PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA
*Erniaty Simanjuntak, Abdul Hakim, & Riskan Qadar
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Mulawarman
Jalan Muara Pahu Samarinda, Indonesia
*e-mail: erniatysimanjuntak76@gmail.com
Abstract. The purpose of this study was to determine the project performance of students and
improve the creative thinking skills of high school students after being taught project-based
learning. The population in this study were all students of eleventh grade of State Senior
High School 8 (SMAN 8) Samarinda in the academic year of 2018/2019. The samples taken
were students of eleventh grade MIPA 1(n=36 students) and MIPA 2(n=36 students). This
type of research was a quasi-experimental study with a nonequivalent control group design.
Data collection is done by using observation and written test techniques. The results of the
analysis with a Mann Whitney test showed that there’s a significant differences between
students’ creative thinking skills of the experimental class which applied project-based
learning and the control class which applied conventional learning with the p-value 0.00.
Generally, students’ creative thinking skills increased with N-Gain 0.6, middle category. The
results of research on project performance amounted to 86.2 which is categorized as an
excellent category.
Keywords: project based learning, creative thinking skills, project performance
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja proyek siswa dan peningkatan
keterampilan berpikir kreatif siswa SMA setelah diajarkan pembelajaran berbasis proyek.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 8 Samarinda tahun ajaran
2018/2019. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI MIPA 1(n = 36 Siswa) dan XI MIPA 2
(n=36 Siswa). Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi-eksperimen dengan rancangan
nonequivalent control group. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik
observasi dan tes tertulis. Hasil analisis melalui uji Mann Whitney menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara keterampilan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen yang
diterapkan pembelajaran berbasis proyek dengan kelas kontrol yang diterapkan
pembelajaran konvesional dengan p-value 0,00. Rata-rata keterampilan berpikir kreatif
siswa mengalami kenaikan dengan N-Gain 0,6; kategori sedang. Hasil penelitian kinerja
proyek sebesar 86,2 yang termasuk dalam kategori sangat baik.
Kata kunci : project based learning, keterampilan berpikir kreatif, kinerja proyek
PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya
fisika merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang peristiwa dan fenomena
alam. Pada hakekatnya, fisika merupakan
suatu proses, produk dan aplikasi. Fisika
sebagai proses merupakan salah satu rangkaian
yang tersusun secara sistematis yang dilakukan
untuk menemukan konsep, prinsip, dan hukum
tentang gejala alam. Pelajaran fisika termasuk
salah satu pelajaran yang cukup menarik
6
karena langsung berkaitan dengan kejadian
yang nyata dan juga dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu pelajaran
fisika lebih banyak memerlukan pemahaman
dari pada penghafalan. Namun kenyataannya
pada pembelajaran di sekolah, fisika sering
kali menjadi mata pelajaran yang menakutkan
bagi para siswa. Siswa masih menganggap
bahwa fisika itu sulit karena banyak
menghitung dengan menggunakan rumusrumus yang cukup rumit. Siswa juga dituntut
E. SIMANJUNTAK, A. HAKIM, & R. QADAR PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK…
untuk menghafal rumus-rumus fisika. Hal ini
menyebabkan berkurangnya minat siswa
terhadap mata pelajaran fisika.
Pembelajaran fisika juga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu
proses penemuan yang dapat
meningkatkan
kualitas
produk
dunia
pendidikan. Hal yang harus dilakukan oleh
dunia
pendidikan
tentunya
harus
mempersiapkan sumber daya manusia kreatif,
mampu memecahkan permasalahan yang
aktual dalam kehidupan dan mampu
menghasilkan teknologi baru dalam dunia
Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Sains
(IPTEKS). Siswa diharapkan dapat menjadi
wahana untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek yang lebih lanjut
dalam menerapkanya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Pembelajaran fisika saat ini sering
menggunakan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada guru atau cara mengajar yang
digunakan guru dikelas pada sekolah masih
terdapat
dalam
proses
pembelajaran
konvesional, sehingga siswa menjadi pasif dan
tidak dapat mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan mengatasi masalah
pembelajaran fisika. Hal tersebut juga dapat
mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa
dikarenakan kurang meningkatkan aktivitas
siswa.
