Esai
BATIK PESISIRAN
Disusun Untuk :
Tugas Pelajaran Batik
Disusun Oleh : Aqila Hanifah X IPA 1
SMAN 1 YOGYAKARTA
2013
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga Saya dapat menyelesaikan Esai dengan judul “Batik Lasem”
Dalam penyusunannya, Saya memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Guru Batik yang telah memberikan dukungan,pelajaran, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun Saya berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, Saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar Esai ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata Saya berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Yogyakarta, 10 September 2013
Penyusun
Aqila Hanifah
Daftar Isi
Batik...................................................................................................................... 4
Batik Lasem........................................................................................................... 4
Sejarah Batik Lasem.................................................................................. 5
Ciri khas Batik Lasem................................................................................. 6
Tahapan Membatik Lasem....................................................................... 7
Pelestarian Batik Lasem............................................................................7
Lampiran ..............................................................................................................8
Daftar Pustaka................................................................................................... 9
Batik
Batik adalah Teknik membuaat ragam hias dengaan pola halang rintang menggunakan malam. Biasanya orang orang awam selalu terngat Kota Jogja jika mengingat kata “batik’ namun sesungguhnya, batik tiddak hanya berada, di Kota Jogja. Batik juga berasal dari Kota-kota lain.
Batik dibagi menjadi dua, yakni batik pesisiran, dan batik pedalaman, batik pesisiran, adalah batik yang berasal dari Utara Pulau Jawa, yakni Cirebon, Pekalongan, Madura, Lasem, Indramayu, Semaarang, Tuban, Kendal, Banten, Madura, dan juga batik pedalaman yang berasal dari daerah dalam Pulau Jawa, seperti Yogyakarta, dan Surakarta (Solo) Batik Pedalaman ini dikenal juga sebagai Batik Klasik, atau batik keraton. Batik pedalaman dan, batik Pesisiran mempunyai perbedaan dalam segi pewarnaan, dan motif. Batik pedalaman mempunyai warna-warna natural seperti biruu, coklat, dan putih, dan mempunyai filosofi tersendiri, sementara batik pesisiran mempunyai warna yang lebih beragam, dan lebih mecolok.
Daerah pesisiran Pulau Jawa yang masih aaktif dalam membatik yaitu, Cirebon, Madura,, Pekalongan, sementara Lasem adalah daerah yang mulai langka para pembatiknya, untuk melestarikan, dan mengenal batik lasem, lebih lanjut maka batik lasem-lah yang Saya angkat menjadi tema, pada esai ini.
Daerah Lasem
Sejarah Lasem
Lasem merupakan salah satu kota yang terletak di Kabupaten Rembang, sekitar 110 Km dari Semarang ke arah timur, sepanjang jalur pantura. Pada awal abad ke-14, kota kecil Lasem merupakan salah satu kekuasaan Kerajaan Majapahit yang ada di Jawa Timur. Kerajaan ini telah ada di Indonesia sejak abad ke-13 sampai abad ke-15.
Pada tahun 1351, Lasem diperintah oleh Ratu Dewi Indu yang berperan sebagai Adipati (Perdana menteri) di bawah kerajaan Majapahit. Dewi Indu meninggal pada tahun 1382,. Kekuasaan di Lasem diambil alih oleh anak Dewi Indu yang bernama Badra Wardhana. Setelah memerintah selama 30 tahun, Badra Wardhana memberikan kekuasaannya kepada putranya yang bernama Wijaya Badra pada tahun 1413.
Pada periode tersebut Armada Laksama Cheng Ho berniat mengadakan kunjungan ke kerajaan Majapahit namun dalam sebuah pelayaran melintasi laut Jawa, Armada Cheng Ho sempat merapat disalah satu pelabuhan yang bernama Simongan, yang kemudian berubah nama menjadi Mangkang,. Mereka merapat karena salah satu awaknya bernama Wah Jing Hong sakit keras, di pelabuhan yang terletak di daerah Semarang itu, Cheng Ho dan anak buahnya menemukan gua yang kemudian digunakan untuk beristirahat sambil mengobati Wah Jing Hong, Akhirnya Cheng Ho memerintah kan untuk Wah Jing Hong untuk tinggal dan mengembangkan daerah tersebut menjadi daerah perdagangan dan permukian baru. Salah seorang awak kapal Laksama Cheng Ho yang bernama Bi Nang Un ingin tinggal di daerah Lasem untuk menyebarkan agama Islam di antara penduduk asli dan penduduk Tionghoa yang lebih dahulu membuat pemukiman di sana, akhirnya niat Bi Nang Un tersebut dipersilakan oleh Wijaya Badra, dan memberinya wilayah Kemandung untuk tempat bermukim.
