KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun
Islam Moderat, Inklusif, dan Kebangsaan
Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri
*UIN
STS Jambi, **STAI Ahsanta Jambi, ***Universitas Jambi Jalan. Muara BulianJambi Jl. Fatah Laside No. 68 Kel. Kebun Handil Kec. Jelutung Kota Jambi 36137
Jalan Muara Bulian-Jambi
fridiyanto@uinjambi.ac.id, arrafii1995@gmail.com, muhammadsobri@unja.ac.id,
Abstract: This article analyses inclusive higher education institution of Nahdlatul
Ulama that spread moderate Islam. The research uses qualitative method with
narrative approach. The findings those are Nahdlatul Ulama higher education
consist varian forms such as collage, institute, and university. They are managed
by Pengurus Besar Nahdlatul Ulama and also many from individual that affiliate
with Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama higher education institutions have
established nationally, exactly they are social capital for Islam and State
relationship in Indonesia. Researchers found that Nahdlatul Ulama higher
education institutions have distinctive and unique characteristic such as seeding
Islam Wasatiyyah teachings, nationalism internalisation, and Ahlussunnah wal
jamaah an Nahdliyah principles that refuse radicalism and terrorism based on
Islam labelling. Nahdlatul Ulama higher education institutions have proven their
commitment on Islam and Indonesia Republic. Therefore Government must
support through policy that empower Nahdlatul Ulama higher education
institutions.
Keywords: Higher education, Nahdlatul Ulama, Islam, Moderate, Inclusive, Nation.
Abstrak: Artikel ini menganalisis lembaga pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama
yang menyebarkan benih Islam moderat, inklusif dan kebangsaan. Penelitian ini
menggunakan metode dengan pendekatan naratif. Temuan penelitian bahwa
pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama terdiri dari banyak varian, mulai dari sekolah
tinggi, institut, dan universitas. Lembaga pendidikan tinggi ini dikelola oleh
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan juga secara individual yang berafiliasi
dengan Nahdlatul Ulama. Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama telah berdiri secara
nasional sehingga menjadi modal sosial bagi Islam dan hubungan dengan negara
bangsa Indonesia. Peneliti menemukan bahwa perguruan tinggi Nahdlatul Ulama
memiliki distingsi dan keunikan seperti menyebarkan ajaran Islam Wasathiyah,
internalisasi nasionalisme, dan prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jamaah an
Nahdliyah yang menolak radikalisme dan terorisme yang melabelkan diri sebagai
Islam. Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama telah terbukti komitmennya pada Islam
dan negara republik Indonesia. Oleh karena itu Pemerintah harus mendukung
melalui kebijakan yang memperkuat lembaga pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama.
Kata Kunci: Pendidikan Tinggi, Nahdlatul Ulama, Islam, Moderat, Inklusif,
Kebangsaan
| KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan
Kebangsaan
A. PENDAHULUAN
Saat ini perguruan tinggi di Indonesia menjadi sasaran pembinaan bagi
berkembangnya paham anti Pancasila.1 Perguruan tinggi memiliki peran strategis
untuk mengantisipasi permasalahan ideologi dalam memelihara kepentingan
jangka panjang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam konteks ideologi
negara ini, perguruan tinggi Islam secara jelas menyatakan mengusung Islam
moderat.2 Perguruan tinggi Islam memiliki peran penting dalam membangun
masyarakai Islam moderat, membangun demokrasi, serta berperan dalam
meleburkan konsep Islam dan negara-bangsa.
Perguruan tinggi Islam berkontribusi dalam mempromosikan demokrasi dan
isu-isu sosial kohesi.3 Peranan perguruan tinggi Islam dalam merawat kebangsaan
Indonesia dapat dilihat dari usaha pengelola perguruan tinggi Islam untuk
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan kehidupan kewargaan di
Indonesia. Perubahan IAIN menjadi UIN adalah salah satu upaya mewujudkan
porsi besar bagi perguruan tinggi Islam dalam memberi solusi bagi persoalan
manusia kontemporer dan memajukan peradaban Islam.4 Agenda perubahan IAIN
menjadi UIN ini kemudian juga masuk ke ranah perguruan tinggi Nahdlatul Ulama
yang mulai banyak melakukan pengembangan keilmuan sosial, humaniora
dengan tidak melupakan teknologi yang selama ini seakan Nahdlatul Ulama
mengabaikannya.
Organisasi Nahdlatul Ulama dengan konsep pendidikan pesantren dan
pendidikan tinggi merupakan sebuah upaya negosiasi antara mempertahankan
tradisi dengan modernitas.5 Dalam upaya mengatasi dialog antara tradisi dan
perkembangan terbaru peradaban manusia, maka Nahdlatul Ulama mulai
mengembangkan perguruan tinggi modern dengan membuka program studi
seputar sains dan teknologi.
Perguruan tinggi Islam berkontribusi dalam melakukan pembaharuan
pemikiran Islam.6 di pergurun tinggi Nahdlatul Ulama, banyak dikembangkan
konsep ilmu sosial yang dikontekstualkan dengan lokalitas dan kearifan lokal di
Indonesia. Misalnya terdapat kajian mengenai Islam Nusantara yang melalui jalur
akademik coba mengkonstruksi Islam Wasathiyyah sekaligus mendialogkan Islam
dan Kebangsaan yang terus saja mengalami gugatan dari kelompok-kelompok
Islamis.
Pendidikan tinggi Islam merupakan aspirasi umat Islam yang bertujuan.
Pertama, pelaksanaan kajian dan pengembangan ilmu Islam di tingkat tinggi
1
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, “Wiranto Sebut
Kampus Jadi Target Paham Anti Pancasila”, CNN Indonesia, Jum’at, 05/05/2017. Diakses tanggal
5 Mei 2017.
2
Mengenai maraknya kembali Islam Konservatif diulas dalam buku “Conservatif Turn”
3
Richard G. Kraince, ‘Islamic Higher Education and Social Cohesion in Indonesia’,
Prospects, 2007 <https://doi.org/10.1007/s11125-008-9038-1>.
4
Nur A. Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Memberi Makna Kelahiran
UIN. SU (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2015), vi.
5
Ronald A. Lukens Bull, ‘Two Sides of the Same Coin: Modernity and Tradition in Islamic
Education in Indonesia’, Anthropology and Education Quarterly, 32.3 (2001).
6
Richard G. Kraince, ‘Islamic Higher Education and Social Cohesion in Indonesia’,
Prospects, 37.1 (2007).
174
Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri |
secara sistematis. Kedua, peningkatan dalam bidang dakwah Islam. Ketiga,
memproduksi ulama, mencetak kader-kader ulama, lembaga sosial, dakwah dan
lain sebagainya.7 Orientasi sosial keagamaan tersebut menuntut ilmuwan terjun
ke dalam studi keislamaan sebagai kajian ilmiah untuk menjawab orientasi
keagamaan yang begitu besar dalam harapan, nilai, serta pandangan masyarakat.8
Sedangkan perguruan tinggi Nahdlatul Ulama didirikan tidak berbeda
sebagaimana motif perguruan tinggi Islam negeri, hanya saja di sini terdapat
upaya merealisasikan nilai-nilai perjuangan Nahdlatul Ulama melalui perguruan
tinggi.
