Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
SELASA, 24 MEI 2011 ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK A.    PENGERTIAN Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994) B.    ANATOMI FISIOLOGI 1.      Otak Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995) 2.      Sirkulasi darah otak Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998) Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995) Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000) C.     ETIOLOGI Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain : 1.      Thrombosis Cerebral. Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak : a. Atherosklerosis Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : - Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. - Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis. -.Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) - Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b. Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. c. Arteritis( radang pada arteri ) 2.      Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli : a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD) b. Myokard infark c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium. 3.      Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi : a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital. b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis. d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena. e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah. 4.      Hypoksia Umum a. Hipertensi yang parah. b. Cardiac Pulmonary Arrest c. Cardiac output turun akibat aritmia 5.       Hipoksia setempat a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid. b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain. D.    PATOFISIOLOGI E.     TANDA DAN GEJALA          nyeri kepala mendadak          kehilangan keseimbangan          tekanan darah tinggi          purunan kesadaran          kehilangan control diri          gangguan penglihatan          kehilangan komunikasi          muntah-muntah F.     TEST DIAGNOSTIK 1.      Pemeriksaan radiologi a.       CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993) b.      MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000) c.       Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) d.      Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999) 2.      Pemeriksaan laboratorium a.       Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998) b.      Pemeriksaan darah rutin c.       Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999) d.      Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993) G.    KLASIFIKASI Klasifikasi stroke menurut defisit neurologisnya Transient Ischemic Attack (TIA)          Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan timbulnya defisit neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24 jam.Stroke ini tidak akan meninggalkan gejala sisa sehingga pasien tidak terlihat pernah mengalami serangan stroke. Akan tetapi adanya TIA merupakan suatu peringatan akan serangan stroke selanjutnya sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)          Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih lama, maksimal 1 minggu (7 hari). RIND juga tidak meninggalkan gejala sisa. Complete stroke          Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit neurologist akut yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke ini akan meninggalkan gejala sisa. Stroke in Evolution (Progressive Stroke) Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit ditentukan prognosanya. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil, berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk. http://infostroke.wordpress.com/klasifikasi-stroke/ H.    KOMPLIKASI          TIK meningkat          Aspirasi           Atelektasis           Kontraktur           Disritmia jantung          Malnutrisi          Gagal napas I.       FAKTOR RESIKO Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut ::           Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.          Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.          Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.          Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan )          Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada ektremitas. Dari hasil data penelitian di Oxford,Inggris bahwa penduduk yang mengalami stroke disebabkan kondisi-kondisi sebagai berikut : 1. Tekanan darah tinggi tetapi tidak diketahui 50-60% 2. Iskemik Heart Attack 30% 3. TIA 24% 4. Penyakit arteri lain 23% 5. Heart Beat tidak teratur 14% 6. DM 9% Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya, adalah:           Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu.          Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI.          Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita.          Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.          Riwayat keluarga. J.       PENATALAKSANAAN Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah: Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan Tanda-tanda vital diusahakan stabil Bed rest Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT Penatalaksanaan spesifik berupa:  Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik  Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi K.     PENCEGAHAN Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :          Pembatasan makan garam; dimulai dari masa muda, membiasakan memakan makanan tanpa garam atau makanan bayi rendah garam.          Khususnya pada orang tua, perawatan yang intensif untuk mempertahankan tekanan darah selama tindakan pembedahan. Cegah jangan sampai penderita diberi obat penenang berlebihan dan istirahat ditempat tidur yang terlalu lama.          Peningkatan kegiatan fisik; jalan setiap hari sebagai bagian dari program kebugaran.          Penurunan berat badan apabila kegemukan          Berhenti merokok         Penghentian pemakaian kontrasepsi oral pada wanita yang merokok, karena resiko timbulnya serebrovaskular pada wanita yang merokok dan menelan kontrasepsi oral meningkat sampai 16 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok dan tidak menelan pil kontrasepsi.  L.      PROGNOSIS Prognosis pada perdarahan intraserebral dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1.     Tingkat kesadaran: sadar (16% meninggal), somnolen (39% meninggal), sopor (71% meninggal), koma (100% meninggal). 2.     Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka kematian meningkat tajam 3.      Jenis kelamin: lelaki lebih banyak (61%) yang meninggal daripada perempuan (41%) 4.     Tekanan darah : Tensi tinggi prognosis jelek 5.     Lain-lain: misalnya cepat dan tepatnya pertolongan. Prognosis pada perdarahan subarakhnoid bergantung kepada: 6.     Etiologi: lebih buruk pada aneurisma 7.     Lesi tunggal/multipel: aneurisma multipel lebih buruk 8.     Lokasi aneurisma/lesi: pada arteri komunikans anterior dan arteri serebri anterior lebih buruk, karena sering perdarahan masuk ke intraserebral atau ke ventrikel (perdarahan ventrikel) 9.     Umur: prognosis jelek pada usia lanjut 10.                        Kesadaran: bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasilnya 11.                        Gejala: bila kejang, memperburuk keadaan/prognosis 12.                        Spasme, hipertensi, dan perdarahan ulang, semuanya merugikan bagi prognosis ASUHAN KEPERAWATAN  PADA KLIEN STROKE A.    Pengkajian Adapun data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut : a.       Pengkaian awal  Meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat rumah serta tanggal masuk rumah sakit. b.      Pengkajian Data Dasar 1.      Riwayat kesehatan dahulu   Biasanya pernah menderita hipertensi, penyakit jantung dan diabetes mellitus.   Biasanya pasien mengalami stress.   Kadangkala pernah mengalami stroke. 2.      Riwayat kesehatan Sekarang   Pada umumnya kejadian secara mendadak dan adanya perubahan tingkat kesadaran yang disertai dengan kelumpuhan.   Diawali dengan gangguan keluhan penglihatan seperti penglihatan kabur, kembar, dapat juga nyeri kepala, kadang kala seperti berputar, lupa ingatan sementara dan kaku leher.   Biasanya pasien mengeluh adanya perubahan mental emosi yang labil, mudah marah, dapat juga disorientasi maupun menarik diri.   Dapat juga keluhan pasien setelah kejang mulutnya, mencong disertai gangguan berbicara, kesemutan dan tangan terasa lemah atau tidak dapat diangkat sendiri. 3.      Riwayat kesehatan keluarga   Biasanya adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, kelainan jantung dan diabetes mellitus.   