Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA *Erniaty Simanjuntak, Abdul Hakim, & Riskan Qadar Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Mulawarman Jalan Muara Pahu Samarinda, Indonesia *e-mail: erniatysimanjuntak76@gmail.com Abstract. The purpose of this study was to determine the project performance of students and improve the creative thinking skills of high school students after being taught project-based learning. The population in this study were all students of eleventh grade of State Senior High School 8 (SMAN 8) Samarinda in the academic year of 2018/2019. The samples taken were students of eleventh grade MIPA 1(n=36 students) and MIPA 2(n=36 students). This type of research was a quasi-experimental study with a nonequivalent control group design. Data collection is done by using observation and written test techniques. The results of the analysis with a Mann Whitney test showed that there’s a significant differences between students’ creative thinking skills of the experimental class which applied project-based learning and the control class which applied conventional learning with the p-value 0.00. Generally, students’ creative thinking skills increased with N-Gain 0.6, middle category. The results of research on project performance amounted to 86.2 which is categorized as an excellent category. Keywords: project based learning, creative thinking skills, project performance Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja proyek siswa dan peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA setelah diajarkan pembelajaran berbasis proyek. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 8 Samarinda tahun ajaran 2018/2019. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI MIPA 1(n = 36 Siswa) dan XI MIPA 2 (n=36 Siswa). Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi-eksperimen dengan rancangan nonequivalent control group. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi dan tes tertulis. Hasil analisis melalui uji Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen yang diterapkan pembelajaran berbasis proyek dengan kelas kontrol yang diterapkan pembelajaran konvesional dengan p-value 0,00. Rata-rata keterampilan berpikir kreatif siswa mengalami kenaikan dengan N-Gain 0,6; kategori sedang. Hasil penelitian kinerja proyek sebesar 86,2 yang termasuk dalam kategori sangat baik. Kata kunci : project based learning, keterampilan berpikir kreatif, kinerja proyek PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa dan fenomena alam. Pada hakekatnya, fisika merupakan suatu proses, produk dan aplikasi. Fisika sebagai proses merupakan salah satu rangkaian yang tersusun secara sistematis yang dilakukan untuk menemukan konsep, prinsip, dan hukum tentang gejala alam. Pelajaran fisika termasuk salah satu pelajaran yang cukup menarik 6 karena langsung berkaitan dengan kejadian yang nyata dan juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pelajaran fisika lebih banyak memerlukan pemahaman dari pada penghafalan. Namun kenyataannya pada pembelajaran di sekolah, fisika sering kali menjadi mata pelajaran yang menakutkan bagi para siswa. Siswa masih menganggap bahwa fisika itu sulit karena banyak menghitung dengan menggunakan rumusrumus yang cukup rumit. Siswa juga dituntut E. SIMANJUNTAK, A. HAKIM, & R. QADAR  PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK… untuk menghafal rumus-rumus fisika. Hal ini menyebabkan berkurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran fisika. Pembelajaran fisika juga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan yang dapat meningkatkan kualitas produk dunia pendidikan. Hal yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan tentunya harus mempersiapkan sumber daya manusia kreatif, mampu memecahkan permasalahan yang aktual dalam kehidupan dan mampu menghasilkan teknologi baru dalam dunia Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Sains (IPTEKS). Siswa diharapkan dapat menjadi wahana untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek yang lebih lanjut dalam menerapkanya di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran fisika saat ini sering menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru atau cara mengajar yang digunakan guru dikelas pada sekolah masih terdapat dalam proses pembelajaran konvesional, sehingga siswa menjadi pasif dan tidak dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah pembelajaran fisika. Hal tersebut juga dapat mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan kurang meningkatkan aktivitas siswa. Berdasarkan kurikulum yang berlaku saat ini bahwa pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru dituntut