Membicarakan eksistensi masyarakat Tionghoa di pesisir pantai utara Jawa tentu tidak bisa lepas dari sejarah berdirinya Kesultanan Demak yang mulai berkuasa pada abad ke-15, pada tahun 1478 terjadi pergolakan politik di pesisir pantai utara Jawa yang menandai runtuhnya Majapahit dan munculnya Demak sebagai penguasa baru, kemenangan ini tidak lepas dari dukungan orang-orang Tionghoa, tanpa mereka mustahil sekali Demak dapat merebut kekuasaan serta menjatuhkan kerajaan yang telah berabad-abad berkuasa di Nusantara.
Persebaran pemukiman Tinghoa di Nusantara terutama di kota-kota pesisir pada abad ke 15 dan 16 dapat dikatakan cukup merata terutama di kota-kota pelabuhan sepanjang pesisir pantai utara Jawa.
Latar Belakang Masyarakat
Tiongkok Kecil di Tanah Jawa merupakan sebutan untuk kota Lasem karena memiliki banyak pemukiman China, rumah candu yang terkenal pada zamannya, dan tentu saja keberadaan beberapa kelenteng di Lasem mengukuhkan julukan tersebut. Di lain pihak kota ini juga mendapat julukan kota Santri karena memang faktanya di kota Lasem banyak memiliki pesantren, bahkan salah satu Desa di Lasem memiliki 8 pesantren yang saling berdampingan.
Dalam masyarakat yang multikultur seperti di Lasem ada empat nilai yang dapat dijadikan pedoman nilai untuk membangun masyarakat agar tidak terjadi perselisihan yang pertama adalah antirasisme, multikulturalisme, komunitas antar-ras dan menghargai manusia sebagai individu (Blum: 2001) dalam hal ini yang saya bicarakan adalah multikulturalisme yang meliputi sebuah pemahaman, penghargaan, dan penilaian atas budaya seseorang serta sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnik orang lain (Blum: 2001, Ngurah: 2003). Etnis Jawa dan Etnis China memang memiliki latar budaya yang berbeda namun jika melihat mereka dalam pengertian multikultur maka setiap etnis memiliki kearifan budayanya harus dilihat sebagai suatu kesatuan ekonomi atau sebagai suatu komunitas dengan potensi ekonomi tertentu. (Meutia: 2003), sebagian besar etnis China memiliki usaha Batik Tulis di Lasem yang merupakan salah satu daya tarik pariwisata kota Lasem, orang Jawa biasanya menjadi Obeng (buruh) industri Batik tersebut dan tidak menutup kemungkinan Obeng kemudian mendirikan usaha batik sendiri karena telah belajar dengan orang China, namun keduanya masih berhubungan baik dan bersaing sehat terutama jika membicarakan pemasaran dan pendistribusian Batik tersebut. Jadi mereka tidak berjalan masing-masing dan bersaing sendiri, sebaliknya saling membantu.
Sebenarnya saya takut ketika mencoba mempertanyakan hubungan kedua etnis tersebut mengingat potensi konflik sosial antar suku bangsa yang sering terjadi di Indonesia. Gus Mus salah seorang tokoh muslim yang mengetuai salah satu pesantren di Desa Soditan menceritakan kepada saya bagaimana kedua budaya ini dapat hidup berdampingan dan tidak hanya berdampingan semata namun melakukan kegiatan nyata semisal jika ada salah seorang etnis China yang meninggal dunia, maka para santri pasti melayat ke tempat duka, begitu juga sebaliknya. Di pintu gerbang pesantren Gus Mus ada sebuah bangunan berwarna merah, warna keberuntungan orang China. Lengkap dengan kaligrafi China, namun yang mengejutkan adalah nama pos tersebut “Muhammad Cheng Ho” juga disamping kaligrafi China terdapat kaligrafi arab. Kata Gus Mus ini adalah salah satu buah karya kami (orang China dan orang Jawa) yang menyiratkan bahwa kami saling menghormati.
