For Evaluation Only.
Copyright (c) by VeryPDF.com Inc
Edited by VeryPDF PDF Editor Version 2.3
TEKNOLOGI PENGAWETAN
BAHAN SEGAR
SANTOSO,SP
LABORATORIUM KIMIA PANGAN
FAPERTA UWIGA MALANG
2006
1
I. PENGAWETAN BUAH SEGAR
A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN
Kerusakan bahan pangan telah dimulai sejak bahan pangan tersebut
Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah (1) pertumbuhan
dan
dipanen.
aktivitas
mikroorganisme; (2) Aktivitas enzim dalam bahan pangan; (3) suhu baik suhu tinggi
maupun suhu rendah; (4) udara khususnya oksigen; (5) kadar air dan kekeringan; (6)
cahaya; dan (7) serangga, parasit serta pengerat. Pengawetan pangan pada dasarnya
adalah tindakan untuk memperkecil atau menghilangakan faktor-faktor perusak tersebut.
Setelah dipanen produk hasil pertanian tetap melakukan fisiologis sehingga dapat
disebut sebagai jaringan yang masih hidup. Adanya aktifitas fisiologis menyebabkan
produk pertanian akan terus mengalami perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya
dapat diperlambat sampai batas tertentu. Tahap akhir dari perubahan pasca panen adalah
kelayuan untuk produk nabati atau pembusukan pada produk hewani.
Susut ”losses” kualitas dan kuantitas produk hasil pertanian terjadi sejak
pemanenan hingga dikonsumsi. Besarnya susut sangat tergantung pada jenis komoditi
dan cara penanganannya selepas panen. Untuk mengurangi susut ini petani/pedagang (1)
harus mengetahui factor biologis dan lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya
kerusakan, (2) menguasai teknik penanganan pasca panen yang dapat menunda kelayuan
atau kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkatan tertentu yang mungkin dicapai.
Untuk mengurangi susut yang terjadi setelah pemanenan, pada prinsipnya dapat
dilakukan dengan cara memanipulasi factor biologis atau factor lingkungan dimana
produk pertanian tersebut disimpan. Perbedaan factor biologis komoditi nabati dengan
komoditi hewani menyebabkan cara penanganan keduanya juga berbeda. Secara umum
factor lingkungan yang berpengaruh terhadap kedua komoditi pertanian adalah sama
yaitu : suhu, kelembaban udara, komposisi udara (CO, CO2, O2), polutan dan cahaya.
Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat dihambat pada bahan nabati seperti
buah-buahan dan sayuran adalah : respirasi, produksi etilen, transpirasi, dan faktor
morfologis/anatomis, faktor lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah senantiasa
2
menghindarkan komoditi terhadap suhu atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan
patologis atau kerusakan fisik.
Respirasi dan Produksi Etilen
Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan
protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup. Berdasarkan pola respirasi dan produksi
etilen selama pendewasaan
dan pematangan
produk nabati dibedakan menjadi
klimakterik dan nonklimakterik.
Komoditi dengan laju respirasi tinggi menunjukkan kecenderungan lebih cepat
rusak. Pengurangan laju respirasi sampai batas minimal pemenuhan kebutuhan energi sel
tanpa menimbulkan fermentasi akan dapat memperpanjang umur ekonomis produk
nabati. Manipulasi faktor ini dapat dilakukan dengan teknik pelapisan (coating),
penyimpanan suhu rendah, atau memodifikasi atmosfir ruang penyimpan.
Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai hormon
yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan kelayuan. Keberadaan etilen akan
mempercepat tercapainya tahap kelayuan (senesence), oleh sebab itu untuk tujuan
pengawetan senyawa ini perlu disingkirkan dari atmosfir ruang penyimpan dengan cara
menyemprotkan enzim penghambat produksi etilen pada produk, atau mengoksidasi
etilen dengan KMnO4 atau ozon.
Transpirasi
Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju transpirasi
dipengaruhi oleh faktor internal (morfologis/anatomis, rasio permukaan terhadap volume,
kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH, pergerakan udara dan
tekanan atmosfir). Transpirasi yang berlebihan menyebabkan produk mengalami
pengurangan berat, daya tarik (karena layu), nilai tekstur dan nilai gizi. Pengendalian laju
transpirasi dilakukan dengan pelapisan, penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfir.
3
Sensitivitas Terhadap Suhu
Ekspose komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan fisiologis
yang bisa berupa : (1) Freezing injuries karena produk disimpan di bawah suhu bekunya;
(2) Chilling injuries umum pada produk tropis yang disimpan di atas suhu beku dan
diantara 5 – 15 oC tergantung sensitivitas komoditi; (3) Heat injuries terjadi karena
ekspose sinar matahari atau panas yang berlebihan. Berdasarkan sensitivitasnya terhadap
suhu dikenal yang bersifat chilling sensitive dan non chilling sensitive.
Suhu Keritis Penyimpanan Beberapa Produk Hortikultura
Komoditi
Suhu Kritis (oF)
Apel
36 – 38
Pencoklatan di bagian dalam, bagian
tengah coklat, lembek dan lepuh
Alpokat
40 – 45
Daging buah coklat kehitaman
Pisang
53 – 56
Warna jelek jika matang, bintik hitam pada
kulit buah
Jeruk besar
50
Mangga
50 – 55
Semangka
40
Lubang cacat, busuk pada permukaan
Pepaya
45
Lubang cacat, gagal matang, cita rasa
menyimpang, busuk
Nenas
45 – 50
Warna hijau jelek matang
Tomat (matang)
45 – 50
Pelunakan, benyek dan busuk
Tomat (hijau tua)
55
Bentuk kerusakan bila disimpan di
bawah suhu kritis
Lepuh, benyek
Kulit seperti tepuh, kehitam-hitaman,
kematangan tidak merata
Warna jelek jika matang dan busuk
altemaria
Kerusakan Patologis dan Kerusakan Fisik
Kerusakan produk nabati dapat terjadi karena aktivitas bakteri atau jamur, dan akibat
serangan mikroorganisme ini timbul kerusakan fisik dan fisiologis. Sebaliknyapun akibat
kerusakan fisik karena penanganan yang tidak benar bisa juga memicu pertumbuhan
mikroorganisme.
4
Perubahan Komposisi Kimiawi
Setelah dipanen komposisi kimiawi komoditi nabati terus berubah tergantung pada
jenis komoditi. Beberapa perubahan memang dikehendaki namun sebagian besar tidak.
Perubahan tersebut antara lain terjadi pada :
a. Pigmen (degradasi klorofil, pembentukan karotenoid – antosianin dsb)
b. Karbohidrat (konversi pati menjadi gula dan sebaliknya, dan konversi pati + gula
menjadi air + CO2, degradasi pektin, dsb)
c. Asam organik (berpengaruh pada flavor).
B. METODE PENGAWETAM BUAH SEGAR
Penelitian-penelitian mengenai penyimpanan buah bertujuan untuk mencapai
umur simpan semaksimal mungkin. Untuk itu biasanya dilakukan kombinasi beberapa
perlakuan.Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat memperlambat pematangan buah dan
sayur adalah memperlambat respirasi dan menangkap gas etilen yang terbentuk.
Beberapa cara yang dapat diterapkan antara lain pendinginan, pembungkusan dengan
polietilen dan penambahan bahan kimia.
1. Pendinginan
Penyimpanan di bawah suhu 15 oCdan di atas titik beku bahan dikenal sebagai
penyimpanan dingin (chilling storage).
Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur yang
optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur optimum dapat
menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Kerusakan pendinginan
dari buah pisang pada temperatur kritis (13 oC) adalah warna kusam, perubahan cita rasa
dan tidak bisa masak. Kondisi optimum pengundangan bagi buah pisang adalah 11 – 20
o
C dan RH 85 – 95 persen. Pada kondisi ini metabolisme oksidatif seperti respirasi
berjalan lebih sempurna. Pendinginan tidak mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila
buah didinginkan secara berlebihan sehingga proses pematangan terhenti.
5
2. Pengemasan dengan polietilen (PE)
Kehilangan air dapat dikurangi dengan jalan memberi pembungkus pada bahan
yang akan didinginkan. Salah satu jenis pembungkus yang cukup baik digunakan adalah
pembungkus dari bahan plastik.
Berdasarkan penelitian Scott dan Robert (1987) penyimpanan pisang yang masih
hijau dalam kantong polietilen dapat memperlambat pematangan pisang selama 6 hari
pada suhu 20 oC.
3. Pelapisan Buah dengan Emulsi Lilin
Bahan dan Alat
Mangga, apel, belimbing, pisang, jambu biji, tomat, cabe merah, buncis, ketimun,
lilin, trietanolamin, asam oleat, KmnO4, CaCl2, batu apung, ember plastik, panci enamel,
keranjang kawat, termometer, pengaduk, stop watch, desikator.
Cara pembuatan emulsi lilin
̇ Lilin dipanaskan sampai cair (suhu 90-95oC)
̇ Masukkan asam oleat sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan sambil diaduk (bila
menggunakan stirrer kecepatan 20-100 ppm)
̇ Tambahkan trietanolamine, terus diatud dan suhu dipertahankan tetap
̇ Tambahkan air (tidak sadah) yang sudah didihkan (90-95oC) dengan pelahan-lahan
sambil terus diaduk
̇ Dinginkan dengan cepat menggunakan air mengalir
Untuk mendapatkan emulsi lilin dengan konsentrasi yang diinginkan dilakukan
pengenceran dengan air (tidak sadah). Untuk pemakaiannya sebaiknya digunakan emulsi
lilin yang masih segar. Buah dan sayur yang sudah ditiriskan masukkan ke dalam
keranjang kawat kemudian celupkan ke dalam emulsi lilin (konsentrasi 6 dan 12%)
sampai semuanya terendam selama 30-60 detik.
Angkat dan tiriskan pada rak penirisan dengan dihembus udara kering agar
pelapisannya merasa pada seluruh permukaan kulit dan tidak lengket. Simpan pada suhu
ruang dan dalam lemari es.
6
4. Penggunaan Kalium Permanganat (KMn04)
Dari hasil penelitian di Malaysia ternyata buah pisang Mas memerlukan zat
penyerap etilen dan perlu disimpan dalam unit pendingin agar tahan tetap hijau sampai 6
minggu. Macam-macam bentuk penyerap etilen telah dicoba, seperti blok campuran
vermiculate dan semen dengan perbandingan 3 : 1 yang dicelupkan dalam larutan KMn04
dapat dipergunakan sebagai bahan penyerap etilen, atau blok-blok campuran lempeng
dan semen yang dicelup larutan KMn04.
Suatu preparasi komersial zat penyerap yang disebut purafil (KMn04 alkalis
dengan silikat) sebagai pendukung (carrier) yang dihasilkan oleh Marbon Chemical
Company, ternyata mampu menyerap keseluruhan etilen yang dikeluarkan oleh buah
pisang yang disimpan dalam kantong polietilen tertutup rapat. Dalam penelitian
pengawetan pisang Ambon yang dilakukan dengan menggunakan KMn04 1.5 persen
dengan penyimpanan selama 14 hari mutu pisang masih tetap baik.
Penggunaan KMn04 dianggap mempunyai potensi yang paling besar karena
KMn04 bersifat tidak menguap sehingga dapat disimpan berdekatan dengan buah tanpa
menimbulkan kerusakan buah.
Metoda Pengawetan dengan KMnO4 atau PK
a. Rendam batu apung dalam larutan KMnO4 lewat jenuh selama 30 menit, lalu kering
anginkan hingga benar-benar kering, kemudian dibungkus dengan kain saring (1 – 3
butir batu tiap bungkus).
b. Potong pisang dari tandannya, masing-masing 2 – 3 jari pisang. Lalu cuci hingga
bersih di lap sampai kering.
c. Timbang lalu letakkan pisang dan batu apung dalam baki styrofoam usahakan
keduanya tidak bersentuhan, lapisi dengan wrapping film dan panaskan sebentar
hingga lapisan film ini kencang.
d. Lubangi bagian atas film dengan jarum setiap 2 cm untuk ventilasi.
e. Penyimpanan dapat dilakukan pada suhu kamar atau suhu dingin 14 oC (misalnya
untuk pisang) dan suhu refrigerasi atau 4 oC untuk paprika.
7
f. Pengamatan untuk melihat sampai berapa lama buah dapat dijaga kesegarannya dapat
dilakukan terhadap perubahan berat, warna dan kekerasan setiap 2 hari sekali.
5. Pengawetan dengan Samper Fresh
a. Siapkan emulsi samper fresh konsentrasi 0.6% sampai 4%.
b. Rendam pisang dan paprika yang telah dicuci bersih dan dikeringkan ke dalam emulsi
samper fresh ± 1 menit, tiriskan lalu biarkan lapisan ini mengering.
c. Timbang lalu letakkan pisang dalam baki styrofoam, lapisi dengan wrapping film dan
panaskan sebentar hingga lapisan film ini kencang.
d. Lubangi bagian atas film dengan jarum setiap 2 cm untuk ventilasi.
e. Penyimpanan dapat dilakukan pada suhu kamar atau suhu dingin 14 oC (misalnya
untuk pisang) dan suhu refrigerasi atau 4 oC untuk paprika.
f. Pengamatan untuk melihat sampai berapa lama buah dapat dijaga kesegarannya dapat
dilakukan terhadap perubahan berat, warna dan kekerasan setiap 2 hari sekali.
6. Pencelupan dengan larutan CaCl2
Tempatkan buah dan sayur di dalam keranjang kawat, kemudian celupkan ke dalam
larutan CaCl2 (pada konsentrasi 4 dan 8%) selama 30-60 detik. Angkat dan tiriskan pada
rak penirisan dengan dihembus udara kering, agar pelapisan merata pada seluruh
permukaan kulit. Simpan pada suhu ruang dan dalam lemari es.
Lakukan pengamatan terhadap warna, tekstur, penampakan bahan, penurunan berat,
perubahan pH dan todal padatan terlarut setiap minggu selama 4 minggu. Lakukan juga
penyimpanan bahan tapa perlakuan sebagai kontrol. Gambarkan penurunan berat,
perubahan pH dan perubahan total padatan terlarut bahan yang terjadi selama masa
penyimpanan dengan waktu dalam bentuk kurva. Berikan interpretasi yang diamati
selama penyimpanan.
8
II. MODIFIKASI KOMPOSISI UDARA PENYIMPANAN
1. Komposisi Udara dan Daya Simpan
Komoditi hortikultura setelah dipanen masih terus melangsungkan respirasi dan
metabolisme, karena itulah komoditi tersebut dianggap masih hidup. Selama proses
respirasi dan metabolisme berlangsung dikeluarkan CO2 dan air serta ethylene dan
dikonsumsi oksigen yang ada disekitarnya.
Komposisi dari udara di ruang penyimpanan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap sifat-sifat bahan segar yang disimpan. Baik kandungan oksigen, karbon dioksida
dan ethylene, saling mempengaruhi metabolisme komoditi. Komposisi udara secara
normal terdiri dari O2 (20%), CO2 (0.03%), N2 (78.8%). Dengan melakukan modifikasi
atmosphere di sekitar komoditi tersebut dapat menghasilkan beberapa keuntungan
terhadap komoditi tersebut.
