Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Persediaan (makalah)

2020, Nova Linda

Tugas Kuliah

AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH 1 MAKALAH ”Persediaan” Dosen Pengampuh: Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si. Widya Sari Wendry, S.E., M.Si Disusun Oleh: Nama: Nova Linda Nim : C1C019096 UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PRODI AKUNTANSI TAHUN 2020 BAB I PENDAHULUAN 1.1  Latar Belakang Perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur selalu memiliki persediaan di toko maupun di gudang perusahaan. Persediaan tersebut dapat berupa persediaan bahan baku, barang dalam proses, atau barang jadi. Persediaan harus dimiliki karenamerupakan produk perusahaan yang harus dijual sebagai sumber pendapatan. Persediaan merupakan salah satu asset perusahaan yang sangat penting karena berpengaruh langsung terhadap kemampuan perusahaan untuk memperoleh pendapatan. Karena itu, persediaan harus dikelola dngan baik dan dicatat dengan baik dan dicatat dengan baik agar perusahaan dapat menjual produknya serta memperoleh pendapatan sehingga tujuan perusahaan tercapai. 1.2  Rumusan Masalah a.       Apa yang dimaksud dengan persediaan ? b.      Apa saja jenis-jenis persediaan ? c.       Apa Saja fungsi-fungsi persediaan ? d.      Apa-apa saja hal-hal yang perlu dipertimbangkan ? e.       Bagaimana metode Pencatatan ? f.       Bagimana cara menggunakan Metode Fisik ? g.      Bagaimana cara menggunakan Metode Prepetual ? h.      Bagaimana cara menggunakan Metode Taksiran ? 1.3  Tujuan a.       Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan persediaan b.      Untuk mengetahui Apa saja jenis-jenis persediaan c.       Untuk mengetahui Apa Saja fungsi-fungsi persediaan d.      Untuk mengetahui Apa-apa saja hal-hal yang perlu dipertimbangkan e.       Untuk mengetahui Bagaimana metode Pencatatan f.       Untuk mengetahui Bagimana cara menggunakan Metode Fisik g.      Untuk mengetahui Bagaimana cara menggunakan Metode Prepetual h.      Untuk mengetahui Bagaimana cara menggunakan Metode Taksiran BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pesediaan Pengertian Persediaan menurut PSAK no.14 : ·         Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal ·         Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan ·         Dalam bentik bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalamproses produksi atau pemberian jasa. Persediaan adalah sejumlah barang jadi, bahan baku, dan barang dalam proses yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dijual atau diproses lebih lanjut. Perusahaan dagang yang aktivasinya adalah membeli dan menjual barang jadi, memiliki persediaan dalam bentuk barang jadi atau barang dagang. Sedangkan perusahaan manufaktur yang harus memroses bahan baku hingga menjadi barang jadi, memiliki tiga jenis persediaan, yaitu persediaan bahan baku,persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Barang dagang yang berada digudang perusahaan tetapi bukan milik perusahaan dapat dikelompokkan sebagai persediaan. 2.2  Jenis – jenis Persediaan Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1998): a.       Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock) Merupakan persediaan dari barang-barang yang dibutuhkan untuk proses produksi. Barang ini bisa diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari supplier yang menghasilkan barang tersebut. b.       Persediaan Bagian Produk (Purchased Parts) Merupakan persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang secara langsung diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi. c.       Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock) Merupakan persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu kelancaran produksi, tetapi tidak merupakan bagian dari barang jadi. d.      Persediaan Barang Setengah Jadi (Work in Process) Merupakan barang-barang yang belum berupa barang jadi, akan tetapi masih diproses lebih lanjut sehingga menjadi barang jadi. e.        Persediaan Barang Jadi (Finished Good) Merupakan barang-barang yang selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk disalurkan kepada distributor, pengecer, atau langsung dijual ke pelanggan. 