Artikel ini mengkaji bagaimana perguruan tinggi Nahdlatul Ulama telah
memberi kontribusi besar dalam mendukung program pemerintah Indonesia
dalam mempromosikan moderasi beragama. Selain itu perguruan tinggi
Nahdlatul Ulama sebagaimana isu inklusivisme yang diperjuangkan Nahdlatul
Ulama juga diartikulasikan di perguruan tinggi Nahdlatul Ulama. Perguruan tinggi
Nahdlatul Ulama memiliki komitmen untuk tidak mempertentangkan antara
Islam dan Kebangsaan. Oleh karena itu, perguruan tinggi Nahdlatul Ulama
merupakan sebuah benteng ideologis, di dalamnya terdapat kalangan muda yang
ditempah dengan perspektif Nahdlatul Ulama.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Perguruan Tinggi: Demokrasi dan Moderasi Beragama
Karakter Islam Indonesia dikenal sebagai Islam yang mampu berjalan
bersamaan dengan gagasan pluralisme dan toleransi. Islam Indonesia sangat
menghargai keragaman dan apresiasi terhadap keragaman terlihat dari dua
organisasi kemasyarakatan Islam yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.9
Kiprah Nahdlatul Ulama dalam memperjuangkan demokrasi dan moderasi
beragama dapat dikatakan organisasi kemasyarakatan Islam berada di garda
terdepan yang siap dengan segala risiko menghadapi beragam dinamika, sebagai
contoh, bagaimana diskursus Islam Nusantara menjadi sarana kelompok Islamis
untuk menyerang Nahdlatul Ulama.
Aktualisasi nilai demokrasi sangat membutuhkan sistem pendidikan nasional,
oleh karena itu perlu dilakukan reorientasi paradigma baru pendidikan nasional
yang bertujuan membentuk masyarakat Indonesia yang demokratis dan
berpegang pada nilai-nilai keadaban. Universitas memainkan peran penting
dalam menjalankan misi demokrasi yang otentik.10Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama maupun kalangan nahdliyin yang menyadari peran pendidikan tinggi
dalam menjaga NKRI kemudian dengan langkah nyata mendirikan perguruan
tinggi yang menggunakan nama “Nahdlatul Ulama” ataupun perguruan tinggi
yang memiliki semangat Nahdlatul Ulama.
Amiruddin, ‘Dinamika Lembaga Pendidikan Tinggi Islam Di Indonesia’, Miqot, XLI.1
(2017), 103.
8
Abdurrahman Wahid, Muslim Di Tengah Pergumulan (Jakarta: LAPPENAS, 1983), 54.
9
Agus Muhammad Ahmad Zainul Hamdi., Moh. Shofan., Peran Organisasi Islam Moderat
Dalam Menangkal Ekstremisme Kekerasan: Studi Kasus Nahdlatul Ulama (NU) Dan
Muhammadiyah (Jakarta: INFID, 2019).
10
Azyumardi Azra, Kata Pengantar dalam buku, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani (Jakarta: UIN Jakarta, 2003),hlm.xiii.
7
175
| KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan
Kebangsaan
2. Perguruan Tinggi Islam dan Konstruksi Inklusif dan Kewargaan
Pendidikan kewargaan memiliki cakupan lebih luas jika dibandingkan dengan
pendidikan demokrasi dan pendidikan hak asasi manusia. Pendidikan kewargaan
meliputi kajian mengenai pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi,
partisipasi warga negara, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum,
refleksi kritis, keadilan sosial, pengertian antar budaya, kelestarian lingkungan
hidup, dan mengenai hak asasi manusia.11 Tim ICCE UIN Jakarta mendefiniskan
pendidikan kewargaan sebagai program yang memuat bahasan tentang masalah
kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya dengan negara, demokrasi,
hak asasi manusia dan masyarakat madani yang dalam implementasinya
menerapkan pendidikan demokratis dan humanis.12
Kewargaan berarti anggota individu aktif ataupun non aktif bersifat setara
dalam sebuah negara bangsa mendapat hak dan kewajiban yang universal. Dari
definisi tersebut dapat diperoleh poin penting. Pertama, kewarganegaraan
dimulai dari menentukan keanggotaan dalam negara bangsa. Kedua,
kewarganegaraan berkapasitas aktif dalam mempengaruhi politik serta hak pasif
di bawah naungan sistem legal. Ketiga, hak kewargaan adalah hak yang universal.
Keempat, kewarganegaraan adalah penegasan akan kesetaraan dan
keseimbangan antara hak dan kewajiban dengan batas tertentu.13
Kehadiran perguruan tinggi Islam adalah hasil negosiasi politik dari berbagai
keberagaman etnis, ras, agama dan ideologi. Kehadirannya tidak lepas dari
penerimaan terhadap ideologi nation-state sebagai media dalam mewujudkan
kesatuan bangsa. Konsekuensinya PTI mengapresiasi perbedaan nilai, paham, dan
keyakinan di tengah kehidupan masyarakat plural di Indonesia.14 Nilai-nilai
kewargaan inilah yang menjadi nilai tambah atau distingsi perguruan tinggi
Nahdlatul Ulama. Sehingga profil alumninya yang dari beragam bidang keahlian
dapat melebur dalam semangat kebangsaan dan kewargaan dan menjadi sosok
demokrat religius.
3. Perguruan Tinggi Islam dan Kebangsaan
Masa awal kemerdekaan, Perguruan Tinggi Agama Islam mewarnai
perjuangan dalam melawan kolonialis Belanda. Sehingga Perguruan Tinggi Agama
Islam dipersepsikan sebagai langkah dalam memperkuat basis intelektualreligius generasi Muslim untuk menentang penjajah. Meskipun demikian,
mayoritas umat Islam di masa itu tidak menganggap pendirian Perguruan Tinggi
Agama Islam sebagai solusi dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Namun,
11
Azyumardi Azra sebagaimana dikutip dalam buku yang dirumuskan Tim ICCE UIN
Jakarta, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakat
Madani (Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2003),hlm.7.
12
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan,hlm.9.
13
Nilam Hamiddani Syaiful.
14
Ratno Lukito, ‘Enigma Pluralisme Bangsa: Memposisikan Peran Perguruan Tinggi
Islam’, Sukma: Jurnal Pendidikan, 4.1 (2020), pp. 17–18.