Modifikasi komposisi udara dilakukan dengan menurunkan kadar oksigen dan
atau meningkatkan kandungan karbon dioksida (CO2). Kadang-kadang masih diperlukan
pula untuk mencegah agar gas ethylene yang diproduksi tidak terkumpul di udara ruang
penyimpanan.
Pada umumnya udara yang semakin menipis kandungan oksigennya serta
semakin meningkat kandungan karbon dioksida akan mengakibatkan menurunnya laju
aktivitas pernapasan dari komoditi segar. Sedang ethylene merupakan hormon tanaman,
dimana dengan dosis yang sangat kecil dapat besar pengaruhnya terhadap tahap-tahap
metabolisme, termasuk di dalamnya proses awal pematangan, kelayuan dan kematangan
serta proses pembentukan senyawa phenolic.
Terakumulasi gas ethylene dalam ruang penyimpanan akan mengakibatkan wortel
pahit rasanya yang disebabkan adanya akumulasi zat phenol, demikian pula dapat
menyebabkan asparagus menjadi keras, karena ethylene merangsang proses pembuatan
lignin. Ethylene (C2H4) dapat mengakibatkan terjadinya pengerasan ubi jalar atau
pembusukan bagian dalam. Pendek kata ethylenen biasanya bersifat merusak bagi
komoditi.
9
Pada hakekatnya modifikasi komposisi udara atau yang juga dikenal sebagai
contoh atmosphere storage berfungsi ikut menentukan atau mengatur sistem noymonal
oleh ethylenene. Sinthesis ethylene yang cukup untuk merangsang proses pematangan
tidak akan terjadi bila kadar oksigen di bawah 7% (Mapson dan Robinson, 1966).
Kepekaan komoditi terhadap ethylene juga menjadi rendah pada konsentrasi oksigen
rendah.
Sebelum ethylene dapat mempengaruhi sesuatu komoditi molekul oksigen harus
terikat atau bereaksi pada bagian dimana ethylene melekat. Bila kadar oksigen tinggi 3%,
terikatnya ethylene turun sebanyak 50% (Burg dan Burg 1967). Karbon dioksida (CO2)
tidak secara langsung mempengaruhi sinthesis ethylene, tetapi lebih bersifat antogonistis
terhadap ethylene. Secara struktural CO2 merupakan analog terhadap ethylene sehingga
bersaing terhadap tempat yang seharusnya ditempati oleh ethylene.
Oksigen dalam udara tidak dapat dihilangkan sama sekali dari atmosphere, karena
adanya oksigen masih diperlukan untuk menjaga berlangsungnya metabolisme secara
normal. Di bawah 1 – 3% oksigen,
banyak komoditi justru mengalami banyak
kerusakan. Demikian halnya dengan konsentrasi CO2. batas toleransi komoditi terhadap
gas-gas tersebut bervariasi. Beberapa komoditi tidak tahan pada konsentrasi CO2 tinggi.
Beberapa komoditi tahan pada konsentrasi CO2 1% sedang komoditi lain tahan pada 20%
atau lebih.
Tabel 1.1. Konsentrasi O2 dan CO2 yang dianggap baik bagi penyimpanan dan
pengangkutan
Atmosphere
Komoditi
O2
CO2
OC
Apel
2-3
1-8
-1 sampai 4
Asparagus
1-3
2
Pisang (hijau)
2
5
12
Brussel Sprout
2-14
4-7
9
Kol (kubis)
1-2.5
5
0
Cabai
2-3
2.5
8-13
Cauliflower
2-16
0-10
0-1
Strawberri
2
0-20
0.7
Stoll, 1974
10
Meskipun pada konsentrasi O2 dan CO2 yang optimum masih selalu ada peluang
tertimbunnya gas ethylene dan usaha harus dilakukan untuk menyerap (srubbing) dengan
zat-zat kimia seperti kalium permanganat atau dengan ultraviolet irradiasi, atau dengan
merendahkan tekanan udara sampai 1/10 udara normal.
2. Penyimpanan Komoditi Hortikultura
Cara penyimpanan produk hortikultura segar yang berhasil bila mampu mereduksi
laju proses pematangan, atau menunda dimulainya proses pematangan dan sekaligus
mencegah terjadinya pembusukan dan penyimpangan dengan demikian “kesegaran”
selalu dapat dijaga pada tingkat yang dapat diterima oleh para konsumen.
Cara tersebut dapat dicapai dengan cara merubah kondisi lingkungan produk
hortikultura tersebut segera setelah dipanen, dengan cara menurunkan suhu, dengan
penggunaan bahan kimia, dengan mengubah komposisi udara atau gabungan dari caracara tersebut.
Ada tiga cara yang biasanya digunakan dalam penyimpanan yang melibatkan
perubahan atmosphere yaitu :
a. CA = controlled atmosphere
b. MA = modified atmosphere
c. LPS = low pressure (hypoboric) storage.
Perbedaan antara CA dan MA storage adalah pada sistem penyimpanan CA,
konsentrasi karbon dioksida (CO2) dan oksigen (O2) diatur secara terus menerus melalui
suatu alat yang ada di luar sistem, sedang MA storage, konsentrasi karbon dioksida dan
oksigen diatur dan ditentukan melalui respirasi dari produk dan derajat permeabilitas
bahan kemasan atau ke hermitisan dari ruang maupun kendaraan pengangkutan.
Untuk beberapa komoditi beberapa jenis gas lain dapat ditambahkan misalnya gas
karbon monoksida atau dapat pula dikurangi atau disingkirkan seperti misalnya gas
ethylene.
11
Pada sistem LPS (Low Pressure Storage) penurunan kadar oksigen dicapai dengan
mengurangi tekanan total dari udara disekitar produk.
1. Controlled Atmosphere (CA) Storage
Teknik penyimpanan CA Storage, merupakan penemuan yang sangat penting
dalam sistem pasca panen hasil hortikultura buah dan sayuran. Teknik ini bila
dikombinasikan dengan teknik pendinginan akan mampu mencegah aktivitas pernapasan
dan mungkin akan dapat menghambat prsoes pengempukan, penguningan dan
kemunduran mutu.
Suhu udara dalam CA Storage dapat diatur dan dipertahankan dengan berbagai
cara dan jalan. Salah satu cara yang sederhana yaitu dengan menempatkan komoditi
tersebut dalam ruang yang kedap udara. Karena terjadi pernapasan dan konsentrasi O2
menurun, kadar CO2 dapat juga diatur menurut dosis yang dikehendaki dengan cara
penggunaan senyawa penyerap CO2 biasanya digunakan NaOH. CA Storage, khususnya
bila konsentrasi CO2 meningkat tinggi sekali.
Cara lain ialah udara yang konsentrasi gas-gasnya telah diatur khususnya CO2, N2
dan O2 dihembuskan ke dalam ruang penyimpanan. Tetral (total environment control),
telah mengembangkan system kontrol atmosphere. CO2 diproduksi dari hasil pembakaran
gas alam.
CA Storage dapat berhasil pada penyimpanan asparagus (karena mampu
mencegah pengerasan dan pembusukan), tomat (mampu menghambat laju pematangan),
lettuse atau salada, secara khusus mampu mencegah timbulnya noda-noda coklat yang
disebut “russet spotting”.
Pematangan pisang dapat diperhambat sampai beberapa minggu bila susunan
udara dalam ruang penyimpanan dirubah sehingga kadar oksigen rendah dan kadar
karbon dioksida tinggi. Dalam udara normal kandungan oksigen 20% dan CO2 0.003%.
