Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

perencanaan kopling

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Umumnya sebuah kenderaan bermotor baru dapat berjalan, apabila daya dan putaran yang dihasilkan oleh mesin sebagai sumber penggerak dapat diteruskan keroda-rodanya. Mesin dan roda-roda itu mempunyai jarak tertentu, untuk menghubungkannya dibuatlah suatu sistem transmisi yang dapat meneruskan putaran dan daya dari mesin terhadap roda-roda sehingga bergerak. Seiring dengan laju perkembangan teknologi, para ahli mesin dituntut untuk merancang sistem pemutusan dan pemindahan daya dan putaran yang meliputi kopling, roda gigi, dan rantai. Pada sebuah kendaraan atau mesin, kopling memegang peranan penting, sebab sebelum kopling ditemukan motor dimatikan dengan mematikan mesinnya, tetapi setelah kopling ditemukan motor , pemindahan dan pemutusan daya dan putaran dapat dilakukan dengan aman dan mudah tanpa terlebih dahulu mematikan mesinnya. Pada posisi awalnya, kopling itu telah menghubungkan poros engkol dengan poros sistem roda gigi. Pada saat-saat diperlukan kopling harus dapat membebaskan hubungan antara poros engkol dengan poros sistem roda gigi itu. Kopling berfungsi untuk memutus-hubungkan gerak putar poros engkol keporos sistem roda gigi yang sedang diam atau berputar lambat dengan halus dan tanpa ada sentakan, memindahkan torsi maksimum bagi mesin untuk mengkopelnya ke transmisi tanpa kehilangan kecepatannya, dan memisahkan hubungan mesin dan trasmisi dengan cepat, saat satu atau kedua-duanya sedang berputar untuk penggantian gigi atau berhenti mendadak. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka perumusan masalah dalam perencanaan ulang kopling ini adalah : Perencanaan Poros. Perancangan Spline. Perancangan Naaf. Perancangan Plat Gesek. Perancangan Paku Keling Perancangan Pegas Perancangan Baut. Perancangan Bantalan dari Kopling Plat Tunggal ( SUZUKI ERTIGA ) 1.3 Tujuan penulisan Tujuan dari penulisan Makalah Rancang Ulang Kopling ini adalah untuk memperluas pengetahuan mengenai elemen mesin, khususnya mengenai Kopling Plat Tunggal dan komponen-komponennya. Memahami sistem pemutusan, penerusan daya dan putaran pada sistem kopling kenderaan bermotor roda empat. Dimana pada sistem kopling ini daya dan putaran dihubungkan melalui sebuah mekanisme pemutus dan penerus putaran dari poros input ke poros output yang dilakukan tanpa mematikan mesin dan tidak menimbulkan slip yang membahayakan. Tujuan lain dari penulisan Makalah Rancangan ini adalah guna melengkapi nilai Tugas Rancangan Elemen Mesin. 1.4 Batasan masalah Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang perencanaan poros, perancangan spline, perancangan naaf, perancangan plat gesek, perancangan paku keling, perancangan pegas, perancangan baut, dan perancangan bantalan dari jenis Kopling Plat Tunggal mobil SUZUKI ERTIGA dengan spesifikasi daya 95 PS dan putaran 6000 rpm. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian kopling Setiap mesin dirancang dan dibuat untuk memberikan fungsi-fungsi tertentu yang dapat meringankan pekerjaan manusia. Untuk dapat memberikan fungsi tersebut sebuah mesin memerlukan kerja sama dari berbagai komponen yang bekerja menurut suatu mekanisme. Sebagai penggerak dari mekanisme tersebut dapat digunakan tenaga manusia atau hewan secara langsung (terutama untuk mesin-mesin yang sederhana), tetapi karena berbagai alasan sebagian besar mesin menggunakan motor penggerak (engine), yang bisa berupa motor bakar (bensin maupun diesel) ataupun motor listrik. Motor-motor tersebut pada umumnya memberikan daya dalam bentuk putaran pada sebuah poros, yang disebut sebagai poros penggerak. Untuk memanfaatkannya maka daya putaran tersebut harus dapat diteruskan dari poros penggerak ke poros yang digerakkan, yang selanjutnya akan meneruskan ke seluruh komponen dalam mekanisme. Sebagai penyambung antara poros penggerak dan poros yang digerakkan maka digunakanlah kopling. Secara umum kopling dapat dibedakan atas dua, yaitu kopling tetap dan kopling tak tetap. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa pada kopling tetap kedua poros selalu dalam keadaaan terhubung, sedangkan pada kopling tak tetap kedua poros dapat dihubungkan dan dilepaskan pada saat diam ataupun bekerja sesuai dengan kebutuhan. 2.2 Cara kerja kopling secara umum Kopling pada saat bekerja Pada waktu kopling bekerja terjadi hubungan antara poros penggerak dengan poros yang digerakkan melalui gerakan antara bidang gesek dengan demikian terjadi pemindahan daya dan putaran dari poros penggerak keporos yang digerakkan. Adapun cara kerja kopling selengkapnya adalah sebagai berikut : Poros penggerak yang dihubungkan dengan mesin akan berputar searah putaran poros engkol dimana poros ini diikat dengan baut pada fly wheel dengan bantuan flens yang ada pada ujung penggerak.dengan demikian fly wheel akan turut berputar,dimana plat gesek tersebut ditekan oleh plat penekan dengan kekuatan pegas pembawa plat gesek yang berputar,akibat proses tersebut akan memutar plat pembawa yang dikeling plat gesek. Dengan bantuan paku keling maka plat pembawa akan memutar spline,dimana putaran spline dengan plat pembawa terdapat pegas kejut yang berfungsi untuk meredam getaran atau tumbukan atau sentakan disaat kopling mulai bekerja. Setelah spline berputar,maka poros yang digerakkan ikut berputar,setelah poros berputar maka kopling dikatakan bekerja dan seterusnya terjadi pemindahan daya dan putaran dari poros penggerak ke poros yang di gerakkan. Kopling pada saat tidak bekerja Kopling tidak bekerja dalam hal ini tidak ada pemindahan daya dan putaran dari poros penggerak yang digerakkan dan tidak terjadi gesekan antara bidang-bidang gesek.Adapun pemutusan hubungan dalam hal ini daya dan putaran dari poros penggerak keporos yang digerakkan dapat diuraikan sebagai berikut : Tekanan yang dilakukan pada pedal akan diteruskan pada tuas penekan sebelah bawah melalui bearing dan akibat tekanan ini tuas akan menarik plat penekan sehingga plat gesek terpisah pada fly wheel maka poros yang akan digerakkan akan diam walaupun poros penggerak tetap berputar. Pegas penekan (pegas diafraghma)dalam keadaan tertekan akibat proses diatas, maka tidak akan terjadi pemindahan daya maupun putaran dari poros penggerak ke poros yang digerakkan, maka kopling ini dikatakan dalam keadaan tidak bekerja. 