Holistik
Journal For Islamic Social Sciences
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Publikasi Online : Desember 2017
http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/holistik
Volume 2, Nomor2, 2017. Hal.1 - 9
e.ISSN: 2527 – 9556
p.ISSN: 2527 – 7588
Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Berbasis Musyawarah
Guru Mata Pelajaran pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Palopo
Propinsi Sulawesi Selatan
Syamsu S.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Palopo
(e-mail: syam1954783@gmail.com)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk kegiatan MGMP yang meningkatkan
kompetensi guru Agama Islam pada SMP Negeri dalam wilayah Kota Palopo. Penelitian
deskriptif kualitatif ini menggunakan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dalam
pengumpulan data, dan triangulasi untuk keabsahan data. Data dianalisis dengan teknik
reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Temuan penelitian menunjukkan
bahwa MGMP Pendidikan Agama Islam melakukan kegiatan sebagai upaya meningkatkan
kompetensi guru Pendidikan Agama Islam dalam dua macam bentuk: Pertama, dalam
bentuk pelatihan terdiri atas kegiatan: 1) Inhouse training yang menyajikan tentang
pengembangan silabus, penyusunan rencana pembelajaran, dan laporan hasil belajar
peserta didik; 2) Pembuatan media pembelajaran; dan 3) Penelitian tindakan kelas.
Kedua, dalam bentuk nonpelatihan terdiri atas kegiatan: 1) Diskusi internal guru tentang
permasalahan pembelajaran Pendidikan Agama Islam; dan 2) Pembinaan internal oleh
sekolah. Berdasarkan penelitian ini, arah untuk penelitian lebih lanjut diidentifikasikan
pada kontribusi pemerintah dan kementerian agama di daerah memfasilitasi pembinaan
dan pengembangan profesi guru agama secara berkelanjutan.
Kata kunci: Kompetensi Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran
1. Pendahuluan
Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran inti pada setiap jenjang pendidikan
memberikan kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kontribusi itu dapat
terlaksana secara optimal apabila kegiatan pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Karena itu, guru Pendidikan Agama Islam yang
profesional harus memiliki kompetensi yang dipersyaratkan yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi kepemimpinan.
Peningkatan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas pendidikan merupakan suatu
keharusan yang tidak bisa dihindari. Komitmen yang tinggi dan terus menerus perlu dilakukan untuk
memberdayakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Guru mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) pada SMP Negeri dalam wilayah Kota Palopo membentuk forum MGMP sebagai wadah
kegiatan guru PAI untuk membahas berbagai permasalahan dan hambatan sekaligus perbaikan terkait
dengan peningkatan mutu pembelajaran. Muhaimin (2012: 23) melihat permasalahan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam terletak pada penggunaan metode kebanyakan masih ceramah monoton,
cenderung normatif, lebih mengedepankan aspek kognisi (pemikiran) daripada afeksi (rasa) dan
psikomotorik (tingkah laku).
2 Syamsu S
MGMP sebagai forum diskusi guru menjadi salah satu upaya meretas permasalahan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Kenyataan di lapangan, beberapa MGMP dalam wilayah Kota
Palopo masih banyak kelemahan, seperti kapabilitas narasumber, kreativitas pengurus, kehadiran
anggota, dukungan dari dinas pendidikan. Kelemahan-kelemahan tersebut menjadi hambatan dalam
pencapaian tujuan terbentuknya organisasi guru tersebut. Padahal esensi MGMP sebagai wadah
perkumpulan guru untuk saling belajar, diskusi, bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka
peningkatan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan.
Penelitian deskriptif kualitatif ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Palopo sebagai sekretariat
MGMP PAI tingkat SMP Negeri dalam wilayah Kota Palopo Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini
sangat penting karena bertujuan untuk menemukan bentuk kegiatan yang dilakukan MGMP sebagai
basis dalam meningkatkan kompetensi guru PAI pada SMP Negeri di Kota Palopo. Data diperoleh
melalui cara observasi, wawancara, dan studi dokumentasi terhadap subyek penelitian yaitu guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) sebanyak 36 orang. Selanjutnya dianlisis dengan cara reduksi
data, display data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
2. Tinjauan Pustaka
Kompetensi Guru Profesional
Rumusan kompetensi telah banyak dikemukakan oleh pakar pendidikan antara lain Sanjaya
(2006: 17) menyatakan, kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sementara Sagala (2009: 23) menyatakan,
kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan
(daya pisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan.
