150872)
Program Studi Manajemen Reg. B
Fakultas Ekonomi
Universitas Widyagama Malang
2019
ANALISA BIAYA - VOLUME - LABA
Analisa biaya-volume-laba (cost volume profit analysis) menyajikan informasi
kepada manajemen tentang dampak perubahan biaya, pendapatan, volume dan bauran
produk terhadap laba. Analisis CVP berfokus pada hubungan biaya-volume-laba dan
dampak dari pola perilaku biaya
terhadap pengambilan keputusan. Pemahaman
terhadap pola perilaku biaya perusahaan akan mempermudah pengambilan keputusan
manajemen dalam
hal
penetapan harga
produk, penerimaaan/penolakan pesanan,
analisis penghematan biaya, dan promosi atas lini produk yang lebih menguntungkan.
Titik Impas (BEP) dalam Unit
Salah satu bentuk analisis CVP yang populer adalah perhitungan titik impas
perusahaan.
Titik
impas
(Break
Even
Point
/BEP)
adalah
suatu
titik
yang
menunjukkan volume pendapatan yang tidak menimbulkan laba atau rugi. Pada saat
BEP, pendapatan total sama dengan biaya total sehingga besarnya laba sama dengan
nol. Analisis impas membuat perusahaan menelaah pola perilaku biaya tetap dan
biaya variabel.
1. Penggunaan Laba Operasi dalam Analisis Biaya-Volume-Laba
Untuk bisa menentukan jumlah produk yang harus dijual untuk mencapai titik
impas, maka kita bisa berfokus pada laba operasi, yaitu laba yang berasal dari
operasi normal perusahaan. Yang harus kita lakukan adalah: (1) menentukan
pengertian unit dan (2) memisahkan biaya antara komponen biaya tetap dan biaya
variabelnya.
Laba operasional = pendapatan penjualan - biaya variabel - biaya tetap
Laba operasional = (harga x unit terjual) - (biaya variabel x unit terjual) -biaya tetap total
Dengan
menetapkan
nilai
nol
pada
laba
operasional, memasukkan biaya
variabel dan biaya total tetap, serta menyelesaikan persamaan di atas, maka kita
akan dapat menemukan jumlah unit yang harus terjual pada BEP.
Contoh:
Penjualan (1.000 x Rp 3.000)
3.000.000
Biaya variabel (1.000 x Rp1800)
(1.800.000)
Marjin kontribusi
1.200.000
Biaya tetap
720.000
Laba operasi
480.000
Jika X adalah unit yang dijual pada titik impas, maka persamaan laba operasinya
adalah,
0 =
1.200X =
X =
3.000X - 1.800 X - 660.000
720.000
600
Jadi titik impas tercapai pada penjualan sebanyak 600 unit produk. Hal ini juga
dapat dibuktikan dari perhitungan berikut ini:
Penjualan (600 x Rp 3.000)
Biaya variabel (600 x Rp1.800)
1.800.000
(1.080.000)
Marjin kontribusi
720.000
Biaya tetap
720.000
Laba operasi
0
2. Cara Pintas Menghitung BEP
Mengingat bahwa persamaan CVP diturunkan dari laporan rugi laba berbasis
variabel costing, maka kita dapat menghitung jumlah unit dalam BEP secara lebih
cepat
dengan berfokus pada
marjin kontribusi
(contribution margin). Marjin
kontribusi diperoleh dari pendapatan penjualan dikurangi biaya variabel total.
Marjin kontribusi merupakan hasil penjualan yang tersedia untuk menutup biaya
tetap dan menghasilkan laba, yang dapat dinyatakan dalam total, dalam jumlah per
unit, atau sebagai persentase. Pada kondisi BEP, marjin kontribusi sama dengan
biaya tetap.
Jumlah unit (BEP) = biaya tetap/marjin kontribusi per unit
Dengan menggunakan contoh diatas, maka;
Jumlah unit pada titik impas = Rp720.000/(Rp3.000 - Rp1.800) = 600
3. Penjualan Dalam Unit Untuk Mencapai Target Laba
Analisis CVP juga dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak unit
yang harus dijual untuk memperoleh target laba tertentu. Target laba dapat
ditentukan
dalam
nominal
tertentu
atau
sebagai
persentase
dari
penjualan.
Pendekatan laba maupun pendekatan marjin kontribusi bisa digunakan untuk
menghitung target laba tersebut. Dengan asumsi bahwa biaya tetap tidak berubah,
dampak perubahan jumlah unit terjual terhadap laba dapat dihitung dengan
mengalikan marjin kontribusi per unit dengan perubahan jumlah unit terjual.