2.3 Bagian utama kopling plat tunggal Secara umum bagian-bagian utama dari Kopling Plat tunggal terdiri atas : Roda penerus (flywheel) Berupa sebuah piringan yang dihubungkan dengan poros penggerak (poros engkol) pada salah satu sisinya. Flywheel ini akan berputar mengikuti putaran dari poros penggerak. Plat penekan (pressure plate) Plat penekan berfungsi untuk menekan plat gesek ke arah roda penerus pada saat kopling terhubung (pedal kopling tidak terhubung). Plat gesek (disc clutch) Plat gesek ditempatkan di antara roda penerus dan plat penekan. Plat gesek ini berfungsi untuk meneruskan daya putaran dari roda penerus ke naaf saat kopling terhubung. Naaf Naaf berfungsi untuk menghubungkan plat gesek dengan spline pada poros yang digerakkan. Pada saat kopling terhubung maka daya putaran akan diteruskan dari plat gesek ke poros yang digerakkan melalui naaf. Spline Spline adalah gigi luar yang terdapat pada permukaan poros yang berpasangan dengan gigi dalam yang terdapat pada naaf. Spline berfungsi untuk meneruskan momen puntir dari plat gesek ke poros melalui perantaraan naaf. Bantalan pembebas (release bearing) Bantalan ini dapat digerakkan maju-mundur dengan menekan pedal kopling. Fungsinya adalah untuk meneruskan tekanan pada pedal kopling ke pegas matahari yang selanjutnya akan melepas hubungan kopling. Pegas matahari Pegas matahari berfungsi untuk menarik plat penekan menjauhi flywheel, yang dengan demikian membebaskan plat gesek dan membuat kopling menjadi tidak terhubung. Pegas matahari ini akan menjalankan fungsinya saat pedal kopling ditekan. Penutup (cover) Penutup pada kopling ikut berputar bersama roda penerus. Fungsi penutup ini adalah sebagai tempat dudukan berbagai elemen yang membentuk kopling serta sebagai penahan bantalan pembebas. 2.4 Cara kerja kopling plat tunggal Cara kerja dari kopling plat tunggal ini dapat ditinjau dari dua keadaan, yaitu: Kopling dalam keadaan terhubung (pedal kopling tidak ditekan) Poros penggerak yang berhubungan dengan motor meneruskan daya dan putaran ke flywheel (roda penerus) melalui baut pengikat. Daya dan putaran ini diteruskan ke plat gesek yang ditekan oleh plat penekan karena adanya tekanan dari pegas matahari. Akibat putaran dari plat gesek, poros yang digerakkan ikut berputar dengan perantaraan spline dan naaf. Kopling dalam keadaan tidak terhubung (pedal kopling ditekan) Bantalan pembebas menekan pegas matahari sehingga gaya yang dikerjakannya pada plat penekan menjadi berlawanan arah. Hal ini menyebabkan plat penekan tertarik ke arah luar sehingga plat gesek berada dalam keadaan bebas di antara plat penekan dan flywheel. Pada saat ini tidak terjadi transmisi daya dan putaran. BAB III STUDI PUSTAKA 3.1 Perencanaan poros pada kopling plat tunggal Dari data-data yang dikumpulkan dari spesifikasi mobil SUZUKI ERTIGA diperoleh : Kecepatan maksimum : Vmaks : 160 km/jam Daya maksimum : N : 95 ps Putaran : n : 6000 rpm Transmision final : Itotal : 4,687 Spesifikasi roda : 185\65 R15 3.1.1 Penentuan daya rencana Poros yang akan dirancang adalah poros transmisi yang digunakan untuk mentransmisikan daya dan putaran sebesar: P = 95 ps P = 95 x 0,746 kW P = 70,87 kW n = 6000 rpm dimana : P = daya yang ditransmisikan (kW) n = putaran poros (rpm) Penentuan daya