Rumusan kompetensi di atas merupakan penjabaran dari rumusan kompetensi yang dinyatakan
dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 10 bahwa
kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,
dan dikuasai oleh guru dan dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi yang
dimaksudkan dalam undang-undang itu yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Dalam konteks profesi guru agama, kompetensi guru harus berpijak pada Peraturan Menteri
Agama Nomor 16 Tahun 2010 Pasal 16 ayat (1), yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,
profesional, dan kepemimpinan. (PMA, 2010: 10). Dengan ditetapkannya jenis kompetensi guru
tersebut, dapat dijadikan dasar dalam menentukan guru yang memiliki kompetensi penuh dengan guru
yang kurang memadai kompetensinya. Kompetensi tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan
membentuk konfigurasi yang menggambarkan sosok guru yang profesional. Oleh karena itu, informasi
tentang hal ini sangat diperlukan dalam rangka pembinaan dan pengembangan keprofesian guru dan
untuk peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Seorang guru dapat dikatakan profesional jika ia memenuhi prinsip-prinsip profesionalitas
yaitu:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
3. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan serta kompetensi sesuai dengan
bidang tugas;
4. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesian;
5. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
6. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan;
7. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesian;
Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
3
8. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan dalam mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesian guru.
Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi secara penuh dan menjadikan
pekerjaannya sebagai sumber penghasilan kehidupan. Salah satu aspek dari perilaku profesional
menurut Daryanto (2011: 15), adalah kemandirian dalam melaksanakan profesinya. Dalam pengertian
lain, bahwa dalam melaksanakan profesi tersebut, mampu mengambil keputusan secara mandiri dan
membebaskan dirinya dari pengaruh luar termasuk pengaruh intens pribadinya. Walaupun demikian,
prinsip kemitraan kerja dengan berbagai pihak terkait tetap masih dibutuhkan dalam rangka
mengembangkan dan meningkatkan profesi yang digelutinya.
Peningkatan profesionalisme guru dalam rangka pengamalan pengetahuan, teknologi, dan
keterampilan untuk peningkatan mutu baik bagi proses pembelajaran dan profesionalisme tenaga
kependidikan lainnya, maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan.
Pengembangan profesi menurut Trianto ( 2015: 75) bagi guru sifatnya wajib, hal ini diharapkan tumbuh
daya analisis dan kritis serta mampu memecahkan masalah dalam lingkup tugasnya.
Profesi guru adalah suatu profesi yang terus menerus berkembang karena praktik pendidikan
terjadi dalam situasi dan waktu yang berbeda sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Premis ini memberikan makna bahwa guru sebagai pelaku proses pendidikan harus terus
menerus mengubah diri sehingga memiliki pengetahuan yang kuat, tuntas, dan berkualitas.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru profesional harus memiliki
kemampuan melaksanakan tugas utamanya sehingga dapat mewujudkan kinerja profesionalnya.
Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan
dan penerapan kompetensinya, karena hal itu sangat menentukan tercapainya kualitas proses
pembelajaran, pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi sekolah.
Peningkatan profesionalisme guru dapat dilakukan antara lain melalui belajar secara mandiri
(otodidak), kegiatan ilmiah (seminar, lokakarya), program pelatihan, program penyetaraan, program
studi lanjut. Peningkatan profesionalisme guru seharusnya menjadi program rutin organisasi profesi
guru, baik organisasi profesi dalam bentuk mikro seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
maupun dalam bentuk makro seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Eksistensi dan Tujuan Musawarah Guru Mata Pelajaran
Eksistensi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai organisasi profesi guru menjadi
salah satu basis upaya meningkatkan profesionalisme guru. Peningkatan tersebut dapat diperoleh
berdasarkan kemampuan memahami dan melaksanakan program MGMP secara optimal dan konsisten,
yaitu ruang lingkup dan prinsip kerja MGMP, peran dan kolaborasi MGMP, fungsi MGMP dalam
konteks manajemen sekolah, dan materi MGMP. (Hamalik, 2003: 35).