Sering juga terdapat riwayat keluarga yang menderita kelainan pembuluh darah seperti artera vehol malformasi, asma bronchial dan penyakit paru aobtruksi menahun (PPOM). c.        Data Fisik Bilogis (Doenges, M.E, 1999 : 290)   Aktivitas/ istirahat Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia). Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralistik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum. Gangguan penglihatan. Gangguan tingkat kesadaran.   Sirkulasi Gejala : Adanya penyakit jantung (MCl, rematik/penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis bakterial) polisitemia, riwayat hipotensi postural. Tanda : hipertensi arterial (dapat diotemukan/terjadi pada CVA) sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler. Nadi : Frekuensi jantung bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomator). Distrima,perubahanEKG Desiran pada karotis, temoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.   Integritas Ego Gejala : Perasaan tidak berdaya ,perasaan putu sasa. Tanda : Emosi yang stabil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira. Kesuluitan untuk mengekspresikan diri.   Eliminasi Gejala : Perubahan pola brkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen (distensi, kandung kemih berlebihan), bising. d.      Data Psikologis   Dampak dari masalah fisik terhadap psikologi pasien (emosi, perasaan, konsep diri, dayapikir, kreatifitas) Pasien biasanya mengalami hemiparesis kiri maupun hemiparesis kanan serta mengalami gangguan fisik sehingga pasien mampu memperlihatkan dampak dari masalah fisiknya terhadap psikologis seperti :   Mudah tersinggung, akibat ketidakmampuannya dalam melakukan aktivitas sehari - hari.   Takut karena pasien berada dalam situasi yang mengancam dimana suatu waktu maut dapat saja menyemputnya atau pasien tidak bisa lagi berjalan   Cemas, kecemasan yang terjadi adalah sebagian respon dari rasa takut akan terjadinya kehilangan uakan sesuatu yang bernilai bagi dirinya yaitu kehidupan atau fungsi tubuh serta pekerjaannya.   Rasa bersalah, ini timbul karena diri pasien tidak berhati-hati dan disiplin sehingga penyakitnya kambuh.   Marah dan bermusuhan, ini timbul karena perasaan jengkel karena berkurangnya kemampuan pasien dan juga berkurangnya peran pasien di dalam keluarga dan masyarakat.   Mudah lelah, adanya kecenderungan mudah capek bila membaca, bercakap-cakap dan dalam melakukan pekerjaan.   Ingatan berkurang.   Inisiatif berkurang. e.       Data Sosial Ekonomi   Dampak terhadap sosial : keluarga, masyarakat dan pekerjaan.   Stroke mungkin dirasakan sebagai masalah besar bagi keluarga, karena keadaan yang mengancam pasien merupakan ancaman bagi keluarga. Pasien mengalami stroke hampir seluruh kebutuhannya tergantung pada keluarga.   Data - data yang berkaitan dengan penghasilan Semua data-data yang berkaitan dengan penghasilan diantaranya sumber penghasilan tetap dan sumber penghasilan tambahan.   Sumber - sumber yang mendukung   Makanan/cairan Gejala : nafsu makan hilang Mual, muntah selama fase akut (peningkatan TIK) Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia. Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah. Tanda : kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal), obesitas (faktor resiko).   Neurosensori Gejala : Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV/selama TIA). Sakit kepala akan berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau subarakhnoid. Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang lain), sisi yang terkena terlihat seperti mati/ lumpuh. Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan monokuler), penglihatan ganda, (diplopia) atau gangguan yang lain Gangguan rasa pengecapan dan penciuman. Tanda : Status mental tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis, dan biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alamai, gangguan tingkah laku (seperti letargi apatis menyerang), gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan memory, pemecahan masalah). Ekstremitas : kelemahan/paralysis (kontra lateral pada semua jenis stroke) gangguan tidak sama, refleks respon melemah secara kontra laterl, pada wajah terjadi paralysis atau parese (ipsilateral). Afasia moyorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), afasia sensorik (kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna) atau afasia global (gabungan dari kedua hal di atas.) kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia). Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakkan (apraksia). Ukuran atau reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan/herniasi)   Nyeri/keamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena) Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia.   Pernapasan Gejala : Meerokok (faktor resiko) Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas. Timbulnya pernapasan sulit dan/atau tak teratur. Suara napas terdengar/ronki (aspirasi sekresi).   Keamanan Tanda : Motorik/sensorik : Masalah dengan penglihatan Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenai objek, warna kata dan wajah yang pernah dikenalinya dengan baik. Gangguan berespon terhadap panas dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh. Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri). Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/ kurang kesadaran diri (stroke kanan).   InteraksiSosial Tanda : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.   Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor risiko) Pemakaian kontrasepsi oral. Kecanduan alkohol (faktor risiko). DIAGNOSA KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intracerebral ditandai dengan : DS : - DO : -           tingkat kesadaran spoor comatus -          TD : 150/90 mmHg 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia ditandai dengan : DS :- DO: -          Terpasang Dower cateter -          Terpasang NGT 3. Gangguan persepsi sensori  berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori ditandai dengan : DS : pasien mengatakan tidak mengenali orang tersebut DO : -          Perubahan pola komunikasi -          Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang NURSING CARE PLAN Nama                           : Bp. HS Ruang                          : bangsal Y No RM                        : 004--02 Diagnosa Medis          : CVA Hemoragic No Diagnose Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional 1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intracerebral ditandai dengan : DS : - DO : -           tingkat kesadaran spoor comatus -          TD : 150/90 mmHg Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal ditandai dengan:          Klien tidak gelisah          Tidak ada keluhan nyeri kepala          GCS 456          Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit) a.       Tentukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK. b.      Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya hipertemsi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan. c.       Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/ aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat  secara periodic antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur. d.      Berikan O2 sesuai indikasi. e.       Berikan obat antikoagulan seperti Coumadin, heparin, antitrombosit, dipiridamol. f.       Berikan obat antifibrolitik seperti asam aminokaproid (Amicar) a.      Kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan/ atau pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU) untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK. b.      Hipertensi/hipotensi postural dapat terjadi karena syok(kolaps sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya formasi bekuan darah). Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan. c.       Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik/ perdarahan lainnya. d.      Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat/ terbentuknya edema. e.       Dapat digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolus/thrombus merupakan factor masalahnya. Merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi sebagai akibat dari peningkatan resiko perdarahan. f.       Penggunaan dengan hati-hati dalam perdarahan untuk mencegah lisis bekuan yang terbentuk dan perdarahan berulang yang serupa. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia ditandai dengan : DS :- DO: -          Terpasang Dower cateter -          Terpasang NGT Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya ditandai dengan :          Bertambahnya kekuatan otot          Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas          Tidak terjadi kontraktur sendi a.       Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Klasifikasikan melalui skala 0-4. b.      Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. c.       Observasi pada daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi. d.      Susun tujuan dengan pasien/orang terdekat untuk berpartisipasi dalam aktivitas/ latihan dan mengubah posisi. e.       Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperti TENS sesuai indikasi. f.       Berikan obat relaksan otot, antispasmodic sesuai indikasi, seperti baklofen, dantrolen. a.       Mengidentifikais kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab teknik yang berbeda digunakan  untuk paralisis spastic dengan flaksid. b.      Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perubahan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus. c.       Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan penyembuhannya lambat. d.      Meningkatkan harapan terhadap perkembangan/ peningkatan dan memberikan perasaan control/ kemndirian. e.       Dapat membantu memulihkan kekuatan otot dan meningkatkan control otot volunteer. f.       Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spatisitas pada ekstremitas yang terganggu. 3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori ditandai dengan : DS : pasien mengatakan tidak mengenali orang tersebut DO : -          Perubahan pola komunikasi -          Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat meningkatnya persepsi sensorik , perabaan secara optimal ditandai dengan :          Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi          Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa          Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori a.       Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri. b.      Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata”)ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana. c.       Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut. d.      Diskusikan mengenai hal-hal yang dikenal pasien a.       Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi. b.      Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik) c.       Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik) seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya. d.      Meningkatkan percakapan yang bermakna dan memberikan kesempatan SENIN, 11 MARET 2013 ASKEP STROKE HEMORAGIK & NON-HEMORAGIK BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Stroke merupakan yaitu penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya supalai darah kebagian otak. Stroke disebakan oleh trombosis, embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.  Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, sangatlah penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai penyakit stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit stroke.  Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Berbagai fakta diatas menujukan, stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif. Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia. B.TUJUAN  1.    Umum  Agar mahasiswa mampu memahami konsep penyakit stroke serta asuhan keperawatan pasien stroke 2.    Khusus a.    Agar mahasiswa mampu konsep penyakit stroke b.    Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan pada pasien stroke c.    Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan kasus C.METODE PENULISAN Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literatur dari berbagai media, baik buku maupun internet yang di sajikan dalam bentuk makalah. D.SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah: BAB  I BAB II BAB III    : : :    Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan, dan yang terakhir Sistematika Penulisan. Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep penyakit stroke, asuhan keperawatan pada pasien stroke, dan asuhan keperawatan kasus  Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran BAB II TINJAUAN TEORI A.    Konsep Penyakit Stroke 1.    Pengertian Stroke Menurut Brunner & Sudarth stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.  Menurut Mansjoer A stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak non traumatik.  Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Menurut Arif Mutaqin stroke adalah penyakit (kelainan) fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.  Menurut Marilyn E. Doenges stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. 2.    Etiologi Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144) a.    Trombosis  Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau koagulan dalam sistem vascular (yaitu,pembuluh darah atau jantung) selama manusia masih hidup, serta bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher. Koagulan darah dinamakan trombus. Akumulasi darah yang membeku diluar sistem vaskular, tidak disebut sebagai trombus. Trombosis ini menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema disekitarnya. b.    Embolisme serebral  Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. c.    Iskemia serebri Iskemia  adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak normalnya menerima sekitar 60-80 ml darah per 100 g jaringan otak per menit. Jika alirah darah aliran darah serebri 20 ml/menit timbul gejala iskemia dan infark. Yang disebabkan oleh banyak faktor yaitu hemoragi, emboli, trombosis dan penyakit lain.  d.    Hemoragi serebral  Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruangan sekitar otak. Pendarahan intraserebral dan intrakranial meliputi pendarahan didalam ruang subarakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak. 3.    Klasifikasi  Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi. Dibawah ini skema pembagian stroke menurut patologi serangan stroke Skema 2.1 klasifikasi stroke   a.    Stroke hemoragik Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istrahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Arif Muttaqin,  2008).  Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal yang akut dan disebabkan oleh pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena dan kapiler. Pendarahan otak dibagi dua yaitu (Arif Muttaqin,  2008): 1)    Pendarahan intraserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena heniasi otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.  2)    pendarahan subarakhnoid (PSA) pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul kepala nyeri hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda merangsang selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. energi yang di hasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan  aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. Dibawah ini tabel perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid Gejala    PIS    PSA Timbulnya    Dalam 1 jam    1 – 2 menit Nyeri kepala    Hebat    Sangat hebat Kesadaran    Menurun    Menurun sementara Kejang    Umum    Sering fokal Tanda rangsangan meningeal    +/-    +++ Hemiparese    ++    +/- Gangguan saraf otak    +    +++ Tabel 2.1 perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid b.    Stroke nonhemorogik Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbvul edema sekunder. Kesadaran umum nya baik. Dibawah ini tabel perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik Gejala (anamnesa)    Stroke nonhemoragik    Stroke hemoragik Awitan (onset)    Sub akut kurang    Sangat akut/ mendadak Waktu (saat terjadi awitan)    Mendadak    Saat aktifitas Peringatan    Bangun pagi/ istirahat    - Nyeri kepala    +50% TIA    +++ Kejang    +/-    + Muntah    -    + Kesadaran menurun    -,Kadang sedikit    +++ Koma/kesadaran menurun    +/-    +++ Kaku kuduk    -    ++ Tanda kerning    -    + Edema pupil    -    + Perrdarahan retina    -    + Bradikardia    Hari ke-4    Sejak awal Penyakit lain    Tanda adanya aterosklerosis diretina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan katu, fibrilasi, bising karosis    Hampir selalu hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD) Pemeriksaan darah pada LP    -    + Rontgen    +    Kemungkinan pengeseran glandula pineal Angiografi    Oklusi, stenosis    Aneurisma ,AVM, massa intrahemisfer/ vasospasme CT scan    Densitas berkurang (lesi hipodensis)    Massa intrakranial densitas bertam bah (lesi hipertensi) Oftalmoskop    Penomena silang silver wire art    Perdarahan retina atau korpus vitreum Lumbal fungsi •    tekanan •    warna •    eritrosit     Normal Jernih <250/mm3     Meningkat Merah >1000/mm3 Arteriografi    Oklusi    Ada pengeseran EEG    Di tengah    Bergeser dari bagian tengah Tabel 2.2 perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik Klasifikasi stroke di bedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya : a.    