rencana diperoleh dari rumus : Pd = fc P …. ………………………(elemen mesin, sularso, hal 7 ) dimana : Pd = daya rencana (kW) f c = faktor koreksi P = daya yang ditransmisikan (kW) Ada beberapa jenis faktor koreksi sesuai dengan daya yang akan ditransmisikan sesuai dengan table la 3.1. Tabel 3.1 Jenis-jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang akan ditransmisikan Daya yang Akan Ditransmisikan fc Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2,0 Daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2 Daya normal 1,0 - 1,5 Elemen Mesin , sularso , hal 7 Untuk perancangan poros ini diambil daya maksimum sebagai daya rencana dengan faktor koreksi sebesar fc = 1,2 maka : Pd = 1,2 x 70,87 kW Pd = 85,044 kW 3.1.2 Analisa beban Dengan adanya daya dan putaran, maka poros akan mendapat beban berupa momen puntir. Oleh sebab itu dalam penentuan ukuran-ukuran utama dari poros akan dihitung berdasarkan beban puntir serta kemungkinan-kemungkinan kejutan/tumbukan dalam pembebanan, seperti pada saat motor mulai berjalan. Besarnya momen puntir yang dikerjakan pada poros dapat dihitung dari ……..……………….....(elemen mesin,sularso,hal 7 ) di mana : T = momen puntir (kgmm) Pd = daya rencana (kW) n₁ = putaran (rpm). Untuk daya rencana Pd = 85,044 kW dan putaran n₁ = 6000 rpm momen puntirnya adalah : T = 9,74 X 105 T = 13805,476 kg.mm 3.1.3 Pemilihan beban Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja karbon yang difinis dingin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang di-kill (baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor, kadar karbon terjamin). Jenis-jenis baja S-C beserta sifat-sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.2 Batang baja karbon yang difinis dingin (Standar JIS) Lambang Perlakuan Panas Diameter (mm) Kekuatan Tarik (kg/mm2) Kekerasan HRC (HRB) HB S35C-D Dilunakkan 20 atau kurang 21 – 80 58 - 79 53 - 69 (84) - 23 (73) - 17 - 144 – 216 Tanpa dilunakkan 20 atau kurang 21 – 80 63 - 82 58 - 72 (87) - 25 (84) - 19 - 160 – 225 S45C-D Dilunakkan 20 atau kurang 21 – 80 65 - 86 60 - 76 (89) - 27 (85) - 22 - 166 – 238 Tanpa dilunakkan 20 atau kurang 21 – 80 71 - 91 66 - 81 12 - 30 (90) - 24 - 183 – 253 S55C-D Dilunakkan 20 atau kurang 21 – 80 72 - 93 67 - 83 14 - 31 10 - 26 - 188 – 260 Tanpa dilunakkan 20 atau kurang 21 – 80 80 - 101 75 - 91 19 - 34 16 - 30 - 213 – 285 Elemen Mesin sularso, , hal 3 Dalam perancangan poros ini dipilih bahan jenis S55C-D dengan kekuatan tarik B = 91 kg/mm2. Tegangan geser izin dari bahan ini diperoleh dari rumus : ……………………( elemen mesin ,sularso , hal 8) Dimana : = tegangan geser izin (kg/mm2) = kekuatan tarik bahan (kg/mm2) = faktor keamanan yang bergantung pada jenis bahan, di mana untuk bahan S-C besarnya adalah 6,0. Sf2 = faktor keamanan yang bergantung dari bentuk poros, di mana harganya berkisar antara 1,3 – 3,0. Untuk harga Sf2 diambil sebesar 2,5 maka tegangan geser izin bahan jenis S55C-D adalah : 3.1.4 Perencanaan diameter poros kopling Diameter poros kopling dapat diperoleh dari rumus …………………………(elemen mesin, sularso, ha8) Dimana : ds = diameter poros (mm) a = tegangan geser izin (kg/mm2) K t = faktor koreksi tumbukan, harganya berkisar antara1,5-3,0 Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur,dalam perencanaan ini diambil 1,0 karena diperkirakan tidak akan terjadi beban lentur. T = momen puntir yang ditransmisikan (kgmm). Untuk harga faktor koreksi tumbukan Kt diambil sebesar 2,5 maka diamater poros kopling yang direncanakan adalah : 3.1.5 Perencanaan ukuran pasak dan alur pasak Tabel 3.3 Jenis-jenis pasak dan ukuran-ukurannya Ukuran nominal pasak b x h Ukuran standar b, b₁, dan b₂ Ukuran standar h C l* Ukuran Standar t₁ Ukuran standar t₂ r₁ dan r₂ referensi Pasak prismatic Pasak luncur Pasak tirus Pasak prismatis Pasak luncur Pasak tirus Diameter poros yang dapat dipakai d** 2 x 2 3 x 3 4 x 4 5 x 5 6 x 6 2 3 4 5 6 2 3 4 5 6 0,16-0,25 6-20 6-36 8-45 10-56 14-70 1,2 1,8 2,5 3,0 3,5 1,0 1,4 1,8 2,3 2,8 0,5 0,9 1,2 1,7 2,2 0,08-0,16 Lebih dari ʺ ʺ ʺ ʺ 6-8 8-10 10-12 12-17 17-22 0,25-0,40 0,16-0,25 (7 x 7) 8 x 8 10 x 8 12 x 8 14 x 9 7 8 10 12 14 7 7,2 16-80 18-90 22-110 28-140 36-160 4,0 4,0 5,0 5,0 5,5 3,0 3,5 3,0 2,4 2,4 2,4 2,9 ʺ ʺ ʺ ʺ ʺ 20-25 22-30 30-38 38-44 44-50 7 8 8 9 3,3 3,3 3,3 3,8 0,40-0,60 0,25-0,40 (15 x 10) 16 x 10 18 x 11 20 x 12 22 x 14 15 16 18 20 22 10 10,2 40-180 45-180 50-200 56-220 63-250 5,0 6,0 7,0 7,5 9,0 5,0 5,5 5,0 3,4 3,4 3,9 4,4 ʺ ʺ ʺ ʺ ʺ 50-55 50-58 58-65 65-75 75-85 10 11 12 14 4,3 4,4 4,9 5,4 0,60-0,80 0,40-0,60 (24 x 16) 25 x 14 28 x 16 32 x 18 24 25 28 32 16 16,2 70-280 70-280 80-320 90-360 8,0 9,0 10,0 11,0 8,0 8,5 8,0 4,4 5,4 6,4 ʺ ʺ ʺ ʺ 80-90 85-95 95-110 110-130 14 16 18 5,4 6,4 7,4 Elemen Mesin sularso, , hal 10 Dengan menganggap diameter bagian yang menjadi tempat bantalan = 38 mm. Jari-jari filet = (38 - 35)/2 = 1,5 mm Alur pasak = 8 x 5,0 x filet 0,45 3.1.6 Faktor konsentrasi tegangan pada poros bertangga dan pasak Konsentrasi tegangan pada poros bertangga () : .. …………………………..(elemen mesin, sularso, hal.11) Konsentrasi tegangan pada poros dengan alur pasak () : Dimana : filet = 0,45 ………………………………(elemen mesin, sularso, hal.9) 3.1.7 Pemeriksaan kekuatan poros Ukuran poros yang telah direncanakan harus diuji kekuatannya. Pengujian dilakukan dengan memeriksa tegangan geser (akibat momen puntir) yang bekerja pada poros. Apabila tegangan geser ini melampaui tegangan geser izin yang dapat ditahan oleh bahan maka poros akan mengalami kegagalan. Besar tegangan geser akibat momen puntir yang bekerja pada poros diperoleh dari : ...................................................(elemen mesin ,sularso, hal 7) di mana : = tegangan geser akibat momen puntir (kg/mm2) T = momen puntir yang ditransmisikan (kgmm) ds = diamater poros (mm). Untuk momen puntir sebesar T = 14532,08 kgmm dan diameter poros ds = 35 mm, tegangan gesernya adalah : Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa (di mana 6,067 kg/mm2 dan ),sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran poros yang direncanakan cukup aman. 3.1.8 Penentuan diameter poros, bahan poros, jari-jari filet, ukuran pasak dan alur pasak. ( baik ) Maka : = 35 mm Bahan poros = S30C-D Diameter poros = Jari-jari filet = 1,5 mm Pasak = 10 x 8 Alur pasak = 8 x 5,0 x 0,45 3.2 Perancangan spline Putaran dari poros penggerak akan diteruskan ke flywheel dan plat gesek melalui plat penekan. Dengan berputarnya plat gesek maka poros yang