176
Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri |
tidak pula dapat dianggap hal yang tidak penting kehadirannya di tengah generasi
muda Islam untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.15
Perguruan tinggi Islam hadir mengiringi perkembangan Indonesia dari era
Orde Lama, Orde Baru hingga saat ini. Perdidikan tinggi Islam terus melakukan
berbagai perbaikan dan perubahan signifikan dalam mengembangkan perguruan
tinggi yang berkualitas sehingga dapat berkontribusi dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.16 Dapat dikatakan keberadaan perguruan tinggi Islam
merupakan sebuah laboratorium persemaian dan pertemuan antara Islam dan
Kebangsaan, sehingga wacana dan pergerakan politik yang menggugat dasar
negara kesatuan mendapatkan argumen tandingan dari para akademisi
perguruan tinggi Islam. dalam banyak kajian dan survei ditemukan bahwa
kalangan mahasiswa perguruan tinggi Islam relatif terhindar dari ideologi
transnasional, karena dalam perkuliahan di perguruan tinggi Islam pengkajian
antara Islam dan Kebangsaan sudah menjadi hal biasa, ditambah lagi dengan
beragam organisasi mahasiswa ekstra kampus yang hidup di perguruan tinggi
Islam.
C. METODE PENELITIAN
Pengerjaan artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan naratif. Penelitian naratif berguna untuk menarasikan secara detail,
terperinci. Dalam rancangan penelitian naratif peneliti mendeskripsikan tentang
kehidupan seseorang dan menulis tentang pengalaman individual.17 Namun
demikian dalam penelitian ini narasi yang disertakan bukanlah narasi kehidupan
seseorang tetapi narasi lembaga pendidikan tinggi NU yang memiliki banyak
cerita terkait moderasi beragama, inklusifisme, serta pergulatan antara Islam dan
Kebangsaan.
Creswell menjelaskan bahwa penelitian naratif menyediakan sebuah
pendekatan dimana seorang peneliti dapat menggunakan narasi yang sastrawi
dan sangat cenderung dengan kepustakaan.18 Dalam penelitian ini, peneliti
mendapatkan data dengan narasi-narasi moderasi, inklusifisme, dan kebangsaan
yang ada di perguruan tinggi NU, namun demikian data kepustakaan terkait
perguruan tinggi NU juga dikumpulkan untuk kemudian dilakukan analisis.
Berdasarkan penjelasan Creswell bahwa penelitian naratif merupakan sebuah
penelitian biografi seseorang, maka dapat dikatakan penelitian ini merupakan
sebuah penelitian tentang “biografi” lembaga pendidikan tinggi NU. Sebagaimana
penelitian naratif mengambil sudut tertentu dalam kehidupan individu berbentuk
periode, atau peristiwa, maka dalam penelitian ini pendekatan naratif yang
dilakukan di lembaga pendidikan tinggi NU memanfaatkan sudut pandang terkait
peristiwa moderasi beragama, inklusivisme, dan kebangsaan. Dalam
15
Hasan Asari, Esai-Esai Sejarah Pendidikan Dan Kehidupan (Medan: el-Misyka Circle,
2009), 120.
16
Hasbi Indra, ‘Pendidikan Tinggi Islam Dan Peradaban Indonesia’, Al-Tahrir, 16.1
(2016), 32.
17
John W. Creswell, Educational Research: Planning, Conducting and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research (New York, 2012).
18
John W. Creswell.
177
| KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan
Kebangsaan
mengumpulkan data peneliti mengumpulkan teori, dokumen, cerita, berita untuk
kemudian diceritakan kembali.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama
Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama dapat diklasifikasikan ke dalam: universitas,
institut, dan sekolah tinggi. Dalam praktiknya, perguruan tinggi Nahdlatul Ulama
berbeda dengan yang diterapkan oleh perguruan tinggi Muhammadiyah yang
memiliki koordinasi langsung dengan PP Muhammadiyah. Di perguruan tinggi
Nahdlatul Ulama terdapat lembaga yang memang langsung menggunakan nama
Nahdlatul Ulama, misalnya Universitas Nahdlatul Ulama yang berdiri di beberapa
provinsi serta Sekolah Tinggi Nahdlatul Ulama. Namun terdapat lembaga
pendidikan tinggi tidak langsung di bawah NU melainkan lembaga pendidikan
tinggi yang didirikan atau dimiliki oleh seorang nahdliyin. Fenomena ini membuat
persoalan pengelolaan pendidikan tinggi NU terkesan kurang rapi dan efektif.
Dalam tabel berikut merupakan keberadaan perguruan tinggi Nahdlatul Ulama di
seluruh Indonesia.
Tabel
Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Indonesia
Universitas
Institut
Sekolah Tinggi
/Politeknik/Akademi
1. Universitas NU
1. ITS NU
1. STAI SALAHUDDIN
Gorontalo
Pasuruan
Pasuruan
2. Universitas NU
2. IAINU Kebumen
2. STIKES NU Tuban
Sulawesi Tenggara
3. ITS NU
3. Akbid Muslimat Kudus
3. Universitas NU
Pekalongan
4. STKIP NU Tegal
Samarinda Kaltim
4. IAI Maarif NU
5. STKIP NU Indramayu
4. Universitas NU
Metro Lampung
6. Politeknik Posmanu
Kalsel
5. IAINU Kebumen
Pekalongan
5. Universitas NU
6. IAI An-Nawawi
7. Politeknik Maarif
Kalbar
Purworejo
Banyumas
6. Universitas NU
7. IAI Tribakti
8. STAI NU Pacitan
Sumut
Kediri
9. STAI NU Purworejo
7. Universitas NU
8. IAIDA
10. STAI NU Purwakarta
Lampung
Banyuwangi
11. STAI NU Malang
8. Universitas NU
9. IAI P
12. STISNU Aceh
Sumbar
Diponegoro
13. STIESNU Bengkulu
9. Universitas NU
Nganjuk
14. STAINU Madiun
NTB
10. Institut
15. STAI Almuhammad
10. Universitas NU
Pesantren KH
Cepu
Malut
Abdul
16. STAINU Blora
11. Universitas NU
Chalim (IKHAC)
17. STAINU Tasikmalaya
Jakarta
11. IAI
18. STAINU Al-Azhar
12. Universitas NU
TARBIYATUT
19. STAIQOD Jember
Cirebon
THOLABAH
20. STIKAP Pekalongan
13. Universitas NU
Lamongan
21. STID Sirnarasa Panjalu
Purwokerto
12. IAI Ngawi
178
Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri |
14. Universitas NU
Cilacap
15. Universitas Maarif
NU Kebumen
16. Universitas NU
Jogjakarta