TIA (Transient Ischemic Attack). Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang cdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b.    Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. c.    Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat di awali dengan serangan  TIA berulang.  4.    Manifestasi klinis  Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragi seringkali ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terjadi pada strok hemisfer kiri dan kanan dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapat dan dengan pemeriksaan neurologis sederhana (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897). Perbedaan tersebut dapat dilihat tabel dibawah ini. Stroke hemisfer kiri    Stroke hemisfer kanan Paralisis tubuh kanan  Defek lapang pandang kanan Afasia (ekpresif, reseptif atau global) Perubahan kemampuan intelektual  Perilaku lambat dan kewaspadaan    Paralisis tubuh kiri Defek lapang pandang kiri Defisit persepsi khusus Peningkatan distraktibiillitas  Perilaku impulsif dan penilaian buruk Kurang kesadaraan terhadap defisit Tabel 2.3 perbedaan stroke hemisfer kiri dan kanan (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897) Defisit neurologis yang sering terjadi antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144): a.    Kehilangan motorik Stroke penyakit kehilangan motorik karena gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakaan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiparesis adalah kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang lain (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan) dan hemiplegia adalah paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). Serta disfungsi motor yang lain adalah ataksia (berjalan tidak mantap, dan tegak/tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar kaki pada sisi yang sama), disartria (kesulitan dalam membentuk kata), dan disfagia (kesulitan menelan) b.    Kehilangan komunikasi Fungsi otak antara lain yang dipengaruhi stroke bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa dan komunikasi antara lain: disartria (kesulitan dalam membentuk kata, yang ditujukan dengan bicara yang sulit dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara yang terutama ekpresif atau represif. c.    Defisit lapang pandang Defisit lapang pandang karena gangguan jarak sensori primer antara mata dan korteks visual. Defisit lapang pandang pada stroke antara lain homonimus hemianopsia/kehilangan setengah lapang penglihatan (tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak), kehilangan penglihatan perifer (kesulitan melihat pada malam hari,tidak menyadari objek) dan diplopia (penglihatan ganda) d.    Kehilangan sensori Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil dan auditorius. e.    Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual, fungsi ini kemungkinan juga terjadi kerusakan. Disfungsi ini ditujukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Depresi umum terjadi karena respons alamiah pasien pasien terhadap penyakit. f.    Disfungsi kandung kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urin sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan mengunakan urinal karena kerusakan motorik. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius ekternal hilang atau berkurang. 5.    Patofisologi  Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang di suplai oleh pembuluh darah yang tersumbat (Arif Muttaqin,  2008).  Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turgulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang di suplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, dan edema dan kongesti di sekitar area (Arif Muttaqin,  2008). Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan (Arif Muttaqin,  2008). Karena trombosit biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embelus menyebabkan edema dan nekrosis di ikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalisis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pendarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebropaskular, karena perdarahan yang luas terjadi distruksi masa otak peningkatan tekanan intrakranial yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau foramen magnum.  Kematian disebabkan oleh kompresi batang otak, hemesper otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepergitiga kasus perdarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan  perfusi otak serta terganggunnya drainase otak. Agar lebih memahami patofisiologi stroke dibawah ini perhatikan skema dibawah ini Skema 2.2 patofisiologi stroke (Arif Muttaqin,  2008) 6.    Komplikasi Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan luasnya area cedera antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144): a.    Hipoksia serebral  diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenisasi jaringan. b.    Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. c.    Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan menghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki. 7.    Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke meliputi (Arif Muttaqin,  2008): a.    Angiografi serebri Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperi aneurisma atau malformasi vaskuler. b.    Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhonid atau perdarahan pada intrakanial. Peningkatan jumlah protein  menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan  yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama. c.    CT Scan Memperhatikan secara spesifk letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infrak atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan baisanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. d.    Magnetic Imaging Resnance (MRI) Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infrak akibat dari hemografik. e.    USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis). f.    EEG Pemeriksaan ini bertujuan melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak. 8.    Penatalaksanaan a.    Penatalaksanaan medis  Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897). b.    Penatalaksanaan pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif Muttaqin,  2008): 1)    Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher 2)    Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA 3)    Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut 4)    Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma. c.    Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897):  1)    Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh tindakannya adalah pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas, atau hipoventilasi dan Jangan biarkan makanan atau minuman masuk lewat hidung 2)    Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Contoh tindakannya adalah intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif, karena henti pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini dan  berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal 3)    Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular),  yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh tindakannya adalah pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif. Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu (Arif Mansjoer, 2000. hal 17-26): 1)    Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak  2)    Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak 3)    Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik 4)    CT scan atau MRI bila alat tersedia. B.    Asuhan Keperawatan Teoritis 1.    Pengkajian a.    Pengkajian Primer -    Airway Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. -    Breathing Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. -    Circulation Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular),  yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut b.    Pengkajian Sekunder 1)    Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144) a)    Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis. b)    Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.  c)    Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis, Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual. d)    Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi, cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif e)    Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.  