Departemen Pendidikan Nasional (2001: 27), merumuskan lima tujuan penyelenggaraan
MGMP. Pertama, MGMP bertujuan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai
hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyususnan bahanbahan pembelajaran, strategi/metode pembelajaran, memaksimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana
belajar, dan memanfaatkan sumber belajar. Kedua, MGMP bertujuan mengembangkan mutu
profesionalisme guru sebagai pilar utama dalam manajemen kelas sehingga guru bangga terhadap
profesinya. Ketiga, MGMP bertujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif sehingga dapat
menguasai materi pembelajaran dengan tuntas (mastery learning). Keempat, MGMP bertujuan
menumbuhkembangkan budaya mutu melalui berbagai macam kegiatan seperti diskusi, seminar,
4 Syamsu S
simposium, dan kegiatan keilmuan lain. Kelima, MGMP bertujuan untuk menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning).
Berdasar rumusan tujuan tersebut, diperlukan upaya untuk merevitalisasi MGMP tersebut agar
kegiatan yang dilakukan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kompetensi guru. Upaya untuk
merevitalisasi MGMP antara lain yaitu:
1. Pemerintah daerah melalui dinas pendidikan, dan/atau kementerian agama setempat memfasilitasi
kebutuhan MGMP, mengeluarkan kebijakan yang mendukung terselenggaranya MGMP. Setiap guru
diwajibkan mengikuti MGMP guna meningkatkan mutu guru, menimba ilmu pengetahuan dan
pengalaman dari teman sejawat, tenaga ahli yang didatangkan sebagai nara sumber;
2. Pengawas mengoptimakan pelaksanakan kegiatan MGMP sesuai dengan program yang telah
direncanakan, selanjutnya memantau dan melaporkan pelaksanaannya secara rutin dan berkala;
3. Kepala sekolah bersama pengawas mengoptimalkan fungsi manajemen, memfasilitasi guru mulai
dari menyediakan tempat, memberikan transpor sekaligus memotivasi untuk aktif mengikuti
kegiatan MGMP;
4. Komite sekolah mendukung kegiatan MGMP melalui bantuan mendatangkan narasumber yang
kapabel, memediasi pihak terkait yang sesuai untuk membantu pelatihan guru.
Langkah-langkah revitalisasi MGMP tersebut diharapkan dapat aktif kembali menjadi wadah
bagi guru untuk meningkatkan dan mengupdate kompetensinya. Perhatian secara optimal terhadap
upaya revitalisasi tersebut sangat dibutuhkan demi eksisnya MGMP. Hal ini dapat dijadikan solusi
terhadap berbagai hambatan dalam perkembangan organisasi ini, antara lain yaitu:
1. Manajemen MGMP masih perlu ditingkatkan kualitasnya dalam upaya optimalisasi intensifikasi
pembinaan kegiatan kerja;
2. Program-program kegiatan MGMP masih kurang sesuai dengan kebutuhan pengembangan
profesionalitas guru, kepala sekolah, dan pengawas;
3. Dana pendukung operasional belum memadai dan kurang dimanfaatkan secara maksimal;
4. Bervariasinya perhatian dan kontribusi pemerintah daerah melalui dinas pendidikan terhadap
program dan kegiatan MGMP.