Berdasarkan kurikulum yang berlaku saat
ini bahwa pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada guru dituntut untuk merubahnya
menjadi pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Agar siswa dapat
bertanggung jawab atas tugas belajarnya.
Kegiatan pembelajaran dalam kurikulum 2013
diarahkan untuk memberdayakan semua
potensi yang dimiliki peserta didik agar
mereka dapat memiliki kompetensi yang
diharapkan melalui upaya menumbuhkan serta
mengembangkan;
sikap,
pengetahuan/
knowledge dan keterampilan/skill), peserta
didik adalah subject yang memiliki
kemampuan untuk secara aktif mencari,
mengolah, mengkontruksi, dan menggunakan
pengetahuan.
Oleh karena itu, di sekolah guru sebagai
tenaga
pendidik
harus
dapat
menyelenggarakan proses pembelajaran yang
dapat membuat siswa terdorong untuk
membangun
pengetahuan
awal
yang
dimilikinya serta berpartisipasi aktif secara
langsung dalam proses belajar mengajar.
Siswa juga perlu diberikan kesempatan untuk
belajar bekerja sama dengan teman dalam
mengembangkan pemahaman terhadap konsep
dan prinsip penting. Banyak hal yang
mempengaruhi keberhasilan dalam proses
pembelajaran,
diantaranya
sarana
dan
prasarana, media pembelajaran, materi dan
sumber belajar, serta tenaga pendidiknya,
berdasarkan hal tersebut faktor tenaga
pendidik merupakan faktor yang penting
dalam proses pembelajaran dan pencapaian
tujuan pendidikan. Berkaitan
dengan
permasalahan
yang
terjadi
pada
pembelajaran fisika di sekolah, menurut
peneliti perlu diterapkan suatu model
pembelajaran yang sesuai dan mampu
meningkatkan
keterampilan
berpikir,
keterampilan mengatasi masalah, serta dapat
meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Maka
dari itu, model pembelajaran yang diterapkan
peneliti adalah model project based learning.
Project based learning merupakan model
pembelajaran yang melibatkan peserta didik
bekerja secara otonom mengkontruksi
belajarnya
sendiri,
dan
puncaknya
menghasilkan produk karya bernilai dan
realistik (Kamdi, 2007; Anreasen & Nielsen,
2013; Harmer, 2014). Proyek yang dikerjakan
peserta didik menuntut siswa untuk berpikir
kreatif, terampil dalam merencanakan,
menggunkan alat dan bahan, pengambilan dan
pengolahan data serta penarikan keseimpulan
dari
proyek
yang
sudah
dilakukan.
Pelaksanaan
proyek
dilakukan
secara
kolaboratif, inovatif dan unik yang berfokus
7
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2019
pada pemecahan masalah yang berhubungan
dengan kehidupan siswa, serta target utamanya
adalah untuk menghasilkan produk yang nyata.
Pembelajaran berbasis proyek memiliki
potensi
yang besar untuk membuat
pengalaman belajar lebih menarik dan
bermakna bagi siswa dalam membangun
keterampilan kerja.