Jika
semisal
target
laba
yang
ditentukan
Rp
750.000,
maka
dengan
menggunakan persamaan dasar titik impas kita hanya perlu menambahkan target
laba sebesar Rp 750.000 pada biaya tetap sehingga didapatkan
Jumlah unit = (Rp720.000 + Rp750.000)/Rp1.200 = 1.230 unit
Titik Impas (BEP) dalam Nominal Penjualan
Untuk menghitung BEP dalam nominal, biaya variabel dianggap sebagai
persentase penjualan. Namun, penjualan pada BEP juga dapat dihitung secara singkat
dengan rumus:
Penjualan pada BEP = biaya tetap x (harga/marjin kontribusi)
Penjualan pada BEP = biaya tetap/rasio marjin kontribusi
Dengan asumsi bahwa biaya tetap tidak berubah, rasio marjin kontribusi dapat
digunakan untuk menentukan dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap laba,
yaitu dengan mengalikan rasio marjin kontribusi dengan perubahan penjualan. Rasio
marjin kontribusi merupakan bagian penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya
tetap dan menghasilkan bagian laba.
Contoh
di
atas
menunjukkan
rasio
marjin
kontribusi 40%, artinya dalam setiap Rp1 penjualan tersedia Rp0,40 yang dapat
digunakan untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Titik impas akan
dicapai pada penjualan Rp1.800.000,00.
Titik impas = Rp720.000/0,40 = Rp1.800.000
Dalam
menggambarkan
pengaruh
biaya
tetap
terhadap
laba,
ada
kemungkinan yang muncul:
1. Biaya tetap = marjin kontribusi, artinya laba nol (perusahaan pada titik impas).
2. Biaya tetap > marjin kontribusi, artinya perusahaan memperoleh laba.
3. Biaya tetap < marjin kontribusi artinya perusahaan mengalami kerugian.
tiga
Penyajian Secara Grafis Hubungan CVP
Hubungan CVP dapat juga dianalisis dengan grafik dua sumbu. Sumbu
horisontal
menunjukkan
unit
yang
terjual
dan
sumbu
vertikal
menunjukkan
pendapatan penjualan. Garis total pendapatan dimulai pada titik nol dan meningkat
dengan kemiringan yang sama dengan harga jual per unit. Garis total biaya memotong
sumbu vertikal pada sebuah titik yang sama dengan total biaya tetap dan meningkat
dengan kemiringan yang sama dengan biaya variabel per unit. Jika total pendapatan
berada di bawah garis total biaya, maka akan muncul daerah rugi. Sebaliknya, daerah
laba akan muncul jika garis total pendapatan berada di atas garis total biaya. Titik
impas berada titik perpotongan antara garis penjualan total dan garis biaya total. Titik
impas pada gambar di bawah ini terletak pada penjualan 600 unit produk dan tingkat
pendapatan penjualan Rp1.800.000,00.
Analisis CVP mudah digunakan dan murah biayanya, namun mengandung
kelemahan karena menggunakan beberapa asumsi berikut:
Analisis mengasumsikan bahwa fungsi pendapatan dan fungsi biaya berbentuk
linier.
Analisis mengasumsikan bahwa harga, total biaya tetap, dan biaya variabel per
unit dapat diidentifikasikan secara akurat dan tetap kostan sepanjang rentang
yang relevan.
Analisis mengasumsikan bahwa apa yang diproduksi dapat dijual.
Untuk analisis multi produk, diasumsikan bahwa bauran penjualan diketahui.
Diasumsikan bahwa harga jual dan biaya diketahui dengan pasti.
Analisis Multi Produk
Analisis multi produk memerlukan adanya asumsi terkait dengan bauran
penjualan
(sales
mix),
yaitu
kombinasi
berbagai
produk
yang
dihasilkan/dijual
perusahaan. Dengan menentukan suatu bauran penjualan tertentu, analisis multi
produk dapat diubah ke dalam analisis produk tunggal. Namun untuk analisis CVP
kita
harus
menyelesaikan
menggunakan
masalah
bauran
multiproduk
penjualan
dengan
dalam
unit.
mengkonversinya
Perusahaan
menjadi
dapat
produk
tunggal, yaitu menetapkan produk-produk tersebut sebagai suatu paket, misal suatu
paket terdiri dari 3 produk A dan 2 produk B.
Berdasar titik impas sebesar 82 paket ini, maka titik impas akan terjadi pada penjualan
produk A sebanyak 246 paket (3 x 82) dan produk B sebanyak 164 paket (2 x 82).