3. Metode Penelitian
Penelitian lapangan dengan pendekatan deskriptif kualitatif ini dilaksanakan di SMP Negeri 8
Palopo sebagai sekretariat kegiatan MGMP PAI. Subyek penelitian yaitu guru PAI pada SMP Negeri
dalam wilayah Kota Palopo yang aktif dalam kegiatan MGMP. Berdasarkan data penelitian, diketahui
ada 36 orang guru PAI pada 14 SMP Negeri. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Penentuan sumber data menggunakan purposive sampling, yaitu
mengambil 8 orang informan yang dianggap representatif, terdiri atas 5 guru PAI anggota MGMP
(Arikunto, 2006: 112), dan 3 orang kepala sekolah. Analisis data menggunakan teknik reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
4. Hasil dan Pembahasan
Bentuk Kegiatan MGMP PAI
Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi di era kini menjadi tantangan
tersendiri terhadap dunia pendidikan sehingga menuntut pada guru untuk mampu berperan
menampilkan sikap adaptif, kolaboratif, kompetitif, dan dinamis. Tugas seorang guru profesional dalam
meningkatkan mutu pendidikan tidak pernah berakhir, dalam hal ini tugas guru tidak selesai hanya pada
penyampaian materi pelajaran melalui kegiatan mengajar, akan tetapi lebih dari itu harus dapat
Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
5
menanamkan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan serta pengamalannya kepada peserta
didiknya.
Temuan di lapangan, bahwa yang melatari pengurus MGMP PAI tingkat SMP Negeri dalam
wilayah Kota Palopo berkomitmen tetap mengaktifkan dan memberdayakan MGMP PAI adalah faktor
internal di mana guru PAI masih ada yang memiliki kompetensi kurang memadai, misalnya dalam hal
perencanaan pembelajaran, penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), pemilihan bahan ajar,
pelaksanaan pembelajaran. Hal tersebut menurut Basri (Kepala SMP Negeri 8) yang menyebabkan
terjadi perbedaan prestasi akademik yang signifikan antara satu SMP dengan lainnya. Selain itu, faktor
eksternal berupa partisipasi guru sebagai anggota MGMP PAI kurang, sumber dana terbatas, sarana dan
prasarana kurang memadai, dan pelatihan guru kurang. (Wawancara, 1 Juli 2017).
Keberadaan MGMP PAI tingkat SMP Negeri tersebut, mempunyai peranan dalam
meningkatkan profesionalisme guru, seperti diungkapkan oleh Rahayu (pengurus dan juga guru PAI
SMP Negeri 8), bahwa untuk meningkatkan profesionalisme guru PAI, MGMP berperan sebagai
fasilitator dalam membuat perangkat pembelajaran, sebagai motivator dalam meningkatkan kinerja, dan
sebagai mediator pertemuan rutin pada setiap kegiatan MGMP sehingga setiap pertemuan semua
guru/anggota tetap hadir. (Wawancara, 1 Juli 2017).
SMP Negeri 8 Palopo selaku sekretariat kegiaan MGMP PAI tingkat SMP Negeri di Kota
Palopo menyediakan fasilitas sarana dan prasarana sebagai dukungan terhadap kegiatan MGMP yang
dilaksanakan sekali sebulan. Kegiatan tersebut menurut Fatimah Ukkas (guru PAI SMP Negeri 8),
meliputi pelatihan pengembangan silabus, penyusunan rencana pembelajaran, dan laporan hasil belajar
peserta didik serta pembuatan bahan ajar, dan penelitian tindakan kelas. (Wawancara, 1 Juli 2017).
Sementara Rasman (Kepala SMP Negeri 1) senada dengan pernyataan Bahrum Satria (Kepala
SMP Negeri 5) pada dasarnya, bahwa kegiatan MGMP PAI SMP Negeri di Kota Palopo secara rutin
melakukan pertemuan sebulan sekali. Dalam pertemuan itu dibahas kesulitan, tantangan, dan hambatan
yang terjadi dalam proses pembelajaran. Dengan pertemuan ini dapat ditemukan solusi dalam
memecahkan masalah yang dialami oleh setiap guru baik dalam pelaksanaan MGMP maupun dalam
proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, mereka memberikan dukungan kepada guru agama di
sekolah mereka dalam bentuk biaya transportasi. (Wawancara, 29 Juli 2017). Pernyataan ini dibenarkan
oleh Sarimaya (Guru PAI SMP Negeri 1), dan St. Hasnah (Guru PAI SMP Negeri 5) bahwa kepala
sekolah mereka memberikan perhatian untuk mengikuti kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh
MGMP, karena diharapkan dari kegiatan tersebut dapat meningkatkan kompetensinya dan kualitas
profesionalnya. (Wawancara, 29 Juli 2017).