Awalnya saya terkejut melihat Gus Mus karena beliau “sangat” China, kulit kuning langsat dan mata sipit, namun mengenakan pakaian khas santri, kopiah, dan sarung, pikiran saya saat itu terpengaruh oleh salah satu dampak buruk kolonialisme Belanda di Nusantara adanya persepsi pada sebagian besar masyarakat Tionghoa di Indonesia bahwa Islam merupakan agama masyarakat pribumi, padahal yang pertama kali membentuk koloni di Nusantara adalah orang-orang Tionghoa Islam sekaligus kenyataan bahwa agama Islam sendiri tidak asing lagi bagi masyarakat Tionghoa di Tiongkok (Afthonul :2012) memang pada kenyataannya para migrasi Tionghoa tersebut tidak diharapkan untuk berasimilasi secara keseluruhan pada norma-norma dan adat-istiadat dari kebudayaan dominan (Kymlicka : 2003) sehingga kita jumpai beberapa kelenteng di Lasem yaitu Kelenteng Gi Yong Bio yang terletatak di Jalan Babagan, Kelenteng Poo An Bio dan Kelenteng Cu An Kiong di Jalan Dasun yang merupakan tempat persembahyangan orang Tionghoa yang masih melakukan upacara-upacara ala Tioanghoa di Tiongkok.
Kirab Akbar 2012
Perhelatan “Kirab Akbar Ritual Budaya” dalam rangka memperingati hari ulang tahun Yang Mulia Makco Thian Siang Sing Bo digelar pengurus Kelenteng Tjoe An Kiong, pada 21-22 April 2012. Saya dan tim berkesempatan mengikuti prosesi acara dari awal sampai akhir, sayang sekali jika dilewatkan. Kegiatan ini merupakan pawai terbesar yang pernah digelar di Lasem – kawasan pesisir Pantura yang menjadi benteng pertahanan terakhir suku Tionghoa dan suku Jawa saat melawan VOC. Puluhan ribu warga saat itu terlihat tumpah ruah di jalan untuk menyaksikan kirab berpuluh-puluh kiemsien dari berbagai kota di Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi tersebut.
Arak-arakan kiemsien itu sendiri beberapa kali juga diwarnai dengan atraksi tua kie (bendera pembuka jalan) dan musik yang unik dari masing-masing peserta. Dari Kelenteng Hong San Kiong Gudo Jember misalnya. Selama perjalanan mereka memainkan musik dengan campuran gamelan Bali untuk mengiringi kiemsien. Kelenteng Cahya Buana Srandil Cilacap selama kirab menyanyikan lagu perjuangan dan lagu Jawa. Sedangkan dari Kelenteng Cetiya Atadasi Tangerang juga menampilkan permainan debus.
Tentu dibutuhkan tenaga dan sukarelawan yang banyak agar perhelatan berjalan lancar, bukan hanya petugas aparat keamanan yang turun kelapangan, para santri yang tergabung dalam FORSSAL (Forum Silahturahmi Santri Lasem) juga ikut bahu membahu menjaga ketertiban acara, mereka satu sama lain berpegangan tangan menjaga ketat ketika kiemsien satu persatu berlari menuju kelenteng untuk melakukan pai (penghormatan) tidak hanya sampai disitu FORSSAL juga ikut turun kejalan mengawal arak-arakan mengitari kota Lasem. Masyarakat banyak yang ikut berpartisipasi atau sekedar menonton di pinggir jalan, hingga akses ditutup selama setengah hari. Orang–orang non etnis China atau yang tidak ikut dalam pawai, berjaga di depan rumah mereka sambil membagikan minuman secara gratis sembari menyiram air dengan selang. Ketika air disiramkan serentak mereka para partisipan bersorak sorai sambil bernyanyi bersama.
Multikultur menitikberatkan pada proses transaksi pengetahuan dan pengalaman yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk menginterpretasikan pandangan dunia mereka yang berbeda untuk menuju kearah kebutuhan kultur. Kata multikultural menjadi pengertian yang sangat luas, tergantung dari konteks pendefinisian dan manfaat apa yang diharapkan dari pendefinisian tersebut. Yang jelas dalam kebudayaan multikultural setiap individu mempunyai kemampuan berinteraksi, meskipun latar belakang kultur masing-masing berbeda, karena sifat manusia antara lain, adalah akomodatif, asosiatif, adaptabel, fleksibel, dan kemauan untuk saling berbagi (Spradley: 1997)
Kehidupan ibadat santri diatur dalam sembahyang lima waktu -subuh, lohor,asar, magrib, dan isya, yang di ulangi saban hari dalam bentuk sederhana yang sama, dalam ruang ia dibatasi oleh tiga lingkaran sosial yang makin lama makin inklusif , yang ditegaskan oleh tiga lembaga tempat sembahyang secara khas: rumah, dilanggar kampung dan masjid desa (Geertz:1989), panitia kirab mempersiapkan tempat untuk sembahyang di salah satu ruangan di dalam kelenteng dan secara bergantian mereka melakukan sembahyang namun tak melalaikan tugas. Inilah menunjukan keragaman kultur mengandung unsur jamak atau keragaman yang sarat dengan nilai-nilai kearifan.