Komalasari (2013) mengemukakan bahwa
project based learning memiliki penekanan
pada keterlibatan aktif siswa dan peran guru
adalah sebagai fasilitator. Siswa tidak secara
pasif hanya menyimak materi dari guru lalu
menjawab soal-soal pertanyaan, tetapi juga
dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah
produk (Han & Bhattacharya, 2001) yang
menunjukkan pemahaman siswa terhadap
konsep yang dipelajari dan menggambarkan
pengetahuan mengenai permasalahan yang
sedang dipecahkan. Sebagaimana pendapat
Ergul (2014), bahwa pembelajaran berbasis
proyek juga memberikan kontribusi positif
terhadap keberhasilan siswa dan dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
serta pemahaman konsep siswa. Berdasarkan
persoalan yang telah dijabarkan, untuk
membuktikan apakah pembelajaran berbasis
proyek dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kreatif siswa, maka dilakukan
penelitian dengan judul “Pembelajaran fluida
statis berbasis proyek untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif siswa SMA
Negeri 8 Samarinda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peningkatan keterampilan berpikir kreatif
siswa pada materi fluida statis sebelum dan
sesudah diajar dengan pembelajaran berbasis
proyek, untuk mengetahui kinerja proyek
siswa setelah diajar dengan pembelajaran
berbasis proyek pada materi fluida statis.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan desain two group pretestposttest. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sample. Subyek
8
penelitian terdiri atas 36 siswa kelas
eksperimen dan 36 siswa kelas kontrol dari
salah satu SMA di Samarinda pada tahun
2018/2019. Data hasil penelitian berupa
keterampilan berpikir kreatif siswa yang
diperoleh dari tes tertulis dan penilaian proyek
dari hasil pengamatan menggunakan lembar
observasi/pengamatan,
mulai
dari
perencanaan, proses dan tahap akhir
pengerjaan proyek
Instrumen keterampilan berpikir kreatif
siswa yang meliputi berpikir lancar, berpikir
luwes, berpikir orisinal, dan berpikir elaborasi
berupa soal uraian sebanyak 10 soal. Masingmasing data keterampilan berpikir kreatif
siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
dianalisis mengunakan N-gain score dan
dikategorikan sebagaimana kriteria pada Tabel
1. Data dianalisis lebih lanjut menggunakan uji
Mann Whitney Test untuk melihat ada tidaknya
perbedaan yang signifikan diantara kedua
kelas tersebut.
Tabel 1. Kriteria gain score
Gain score
<g> ≥ 0.7
0.7 <g> ≥ 0.3
<g> < 0.3
Interperetasi
Tinggi
Sedang
Rendah
(Hake, R.R., 1998)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian statistik dari hasil pretest dan
posttest keterampilan berpikir kreatif siswa
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
menunjukkan bahwa data yang diperoleh tidak
terdistribusi normal namun homogen. Hasil uji
normalitas menggunkan uji Kolmogorov
Smirnov, pada hasil pretest dan posttest kelas
eksperimen memperoleh nilai p-value berturutturut 0,20 dan 0,00, pada hasil pretest dan
posttest kelas kontrol memperoleh nilai pvalue berturut-turut 0,02 dan 0,20 dimana nilai
p-value terdapat lebih kecil dari taraf
signifikansi 0,05. Hasil uji homogenitas
menggunakan uji Levene memperoleh nilai pvalue lebih besar dari taraf signifikansi 0,05
yaitu 0,36.
E. SIMANJUNTAK, A. HAKIM, & R. QADAR PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK…
Hasil perhitungan dengan uji Mann
Whitney memperoleh nilai p-value 0,00 yang
lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05,
sehingga hipotesis awal (Ho) ditolak dan
hipotesis alternative (Ha) diterima. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara keterampilan berpikir kreatif
siswa kelas eksperimen yang diterapkan
pembelajaran berbasis proyek dengan kelas
kontrol yang diterapkan pembelajaran berbasis
konvesional.