Terkait hal tersebut, St. Rahmi (Guru PAI SMP Negeri 10) menjelaskan, bahwa dalam
pelaksanaan kegiatan MGMP, setiap anggota diarahkan untuk membuat perangkat pembelajaran
seperti: silabus, program tahunan, program semester, Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP), dan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Melalui kegiatan MGMP ini guru-guru PAI telah memiliki
perangkat pembelajaran dan wawasan implementasi pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas
peserta didik. (Wawancara, 5 Agustus 2017).
Berdasarkan data penelitian di atas, menunjukkan bahwa kegiatan MGMP tingkat SMP Negeri
di Kota Palopo dilaksanakan sebagai pendampingan kepada guru-guru PAI dalam mendesain program
pembelajaran yang nantinya digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan proses
pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan. Karena pada dasarnya, guru memegang peranan
yang sangat strategis dalam membangun peradaban dan kemajuan bangsa. Partisipasi guru dalam
mengikuti MGMP menambah wawasan dan kompetensi guru dalam membuat perangkat pembelajaran
sehingga menjadikan guru profesional dalam melaksanakan tugas mengajar yang pada akhirnya
meningkatkan mutu pendidikan khususnya pada SMP Negeri di Kota Palopo.
Kegiatan MGMP lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam rangka peningkatan dan
pengembangan keprofesionan guru adalah pelatihan penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut
Sarimaya, (Guru PAI SMP Negeri 1), peserta MGMP dibagi dua kelompok yaitu kelompok kelas PTK
6 Syamsu S
1, dan kelompok kelas PTK 2. Dalam praktiknya, kedua kelompok kelas ini secara bergilir
melaksanakan praktik mengajar dua bulan sekali. Hasil praktik PTK didiskusikan dan dipandu oleh guru
yang kapabel. Menurut Rahayu, bahwa pada dasarnya para guru ingin melaksanakan PTK, karena
laporan hasil PTK merupakan salah satu kinerja guru bidang pengembangan profesi, namun mereka
memiliki kendala dalam menulis apa yang telah mereka kerjakan. Hal ini disebabkan pemahaman
mereka tentang prosedur dan teknik menulis karya ilmiah sangat rendah. (Wawancara, 5 Agustus 2017).
Data di atas menunjukkan, bahwa kompetensi guru PAI pada SMP Negeri di Kota Palopo dalam
bidang pengembangan profesi belum optimal, hal ini disebabkan oleh motivasi guru untuk melakukan
penelitian tindakan kelas masih rendah, mereka kurang memahami desain dan prosedur PTK secara
sistematis, kurang percaya diri untuk berkolaborasi dan berdiri di depan kelas mengajar teman-teman
sehingga budaya menulis belum terbiasa mereka lakukan.
Pengawas dan kepala sekolah sebagai pembina seharusnya memfungsikan MGMP secara
terarah dan berkesinambungan, sehingga MGMP menjadi wadah yang dapat meningkatkan kompetensi
guru untuk mencapai kualitas pendidikan. Peranan MGMP tingkat SMP dalam pengembangan program
di sekolah sangatlah penting karena organisasi ini merupakan wadah kegiatan profesional guru mata
pelajaran dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan, tempat berdiskusi, tukar
pikiran dan pengalaman antarguru untuk mengatasi permasalahan yang ada dan berkembang di sekolah.
Oleh karena itu, manajemen MGMP perlu ditingkatkan baik pada tataran program kegiatan maupun
implementasinya, karena semuanya akan bermuara pada peningkatan kompetensi profesional guru.