Dalam ruang penyimpanan yang terdiri dari 5% CO2 dan 3% O2 selama 182 hari
pada suhu 200C, pisang masih dapat mengalami proses pematangan yang normal.
12
Kondisi penyimpanan CA storage untuk beberapa jenis komoditi tidak sma.
Kadar dan Moris (19/17) telah menyarankan suatu pedoman yang menunjukkan batas
toleransi komoditi hortikultura terhadap kadar CO2 tinggi dan O2 rendah, khususnya
terbatas pada suhu penyimpanan tertentu, seperti terlihat pada lampiran.
2. Modified Atmosphere (MA) Storage
Berbagai jenis kantong plastik yang memiliki bagai derajat permeabilitas terhadap
uap air dan gas, dapat digunakan untuk penyimpanan MA. Teknik mana sebetulnya telah
berkembang sejak tahun 1940. dan kini kantong plastik dengan beberapa jenis ketebalan,
densitas serta permeabilitas dapat dipilih untuk menjaga susunan komposisi atmosphere
disekitar produk yang dikemas tersebut.
Jenis plastik polyethylene HDPE dengan derajat densitas tinggi telah digunakan
untuk menyimpan buah-buahan dan sayuran. Malahan di dalam kantong plastik tersebut
telah diperlengkapi dengan senyawa penyerap (absorbent) terhadap gas ethylene,
misalnya dengan membran silicone atau kalium permanganat.
Hardenburg (1963) melaporkan pengemasan jeruk keprok (Valencia orange)
dengan kantung plastik polyethylene dengan ketebalan 0.0015 inci (1.5 mil) pada suhu
320F seperti terlihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Perubahan komposisi gas oxigen dan karbon dioksida selama penyimpanan
jeruk keprok (Valencia Orange)*)
Waktu Penyimpanan (hari)
Jenis gas
3
7
14
21
Persentase gas dalam kantung plastik
O2
9.8
8.0
6.3
3.4
CO2
6.0
6.0
8.5
14.0
*) Hardenburg (1963)
Wills et al (1979) telah melaporkan laju respirasi dari beberapa jenis komoditi
hortikultura pada suhu kamar dapat ditekan hanya dengan melakukan modified
13
atmosphere. Karena itu hal itu dianjurkan untuk dilakukan sebelum komoditi tersebut
diangkut untuk didistribusi.
Proses respirasi dan
tanda-tanda pemotongan dapat dihambat jika buah dan
sayuran agar disimpan dlm atmosfer yang mengandung CO2 tinggi dan O2 rendah
dibandingkan udara normal. Controlled Atmosphere Storage (CAS) merupakan
penyimpanan buah atau sayur segar dalam atmosfer atau udara dengan komposisi CO2
tinggi dan O2 rendah dan dipertahankan tetap. Modified Atmosphere Storage (MAS)
merupakan penyimpanan buah atau sayur segar dalam atmosfer atau udara dengan
komposisi CO2 tinggi dan O2 rendah yang diatur pada awal penyimpanan, atau tidak
diatur sama sekali atau digunakan kemasan/film tertentu yang dapat mengatur sendiri
komposisi udara di dalamnya. Penyimpanan hipobarik adalah cara penyimpanan CAS
yang ditekankan pada penurunan tekanan udara serta biasanya dikombinasikan dengan
suhu rendah.
Pengaruh konsentrasi O2 rendah antara lain adalah dapat menyebabkan laju
respirasi dan
oksidasi sustrat menurun dan mengakibatkan CO2 turun; pemotongan
tertunda; perombakan klorofil tertunda; produksi C2H4; rendah; laju pembentukan asam
askorbat berkurang; laju degradasi senyawa pektin terlambat; perbandingan asam-asam
lemak jenuh berubah; pembusukan berkurang; jika O2 sangat rendah terjadi fermentasi;
terjadi pematangan O2 harus ada karena diperlukan untuk sintesis C2H4 serta diperlukan
juga reaksi lain untuk pemotongan.
Pengaruh penyimpanan buah/sayur segar dlm atmosfer dengan komposisi CO2
tinggi dan O2 rendah antara lain dapat menyebabkan respirasi terhambat; asam tertimbun;
pembentukan asetaldehida; peningkatan jumlah gula; penurunan jumlah zat yang larut
dlm alkali; jumlah pektin total tinggi; dan
proses perombakan klorofil dihambat.
Respirasi terhambat karena ketersediaan O2 rendah dan CO2 tinggi, hal ini mengakibatkan
pematangan dapat dihambat sehingga umur penyimpanan buah dan
sayur dapat
diperpanjang. Proses penimbunan asam dikarenakan kegiatan respirasi menurun,
peningkatan penambahan CO2 atau enzim menjadi tidak begitu aktif.
Akibat buruk penyimpanan karena komposisi atmosfer yang tidak tepat atau
kemasan yang tidak baik membuat perubahan warna daging buah, perubahan citarasa,
gagal matang, penimbunan asam organik dan kerusakan jaringan. Sedangkan dengan
14
tingginya konsentrasi dapat CO2 menyebabkan penurunan reaksi sintesis pematangan;
penghambatan beberapa kegiatan enzimatik; penurunan produksi zat atsiri/aroma;
penimbunan asam organik; kelambatan pemecahan pektin; penghambatan sintesis klorofil
dan penghilangan warna hijau; perubahan perbandingan berbagai gula; produksi bau dan
rasa yang tidak dikehendaki; kenaikan pH penurunan asam askorbat; perubahan warna
daging buah; pertumbuhan jamur terhambat; dan
menghambat peran etilen (C2H4).
Kondisi penyimpanan (CO2, O2) masing-masing komoditas berbeda-beda. Misalnya
untuk :
1. Alpukat
[O2 ] = 3 – 5%; [CO2] = 3 – 5%; suhu 5 - 7°C; umur simpan bertambah 1 bulan.
2. Pisang
Berbeda-beda untuk masing-masing varietas pisang dengan komposisi O2 dan
[CO2] yang tepat umur simpannya bisa mencapai 3 minggu.
3. Jeruk
[O2 ] = 15%; [CO2] = 0%; suhu 1°C; atau dengan [O2 ] = 2.5%; [CO2] = 5%; suhu
10°C, masa simpan 8 – 12 minggu.
4. Langsat
[O2 ] = 3%; [CO2] = 0%; umur simpan 16 hari; [N2] = 97%.
5. Mangga
[O2 ] = 5 – 7.5%; [CO2] = 5 – 7.5%; hanya beberapa hari masa simpan.
6. Pepaya
[O2 ] = 1%; [CO2] = 5%; masa simpan 21 hari lebih efektif jika dikombinasi
dengan perlakuan air panas dan irradiasi.
7. Nenas
[O2 ] = 2%; [N2] = 98%; suhu 7°C; umur simpan bertambah 1 – 3 hari (total 4 – 5
minggu).
8. Buncis
[O2 ] = 2 – 3%; [CO2] = 5 – 10%; suhu 7°C
9. Brokoli
[CO2] = 5 – 20%
15
10. Kubis
[CO2 ] = 5.5%; [O2] = 1 – 2.5%; suhu 7°C
11. Wortel
[O2 ] = 1 – 2%; [CO2] = 2 – 4%; suhu 2°C
12. Seledri
[CO2] = 9%; masa simpan 1 bulan.
13. Mentimun
[O2 ] = 2 – 10%; [CO2] = 2 – 10%; masa simpan 2 – 3 minggu.
