Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun

KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri *UIN STS Jambi, **STAI Ahsanta Jambi, ***Universitas Jambi Jalan. Muara BulianJambi Jl. Fatah Laside No. 68 Kel. Kebun Handil Kec. Jelutung Kota Jambi 36137 Jalan Muara Bulian-Jambi fridiyanto@uinjambi.ac.id, arrafii1995@gmail.com, muhammadsobri@unja.ac.id, Abstract: This article analyses inclusive higher education institution of Nahdlatul Ulama that spread moderate Islam. The research uses qualitative method with narrative approach. The findings those are Nahdlatul Ulama higher education consist varian forms such as collage, institute, and university. They are managed by Pengurus Besar Nahdlatul Ulama and also many from individual that affiliate with Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama higher education institutions have established nationally, exactly they are social capital for Islam and State relationship in Indonesia. Researchers found that Nahdlatul Ulama higher education institutions have distinctive and unique characteristic such as seeding Islam Wasatiyyah teachings, nationalism internalisation, and Ahlussunnah wal jamaah an Nahdliyah principles that refuse radicalism and terrorism based on Islam labelling. Nahdlatul Ulama higher education institutions have proven their commitment on Islam and Indonesia Republic. Therefore Government must support through policy that empower Nahdlatul Ulama higher education institutions. Keywords: Higher education, Nahdlatul Ulama, Islam, Moderate, Inclusive, Nation. Abstrak: Artikel ini menganalisis lembaga pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama yang menyebarkan benih Islam moderat, inklusif dan kebangsaan. Penelitian ini menggunakan metode dengan pendekatan naratif. Temuan penelitian bahwa pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama terdiri dari banyak varian, mulai dari sekolah tinggi, institut, dan universitas. Lembaga pendidikan tinggi ini dikelola oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan juga secara individual yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama. Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama telah berdiri secara nasional sehingga menjadi modal sosial bagi Islam dan hubungan dengan negara bangsa Indonesia. Peneliti menemukan bahwa perguruan tinggi Nahdlatul Ulama memiliki distingsi dan keunikan seperti menyebarkan ajaran Islam Wasathiyah, internalisasi nasionalisme, dan prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdliyah yang menolak radikalisme dan terorisme yang melabelkan diri sebagai Islam. Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama telah terbukti komitmennya pada Islam dan negara republik Indonesia. Oleh karena itu Pemerintah harus mendukung melalui kebijakan yang memperkuat lembaga pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama. Kata Kunci: Pendidikan Tinggi, Nahdlatul Ulama, Islam, Moderat, Inklusif, Kebangsaan | KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan A. PENDAHULUAN Saat ini perguruan tinggi di Indonesia menjadi sasaran pembinaan bagi berkembangnya paham anti Pancasila.1 Perguruan tinggi memiliki peran strategis untuk mengantisipasi permasalahan ideologi dalam memelihara kepentingan jangka panjang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam konteks ideologi negara ini, perguruan tinggi Islam secara jelas menyatakan mengusung Islam moderat.2 Perguruan tinggi Islam memiliki peran penting dalam membangun masyarakai Islam moderat, membangun demokrasi, serta berperan dalam meleburkan konsep Islam dan negara-bangsa. Perguruan tinggi Islam berkontribusi dalam mempromosikan demokrasi dan isu-isu sosial kohesi.3 Peranan perguruan tinggi Islam dalam merawat kebangsaan Indonesia dapat dilihat dari usaha pengelola perguruan tinggi Islam untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan kehidupan kewargaan di Indonesia. Perubahan IAIN menjadi UIN adalah salah satu upaya mewujudkan porsi besar bagi perguruan tinggi Islam dalam memberi solusi bagi persoalan manusia kontemporer dan memajukan peradaban Islam.4 Agenda perubahan IAIN menjadi UIN ini kemudian juga masuk ke ranah perguruan tinggi Nahdlatul Ulama yang mulai banyak melakukan pengembangan keilmuan sosial, humaniora dengan tidak melupakan teknologi yang selama ini seakan Nahdlatul Ulama mengabaikannya. Organisasi Nahdlatul Ulama dengan konsep pendidikan pesantren dan pendidikan tinggi merupakan sebuah upaya negosiasi antara mempertahankan tradisi dengan modernitas.5 Dalam upaya mengatasi dialog antara tradisi dan perkembangan terbaru peradaban manusia, maka Nahdlatul Ulama mulai mengembangkan perguruan tinggi modern dengan membuka program studi seputar sains dan teknologi. Perguruan tinggi Islam berkontribusi dalam melakukan pembaharuan pemikiran Islam.6 di pergurun tinggi Nahdlatul Ulama, banyak dikembangkan konsep ilmu sosial yang dikontekstualkan dengan lokalitas dan kearifan lokal di Indonesia. Misalnya terdapat kajian mengenai Islam Nusantara yang melalui jalur akademik coba mengkonstruksi Islam Wasathiyyah sekaligus mendialogkan Islam dan Kebangsaan yang terus saja mengalami gugatan dari kelompok-kelompok Islamis. Pendidikan tinggi Islam merupakan aspirasi umat Islam yang bertujuan. Pertama, pelaksanaan kajian dan pengembangan ilmu Islam di tingkat tinggi 1 Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, “Wiranto Sebut Kampus Jadi Target Paham Anti Pancasila”, CNN Indonesia, Jum’at, 05/05/2017. Diakses tanggal 5 Mei 2017. 2 Mengenai maraknya kembali Islam Konservatif diulas dalam buku “Conservatif Turn” 3 Richard G. Kraince, ‘Islamic Higher Education and Social Cohesion in Indonesia’, Prospects, 2007 <https://doi.org/10.1007/s11125-008-9038-1>. 4 Nur A. Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Memberi Makna Kelahiran UIN. SU (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2015), vi. 5 Ronald A. Lukens Bull, ‘Two Sides of the Same Coin: Modernity and Tradition in Islamic Education in Indonesia’, Anthropology and Education Quarterly, 32.3 (2001). 