Berdasarkan uraian di atas, terungkap bahwa MGMP tingkat SMP Negeri dalam wilayah Kota
Palopo Propinsi Sulawesi Selatan tetap eksis melaksanakan pendampingan terhadap kegiatan guru PAI
dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional mereka. Ditemukan bahwa kegiatan MGMP
dilaksanakan dalam dua macam bentuk, yaitu bentuk pelatihan yang pelaksanaannya dalam bentuk
Inhouse Training (IHT). Kegiatan ini meliputi pengembangan silabus, penyusunan rencana
pembelajaran, dan laporan hasil belajar peserta didik, pembuatan media pembelajaran seperti: slide
powerpoint praktik berwudhu, shalat (gerakan dan bacaannya), dasar-dasar tajwid, dan penelitian
tindakan kelas. Selain itu, dalam bentuk nonpelatihan, kegiatannya meliputi diskusi internal guru
tentang permasalahan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dan pembinaan internal oleh sekolah.
Kompetensi Guru PAI yang Profesional
Peningkatan kompetensi guru wajib dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Guru PAI yang profesional memiliki kompetensi yang dipersyaratkan yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi kepemimpinan.
Kelima kompetensi itu terintegrasi dalam pelaksanaan pembelajaran. Parameter mengetahui kompetensi
guru profesional adalah kualitas kinerjanya dalam proses pembelajaran.
Dalam konteks profesi guru, kinerja guru dapat diukur berdasarkan keberhasilan guru dalam
melaksanakan tugas pendidikan sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya berdasarkan standar
kinerja yang telah ditetapkan selama periode tertentu dalam kerangka mencapai tujuan pendidikan
(Barnawi, 2012: 14). Kinerja guru juga dapat diukur melalui tanggung jawabnya menjalankan amanah,
profesi yang diembannya, dan tanggung jawab moral. Semua itu akan terlihat pada kepatuhan dan
loyalitasnya di dalam menjalankan tugasnya di dalam dan luar kelas.
Profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas pendidikan ditandai dengan keahliannya di
bidang pendidikan, sedangkan indikator profesional guru dapat dilihat antara lain pada kinerjanya.
Kinerja guru dapat berubah dari waktu ke waktu, dari kinerja yang kategori kurang, sedang atau baik,
atau sebaliknya dari kinerja yang kategori baik menjadi sedang atau kurang. Mulyasa (2005: 98)
mengemukakan, bahwa guru yang memiliki kinerja tinggi akan bergairah dan berusaha meningkatkan
kompetensinya, baik dalam kaitannya dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian hasil
pembelajaran sehingga diperoleh hasil kerja yang optimal.
Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
7
Hasil penilaian kinerja guru sangat membantu dalam upaya pembinaan dan pengembangan
keprofesian guru dan untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Premis ini berkorelasi dengan
pendapat Stronge (2003: 3), without high quality evaluation system, we cannot know if we have high
quality teacher. Thus, a well designed and properly implemented teacher evaluation system is essential
in the delivery of effective educational programs. Dalam pengertian bebasnya, bahwa tanpa ada sistem
evaluasi yang berkualitas tinggi dalam mengukur kinerja guru, kita tidak bisa tahu apakah kita memiliki
guru berkualitas tinggi. Dengan demikian, sistem evaluasi guru yang dirancang dengan baik dan benar
sangat penting dalam penyampaian program pendidikan yang efektif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa kinerja guru merupakan prestasi yang
dicapai oleh seseorang guru dalam melaksanakan tugasnya selama periode tertentu sesuai standar
kompetensi dan kriteria yang telah ditetapkan untuk sesuatu pekerjaan. Kinerja seorang guru tidak
terlepas dari kompetensi yang melekat dan harus dikuasai. Kinerja seorang guru menjadi profil
kinerjanya yang dapat memberikan gambaran kekuatan dan kelemahan guru.
Irwan, Pengawas Pendidikan Islam Kementerian Agama Kota Palopo dalam pernyataannya
diketahui bahwa MGMP PAI pada SMP Negeri di Kota Palopo diakui sebagai salah satu wadah
menjadikan guru profesional. Karena itu, keberadaannya dapat meningkatkan profesionalisme mereka,
kinerja mereka menjadi lebih baik. Kegiatan pelatihan atau workshop yang dilaksanakan oleh MGMP
PAI ini tentunya mendukung profesionalisme guru, kualitas pembelajaran PAI semakin baik.