14. Selada
[O2 ] = 3 – 5%; [CO2] = < 1%
15. Jamur
[CO2] = 10 – 20%
16. Bawang Merah
[O2 ] = 3 – 5%; [CO2] = 10%
17. Lobak
[O2 ] = 5%; suhu 1°C
18. Jagung Manis
[CO2] = 5 – 10%
19. Tomat
[O2 ] = 3%; [CO2] = 0%; suhu 13°C, masa simpan 6 minggu.
3. Penyimpanan Hypobar atau Low Pressure Storage
Kondisi penyimpanan hipobar atau (LPS) telah diteliti dan dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Dilley (1977) melaporkan hasil yang baik untuk beberapa produk pada
tekanan absolut yaitu untuk apel 10 KPa, sweet cherner 7 KPa, tomat hijau yang sudah
matang 10 Kpa, asparagus 3-5 Kpa dan jamur pangan 2 Kpa (1 atm = 101 Kpa).
Spalding (1977) melaporkan bahwa LPS pada 20 Kpa lebih superior terhadap CA
untuk limes dan mangga tetapi inferior untuk CA advokat.
LPS bagus sekali dalam menciptakan oksigen atmosphere hampir bebas dari
ethylene. Karena itu bagu sekali untuk apel, sayuran berdaun, dan tanaman hias. Bagi
16
produk
yang
peka
terhadap
pembusukan,
beberapa
usaha
diperlukan
untuk
pencegahannya. Biasanya dalam sistem transportasi yang menggunakan hibobaric
digabung dengan MA Storage.
Disamping itu proses penyimpanan hypoboric dapat diterapkan pada pisang, yaitu
penyimpanan pada tekanan rendah 150 sampai 80 mm Hg pada suhu 140C dapat
diperoleh waktu simpan selama 120 hari, tanpa adanya penyimpanan mutu yang nyata.
Untuk memperoleh selama transportasi, dapat ditumpuk dengan salah satu dari
tiga cara yaitu dengan membungkus dalam kantung plastik atau dengan menggunakan
kendaraan yang kedap udara atau kendaraan yang diperlengkapi dengan peralatan yang
dapat mengatur gas dalam kendaraan tersebut.
17
III. TEKNOLOGI OLAH MINIMAL
Gerakan kembali ke alam (back to nature) dalam industri pangan membawa dampak
makin meningkatnya permintaan terhadap produk pangan yang hanya mengalami sedikit
proses pengolahan. Dalam pengolahan produk hortikultura, khususnya buah-buahan,
gerakan ke alam ini mendorong pesatnya pengolahan buah-buahan tanpa menghilangkan
sifat-sifat bahan segarnya atau lebih dikenal dengan sebutan teknologi olah minimal
(minimal processing).
Teknologi olah minimal ini dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sel dan
membran sel yang disebabkan oleh factor-faktor diantaranya aktivitas enzim,
pembentukan senyawa metabolit sekunder, peningkatan produksi etilen, peningkatan laju
respirasi dan perubahan flora mikroba pada produk. Akibatnya produk yang dihasilkan
memiliki umur simpan yang lebih pendek dibanding bahan bakunya. Fenomena ini
bertolak belakang dengan tujuan proses pengolahan konvensional dimana produk yang
dihasilkan mempunyai umur simpan yang lebih lama. Oleh karena itu masalah tersebut
harus diatasi dengan usaha-usaha yang dapat memperpanjang umur simpannya. Beberapa
teknik yang dapat dilakukan diantaranya dengan penambahan food aditif dan
penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi serta pengaturan suhu penyimpanan.
Bahan dan Alat :
Mangga arumanis dengan tingkat kematangan 85%, plastik LDPE, Styrofoam,
warpping plastic, asam askorbat, natrium benzoat, bengkuang, pepaya mengkal, ketimun,
klorin.
Cara Kerja :
Teknologi Olah Minimal Mangga Arumanis
1. Mangga dengan tingkat kematangan 85% dicuci bersih.
2. Kupas mangga dengan pisau stainless steel
3. Cuci hasil kupasan dengan air bersih/berklorinasi.
4. Potong menjadi empat bagian
18
5. Rendam dalam larutan asam askorbat 100 ppm selama 15 menit
6. Tiriskan
7. Rendam dalam larutan natrium benzoat 0.15% (b/v), selama 15 menit
8. Tiriskan dan bagi menjadi dua perlakuan
a. Masukkan dalam wadah Styrofoam dan ditutup dengan wrapping plastic
b. Kemas dalam plastik LDPE.
9. Masing-masing perlakuan tersebut disimpan pada kondisi ruang dan kondisi
refrigerasi.
10. Lakukan pengamatan organoleptik terhadap produk setiap 2 hari sampai produk tidak
dapat diterima.
Teknologi Olah Minimal Campuran Buah
1. Cuci buah-buahan dengan air yang mengandung klorin 5 ppm, sampai benar-benar
bersih
2. Kupas buah, gunakan pisau bersih saat mengupas
3. Iris/potong buah yang telah dikupas ke bentuk yang diinginkan, gunakan slicer yang
telah dicuci bersih dan didesinfeksi
4. Cuci potongan buah/sayur dengan air minum lalu lakukan desinfeksi dengan cara
merendamnya dalam larutan klorin 100 ppm selama 10 menit
5. Tiriskan lalu rendam dalam asam askorbat 2000 ppm pH 4.5 – 5 (gunakan asam sitrat
untuk mengaturnya) selama 10 menit, tiriskan
6. Rendam buah/sayur sekali lagi dalam larutan asam sorbat (0.1%, 48.9oC) selama 5
menit, kemudian tiriskan
7. Terapkan larutan pelapis I, II dan kontrol pada buah/sayur, segera kering anginkan.
8. Kemas campuran buah pepaya – bengkuang – semangka dengan proporsi yang sama
sebanyak 200 – 300 gram dalam baki Styrofoam (telah desinfeksi)
9. Tutup dengan warpping film, pada tahap ini lakukan 2 macam perlakuan : (1) kontrol,
(2) beri lubang ventilasi pada kemasan dengan menggunakan jarum setiap jarak 2
cam.
19
10. Simpan dalam refrigerator suhu 14oC.
Pelapis (Coating) I
1. Campurkan 2 gram bubuk sodium alginat dengan 0.45 g trisodium sitrat
2. Tambahkan campuran tersebut perlahan ke dalam larutan 0.44 g CaCl2 pada 90oC
sambil diaduk dengan cepat (gunakan waring blender)
3. Panaskan ulang campurang hingga suhunya 80oC, lalu tambahkan 0.4 ml gliserin
4. Deaerasi dengan pompa vakum selama 1 – 2 menit
5. Gunakan pelapis pada suhu 50oC
Pelapis II
1. Larutkan 2 g sodium alginat dalam 98 ml air 90oC sampai larut dan homogen
2. Dinginkan larutan hingga suhunya 50oC
3. Celupkan buah/sayur dalam larutan ini selama 30 detik, tiriskan
4. Lalu celup buah/sayur dalam larutan CaCl2 2% selama 30 detik
5. Tiriskan dan keringanginkan
20
IV. PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN
1. DASAR PENGAWETAN SUHU RENDAH
Respirasi pada buah dan sayuran masih berlangsung setelah dipanen, sampai buah
dan sayuran tersebut membusuk. Untuk berlangsungnya respirasi diperlukan suhu
optimum, yaitu suhu dimana proses metabolisma (termasuk respirasi) berlangsung
dengan sempurna. Pada suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu optimum,
metabolisma akan berjalan kurang sampurna bahkan berhenti sama sekali pada suhu yang
terlalu tinggi atau terlalu vendah. Setiap penurunan 80C pada suhu penyimpanan,
metabolisme berkurang setengahnya. Penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang
masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan tersebut karena aktivitas respirasi
menurun dan menghambat aktivitas mikroorganisme. Penyimpanan dingin tidak
membunuh, mikroba, tetapi hanya menghambat aktivitasnya, oleh karena itu setiap bahan
pangan yang akan didinginkan harus dibersihkan lebih dahulu.