6 Richard G. Kraince, ‘Islamic Higher Education and Social Cohesion in Indonesia’, Prospects, 37.1 (2007). 174 Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri | secara sistematis. Kedua, peningkatan dalam bidang dakwah Islam. Ketiga, memproduksi ulama, mencetak kader-kader ulama, lembaga sosial, dakwah dan lain sebagainya.7 Orientasi sosial keagamaan tersebut menuntut ilmuwan terjun ke dalam studi keislamaan sebagai kajian ilmiah untuk menjawab orientasi keagamaan yang begitu besar dalam harapan, nilai, serta pandangan masyarakat.8 Sedangkan perguruan tinggi Nahdlatul Ulama didirikan tidak berbeda sebagaimana motif perguruan tinggi Islam negeri, hanya saja di sini terdapat upaya merealisasikan nilai-nilai perjuangan Nahdlatul Ulama melalui perguruan tinggi. Artikel ini mengkaji bagaimana perguruan tinggi Nahdlatul Ulama telah memberi kontribusi besar dalam mendukung program pemerintah Indonesia dalam mempromosikan moderasi beragama. Selain itu perguruan tinggi Nahdlatul Ulama sebagaimana isu inklusivisme yang diperjuangkan Nahdlatul Ulama juga diartikulasikan di perguruan tinggi Nahdlatul Ulama. Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama memiliki komitmen untuk tidak mempertentangkan antara Islam dan Kebangsaan. Oleh karena itu, perguruan tinggi Nahdlatul Ulama merupakan sebuah benteng ideologis, di dalamnya terdapat kalangan muda yang ditempah dengan perspektif Nahdlatul Ulama. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Perguruan Tinggi: Demokrasi dan Moderasi Beragama Karakter Islam Indonesia dikenal sebagai Islam yang mampu berjalan bersamaan dengan gagasan pluralisme dan toleransi. Islam Indonesia sangat menghargai keragaman dan apresiasi terhadap keragaman terlihat dari dua organisasi kemasyarakatan Islam yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.9 Kiprah Nahdlatul Ulama dalam memperjuangkan demokrasi dan moderasi beragama dapat dikatakan organisasi kemasyarakatan Islam berada di garda terdepan yang siap dengan segala risiko menghadapi beragam dinamika, sebagai contoh, bagaimana diskursus Islam Nusantara menjadi sarana kelompok Islamis untuk menyerang Nahdlatul Ulama. Aktualisasi nilai demokrasi sangat membutuhkan sistem pendidikan nasional, oleh karena itu perlu dilakukan reorientasi paradigma baru pendidikan nasional yang bertujuan membentuk masyarakat Indonesia yang demokratis dan berpegang pada nilai-nilai keadaban. Universitas memainkan peran penting dalam menjalankan misi demokrasi yang otentik.10Pengurus Besar Nahdlatul Ulama maupun kalangan nahdliyin yang menyadari peran pendidikan tinggi dalam menjaga NKRI kemudian dengan langkah nyata mendirikan perguruan tinggi yang menggunakan nama “Nahdlatul Ulama” ataupun perguruan tinggi yang memiliki semangat Nahdlatul Ulama. Amiruddin, ‘Dinamika Lembaga Pendidikan Tinggi Islam Di Indonesia’, Miqot, XLI.1 (2017), 103. 8 Abdurrahman Wahid, Muslim Di Tengah Pergumulan (Jakarta: LAPPENAS, 1983), 54. 9 Agus Muhammad Ahmad Zainul Hamdi., Moh. Shofan., Peran Organisasi Islam Moderat Dalam Menangkal Ekstremisme Kekerasan: Studi Kasus Nahdlatul Ulama (NU) Dan Muhammadiyah (Jakarta: INFID, 2019). 10 Azyumardi Azra, Kata Pengantar dalam buku, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: UIN Jakarta, 2003),hlm.xiii. 7 175 | KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan 2. Perguruan Tinggi Islam dan Konstruksi Inklusif dan Kewargaan Pendidikan kewargaan memiliki cakupan lebih luas jika dibandingkan dengan pendidikan demokrasi dan pendidikan hak asasi manusia. Pendidikan kewargaan meliputi kajian mengenai pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, partisipasi warga negara, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum, refleksi kritis, keadilan sosial, pengertian antar budaya, kelestarian lingkungan hidup, dan mengenai hak asasi manusia.11 Tim ICCE UIN Jakarta mendefiniskan pendidikan kewargaan sebagai program yang memuat bahasan tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya dengan negara, demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani yang dalam implementasinya menerapkan pendidikan demokratis dan humanis.12 Kewargaan berarti anggota individu aktif ataupun non aktif bersifat setara dalam sebuah negara bangsa mendapat hak dan kewajiban yang universal. Dari definisi tersebut dapat diperoleh poin penting. Pertama, kewarganegaraan dimulai dari menentukan keanggotaan dalam negara bangsa. Kedua, kewarganegaraan berkapasitas aktif dalam mempengaruhi politik serta hak pasif di bawah naungan sistem legal. Ketiga, hak kewargaan adalah hak yang universal. Keempat, kewarganegaraan adalah penegasan akan kesetaraan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban dengan batas tertentu.13 Kehadiran perguruan tinggi Islam adalah hasil negosiasi politik dari berbagai keberagaman etnis, ras, agama dan ideologi. Kehadirannya tidak lepas dari penerimaan terhadap ideologi nation-state sebagai media dalam mewujudkan kesatuan bangsa. Konsekuensinya PTI mengapresiasi perbedaan nilai, paham, dan keyakinan di tengah kehidupan masyarakat plural di Indonesia.14 Nilai-nilai kewargaan inilah yang menjadi nilai tambah atau distingsi perguruan tinggi Nahdlatul Ulama. Sehingga profil alumninya yang dari beragam bidang keahlian dapat melebur dalam semangat kebangsaan dan kewargaan dan menjadi sosok demokrat religius. 3. Perguruan Tinggi Islam dan Kebangsaan Masa awal kemerdekaan, Perguruan Tinggi Agama Islam mewarnai perjuangan dalam melawan kolonialis Belanda. Sehingga Perguruan Tinggi Agama Islam dipersepsikan sebagai langkah dalam memperkuat basis intelektualreligius generasi Muslim untuk menentang penjajah. Meskipun demikian, mayoritas umat Islam di masa itu tidak menganggap pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam sebagai solusi dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Namun, 11 Azyumardi Azra sebagaimana dikutip dalam buku yang dirumuskan Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2003),hlm.7. 