(Wawancara, 12 Agustus 2017). Pernyataan pengawas tersebut menunjukkan bahwa profesionalisme
guru PAI pada SMP Negeri di Kota Palopo dikategorikan baik.
MGMP PAI di Kota Palopo dalam meningkatkan profesionalisme guru dan mutu pendidikan,
menurut Basri (Kepala SMP Negeri 8) dapat dilihat dari komitmen organisasi guru ini sebagai wadah
kegiatan profesional untuk membina hubungan kerjasama secara koordinatif dan fungsional antara
sesama guru di sekolah yang selanjutnya diimplementasikan secara nyata seperti pembahasan mengenai
pengembangan kurikulum, proses pembelajaran, dan yang lebih penting lagi yaitu terjadi interaksi dan
komunikasi yang harmonis dalam berbagi pengalaman antarguru di sekolah. (Wawancara, 12 Agustus
2017).
Kompetensi yang dimiliki guru mendasari profesionalismenya. Kompetensi merupakan
perpaduan dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas sebagai guru. Pernyataan ini sejalan dengan
hasil observasi terhadap beberapa guru PAI, bahwa secara subtansial kualifikasi dan kompetensi guru
PAI pada SMP dikategorikan baik, sekalipun masih ada beberapa guru belum bersertifikasi. Mereka
memahami dan menguasai materi pelajaran, metode mengajar yang kontekstual, terampil mengelola
kelas sehingga proses pembelajarannya berjalan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kompetensi guru PAI pada SMP Negeri di
Kota Palopo kategori baik, yaitu mereka memiliki gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan,
sikap, sifat, pemahaman terhadap tugas guru dalam kegiatan pembelajaran. Profesi guru meniscayakan
kompetensi atau keahlian dan kewenangan dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat
melaksanakan tugas profesi secara efektif dan efisien. Dengan demikian, guru profesional berarti guru
yang memiliki kompetensi (kemampuan dan keahlian khusus) dalam bidang keguruan sehingga ia
mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dengan perkataan
lain, guru profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman
yang memadai di bidangnya.
Makna yang diperoleh dari pernyataan tersebut adalah bahwa jika seorang guru menghadapi
masalah atau persoalan yang berkenaan dengan tugasnya dan tidak dapat diselesaikan sendiri, ia dapat
bertanya dan berdiskusi dengan guru lain. Begitu juga sebaliknya, jika seorang guru berhasil dalam
mendidik peserta didiknya, ia dapat berbagi pengalaman dengan guru lainnya. Itulah antara lain manfaat
8 Syamsu S
dari terbentuknya organisasi profesi guru ini. Dengan demikian, MGMP memiliki peran yang sangat
penting dan strategis dalam peningkatan kompetensi Guru. MGMP merupakan forum terdepan yang
diperhitungkan, didukung dan diberdayakan dalam rangka peningkatan kualitas guru dalam
pembelajaran. Tentunya akan sangat disayangkan apabila MGMP masih dipandang sebelah mata
mengingat perannya yang signifikan dalam meningkatkan profesionalisme guru. Dalam perjalanannya
organisasi MGMP memerlukan dukungan dan bantuan dari berbagai instansi dan lembaga terkait
seperti: Dinas Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Agama Islam, Lembaga Penjamin Mutu
Pendidikan (LPMP), institusi sekolah, dan stakeholder lainnya. Tanpa dukungan dan bantuan tersebut,
peran MGMP ini tidak akan berjalan baik. Oleh karena itu, menurut Danim (2010: 19), bahwa dalam
rangka menjaga agar kompetensi keprofesian guru tetap sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga, perlu dilakukan sistem pembinaan dan
pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan
fungsional.