Tabel 2. Kriteria Perolehan N-Gain Tiap
indikator Keterampilan Berpikir Kreatif
Siswa Kelas Eksperimen
Indikator
Berpikir Lancar
Berpikir Luwes
Berpikir Orisinal
Berpikir Elaborasi
N-Gain
0,5
0,5
0,5
0,9
Kriteria
Sedang
Sedang
Sedang
Tinggi
Tabel 3. Kriteria Perolehan N-Gain Tiap
indikator Keterampilan Berpikir Kreatif
Siswa Kelas Kontrol
Indikator
Berpikir Lancar
Berpikir Luwes
Berpikir Orisinal
Berpikir Elaborasi
N-Gain
0,2
0,2
0,4
0,6
Kriteria
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Rata-rata
hasil
kemampuan
awal
keterampilan berpikir kreatif siswa (pretest)
kelas eksperimen yang diperoleh adalah 42,1
dengan rincian nilai terendah 18 dan nilai
tertinggi 65, sedangkan rata-rata hasil
kemampuan akhir berpikir reatif siswa
(posttest) adalah 78,0 dengan rincian nilai
terendah 45 dan nilai tertinggi adalah 90. Ratarata hasil pretest dan posttest memperoleh NGain 0,6 yang termasuk kategori sedang.
Rata-rata
hasil
kemampuan
awal
keterampilan berpikir kreatif siswa (pretest)
kelas kontrol yang diperoleh adalah 41,6
dengan rincian nilai terendah 25 dan nilai
tertinggi 63, sedangkan rata-rata hasil
kemampuan akhir berpikir kreatif siswa
(posttest) adalah 62,9 dengan rincian nilai
terendah 40 dan nilai tertinggi adalah 88. Ratarata hasil pretest dan posttest memperoleh N-
Gain 0,4 yang termasuk kategori sedang.
Sedangkan rata-rata nilai proyek adalah 86,2
dengan kategori sangat baik. Adapun rincian
perolehan N-Gain dan sor rata-rata pretestposttest dari tiap indikator keterampilan
berpikir kreatif siswa ditunjukkan berturutturut pada Tabel 1,2, dan Gambar 1.
Pembelajaran dilakukan sebanyak 5 kali
pertemuan dengan total 10 jam pembelajaran
(10x45 menit). Pretest dan posttest
dilaksanakan masing-masing selama 1 jam
pembelajaran (45 menit) dan total waktu
kegiatan belajar mengajar dilakukan sebanyak
8 jam pembelajaran (8x45 menit).
Tiap soal yang diberikan saat pretest
maupun posttest ditujukan untuk member
penilaian yang didasarkan pada indikator
keterampilan berpikir kreatif, yakni berpikir
lancar, berpikir luwes, berpikir orisinal, dan
berpikir
elaborasi.
Seluruh
indikator
keterampilan berpikir kreatif siswa dilatih
melalui fase-fase pada project based learning.
Fase
pertama
yaitu
menentukan
pertanyaan mendasar, pada fase ini peneliti
mengemukakan beberapa pertanyaan esensial
yaitu “Pernahkah kalian ketempat pencucian
mobil? Tahukah kalian bagaimana prinsip
kerja pengangkut mobil tersebut?” Pertanyaanpertanyaan ini bersifat eksplorasi agar
kreativitas siswa dapat dikeluarkan. Pada fase
ini peneliti melihat respon siswa bermacammacam dengan jawaban bervariasi sesuai
tingkat pemahaman siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Dari fase ini secara tidak langsung
menggali keterampilan berpikir kreatif siswa
pada indikator berpikir lancar karena siswa
memberikan aneka respon secara spontan
mengenai pertanyaan yang diberikan.
Fase kedua yaitu mendesaian perencanaan
proyek, dalam fase ini peneliti membimbing
siswa membicarakan aturan main untuk
disepakati dalam proses penyelesaian proyek.
Hal-hal yang disepakati berupa pemilihan
aktivitas, waktu maksimal yang direncanakan,
sanksi yang dijatuhkan pada pelanggaran
aturan main, tempat pelaksanaan proyek, hal9
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2019
hal yang dilaporkan, serta alat dan bahan yang
dapat di akses untuk membantu penyelesaian
proyek. Fase ini siswa menentukan pembuatan
proyek yang bervariasi sesuai dengan materi
fluida statis yang didapatkan. Dari fase ini
terlihat merangsang keterampilan berpikir
luwes (flexibilitas) dan berpikir original siswa
karena siswa bersama kelompoknya berusaha
mendekati sebuah masalah dari berbagai sudut
pandang sehingga bisa mencetuskan ide-ide
yang banyak & baru. Selain itu, berpikir lancar
siswa juga berperan dalam fase ini.
Fase ketiga yaitu menyusun jadwal, pada
fase ini peneliti membimbing siswa untuk
menyusun jadwal aktivitas yang mengacu pada
waktu yang telah disepakati sebelumnya. Dari
pengamatan peneliti fase ini memunculkan
keterampilan berpikir lancar & berpikir luwes
serta melatih siswa dapat mengatur waktu
kemandirian siswa dalam menyelesaikan
pelaksanaan dan pembuatan proyek yang telah
dikerjakan.
Skor Rata-rata (Skor Maks : 100)
100
93,4
90
90
80
Fase keempat yaitu memonitor siswa dan
kemajuan proyek, pada fase ini peneliti
mengalami kesulitan dalam memonitor siswa
dan proyeknya karena kegiatan pembuatan
proyek dilakukan diluar sekolah disebabkan
waktu disekolah tidak cukup untuk
penyelesaian proyek sehingga siswa diluar
kontrol peneliti. Tapi peneliti menyiasatinya
dengan mengajarkan materi tentang fluida
statis yang disajikan peneliti dalam LKPD.
LKPD yang diberikan untuk siswa
diharapkan dapat menyelesaikan suatu
permasalahan yang ada di dalam kehidupan
sehari-hari melalui sebuah pembuatan proyek
pada penerapan prinsip fisika yang secara
tidak langsung untuk meransang keterampilan
berpikir kreatif yang dimiliki siswa pada
indikator berpikir lancar, luwes, original, dan
elaborasi dan menambah pengetahuan siswa
dari segi kognitif dan juga psikomotorik.
75,2
74,7
72,5
73,6
71,5
70
60
50
49,5
50%
49,1
50%
46,2
60%
56,9
55,1
50%
50,0
47
42,1
40%
40
30
20%
20
23,6
20%
Posttest
15,3
N-Gain(%)
10
0
Berpikir
Lancar
Berpikir
Luwes
Berpikir Berpikir Berpikir
Orisinal Elaboratif Lancar
Eksperimen
Berpikir
Luwes
Berpikir Berpikir
Orisinal Elaboratif
Kontrol
Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif
Gambar 1 Rata-rata Skor Pretest, Posttest, N-Gain Tiap Indikator Keterampilan Berpikir
Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
10
Pretest
E. SIMANJUNTAK, A. HAKIM, & R. QADAR PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK…
Fase kelima yaitu menguji hasil, pada fase
ini peneliti memeriksa proyek dari siswa yang
telah dikerjakan, hasilnya ada empat kelompok
yang mengerjakan dengan sangat baik dan ada
dua kelompok yang mengerjakan dengan baik.
Peneliti juga memeriksa pembuatan laporan
proyek (sistematika penulisan) dan presentasi
siswa dalam pembuatan proyek, penyampaian
materi dan sesi tanya jawab terhadap
kelompok lain.
Fase yang terakhir yaitu mengevaluasi,
pada fase ini peneliti mengevaluasi karya
proyek siswa yang dikerjakan dan hasilnya
masih ada beberapa kelompok yang
mengerjakan proyek sederhana saja dan tidak
menghiasnya menjadi lebih menarik hal ini
disebabkan karena siswa mempunyai tugas
yang banyak dari mata pelajaran lain sehingga
siswa kesulitan dalam mengatur waktu untuk
mengerjakan tugas proyek tetapi kesesuaian
produk sesuai dengan konsep fisika yang
dikerjakan. Selain itu, terdapat juga beberapa
siswa yang sangat antusias dalam sesi tanya
jawab presentasi terhadap proyek yang
dikerjakan terhadap kelompok.