digerakkan akan ikut berputar dengan perantaraan naaf dan spline. Fungsi spline adalah sama dengan pasak, yaitu meneruskan daya dan putaran dari poros ke kompone-komponen lain yang terhubung dengannya, ataupun sebaliknya. Perbedaannya adalah spline menyatu atau menjadi bagian dari poros sedangkan pasak merupakan komponen yang terpisah dari poros dan memerlukan alur pada poros untuk pemasangannya. Selain itu jumlah spline pada suatu konstruksi telah tertentu (berdasarkan standar SAE). 3.2.1 Standar dalam perancangan spline Untuk pemakaian spline pada kendaraan bermotor, mesin perkakas, dan mesin produksi, perhitungannya dilakukan berdasarkan pada standar dari SAE (Society of Automotive Engineering). Simbol-simbol yang dipakai dalam standar ini adalah: Gambar. 4.1 Spline Keterangan Gambar : D = diameter luar spline h = tinggi spline w = lebar splin L = panjang spline d = diamater dalam spline Ukuran spline untuk berbagai kondisi operasi telah ditetapkan dalam standar SAE pada tabel: Tabel 3.4 Spesifikasi spline untuk berbagai kondisi operasi (standar SAE) Number of Splines Permanent Fit To Slide When not Under Load To Slide When Under Load All Fits H D H D H d w 4 0,075D 0,850D 0,125D 0,750D - - 0,241D 6 0,050D 0,900D 0,075D 0,850D 0,100D 0,800D 0,250D 10 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,156D 16 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,098D Machine Design , Cremer , hal 132 3.2.2 Pemilihan spline Pada kopling Suzuki Ertiga jenis spline yang dipergunakan adalah spline dengan jumlah 16 buah pada kondisi meluncur saat tidak dibebani (to slide when not under load). Dari Tabel 3.4 diperoleh data sebagai berikut: h = 0,070D d = 0,860D w = 0,098D Dari perhitungan poros diperoleh diameter poros adalah 35 mm, di mana harga ini adalah sama dengan diameter dalam d dari spline. Dengan memasuk harga ini ke data di atas diperoleh : d = 35 mm D = = = 40,7 mm H = 0,070 . D = 0,070 . 40,7 = 2,85 mm W = 0,098 . D = 0,098 . 40,7 = 3,98 mm Sedangkan panjang spline diperoleh dari : L = = = 55,03 mm dan jari-jari rata-rata spline adalah : 3.2.3 Analisa beban Besarnya gaya yang bekerja pada spline diperoleh dari: ……..………………….( statika ,ferdinan F Beer , hal 96 ) di mana : Mp = momen puntir yang bekerja pada poros, dari perhitungan pada diperoleh sebesar 10,233 kgm F = gaya yang bekerja pada spline (kg) = jari-jari rata-rata spline (mm) Dengan memasukkan harga-harga Mp dan ke persamaan di atas diperoleh 3.2.4 Pemilihan bahan Karena spline menyatu dengan poros maka bahannya adalah sama dengan bahan untuk poros, yaitu baja jenis S55C-D dengan kekuatan tarik b = 91 kg/mm2. 3.2.5 Pemeriksaan kekuatan spline Pemeriksaan kekuatan untuk spline dilakukan terhadap dua jenis kemungkinan kegagalan, yaitu kegagalan oleh tegangan tumbuk t dan kegagalan oleh tegangan geser g. Pemeriksaan Terhadap Kegagalan Oleh Tegangan Tumbuk Tegangan tumbuk pada spline dapat diperoleh dari P = ...................................