2.3 Fungsi – fungsi Persediaan Efesiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan. Pertama, harus diingat bahwa persediaan adalah sekumpulan produk fisikal pada berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses, dan kemudian barang jadi. Fungsi – fungsi dari persediaan antara lain: a.      Fungsi “ Decoupling “ Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi – operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan. Persediaan “ decouples” ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi langganan tanpa terganggu supplier. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen – departemen dan proses – proses individual perusahaan terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para langganan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock. b.       Fungsi “Economic Lot Sizing” Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya – sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya per unit. Persediaan “Lot Size” ini perlu mempertimbangkan penghematan dalam hal pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya – biaya yang timbul karena besarnya persediaan ( biaya sewa gedung, investasi, resiko dan sebagainya ). c.       Fungsi Antisipasi Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data – data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman. Disamping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang selama periode permintaan kembali, sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman. Pada kenyataannya, persediaan pengaman merupakan pelengkap fungsi “ decoupling “ yang telah diuraikan diatas. Persediaan antisipasi ini penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu. 2.4 Hal – Hal Yang Perlu Dipertimbangkan a.       Struktur biaya persediaan. ·         Biaya per unit (item cost) ·         Biaya penyiapan pemesanan (ordering cost) -         Biaya pembuatan perintah pembelian (purchasing order) -         Biaya pengiriman pemesanan -         Biaya transportasi -         Biaya penerimaan (Receiving cost) -         Jika diproduksi sendiri maka akan ada biaya penyiapan (set up cost): surat menyurat dan biaya untuk menyiapkan perlengkapan dan peralatan. ·         Biaya pengelolaan persediaan (Carrying cost) -         Biaya yang dinyatakan dan dihitung sebesar peluang yang hilang apabila nilai persediaan digunakan untuk investasi (Cost of capital). -         Biaya yang meliputi biaya gudang, asuransi, dan pajak (Cost of storage). Biaya ini berubah sesuai dengan nilai persediaan. ·         Biaya resiko kerusakan dan kehilangan (Cost of obsolescence, deterioration and loss). ·         Biaya akibat kehabisan persediaan (Stockout cost) b.       Penentuan berapa besar dan kapan pemesanan harus dilakukan. 2.5 Metode Pencatatan Persediaan perusahaan dicatat dan diakui sebesar harga belinya, bukan harga jualnya. Harga beli adalah harga yang tercantum di faktur pembelian. Jika dalam transaksi pembelian terdapat pengeluaran tambahan seperi ongkos angkut pembelian, maka akan dicatat di akun yang terpisah, yaitu akun ongkos angkut pembelian. Jika dalam transaksi pembelian tersebut perusahaan memperoleh potongan pembelian, maka harus dicatat di akun yang terpisah, yaitu akun potongan pembelian. Walaupun akun-akun tersebut pada akhirnya akan di jumlahkan ketika menghitung beban pokok penjualan, tetapi pada dasarnya persediaan barang daganng harus dicatat sebesar harga belinya. 2.6 Metode Fisik Metode fisik atau disebut juga metode periodik adalah metode pengelolaan persediaan, di mana arus keluar masuknya barang tidak dicacat secara terinci sehingga untuk mengetahui nilai persediaan pada suatu saat tertentu harus melakukan perhitungan barang secara fisik (stock opname) di gudang. Penggunaan metode fisik mengharuskan perhitungan barang yang ada (tersisa) pada akhir periode akuntansi ketika menyususn laporan keuangan. -    Persediaan awal barang           xxx -    Pembelian                                xxx -    Persediaan total                       xxx -    Persediaan akhir                      (xx) -    Beban pokok penjualan           xxx Beban pokok penjualan adalah harga beli atau beban produksi dari sejumlah barang yang telah laku terjual pada suatu periode tertentu. Untuk mengetahui beban pokok penjualan pada suatu periode tertentu, harus diketahui volume dan persediaan akhirpada periode tersebut. Dan untuk mengetahui nilai persediaan akhir, harus dilakukan