Dalam kontek membangun tatanan masyarakat dan tatanan sosial yang kokoh, ”nilai-nilai kearifan” yang dalam hal ini ”kearifan sosial” dan ”kearifan budaya” dapat dijadikan sebagai tali pengikat dalam upaya bersosialisasi dan berinteraksi antar individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Dengan nilai ”kearifan sosial” dan ”kearifan budaya”, akan berusaha meminimalisasi berbagai perselihan dan konflik budaya yang kurang kondusif. Tatanan kehidupan sosial masyarakat yang multikultural akan terwujud dalam perilaku yang saling menghormati, menghargai perbedaan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan dan menjaga satu dengan lainnya dalam prinsip-prinsip perbedaan tersebut. Untuk itu, harus berusaha untuk menghilangkan hal yang selalu mendasari terjadinya konflik, yaitu prasangka historis, diskriminasi, dan perasaan superioritas in-group feeling yang berlebihan dengan menganggap inferior pihak yang lain (out-group).
Dalam pelaksanaan acara Kirab Akbar ini banyak terdapat komunitas-komunitas indenpenden Lasem yang ikut bergabung dalam mempromosikan Lasem sebagai kota yang memiliki nilai sejarah dan edukasi tinggi. Mulai dari komunitas Batik Tulis Lasem, komunitas pencinta alam, FOKMAS, dan masih banyak lagi.
Ditengah keberagaman dua etnis tersebut keberadaan Opinion leader di masing-masing etnis sangat penting, Opinion Leader adalah orang yang memiliki keunggulan dari masyarakat kebanyakan. Kemampuan seorang Opinion Leader dalam memelihara norma menjadi salah satu konsekuensi logis bentuk pelayanan atau teladan yang diberikan atau ditunjukan kepada masyarakatnya. Sebelum acara puncak Kirab Akbar para Opinion Leader bertemu dan berdiskusi selama berbulan-bulan untuk menyusun rencana, pihak yang dilibatkan tidak hanya pihak kelenteng namun seluruh pihak yang mau ikut membantu secara sukarela, tentu tidak mudah dalam prosesnya karena membutuhkan tenaga, pengertian, dan yang paling penting saling menyadari perbedaan satu sama lain namun duduk bersama membicarakan untuk meningkatkan kualitas masyarakat Lasem pada umumnya.
Kesimpulan
Masyarakat Lasem menurut saya telah mampu mengimplementasikan konsep multikulturalisme dengan baik dan patut mendapat pujian, tidak hanya dalam acara Kirab Akbar saja masyarakat Lasem bekerja sama, namun juga di kehidupan sehari-hari, pemukiman mereka berbaur menjadi satu sama lain, tidak ada konsentrasi tersendiri yang seolah mengistimewakan diri dalam etnosentrisme, masing-masing Etnis memiliki Opinion Leader yang baik, peran inilah menurut saya yang paling penting karena harus ada pemimpin di garda depan menyuarakan multikultur dan memiliki pengaruh yang lebih terhadap warganya, seperti Kiai di pesantren dan petinggi kelenteng dalam hal ini yayasan Tri Murti. Tidak hanya itu dulu di Lasem pernah terjadi Perang Kuning sebuah historis yang memiliki kenangan sendiri bagi masyarakat Lasem bergabungnya orang Jawa (pribumi) dengan Etnis Tiong Hoa dalam menggempur mundur colonial VOC, menjadi catatan penting bahwa dari dulu kedua etnis memiliki hubungan yang dekat, saling menghormati, hingga terwujudnya Bangsa yang kuat.
Sederet Gelar yang di Sandingkan pada LASEM:
1. Lasem Kota Tua
kemungkinan ada malah sebelum jaman majapahit karena Lasem yang pada jaman Majapahit dipimpin oleh Dewi Indu bergelar BHRE LASEM yg berarti pemimpin daerah/kerajaan Lasem, namun dalam kesejarahan tentang hal itu belum ada penguatnya. tetapi jika dihitung mulai dalam jaman Majapahit yaitu tahun 1351 (piagam singosari) berarti LASEM sudah berusia 661 Tahun, yang lebih istimewa spertinya Lasem dari dulu hingga sekarang tidak pernah ganti Nama tetap Lasem, Semarang baru 465 Tahun dulu juga namanya Sempatoalang, Jakarta baru 485 tahun dulu juga namanya Batavia, Rembang baru 271 Tahun (dulu Kadipatennya berpindah ke Rembang salah satunya adalah ulah VOC).