2. SEJARAH
Alat pendingin yang pertama digunakan manusia adalah gua-gua alam, terutama
didaerah vulkanik dengan cuaca dingin dan kering. Dari sini manusia mempelajari bahwa
bila dia menggali lubang di dalam tanah, mereka dapat menyimpan makanannya untuk
Jangka waktu yang cukup lama. Menyimpan makanan di dalam air ternyata juga efektif.
Setelah manusia dapat membangun rumah, mereka mulai melihat bahwa ruang bawah
(basement or cellor) bisa digunakan sebagai tempat menyimpan, sayuran seperti
umbi-umbian, ketimun, wortel dan seledri. Suhu pada tempat ini ternyata kadang-kadang
melebihi 150C, untuk mempertahankan suhu ini maka ruang bawah tanah harus diberi
konstruksi yang dapat menjamin terjadinya penghambatan panas oleh tanah.
Penggunaan es sebagai pendinginan dimulai tahun 1800 segera didapatkan bahwa
bila di tambah garam es kan memberi pengaruh dingin yang lebib rendah. Pangan yang
disimpan di simpan di udara dingin sama saja hasilnya bila disimpan di dalam es. Pada
21
akhir abad ke 18, penyimpanan bahan pangan dalam "refrigerator" atau lemari pendingin
mulai dikembangkan.
Dalam lemari pendingin, suhu dapat dicapai jauh lebih rendah daripada
menyimpan dengan es, juga dapat digunakan untuk menyimpan berbagai bahan pangan
seperti buah, sayuran, daging, telur dan susu dalam waktu terbatas. Perubahan yang
disebabkan oleh enzim dari mikroba dapat dipertahankan walaupun tidak seluruhnya
dapat dicegah.
Suhu dalam lemari pendingin berbeda untuk masing-masing tempat di dalam
ruang "refrigerator". Suhu yang paling tinggi adalah pada suhu bagian terbawah dari
kabinet dan yang terendah pada tempat tepat dibawah ruang beku. Umumnya suhu di
dalam laci buah dan sayuran kira-kira 10% atau lebih rendah.
Suhu pada bagian tengah lemari pendingin biasanya antara 3,3 - 5,50C, dan suhu
di bawah ruang beku adalah 1,60C atau lebih rendah.
Setiap saat perlu dilakukan pemeriksaan suhu pada masing-masing lokasi tadi.
Hal ini disebabkan bahan pangan mempunyai suhu pendingin yang berbeda untuk
mempertahankan mutunya. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berpengaruh
tidak baik pada beberapa bahan pangan seperti yang terlihat pada Tabel berikut
Suhu maksimum yang dapat diterima untuk Suhu badan: 370C disini
penyimpanan semua makanan yang sudah bakteri tumbuh paling baik
rusak
Buah-buahan, sayuran dan terutama produkproduk yang mudah rusak lainnya.
6,6 – 100C
Susu dan hasil olahannya
3,3 – 7,60C
Daging dan unggas
0,5 – 3,30C
Ikan dan kerang
-5 - -1,10C
Makanan beku
-17,7 - -28,80C
Kisaran suhu yang dianjurkan untuk bahan pangan.
22
3. CARA-CARA, PENGAWETAN DENGAN SUHU RENDAH
Cara Pengawetan pangan dengan suhu rendah ada 2 macam yaitu pendinginan
(cooling) dan pernbekuan (freezing). Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di
atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai + 10 C. Pendinginan yang biasa dilakukan
sehari-hari dalam lernari es pada umumnya mencapai suhu 5-80C. Meskipun air murni
membeku pada suhu O0C, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai
suhu –20C atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zat-zat di
dalam makanan tersebut.
Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku. Pembekuan
yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -240C, Pembekuan cepat (quick
freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai-400C. Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam
waktu kurang dari 30 menit. Sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama
30 - 72 jam.
Pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara
lambat karena kristal es yang terbentuk sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih
sedikit, pencegahan "pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat dan kegiatan enzim
juga cepat berhenti. Bahan makanan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu
lebih baik daripada pembekuan lambat.
Pendinginan biasanya akan mengawetkan berapa hari atau minggu tergantung dari
macarn bahan pangannya. sedangkan pernbekuan dapat mengawetkan bahan pangan
untuk beberapa bulan atau kadang-kadang beberapa tahun.
Kenurut Irving dan Sharp (1976), mutu bahan pangan yang dibekukan akan
menurun dengan kecepatan yang tergantung dari suhu penyimpanan dan jenis bahan
pangan. Pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu
penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu
-180C,
kecuali bahan pangan dengan kandungan lemak tinggi. Bila suhu penyimpanan naik 30C
maka kecepatan kerusakan akan berlipat ganda.
Makanan beku yang mempunyai Mutu penyimpanan yang baik selama 12 bulan
pada suhu -18OC, akan tahan simpan masing-masing hanya 6 bulan atau 3 bulan pada
suhu -150C atau -120C.
23
Perbedaan yang lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal
pengaruhnya terhadap aktivitas mikroba dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah
dalam pengawetan bahan tidak dapat menyebabkan kematian mikroba sehingga bila
bahan pangan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan dibiarkan mencair kembali
(thawing) pertumbuhan mikroba pembusuk dapat berjalan dengan cepat.
Penggunaan suhu rendah terutama untuk beberapa hasil pertanian tertentu
perlu mendapat perhatian kerena kerusakan fisiologis dapat lebih cepat terjadi
terutama justru pada suhu rendah, misalnya kerusakan akibat proses
pendinginan (chilling injuries) dan kerusakan proses peipbekuan (freezing
injuries).
4.
KERUSAKAN-KERUSAKAN AKIBAT PENYIMPANAN SUHU RENDAH
Untuk menjaga mutunya, produk-produk hortikultura (buah-buahan dan sayuran)
memerlukan suhu penyimpanan tertentu, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel .
Bahan
Penyimpanan beberapa buah-buahan dan sayur-sayuran pada suhu
rendah+)
Suhu
terbaik(0C)
Kerusakan jika disimpan di bawah suhu
penyimpanan terbaik
Buah-buahan:
adpokat
anggur
apel
jeruk
mangga
nenas ++)
pepaya
pisang
7,5
7,5
1–2
2–3
10
10 – 30
7.5
13.5
Coklat bagian dalam
Luka, bopeng, coklat bagian dalam
Coklat bagian dalam, lunak dan pecah
Kulit tidak beraturan
Warna pucat bagian dalam
Lembek
Pecah
Warna gelap jika masak
Sayur-sayuran:
buncis
kentang
ketimun
kol ++)
terung ++)
tomat hijau
7.5 – 10
4.5
7.5
0
7 – 10
13
tomat matang
wortel ++)
10
0 – 1.5
Bopeng, lembek, kemerah-merahan
Coklat (browning)
Bopeng, lembek, busuk
Garis-garis coklat pada tangkai
Bintik-bintik coklat
Tidak berwarna jika masak, mudah menjadi
busuk
Pecah
Pecah
+) POTTER (1968) ++) DARDJO SOMAATMADJA (1972)
24
Kulit adpokat sering berbintik-bintik hitam dan pada dagingnya sering terjadi
perubahan warna terutama di sekitar biji dan pada serat-serat daging buah. Untuk
mencegah hal tersebut buah adpokat yang masih keras atau belum masak sebaiknya
disimpan pada suhu 7.50C. sedangkan buah yang sudah masak dapat disimpan pada suhu
sekitar 00C.