perhitungan fisik (stock opname) digudang. Metode ini lebih cocok dipakai oleh perusahaan yang frekuensinya tinggi dan nilai uang per transaksi yang rendah, seperti dalam perusahaan eceran. Dalam Perhitungan Fisik (Stock Opname) persediaan tersebut, harus ditentukan jumlah persediaan yang dimiliki perusahaan secara pasti. Setelah diketahui volume persediaannya, jumlah barang dikalikan dengan harga beli per unit barang dagang tersebut. Persoalannya, jika harga beli barang berbeda satu dengan lainnya, maka perusahaan memiliki perusahaan untuk menggunakan beberapa harga beli yang berbeda. Untuk menentukan harga beli sebagai dasar penentuan nilai persediaan yang dimiliki perusahaan pada suatu periode, terdapat beberapa metode, yaitu: ·         FIFO (First In First Out) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli atau diproduksi) terlebih dahulu akan dikeluarkan (dijual) pertama kali, sehinggan yang tersisa pada periode adalah barang yang berasal dari pembelian atau produksi terakhir.             Sebagai contoh, PT Niaga Jaya adalah distributor microwave merek “Hotmix” yang belokasi di Jakarta. Selama bulan Januari 2002, data yang dimiliki perusahaan ini berkaitan dengan persediaan microwave adalah sebagai berikut: Tanggal Keterangan Volume Harga/unit Nilai 1 Januari 20012 Persediaan 250 unit 550.000 137.500.000 12 Januari 2012 Pembelian 300 unit 600.000 180.000.000 21 Januari 2012 Pembelian 350 unti 640.000 224.000.000 31 Januari 2012 Pembelian 100 unit 675.000 67.500.000 Total 1.000 unit 609.000.000 Selama bulan Januari 2012, perusahaan ini menjual 700 unit microwave kepada para pelanggannya secara tunai dengan harga jual Rp900.000 per unit, dan perusahaan tidak mencatat keluar masuknya barang tersebut secara terinnci. Pada akhir bulan Januari 2012 bagian akuntansi dan gudang perusahaan melakukan stock opname persediaan. Hasil perhitungan fisik menunjukkan jumlah persediaan pada akhir bulan Januari sebanyak 300 unit persediaan pada akhir microwave. Karena perusahaan menggunakan metode FIFO, maka dari 300 unit persediaan pada akhir bulan Januari itu, harga beli microwave yang digunakan adalah harga terakhir, yaitu sebanyak 100 unit menggunakan harga Rp675.000 per unit dan sebanyak 200 unit menggunakan harga Rp640.000 per unit. Jadi, nilainya adalah: -    100 unit @ Rp 675.000          =          67.500.000 -    200 unit @ Rp 640.000          =          128.000.000 -    Total                                        Rp       195.500.000 Karena hasil stock opname menunjukkan nilai persediaan pada akhir bulan Januari 2012 sebesar 300 unit bernilai Rp195.500.000, maka beban pokok penjualan (BPP)  bulan Januari adalah Rp413.500.000 yang dihitung sebagai berikut: -    Persediaan, awal (1 Januari 2012)       137.500.000 -    Pembelian                                            417.500.000 -    Persediaan total                                   609.000.000 -    Persediaan, akhir (31 Januari 2012)    (195.500.00) -    Beban pokok penjualan                       413.500.000 Nilai beli sebesar Rp471.500.000 adalah nilai beli pada bulan Januari 2012 untuk 3 kali transaksi pembelian, yaitu pada tanggal 12, 21, 31 Januari 2012. ·         LIFO (Last In Firs Out) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli/diproduksi paling akhir akan dikeluarkan/dijual paling awal). Jadi, barang yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang berasal dari pembelian atau diproduksi awal periode.             Dalam kasus PT. Niaga Jaya, jika perusahaan menggunakan metode LIFO, maka akan menghasilkan nilai persediaan akhir yang berbeda dimana hasil perhitungan fisik (stock opnamme) menunjukkan jumlah persediaan pada akhir bulan Januari sebanyak 300 unit microwave. Karena perusahaan menggunakan metode LIFO, maka dari 300 unit persediann pada akhir bulan Januari harga beli microwave yang digunakan adalah harga awal, yaitu sebanyak 250 unit menggunakan harga Rp550.000 per unit dan sebanyak 50 unit menggunakan harga Rp600.000 per unit. Jadi nilainya adalah: -    250 unit @ Rp550.000           =          137.500.000 -    50 unit @ Rp600.000             =          30.000.000 -    Total                                        RP       167.500.000 Karena hasil stock opname menunjukkan nilai persediaan pada akhir bulan Januari 2012 sebanyak 300 unitt bernilai