2. Lasem Kota Syiar Agama Islam
yang dimana pada saat itu Lasem sudah islam terlebih dahulu daripada Demak,jadi tak ada alasan apapun yg dibenarkan jika Demak menguasai daerah yang lebih islam terlebih dahulu. Lasem - Demak - Tuban mempunyai kecenderungan menjalin hubungan persekutuan untuk menopang kekuatan Kerajaan. karena Adik Adipati Lasem PAngeran Santipuspa yaitu Santikusuma atau biasa dikenal Sunan Kalijaga/Raden Said menjadi Dewan Pertimbangan Agung di Kerajaan Demak,yang disegani sebagai Ulama yang mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan Agama Islam. Selain itu di Lasem juga adalah tempat tinggalnya Sunan Bonang yang beliu diangkat ayahnya Kanjeng Sunan Ampel sebagai walinagara pada usia 30 Tahun, yang bertugas menyebarkan agama islam di daerah Lasem, Tuban dan sekitarnya yang bertempat tinggal di Bonang sehingga bergelar Kanjeng Sunan Bonang. di bekas tempat rumahnya kakaknya Nyi Ageng Malokah. Islam mulai masuk di Lasem selain pengaruh dari walisongo, juga bisa dikatakan dari salah satu Kedatangan orang Cina pertama di Lasem tercatat pada abad XV bernama Bi Nang Un. Ia adalah seorang Cina muslim beraliran Hanafi, utusan dinasti Ming yang berasal dari wilayah Yunan, yang kemungkinan itu adalah salah satu dari rombongan Laksmana Cheng Ho yang menetap di Lasem. tidak hanya itu di sekitar tahun 1588 di LASEM dibangun sebuah Masjid yaitu Masjid Jami' Lasem, dimasa pemerintahan RM. Tejakusuma I (Mbah Srimpet) bersama dengan Guru Spiritual Agama Islam di Lasem yaitu Simbah Sambu (Sayyid Abdurahman).
3. LASEM Kota Tiongkok Kecil
Perkampungan China Lasem pertama di Desa Soditan ditandai dengan Klenteng Cu An Kiong, Hanya diperkirakan sekitar tahun 1450, sebab pada peta Belanda yang mencatat perkembangan kota Lasem tahun 1500, kelenteng itu telah tertera, Kelenteng Cu An Kiong mengalami pemugaran beberapa kali yang terakhir 1868. Sebagai salah satu kelenteng yang tertua di JAWA. selain itu di Lasem banyak ditemui rumah2 pecinan kuno yang khas, yg ada sejak sekitar abad XVI-XVII perkampungan china meluas ke desa Babagan, Gedong Mulyo, Karang Turi, sumbergirang. semakin meluasnya kamu thianghoa di Lasem Pada tahun 1740 pemukiman orang Tionghoa yang semula berada di sekitar jalan arteri barat-timur dan sepanjang sungai Dasun terus ke utara serta Soditan, diperluas kearah selatan sampai kali Kemendung Kira-kira tahun itulah diperkirakan Kelenteng POO AN BIO didirikan, sebab keberadaan Kelenteng tidak bisa dipisahkan dengan komunitas Tionghoa. Kelenteng ini terletak di tepi kali Kemendung dan terletak di desa Karangturi.
Sebagian besar orang Tionghoa Lasem adalah berasal dari Kabupaten Nan’an ( Lam-Oa ), karesidenan Quanzhou, propinsi Fujian ( Hokkian ). adalagi Kelenteng Babagan Lasem yang di dunia tidak ada duanya.karena Keleteng ini bisa disebut untuk beribadah dan juga bisa disebut monumen untuk mengenang Pahlawan yang gugur dalam PErang Kuning, diantaran Ue Ing Kiat yang bergelar Raden Widyangrat (adipati Lasem), Tan Ke Wei, Raden Mas Panji Margono bahkan disana ada miniatur R. Panji Margono yang dijadikan altar,bukan utk disembah namun hnya utk kenang jasanya yg luar biasa,yg dimana beliu seorang jawa dan beragama islam namun beliu bisa merangkul juga kaum thionghoa di Lasem.
