Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
SUMBER POKOK AJARAN ISLAM MAKALAH DISUSUN OLEH PRANGKI SALIM AL- FATWA NIM.211020017 DOSEN PEMBIMBING Dr.AHMAD JAMIN, S.Ag, M.Ag PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM PASACASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI TAHUN 1442 H/ 2021 M KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya, dan shalawat berserta salam kita limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, sehingga kami dapat menyelasaikan makalah untuk bahan mata kuliah pendidikan agama islam . Dalam makalah ini saya sebagai penulis sekaligus penyusun menyajikan persoalan sumber pokok ajaran islam. Walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, namun saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan untuk masa yang akan datang. Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya penulis maupun para pembaca serta dapat menambah wawasan tentang pendidikan agama islam. Kerinci, 18 Maret 2021 Prangki Salim Al-Fatwa ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1 C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3 A. Al-Qur’an............................................................................................................. 3 B. Hadist ................................................................................................................... 5 C. Ijtihad ................................................................................................................... 6 BAB III Kesimpulan ......................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10 LLL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata-kata “Sumber Hukum Islam” merupakan terjemahan dari lafazh Masâdir al-Ahkâm. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hukum Islam yang ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik. Untuk menjelaskan arti sumber hukum Islam, mereka menggunakan al-adillah alSyariyyah. Penggunaan mashâdir al-Ahkâm oleh ulama pada masa sekarang ini, tentu yang dimaksudkan adalah se-arti dengan istilah al-Adillah alSyar’iyyah.1 Dan yang dimaksud Masâdir al-Ahkâm adalah dalil-dalil hukum syara’ yang diambil (diistimbathkan) daripadanya untuk menemukan hukumAl-Qur‟ dan hadist merupakan pedoman umat Islam dengan berbagai petunjuk agar manusia dapat menjadi khalifah yang baik di muka bumi ini. Untuk memperoleh petunjuk tersebut diperlukan adanya pengkajian terhadap al-Qur‟an dan hadist itu sendiri, sehingga kaum muslimin benar-benar bisa mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari pada isi kandungan al-Qur‟an tersebut yang di dalamnya kompleks membahas permasalahan- permasalahan yang sudah terjadi, sedang terjadi, maupun yang belum terjadi.2 Dalam riwayat tersebut Mu’az ibn Jabal berjanji akan menggunakan Alqur-an dalam memutuskan sebuah sengketa, apabila tidak terdapat ketentuanya dalam Alqur-an ia akan menggunakan hadist dan apabila ia tidak mendapatkan dalam Alqur-an dan hadist maka ia akan berijtihad.3 Dalam rangka ijtihad, Rasulullah Saw, para sahabat-sahabatnya sudah seringkali mempraktekkan dalam kehidupan mereka masing-masing ketika berhadapan dengan permasalahan hukum. Dengan demikian tentunya mereka akan mendapatkan jalan keluar dari permasalahan hukum yang mereka hadapi. Siska Lis Sulistiani, “Perbandingan Sumber Hukum Islam” Tahkim: Jurnal Paradaban dan Hukum Islam, Volume1, Nomor. 1 (2018): 102–16. 2 Afiful Ikhwan, “Manajemen Perencanaan Pendidikan Islam (Kajian Tematik Al-Qur’an Dan Hadist),” Edukasi , Volume 4, Nomor. 1 (2016): 127–55. 3 Dahyul Daipon and Abstract:, “Metode Ijtihad Ormas Islam,” Al-Hurriyah, Volume 10, Nomor. 2 (2009): 39–52. 1 1 B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Al-Quran ? 2. Ap yang dimaksud dengan Hadist ? 3. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui dan Memhami tentang Al-Quran 2. Untuk mengetahui dan Memhami tentang Hadist 3. Untuk mengetahui dan Memhami tentang Ijtihad 2 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Al-Quran Kata Al-Qur’an secara lughawi merupakan bentuk yang muradif dengan kata Al-Qira’ah yaitu masdar dari fi’il madhi ‘qara’a yang artinya bacaan.4 Arti qara 'a lainnya ialah mcngumpulkan atau menghimpun, menghimpun huruf dan kata-kata dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Sedangkan arti qara 'a dalam arti mashdar (infinitif) seperti di atas, disebut dalam firman AIlah SWT surat AI-Qiyamah, ayat 17-18 yang artinya:           Artinya: Sesungguhnya alas tanggungan kami/ah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah se!esai membacanya maka ikutilah bacaannya. Pada beberapa ayat yang lain, AI-Qur'an disebut pula dengan nama yang lain, di antaranya: Al-Furqan; Al-Haqq; Al-Hikmah; Al-huda; Al-Syifa; A/Dzikru 5 Al-Qur’an merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat unversal.6 Petunjuk inilah yang menjadi landasan pokok agama Islam dan berfungsi sebagai pedoman hidup bagi penganutnya sertamenjamin kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak 7. R Abuy Sodikin, “Memahami Sumber Ajaran Islam,” Al-Qalam , Volume. 20, Nomor. 1 (2003): 1–20. 5 Ibid, 6 M. Akmansyah, “Al-Quran Dan Al-Sunnah Sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam,” Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 8, no. 2 (2010): 127–42. 7 Cahaya Khaeroni, “Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronologis, Dan Naratif Tentang Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an),” Jurnal HISTORIA 5, no. 2 (2017): 193–205. 4 3 B. Nama- Nama Al-Qur’an 1. Al-Furqan artinya yang membedakan antara yang benar dan yang salah) 2. Al-Haqq yang artinya kebenaran Ilahi yang mutlak sempurna. 3. Al-Hikmah yang artinya hikmah atau kebijaksanaan. 4. Al-Huda yang berarti petunjuk hidup. 5. As-Syifa yang berarti penyembuhan ruhani. 6. Ad-Dzikru yang berarti pengingat 7. Al-Kitab yang berarti tulisan atau yang ditulis.8 C. Kandungan Al-Quran Bahwa alQur‘an itu pada dasarnya mengandung pesan-pesan sebagai berikut: a. Masalah tauhid, termasuk di dalamnya segala kepercayaan terhadap yang gaib; b. Masalah ibadah yakni pengabdian kepada Tuhan; c. Masalah janji dan ancaman; d. Jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, berupa ketentuanketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar mendapatkan ridla Allah; e. Riwayat atau cerita, yakni sejarah orang-orang terdahulu baik sejarah bangsabangsa, tokoh-tokoh tertentu maupun para nabi dan rasul.9 D. Fungsi Al-Quran 1. Al-Qur‟an sebagai nasehat (mau’izhah) Ada beberapa pendapat terkait arti dari mau‟idzhah diantaranya Ibnu Manzur mengutip dari Ibnu Sayyidih, mau‟izhah adalah peringatan yang tujuannya untuk melunakkan hati manusia disertai ganjaran dan ancaman. Menurut Al-Isfihani mengutip pendapatnya al-Khalil, mau’izhah adalah peringatan agar berbuat baik yang dapat melunakkan hati. Dan Ali bin 8 9 Makhmud Syafe’i., “Al-Qur’an Sebagai Sumber Nilai Islam,” 2017. Muniron dkk, Studi Islam Di Perguruan Tinggi, (Jember: STAIN Jember Press, 2010), h.49. 4 Muhammad al-Jarjani, mau’izhah adalah segala sesuatu yang dapat melunakkan hati yang keras, mengalirkan air mata dan memperbaiki kerusakan. 2. Obat (syifa) Seperti yang telah disinggung pada ayat diatas bahwasanya selain sebagai pemberi nasehat Alquran juga menyebut dirinya sebagai obat (syifa) dan sisi lain menyebut madu lebah sebagai obat. Obat dalam pengertian khusus berarti mengobati suatu penyakit dalam, baik bersifat individual maupun sosial. Contoh “penyakit-penyakit yang bersifat individual seperti strees, kegundahan dan pikiran kacau. Sedangkan penyakit sosial seperti sikap fanatisme, hedonisme, fitnah, kecanduan narkoba, korupsi dan krisis moralitas. 