Rp167.500.000, maka beban pokok penjualan (BPP) bulan Januari 2012 adalah Rp441.500.000 yang dihitung sebagai berikut: -    Persediaan, awal (1 Januari 2012)       137.500.000 -    Persedian                                             471.500.000 -    persediaan total                                   609.000.000 -    persediaan, akhir (31 Januari 2012)    (167.500.000) -    beban pokok penjualan                       441.500.000 IFRS tidak mengizinkan penggunaan metode LIFO dalam mencatat persediaan. ·         Rata-Rata Average Dalam metode ini barang yang di keluarkan/dijual maupun barang yang tersisa dinilai berdasarkan harga rata-rata, sehingga barang yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang dimiliki nilai rata-rata. Dalam kasus PT.Niaga Jaya, jika perusahaan menggunakan metode Rata-rata, maka akan menghasilkan nilai persediaan akhir yang berbeda di mana hasil perhitunganfisik (stock opname) menunjukkan jumlah persediaan pada akhir bulan januari sebanyak 300 unit persediaan pada akhir bulan Januari harga beli Microwave yang digunakan adalah harga rata-rata. Selama bulan januari 2012, PT. Niaga Jaya memilika 1.00 unit microwave dengan nilai sebesar Rp. 609.000.000. karena dari 1.000 unit persediaan tersebut memiliki harga beli yang berbeda, maka harga beli rata-rata persediaan adalah Rp. 609.000.000 : 1.000 unit = Rp. 609.000 per unit. Jadi, nilai persediaan perusahaan pada akhir bulan januari 2012 adalah Rp.609.000 x 300 unit = Rp. 182.700.000 Karena hasil stock opnamemenunjukkan nilai persediaan pada akhir bulan januari 2012 sebanyak 300 unit bernilai Rp. 182.700.000, maka beban pokok penjualan (BPP) bulanjanuari 2012 adalah Rp. 426.300.000 yang dihitung sebagai berikut : -    Persediaan, awal ( 1 januari 2012)                  137.500.000 -    Pembelian                                                        471.500.000 -    Persediaan Total                                              609.000.000 -    Persediaan, akhir (31 Januari 2012)                (182.700.000) -    Beban Pokok Penjualan                                  426.300.000 2.7  Metode Prepetual Ini adalah metode pengelolaan persediaan di mana arus masuk dan arus keluar persediaan dicatat secara rinci. Dalam metode ini setiap jenis persediaan di buatkan kartu stock yang mencatat secara rinci keluar masuknya barang di gudang beserta harganya. Metode ini dipilah lagi ke dalam berapa metode, antara lain : ·         FIFO (First In First Out ) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli atau diproduksi) terlebih dahulu akan di keluarkan (dijual) pertma kali,, sehingga yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang berasal dari pembelian atau produksi terakhir. ·         LIFO (Last In First Out) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli/diproduksi paling akhir akan dikeluarkam/ dijual paling awal), sehingga barang yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang berasal dari pembelian atau produksi awal periode. ·         Moving Average Dalam metode ini, barang yang dikeluarkan/dijual maupun barang yang tersisa dinilai berdasarkan hrga rata-rata bergerak. Jadi, barang yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang memiliki nilai rata-rata. Karena metode perpetual mengharuskan perusahaan memiliki kartu stock, maka setiap arus keluar barang dapat diketahui beban pokoknya. Jadi, dalam membuat jurnal transaski penjualan, metode perpetual mengharuskan akuntan mencatat beban pokok penjualannya dari setiap transaksi penjualn yang dilakukukan. Dengan demikian, dari setiap jurnal transaksi penjualan, dapat diketahui laba kotor yang diperoleh perusahaan. Metode ini, jika diterapkan secara murni, lebih cocok digunakan dalam perusahaan yang frekuensi transaksinya tidak terlalu tinggi, tetapi nilai perunit transaksinya tinggi. Metode periodic dan metode perpetual tidak hanya memiliki perbedaan dalam cara menghitung beban pokok penjualan dan cara mengelola persediannya, tetapi juga dalam metode membuat jurnal transaksi yang berkaitan dengan pembelian dan penjualan persediaan seperti terlihat berikut ini : Transaksi Jurnal Periodik Prepetual Pembelian barang dagang Pembelian xxx     Kas             xxx Penjualan Barang dagang Kas    xxx Penjualan  xxx Kas xxx        Penjualan xxx BPP xxx        Perssediaan xxx Kedua metode pencatatan tersebut memiliki cara mencatat yang berbeda, khususnya untuk transaksi pembelian dan penjualan seperti terlihat pada table diatas. Karena kedua transaski tersebut memiliki metode pencatatan yang berbeda, maka dalam penyusunan laporan laba-rugi pun menghasilkan susunan berbeda. 