MIKOTOKSIN
Pendahuluan
•
•
•
Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk merujuk
pada toksin yang dihasilkan oleh jamur.
Mikotoksin didefinisikan sebagai racun atau toksin hasil
dari proses metabolisme sekunder jamur yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologis abnormal atau
patologis pada manusia
Mikotoksikosis adalah peristiwa keracunan yang
disebabkan oleh bahan pangan yang telah tercemar
mikotoksin.
JENIS-JENIS MIKOTOKSIN
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
AFLATOKSIN
CITRININ
FUMONISIN
DEOKSINIVALENOL
PATULIN
OCHRATOXIN
TRICHOTHECENES
ERGOT ALKALOID
ZEARALENONE
GRISEOFULVIN
RUBRATOXIN
BUTENOLIDE
LUTEOSKYRIN
RUGULOSIN
CITREOVIRIDIN
AFLATOKSIN
•
•
•
•
•
Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus Flavus Toxin.
Aspergillus Flavus sebagai penghasil utama aflatoksin
umumnya hanya memproduksi aflatoksin B1 dan
B2 (AFB1 dan AFB2)
Sedangkan Aspergillus Parasiticus memproduksi AFB1,
AFB2, AFG1, dan AFG2.
AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini
bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik.
Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang
dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
•
•
•
Toksisitas alfatoksin dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya lingkungan, rute pemaparan, dosis, lama
pemaparan, umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan dan
status target.
Jenis mikotoksik ini sering terdapat dalam jagung dan hasil
olahannya, biji kacang, susu, kacang seperti kacang brasil,
kacang pistachio dan walnut. Selain itu juga terdapat pada
pasta dan mie instan.
Batas cemaran aflatoksin dalam makanan adalah sebesar
20 ppb dan dalam susu sebesar 0,5 ppb
•
•
Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering
ditemukan pada produk-produk pertanian dan hasil
olahan. Selain itu, residu aflatoksin dan metabolitnya juga
ditemukan pada produk peternak seperti, telur, dan daging
ayam.
Telah dilaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66
orang pria dan 15 orang wanita) menderita kanker hati
karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng,
bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan
AFM1 terdeteksi pada contoh liver dari 58% pasien
tersebut dengan konsentrasi diatas 400 µg/kg.
CITRININ
•
•
•
•
Citrinin pertama kali diisolasi dari Penicillium citrinum.
Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada
jagung, beras, gandum, barley, dan gandum hitam.
Citrinin juga diketahui dapat dihasilkan oleh berbagai
spesies Monascus sp.
Monascus banyak dimanfaatkan untuk diekstraksi
pigmennya (terutama yang berwarna merah) dan dalam
proses pertumbuhannya, pembentukan toksin citrinin
oleh Monascus perlu dicegah.
FUMONISIN
•
•
Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan
oleh jamur Fusarium spp.,
terutama Fusarium Moniliforme dan Fusarium Proliferatum. Selain
itu juga Fusarium nygamai, Fusarium anthophilum, Fusarium
diamini dan Fusarium napiforme.
11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1), FB2,
FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3. Diantara jenis
fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal
juga dengan nama Makrofusin.
FB1 dan FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup
besar, dan FB1 juga ditemukan pada beras yang terinfeksi
oleh Fusarium proliferatum.
•
•
•
Fumonisin ditemukan dalam jagung. Keberadaannya juga
terdapat pada komoditas pangan lain seperti beras dan
sorgum namun konsentrasinya lebih rendah dibanding
pada jagung.
Batasan fumonisin dalam jagung mentah sendiri
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu,
kelembaban, stres terhadap kekeringan dan hujan selama
periode sebelum panen dan periode panen, kondisi
penyimpanan, dan gangguan serangga.
Konsentrasi fumonisin biasanya meningkat pada musim
panas dan kering dan pada periode dimana kelembaban
tinggi.
•
•
•
Pada jagung yang disimpan, jika kelembabannya berkisar
antara 18 % - 23 % biasanya produksi jamur meningkat
sebanding dengan konsentrasi fumonisinnya.
Gangguan serangga meningkatkan produksi fumonisin.
Mikotoksin ini sering terdapat bersamaan dengan
mikotoksin lain seperti aflatoksin, DON dan zearalenon.
Fumonisin cukup stabil dan cukup tahan terhadap panas.
DEOKSINIVALENOL
Deoksinivalenol (DON, vomitoksin) adalah mikotoksin jenis
trikotesena tipe B yang paling polar dan stabil. Jenis mikotoksin
ini diproduksi oleh jamur Fusarium graminearium (Gibberella zeae)
dan Fusarium culmorum.
DON merupakan suatu epoksi-sesquiter-penoid yang
mempunyai 1 gugus hidroksil primer dan 2 gugus hidroksil
sekunder serta gugus karbonil berkonjugasi yang
membedakannya dengan trikotesena tipe lain.
Keberadaan DON kadang-kadang disertai pula oleh mikotoksin
lain yang dihasilkan oleh Fusarium seperti zearalenon, nivalenol
(dan trikotesena lain) dan juga fumonisin.