12 Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan,hlm.9. 13 Nilam Hamiddani Syaiful. 14 Ratno Lukito, ‘Enigma Pluralisme Bangsa: Memposisikan Peran Perguruan Tinggi Islam’, Sukma: Jurnal Pendidikan, 4.1 (2020), pp. 17–18. 176 Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri | tidak pula dapat dianggap hal yang tidak penting kehadirannya di tengah generasi muda Islam untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.15 Perguruan tinggi Islam hadir mengiringi perkembangan Indonesia dari era Orde Lama, Orde Baru hingga saat ini. Perdidikan tinggi Islam terus melakukan berbagai perbaikan dan perubahan signifikan dalam mengembangkan perguruan tinggi yang berkualitas sehingga dapat berkontribusi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.16 Dapat dikatakan keberadaan perguruan tinggi Islam merupakan sebuah laboratorium persemaian dan pertemuan antara Islam dan Kebangsaan, sehingga wacana dan pergerakan politik yang menggugat dasar negara kesatuan mendapatkan argumen tandingan dari para akademisi perguruan tinggi Islam. dalam banyak kajian dan survei ditemukan bahwa kalangan mahasiswa perguruan tinggi Islam relatif terhindar dari ideologi transnasional, karena dalam perkuliahan di perguruan tinggi Islam pengkajian antara Islam dan Kebangsaan sudah menjadi hal biasa, ditambah lagi dengan beragam organisasi mahasiswa ekstra kampus yang hidup di perguruan tinggi Islam. C. METODE PENELITIAN Pengerjaan artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan naratif. Penelitian naratif berguna untuk menarasikan secara detail, terperinci. Dalam rancangan penelitian naratif peneliti mendeskripsikan tentang kehidupan seseorang dan menulis tentang pengalaman individual.17 Namun demikian dalam penelitian ini narasi yang disertakan bukanlah narasi kehidupan seseorang tetapi narasi lembaga pendidikan tinggi NU yang memiliki banyak cerita terkait moderasi beragama, inklusifisme, serta pergulatan antara Islam dan Kebangsaan. Creswell menjelaskan bahwa penelitian naratif menyediakan sebuah pendekatan dimana seorang peneliti dapat menggunakan narasi yang sastrawi dan sangat cenderung dengan kepustakaan.18 Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan data dengan narasi-narasi moderasi, inklusifisme, dan kebangsaan yang ada di perguruan tinggi NU, namun demikian data kepustakaan terkait perguruan tinggi NU juga dikumpulkan untuk kemudian dilakukan analisis. Berdasarkan penjelasan Creswell bahwa penelitian naratif merupakan sebuah penelitian biografi seseorang, maka dapat dikatakan penelitian ini merupakan sebuah penelitian tentang “biografi” lembaga pendidikan tinggi NU. Sebagaimana penelitian naratif mengambil sudut tertentu dalam kehidupan individu berbentuk periode, atau peristiwa, maka dalam penelitian ini pendekatan naratif yang dilakukan di lembaga pendidikan tinggi NU memanfaatkan sudut pandang terkait peristiwa moderasi beragama, inklusivisme, dan kebangsaan. Dalam 15 Hasan Asari, Esai-Esai Sejarah Pendidikan Dan Kehidupan (Medan: el-Misyka Circle, 2009), 120. 16 Hasbi Indra, ‘Pendidikan Tinggi Islam Dan Peradaban Indonesia’, Al-Tahrir, 16.1 (2016), 32. 17 John W. Creswell, Educational Research: Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Research (New York, 2012). 18 John W. Creswell. 177 | KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan mengumpulkan data peneliti mengumpulkan teori, dokumen, cerita, berita untuk kemudian diceritakan kembali. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama dapat diklasifikasikan ke dalam: universitas, institut, dan sekolah tinggi. Dalam praktiknya, perguruan tinggi Nahdlatul Ulama berbeda dengan yang diterapkan oleh perguruan tinggi Muhammadiyah yang memiliki koordinasi langsung dengan PP Muhammadiyah. Di perguruan tinggi Nahdlatul Ulama terdapat lembaga yang memang langsung menggunakan nama Nahdlatul Ulama, misalnya Universitas Nahdlatul Ulama yang berdiri di beberapa provinsi serta Sekolah Tinggi Nahdlatul Ulama. Namun terdapat lembaga pendidikan tinggi tidak langsung di bawah NU melainkan lembaga pendidikan tinggi yang didirikan atau dimiliki oleh seorang nahdliyin. Fenomena ini membuat persoalan pengelolaan pendidikan tinggi NU terkesan kurang rapi dan efektif. Dalam tabel berikut merupakan keberadaan perguruan tinggi Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia. Tabel Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Indonesia Universitas Institut Sekolah Tinggi /Politeknik/Akademi 1. Universitas NU 1. ITS NU 1. STAI SALAHUDDIN Gorontalo Pasuruan Pasuruan 2. Universitas NU 2. IAINU Kebumen 2. STIKES NU Tuban Sulawesi Tenggara 3. ITS NU 3. Akbid Muslimat Kudus 3. Universitas NU Pekalongan 4. STKIP NU Tegal Samarinda Kaltim 4. IAI Maarif NU 5. STKIP NU Indramayu 4. Universitas NU Metro Lampung 6. Politeknik Posmanu Kalsel 5. IAINU Kebumen Pekalongan 5. Universitas NU 6. IAI An-Nawawi 7. Politeknik Maarif Kalbar Purworejo Banyumas 6. Universitas NU 7. IAI Tribakti 8. STAI NU Pacitan Sumut Kediri 9. STAI NU Purworejo 7. Universitas NU 8. IAIDA 10. STAI NU Purwakarta Lampung Banyuwangi 11. STAI NU Malang 8. Universitas NU 9. IAI P 12. STISNU Aceh Sumbar Diponegoro 13. STIESNU Bengkulu 9. Universitas NU Nganjuk 14. STAINU Madiun NTB 10. Institut 15. STAI Almuhammad 10. Universitas NU Pesantren KH Cepu Malut Abdul 16. STAINU Blora 11. Universitas NU Chalim (IKHAC) 17. STAINU Tasikmalaya Jakarta 11. IAI 18. STAINU Al-Azhar 12. Universitas NU TARBIYATUT 19. STAIQOD Jember Cirebon THOLABAH 20. STIKAP Pekalongan 13. Universitas NU Lamongan 21. STID Sirnarasa Panjalu Purwokerto 12. IAI Ngawi 178 Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri | 14. Universitas NU Cilacap 15. Universitas Maarif NU Kebumen 16. Universitas NU Jogjakarta 17. Universitas NU Surakarta 18. Universitas NU Jepara 19. Universitas NU Sunan Giri (UNUGIRI) Bojonegoro 20. Universitas NU Surabaya 21. Universitas NU Blitar 22. Universitas NU Sidoarjo 23. UNINUS Bandung 24. Unira Malang 25. Unisma Malang 26. UIJ Jember 27. Unsuri Surabaya 28. Unwahas Semarang 29. Unsiq Wonosobo 30. Umaha Sidoarjo 31. Universitas Islam Makassar 32. UNUSIA Jakarta 33. UNISDA Lamongan 34. Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara 35. Universitas Islam Kadiri (UNISKA) 36. UNU Sumatera Utara 37. UNUGHA Cilacap 38. UNHASY Tebuireng Jombang 39. UNIB Situbondo 40. Universitas Islam Nusantara Bandung 13. IAI Qomaruddin Gresik 14. IIQ An Nur Yogya 15. IAI Al-Qolam Malang 16. INSTIKA Sumenep 17. IST ANNUQAYAH Sumenep 18. IAI Syarifuddin Lumajang 19. IAI Ibrahimy B.wangi 20. IAI Sunan Giri Bojonegoro 21. IAI Al-Qodiri Jember 22. IAI Bani Fattah (IAIBAFA) Jombang 23. INAIFAS Jember 24. ITS NU Jambi 179 22. STAI Salahudin AlAyyubi 23. STIT Sunan Giri Trenggalek 24. STAI Miftahul Ula Nglawak Kertosono Nganjuk 25. STAI Badrus Sholeh Purwoasri Kediri 26. STIADA Krempyang Nganjuk 27. STAI NU Temanggung 28. STAI Hasanuddin Pare 29. STAIFA Sumbersari Pare 30. STAI Hasan Jufri Bawean 31. STIT NU Al Hikmah Mojokerto 32. STIS Miftahul Ulum Lumajang 33. STASPA Yogya 34. STEBI Yogya 35. STAI AL YASINI PASURUAN 36. STAIP Pati 37. STAI Alhusain Magelang 38. STKIP Modern Ngawi 39. STIENU Subang 40. STIT Daru Ulum Kotabaru 41. STIDKI NU (Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam Nahdlatul Ulama) Indramayu 42. STKIP Padhaku Indramayu 43. STAIS Dharma Indramayu 44. STIT Al-Amin Indramayu 45. STKIP Al-Amin Indramayu 46. STISNU Nusantara Tangerang | KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan 41. UNDARIS Ungaran 42. Universitas Yudharta Pasuruan 43. UNISLA Lamongan 44. UNIPDU Jombang ( akreditasi B ) 45. UNWAHA Jombang 46. UNDAR Jombang (Akreditasi PT: B) 47. Universitas Islam Madura Pamekasan 48. UIJ Jember 49. Unsuri Ponorogo 50. Universitas Alma Ata Yogya 51. Unv. Nurul Jadid Paiton 52. Universitas Qomaruddin Gresik 53. UNISKA (Universitas Islam Kadiri) Kediri 54. Universitas Billfath Lamongan 55. UMAHA (Universitas Maarif Hasyim Latief) Sidoarjo Jumlah : 55 Universitas 47. STAI Darul Hikmah Bangkalan 48. STAI Pancawahana Bangil 49. STIQ Wali Songo Situbondo 50. STAI At Taqwa 51. STIENU Trate Gresik 52. STIT. Makhdum Ibrahim Tuban (STITMA TUBAN) 53. STIEBS NU Garut 54. STEI Walisongo Sampang 55. Politeknik Unisma Malang 56. STIENU Trate Gresik 57. STEI Kanjeng Sepuh Sidayu Gresik 58. STIE Bakti Bangsa Pamekasan 59. STIT al Urwatul Wutsqo Jombang 60. STAI Ma'arif Magetan 61. STAI Denpasar Bali 62. STAI Al Fithrah Surabaya 63. STIT Raden Santri gresik 64. STIT Al Fattah Siman Lamongan 65. STAI Ihyaul Ulum Gresik 66. STAI Darul Falah Bandung Barat 67. Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren Cirebon 68. AKPER Buntet Pesantren Cirebon 69. STAI Darul Falah Bandung Barat 70. STAIMA Cirebon Jumlah : 24 Institut 180 Jumlah : 70 ST/politeknik/akademi Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri | Dengan jumlah perguruan tinggi Nahdlatul Ulama yang menyebar ke seluruh Indonesia tersebut, tentu saja Nahdlatul Ulama dapat menjadikannya sebagai sebuah media dalam mempromosikan perjuangan moderasi beragama, dan Islam Kebangsaan yang menjadi prinsip Nahdlatul Ulama. Terlepas dari kekurangan manajerial dan persoalan kualitas perguruan tinggi NU ia tetap melakukan pembenahan secara berkala. 2. Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama dan Penyebaran Moderasi Beragama Democracy is government of the people, by the people, for the people.19 Kedudukan kampus sebagai lembaga akademik sangat penting dalam mengawal jalannya demokrasi. Pada hakikatnya, lembaga akademik seperti perguruan tinggi menduduki posisi strategis bagi suatu bangsa. Sebab dari peran tersebut, hendak menimbulkan dan melahirkan orang-orang berkapasitas baik untuk membangun negara. Perguruan tinggi agama dan umum menjadi arena penyemaian atau kawah candradimuka dalam penciptaan generasi lebih baik, mendapat persediaan ruang berpikir jernih serta melestarikan budaya demokrasi. Kampus terlibat aktif sebagai pusat berkembangnya ilmu pengetahuan dan intelektualitas. Maka peran strategis tersebut dapat dikelola melalui laboratorium embrio pemimpin bangsa dan tempat tumbuh suburnya budaya demokrasi dengan semangat toleransi dan inklusivitas sebagai modal dasar dan social control dalam menjaga nilai-nilai demokrasi.20 PTKI menjadikan NU dan Muhamadiyah sebagai organisasi masyarakat yang berperan aktif dalam melestarikan nilai demokrasi dan moderasi beragama dalam kampus. Terutama Nahdlatul Ulama yang memiliki hampir 150 perguruan tinggi di Indonesia21 dengan tetap menjadikan model semangat keislaman moderat dan keindonesiaan demokratis sebagai ruh gerakan dan perangkat strategis dalam menjalankan kelembagaannya. Ajaran moderat yang lahir dan dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah kemudian diartikulasikan dalam pikiran-pikiran dan tindakan keagamaan yang memiliki prinsip moderat.22 Saat ini demokrasi dan moderasi di Indonesia terancam kepunahannya, terlihat dalam Survei opini terbaru terhadap Muslim Indonesia juga mengkonfirmasi hal demikian. Misalnya, Survei Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) tahun 2017 menunjukkan sejumlah umat Islam Indonesia mendukung diberlakukannya Syariat Islam sebagai hukum di Indonesia dengan rincian 39 persen responden secara nasional dan di tingkat lokal 41 persen responden. Menunjukkan 36 persen Muslim Indonesia setuju dengan pernyataan bahwa Islam harus menjadi satu-satunya agama resmi di Indonesia. Survei terbaru lainnya seperti Alvara Research Consulting menemukan bahwa satu dari lima siswa mendukung pembentukan kekhalifahan di Indonesia. Survei, melibatkan 19 Richard A. Epstein, ‘Direct Democracy: Government of the People, by the People, and for the People?’, Harvard Journal of Law and Public Policy, 34.3 (2011), 819–26. 