17. Universitas NU
Surakarta
18. Universitas NU
Jepara
19. Universitas NU
Sunan Giri
(UNUGIRI)
Bojonegoro
20. Universitas NU
Surabaya
21. Universitas NU
Blitar
22. Universitas NU
Sidoarjo
23. UNINUS Bandung
24. Unira Malang
25. Unisma Malang
26. UIJ Jember
27. Unsuri Surabaya
28. Unwahas
Semarang
29. Unsiq Wonosobo
30. Umaha Sidoarjo
31. Universitas Islam
Makassar
32. UNUSIA Jakarta
33. UNISDA Lamongan
34. Universitas Islam
Nahdlatul Ulama
(UNISNU) Jepara
35. Universitas Islam
Kadiri (UNISKA)
36. UNU Sumatera
Utara
37. UNUGHA Cilacap
38. UNHASY
Tebuireng
Jombang
39. UNIB Situbondo
40. Universitas Islam
Nusantara
Bandung
13. IAI Qomaruddin
Gresik
14. IIQ An Nur
Yogya
15. IAI Al-Qolam
Malang
16. INSTIKA
Sumenep
17. IST
ANNUQAYAH
Sumenep
18. IAI Syarifuddin
Lumajang
19. IAI Ibrahimy
B.wangi
20. IAI Sunan Giri
Bojonegoro
21. IAI Al-Qodiri
Jember
22. IAI Bani Fattah
(IAIBAFA)
Jombang
23. INAIFAS Jember
24. ITS NU Jambi
179
22. STAI Salahudin AlAyyubi
23. STIT Sunan Giri
Trenggalek
24. STAI Miftahul Ula
Nglawak Kertosono
Nganjuk
25. STAI Badrus Sholeh
Purwoasri Kediri
26. STIADA Krempyang
Nganjuk
27. STAI NU Temanggung
28. STAI Hasanuddin Pare
29. STAIFA Sumbersari
Pare
30. STAI Hasan Jufri
Bawean
31. STIT NU Al Hikmah
Mojokerto
32. STIS Miftahul Ulum
Lumajang
33. STASPA Yogya
34. STEBI Yogya
35. STAI AL YASINI
PASURUAN
36. STAIP Pati
37. STAI Alhusain
Magelang
38. STKIP Modern Ngawi
39. STIENU Subang
40. STIT Daru Ulum
Kotabaru
41. STIDKI NU (Sekolah
Tinggi Ilmu Dakwah
dan Komunikasi Islam
Nahdlatul Ulama)
Indramayu
42. STKIP Padhaku
Indramayu
43. STAIS Dharma
Indramayu
44. STIT Al-Amin
Indramayu
45. STKIP Al-Amin
Indramayu
46. STISNU Nusantara
Tangerang
| KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan
Kebangsaan
41. UNDARIS Ungaran
42. Universitas
Yudharta Pasuruan
43. UNISLA Lamongan
44. UNIPDU Jombang (
akreditasi B )
45. UNWAHA Jombang
46. UNDAR Jombang
(Akreditasi PT: B)
47. Universitas Islam
Madura
Pamekasan
48. UIJ Jember
49. Unsuri Ponorogo
50. Universitas Alma
Ata Yogya
51. Unv. Nurul Jadid
Paiton
52. Universitas
Qomaruddin
Gresik
53. UNISKA
(Universitas Islam
Kadiri) Kediri
54. Universitas Billfath
Lamongan
55. UMAHA (Universitas
Maarif Hasyim
Latief) Sidoarjo
Jumlah : 55
Universitas
47. STAI Darul Hikmah
Bangkalan
48. STAI Pancawahana
Bangil
49. STIQ Wali Songo
Situbondo
50. STAI At Taqwa
51. STIENU Trate Gresik
52. STIT. Makhdum
Ibrahim Tuban
(STITMA TUBAN)
53. STIEBS NU Garut
54. STEI Walisongo
Sampang
55. Politeknik Unisma
Malang
56. STIENU Trate Gresik
57. STEI Kanjeng Sepuh
Sidayu Gresik
58. STIE Bakti
Bangsa
Pamekasan
59. STIT al Urwatul
Wutsqo Jombang
60. STAI Ma'arif Magetan
61. STAI Denpasar Bali
62. STAI Al Fithrah
Surabaya
63. STIT Raden Santri
gresik
64. STIT Al Fattah Siman
Lamongan
65. STAI Ihyaul Ulum
Gresik
66. STAI Darul Falah
Bandung Barat
67. Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah (STIT) Buntet
Pesantren Cirebon
68. AKPER Buntet
Pesantren Cirebon
69. STAI Darul Falah
Bandung Barat
70. STAIMA Cirebon
Jumlah : 24 Institut
180
Jumlah : 70
ST/politeknik/akademi
Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri |
Dengan jumlah perguruan tinggi Nahdlatul Ulama yang menyebar ke seluruh
Indonesia tersebut, tentu saja Nahdlatul Ulama dapat menjadikannya sebagai
sebuah media dalam mempromosikan perjuangan moderasi beragama, dan Islam
Kebangsaan yang menjadi prinsip Nahdlatul Ulama. Terlepas dari kekurangan
manajerial dan persoalan kualitas perguruan tinggi NU ia tetap melakukan
pembenahan secara berkala.
2. Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama dan Penyebaran Moderasi Beragama
Democracy is government of the people, by the people, for the people.19
Kedudukan kampus sebagai lembaga akademik sangat penting dalam mengawal
jalannya demokrasi. Pada hakikatnya, lembaga akademik seperti perguruan tinggi
menduduki posisi strategis bagi suatu bangsa. Sebab dari peran tersebut, hendak
menimbulkan dan melahirkan orang-orang berkapasitas baik untuk membangun
negara. Perguruan tinggi agama dan umum menjadi arena penyemaian atau
kawah candradimuka dalam penciptaan generasi lebih baik, mendapat
persediaan ruang berpikir jernih serta melestarikan budaya demokrasi.
Kampus terlibat aktif sebagai pusat berkembangnya ilmu pengetahuan dan
intelektualitas. Maka peran strategis tersebut dapat dikelola melalui laboratorium
embrio pemimpin bangsa dan tempat tumbuh suburnya budaya demokrasi
dengan semangat toleransi dan inklusivitas sebagai modal dasar dan social control
dalam menjaga nilai-nilai demokrasi.20 PTKI menjadikan NU dan Muhamadiyah
sebagai organisasi masyarakat yang berperan aktif dalam melestarikan nilai
demokrasi dan moderasi beragama dalam kampus. Terutama Nahdlatul Ulama
yang memiliki hampir 150 perguruan tinggi di Indonesia21 dengan tetap
menjadikan model semangat keislaman moderat dan keindonesiaan demokratis
sebagai ruh gerakan dan perangkat strategis dalam menjalankan
kelembagaannya. Ajaran moderat yang lahir dan dikembangkan oleh Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah kemudian diartikulasikan dalam pikiran-pikiran dan
tindakan keagamaan yang memiliki prinsip moderat.22
Saat ini demokrasi dan moderasi di Indonesia terancam kepunahannya,
terlihat dalam Survei opini terbaru terhadap Muslim Indonesia juga
mengkonfirmasi hal demikian. Misalnya, Survei Institute of Southeast Asian Studies
(ISEAS) tahun 2017 menunjukkan sejumlah umat Islam Indonesia mendukung
diberlakukannya Syariat Islam sebagai hukum di Indonesia dengan rincian 39
persen responden secara nasional dan di tingkat lokal 41 persen responden.