f)    Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. g)    Pola-pola fungsi kesehatan:  -    Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol.  -    Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.  -    Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.  -    Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,  -    Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot,  -    Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.  -    Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.  -    Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.  -    Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. -    Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.  -    Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 2)    Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144) a)    Keadaan umum:  mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi. b)    Pemeriksaan integument: -    Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu. -    Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis. -    Rambut : umumnya tidak ada kelainan. c)    Pemeriksaan leher dan kepala: -    Kepala: bentuk normocephalik -    Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi. -    Leher: kaku kuduk jarang terjadi. d)    Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e)    Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f)    Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine. g)    Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h)    Pemeriksaan neurologi: -    Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. -    Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh. -    Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. -    Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis. 2.    Diagnosa (Marlyn E Doengoes, 2000) a.    Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. b.    Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. c.    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ekstermitas. d.    Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot. e.    Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara  pada hemisfer, otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum. 3.    Perencanaan dan Implementasi (Marlyn E Doengoes, 2000) a.    Diagnosa 1 Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien. Kriteria hasil: Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal. Intervensi    Rasionalisasi Kaji faktor penyebab dari situasi/keaadaan individu/ penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.    Deteksi dini untuk memprioritasikan intervensi, mengkaji status neurologis/ tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pemebedahan. Memonitor tanda-tanda  vital tiap 4 jam.    Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan baik merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri. Peningkatan tekanan darah, bradikardi, distirmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.    Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatan TIK oleh efek rangsangan kumulatif. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS    Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit. Kolaborasi: Pemberian O2 sesuai indikasi    Mengurangi hipoksemia, di mana dapat meningkatkan vasodalitasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK b.    Diagnosa 2 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal. Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 x/menit, suhu: 36-36,7oC, RR:16-20 x/menit). Intervensi    Rasionalisasi Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.    Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut. Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, serta hati-hati pada hipertensi sistolik.    Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan  darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan  infeksi. Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.    Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intrabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava. Kolaborasi: Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat.    Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat menurunkan edema serebri. Monitor AGD bila diperlukan pemeberian oksigen.    Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri. c.    Diagnosa 3 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kreteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi    Rasionalisasi Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.    Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. Ubah posisi klien setiap 2 jam.    Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat daerah yang tertekan. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan. Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.     Deteksi dini adanya gangguan sikulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilitasi. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.    Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan. d.    Diagnosa 4 Tujuan:  dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri. Kriteria hasil: klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu. Intervensi    Rasionalisasi Mandiri Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.     Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.    Bagi klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien. Beri kesempatan untuk menolong diri     Mengurangi ketergantungan. Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi     Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik. Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.    Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi e.    Diagnosa 5 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam  klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat. Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. Intervensi    Rasionalisasi Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.    Membantu menentukkan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan klien dengan sebagaian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area Wernicke, dan kerusakan pada area Broca). Bedakan afasia dengan disatria.    Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan tipe gangguan. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi.    Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat mengklarifikasikan percakapan. Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar, dan mendemonstrasikan  secara visual gerakan tangan.    Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu. Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.    Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi. C.    Asuhan keperawatan kasus 1.    Kasus Pada pagi jam 08.00 wib tanggal 08 Desember 2012, Tn. A dibawa ke rumah sakit soedarso. Tn A dibawa dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun. Keluarga pasien mengatakan ia tidak kejang dan sebelumnya pasien tidak pernah jatuh dan terbentur.  Klien telah dirawat di IGD selama 3 hari dan keadaan Tn A membaik sehingga dibawa ke ruangan melati. Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat dan keluarga 2.    Pola gordon a.    Identitas Nama    : Tn. A Umur    : 45 tahun Jenis Kelamin    : Laki-laki Agama    : Islam Bangsa/Suku    : Indonesia / Melayu Pendidikan    : SMP Status Pernikahan    : Sudah Menikah Alamat    : Jln. Tanjung Raya 2 No.10 Ruang    : Melati No. Rm    : 027321 Tanggal masuk    : 08 Desember 2012 Tanggal Pengkajian    : 11 Desember 2012 Diagnosa Medis    : Stroke Non Hemoragik Penanggung Jawab    : Keluarga pasien b.    Riwayat Kesehatan Klien: 1)    Kesehatan masa lalu: Klien mengatakan ia mengalami penyakit hipertensi hingga sekarang. 2)    Riwayat kesehatan sekarang: a)    Alasan utama masuk rumah sakit: Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke rumah sakit tanggal 08 Desember 2012, jam 07.30 wib dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun setalah pingsan klien sulit mengerakan tubuh bagian kiri dan berbicara sedikit pelo.  b)    Keluhan waktu di data Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat dan keluarga c.    Riwayat Kesehatan Keluarga: Klien mengatakan ayahnya pernah mengalami penyakit hipertensi dan penyakit stroke dan meninggal dikarenakan stroke d.    Genogram Keluarga Keterangan Laki-laki        : Perempuan        : Sudah meninggal    :     Pasien        : e.    