4. Lasem Kota Santri
Lasem bisa disebut kota Santri karena tak asing lagi ditingkat Nasional. di Lasem ini pernah mempunyai Gembong NU di Lasem tuturnya GUs MUS (KH. MUstofa Bisri), sehingga Lasem walaupun tingkat kecamatan diberi amanat NU pusat,sebagai PCNU Lasem, jadi rembang mempunyai 2 PCNU, yaitu PCNU Kabupaten Rembang dan PCNU LASEM. Lasem pernah mempunyai kyai Khos tahun 1900san diantaranya KH. KHolil pendir ponpes An Nur (kakeknya gus Qoyyum), KH. Baidlowi (ponpes Al Wahdah), KH. Ma'shoem (ponpes Al Hidayat),dan banyak sekali santri yang dicetak beliu mnjadi Ulama terkenal,diantranya menteri Agama Mukti Ali mantan Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan, Masa jabatan 28 Maret 1973 – 29 Maret 1978. KH. Idam Kholid (pernah duduk sebagai ketua DPR/MPR RI) KH. Ahmad Syaikhu (Anggota DPR/MPR RI) KH. Saifuddin Zuhri (salah seorang kiyai / tokoh pengurus PBNU), KH. Subhan ZE, (seorang Tokoh muda NU pada masa itu),KH Muhammad Dimyati atau dikenal dengan Abuya Dimyati adalah sosok yang kharismatis. Beliau dikenal sebagai pengamal tarekat Syadziliyah (pernah nyantri di mbah baidlowi) baca di http://alwahdah-lasem.blogspot.com/2011/03/rekam-jejak-syekh-dimyati-banten.html. selain itu ada yang ada lagi KH. Masduqie Ellasemmy salah satu santrinya KH. Abdul Mukti magelang,dll. KH. Ali Ma'shoem anak dari KH. Ma'shoem, beliu disebut pernah mengajar KH. Adburrahman Wahid, seorang sosok kharismatik lainnya KH. Hamid Pasuruan yg dimana beliu adalah putra daerah asli LASEM, dan masih banyak lagi yang tentu tdk bisa disebutkan satu persatu disini.
5. Lasem Kota BATIK TULIS
ini kemungkinan bermula dari Bi Nang Un / anak laksamana chengho mempunyai istri yaitu Na Li Ni yang kemudian mempunyai anak Bi Nang Ti yang, kemudian Bi Nang Ti di nikahkan oleh Badranala Adipati Lasem saat itu, dari Bi Nang Ti dewasa yang inilah ahli dalam membatik dan menari,kemngkinan dari sini batik corak2 china/campa berbaur dengan batik pribumi Lasem shingga trciptalah perpaduan/akulturasi dalam Batik Lasem yang kental akan perpaduan unsur kebudayaan, keistimewaan dari batik Lasem dari warna tidak bisa ditandingi Batik Lain yaitu warna merah geteh pitik/merah darah ayam, pak sigit wicaksono bilang ini berkah Lasem krena dari selain percampuran akulturasi juga kandungan mineral air yang ada di Lasem cocok membuat warna2 apa saja utk Batik Lasem terutama merahnya. selain itu Batik Lasem jika dicuci bukannya pudar namun makin mentereng. adalagi ternyata banyak motif asli Lasem yang lahirnya bnyak dari hasil peristiwa sejarah/dari keadaan alam setempat. contohnya ; motif watu pecah ini tutur kata pak sigit ada semenjak jaman kerja paksa di Lasem saat pembuatan jalan daendels yang dari anyer-panarukan,pastinya melalui Lasem.dari situlah lahir motif watu pecah itu,yg dimana para warga di Lasem khususnya pria dimnta untuk memecahkan batu2 itu,sehingga itu mgkin terinspirasi utk ibuk2 diwaktu itu membuat batik itu dgn mliht betapa beratnya kerja paksa memecahkan batu utk membuat jlan,motif baganan motif khusus desa babagan Lasem dan masih lagi motif2 lainya yg mempunyai nilai2 yg terkandung didalamnya.
6. Lasem Kota Javanese culture / Lasem Kota Budaya Jawa
Lasem juga kota budaya jawa karena Lasem masih meninggalkan kebudayaan2 kejawen. diantranya yg berupa upacara yaitu sedekah bumi dan sedekah laut yang hampir di tiap desa yang ada di Lasem, sedekah laut di bonang, dasun gedong mlyo ngelayur, sedekah bumi di dorokandang, babagan, kajar, sendang asri, dll.. dalam berupa permainan kesenian jawa, LASEM Kota Para Dalang Kondang, dalang2 Kondang itu sebagan besar dari desa sendang asri yang disana juga masih banyak seni2 tari jawa, macapat, karawitan shingga bnyak yg menyebut sendang asri sebagai desa kesenian jawa,selain permaianan jawa masih ada Barongan beserta pantolnya, dan Laesan. Laesan ini sedikit menarik keberadaanya kemungkinan saat awal syiar islam di Lasem karena selain berupa tarian yg dilakukan kaum laki2 tnpa dg menggunakan alam kesadarannya, selain itu dari syair2 Laesan ini mempnyai filosofi2 yang terkandung didalamnya, shingga ada yang menyebut Laesan itu selain tontonan juga tuntunan. satu lagi yang sudah menjadi budaya orang pribumi yaitu kopi lelet lasem, ampir setiap desa ada warung kopi lelet Lasem selain menyuguhkan kopi juga bisa mengekspresikan jiwa seninya kedalam media rokok yaitu warga biasa nyebut ngelelet rokok, entah sejak kpn budaya ini ada di Lasem.