Menunjukkan 36 persen Muslim Indonesia setuju dengan pernyataan bahwa
Islam harus menjadi satu-satunya agama resmi di Indonesia. Survei terbaru
lainnya seperti Alvara Research Consulting menemukan bahwa satu dari lima
siswa mendukung pembentukan kekhalifahan di Indonesia. Survei, melibatkan
19
Richard A. Epstein, ‘Direct Democracy: Government of the People, by the People, and
for the People?’, Harvard Journal of Law and Public Policy, 34.3 (2011), 819–26.
20
Dedy, ‘Hamdan Zoelva: Perguruan Tinggi Penting Mengawal Jalannya Demokrasi’,
Https://Www.Mkri.Id/, 2021, p. 1.
21
Santri Pedia, ‘150 Kampus Perguruan Tinggi NU Di Indonesia’,
Https://Www.Santripedia.Com/, 2019, p. 1.
22
Ahmad Zainul Hamdi., Moh. Shofan.
181
| KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan
Kebangsaan
lebih dari 4.200 pelajar Muslim, kebanyakan dari Sekolah Menengah Atas Nengeri
dan universitas negeri terkemuka di Jawa, menemukan hal itu hampir satu dari
empat siswa, dengan derajat yang berbeda, siap berjuang untuk mendirikan
kekhalifahan Islam.23
Perguruan tinggi Nahlatul Ulama dalam menjalankan dan melestarikan nilai
demokrasi dan moderasi mengacu kepada Anggaran Dasar NU yang menyatakan:
dalam mengemban amanah kepentingan nasional dan internasional NU bertekad
mengembangkan ukhuwwah Islâmîyah, ukhuwwah Wathanîyah, dan ukhuwwah
Insânîyah. Dengan berpegang teguh pada prinsip Al-ikhlas, Al-‘adalah, Attawassuth, attawazun dan toleransi.24 Prinsip dan karakter di atas diterapkan
sebagai hidden curriculum di setiap level pendidikan di bawah naungan LP-Maarif
NU dan sealanjutnya menjadikan perguruan tinggi NU sebagai Role Model dengan
gagasan Islam moderat dan demokrasi.
3. Inklusivisme Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama di Tengah Persoalan
Kewargaan dan Eksklusivisme
Menteri Agama di masa Lukman Hakim memerintahkan PTKI untuk
melakukan strategi dalam mencegah berkembangnya paham ekstrim dan radikal
di kampus. Lukman menegaskan bahwa PTAI harus bersih dari paham radikal
yang menolak NKRI.25 Perintah Menteri Agama ini di latarbelakangi dari hasil
Deklarasi Forum Pimpinan PTKIN yang disampaikan di hadapan Menteri Agama
pada kegiatan PIONIR 2017 di UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Deklarasi PTKIN ini
menyampaikan lima poin sebagai berikut:
a. Bertekad bulat menjadikan Empat Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila,
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan
NKRI sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara.
b. Menanamkan jiwa dan sikap kepahlawanan, cinta tanah air dan bela negara
kepada setiap mahasiswa dan anak bangsa, guna menjaga keutuhan dan
kelestarian NKRI.
c. Menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai ajaran Islam yang rahmatan lil
alamin Islam inklusif, moderat, menghargai kemajemukan dan realitas budaya
dan bangsa.
d. Melarang berbagai bentuk kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila, dan
anti NKRI, intoleran, radikal dalam keberagaman, serta terorisme di seluruh
PTKIN.
e. Melaksanakan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 dalam seluruh penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi
dengan penuh dedikasi dan cinta tanah air.26
23
Alexander R. Arifianto, ‘Islamic Campus Preaching Organizations in Indonesia:
Promoters of Moderation or Radicalism?’, Asian Security, 15.3 (2019), 323–42
<https://doi.org/10.1080/14799855.2018.1461086>.
24
Toto Suharto, ‘Gagasan Pendidikan Muhammadiyah Dan NU Sebagai Potret Pendidikan
Islam
Moderat
Di
Indonesia’,
ISLAMICA:
Jurnal
Studi
Keislaman,
2015
<https://doi.org/10.15642/islamica.2014.9.1.81-109>.
25
Lihat “Menag Perintahkan Pimpinan PTKIN Cegah Faham Radikal di Kampus”
www.kemenag.go.id tanggal 4 Mei 2017. Diakses 05 Mei 2017.
26
Deklarasi Aceh disepakati oleh 55 pimpinan PTKIN seluruh Indonesia yang diwakili
dibacakan oleh Dede Rosyada pada 26 April 2019 di Banda Aceh. Lihat “Menag Perintahkan
182
Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri |
Menteri Agama meminta Deklarasi Aceh dilaksanakan di perguruan tinggi
Islam misalnya dalam bentuk: Memperkuat wawasan kebangsaan sivitas
akademika; dan memperketat proses seleksi dan rekrutmen baik bagi mahasiswa
maupun tenaga kependidikan mengenai komitmen mereka terhadap nilai-nilai
keislaman dan kesatuan bangsa. Kekhawatiran ini didukung dengan masuknya
gerakan Islam anti NKRI perguruan tinggi Islam. Di level mahasiswa Gerakan
Mahasiswa Pembebasan (Gema Pembebasan) yang merupakan underbow Hizbut
Tharir Indonesia sudah tidak bersembunyi lagi dalam menyebarkan propaganda
(spanduk, baliho, brosur, bulletin). Di UIN Sumatera Utara aktivis HTI tidak segan
berdiskusi di kampus dengan mengibarkan bendera HTI.27 Di UIN Ar-Raniry
aktivis Gema Pembebasan melakukan penyebaran bendera HTI dengan
propaganda Panji Rasulullah. Spanduk propaganda Panji Rasululah terbentang di
pintu masuk UIN Ar-Raniry.28
Pengkaderan dan propaganda Gema Pembebasan bahkan seperti
mengalahkan perkaderan organisasi ekstra mahasiswa Islam yang nasionalis
seperti: Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI). Aktifis mahasiswa anti NKRI seperti HTI juga banyak ditemui di
Pascasarjana. Aktifis HTI dengan tegas mengatakan bahwa NKRI tidak sesuai
dengan ajaran Islam dan harus diganti dengan sistem Islam. Mengenai bagaimana
cara HTI mewujudkan kehilafahan jika HTI tidak masuk ke dalam parlemen dan
tidak memilih revolusi fisik, aktifis HTI menjawab bahwa gerakan untuk
mewujudkan kehilafahan adalah konsisten melakukan dakwah kepada
masyarakat umum dan secara khusus kepada Tentara Nasional Indonesia.