20 Dedy, ‘Hamdan Zoelva: Perguruan Tinggi Penting Mengawal Jalannya Demokrasi’, Https://Www.Mkri.Id/, 2021, p. 1. 21 Santri Pedia, ‘150 Kampus Perguruan Tinggi NU Di Indonesia’, Https://Www.Santripedia.Com/, 2019, p. 1. 22 Ahmad Zainul Hamdi., Moh. Shofan. 181 | KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan lebih dari 4.200 pelajar Muslim, kebanyakan dari Sekolah Menengah Atas Nengeri dan universitas negeri terkemuka di Jawa, menemukan hal itu hampir satu dari empat siswa, dengan derajat yang berbeda, siap berjuang untuk mendirikan kekhalifahan Islam.23 Perguruan tinggi Nahlatul Ulama dalam menjalankan dan melestarikan nilai demokrasi dan moderasi mengacu kepada Anggaran Dasar NU yang menyatakan: dalam mengemban amanah kepentingan nasional dan internasional NU bertekad mengembangkan ukhuwwah Islâmîyah, ukhuwwah Wathanîyah, dan ukhuwwah Insânîyah. Dengan berpegang teguh pada prinsip Al-ikhlas, Al-‘adalah, Attawassuth, attawazun dan toleransi.24 Prinsip dan karakter di atas diterapkan sebagai hidden curriculum di setiap level pendidikan di bawah naungan LP-Maarif NU dan sealanjutnya menjadikan perguruan tinggi NU sebagai Role Model dengan gagasan Islam moderat dan demokrasi. 3. Inklusivisme Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama di Tengah Persoalan Kewargaan dan Eksklusivisme Menteri Agama di masa Lukman Hakim memerintahkan PTKI untuk melakukan strategi dalam mencegah berkembangnya paham ekstrim dan radikal di kampus. Lukman menegaskan bahwa PTAI harus bersih dari paham radikal yang menolak NKRI.25 Perintah Menteri Agama ini di latarbelakangi dari hasil Deklarasi Forum Pimpinan PTKIN yang disampaikan di hadapan Menteri Agama pada kegiatan PIONIR 2017 di UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Deklarasi PTKIN ini menyampaikan lima poin sebagai berikut: a. Bertekad bulat menjadikan Empat Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara. b. Menanamkan jiwa dan sikap kepahlawanan, cinta tanah air dan bela negara kepada setiap mahasiswa dan anak bangsa, guna menjaga keutuhan dan kelestarian NKRI. c. Menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai ajaran Islam yang rahmatan lil alamin Islam inklusif, moderat, menghargai kemajemukan dan realitas budaya dan bangsa. d. Melarang berbagai bentuk kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila, dan anti NKRI, intoleran, radikal dalam keberagaman, serta terorisme di seluruh PTKIN. e. Melaksanakan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dalam seluruh penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan penuh dedikasi dan cinta tanah air.26 23 Alexander R. Arifianto, ‘Islamic Campus Preaching Organizations in Indonesia: Promoters of Moderation or Radicalism?’, Asian Security, 15.3 (2019), 323–42 <https://doi.org/10.1080/14799855.2018.1461086>. 24 Toto Suharto, ‘Gagasan Pendidikan Muhammadiyah Dan NU Sebagai Potret Pendidikan Islam Moderat Di Indonesia’, ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, 2015 <https://doi.org/10.15642/islamica.2014.9.1.81-109>. 25 Lihat “Menag Perintahkan Pimpinan PTKIN Cegah Faham Radikal di Kampus” www.kemenag.go.id tanggal 4 Mei 2017. Diakses 05 Mei 2017. 26 Deklarasi Aceh disepakati oleh 55 pimpinan PTKIN seluruh Indonesia yang diwakili dibacakan oleh Dede Rosyada pada 26 April 2019 di Banda Aceh. Lihat “Menag Perintahkan 182 Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri | Menteri Agama meminta Deklarasi Aceh dilaksanakan di perguruan tinggi Islam misalnya dalam bentuk: Memperkuat wawasan kebangsaan sivitas akademika; dan memperketat proses seleksi dan rekrutmen baik bagi mahasiswa maupun tenaga kependidikan mengenai komitmen mereka terhadap nilai-nilai keislaman dan kesatuan bangsa. Kekhawatiran ini didukung dengan masuknya gerakan Islam anti NKRI perguruan tinggi Islam. Di level mahasiswa Gerakan Mahasiswa Pembebasan (Gema Pembebasan) yang merupakan underbow Hizbut Tharir Indonesia sudah tidak bersembunyi lagi dalam menyebarkan propaganda (spanduk, baliho, brosur, bulletin). Di UIN Sumatera Utara aktivis HTI tidak segan berdiskusi di kampus dengan mengibarkan bendera HTI.27 Di UIN Ar-Raniry aktivis Gema Pembebasan melakukan penyebaran bendera HTI dengan propaganda Panji Rasulullah. Spanduk propaganda Panji Rasululah terbentang di pintu masuk UIN Ar-Raniry.28 Pengkaderan dan propaganda Gema Pembebasan bahkan seperti mengalahkan perkaderan organisasi ekstra mahasiswa Islam yang nasionalis seperti: Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Aktifis mahasiswa anti NKRI seperti HTI juga banyak ditemui di Pascasarjana. Aktifis HTI dengan tegas mengatakan bahwa NKRI tidak sesuai dengan ajaran Islam dan harus diganti dengan sistem Islam. Mengenai bagaimana cara HTI mewujudkan kehilafahan jika HTI tidak masuk ke dalam parlemen dan tidak memilih revolusi fisik, aktifis HTI menjawab bahwa gerakan untuk mewujudkan kehilafahan adalah konsisten melakukan dakwah kepada masyarakat umum dan secara khusus kepada Tentara Nasional Indonesia. Menurut HTI, yang memiliki kekuatan bersenjata adalah TNI dan HTI akan secara intens dakwah di kalangan TNI agar dapat terlibat menegakkan kekhilafahan.29 Sedangkan di level dosen, terdapat calon dosen yang secara terang-terangan menolak NKRI dengan tidak memberi hormat kepada bendera Merah Putih ketika proses Pra-Jabatan. Ini ditemukan di salah satu perguruan tinggi Islam Negeri.30 Masih banyak terdapat gerakan-gerakan Islamis yang masuk ke dalam kampus Islam maupun kampus umum. Namun untuk saat ini belum ditemukan mahasiswa di perguruan tinggi Nahdlatul Ulama yang terlibat dalam gerakan ekstrem dan fundamentalisme yang mengatasnamakan Islam. Hal ini membuktikan bahwa perguruan tinggi NU telah sukses melakukan persemaian warga negera yang memiliki pandangan kewargaan dan kebangsaan. Pimpinan PTKIN Cegah Faham Radikal di Kampus” www.kemenag.go.id tanggal 4 Mei 2017. Diakses 05 Mei 2017. 