( Statika , Ferdinan F Beer, hal 151 ) di mana : P = tegangan tumbuk (kg/mm2) F = gaya yang bekerja pada spline (kg) i = jumlah spline h = tinggi spline (mm) w = lebar spline (mm). Maka besar tegangan tumbuk yang bekerja adalah: P = = 4,41 kg/mm2 Jika tegangan tumbuk yang bekerja t lebih kecil dari tegangan tumbuk izin ti, maka spline yang direncanakan adalah aman terhadap tegangan tumbuk. Tegangan tumbuk izin untuk bahan S55C-D adalah kg/mm2 di mana harganya adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan tegangan tumbuk kerjanya, t < ti, sehingga spline aman dari kegagalan akibat tegangan tumbuk. Pemeriksaan terhadap Kegagalan oleh Tegangan Geser Tegangan geser pada spline dapat diperoleh dari : ……………....( Statika , Ferdinan F Beer, hal 163 ) di mana : g = tegangan geser (kg/mm2) F = gaya yang bekerja pada spline (kg) i = jumlah spline w = lebar spline (mm) L = panjang spline (mm). Maka besar tegangan geser yang bekerja adalah : 0,23 kg/mm2 Jika tegangan geser yang bekerja g lebih kecil dari tegangan geser izin gi, maka spline yang direncanakan adalah aman terhadap tegangan geser. Tegangan geser izin untuk bahan S55C-D adalah : kg/mm2 Di mana harganya adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan tegangan geser kerjanya, g < gi, sehingga spline aman dari kegagalan akibat tegangan geser. 3.3 Perancangan naaf Terkadang ukuran spline dan naaf disamakan dalam suatu rancangan, namun dalam kondisi yang sebenarnya terdapat perbedaan ukuran yang sangat kecil antara spline dan naaf. Walaupun perbedaannya adalah kecil tetapi dapat menjadi sangat berpengaruh apabila mesin tersebut memerlukan ketelitian yang tinggi atau bekerja pada putaran tinggi. Oleh karena pertimbangan kemungkinan putaran mesin yang tinggi maka ukuran naaf akan dihitung tersendiri berdasarkan pada ukuran spline dalam bab sebelumnya. 3.3.1 Standar Dalam Perancangan Naaf Standar yang digunakan dalam perancangan naaf adalah sama dengan yang digunakan dalam perancangan spline, yaitu berdasarkan standar SAE (Society of Automotive Engineering). Simbol-simbol yang dipakai adalah: Gambar.4.2 Naaf Keterangan Gambar : D = diameter luar naaf w = lebar gigi naaf d = diameter dalam naaf h = tinggi gigi naaf L = panjang naaf Ukuran naaf untuk berbagai kondisi operasi telah ditetapkan dalam standar SAE di mana adalah sama dengan ukuran untuk spline. Ukuran-ukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel sebelumnya. 3.3.2 Pemilihan Naaf Sesuai dengan spesifikasi spline yang telah ditentukan pada bab sebelumnya, maka data untuk ukuran naaf adalah: h = 0,070D d = 0,860D w = 0,098D Dari data ukuran spline yang telah diketahui, lebar gigi naaf dapat diperoleh dari : ……….(Perencanaan Tehnik Mesin,Joseph,hal 112) di mana : w = lebar gigi naaf (mm) Ds = diameter luar spline, dari perhitungan sebelumnnya sebesar 40,7 mm ws = lebar spline, dari perhitungan diperoleh sebesar 6,35 mm i = jumlah spline/gigi naaf, yaitu 16 buah, maka : Dengan memasukkan harga w = 4,02 mm ke data di atas diperoleh: w = 4,02 mm D = = 25,76 mm h = 0,070 . D = 0,070 . 41,22 mm = 2,88 mm d = 0,860 . D = 0,860 . 41,22 mm = 35,45 mm Sedangkan panjang naaf diperoleh dari : L = mm dan jari-jari rata-rata naaf adalah rm = = 19,17 mm 3.3.3 Analisa beban Besarnya gaya yang bekerja pada naaf diperoleh dari : …………………………(Statika , Ferdinan F Beer,hal 96) dimana : Mp = momen puntir yang bekerja pada poros, dari perhitungan diperoleh sebesar 14532,08 kg.mm F = gaya yang bekerja pada naaf (kg) rm = jari-jari rata-rata naaf (mm). Dengan memasukkan harga-harga Mp dan rm ke persamaan di atas diperoleh F = kg 3.3.4 Pemilihan Bahan Bahan untuk naaf dipilih sama dengan bahan untuk poros dan spline, yaitu baja jenis S55C-D dengan kekuatan tarik b = 91 kg/mm2. 