2.8  Metode-Metode Taksiran Terdapat metode taksiran yang juga dapat dipergunakan dalam penentuan harga pokok persediaan. Metode kadang-kadang diperlukan dengan pertimbangan: a.       Perusahaan menghendaki penyusunan laporan keuangan jangka pendek dengan segera. Jika persediaan dicacat dengan menggunakan metode phisik, perhitungan jumlah phisik persediaan akan memakan waktu yang relative lama. Oleh karena iyu, harga pokok persediaan diperkirakan jumlahnya dengan menggunakan metode taksiran. b.      Apabila terjadi suatu peristiwa yang tidak diinginakan seperti bencana alam, kebakaran, banjir dan sebagainya, maka metode taksiran ini dapat dipergunakan untuk menaksir jumlah persediaan yang telah musnah dan yang tersisa. c.       Metode ini juga dapat dipergunakan untuk menaksir jumlah persediaan yang ada sebelum terjadi pembelian dan penjualan. Terdapat dua metode taksiran yang sering digunakan yaitu : ·  Metode Laba Kotor Harga pokok persediaan umumnya ditentukan berdasarkanpresentase laba kotor penjualan yang telah  ditetapkan sebelumnya. Presentase laba kotor biasanya dihitung berdasarkan data laba kotor dari periode-periode yang lalu. Dalam metode ini diperlukan data-data mengenai hasil penjualan, persediaan awal dan pembeliaan bersih (pembelian + biaya angkut pembelian – retur & potongan pembelian, disamping data mengenai presentase laba kotor). Berikut langkah-langkahnya: 1)      Menentukan harga pokok penjualan, yaitu: hasil penjualan dikurangi laba kotor. 2)      Menentukan harga pokok barang yang tersedia dijual yaitu persediaan awal tambah pembeliaan bersih. 3)      Menetukan persediaan akhir, yaitu: harga pokok barang yang tersedia untuk dijual dikurangi harga pokok penjualan. ·  Metode harga Eceran Pada dasarnya metode ini tidak berbeda dengan metode laba kotor dalam menentukan harga pokok persediaan dengan menggunakan taksiran. Jika metode laba kotor menggunakan presentase laba kotor sebagai dasar penentuan persediaan akhir, namun metode ini menggunakan presentase dari harga pokok barang yang tersedia untuk dijual dengan harga jual barang yang tersedia diual. Dengan demikian disamping data mengenai harga pokok persediaaan awal dan harga pokok barang yang dibeli, metode ini memerlukan data mengenai harga jual dari persediaan awal dan barang yang dibeli. Metode ini banyak digunakan dalam perusahaan yang menjual berbagai jenis barang dagangan secara eceran, karena perhitungan fisik persediaan yang jumlah maupun macamnya relative banyak memakan waktu yang relative lama. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Persediaan adalah sejumlah barang jadi, bahan baku, dan barang dalam proses yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dijual atau diproses lebih lanjut. Jenis – jenis Persediaan: a.    Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock) b.    Persediaan Bagian Produk (Purchased Parts) c.    Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock) d.   Persediaan Barang Setengah Jadi (Work in Process) e.    bahan Persediaan Barang Jadi (Finished Good)      Fungsi Persediaan antara lain: a.    Sebagai penyangga proses produksi sehingga proses operasi dapat berjalan terus b.    Menetapkan banyaknya barang yang harus disimpan sebagai sumber daya agar tetap ada c.    Sebagai pengganggu inflasi d.   Menghindari kekurangan/kelebihan        Metode Pencatatan : a.    Metode Fisik b.    Metode Prepetual c.    Metode taksiran 3.2 Saran Setelah disusunnya makalah mengenai Persediaan diharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya dimata kuliah pengantar akuntansi. Begitu juga alangkah baiknya apabila kita mencari sumber referensi lebih banyak dari berbagai sumber sehingga ilmu dan wawasan yang kita dapatkan semakin luas. DAFTAR PUSTAKA Rudianto. 2012. Pengantar Akuntansi (Konsep dan Teknik Penyusunan Laporan keuangan), Adaptasi IFRS. Jakarta: Erlangga Surharyati, Ely dan Sri Dewi Anggadini. 2009. Akuntansi Keuangan, EdisiPertama, Yogyakarta: Graha Ilmu. http://veriyen-paone.blogspot.com/2011/11/persediaan-inventory.html