Pada kulit mangga juga sering terdapat bintik-bintik hitam dan pada kelembaban
yang lebih tinggi dapat ditemukan spora kapang pada permukaan bintik-bintik tersebut.
Pencegahan yang terbaik adalah dengan penyemprotan yang teratur pada buah
sewaktu masih di pohonnya dan setelah pemetikan buah disimpan pada suhu
100C.
Pada buah nenas. bagian yang terkena penyakit (black rot) biasanya lembek dan
berair, sedangkan warnanya mungkin tetap atau berubah menjadi hitam. Pencegahan
dapat dilakukan terutama pada buah yang baru dipetik, Tangkal bekas patahan atau
keratan pisau harus dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung 2,5 persen asam
benzoat di dalam alkohol 30 persen. kemudian didinginkan pada subu 10-130C.
Suhu untuk penyimpanan pisang terutama pisang ambon yang disiplin pada suhu
lebih rendah dari 13,50C dapat menyebabkan kulit pisang nien. jadi berwarna abu-abu
dan dapat berubah menjadi tua lagi pada tempat-tempat yang cacat. Pisang yang
didinginkan biasanya berbintik-bintik hitam pada tangkai dan kulitnya, dan pada
kelembaban yang lebih tinggi sering tampak kapang tumbuh pada permukaan
bintik-bintik tersebut.
Ketimun hendaknva jangan disimpan pada suhu di bawah 7.50C untuk mencegah
terjadinya perubahan warna yang mengkilat pada kulit dan untuk mencegah dagingnya
agar tidak menjadi lembek.
Pada kol yang didinginkan akan terjadi bintik-bintik kapang hitam (Alternaria
sp.), yang biasanya merupakan pangkal dari kebusukan selanjutnya. Pencegahan yang
terbaik adalah usaha untuk menjaga agar daun jangan sampai cacat, kemudian
didinginkan pada suhu O0C. Penyimpanan pada suhu ini juga tidak dapat terlalu lama
karena biasanya akan kelihatan garis-garis coklat pada tangkai.
Pemetikan dan perlakuan yang hati-hati pada tomat dapat mencegah kerusakan
pada waktu penyimpanan. Suhu penyimpanan yang baik untuk tomat yang masih mentah
25
(hijau) adalah 130C, sedangkan untuk tomat masak (merah) 100C. Suhu di bawahnya
dapat mencegah perubahan warna, tecapi mempercepat kebusukan. Kerusakan pada
wortel biasanya terlihat pada bekas keratan dari akar (umbi) yang disebut "black rot". Hal
ini dapat dicegah dengari cara menjaga agar tidak terjadi luka pada wortel, kemudian
penyimpanan dilakukan pada suhu
0 - 1,50 C. Penyimpanan di bawah suhu 00C akan
menyebabkan wortel menjadi pecah-pecah.
5. BEBERAPA PERLAKUAN PENDAHULUAN SEBELUM PENDINGINAN
DAN PEMBEKUAN
A. PENDINGINAN
Buah-buahan yang akan disimpan pada suhu rendah haruslah yang bermutu baik
dan tidak memar. Buah sebelum didinginkan harus dicuci dan ditiriskan, buah jangan
disimpan dalam keadaan basah, sebab akan merangsang pertumbuhan kapang dan
pembusukan dapat cepat terjadi. Untuk mengurangi suatu kelayuan dan pengeringan,
buah dibungkus dalam kantong plastik yang berpori-pori agar tetap terjadi sirkulasi
udara.
Subu pendinginan yang digunakan tergantung pada jenis buah, biasanya suhu
pendinginan cocok untuk buah-buahan seperti "strawberry", apel, mangga dan juwet.
Sedang pisang, advokat, nenas dan semangka lebih baik tidak disimpan di dalam lemari
es, karena pada suhu di bawah 13,30C akan terjadi "chilling inyury". Buah seperti nenas,
pepaya dan pisang bila disimpan di dalam lemari pendingin sebelum matang, setelah
dikeluarkan lagi tidak akan mengalami pematangan yang normal.
Ada beberapa pengecualian pada sayuran, karena beberapa sayuran paling baik
dimakan segera sesudah dipanen. Tanaman terus bernafas dan terjadi perubahan selama
penyimpanan yaitu, gula yang ada digunakan untuk respirasi. Serat (wood uess) terbentuk
terutama pada sayuran berserat dan kemanisan berkurang karena gula menghilang.
pelunakan terjadi akibat
protopektin berubah menjadi pektin yang larut. Umumnya
perubahan-perubahan ini dipercepat pada suhu tinggi dan terhambat pada suhu yang lebih
rendah. Cara mempertahankan mutu sayuran tergantung pada sifat aslinya. Umumnya
sayuran seperti umbi, bawang,.kentang dan biji-bijian dapat disimpan pada suhu ruang
dalam jangka waktu relatif lama tanpa terjadi penurunan mutu yang serius. Terung,
26
wortel, buncis, ketimun dapat disimpan pada ruang sejuk misalnya pada ruang bawah
tanah (basement). Sayuran yang lain sebaiknya disimpan di dalam lemari pendingin.
Sebelum disimpan, sayuran tersebut harus dibungkus dengan plastik berpori atau daun
pisang untuk menghindari kelayuan. Lobak dan wortel dapat tahan lebih lama di dalam
lemari pendingin, asalkan daunnya dilepas. Ercis dan buncis dapat lebih tahan dan tetap
baik bila disimpan dalam bentuk polong. Jagung manis dapat tetap segar bila disimpan
dalam lemari pendingin tanpa di buka kulitnya. Kentang dan bawang dapat taban lama
bila disimpan pada tempat yang sejuk, kering dan berventilasi.
Suhu yang tinggi dengan kelembaban yang relatif tinggi penyimpanan
menyebabkan pertunasan dan pembusukan. Sebaiknya, penyimpanan pada suhu rendah (
4,40C ) atau lebih rendah menyebabkan terjadinya akumulasi gula sebat aktifitas
metabolisme berlangsung agak lambat. Gula menyebabkan kentang mempunyai rasa
manis, rasa yang tidak disenangi dan menimbulkan reaksi pencoklatan yang terlalu keras
pada waktu digoreng. Sayuran daun membutuhkan penyimpanan dingin dan lembab. Jadi
penyimpanan dalam kantong plastik yang tahan air dapat mengurangi kelayuan.
B. PEMBEKUAN
Tujuan periakuan pendahuluan adalah untuk mempertahankan mutu buah dan
sayuran selama pembekuan dan penyimpanan beku, dengan cara mengurangi kerusakan
Selama pembekuan dan penyimpanan beku. Pembekuan tidak dapat memperbaiki mutu
bahan pangan.
1. Seleksi Bahan
Pembekuan tidak dapat memperbaiki mutu bahan pangan, tetapi hanya dapat
mengawetkan mutu asli dari bahan pangan tersebut. Oleh sebab itu mutu bahan pangan
yang akan dibekukan harus lah dalam keadaan paling baik (prime condition). Buah dan
sayuran haruslah dipilih pada dasar kematangan yang paling cocok untuk dibekukan.
Buah harus dalam keadaan cukup keras dan matang; sayuran harus dalam keadaan segar
lapang (gardep fresh), lembut dan dalam keadaan matang yang seragam untuk kebutuhan
memasak.