3. Petunjuk (hūdan) Secara bahasa, kata hūdan berasal dari kata hadā-yahdī-hūdan wa hidāyah yang berarti “memberi petunjuk pada jalan yang benar. Secara istilah “hidāyah adalah tanda yang menunjukkan pada hal-hal yang dapat menyampaikan seseorang kepada yang dituju . Jadi, Alquran sebagai petunjuk karena mengajarkan manusia pada jalan yang dapat mengantarkan dirinya pada tujuan hidup yang sesungguhnya yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. E. Definisi Hadist Secara terminologis, kata hadìsth berarti segala sabda, perbuatan, taqrìr dan hal-ihwal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad.10 Dari pengertian ini, ada dua kata kunci yang dapat digunakan untuk membuktikan bahwa hadìth adalah sebuah fakta sejarah: (1) kata “disandarkan”; kata kunci ini merujuk pada sebuah kenyataan bahwa setiap pernyataan yang diklaim sebagai hadith Nabi harus mempunyai sandaran (sanad), yakni dari seorang periwayat (murid) kepada periwayat yang lain (guru); dari periwayat terakhir (sebagai Abdul Haris, “Hadith Nabi Sebagai Sumber Ajaran Islam: Dari Makna Lokal-Temporal Menuju Makna Universal,” Jurnal Hukum Islam, Volum. 12, NoMOR. 1 (2013): 1–16. 10 5 penghimpun hadith = mukharrij al-Hadìth) hingga periwayat pertama (sahabat Nabi).11 Proses penyandaran sebuah berita ini menunjukkan adanya sebuah proses transmisi berita (hadith) yang bersumber dari peristiwa masa lampau oleh seseorang. (2) kata “Nabi Muhammad”; kata kunci ini merujuk pada seorang sosok manusia yang hidup di dunia (Arab) dengan situasi-kondisi sosio-historis yang melingkupinya pada abad ke 7 M. Dengan demikian, hadith tidak lain merupakan sebuah reportase (rekaman) sejarah seseorang yang hidup di daerah dan pada masa tertentu, yakni Muhammad yang hidup pada abad ke7 di Arab. F. Ijtihad Secara etimologi kata ijtihad (‫ )دﺎﮭﺘﺟا‬berasal dari kata al-jahd, al-juhd, (‫ )ﺪﮭﺠﻟا‬dan ath-thaqat, yang artinya kesulitan, kesusahan, dan juga berupa suatu kesanggupan atau kemampuan (almasyaqat).12 Kata ‘ijtihad’ (ijtihad), dilihat dari perspektif ilmu sharaf atau struktur konjugasi, merupakan isim masdar atau kata benda bentukan dari kata kerja (fi’il) ijta- hada-yajtahidu-ijtihadan.13 Kata dasar ‘ijtihad’ adalah jahada, yang juga melahirkan kata benda jahd dan juhd, yang keduanya berarti ‘kesulitan, kesusahan, kesempitan, kemampuan, keluasan pikiran.14 Menurut Mahmud Syaltout, ijtihad artinya sama dengan arra 'yu, yang rinciannya meliputi: a. Pemikiran arti yang dikandung oleh Al-Qur'an dan Sunnah. b. Mendapat ketentuan hukum sesuatu yang tidak ditunjukan oleh nash dengan sesuatu masalah yang hukumnya ditetapkan oleh nash. c. Pencerahan segenap kesanggupan untuk mendapatkan hukum syara amali tentang masalah yang tidak ditunjukan hukumnya oleh suatu nash secara langsung.15 11 Ibid, Misno, “Redefinisi Ijtihad Dan Taklid,” 2017. 13 Agus Supriyanto and Muhammad Ali, “Ijtihad : Makna Dan Relasinya Dengan Syari ’ Ah , Fiqih , Dan Ushul Fiqih,” Maslahah, Volume 1, Nomor. 1 (2010): 1–20. 14 Ibid, 15 Ahmad Soldikin., op.cit., hal.15 12 6 G. Macam-Macam Ijtihad Ditinjau dari segi pelakunya, ijtihad dibagi menjadi dua, yaitu:ijtihad perorangan dan ijtihad jama'i. Ijtihad perorangan yaitu suatu ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid dalam suatu persoalan hukum. Sedangkan ijtihad jama'i atau ijtihad kelompok ialah ijtihad yang dilakukan oleh sekelompok mujtahidin dalam menganalisa suatu masalah untuk menentukan suatu ketetapan hukum. Dilihat dari Iapangannya, ijtihad dibagi ke dalam tiga macam, yaitu: a.Ijtihad pada masalah-masalah yang ada nashnya, tapi bersifat :dzanni. b. Ijtihad untuk mencapai suatu hukum syara dengan penetapan kaidah kulliyah yang bisa diterapkan tanpa adanya suatu nash. c. Ijtihad bi ar-ra 'yi yaitu ijtihad dengan berpegang pada tanda? tanda dan wasilah yang telah ditetapkan syara untuk menunjuk pada suatu hukum.16 H. Kedudukan Ijtihad a. Hasil ijtihad tidak mutlak/relatif bisa berubah. Bahwa ijtihad tidak · mutlak karena mengingat hasil ijtihad merupakan analisa akal, maka sesuai dengan sifat dari akal manusia sendiri yang relatif, maka hasilnya pun relatif pula. Pada saat sekarang bisa berlaku, dan pada saat yang lain bisa tidak berlaku. b. Hasil ijtihad tidak berlaku umum, dibatasi oleh tempat, ruang dan waktu. Dalam ketentuan ini generaJisasi terhadap suatu masalah tidak bisa dilakukan. Umat Islam bertebaran di seluruh dunia dalam berbagai situasi dan kondisi alamiah yang berbeda. Lingkungan sosial budayanya pun sangat beraneka ragam. Ijtihad di suatu daerah tertentu belum tentu berlaku pada daerah yang lain. c. Proses ijtihad harus mempertimbangkan motivasi, akibat dan kemaslahatan umum (umat). 