7. Lasem Kota Nuansa Alam
Lasem sebagian besar adalah pesisir, sebenarnya mempunyai Potensi Alam Pantai dan dataran tinggi yang nan indah jika bisa dimanfaatkan, Lasem mempunyai pantai yang bisa untuk melihat sunset dan sunrise, di Binangun kita bisa melihat matahari dengan jelas yang akan tenggelam meninggalkan nusantara, dipantai gedong caruban dipagi hari bisa melihat matahari dengan malu2 keluar di persembunyiannya dari rangkaian dataran tinggi di Lasem selain itu jika posisi matahari agak ke barat laut juga bisa menikmati sunset di pantai gedong caruban, Lasem juga mempunyai rangkaian dataran tinggi yang nan indah, menurut saya rangkaian dataran tinggi dgn puncaknya bernama puncak argo, pemadangan itu pling indah dan pling enk dilihat yaitu di jalan belakang KUA Lasem disana bisa melihat rangkaian dataran tinggi yg nan membujur luas dan bisa melihat hamparan sawah dan rumput yg luas nan hijau, selain itu di jlan belakang KUA Lasem ini bisa mlihat tower2 yang nan rapi berbaris sampai ke pusatnya PLTU. selain itu dataran tinggi Kajar merupakan penghasil air konsumsi utk daerah Kab. Rembang dan skitarnya.
Batik Lasem
Batik Lasem adalah kain batik tulis yang diproduksi di daerah Lasem, Lasem adalah kota yang berada di pesisir utara Jawa (pantura), Lasem dalah kota sentra batik yang pernah terkenal. Lasem pernah menjadi salah satu kota penting penghasil batik di pesisir utara Jawa. Batik dari kota ini begitu terkenal pada pertengahan abad ke-19 hingga tahun 1970-an sampai-sampai diperdagangkan hingga ke Suriname.
Situasinya berubah seratus delapan puluh derajat sejak lebih dari 30 tahun terakhir. Batik lasem tidak lagi menjadi perimadona bersama batik dari Cirebon, Pekalongan, Solo, Yogyakarta, dan Banyumas.
Dulunya, ada ratusan pembatik di Lasem. Tahun 2005 tinggal delapan pengusaha, walaupun tahun 2006 meningkat lagi menjadi 14 pengusaha.
Tahun 2006, sekitar 48.300 unit usaha kategori usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang bergerak di industri perbatikan, dengan melibatkan lebih dari 792.300 tenaga kerja . Sementara itu, nilai produksi yang dihasilkan mencapai lebih dari Rp.2,9 triliun dan nilai ekspor yang dicapai sebesar 110 juta dollar AS. (Data Badan Pusat Statistik dan Departeman Perindustrian)
Sejarah Batik Lasem
Asal mula Batik Lasem berasal dari Kota kecamatan di Kabupaten Rembang sekitar 12 kilometer arah timur kota Rembang, Jawa Tengah. Batik Lasem banyak dipengaruhi oleh budaya Tionghoa, kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1413 yang dipercaya berkolerasi erat dengan terciptanya batik lasem, Babad Lasem karya Mpu Satri Badra di tahun 1401 saka ( 1479 M), dituliskan ulang oleh R Panji Kamzah pada tahun 1858 mengungkapkan anak buah Dhang Puhawang Tzeng Ho dari Negara Tiong Hwa, Bi Nang Un, dan istrinya Na Li Ni memmutuskan untuk menetap di Bonang saat melihat keidahan alam Jawa.
Di Jawa Na Li Ni mulai membatik dengan motif ornament burung hong, liong, bunga seruni, banji, dan mata uang. Dengan warna batik yaitu merah, sewarna dengan darah ayam. Warna ini dijuluki sebagai “getih pitik” yang akhirnya mennjadi warna khas batik lasem.
Keunikan Batik Lasem berpengaruh penting bagi dunia perdagangan batik lasem, mulai diperddagangkan ke pulau pulau di nusantara oleh pedagang antar pulau dengan menggunakan kapal.
Abad ke-19 Batik Lasem diekspor ke mancanegara seperti ke Thailand, dan Suriname
Batik Lasem memasuki masa kejayaan, hal ini membuat para pengerajin batik lasem menjadi lebih kreatif, dan tercipta motif-motif baru, yaitu latohan, gunung ringgit, kricakan atau watu pecah.
Batik kricakan diciptakan oleh Syahdan karena merasa prihatin atas pekerjaan rakyat yang diperintahkan harus memecahkan batu-batu besar oleh Daedels.