27
2. Persiapan Bahan
Beberapa tahap dilakukan dalam menyiapkan bahan pangan sebelum dibekukan,
termasuk pencucian untuk mereduksi jumlah mikroba melepaskan tangkai buah,
mengupas kulit dan bagian yang tidak dimakan serta memotong buah dalam bentuk yang
diinginkan. Buah yang kecil seperti "strawberry" dapat dibekukan dalam keadaan utuh
atau bulat-bulat. Buah yang besar dipotong dua atau lebih. Ada juga buah yang diserut
atau dihancurkan manjadi pasta, misalnya advokat. Buah dapat diberi pemanis sebelum di
bekukan.
3. Blansir
Blansir adalah proses pemanasan dengan suhu tinggi (80 - 1000C), dengan
menggunakan uap atau air Panas. Blansir umumnya dilakukan terhadap buah dan
sayuran. Tujuan proses blansir adalah sebagai berikut:
a.
Menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat dalam buah dan sayuran yang dapat
menyebabkan perubahan flavor dan rasa serta warna selama penyimpanan. Menurut
Desrosier dan Desrosier (1977), enzim masih dapat mempertahankan aktifitasnya
pada suhu serendah -730C, walaupun pada suhu tersebut kecepatan reaksinya sangat
rendah. Oleh karena itu penyebab kerusakan buah-buahan dan sayuran selama
pembekuan, penyimpanan beku dan thawing sebagian besar disebabkan oleh aktifitas
enzim.
b.
Wengerutkan dan melemaskan bahan pangan, sehingga memudahkan pengolahan
selanjutnya.
c.
Menurunkan kontaminasi mikroba awal.
d.
Menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan bahan dan mengusir udara atau
mengurangi kadar oksigen dari jaringan bahan Pangan.
4. Mencegah perubahan warna.
Perubahan warna yang utama pada sayuran dan buah-buahan disebabkan oleh
reaksi browning (pencoklatan). Reaksi pencoklatan terdiri atas pencoklatan (browning)
enzimatis dan non enzimatis. Browning enzimatis disebabkan oleh aktifitas enzim
phenolase dan poliphenolase. Pada buah dan sayuran utuh, sel-selnya masih utuh,
28
sehingga substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim phenolase
sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel pecah akibat terjatuh/memar atau
terpotong (pengupasan, pengirisan) substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob
(terdapat oksigen) sehingga terjadi reaksi browning enzimatis.
Pembentukan warna coklat disebabkan oksidasi senyawa-senyawa fenol dan
polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk quinon, yang selanjutnya
berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna coklat). Untuk terjadinya reaksi
browning enzimatis diperlukan adanya 4 komponen fenolase dan polifenolase (enzim),
senyawa-senyawa fenol dan polifenol (substrat), oksigen dan ion tembaga yang
merupakan sisi aktif enzim. Untuk menghindari terjadinya reaksi browning enzimatis
dapat dilakukan dengan mengeliminasi (menghilangkan) salah satu atau beberapa
komponen tersebut.
Browning non enzimatik terutama disebabkan reaksi Maillard, yaitu reaksi yang
terjadi antara gula pereduksi (melalui sisi keton dan aldehid yang reaktif) dengan
asam-amino (melalui gugus amina). Reaksi ini banyak terjadi selama penyimpana bahan
pangan. Reaksi non enzimatik browning yang lain adalah karamelisasi dan oksidasi asam
askorbat.
Reaksi browning dapat dicegah dengan menambahkan senyawa-senyawa anti
pencoklatan, antara lain senyawa-senyawa sulfit, asam-asam organik dan dengan
blanching/blansir.
a.
Sulfit : senyawa-senyawa sulfit misalnya natrium bisulfit, SO Natrium 21 sulfit dan
lain-lain mempunyai kemampuan untuk menghambat reaksi browning baik enzimatis
maupun non enzimatis. Penghambatan terhadap browning enzimatis terutama
disebabkan kemampuannya untuk mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga
enzim menjadi tidak aktif, sedangkan penghambatan reaksi browning non enzimatis
disebabkan kemampuannya untuk bereaksi dengan gugus aktif gula pereduksi,
sehingga mencegah reaksi antara gula pereduksi tersebut dengan asam amino.
b.
Penambahan asam-asam arganik dapat menghambat browning enzimatik terutama
disebabkan efek turunnya pH akibat penambahan senyawa tersebut. Enzim fenolase
dan polifenolase mempunyai pH optimum pada pH 5 - 7, dibawah kisaran pH
tersebut aktifitas enzim terhambat. Asam-asam organik yang dapat ditambahkan
29
adalah asam askorbat, asam malat, asam sitrat dan asam erithorbat. Disamping
menurunkan pH penambahan asam askorbat yang bersifat pereduksi kuat sehingga
berfungsi sebagai antioksidan. Dengan penambahan asam askorbat, maka oksigen
yang merupakan pemacu reaksi browning enzimatis dapat dieliminasi. Penambahan
asam sitrat disamping dapat menurunkan pH juga dapat mengikat tembaga yang
merupakan sisi aktif enzim sehingga aktifitas enzim dapat dihambat.
5. Pengemasan dalam gula dan sirop
Buah yang akan dibekukan dapat dikemas di dalam gula atau sirup, dapat juga
dibiarkan tanpa pemanis,
tergantung dari kemanisan buah. Buah beku yang tidak
diberi pemanis biasanya digunakan untuk membuat “pie”, jelli, jam atau "preserve".
tujuan pemberian gula di samping untuk
pemanis juga untuk memper-tahankan cita
rasa dan warna, dan mencegah oksidasi serta peru bahan selama penyimpanan.
Gula dapat ditambah dalam bentuk gula kering atau dalam bentuk sirup.
Pengemasan dalam sirup lebih baik karena dapat menahan aroma volatil dan
lebih efektif dalam mencegah
kering
biasanya
dilakukan
kepoyoan. penggunaan gula dalam keadaan
untuk
buah
yang
sudah
dimasak
karena
Mengandung air lebih sedikit di dalam kemasan, atau buah yang mengandung
banyak sari buah.
6. Mencegah perubahan tekstur/kekerasan.
Perubahan kekerasan ini dapat dicegah dengan perendaman dalam larutan garam
kalsium. Dalam buah, kalsium yang bervalensi dua bereaksi secara menyilang dengan
gugus karboksil dari pektin. Bila ikatuan-ikatan tersebut jumlahnya besax maka akan
terjadi jaringan jaringan molekul kalsium pektat yang tidak larut dalam air. Makin besar
jaringan molekul ini, akan semakin rendah daya larut pektin dan. semakin kuat ikatan jaringan. buah terhadap gangguan mekanis sehingga pemecahan protopektin selama.
Pengolahan menjadi lebih kecil
(Lowe, 1963).
Menurut Khayat dan Luh (1968), ion-ion kalsium yang ditambahkan bereaksi
dengan pektin di dalam dinding sel, sehingga akan memperkuat ikatan diantara sel sel
tersebut. Bentuk ikatan antara asam pektinat dan ion kalsium dapat dilihat pada gambar .
30
GCOO - CH3
H3C – OOCG
GCOOH
HOOCCI
GCOO
Ca ++
OOCG
Bentuk ikatan ion kalsium dengan asam pektinat (Meyer, 1973).
Beberapa garam kalsium yang dapat digunakan sebagai pengeras pada
buah-buahan yang dikalengkan, antara lain kalsium khlorida dan kalsium laktat.
Penambahan garam kalsium tersebut dapat ditambahkan garam larutan pengawet atau
ditambahkan ke dalam larutan Perendam sebelum blansir (Luh et al, 1975).
Keefektifan ion kalsium dalam mempertahankan kekerasan buah tergantung dari
terdapatnya molekul pektin yang telah mengalami demetilasi sebagian dan terdapat
tidaknya zat-zat yang dapat mengikat kalsilum misalnya ion-ion oksalat dan sitrat
(Adams dan Blundstone, 1971).
31