Menurut HTI, yang memiliki kekuatan bersenjata adalah TNI dan HTI akan secara
intens dakwah di kalangan TNI agar dapat terlibat menegakkan kekhilafahan.29
Sedangkan di level dosen, terdapat calon dosen yang secara terang-terangan
menolak NKRI dengan tidak memberi hormat kepada bendera Merah Putih ketika
proses Pra-Jabatan. Ini ditemukan di salah satu perguruan tinggi Islam Negeri.30
Masih banyak terdapat gerakan-gerakan Islamis yang masuk ke dalam kampus
Islam maupun kampus umum. Namun untuk saat ini belum ditemukan mahasiswa
di perguruan tinggi Nahdlatul Ulama yang terlibat dalam gerakan ekstrem dan
fundamentalisme yang mengatasnamakan Islam. Hal ini membuktikan bahwa
perguruan tinggi NU telah sukses melakukan persemaian warga negera yang
memiliki pandangan kewargaan dan kebangsaan.
Pimpinan PTKIN Cegah Faham Radikal di Kampus” www.kemenag.go.id tanggal 4 Mei 2017.
Diakses 05 Mei 2017.
27
Observasi
28
Observasi di UIN Ar-Raniry.
29
Salam, aktifis HTI dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang (Malang, Januari
2016). Mengenai strategi HTI memanfaatkan HTI juga dapat dibaca dalam “HTI Seru Militer
Ambil Kekuasaan untuk Tegakkan Khilafah” 21 Juli 2104 hizbut-tahrir.0r.id. Ketua DPP HTI,
Rokhmat S Labib serukan militer mengambil alih kekuasaan untuk tegakkan khilafah dan
kemudian menyerahkannya ke HTI,”Wahai tentara, wahai polisi, wahai jenderal-jenderal
tentara Islam, ini sudah waktunya membela Islam, ambil kekuasaan itu, dan serahkan kepada
Hizbut Tahrir untuk mendirikan Khilafa!”. Diakses tanggal 05 Mei 2017.
30
FLK, wawancara, (Malang, 2017). Informan adalah seorang dosen PNS UIN Maliki
Malang yang melihat langsung rekannya yang menolak memberi hormat NKRI.
183
| KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan
Kebangsaan
4. Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama: Liberal Arts Education, Islam dan
Kebangsaan
NU sejak didirikan 31 Januari 1926 tidak hanya didorong faktor keagamaan
saja, namun juga memiliki motif nasionalisme dan mempertahankan paham
Ahlussunnah wa al-Jama’ah.31 Sebagai sarana perjuangan NU, perguruan tinggi NU
menerapkan sebuah konsep yang dikenal di dunia Barat sebagai Liberal Arts
Education. Dalam sub ini peneliti menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip dan
praktik pendidikan di perguruan tinggi NU telah menerapkan konsep liberal arts
education.
Konsep liberal arts education jika ditelusuri pada dasarnya adalah konsep yang
pernah diterapkan di masa Abad Pertengahan, yang dikenal dengan artes
liberalis.32 Liberal arts education atau dikenal dengan general education pada
dasarnya berupaya mengintegrasikan secara intrinsik dan sistemik antara sains,
ilmu sosial, dan humaniora antara kemampuan ilmiah dan pemikiran
kemanusiaan seperti: agama, filsafat, bahasa, sastra, menulis, sejarah, seni,
antropologi, sosiologi, psikologi dan komunikasi.33 Liberal Arts Education atau
General Education didefinisikan oleh asosiasi perguruan tinggi di Amerika sebagai
berikut.
“An approach to college learning that empowers individuals and prepares
them to deal with complexity, diversity and change. It emphasixes broad
knowledge of the wider world (e.g. science, culture and society) as well as
indepth achievement in a specific field of interest. It helps students develop
a sense of social responsibility as well as strong intellectual and practical
skills and includes a demonstrated ability to apply knowledge and skills in
real-world setting.”
Liberal arts education dianggap penting di Amerika, karena sains dan teknologi
belum cukup terintegrasi dengan keseluruhan pengalaman manusia.34 Konsep
liberal arts education yang ditawarkan di pendidikan tinggi Amerika di atas bahwa
mahasiswa perlu untuk dipersiapkan menghadapi kompleksitas, keragaman dan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan liberal arts education diharapkan
akan lahir generasi muda tidak hanya memiliki modal intelektual dan kecakapan
teknis di dunia kerja namun memiliki tanggung jawab sosial, karena mereka telah
dibiasakan dengan keragaman dimulai dari saling persentuhan berbagai disiplin
ilmu. Dari konsep liberal arts education ini seorang teknokrat atau ilmuan yang
Masdar Hilmy, ‘Whither Indonesia’s Islamic Moderatism? A Reexamination on The
Moderate Vision of Muhammadiyah and NU’, Journal of Indonesian Islam, 07.01 (2013).
32
Mark William Roche, Why Choose the Liberal Arts? (USA: University of Notre Dame
Press, 2010),hlm. 5.
33
Mayling Oey-Gardnier dkk, Era Disrupsi: Peluang dan Tantangan Pendidikan Tinggi
Indonesia (Jakarta: AIPI, 2017),hPunlm. 258.
34
American Association for the Advancement of Science,”the Liberal Art of Science:
Agenda for Action: the Report of the Project on Liberal Education and the Sciences”
(Washington: AAAS Publication, 1990), ,hlm. xi.
31
184
Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri |
menekuni suatu disiplin ilmu tidak akan tercerabut dari akar masyarakat karena
sentuhan ilmu Sosiologi, Antropologi, Humaniora, bahkan politik.
Di Kanada muatan liberal arts education sempat dihilangkan karena tuntutan
akan keahlian vokasi, hal ini disampaikan oleh seorang Profesor Filsafat di Colgate
University, Donald L. Berry “Many students and their parents now seek a clear and
early connection between the undergraduate experience and employment.
Vocationalism exerts pressure for substantive changes in the curriculum and
substitutes a preoccupation with readily marketable skills.” Namun kemudian
Pemerintah Kanada menyadari pentingnya liberal arts education sehingga pada
tahun 2016 menyelenggarakan forum internasional mengenai masa depan liberal
arts education, karena menyadari atas multicultural, teknologi, dan keterpaduan
dengan ilmu sosial dan humaniora.35
Bekal pengetahuan ilmu sosial dan humaniora menurut Amin Abdullah sangat
diperlukan dan akan sangat membantu seorang sarjana untuk menjadi pribadi
tangguh yang tidak mudah menyerah menghadapi dialektika dan perubahan
zaman, jusru dengan bekal liberal arts education akan membuat sarjana mampu
memberi solusi dari permasalahan yang berkembang di masyarakat.36 Khasanah
humaniora dan ilmu budaya sering diabaikan dalam mempersiapkan generasi
muda, dengan muatan liberal arts education, maka sebenarnya perguruan tingi
sedang mempersiapkan sosok yang berpikir kritis, kecakapan komunikasi yang
berguna di lingkungan.
Tidak hanya bermanfaat bagi individu, liberal arts education berkontribusi
besar bagi sebuah negara demokrasi seperti Indonesia.37 Puncochar menjelaskan
bahwa negara demokrasi membutuhkan orang-orang terdidik yang terbiasa
memiliki perspektif, berdebat, dan penalaran rasional. Liberal arts education
adalah salah satu langkah untuk mempersiapkan warga yang sadar akan prinsip
kewargaan sehingga memiliki keterlibatan dalam kewargaan dengan bersikap
kritis, memecahkan masalah dan terlibat dalam menciptakan masyarakat yang
penuh perdamaian dan saling menghargai.