Berdasarkan gambar 1, bahwa data yang
diperoleh setiap masing-masing indikator
kemampuan berpikir siswa mengalami
peningkatan, namun peningkatan kemampuan
berpikir kreatif siswa masing-masing indikator
pada kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol. Pada indikator
berpikir lancar nilai N-Gain kelas eksperimen
adalah sebesar 0,5 termasuk pada kategori
sedang, sedangkan pada kelas kontrol nilai NGainnya adalah 0,2 termasuk pada kategori
rendah. Berdasarkan data tersebut, kelas
eksperimen
mengalami
peningkatan
kemampuan berpikir lancar yang lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol.
Keadaan ini menunjukkan bahwa siswa
yang
diajarkan
dengan
menggunakan
pembelajaran berbasis proyek memiliki
kemampuan berpikir lancar yang lebih baik
dibandingkan
dengan
kelas
kontrol.
Sebagaimana
(Al-Oweidi,
2013),
mengemukakan bahwa aspek kelancaran
merupakan kemampuan untuk memproduksi
banyak ide. Berdasarkan pendapat tersebut,
dapat diartikan bahwa aspek kelancaran
berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
memberikan banyak kemungkinan jawaban,
ide, dan solusi terhadap suatu permasalahan
yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari.
Masing-masing indikator pada kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas
kontrol. Pada indikator berpikir lancar nilai NGain kelas eksperimen adalah sebesar 0,5
termasuk pada kategori sedang, sedangkan
pada kelas kontrol nilai N-Gainnya adalah 0,2
termasuk pada kategori rendah. Berdasarkan
data tersebut, kelas eksperimen mengalami
peningkatan kemampuan berpikir lancar yang
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Keadaan ini menunjukkan bahwa siswa yang
diajarkan dengan menggunakan pembelajaran
berbasis proyek memiliki kemampuan berpikir
lancar yang lebih baik dibandingkan dengan
kelas kontrol. Sebagaimana (Al-Oweidi,
2013),
mengemukakan
bahwa
aspek
kelancaran merupakan kemampuan untuk
memproduksi banyak ide. Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa aspek
kelancaran berkaitan dengan kemampuan
seseorang
dalam
memberikan
banyak
kemungkinan jawaban, ide, dan solusi
terhadap suatu permasalahan yang diberikan.
Pada model pembelajaran berbasis proyek,
siswa diberikan masalah-masalah terkait
keadaan yang ada di lingkungan masyarakat
sekitar kemudian diarahkan untuk berpikir dan
mencari solusi dari masalah-masalah tersebut,
sehingga secara langsung siswa dilatih untuk
berpikir mengalir secara menerus.
Indikator kemampuan siswa dalam
berpikir luwes nilai N-Gain kelas eksperimen
adalah sebesar 0,5 termasuk pada kategori
sedang, sedangkan pada kelas kontrol nilai NGainnya adalah 0,2 termasuk pada kategori
rendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa kelas
eksperimen
mengalami
peningkatan
kemampuan berpikir luwes yang lebih tinggi
11
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2019
dibandingkan
dengan
kelas
kontrol.
Fleksibilitas adalah memunculkan berbagai
pengetahuan dengan amat mudah. Munandar
(2004) berpendapat bahwa fleksibilitas
mencerminkan kemampuan untuk memberikan
aneka ragam pemikiran terhadap pengamatan
yang dilakukan atau memberikan macammacam
cara
yang
berbeda
untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Pada
penerapan pembelajaran berbasis proyek,
siswa diarahkan untuk mencari solusi dari
berbagai masalah yang ada di lingkungan dan
masyarakat sekitar secara bebas. Pada
prosesnya siswa dapat mencari solusi yang
berbeda-beda sesuai dengan pemikiran yang
dimiliki, sehingga siswa dilatih untuk
memikirkan solusi yang berbeda-beda untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang ada
pada soal maupun dalam kehidupan sehari-hari
dengan penggunaan konsep-konsep fisika.
Indikator kemampuan siswa dalam berpikir
orisinal nilai N-Gain kelas eksperimen adalah
sebesar 0,5 termasuk pada kategori sedang,
sedangkan pada kelas kontrol nilai N-Gainnya
adalah 0,4 termasuk pada kategori sedang. Hal
ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen
mengalami peningkatan kemampuan berpikir
original yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol. Sebagaimana (AlOweidi, 2013), mengemukakan bahwa aspek
orisinalitas
atau
keaslian
merupakan
karakteristik yang paling tinggi dari
kreativitas, karena aspek orisinalitas berkaitan
dengan
kemampuan
seseorang
untuk
memberikan ide atau gagasan yang inovatif
dan unik. Pada pembelajaran berbasis proyek,
terdapat tahapan aplikasi yaitu siswa
menerapkan
satu
cara/langkah
untuk
memecahkan masalah yang sudah dipikirkan
solusinya. Tahapan ini didukung dengan
penugasan siswa berupa proyek pembuatan
alat sederhana yang dapat mengatasi masalah
yang ada. Pada tahapan ini, siswa didorong
untuk membuat atau menghasilkan sesuatu
yang baru seseuai dengan hasil pemikirannya
diwujudkan dengan proyek yang telah dibuat
12
sehingga melalui hal tersebut kemampuan
berpikir original siswa dapat meningkat.
Indikator kemampuan siswa dalam
berpikir elaboration nilai N-Gain kelas
eksperimen adalah sebesar 0,9 termasuk pada
kategori tinggi, sedangkan pada kelas kontrol
nilai N-Gainnya adalah 0,6 termasuk pada
kategori sedang. Data ini menunjukkan
kemampuan berpikir merinci siswa pada kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan
kelas kontrol. Berpikir merinci atau disebut
dengan
elaborasi
diartikan
dengan
memodifikasi seperti mengambil suatu
pemikiran
yang
sederhana,
kemudian
dimodifikasi dan menjadikannya lebih
menarik. Atau, menambah perincian atas suatu
pemikiran tertentu, dengan syarat perincianperincian ini sesuai dengan pemikiran
utamanya. Pada kelas eksperimen siswa
diarahkan untuk memecahkan masalah
kemudian menghubungkannya dengan konsep
fisika fluida statis. Hal ini tentunya
memerlukan pemikiran yang mendalam karena
konsep fisika lebih aplikatif. Pemecahan
masalah juga bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan oleh siswa sehingga siswa dituntut
untuk mempelajari konsep lebih mendalam.
Hal inilah yang membuat siswa pada kelas
eksperimen memiliki peningkatan kemampuan
berpikir
merinci
yang
lebih
tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol.
Berdasarkan hasil uji N-Gain pada kelas
eksperimen, kemampuan berpikir elaboration
jauh lebih besar dibandingkan kemampuan
berpikir luwes, lancar dan orisinal dikarenakan
siswa yang mendapat pembelajaran berbasis
proyek diarahkan terhadap pertanyaan atau
masalah yang menantang, melibatkan siswa
dalam perancangan, memberikan keputusan,
atau menyelidiki secara mendalam dan
mengintegrasikan pengetahuan yang baru
berdasarkan
pengalaman
siswa
dalam
beraktifitas secara nyata. Hal ini tentunya
siswa dilatih untuk menggali kemampuannya
sendiri dan pemikiran lebih terbuka terhadap
konsep fluida statis yang secara mendalam dan
E. SIMANJUNTAK, A. HAKIM, & R. QADAR PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK…
lebih aplikatif. Siswa juga lebih terdorong
untuk memikirkan pemecahan masalah terkait
fluida statis, Sehingga dapat menyelesaikan
permasalahan soal yang diberikan, dengan
demikian juga pada berpikir luwes, lancar dan
orisinal terdapat perolehan skor rata-rata yang
lebih baik.
Kemampuan berpikir merinci pada kelas
kontrol jauh lebih besar dibandingkan
kemampuan berpikir lancar dikarenakan siswa
yang mendapatkan pembelajaran secara
konvesional terbiasa mengerjakan soal-soal
yang rumit namun siswa tidak didorong untuk
memikirkan pemecahan masalah terkait fluida
statis dan menemukan solusi yang baru dan
bersifat original terkait masalah tersebut
sehingga kemampuan berpikir siswa secara
luwes lebih rendah dibandingkan kemampuan
berpikir secara rinci. Nilai rata-rata posttest
kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol
maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis proyek berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa. Perbedaan
yang signifikan dalam peningkatan hasil
belajar dan keterampilan berpikir kreatif ini,
sekaligus menguatkan sejumlah temuan
penelitian sebelumnya seperti Maarij (2017)
dan Sari, Hidayat, & Kusairi (2018).
Pembuatan proyek yang diperoleh dari
penerapan pembelajaran berbasis proyek untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
siswa dalam pemecahan suatu masalah di
dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan
hasil penelitian, diketahui bahwa nilai rata-rata
proyek siswa kelas XI IPA 2 dari tahap
perencanaan hingga laporan proyek yaitu 86,2
dan dikategorikan sangat baik. Jumlah
kelompok yang memiliki kinerja sangat baik
sebanyak 4 dari 6 kelompok dan kelompok
yang memiliki kategori baik terdapat 2 dari 6
kelompok.
PENUTUP
Simpulan
Penerapan pembelajaran berbasis proyek
(project based learning) pada materi fluida
statis mampu meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif siswa kelas eksperimen sebesar
0,6 dan kinerja proyek siswa memperoleh nilai
rata-rata 86,2 dengan kategori sangat baik.
Meskipun kategori peningkatan kemampuan
berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol sama
dengan kelas eksperimen yaitu kategori
sedang, namun peningkatan N- Gain kelas
kontrol hanya 0,4; lebih rendah dari kelas
eksperimen yang memperoleh N-Gain 0,6.
Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan adalah
Kemampuan berpikir kreatif siswa dapat
ditingkatkan dengan model project based
learning bila diterapkan secara terus menerus.
Guru sebaiknya lebih banyak menerapkan dan
mengenalkan model belajar mengajar yang
baru kepada siswa, contohnya project based
learning, kegiatan belajar yang terampil
mengembangkan diri, mandiri dan belajar
sepanjang hayat agar siswa memiliki
ketertarikan terhadap materi-materi fisika.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Oweidi, A. (2013). Creative Characteristics
and its Relation to Achievement and
School
Type
among Jordanian
Students. Creative Education. 4(1), 2934.
Anreasen, L. B., & Nielsen , J. L. (2013).
Dimensions
of Problem
Based
Learning-Dialogue
and
Online
Collaboration in Projects. Journal of
Problem Based Learning in Higer
Education, 1(1), 210-229
Ergul, N. R., & Kargin, E. K., (2014). The
Effect of Project Based Learning On
Students’ Science Success. Procedia
Social and Behavioral Sciences, 136,
537-541.
Hake, R. R. (1998). Interactive-engagement
versus traditional methods: A sixthousand-student survey of mechanics
test data for introductory physics
13
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2019
courses. American journal of Physics,
66(1), 64-74.
Learning Achievment In Physics.
Jurnal Pendidikan, 18(1), 25-41
Harmer, N. (2014). Project Based Learning.
England: Plymouth University.
Munandar, U. (2004). Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sari, W.P., Hidayat, A., & Kusairi, S. (2018).
Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa
SMA dalam Pembelajaran Project
Based Learning (Pjbl) pada Materi
Fluida Statis. Jurnal Pendidikan: Teori,
Penelitian, & Pengembangan, 3(6),
751-757.
Kamdi,
W.
(2007).
Model-Model
Pembelajaran
Inovatif.
Malang:
Universitas Negeri Malang.
Komalasari, K.
(2013). Pembelajaran
Kontekstual konsep dan Aplikasi.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Maarij, M. H. (2017). Effectiveness Of Project
Based Learning (PJBL) Model On
14