16 Ibid, 7 d. Hasil ijtihad tidak boleh berlaku pada persoalan ibadah mahdhlah, sebab masalah tersebut telah ada ketetapannya dalam AI-Qur'an dan Sunnah, dengan demikian kaidah yang penting dalam melakukan ijtihad adalah bahwa ijtihad tersebut tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.17 I. Metode Ijtihad a. Qiyas. Qiyas artinya reasoning by analogy. Makna aslinya adalah mengukur atau membandingkan atau menimbang dengan membandingkan sesuatu. Contoh: Pada masa Nabi belum ada persoalan Padi. Dengan demikian diperlukan ijtihad dengan jalan qiyas dalam menentukan zakat. b. Ijma atau konsensus. Kata ijma berasaJ dari kata jam 'un artinya menghimpun atau mengumpulkan. Ijma mempunyai dua makna, yaitu menyusun dan mengatur suatu hal yang tidak teratur. Oleh sebab itu, ia berarti menetapkan dan memutuskan suatu perkara, dan berarti pula sepakat atau bersatu dalam pendapat. Persetujuan pendapat berdasarkan hasil ijma ini contohnya bagaimana masalah Keluarga Berencana. c. Istihsan. Istihsan artinya preference. Makna aslinya ialah menganggap baik suatu barang atau menyukai barang itu. Menurut terminologi para ahli hukum, berarti menjelaskan keputusan pribadi, yang tak didasarkan atas qiyas, melainkan didasarkan atas kepentingan umum atau kepentingan keadilan. Sebagai contoh adalah peristiwa Umar bin Khattab yang tidak melaksanakan hukum potong tangan kepada seorang pencuri pada masa paceklik. d. Mashlahat Al-Mursalat. Artinya, keputusan yang berdasarkan guna dan manfaat sesuai dengan tujuan hukum syara. Kepentingan umum yang rnenjadi dasar pertimbangan maslahat Al-Mursalat ialah menolak mafsadat atau mengambil suatu rnanfaat dari suatu peristiwa. Contoh 17 Sodikin, op.cit., h.17. 8 rnetode ini ini adalah tentang kharnar dan judi. Dalam ketentuan nash bahwa khamar dan judi itu terdapat manfaat bagi rnanusia, tetapi bahayanya Iebih besar daripada manfaatnya. Dari Dari sebuah nash dapat dilihat bahwa suatu masalah yang mengandung maslahat dan rnafsadat, didahulukan menolak mafsadat. Untuk ini terdapat kaidah, "Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatannya, dan apabila berlawanan antara mafsadat dan maslahat dahulukanlah menolak mafsadaf.18 18 Ibid” 9 BAB III KESIMPULAN Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw memlui Malaikat Jibril as sebagai petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat unversal. 2. Hadist Hadist adalah sebuah reportase (rekaman) sejarah seseorang yang hidup di daerah dan pada masa tertentu, yakni Muhammad yang hidup pada abad ke-7 di Arab. 3. Ijtihad Ijtihad adalah Pencerahan segenap kesanggupan untuk mendapatkan hukum syara amali tentang masalah yang tidak ditunjukan hukumnya oleh suatu nash secara langsung. 10 DAFTAR PUSTAKA Akmansyah, M. “Al-Qur'an Dan Al-Sunnah Sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam.” Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 8, no. 2 (2010): 127–42. Cahaya Khaeroni. “Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronologis, Dan Naratif Tentang Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an).” Jurnal HISTORIA 5, no. 2 (2017): 193–205. Daipon, Dahyul, and Abstract: “Metode Ijtihad Ormas Islam.” Al-Hurriyah 10, no. 2 (2009): 39– 52. Haris, Abdul. “Hadith Nabi Sebagai Sumber Ajaran Islam: Dari Makna Lokal-Temporal Menuju Makna Universal.” Jurnal Hukum Islam 12, no. 1 (2013): 1–16. Ikhwan, Afiful. “Manajemen Perencanaan Pendidikan Islam (Kajian Tematik Al-Qur’an Dan Hadist).” Edukasi 4, no. 1 (2016): 127–55. Makhmud Syafe’i. “Al-Qur’an Sebagai Sumber Nilai Islam,” 2017. Misno. “Redefinisi Ijtihad Dan Taklid,” 2017. Muniron, dkk.. 2010. Studi Islam Di Perguruan Tinggi. Jember : STAIN Press. Sodikin, R Abuy. “Memahami Sumber Ajaran Islam.” Al-Qalam 20, no. 1 (2003): 1–20. Sulistiani, Siska Lis. “Perbandingan Sumber Hukum Islam.” TAHKIM, Jurnal Peradaban Dan Hukum Islam 1, no. 1 (2018): 102–16. Supriyanto, Agus, and Muhammad Ali. “Ijtihad : Makna Dan Relasinya Dengan Syari ’ Ah , Fiqih , Dan Ushul Fiqih.” Maslahah 1, no. 1 (2010): 1–20. 11