27 Observasi 28 Observasi di UIN Ar-Raniry. 29 Salam, aktifis HTI dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang (Malang, Januari 2016). Mengenai strategi HTI memanfaatkan HTI juga dapat dibaca dalam “HTI Seru Militer Ambil Kekuasaan untuk Tegakkan Khilafah” 21 Juli 2104 hizbut-tahrir.0r.id. Ketua DPP HTI, Rokhmat S Labib serukan militer mengambil alih kekuasaan untuk tegakkan khilafah dan kemudian menyerahkannya ke HTI,”Wahai tentara, wahai polisi, wahai jenderal-jenderal tentara Islam, ini sudah waktunya membela Islam, ambil kekuasaan itu, dan serahkan kepada Hizbut Tahrir untuk mendirikan Khilafa!”. Diakses tanggal 05 Mei 2017. 30 FLK, wawancara, (Malang, 2017). Informan adalah seorang dosen PNS UIN Maliki Malang yang melihat langsung rekannya yang menolak memberi hormat NKRI. 183 | KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan 4. Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama: Liberal Arts Education, Islam dan Kebangsaan NU sejak didirikan 31 Januari 1926 tidak hanya didorong faktor keagamaan saja, namun juga memiliki motif nasionalisme dan mempertahankan paham Ahlussunnah wa al-Jama’ah.31 Sebagai sarana perjuangan NU, perguruan tinggi NU menerapkan sebuah konsep yang dikenal di dunia Barat sebagai Liberal Arts Education. Dalam sub ini peneliti menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip dan praktik pendidikan di perguruan tinggi NU telah menerapkan konsep liberal arts education. Konsep liberal arts education jika ditelusuri pada dasarnya adalah konsep yang pernah diterapkan di masa Abad Pertengahan, yang dikenal dengan artes liberalis.32 Liberal arts education atau dikenal dengan general education pada dasarnya berupaya mengintegrasikan secara intrinsik dan sistemik antara sains, ilmu sosial, dan humaniora antara kemampuan ilmiah dan pemikiran kemanusiaan seperti: agama, filsafat, bahasa, sastra, menulis, sejarah, seni, antropologi, sosiologi, psikologi dan komunikasi.33 Liberal Arts Education atau General Education didefinisikan oleh asosiasi perguruan tinggi di Amerika sebagai berikut. “An approach to college learning that empowers individuals and prepares them to deal with complexity, diversity and change. It emphasixes broad knowledge of the wider world (e.g. science, culture and society) as well as indepth achievement in a specific field of interest. It helps students develop a sense of social responsibility as well as strong intellectual and practical skills and includes a demonstrated ability to apply knowledge and skills in real-world setting.” Liberal arts education dianggap penting di Amerika, karena sains dan teknologi belum cukup terintegrasi dengan keseluruhan pengalaman manusia.34 Konsep liberal arts education yang ditawarkan di pendidikan tinggi Amerika di atas bahwa mahasiswa perlu untuk dipersiapkan menghadapi kompleksitas, keragaman dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan liberal arts education diharapkan akan lahir generasi muda tidak hanya memiliki modal intelektual dan kecakapan teknis di dunia kerja namun memiliki tanggung jawab sosial, karena mereka telah dibiasakan dengan keragaman dimulai dari saling persentuhan berbagai disiplin ilmu. Dari konsep liberal arts education ini seorang teknokrat atau ilmuan yang Masdar Hilmy, ‘Whither Indonesia’s Islamic Moderatism? A Reexamination on The Moderate Vision of Muhammadiyah and NU’, Journal of Indonesian Islam, 07.01 (2013). 32 Mark William Roche, Why Choose the Liberal Arts? (USA: University of Notre Dame Press, 2010),hlm. 5. 33 Mayling Oey-Gardnier dkk, Era Disrupsi: Peluang dan Tantangan Pendidikan Tinggi Indonesia (Jakarta: AIPI, 2017),hPunlm. 258. 34 American Association for the Advancement of Science,”the Liberal Art of Science: Agenda for Action: the Report of the Project on Liberal Education and the Sciences” (Washington: AAAS Publication, 1990), ,hlm. xi. 31 184 Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri | menekuni suatu disiplin ilmu tidak akan tercerabut dari akar masyarakat karena sentuhan ilmu Sosiologi, Antropologi, Humaniora, bahkan politik. Di Kanada muatan liberal arts education sempat dihilangkan karena tuntutan akan keahlian vokasi, hal ini disampaikan oleh seorang Profesor Filsafat di Colgate University, Donald L. Berry “Many students and their parents now seek a clear and early connection between the undergraduate experience and employment. Vocationalism exerts pressure for substantive changes in the curriculum and substitutes a preoccupation with readily marketable skills.” Namun kemudian Pemerintah Kanada menyadari pentingnya liberal arts education sehingga pada tahun 2016 menyelenggarakan forum internasional mengenai masa depan liberal arts education, karena menyadari atas multicultural, teknologi, dan keterpaduan dengan ilmu sosial dan humaniora.35 Bekal pengetahuan ilmu sosial dan humaniora menurut Amin Abdullah sangat diperlukan dan akan sangat membantu seorang sarjana untuk menjadi pribadi tangguh yang tidak mudah menyerah menghadapi dialektika dan perubahan zaman, jusru dengan bekal liberal arts education akan membuat sarjana mampu memberi solusi dari permasalahan yang berkembang di masyarakat.36 Khasanah humaniora dan ilmu budaya sering diabaikan dalam mempersiapkan generasi muda, dengan muatan liberal arts education, maka sebenarnya perguruan tingi sedang mempersiapkan sosok yang berpikir kritis, kecakapan komunikasi yang berguna di lingkungan. Tidak hanya bermanfaat bagi individu, liberal arts education berkontribusi besar bagi sebuah negara demokrasi seperti Indonesia.37 Puncochar menjelaskan bahwa negara demokrasi membutuhkan orang-orang terdidik yang terbiasa memiliki perspektif, berdebat, dan penalaran rasional. Liberal arts education adalah salah satu langkah untuk mempersiapkan warga yang sadar akan prinsip kewargaan sehingga memiliki keterlibatan dalam kewargaan dengan bersikap