DON merupakan salah satu penyebab terjadinya
mikotoksikosis pada hewan. Merupakan mikotoksin yang stabil
secara termal, oleh karena itu sangat sulit untuk
menghilangkannya dari komoditi pangan yang rentan
terkontaminasi senyawa ini, seperti pada gandum.
DON banyak terdapat pada tanaman biji-bijian seperti gandum,
barley, oat, gandum hitam, tepung jagung, sorgum, tritikalus dan
beras.
Pembentukan DON pada tanaman pertanian tergantung pada
iklim dan sangat bervariasi antar daerah dengan geografi
tertentu.
PATULIN
Patulin dihasilkan oleh genus Penicillium, Aspergillus, dan spesies yang
paling utama dalam memproduksi senyawa ini adalah Penicillium
expansum.
Merupakan mikotoksin yang dapat mengkontaminasi berbagai jenis
buah (apel,anggur, pir), sayuran, jagung kering, sereal dan makanan
ternak. Produk lain yang mengandung apel seperti selai, pie juga
mengandung patulin dalam konsentrasi rendah.
Toksin ini menyebabkan kontaminasi terutama apel dan produkproduk olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan tertentu
untuk menyingkirkan patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan
Contohnya adalah pencucian apel dengan cairan ozon untuk
mengontrol pencemaran patulin. Selain itu, fermentasi alkohol dari
jus buah diketahui dapat memusnahkan patulin.
OCHRATOXIN
Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai
penyebab keracunan ginjal pada manusia maupun hewan, dan
juga diduga bersifat karsinogenik.
Ochratoxin dihasilkan oleh jamur dari
genus Aspergillus, Fusarium, and Penicillium dan banyak terdapat
di berbagai macam makanan, mulai dari serealia, babi, ayam,
kopi, bir, wine, jus anggur, dan susu.
Secara umum, terdapat tiga macam ochratoxin yang
disebut ochratoxin A, B, dan C, namun yang paling banyak
dipelajari adalah ochratoxin A karena bersifat paling toksik
diantara yang lainnya.
TRICHOTHECENES
Terdapat 37 macam sesquiterpenoid alami yang
termasuk ke dalam golongan trichothecene dan
biasanya dihasilkan oleh Fusarium, Stachybotrys,
Myrothecium dan Cephalosporium. Toksin ini ditemukan
pada berbagai serealia dan biji-bijian.
Toksin ini stabil dan tahan terhadap pemanasan
maupun proses pengolahan makanan dengan
autoclave.
ERGOT ALKALOID
Ergot alkaloid diproduksi oleh berbagai jenis cendawan, namun
yang utama adalah golongan Clavicipitaceae.
Dulunya kontaminasi senyawa ini pada makanan dapat
menyebabkan epidemik keracunan ergot (ergotisme) yang
dapat ditemui dalam dua bentuk, yaitu bentuk gangren
(gangrenous) dan kejang (convulsive).
Pembersihan serealia secara mekanis tidak sepenuhnya
memberikan proteksi terhadap kontaminasi senyawa ini karena
beberapa jenis gandum masih terserang ergot dikarenakan
varietas benih yang digunakan tidak resiten terhadap Claviceps
purpurea, penghasil ergot alkaloid.
ZEARALENONE
Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan oleh
jamur dari genus Fusarium seperti Fusarium graminearum dan
Fusarium culmorum dan banyak mengkontaminasi nasi jagung,
namun juga dapat ditemukan pada serealia dan produk
tumbuhan.
Senyawa toksin ini stabil pada proses penggilingan,
penyimpanan, dan pemasakan makanan karena tahan terhadap
degradasi akibat suhu tinggi.
Salah satu mekanisme toksin ini dalam menyebabkan penyakit
pada manusia adalah berkompetisi untuk mengikat reseptor
estrogen.
Yang Menentukan Toksisitas Mikotoksin
Perbedaan sifat-sifat kimia, biologik dan toksikologik
tiap mikotoksin menyebabkan adanya perbedaan efek
toksik yang ditimbulkannya.
Selain itu, toksisitas ini juga ditentukan oleh: (1) dosis
atau jumlah mikotoksin yang dikonsumsi; (2) rute
pemaparan; (3) lamanya pemaparan; (4) spesies; (5)
umur; (6) jenis kelamin; (7) status fisiologis, kesehatan
dan gizi; dan (8) efek sinergis dari berbagai mikotoksin
yang secara bersamaan terdapat pada bahan pangan
Pencegahan dan Penanganan
Kontrol terhadap timbulnya jamur dapat dilakukan dengan:
• Kontrol kadar air di dalam bahan pangan
• Kontrol lingkungan tempat penyimpanan
• Kontrol agar bahan pangan tetap segar
• Menjaga peralatan agar tetap bersih
• Penggunaan Bahan Penghambat Tumbuhnya jamur (Mold
inhibitor)
Biji-bijian yang telah dikeringkan harus disimpan di tempat yang
kering dimana kadar airnya kurang dari 14 % untuk mencegah
tumbuhnya jamur.
Aliran udara atau ventilasi yang baik pada tempat penyimpanan
biji-bijian.
BATAS MAKSIMUM MIKOTOKSIN