Data Biologis 1)    Pola Nutrisi: A : Antopometric measurement (pengukuran antopometri) Klien memiliki berat badan 170 cm dengan berat badan 67 kg B : Biomedical data (data biomedis) Hasil laboraturium: Hb : 15 g/dl (14-18 g/dl), Ht : 45,3 % (40,7 %-50,3 %), Kreatinin :  0.68 mg/dl (0,5 – 1,5 mg/dl), ureum : 30 mg/dl  (20 – 40 mg/dl) C : Clinical sign (tanda-tanda klinis status nutrisi) Klien mengatakan lesu dan lemah. Kulit klien lembut dan lembab. Konjungtiva anemis. Rambut kusam dan kusut. D : Dietary (diet) Klien mengatakan sebelum sakit makan tiga kali sehari. sangat suka mengkonsumsi daging sapi. Klien mengatakan saat sakit klien susah untuk menelan makanan tetapi klien makan setengah piring klien mengatakan makan 3x sehari ingin sekali makan rendang sapi. 2)    Pola Minum: Sebelum sakit :  Klien mengatakan : -    klien minum air putih sekitar 8-10 gelas per hari -    klien tidak suka mengkonsumsi minuman keras (beralkhohol). -    klien hanya minum kopi setiap pagi sebelum pergi kesawah. Saat sakit : Klien mengatakan : -    klien hanya minum air putih sekitar 6-8 gelas per hari 3)    Pola Eliminasi : Sebelum sakit : Klien mengatakan : -    klien BAB dan BAK nya tak menentu per harinya berapa kali. -    BAB nya tidak encer dan berwarna kuning. -    BAK nya bewarna kuning pekat dan tidak berbau. Saat sakit : Klien mengatakan : -    susah BAB, karna tidak bisa berjalan dan hanya di bantu perawat saat BAB diatas tempat tidur. -    Karakteristik fesesnya tidak berubah, sama seperti saat sebelum sakit. -    BAK nya sering namun, kencingnya melalui urinal kateter. 4)    Pola istirahat dan tidur : Sebelum sakit : Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam pada jam 21.00 – 05.00 wib dan siang hari tidur 2-3 jam waktunya tidak menentu Saat sakit :  Klien mengatakan : -    Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam waktu tidak menentu dan siang hari tidur 3-4 jam waktunya tidak menentu f.    Pemeriksaan fisik 1)    head to toe a)    keadaan umum :  klien tampak lemah dan sulit  mengerakan tubuh b)    tingkat kesadaaran :  komposmentis E4M5V5 = 14 c)    Vital Sign    : TD:  130/90 mmHg Nadi:  70 x/mnt RR:  20 x/mnt Suhu:  36 oC d)    Kepala s/d leher Klien konjungtiva anemi - , ikterik -, tidak mengunakan otot bantu napas, muka klien asimetris  e)    Thorax       Paru-paru   : Rhonki -/- Wheezing -/- Jantung      :  klien tidak terdengar bunyi S3 dan S4 dan tidak terdengar mur-mur jantung  f)    Abdomen Hepar             :  tidak teraba Lien                :  tidak teraba Meteorismus     :  tidak ada Bising usus        :  normal g)    Ekstremitas Oedem    :  tidak ada Akral    :  hangat 2)    Syaraf kranial a)    N.I (olfactorius) Klien dapat mencium bebauan yang diberikan (tidak ada kelainan pada fungsi penciuman) b)    N.II (opticus)         Klien dapat melihat dan membaca bacaan dekat dengan baik, klien dapat melihat dan membaca snellen chart dengan baik lapang pandang 90o c)    N.III, IV, VI (oculomotorius, trochlearis, abducen) -    Kedudukan bola mata : tengah-tengah dan Ptosis  -/- -    Pergerakan bola mata : Ke nasal    :  +/+ Ke temporal    :  +/+ Ke atas    :  +/+ Ke bawah    :  +/+ -    Pupil Bentuk                 :  bulat/bulat Lebar                   :  + 3 mm / + 3 mm Reaksi cahaya langsung     : +/+ d)    N.V. (trigeminus) -    Cabang Motorik Otot masseter                   :  lemah Otot temporal                   :  lemah -    Cabang Sensorik maxilaris                    :  Normal mandibularis              :  Normal -    Reflek kornea langsung     :  Normal e)    N.VII (Facialis) -    Waktu Diam Kerutan dahi    :  simetris / asimetris Tinggi alis    :  simetris / asimetris Sudut mata    :  simetris / simetris -    Waktu Gerak Mengerut dahi     :  simetris / lebih dangkal Menutup mata    :  simetris / simetris Bersiul                  :  simetris / asimetris Memperlihatkan gigi    :  simetris / asimetris Tersenyum     :  simetris / asimetris Mengembungkan pipi    :  simetris / asimetris f)    N.VIII (Vestibulocochlearis) -    Vestibulo Rinne dan webber :Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi -    Cochlearis Romberg : Tidak dilakukan g)    N.IX dan X (Glosophoryngeys dan Vagus) -    Bagian Motorik Suara                               : biasa Menelan                           : sulit menelan Kedudukan arcus pharynx     : Normal Kedudukan uvula              : Normal -    Bagian Sensorik Reflek muntah                   :  + Reflek palatum molle         :  Normal h)    N. XI (Accesorius) Mengangkat bahu               :  Normal / lemah Memalingkan kepala           :  Normal / lemah i)    N. XII (hypoglosus) Kedudukan lidah waktu istirahat ke kiri, waktu gerak ke kiri, tidak terjadi atrofi otot lidah. Kekuatan lidah menekan bagian dalam pipi  N / N 3)    Sistem Motorik Gerakan :        Kekuatan : Bebas     Terbatas         5    2 Bebas     Terbatas         5    2 Tonus :        Trophi : Normal    Hipotonus        5    2 Normal    Hipotonus        5    2 4)    Reflek-reflek -    Reflek Fisiologis Jenis refleks    Kanan    Kiri Refleks biseps    Normal    Meningkat Refleks triseps    Normal    Meningkat Refleks achiles    Normal    Meningkat Refleks patela    Normal    Meningkat -    Reflek Patologis Babinski    :  + Chaddock       :  - Oppenheim    :  - Gordon           :  - Gonda         :  - Schaffer      :  - 5)    Susunan saraf otonom Miksi               :  Normal Defekasi               :  Normal Salivasi           :  Normal Sekresi keringat      :  Normal g.    Data Psikososial : 1)    Status emosi.  Klien tampak tenang selama sakit dan selalu ditemani keluarga  2)    Konsep diri.  klien mengatakan bangga sebagai kepala keluarga, klien mengatakan tidak malu dengan keadaanya sekarang karena selalu dijengguk ddan dimotivasi oleh keluarga 3)    Gaya komunikasi Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang 4)    Pola interaksi Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan perawat dan keluarga selama sakit h.    Data Sosial : 1)    Pendidikan pendidikan terakhir klien SMP  2)    Hubungan sosial  klien mengatakan sebelum sakit aktif dalam kegiatan masyarakat dan saat sakit klien pernah dijengguk dan dimotivasi oleh masyarakat  3)    Sosiokultural  Klien tidak memiliki kebudayaan pada sakit yang bertentangan dengan kesehatan. 4)    Gaya hidup Klien mengatakan tidak minum-minuman keras  klien merokok 2 bungkus rokok saat sakit setiap hari dan minum kopi 1 gelas setiap pagi i.    Data Spiritual : Sebelum: klien mengatakan sering sholat 5 waktu dan mengikuti pengajian setiap minggu Saat sakit: klien mengatakan sulit beribadah tetapi klien mencoba untuk selalu sholat, klien dan keluarga mengkaji tiap malam  j.    Data Penunjang : Cholesterol        :  211 mg/dl Trigliserida        :  100 mg/dl Cholesterol LDL        :  157 mg/dl Cholesterol HDL        :  34 mg / dl BUN        :  9 mg/dl Kreatinin        :  0.68 mg/dl SGOT        :  25 u/l SGPT        :  16 u/l 3.    Analisa data No     Data senjang    Etiologi     Problem  1    DS:  klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga DO: Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis  Kekuatan otot dan gerakan:      kelemahan neuromuskular pada ekstermitas     Hambatan mobilitas fisik 2    DS: Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya  DO: klien tampak lemah dan lesu klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan  klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga    kelemahan neuromuskular    Defisit perawatan diri 3    DS: Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga DO: Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan    kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral    Kerusakan komunikasi verbal 4.    Rencana keperawatan No     Diagnosa keperawatan    Tujuan dan kriteria hasil    Implementasi     Rasional  1    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada ekstermitas ditandai dengan  DS:  klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga DO: Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis  Kekuatan otot dan gerakan:       klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam dengan kriteria hasil: -    klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi  -    meningkatnya kekuatan otot  -    klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.    -    Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. -    Ubah posisi klien setiap 2 jam. -    Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit. -    Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.     -    Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. -    Menurunkan risiko luka tekan. -    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot -    Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan 2    Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular ditandai dengan: DS: Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya  DO: klien tampak lemah dan lesu klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan  klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga    terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri klien, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil: -    klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan -    mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu. -    Klien tidak lemah dalam memenuhi ADLnya    -    Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL. -    Beri kesempatan untuk menolong diri -    Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi -    Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas    -    Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual. -    Mengurangi ketergantungan. -    Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik. -    Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi 3    Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral ditandai dengan: DS: Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga DO: Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan    klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya. Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil: -    terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi  -    klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.    -    Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi. -    Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi. -    Lakukan terapi berbicara secara bertahap sesuai tingkat komunikasi klien    -    Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya. -    Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu. -    Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk berkomunikasi -    Agar klien dapat mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi BAB III KESIMPULAN DAN SARAN B.    Kesimpulan  Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.Penyebabnya adalah trombosis, embolisme serebral, iskemia dan hemoragi serebral. Stroke dapat mengakibatkan banyak kerugian dari penderita dan keluarga. Bahkan penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. Penangganan pada klien yang menderita stroke haruslah cepat, tepat dan akurat untuk meminimalkan kecacatan yang diakibatkan. C.    Saran  Saran yang disampaikan adalah agar mahasiswa lebih memahami konsep penyakit stroke dan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke serta mendalami penangganan pasien dengan stroke Daftar Pustaka Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna Publishing. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.  Doengoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien: Jakata. Buku Kedokteran EGC. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius. Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Jumat, 06 Mei 2011 LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI/PENGERTIAN STROKE · Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989). · Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo, 1997) . · Sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak. · EPIDEMIOLOGI Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%. ± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%. Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60% · PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah : · Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah. · Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa. · Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid. · Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar. · Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin). · Overdosis narkoba, seperti kokain. · PATOFISIOLOGI Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006) · GEJALA KLINIS Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi: · Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma). · Kesulitan berbicara atau memahami orang lain. · Kesulitan menelan. · Kesulitan menulis atau membaca. · Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba. · Kehilangan koordinasi. · Kehilangan keseimbangan. · Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik. · Mual atau muntah. · Kejang. · Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan. · Kelemahan pada salah satu bagian tubuh. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum · Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran · Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara. · Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi. Pemeriksaan integument · Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke harus bed rest 2-3 minggu · Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis · Rambut: umumnya tidak ada kelainan. Pemeriksaan kepala dan leher · Kepala: bentuk normocephalik · Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi · Leher: kaku kuduk jarang terjadi. Pemeriksaan dada · Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. Pemeriksaan abdomen · Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus · Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine. g. Pemeriksaan ekstremitas · Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. g. Pemeriksaan neurologi: · Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. · Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. · Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. · Pemeriksaan reflex Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis. · PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium · Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat · Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi à endokarditis bakterialis. · Analisa CSF (merah) à perdarahan sub arachnoid · Pungsi Lumbal menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi. b. Pemeriksaan Radiologi · CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark · Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri · MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik ( masalah sistem arteri karotis ( aliran darah / muncul plak ) arteriosklerotik ). · EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik · Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena · Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral ; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid. (Doenges E, Marilynn,2000 hal 292) · DIAGNOSIS/KRITERIA DIAGNOSIS Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi. · THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN Terapi Stroke diantara: a) Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-terapi dengan pemberian lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika diintubasi diindikasikan untuk menjaga adanya peningkatan TIK. b) Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30 mmHg. c) Pertimbangkan pemberian manitol 1-2 mg/kg IV. d) Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih lambat dari pada tindakan intubasi atau manitol. e) Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan oksimetri. f) Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin diperlukan. Terapi umum: Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut : 1. Menstabilkan tanda – tanda vital · Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena) · Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi. 2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung 3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam. 4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin : · Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam · Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki) Terapi khusus: Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, TPA. 1. Pentoxifilin: Mempunyai 3 cara kerja: · Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus · Meningkatkan deformalitas eritrosit · Memperbaiki sirkulasi intraselebral 2. Neuroprotektan: Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen Terapi Medis 1. Neuroproteksi Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron. 2. Antikoagulasi Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 – 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi anti trombotik awal untuk profilaksis stroke. 3. Trombolisis Intravena Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug Administration(FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum. 4. Trombolisis Intraarteri Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut sedang dalam penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah. Terapi Perfusi Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subarakhnoid. Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik, terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria serebri media. Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat. Terapi Bedah Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis yang dicadangkan untuk stroke yang paling masif. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWTAN 1. PENGKAJIAN · Data Subjektif - klien mengeluh pusing, klien mengeluh nyeri kepala - klien mengeluh kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis - klien mengeluh mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot). - klien mengeluh kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati - klien mengeluh nafsu makan hilang, klien mengeluh mengalami nausea/vomitus - klien mengeluh mengalami gangguan rasa pengecapan · Data Objektif - Hipertensi arterial - Disritmia, perubahan EKG - Pulsasi : kemungkinan bervariasi - Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal - Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring ) - Obesitas ( faktor resiko ) - Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan - Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit - Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali - Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh. - Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi. 2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis: disfungsi neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara napas ronchi (+), napas irreguler, dan memakai alat bantu oksigen. b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas kanan c. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ditandai dengan klien tampak tidak sadar, kondisi lemah, dan hemiparese e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara f. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan ditandai dengan klien tidak sadar, dan kondisi klien tampak lemah g. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi, dan atau integrasi ditandai dengan klien mengatakan tidak dapat melihat dengan jelas, keadaan pupil isokor 3. Rencana Asuhan Keperawatan 1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah Tujuan : Setelah diberikan askep selama …x 24 jam, diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal dengan kriteria hasil : - Klien tidak gelisah - Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. - GCS 456 - Pupil isokor, reflek cahaya (+) - Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, Pernafasan 16-20 kali permenit) INTERVENSI Mandiri : a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua Jam Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis) Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya Kolaborasi : a. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel 2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : - Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik). - Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi. - Meningkatkan kemampuan untuk mengerti. - Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi. - Mampu berbicara yang koheren. - Mampu menyusun kata – kata/ kalimat. Intervensi Mandiri: a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri. Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut. b. Bedakan antara afasia dengan disartria. Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral. c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik. Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya. d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik) e. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya. f. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus” Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik. g. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik. h. Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu. Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel regular. i. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi). Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya. j. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien. Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata. k. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien. Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik Kolaborasi a. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas kanan Tujuan: Setelah diberikan askep ....x 24 jam diharapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil: - mempertahankan posisi optimal, - mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia. - mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas. Intervensi Mandiri: a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid. b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/ dekubitus. c. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat mentoleransinya. Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernapas. d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak. Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan berulang. e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral. Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi. f. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan. Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku. g. Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling berhadapan. Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anatomis). h. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi. Rasional : Mempertahankan posisi fungsional. i. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker). Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan motorik. j. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan. Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu. Kolaborasi a. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien. b. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi. c. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan trolen. (Doenges, 1999) DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC. Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC. Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Price, Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta. EGC Definisi Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkanoleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakitserebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2002 ) . Menurut Doenges(2000) stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis daripembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadigangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. menurutCorwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lamakebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkanoleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhanatau kematian.  2.   Etiologi Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputiperdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahanini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkanpenekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, danmungkin herniasi otak.Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:    Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital    Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis    Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.    Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,sehingga darah arteri langsung masuk vena      Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dandegenerasi pembuluh darah.Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al (2005),yaitu:    Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)      Ruptur kantung aneurisma    Ruptur malformasi arteri dan vena    Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)    Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.    Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.    Septik embolisme, myotik aneurisma    Penyakit inflamasi pada arteri dan vena    Amiloidosis arteri    Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.  Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya strokehemoragik dijelaskan dalam tabel berikut (Sotirius, 2000):Faktor Resiko KeteranganUmur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30%dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 keatas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55tahun.Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlakuuntuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke padatingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga iamenjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktorrisiko ini pada orang tua.Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-lakiberbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia65.Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar