Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
MAKALAH MANAJEMEN PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN DOSEN PENGAMPU Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., CIQnR MAHASISWA Alhamda Arya Chandra (C0D020008) PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI PENDAHULUAN Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada suatu penghasilan yang berasal dari wajib pajak. Penghasilan ini bisa diperoleh dari seseorang baik yang tinggal di dalam negeri ataupun luar negeri.  Sejarah Pajak Penghasilan   Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya suatu pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouthpada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah " a person's faculty, personal faculties and abilitites", Pada tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada "returns and gain". “Tersonal faculty and abilities" secara implisit adalah pengenaan pajak pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang- Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986.Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-Undang Pajak Federaltersebut telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962. PEMBAHASAN Pajak Penghasilan di Indonesia   Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat  berdirinya rumah atau bangunan. Pada periodesampaidengantahun 1908 terdapat perbedaanperlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang.   Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent duty". sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah   Subyek pajak penghasilan   Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:  1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak. 3. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan   1. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh  orang  pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.      Bukan subyek pajak penghasilan   Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk obyek pajak sebagai berikut:  1. Badan perwakilan negara asing. 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF. 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.   Obyek Pajak Penghasilan   Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap TambahanKemampuan Ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentukapapun.   Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang Diterima atau Diperoleh Wajib  Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.   Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan WajibPajak.   Karena Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu Tahun Pajaksuatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.   Kronologi Perubahan Undang-undang yang mengatur Pajak Penghasilan   Pajak Penghasilan (disingkat PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen oleh :  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dan 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.   Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004, pemerintah menerapkan sistem pajak yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.   Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah disesuaikan juga beberapa kali dalam:  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun pajak 2005 (sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah). 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun pajak 2006.   Pajak penghasilan atau PPh untuk Koperasi     Pajak penghasilan atau PPh sedang "in" saat ini. Sunset policy yang di luncurkan direktorat pajak untuk mendorong orang atau badan memilik NPWP masih terus diperpanjang. Menghitung Pajak penghasilan atau PPh dimulai dengan menghitung hitung dulu Penghasilan Kena Pajak. Rumus PPh: penghasilan dikurangi biaya-biaya. Kemudian terapkan tarif Pajak penghasilan Kena Pajak tersebut.   Tarif Pajak penghasilan atau PPh dibagi atas: 1. Untuk WP orang pribadi  Rp. 0 s.d. Rp 25 juta, tarifnya 5% Rp. 25 juta s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10% Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15% Rp. 100 juta s.d. Rp 200 juta, tarifnya 25% Rp. 200 juta ke atas, tarifnya 35%   2. Untuk WP berbentuk badan usaha Rp. 0 s.d. Rp 50 juta, tarifnya10% Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15% Rp. 100 juta ke atas, tarifnya 30%   Tarif Pajak penghasilan atau PPh dibagi atas adalah tarif progresif. Artinya setiap lapisan Penghasilan Kena Pajak dikenakan sesuai tarifnya, tidak diakumulasi terlebih dahulu, baru dikenakan tarif. Sebelum dikenakan tarif, Penghasilan Kena Pajak dibulatkan dulu sampai ribuan ke bawah.   contoh : 1. Penghasilan Kena Pajak WP orang pribadi = Rp 300.000.950 Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000   PPh nya adalah : 5% x Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000 10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000 35% x Rp 100.000.000 = Rp 35.000.000 Total = Rp 71.250.000.  2. Penghasilan Kena Pajak WP badan = Rp 300.000.950. Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000   PPh nya adalah : 10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 30% x Rp 200.000.000 = Rp 60.000.000 Total = Rp 72.500.000.   Bagaimana dengan pajak koperasi? Menurut sudut pandang pajak koperasi adalah objek pajak hal ini sesuai dengan pengertian koperasi secara spesifik kedudukan koperasi di mata hukum pajak adalah sebagai berikut.  • Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, koperasi merupakan badan usaha yang merupakan subjek pajak yang memiliki kewajiban dan hak perpajakan yang sama dengan badan usaha lainnya • Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh koperasi adalah objek pajak. • Modal koperasi terdiri dari : modal sendiri dan modal pinjaman • Anggota koperasi tidak dibedakan antara orang pribadi dan badan hukum dalam negeri.   \ PENUTUP 1. Pengenaan Pajak Penghasilan terhadap penghasilan yang diperoleh melalui Transaksi E-Commerce yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan pada prinsipnya sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mana perhitungan pajaknya sendiri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pembukuan dan dengan melalui norma atau tanpa pembukuan. Perhitungan pajak penghasilan menggunakan pembukuan sama seperti pembukuan secara umum yaitu kewajiban menyelenggarakan pembukuan dengan melampirkan Laporan Laba Rugi pada saat pengurusan pajak penghasilannya. Perhitungan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma adalah sebuah pedoman penentuan penghasilan bersih wajib pajak golongan tertentu yang tidak bisa menyelenggarakan pembukuan secara normal. Perhitungan pajak penghasilan dengan menggunakan norma harus memenuhi syarat-syarat terlebih dahulu seperti yang ada dalam pasal 14 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 2. Pemahaman dan kesadaran mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang melakukan transaksi e-commerce dalam pemenuhan kewajiban pajak penghasilan masih kurang yang mana meskipun mengetahui bahwa penghasilan yang diperoleh melalui transaksi e-commerce merupakan objek pajak penghasilan, tetap saja mahasiswa tersebut tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), melaksanakan kewajiban pemenuhan pajaknya dengan tidak memasukan penghasilan dari transaksi e-commerce yang dilakukan nya kedalam SPT tahunannya. Bahkan ada mahasiswa yang tidak mengetahui transaksi e- commerce yang dilakukannya itu dikenai pajak penghasilan. B. Saran Sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan Self Assement System ini memang memberikan kebebasan bagi wajib pajak orang pribadi untuk menghitung, menetapkan dan melaporkan sendiri pajak penghasilannya, akan tetapi dengan sistem perpajakan seperti ini wajib pajak harus lebih ditingkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai pentingnya pemenuhan pajak serta mengenai penghasilan seperti apa yang merupakan objek pajak penghasilan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara seperti : 1. Perlunya peningkatan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya Direktorat Jendral Pajak baik melalui media massa atau pun sosialisasi secara langsung dilapangan. 2. Perlunya peningkatan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah khususnya Direktorat Jendral Pajak terhadap jajaran pegawainya yang mengelola dana dari pemenuhan pajak penghasilan agar tidak terjadi lagi kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintah. 3. Wajib pajak sendiri selayaknya memahami pentingnya pemenuhan pajak penghasilannya, karena pajak penghasilan yang dibayar oleh wajib pajak akan digunakan sebagai biaya bagi pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, maka wajib pajak harus memenuhi pajak penghasilannya setiap tahun. .