Penerapan liberal arts education di perguruan tinggi NU semakin penting
ketika fenomena industrialisasi dan kapitalisasi pendidikan tinggi menguat,
dimana mahasiswa dipersiapkan hanya sebagai calon pekerja untuk memenuhi
dunia industri, sehingga memunculkan teknokrat-teknokrat yang kehilangan
makna hidup karena terperangkap dalam sebuah sistem yang oleh Eric Fromm
katakan sebagai mega machine society. Oleh karena itu Tilaar memperingatkan
para pengelola perguruan tinggi untuk tidak menjadikan lembaga pendidikan
tinggi hanya sebagai pusat pelatihan yang mempersiapkan generasi muda untuk
menguasai dunia materi.38 Tilaar menganjurkan pentingnya kurikulum
pendidikan tinggi untuk mengembangkan kebudayaan, kemanusiaan, dan
Universities Canada,”the Future of the Liberal Arts: a Global Conversation: ,hlm. 3.
Muhammad Amin Abdullah, Era Disrupsi, hlm. 58.
37
Judith Puncochar,”Enhancing Indonesian Citizenry through the Liberal Arts in Higher
Education”, Presentation ans Structured Controversy Workshop Universitas Pembangunan Jaya,
December 9, 2014.
38
H.A.R. Tilaar,”Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern dalam Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Tinggi” Jurnal Pendiikan Penabur, No. 12/Tahun ke-8/Juni 2019,hlm. 92.
35
36
185
| KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan
Kebangsaan
menjadi penjaga moral manusia. Menurut penulis apa yang diharapkan Tilaar
tersebut dapat ditemukan dalam liberal arts education.
Di Arizona Christian University, liberal arts education dirancang untuk
mempersiapkan mahasiswa yang terampil dilandasi ajaran-ajaran Kristen. Oleh
karena itu kurikulum liberal arts education didasarkan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut: (a) membantu mahasiswa secara teologis, membantu memahami
Tuhan; (b) membantu mahasiswa memupuk spiritualitas mahasiswa; (c)
membantu mahasiswa memahami kemanusiaan mereka; (d) membantu
mahasiswa secara sosial mengaitkan iman bagi masyarakat yang lebih besar; (e)
membantu mahasiswa mengekslorasi intelektual.39 Jika dibandingkan dengan
yang diterapkan di PTKI, maka tidak ditemukan perbedaan. PTKI telah
menerapkan apa yang dilakukan di Arizona Christian University.
Banyaknya kampus-kampus di luar negeri menerapkan liberal arts
education merupakan cermin bahwa kampus tidak cukup hanya melahirkan
seorang teknokrat minus nilai humaniora dan pandangan sosial. Di perguruan
tinggi NU dengan tradisi pesantren, perdebatan wacana keagamaan dan prinsip
keagamaan serta konsep kebangsaan merupakan hal yang menjadi tradisi bahkan
merupakan identitas. Seorang santri dan maha santri di perguruan tinggi NU
walau secara tidak sadar dengan konsep liberal arts education tersebut pada
dasarnya telah jauh lebih maju dalam mempersiapkan warga negara yang
dinamis, karena memiliki sentuhan relegius, berbeda dengan penerapan liberal
arts education di perguruan tinggi Barat yang cenderung sekuler.
5. Peran Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII): Kaum Muda
Nahdlatul Ulama Penjaga NKRI
Rekrutmen ideologis dari kelompok radikal di kalangan mahasiswa akan terus
berlanjut. Organisasi kemahasiswaan sangat berperan dalam mencegah
mahasiswa masuk organisasi ataupun gerakan radikal. Oleh karena itu organisasi
kemahasiswaan seperti HMI, PMII, IMM, KAMMI, GMNI, PMKRI dan GMKI
sebaiknya diberi ruang yang luas di dalam kampus. Organisasi mahasiswa ekstra
kampus perlu direvitalisasi sebagai penjaga ideologi mahasiswa.40 PMII sebagai
anak kandung dari NU menjalankan peran penting sebagai kawah candradimuka
bagi kalangan muda yang diproses berdasarkan prinsip Islam dan Kebangsaan.
PMII tidak hanya menjalankan peran sebagai kontrol sosial, namun di PTKI
maupun umum telah menjalankan tugasnya untuk menciptakan kader organisasi
yang memiliki visi moderat, inklusif, dan memiliki wawasan Islam dan
kebangsaan.
Apa yang dilakukan oleh PMII di perguruan tinggi Islam seperti IAIN, UIN
ataupun perguruan tinggi umum juga berkembang di perguruan tinggi Nahdlatul
Ulama. Sebagai perguruan tinggi yang didasarkan perjuangan NU organisasi PMII
semakin mengembangkan kuantitas dan kualitas kader. Sebagai anak kandung
NU, PMII yang berkembang di perguruan tinggi NU relatif memiliki sedikit
kompetitor, jika dibandingkan bagaimana PMII di perguruan tinggi umum yang
Arizona Christian University,”Phlosophy of the Liberal Arts”,hlm.4.
Azyumardi Azra, Relevansi Islam Wasathiyah: Dari Melindungi Kampus Hingga
Mengaktualisasi Kesalehan (Jakarta: Kompas, 2020).
39
40
186
Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri |
lebih dikuasai oleh kelompok Tarbiyah Islamiyyah dan dari kalangan Lembaga
Dakwah Kampus. PMII yang berada di perguruan tinggi NU inilah yang kemudian
menjadi agen promosi dari moderasi beragama dan Islam Kebangsaan. Para kader
PMII yang sudah ditempah dengan konsep keorganisasian, Islam Wasathiyyah
dan wawasan kebangsaan pada akhirnya menjadi barisan terdepan dalam
menghadapi gerakan transideologis dan kalangan Islamis. Namun demikian dapat
dipastikan bahwa organisasi PMII yang berkembang di perguruan tinggi NU
merupakan organisasi mahasiswa yang berada di barisan depan dalam
perjuangan moderasi beragama dan keindonesiaan. Melalui PMII mahasiswa
perguruan tinggi NU dapat menjadi lebih matang dalam kehidupan sosial politik
dan keprofesionalismean.
6. Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama: Menabur Moderasi Beragama
Merawat Islam dan Kebangsaan
Temuan-temuan penelitian yang dikemukakan di atas tampak telah terjadi
pertarungan ideologis di lingkungan perguruan tinggi umum dan Islam. Pengelola
perguruan tinggi NU sangat menyadari bahwa keberadaannya bukan sekedar
untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia yang memiliki kecakapan hidup,
namun juga harus dapat mempersiapkan warga negara yang baik. Dalam
menjalankan visi Islam Wasathiyyah, pengelola perguruan tinggi NU harus
menghadapi pertarungan ideologis. Untuk menjelaskan pertarungan ideologis ini,
peneliti menggunakan konsep yang dikemukaan oleh Gramsci mengenai
pertarungan ideologi, “...battles are won and lost on the terrain of idelogy is a much
earlier and more complex explanation of the meditations between objective
economic and social conditions and politics...”41 Banyak yang tidak menyadari
bahwa isu-isu sektarian yang menggunakan organisasi Islamis, dibalik aktivitas
tersbut terdapat permainan perebutan kekuasaan politik untuk dapat mengakses
sumber daya yang ada. Perguruan tinggi NU dengan beragam kajian keagamaan
dan teori sosial telah membekali mahasiswanya untuk menjadi generasi muda
Islam yang sadar politik dan tidak bisa dikendalikan pemain politik aliran.
As’ad Said Ali42 secara sederhana mengklasifikasi pertarungan ideologi
menjadi: Ideologi Kanan, Ideologi Kiri dan Ideologi berbasis Agama. Ideologi
kanan merefleksikan kapitalisme dengan agenda neo liberalisme yang
mendorong terjadinya demokratisasi melalui liberalisasi politik. Sedangkan
Ideologi Kiri diidentikkan dengan Marxisme-Leninisme, Trotskysme, Maoisme,
Anarkisme hingga yang cukup moderat yaitu Sosial Demokrat. Ideologi Kiri hadir
untuk menolak Ideologi Kanan, dan di kalangan aktivis mahasiswa, Ideologi Kiri
menjadi sebuah energi aktivisme dan semangat perlawanan. Terakhir, Ideologi
berbasis Agama yang merupakan aktivisme berdasarkan agama, salah satu contoh
adalah perjuangan HTI yang menjadikan Islam sebagai ideologi. Namun demikian
Ideologi berbasis Agama tidak hanya ada di kalangan umat Islam.
Keberadaan perguruan tinggi NU secara jelas dan nampak memberikan
kontribusi besar terhadap persemaian moderasi beragama dan memperkuat
Alastar Davidson,”Gramsci, Hegemony and Globalisation” Philippine of the World
Studies, 20 (2005) 20.
42
As’ad Said Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, (Jakarta: LP3ES,
2009).
41
187
| KONTRIBUSI PERGURUAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA: Membangun Islam Moderat, Inklusif, dan
Kebangsaan
pemahaman Islam Kebangsaan bagi generasi muda Islam Indonesia. Perguruan
tinggi NU secara berkomitmen mempersiapkan kaum teknokrat dan akademis
ataupun kalangan profesional yang siap terjun ke masyarakat dengan kerangka
pikir dan perjuangan NU yang konsisten menjaga Indonesia.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan temuan-temuan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Perguruan tinggi Nadlatul Ulama terdiri dari banyak varian, mulai dari sekolah
tinggi, institut, dan universitas. Lembaga pendidikan tinggi ini dikelola oleh
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan secara individual yang berafiliasi dengan
Nahdlatul Ulama. Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama menyebar secara nasional
telah nyata menjadi modal sosial bagi Islam dan negara-bangsa Indonesia. Peneliti
menemukan bahwa perguruan tinggi Nahdlatul Ulama memiliki distingsi dan
keunikan seperti menyebarkan ajaran Islam Wasathiyyah, internalisasi
nasionalisme, dan prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdliyah yang
menolak radikalisme dan terorisme berlabelkan Islam. perguruan tinggi
Nahdlatul Ulama telah terbukti komitmennya pada Islam dan negara Republik
Indonesia. Oleh karena itu Pemerintah harus mendukung melalui kebijakan yang
memperkuat lembaga pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Zainul Hamdi., Moh. Shofan., Agus Muhammad, Peran Organisasi
Islam Moderat Dalam Menangkal Ekstremisme Kekerasan: Studi Kasus Nahdlatul
Ulama (NU) Dan Muhammadiyah (Jakarta: INFID, 2019)
Amiruddin, ‘Dinamika Lembaga Pendidikan Tinggi Islam Di Indonesia’,
Miqot, XLI.1 (2017), 103
Arifianto, Alexander R., ‘Islamic Campus Preaching Organizations in
Indonesia: Promoters of Moderation or Radicalism?’, Asian Security, 15.3 (2019),
323–42 <https://doi.org/10.1080/14799855.2018.1461086>
Azyumardi Azra, Relevansi Islam Wasathiyah: Dari Melindungi Kampus
Hingga Mengaktualisasi Kesalehan (Jakarta: Kompas, 2020)
Dedy, ‘Hamdan Zoelva: Perguruan Tinggi Penting Mengawal Jalannya
Demokrasi’, Https://Www.Mkri.Id/, 2021, p. 1
Epstein, Richard A., ‘Direct Democracy: Government of the People, by the
People, and for the People?’, Harvard Journal of Law and Public Policy, 34.3 (2011),
819–26
Hasan Asari, Esai-Esai Sejarah Pendidikan Dan Kehidupan (Medan: elMisyka Circle, 2009)
Hasbi Indra, ‘Pendidikan Tinggi Islam Dan Peradaban Indonesia’, Al-Tahrir,
16.1 (2016), 109–32
John W. Creswell, Educational Research: Planning, Conducting and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research (New York, 2012)
Kraince, Richard G., ‘Islamic Higher Education and Social Cohesion in
Indonesia’, Prospects, 2007 <https://doi.org/10.1007/s11125-008-9038-1>
Masdar Hilmy, ‘Whither Indonesia’s Islamic Moderatism? A Reexamination
on The Moderate Vision of Muhammadiyah and NU’, Journal of Indonesian Islam,
07.01 (2013)
Nilam Hamiddani Syaiful, Merebut Kewarganegaraan Inklusif (Yogyakarta:
188
Fridiyanto, Muhammad Rafii, Muhammad Sobri |
Research Center for Politics and Governance Universitas Gajah Mada)
Nur A. Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Memberi Makna
Kelahiran UIN. SU (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2015)
Ratno Lukito, ‘Enigma Pluralisme Bangsa: Memposisikan Peran Perguruan
Tinggi Islam’, Sukma: Jurnal Pendidikan, 4.1 (2020)
Richard G. Kraince, ‘Islamic Higher Education and Social Cohesion in
Indonesia’, Prospects, 37.1 (2007)
Ronald A. Lukens Bull, ‘Two Sides of the Same Coin: Modernity and
Tradition in Islamic Education in Indonesia’, Anthropology and Education
Quarterly, 32.3 (2001)
Santri Pedia, ‘150 Kampus Perguruan Tinggi NU Di Indonesia’,
Https://Www.Santripedia.Com/, 2019, p. 1
Suharto, Toto, ‘Gagasan Pendidikan Muhammadiyah Dan NU Sebagai Potret
Pendidikan Islam Moderat Di Indonesia’, ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, 2015
<https://doi.org/10.15642/islamica.2014.9.1.81-109>
Wahid, Abdurrahman, Muslim Di Tengah Pergumulan (Jakarta: LAPPENAS,
1983)
189