Batik Lasem, terus menorehkan tinta emas hingga menjelang berakhirnya masa colonial Belanda. Para pegusaha batik lasem yang berasal dari kalangan tionghoa mendapat tempat istimewa di penduduk pribumi karena membuka banyak lapangan kerja.
Masa kejayaan batik yang menjadi ikon pembauran budaya Jawa dan Cina itu mulai menyurut tahun 1950-an, karena terdesak oleh maraknya batik cap di berbagai daerah , dank arena kondisi politik yang menyudutkan etnis Cina yang merupakan penguasa perdagangan Batik Lasem.
Tahun 1950-an ada sekitar 140 pengusaha batik Lasem, pada tahun 1970-an jumlahnya merosot hingga ½ nya yaitu, 70 orang. Puncaknya pada tahun 1980-an pengusaha batik lasem hanya tinggal 7 orang saja yang aktif, selanjutnya batik Lasem terus mengalami pasang surut. (FEDEP)
Ciri khas Batik Lesem
Batik Lesem terkenal dengan pewarnaannya, salah satunya yaitu dengan menggunakan warna darah ayam “getih pitik”.
Pewarnaan penting pada batik lasem sehingga penamaannya dihubungkan dengan jenis atau komposisi warnanya. Batik berwarna merah disebut abangan, biru disebut biron, hitam disebut irengan, merah biru disebut bang-biron, berwarna merah biru coklat disebut batik tiga negeri, dan batik merah biru coklat ungu disebut batik empat negeri.
Pewarnaan menggunakan pewarna alam, seperti mengkudu, mahoni dan indigo, merupakan keunggulan batik lasem. Selain keindahan motifnya yang belum dapat disamai oleh batik buatan baru. Motif batik lasem beragam, seperti lokcan, banji, seruni, lung-lungan atau sulur-suluran tumbuhan, burung hong, tetapi bisa juga tumbuhan seperti pala, kilin (binatang dalam mitologi), dan kupu-kupu yang memperlihatkan pengaruh China.
Maryati, salah satu anggota KUB Srikandi desa Jeruk Pancur bisa menyebutkan motif-motif batik lebih banyak lagi. Antara lain adalah trutum, lathohan, naga puspa, ungkeran, semanggi, palangan, geblok kasur, cacingan, seritan, latohan, sisik trenggiling, bedaan, rukcan, kasiran, lung-lungan, jagung sak ontong, kricaan, ceplok melati, sido mukti, siri mulyo, krendo, lerekan, tawung, dan masih ada yang lain. Masih menurut Maryati, satu lembar kain batik bisa terdiri dari tiga nama motif tersebut di atas, atau lebih.
Tahapan membatik Batik Lasem
Yang khas dari batik adalah proses kreatif pada pembuatan motifnya. Ada tahapan menggambar pada batik. Maryati, salah satu anggota KUB Srikandi Jeruk Pancur menceritakan urut-urutan membatik.
Pertama-tama adalah nglontongi (dasaran). Dasaran ini untuk menentukan bentuk dan besar kecilnya gambar secara garis besar.
Langkah berikut nglengkrengi atau isen-isen. Setelah terbentuk dasaran gambar maka gambar diisi gambar lain atau dilengkapi sehingga gambar menjadi padat dan variatif. Langkah ketiga dalah dipopoki, yaitu ngeblok. Kain yang bergambar atau diblok, hingga ada gelap dan terang. Jadilah motif batik yang edi peni dan ‘greng’. Langkah berikut adalah mewarnai atau diwenter. Baru kemudian bagian akhir ‘ngloroti’. Semacam perlakuan agar malam yang menempel di kain melorot semua, tidak ada yang menempel di kain.
Pelestarian Batik Lasem
Seiring kemajuan zaman BatikLesem semakin jarang ditemui, karena pengaruh globalisasi, penerusnya banyak yang sudah tidak tertarik dengan batik, hal ini menyebabkan pengrajin batik Lasem yang terus-menerus berkurang, namun kini terdapat pelastarian batik lasem, agar batik lasem tidak punah, yaitu dengan mengupayakan membatik lasem sebagai ekstrakulikuler, dan mendirikan wisata batik lasem yang berada di Jeruk, sanggar batik lasem anak-anak, dan Griya Batik Lasem.
LAMPIRAN
Batik abangan Batik biron
Batik 3 negeri Batik 4 negeri
Batik Lok Can Batik Phoenix
Daftar Pustaka
Ida.Jeng, www.lasembatikart.com
Arumdati.Afra, http://ceritakain.wordpress.com, Batik Pedalaman, 9 April 2013.