kritis, memecahkan masalah dan terlibat dalam menciptakan masyarakat yang penuh perdamaian dan saling menghargai. Penerapan liberal arts education di perguruan tinggi NU semakin penting ketika fenomena industrialisasi dan kapitalisasi pendidikan tinggi menguat, dimana mahasiswa dipersiapkan hanya sebagai calon pekerja untuk memenuhi dunia industri, sehingga memunculkan teknokrat-teknokrat yang kehilangan makna hidup karena terperangkap dalam sebuah sistem yang oleh Eric Fromm katakan sebagai mega machine society. Oleh karena itu Tilaar memperingatkan para pengelola perguruan tinggi untuk tidak menjadikan lembaga pendidikan tinggi hanya sebagai pusat pelatihan yang mempersiapkan generasi muda untuk menguasai dunia materi.38 Tilaar menganjurkan pentingnya kurikulum pendidikan tinggi untuk mengembangkan kebudayaan, kemanusiaan, dan Universities Canada,”the Future of the Liberal Arts: a Global Conversation: ,hlm. 3. Muhammad Amin Abdullah, Era Disrupsi, hlm. 58. 37 Judith Puncochar,”Enhancing Indonesian Citizenry through the Liberal Arts in Higher Education”, Presentation ans Structured Controversy Workshop Universitas Pembangunan Jaya, December 9, 2014. 38 H.A.R. Tilaar,”Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi” Jurnal Pendiikan Penabur, No. 12/Tahun ke-8/Juni 2019,hlm. 92. 35 36 185 | KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan menjadi penjaga moral manusia. Menurut penulis apa yang diharapkan Tilaar tersebut dapat ditemukan dalam liberal arts education. Di Arizona Christian University, liberal arts education dirancang untuk mempersiapkan mahasiswa yang terampil dilandasi ajaran-ajaran Kristen. Oleh karena itu kurikulum liberal arts education didasarkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) membantu mahasiswa secara teologis, membantu memahami Tuhan; (b) membantu mahasiswa memupuk spiritualitas mahasiswa; (c) membantu mahasiswa memahami kemanusiaan mereka; (d) membantu mahasiswa secara sosial mengaitkan iman bagi masyarakat yang lebih besar; (e) membantu mahasiswa mengekslorasi intelektual.39 Jika dibandingkan dengan yang diterapkan di PTKI, maka tidak ditemukan perbedaan. PTKI telah menerapkan apa yang dilakukan di Arizona Christian University. Banyaknya kampus-kampus di luar negeri menerapkan liberal arts education merupakan cermin bahwa kampus tidak cukup hanya melahirkan seorang teknokrat minus nilai humaniora dan pandangan sosial. Di perguruan tinggi NU dengan tradisi pesantren, perdebatan wacana keagamaan dan prinsip keagamaan serta konsep kebangsaan merupakan hal yang menjadi tradisi bahkan merupakan identitas. Seorang santri dan maha santri di perguruan tinggi NU walau secara tidak sadar dengan konsep liberal arts education tersebut pada dasarnya telah jauh lebih maju dalam mempersiapkan warga negara yang dinamis, karena memiliki sentuhan relegius, berbeda dengan penerapan liberal arts education di perguruan tinggi Barat yang cenderung sekuler. 5. Peran Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII): Kaum Muda Nahdlatul Ulama Penjaga NKRI Rekrutmen ideologis dari kelompok radikal di kalangan mahasiswa akan terus berlanjut. Organisasi kemahasiswaan sangat berperan dalam mencegah mahasiswa masuk organisasi ataupun gerakan radikal. Oleh karena itu organisasi kemahasiswaan seperti HMI, PMII, IMM, KAMMI, GMNI, PMKRI dan GMKI sebaiknya diberi ruang yang luas di dalam kampus. Organisasi mahasiswa ekstra kampus perlu direvitalisasi sebagai penjaga ideologi mahasiswa.40 PMII sebagai anak kandung dari NU menjalankan peran penting sebagai kawah candradimuka bagi kalangan muda yang diproses berdasarkan prinsip Islam dan Kebangsaan. PMII tidak hanya menjalankan peran sebagai kontrol sosial, namun di PTKI maupun umum telah menjalankan tugasnya untuk menciptakan kader organisasi yang memiliki visi moderat, inklusif, dan memiliki wawasan Islam dan kebangsaan. Apa yang dilakukan oleh PMII di perguruan tinggi Islam seperti IAIN, UIN ataupun perguruan tinggi umum juga berkembang di perguruan tinggi Nahdlatul Ulama. Sebagai perguruan tinggi yang didasarkan perjuangan NU organisasi PMII semakin mengembangkan kuantitas dan kualitas kader. Sebagai anak kandung NU, PMII yang berkembang di perguruan tinggi NU relatif memiliki sedikit kompetitor, jika dibandingkan bagaimana PMII di perguruan tinggi umum yang Arizona Christian University,”Phlosophy of the Liberal Arts”,hlm.4. Azyumardi Azra, Relevansi Islam Wasathiyah: Dari Melindungi Kampus Hingga Mengaktualisasi Kesalehan (Jakarta: Kompas, 2020). 39 40 186 Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri | lebih dikuasai oleh kelompok Tarbiyah Islamiyyah dan dari kalangan Lembaga Dakwah Kampus. PMII yang berada di perguruan tinggi NU inilah yang kemudian menjadi agen promosi dari moderasi beragama dan Islam Kebangsaan. Para kader PMII yang sudah ditempah dengan konsep keorganisasian, Islam Wasathiyyah dan wawasan kebangsaan pada akhirnya menjadi barisan terdepan dalam menghadapi gerakan transideologis dan kalangan Islamis. Namun demikian dapat dipastikan bahwa organisasi PMII yang berkembang di perguruan tinggi NU merupakan organisasi mahasiswa yang berada di barisan depan dalam perjuangan moderasi beragama dan keindonesiaan. Melalui PMII mahasiswa perguruan tinggi NU dapat menjadi lebih matang dalam kehidupan sosial politik dan keprofesionalismean. 6. Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama: Menabur Moderasi Beragama Merawat Islam dan Kebangsaan Temuan-temuan penelitian yang dikemukakan di atas tampak telah terjadi pertarungan ideologis di lingkungan perguruan tinggi umum dan Islam. Pengelola perguruan tinggi NU sangat menyadari bahwa keberadaannya bukan sekedar untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia yang memiliki kecakapan hidup, namun juga harus dapat mempersiapkan warga negara yang baik. Dalam menjalankan visi Islam Wasathiyyah, pengelola perguruan tinggi NU harus menghadapi pertarungan ideologis. Untuk menjelaskan pertarungan ideologis ini, peneliti menggunakan konsep yang dikemukaan oleh Gramsci mengenai pertarungan ideologi, “...battles are won and lost on the terrain of idelogy is a much earlier and more complex explanation of the meditations between objective economic and social conditions and politics...”41 Banyak yang tidak menyadari bahwa isu-isu sektarian yang menggunakan organisasi Islamis, dibalik aktivitas tersbut terdapat permainan perebutan kekuasaan politik untuk dapat mengakses sumber daya yang ada. Perguruan tinggi NU dengan beragam kajian keagamaan dan teori sosial telah membekali mahasiswanya untuk menjadi generasi muda Islam yang sadar politik dan tidak bisa dikendalikan pemain politik aliran. As’ad Said Ali42 secara sederhana mengklasifikasi pertarungan ideologi menjadi: Ideologi Kanan, Ideologi Kiri dan Ideologi berbasis Agama. Ideologi kanan merefleksikan kapitalisme dengan agenda neo liberalisme yang mendorong terjadinya demokratisasi melalui liberalisasi politik. Sedangkan Ideologi Kiri diidentikkan dengan Marxisme-Leninisme, Trotskysme, Maoisme, Anarkisme hingga yang cukup moderat yaitu Sosial Demokrat. Ideologi Kiri hadir untuk menolak Ideologi Kanan, dan di kalangan aktivis mahasiswa, Ideologi Kiri menjadi sebuah energi aktivisme dan semangat perlawanan. Terakhir, Ideologi berbasis Agama yang merupakan aktivisme berdasarkan agama, salah satu contoh adalah perjuangan HTI yang menjadikan Islam sebagai ideologi. Namun demikian Ideologi berbasis Agama tidak hanya ada di kalangan umat Islam. Keberadaan perguruan tinggi NU secara jelas dan nampak memberikan kontribusi besar terhadap persemaian moderasi beragama dan memperkuat Alastar Davidson,”Gramsci, Hegemony and Globalisation” Philippine of the World Studies, 20 (2005) 20. 42 As’ad Said Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, (Jakarta: LP3ES, 2009). 41 187 | KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan pemahaman Islam Kebangsaan bagi generasi muda Islam Indonesia. Perguruan tinggi NU secara berkomitmen mempersiapkan kaum teknokrat dan akademis ataupun kalangan profesional yang siap terjun ke masyarakat dengan kerangka pikir dan perjuangan NU yang konsisten menjaga Indonesia. E. KESIMPULAN Berdasarkan temuan-temuan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Perguruan tinggi Nadlatul Ulama terdiri dari banyak varian, mulai dari sekolah tinggi, institut, dan universitas. Lembaga pendidikan tinggi ini dikelola oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan secara individual yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama. Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama menyebar secara nasional telah nyata menjadi modal sosial bagi Islam dan negara-bangsa Indonesia. Peneliti menemukan bahwa perguruan tinggi Nahdlatul Ulama memiliki distingsi dan keunikan seperti menyebarkan ajaran Islam Wasathiyyah, internalisasi nasionalisme, dan prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdliyah yang menolak radikalisme dan terorisme berlabelkan Islam. perguruan tinggi Nahdlatul Ulama telah terbukti komitmennya pada Islam dan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu Pemerintah harus mendukung melalui kebijakan yang memperkuat lembaga pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Zainul Hamdi., Moh. Shofan., Agus Muhammad, Peran Organisasi Islam Moderat Dalam Menangkal Ekstremisme Kekerasan: Studi Kasus Nahdlatul Ulama (NU) Dan Muhammadiyah (Jakarta: INFID, 2019) Amiruddin, ‘Dinamika Lembaga Pendidikan Tinggi Islam Di Indonesia’, Miqot, XLI.1 (2017), 103 Arifianto, Alexander R., ‘Islamic Campus Preaching Organizations in Indonesia: Promoters of Moderation or Radicalism?’, Asian Security, 15.3 (2019), 323–42 <https://doi.org/10.1080/14799855.2018.1461086> Azyumardi Azra, Relevansi Islam Wasathiyah: Dari Melindungi Kampus Hingga Mengaktualisasi Kesalehan (Jakarta: Kompas, 2020) Dedy, ‘Hamdan Zoelva: Perguruan Tinggi Penting Mengawal Jalannya Demokrasi’, Https://Www.Mkri.Id/, 2021, p. 1 Epstein, Richard A., ‘Direct Democracy: Government of the People, by the People, and for the People?’, Harvard Journal of Law and Public Policy, 34.3 (2011), 819–26 Hasan Asari, Esai-Esai Sejarah Pendidikan Dan Kehidupan (Medan: elMisyka Circle, 2009) Hasbi Indra, ‘Pendidikan Tinggi Islam Dan Peradaban Indonesia’, Al-Tahrir, 16.1 (2016), 109–32 John W. Creswell, Educational Research: Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Research (New York, 2012) Kraince, Richard G., ‘Islamic Higher Education and Social Cohesion in Indonesia’, Prospects, 2007 <https://doi.org/10.1007/s11125-008-9038-1> Masdar Hilmy, ‘Whither Indonesia’s Islamic Moderatism? A Reexamination on The Moderate Vision of Muhammadiyah and NU’, Journal of Indonesian Islam, 07.01 (2013) Nilam Hamiddani Syaiful, Merebut Kewarganegaraan Inklusif (Yogyakarta: 188 Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri | Research Center for Politics and Governance Universitas Gajah Mada) Nur A. Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Memberi Makna Kelahiran UIN. SU (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2015) Ratno Lukito, ‘Enigma Pluralisme Bangsa: Memposisikan Peran Perguruan Tinggi Islam’, Sukma: Jurnal Pendidikan, 4.1 (2020) Richard G. Kraince, ‘Islamic Higher Education and Social Cohesion in Indonesia’, Prospects, 37.1 (2007) Ronald A. Lukens Bull, ‘Two Sides of the Same Coin: Modernity and Tradition in Islamic Education in Indonesia’, Anthropology and Education Quarterly, 32.3 (2001) Santri Pedia, ‘150 Kampus Perguruan Tinggi NU Di Indonesia’, Https://Www.Santripedia.Com/, 2019, p. 1 Suharto, Toto, ‘Gagasan Pendidikan Muhammadiyah Dan NU Sebagai Potret Pendidikan Islam Moderat Di Indonesia’, ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, 2015 <https://doi.org/10.15642/islamica.2014.9.1.81-109> Wahid, Abdurrahman, Muslim Di Tengah Pergumulan (Jakarta: LAPPENAS, 1983) 189