untuk merubahnya menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Agar siswa dapat bertanggung jawab atas tugas belajarnya. Kegiatan pembelajaran dalam kurikulum 2013 diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta didik agar mereka dapat memiliki kompetensi yang diharapkan melalui upaya menumbuhkan serta mengembangkan; sikap, pengetahuan/ knowledge dan keterampilan/skill), peserta didik adalah subject yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkontruksi, dan menggunakan pengetahuan. Oleh karena itu, di sekolah guru sebagai tenaga pendidik harus dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang dapat membuat siswa terdorong untuk membangun pengetahuan awal yang dimilikinya serta berpartisipasi aktif secara langsung dalam proses belajar mengajar. Siswa juga perlu diberikan kesempatan untuk belajar bekerja sama dengan teman dalam mengembangkan pemahaman terhadap konsep dan prinsip penting. Banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran, diantaranya sarana dan prasarana, media pembelajaran, materi dan sumber belajar, serta tenaga pendidiknya, berdasarkan hal tersebut faktor tenaga pendidik merupakan faktor yang penting dalam proses pembelajaran dan pencapaian tujuan pendidikan. Berkaitan dengan permasalahan yang terjadi pada pembelajaran fisika di sekolah, menurut peneliti perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang sesuai dan mampu meningkatkan keterampilan berpikir, keterampilan mengatasi masalah, serta dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Maka dari itu, model pembelajaran yang diterapkan peneliti adalah model project based learning. Project based learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik bekerja secara otonom mengkontruksi belajarnya sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya bernilai dan realistik (Kamdi, 2007; Anreasen & Nielsen, 2013; Harmer, 2014). Proyek yang dikerjakan peserta didik menuntut siswa untuk berpikir kreatif, terampil dalam merencanakan, menggunkan alat dan bahan, pengambilan dan pengolahan data serta penarikan keseimpulan dari proyek yang sudah dilakukan. Pelaksanaan proyek dilakukan secara kolaboratif, inovatif dan unik yang berfokus 7 JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2019 pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan siswa, serta target utamanya adalah untuk menghasilkan produk yang nyata. Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk membuat pengalaman belajar lebih menarik dan bermakna bagi siswa dalam membangun keterampilan kerja. Komalasari (2013) mengemukakan bahwa project based learning memiliki penekanan pada keterlibatan aktif siswa dan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa tidak secara pasif hanya menyimak materi dari guru lalu menjawab soal-soal pertanyaan, tetapi juga dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk (Han & Bhattacharya, 2001) yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari dan menggambarkan pengetahuan mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Sebagaimana pendapat Ergul (2014), bahwa pembelajaran berbasis proyek juga memberikan kontribusi positif terhadap keberhasilan siswa dan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif serta pemahaman konsep siswa. Berdasarkan persoalan yang telah dijabarkan, untuk membuktikan apakah pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pembelajaran fluida statis berbasis proyek untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA Negeri 8 Samarinda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi fluida statis sebelum dan sesudah diajar dengan pembelajaran berbasis proyek, untuk mengetahui kinerja proyek siswa setelah diajar dengan pembelajaran berbasis proyek pada materi fluida statis. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain two group pretestposttest. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sample. Subyek 8 penelitian terdiri atas 36 siswa kelas eksperimen dan 36 siswa kelas kontrol dari salah satu SMA di Samarinda pada tahun 2018/2019. Data hasil penelitian berupa keterampilan berpikir kreatif siswa yang diperoleh dari tes tertulis dan penilaian proyek dari hasil pengamatan menggunakan lembar observasi/pengamatan, mulai dari perencanaan, proses dan tahap akhir pengerjaan proyek Instrumen keterampilan berpikir kreatif siswa yang meliputi berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinal, dan berpikir elaborasi berupa soal uraian sebanyak 10 soal. Masingmasing data keterampilan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dianalisis mengunakan N-gain score dan dikategorikan sebagaimana kriteria pada Tabel 1. Data dianalisis lebih lanjut menggunakan uji Mann Whitney Test untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang signifikan diantara kedua kelas tersebut. Tabel 1. Kriteria gain score Gain score <g> ≥ 0.7 0.7  <g> ≥ 0.3 <g> < 0.3 Interperetasi Tinggi Sedang Rendah (Hake, R.R., 1998) HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian statistik dari hasil pretest dan posttest keterampilan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa data yang diperoleh tidak terdistribusi normal namun homogen. Hasil uji normalitas menggunkan uji Kolmogorov Smirnov, pada hasil pretest dan posttest kelas eksperimen memperoleh nilai p-value berturutturut 0,20 dan 0,00, pada hasil pretest dan posttest kelas kontrol memperoleh nilai pvalue berturut-turut 0,02 dan 0,20 dimana nilai p-value terdapat lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Hasil uji homogenitas menggunakan uji Levene memperoleh nilai pvalue lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 yaitu 0,36. E. SIMANJUNTAK, A. HAKIM, & R. QADAR  PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK… Hasil perhitungan dengan uji Mann Whitney memperoleh nilai p-value 0,00 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, sehingga hipotesis awal (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen yang diterapkan pembelajaran berbasis proyek dengan kelas kontrol yang diterapkan pembelajaran berbasis konvesional. Tabel 2. Kriteria Perolehan N-Gain Tiap indikator Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Indikator Berpikir Lancar Berpikir Luwes Berpikir Orisinal Berpikir Elaborasi N-Gain 0,5 0,5 0,5 0,9 Kriteria Sedang Sedang Sedang Tinggi Tabel 3. Kriteria Perolehan N-Gain Tiap indikator Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol Indikator Berpikir Lancar Berpikir Luwes Berpikir Orisinal Berpikir Elaborasi N-Gain 0,2 0,2 0,4 0,6 Kriteria Rendah Rendah Sedang Sedang Rata-rata hasil kemampuan awal keterampilan berpikir kreatif siswa (pretest) kelas eksperimen yang diperoleh adalah 42,1 dengan rincian nilai terendah 18 dan nilai tertinggi 65, sedangkan rata-rata hasil kemampuan akhir berpikir reatif siswa (posttest) adalah 78,0 dengan rincian nilai terendah 45 dan nilai tertinggi adalah 90. Ratarata hasil pretest dan posttest memperoleh NGain 0,6 yang termasuk kategori sedang. Rata-rata hasil kemampuan awal keterampilan berpikir kreatif siswa (pretest) kelas kontrol yang diperoleh adalah 41,6 dengan rincian nilai terendah 25 dan nilai tertinggi 63, sedangkan rata-rata hasil kemampuan akhir berpikir kreatif siswa (posttest) adalah 62,9 dengan rincian nilai terendah 40 dan nilai tertinggi adalah 88. Ratarata hasil pretest dan posttest memperoleh N- Gain 0,4 yang termasuk kategori sedang. Sedangkan rata-rata nilai proyek adalah 86,2 dengan kategori sangat baik. Adapun rincian perolehan N-Gain dan sor rata-rata pretestposttest dari tiap indikator keterampilan berpikir kreatif siswa ditunjukkan berturutturut pada Tabel 1,2, dan Gambar 1. Pembelajaran dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan dengan total 10 jam pembelajaran (10x45 menit). Pretest dan posttest dilaksanakan masing-masing selama 1 jam pembelajaran (45 menit) dan total waktu kegiatan belajar mengajar dilakukan sebanyak 8 jam pembelajaran (8x45 menit). Tiap soal yang diberikan saat pretest maupun posttest ditujukan untuk member penilaian yang didasarkan pada indikator keterampilan berpikir kreatif, yakni berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinal, dan berpikir elaborasi. Seluruh indikator keterampilan berpikir kreatif siswa dilatih melalui fase-fase pada project based learning. Fase pertama yaitu menentukan pertanyaan mendasar, pada fase ini peneliti mengemukakan beberapa pertanyaan esensial yaitu “Pernahkah kalian ketempat pencucian mobil? Tahukah kalian bagaimana prinsip kerja pengangkut mobil tersebut?” Pertanyaanpertanyaan ini bersifat eksplorasi agar kreativitas siswa dapat dikeluarkan. Pada fase ini peneliti melihat respon siswa bermacammacam dengan jawaban bervariasi sesuai tingkat pemahaman siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dari fase ini secara tidak langsung menggali keterampilan berpikir kreatif siswa pada indikator berpikir lancar karena siswa memberikan aneka respon secara spontan mengenai pertanyaan yang diberikan. Fase kedua yaitu mendesaian perencanaan proyek, dalam fase ini peneliti membimbing siswa membicarakan aturan main untuk disepakati dalam proses penyelesaian proyek. Hal-hal yang disepakati berupa pemilihan aktivitas, waktu maksimal yang direncanakan, sanksi yang dijatuhkan pada pelanggaran aturan main, tempat pelaksanaan proyek, hal9 JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2019 hal yang dilaporkan, serta alat dan bahan yang dapat di akses untuk membantu penyelesaian proyek. Fase ini siswa menentukan pembuatan proyek yang bervariasi sesuai dengan materi fluida statis yang didapatkan. Dari fase ini terlihat merangsang keterampilan berpikir luwes (flexibilitas) dan berpikir original siswa karena siswa bersama kelompoknya berusaha mendekati sebuah masalah dari berbagai sudut pandang sehingga bisa mencetuskan ide-ide yang banyak & baru. Selain itu, berpikir lancar siswa juga berperan dalam fase ini. Fase ketiga yaitu menyusun jadwal, pada fase ini peneliti membimbing siswa untuk menyusun jadwal aktivitas yang mengacu pada waktu yang telah disepakati sebelumnya. Dari pengamatan peneliti fase ini memunculkan keterampilan berpikir lancar & berpikir luwes serta melatih siswa dapat mengatur waktu kemandirian siswa dalam menyelesaikan pelaksanaan dan pembuatan proyek yang telah dikerjakan. Skor Rata-rata (Skor Maks : 100) 100 93,4 90 90 80 Fase keempat yaitu memonitor siswa dan kemajuan proyek, pada fase ini peneliti mengalami kesulitan dalam memonitor siswa dan proyeknya karena kegiatan pembuatan proyek dilakukan diluar sekolah disebabkan waktu disekolah tidak cukup untuk penyelesaian proyek sehingga siswa diluar kontrol peneliti. Tapi peneliti menyiasatinya dengan mengajarkan materi tentang fluida statis yang disajikan peneliti dalam LKPD. LKPD yang diberikan untuk siswa diharapkan dapat menyelesaikan suatu permasalahan yang ada di dalam kehidupan sehari-hari melalui sebuah pembuatan proyek pada penerapan prinsip fisika yang secara tidak langsung untuk meransang keterampilan berpikir kreatif yang dimiliki siswa pada indikator berpikir lancar, luwes, original, dan elaborasi dan menambah pengetahuan siswa dari segi kognitif dan juga psikomotorik. 75,2 74,7 72,5 73,6 71,5 70 60 50 49,5 50% 49,1 50% 46,2 60% 56,9 55,1 50% 50,0 47 42,1 40% 40 30 20% 20 23,6 20% Posttest 15,3 N-Gain(%) 10 0 Berpikir Lancar Berpikir Luwes Berpikir Berpikir Berpikir Orisinal Elaboratif Lancar Eksperimen Berpikir Luwes Berpikir Berpikir Orisinal Elaboratif Kontrol Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif Gambar 1 Rata-rata Skor Pretest, Posttest, N-Gain Tiap Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 10 Pretest E. SIMANJUNTAK, A. HAKIM, & R. QADAR  PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK… Fase kelima yaitu menguji hasil, pada fase ini peneliti memeriksa proyek dari siswa yang telah dikerjakan, hasilnya ada empat kelompok yang mengerjakan dengan sangat baik dan ada dua kelompok yang mengerjakan dengan baik. Peneliti juga memeriksa pembuatan laporan proyek (sistematika penulisan) dan presentasi siswa dalam pembuatan proyek, penyampaian materi dan sesi tanya jawab terhadap kelompok lain. Fase yang terakhir yaitu mengevaluasi, pada fase ini peneliti mengevaluasi karya proyek siswa yang dikerjakan dan hasilnya masih ada beberapa kelompok yang mengerjakan proyek sederhana saja dan tidak menghiasnya menjadi lebih menarik hal ini disebabkan karena siswa mempunyai tugas yang banyak dari mata pelajaran lain sehingga siswa kesulitan dalam mengatur waktu untuk mengerjakan tugas proyek tetapi kesesuaian produk sesuai dengan konsep fisika yang dikerjakan. Selain itu, terdapat juga beberapa siswa yang sangat antusias dalam sesi tanya jawab presentasi terhadap proyek yang dikerjakan terhadap kelompok. Berdasarkan gambar 1, bahwa data yang diperoleh setiap masing-masing indikator kemampuan berpikir siswa mengalami peningkatan, namun peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa masing-masing indikator pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Pada indikator berpikir lancar nilai N-Gain kelas eksperimen adalah sebesar 0,5 termasuk pada kategori sedang, sedangkan pada kelas kontrol nilai NGainnya adalah 0,2 termasuk pada kategori rendah. Berdasarkan data tersebut, kelas eksperimen mengalami peningkatan kemampuan berpikir lancar yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Keadaan ini menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran berbasis proyek memiliki kemampuan berpikir lancar yang lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Sebagaimana (Al-Oweidi, 2013), mengemukakan bahwa aspek kelancaran merupakan kemampuan untuk memproduksi banyak ide. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa aspek kelancaran berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memberikan banyak kemungkinan jawaban, ide, dan solusi terhadap suatu permasalahan yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari. Masing-masing indikator pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Pada indikator berpikir lancar nilai NGain kelas eksperimen adalah sebesar 0,5 termasuk pada kategori sedang, sedangkan pada kelas kontrol nilai N-Gainnya adalah 0,2 termasuk pada kategori rendah. Berdasarkan data tersebut, kelas eksperimen mengalami peningkatan kemampuan berpikir lancar yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Keadaan ini menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran berbasis proyek memiliki kemampuan berpikir lancar yang lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Sebagaimana (Al-Oweidi, 2013), mengemukakan bahwa aspek kelancaran merupakan kemampuan untuk memproduksi banyak ide. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa aspek kelancaran berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memberikan banyak kemungkinan jawaban, ide, dan solusi terhadap suatu permasalahan yang diberikan. Pada model pembelajaran berbasis proyek, siswa diberikan masalah-masalah terkait keadaan yang ada di lingkungan masyarakat sekitar kemudian diarahkan untuk berpikir dan mencari solusi dari masalah-masalah tersebut, sehingga secara langsung siswa dilatih untuk berpikir mengalir secara menerus. Indikator kemampuan siswa dalam berpikir luwes nilai N-Gain kelas eksperimen adalah sebesar 0,5 termasuk pada kategori sedang, sedangkan pada kelas kontrol nilai NGainnya adalah 0,2 termasuk pada kategori rendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa kelas eksperimen mengalami peningkatan kemampuan berpikir luwes yang lebih tinggi 11 JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2019 dibandingkan dengan kelas kontrol. Fleksibilitas adalah memunculkan berbagai pengetahuan dengan amat mudah. Munandar (2004) berpendapat bahwa fleksibilitas mencerminkan kemampuan untuk memberikan aneka ragam pemikiran terhadap pengamatan yang dilakukan atau memberikan macammacam cara yang berbeda untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Pada penerapan pembelajaran berbasis proyek, siswa diarahkan untuk mencari solusi dari berbagai masalah yang ada di lingkungan dan masyarakat sekitar secara bebas. Pada prosesnya siswa dapat mencari solusi yang berbeda-beda sesuai dengan pemikiran yang dimiliki, sehingga siswa dilatih untuk memikirkan solusi yang berbeda-beda untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada pada soal maupun dalam kehidupan sehari-hari dengan penggunaan konsep-konsep fisika. Indikator kemampuan siswa dalam berpikir orisinal nilai N-Gain kelas eksperimen adalah sebesar 0,5 termasuk pada kategori sedang, sedangkan pada kelas kontrol nilai N-Gainnya adalah 0,4 termasuk pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen mengalami peningkatan kemampuan berpikir original yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Sebagaimana (AlOweidi, 2013), mengemukakan bahwa aspek orisinalitas atau keaslian merupakan karakteristik yang paling tinggi dari kreativitas, karena aspek orisinalitas berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk memberikan ide atau gagasan yang inovatif dan unik. Pada pembelajaran berbasis proyek, terdapat tahapan aplikasi yaitu siswa menerapkan satu cara/langkah untuk memecahkan masalah yang sudah dipikirkan solusinya. Tahapan ini didukung dengan penugasan siswa berupa proyek pembuatan alat sederhana yang dapat mengatasi masalah yang ada. Pada tahapan ini, siswa didorong untuk membuat atau menghasilkan sesuatu yang baru seseuai dengan hasil pemikirannya diwujudkan dengan proyek yang telah dibuat 12 sehingga melalui hal tersebut kemampuan berpikir original siswa dapat meningkat. Indikator kemampuan siswa dalam berpikir elaboration nilai N-Gain kelas eksperimen adalah sebesar 0,9 termasuk pada kategori tinggi, sedangkan pada kelas kontrol nilai N-Gainnya adalah 0,6 termasuk pada kategori sedang. Data ini menunjukkan kemampuan berpikir merinci siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Berpikir merinci atau disebut dengan elaborasi diartikan dengan memodifikasi seperti mengambil suatu pemikiran yang sederhana, kemudian dimodifikasi dan menjadikannya lebih menarik. Atau, menambah perincian atas suatu pemikiran tertentu, dengan syarat perincianperincian ini sesuai dengan pemikiran utamanya. Pada kelas eksperimen siswa diarahkan untuk memecahkan masalah kemudian menghubungkannya dengan konsep fisika fluida statis. Hal ini tentunya memerlukan pemikiran yang mendalam karena konsep fisika lebih aplikatif. Pemecahan masalah juga bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh siswa sehingga siswa dituntut untuk mempelajari konsep lebih mendalam. Hal inilah yang membuat siswa pada kelas eksperimen memiliki peningkatan kemampuan berpikir merinci yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Berdasarkan