Pengembangan profesionalisme guru merupakan usaha menyiapkan guru agar memiliki
berbagai wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan memberikan rasa percaya diri untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya sebagai tenaga profesional. Indikasi peningkatan profesionalisme guru dalam
pembelajaran dapat diwujudkan melalui pemberdayaan potensi dan prestasi guru. Guru yang
profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, menguasai metode yang tepat, mampu
memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia
pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia sebagai
landasan pola pikir dan pola kerja guru dan loyalitasnya kepada profesi pendidikan yang mampu
mengembangkan budaya organisasi kelas, dan menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, kreatif
dan dinamis, bergairah, dialogis sehingga menyenangkan bagi peserta didik. (Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003, 2011: 28).
Guru PAI pada SMP Negeri di Kota Palopo telah memahami esensi kompetensi guru yang
profesional. Sebagai pendidik profesional, mereka memiliki kompetensi pedagogik sebagai syarat
mutlak dalam mengajar. Kompetensi pedagogik ini antara lain ialah memahami karakteristik peserta
didik berdasarkan nilai moral, sosial, kultural dan emosional peserta didik. Di samping itu mereka
menggunakan strategi yang disesuaikan dengan keadaan dan kultur peserta didik di sekolah, termasuk
tidak memaksakan metode yang dapat membuat peserta didik tertekan selama proses pembelajaran
berlangsung.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru PAI pada SMP Negeri
di Kota Palopo termasuk kategori baik dan menunjang profesionalisme mereka, karena secara umum
mereka telah melaksanakan tugas mengajar dalam waktu cukup lama, memahami prinsip-prinsip
pembelajaran karena kualifikasi pendidikannya kapabilitas, bahkan beberapa di antara mereka telah
bergelar magister pendidikan Islam. Selain itu, ada pengakuan dari pengawas PAI setempat, terutama
pengakuan pemerintah di mana sebagian besar telah memiliki sertifikat pendidik profesional.
5. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dikemukakan simpulan penelitian ini sebagai berikut:
1. Kegiatan MGMP PAI pada SMP Negeri di Kota Palopo dilakukan dalam dua macam bentuk, yaitu:
a. bentuk pelatihan terdiri atas kegiatan: 1) Inhouse training yang menyajikan tentang
pengembangan silabus, penyusunan rencana pembelajaran, dan laporan hasil belajar peserta
didik; 2) Pembuatan media pembelajaran; dan 3) Penelitian tindakan kelas; dan
b. bentuk nonpelatihan, terdiri atas kegiatan: 1) Diskusi internal guru tentang permasalahan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam; dan 2) Pembinaan internal oleh sekolah.
Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
9
2. Kedua macam bentuk kegiatan guru PAI yang berbasis MGMP PAI merupakan wadah atau tempat
bagi guru mengadakan musyawarah atau diskusi untuk meretas permasalahan pembelajaran PAI,
menemukan upaya perbaikan untuk kepentingan peningkatan kompetensi guru PAI.
3. Kompetensi guru PAI pada SMP Negeri di Kota Palopo termasuk kategori baik dan menunjang
profesionalisme mereka. Secara umum mereka telah memiliki pengalaman mengajar, kualifikasi
pendidikannya kapabilitas, bahkan di antara mereka telah bergelar magister pendidikan Islam.
Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi VI, Jakarta: Rineka Cipta.
Barnawi dan Mohammad Arifin. 2012. Kinerja Guru Profesional. Cet. I, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Danim, S. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Cet. I; Bandung: Alfabeta.
Daryanto, T. 2015. Pengembangan Karir Profesi Guru. Cet. I; Yogjakarta: Gava media..
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta.
Getteng, AR. 2012. Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika. Cet. VII; Yogyakarta: Grha Guru.
Hamalik. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Muhaimin. 2012. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tingg. Cet. V; Jakarta: Rajawali Pers.
Mulyasa. 2005. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Cet. III; Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset.
Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Cet. IV; Jakarta: Sinar Grafika.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
Pendidikan Agama pada Sekolah.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Pendidikan. Jakarta: Kencana Penada
Media.
Sagala, S. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Cet. II; Bandung: Alfabeta.
Stronge, J.H. and Pamela D.T. 2006. Handbook on Teacher Evaluation: Assessing and Improving
Performance. Eye on Education, Larchmont New York.
Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruksifistik, Jakarta: Prestasi
Pustaka.