Analisis Sensitivitas
Semua pembahasan di atas menganggap bahwa semua variabel (harga, biaya
tetap, biaya variabel) bersifat konstan. Dalam perencanaan, perlu diperhitungkan
kemungkinan berubahnya salah satu variabel yang akan mempengaruhi besar kecilnya
target laba. Analisis sensitivitas merupakan sebuah teknik "bagaimana jika" untuk
mengetahui
dampak
dari
perubahan
asumsi-asumsi
yang
mendasari
variabel
independen terhadap variabel dependennya. Analisis ini cukup mudah dilakukan,
yaitu dengan memasukkan data mengenai harga, biaya varieabel, biaya tetap, dan
bauran penjualan serta dengan menggunakan rumus untuk menghitung titik impas dan
target laba yang diharapkan. Data kemudian dapat diubah-ubah untuk mengetahui
dampak perubahan terhadap laba yang ditargetkan. Penggunaan spreadsheet computer
akan mempermudah perhitungan yang harus dilakukan.
Beberapa perubahan variabel yang biasa dibahas antara lain:
Perubahan harga jual. Menaikkan harga memungkinkan turunnya permintaan
produk tetapi juga menurunkan titik impas produk. Menurunkan harga biasanya
diharapkan dapat menaikkan volume penjualan namun juga menaikkan titik impas
produk.
Perubahan biaya variable. Penurunan biaya variable per unit akan menurunkan
titik impas. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan
bahan baku maupun tenaga kerja langsung.
Perubahan biaya tetap. Manajemen dapat mempertimbangkan kenaikan biaya
tetap dengan mengharapkan kenaikan volume penjualan, misalnya melalui
kenaikan biaya iklan, kenaikan biaya pelatihan pramuniaga dan salesman, dll.
Kenaikan biaya tetap akan mengubah titik impas dan volume penjualan untuk
mencapai target laba tertentu.
Perubahan lebih dari satu variabel secara serentak. Dalam dunia nyata,
seringkali
beberapa
variabel
berubah
dalam
waktu
bersamaan,
misalnya
menurunkan harga sekaligus meningkatkan biaya iklan atau menaikkan harga jual
sekaligus meningkatkan biaya variabel untuk kualitas yang lebih baik.
Manajemen dapat memilih strategi yang dianggap paling tepat, sesuai dengan
kondisi
persaingan,
prediksi
tentang
pnerimaan/penolakan
konsumen
terhadap
penurunan/kenaikan harga jual, kenaikan/penurunan biaya tetap dan biaya variable
yang dimungkinkan serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Dua konsep yang
dapat digunakan oleh manajemen dalam mengukur risiko yang dihadapinya adalah
marjin pengaman (margin of safety) dan pengungkit operasi (operating leverage).
Marjin Pengaman (Margin of Safety)
Marjin pengaman adalah unit yang dijual atau diharapkan akan terjual di atas titik
impas/pendapatan yang dihasilkan atau diharapkan akan dihasilkan di atas titik impas.
Misalnya: volume impas adalah 300 unit dan penjualan saat ini 500 unit, maka marjin
pengamannya 200 unit. Demikian pula jika titik impasnya Rp450.000 dan pendapatan saat ini
Rp750.000, maka marjin pengamannya Rp300.000. Marjin pengaman juga dapat dinyatakan
dalam persentase, misalnya dari contoh diatas 40% (200/500).
Marjin pengaman adalah ukuran kasar risiko. Semakin besar marjin pengaman
maka semakin kecil pula risiko kerugian jika terjadi penurunan penjualan dari yang
diharapkan.
Pengungkit Operasi (Operating Leverage)
Operating leverage adalah ukuran besarnya penggunaan biaya tetap dalam suatu
perusahaan. Semakin tinggi biaya tetap, maka semakin tinggi operating leverage dan semakin
besar pula sensitivitas laba bersih terhadap perubahan penjualan. Perusahaan yang memiliki
operating leverage tinggi akan mengalami peningkatan persentase yang besar dalam labanya
jika terjadi sedikit saja peningkatan dalam penjualan namun juga mengalami penurunan
persentase laba yang besar jika terjadi penurunan penjualan. Sebaliknya, perusahan yang
memiliki operating leverage rendah, akan mengalami peningkatan/penurunan persentase yang
rendah dalam labanya jika terjadi peningkatan/penurunan penjualan.
Besar kecilnya operating leverage (degree of operating leverage - DOL) untuk
tingkat penjualan tertentu diukur dengan menggunakan rasio marjin kontribusi terhadap laba.
DOL = Marjin Kontribusi/Laba Operasi
Analisis CVP dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas
Analisis CVP dapat digunakan dalam perhitungan biaya berdasarkan aktivitas
namun analisisnya harus dimodifikasi. Analisis sensitivitas digunakan disini. Biaya tetap
dipisahkan dari berbagai jenis biaya yang berubah-ubah dengan penggerak biaya tertentu.
Cara yang termudah adalah mengelompokkan biaya variable sebagai biaya tingkat unit,
tingkat batch dan tingkat produk. Kemudian, dampak keputusan terhadap batch dan produk
dapat diuji dalam kerangka kerja CVP.