hasil uji N-Gain pada kelas eksperimen, kemampuan berpikir elaboration jauh lebih besar dibandingkan kemampuan berpikir luwes, lancar dan orisinal dikarenakan siswa yang mendapat pembelajaran berbasis proyek diarahkan terhadap pertanyaan atau masalah yang menantang, melibatkan siswa dalam perancangan, memberikan keputusan, atau menyelidiki secara mendalam dan mengintegrasikan pengetahuan yang baru berdasarkan pengalaman siswa dalam beraktifitas secara nyata. Hal ini tentunya siswa dilatih untuk menggali kemampuannya sendiri dan pemikiran lebih terbuka terhadap konsep fluida statis yang secara mendalam dan E. SIMANJUNTAK, A. HAKIM, & R. QADAR  PEMBELAJARAN FLUIDA BERBASIS PROYEK… lebih aplikatif. Siswa juga lebih terdorong untuk memikirkan pemecahan masalah terkait fluida statis, Sehingga dapat menyelesaikan permasalahan soal yang diberikan, dengan demikian juga pada berpikir luwes, lancar dan orisinal terdapat perolehan skor rata-rata yang lebih baik. Kemampuan berpikir merinci pada kelas kontrol jauh lebih besar dibandingkan kemampuan berpikir lancar dikarenakan siswa yang mendapatkan pembelajaran secara konvesional terbiasa mengerjakan soal-soal yang rumit namun siswa tidak didorong untuk memikirkan pemecahan masalah terkait fluida statis dan menemukan solusi yang baru dan bersifat original terkait masalah tersebut sehingga kemampuan berpikir siswa secara luwes lebih rendah dibandingkan kemampuan berpikir secara rinci. Nilai rata-rata posttest kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis proyek berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Perbedaan yang signifikan dalam peningkatan hasil belajar dan keterampilan berpikir kreatif ini, sekaligus menguatkan sejumlah temuan penelitian sebelumnya seperti Maarij (2017) dan Sari, Hidayat, & Kusairi (2018). Pembuatan proyek yang diperoleh dari penerapan pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam pemecahan suatu masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai rata-rata proyek siswa kelas XI IPA 2 dari tahap perencanaan hingga laporan proyek yaitu 86,2 dan dikategorikan sangat baik. Jumlah kelompok yang memiliki kinerja sangat baik sebanyak 4 dari 6 kelompok dan kelompok yang memiliki kategori baik terdapat 2 dari 6 kelompok. PENUTUP Simpulan Penerapan pembelajaran berbasis proyek (project based learning) pada materi fluida statis mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen sebesar 0,6 dan kinerja proyek siswa memperoleh nilai rata-rata 86,2 dengan kategori sangat baik. Meskipun kategori peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol sama dengan kelas eksperimen yaitu kategori sedang, namun peningkatan N- Gain kelas kontrol hanya 0,4; lebih rendah dari kelas eksperimen yang memperoleh N-Gain 0,6. Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah Kemampuan berpikir kreatif siswa dapat ditingkatkan dengan model project based learning bila diterapkan secara terus menerus. Guru sebaiknya lebih banyak menerapkan dan mengenalkan model belajar mengajar yang baru kepada siswa, contohnya project based learning, kegiatan belajar yang terampil mengembangkan diri, mandiri dan belajar sepanjang hayat agar siswa memiliki ketertarikan terhadap materi-materi fisika. DAFTAR RUJUKAN Al-Oweidi, A. (2013). Creative Characteristics and its Relation to Achievement and School Type among Jordanian Students. Creative Education. 4(1), 2934. Anreasen, L. B., & Nielsen , J. L. (2013). Dimensions of Problem Based Learning-Dialogue and Online Collaboration in Projects. Journal of Problem Based Learning in Higer Education, 1(1), 210-229 Ergul, N. R., & Kargin, E. K., (2014). The Effect of Project Based Learning On Students’ Science Success. Procedia Social and Behavioral Sciences, 136, 537-541. Hake, R. R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: A sixthousand-student survey of mechanics test data for introductory physics 13 JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2019 courses. American journal of Physics, 66(1), 64-74. Learning Achievment In Physics. Jurnal Pendidikan, 18(1), 25-41 Harmer, N. (2014). Project Based Learning. England: Plymouth University. Munandar, U. (2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Sari, W.P., Hidayat, A., & Kusairi, S. (2018). Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA dalam Pembelajaran Project Based Learning (Pjbl) pada Materi Fluida Statis. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, & Pengembangan, 3(6), 751-757. Kamdi, W. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang. Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama. Maarij, M. H. (2017). Effectiveness Of Project Based Learning (PJBL) Model On 14