3.3.5 Pemeriksaan Kekuatan Naaf Seperti pada spline maka pemeriksaan kekuatan untuk naaf juga dilakukan terhadap dua jenis kemungkinan kegagalan, yaitu kegagalan oleh tegangan tumbuk t dan kegagalan oleh tegangan geser g. Pemeriksaan Terhadap Kegagalan Oleh Tegangan Tumbuk Tegangan tumbuk pada naaf dapat diperoleh dari : P = ......................................( Statika , Ferdinan F Beer, hal 151) di mana: P = tegangan tumbuk (kg/mm2) F = gaya yang bekerja pada naaf (kg) i = jumlah naaf h = tinggi naaf (mm) L = panjang naaf (mm). Maka besar tegangan tumbuk yang bekerja adalah: P = = 0,47 kg/mm2 Jika tegangan tumbuk yang bekerja t lebih kecil dari tegangan tumbuk izin ti, maka spline yang direncanakan adalah aman terhadap tegangan tumbuk. Tegangan tumbuk izin untuk bahan S55C-D adalah : kg/mm2 di mana harganya adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan tegangan tumbuk kerjanya, t < ti, sehingga spline aman dari kegagalan akibat tegangan tumbuk. Pemeriksaan terhadap Kegagalan oleh Tegangan Geser Tegangan geser pada spline dapat diperoleh dari : …………………( Statika , Ferdinan F Beer, hal 163 ) di mana: g = tegangan geser (kg/mm2) F = gaya yang bekerja pada naaf (kg) i = jumlah naaf w = lebar naaf (mm) L = panjang naaf (mm). Maka besar tegangan geser yang bekerja adalah : kg/mm2 Jika tegangan geser yang bekerja g lebih kecil dari tegangan geser izin gi, maka spline yang direncanakan adalah aman terhadap tegangan geser. Tegangan geser izin untuk bahan S55C-D adalah : kg/mm2 Di mana harganya adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan tegangan geser kerjanya, g < gi, sehingga spline aman dari kegagalan akibat tegangan geser. 3.4 Perancangan plat gesek Pelat gesek berfunsi untuk memindahkan daya dan putaran dari flyweel(Roda Penerus) ke poros yang digerakkan. Transmisi daya dan putaran dari flyweel dengan pelat gesek yang ditekan oleh pelat penekan Berikut ini sket pelat gesek yang direncanakan beserta simbol-simbol yang digunakan Gambar 6.1 Plat Gesek Keterangan Gambar : D = diamater luar plat gesek d = diameter dalam plat gesek a = tebal plat gesek b = lebar plat gesek 3.4.1 Pemilihan Bahan Koefisien gesekan µ antara berbagai permukaan diberikan pada Tabel dibawah. Harga-harga koefisien gesekan dalam tabel tersebut ditentukan dengan memperhitungkan keadaan bidang gesek yang sudah agak menurun gesekannya karena telah terpakai beberapa waktu, serta didasarkan atas harga tekanan yang diizinkan yang dianggap baik. Tabel 3.5 Koefisien gesek antara berbagai permukaan beserta tekanan yang diizinkan Bahan Permukaan Kontak µ pa (kg/mm2) Kering Dilumasi Besi cor dan besi cor 0,10 - 0,20 0,08 - 0,12 0,09 - 0,17 Besi cor dan perunggu 0,10 - 0,20 0,10 - 0,20 0,05 - 0,08 Besi cor dan asbes 0,35 - 0,65 - 0,007 - 0,07 Besi cor dan serat 0,05 - 0,10 0,05 - 0,10 0,005 - 0,03 Besi cor dan kayu - 0,10 - 0,35 0,02 - 0,03 Perencanana Tehnik Mesin , Joseph , hal 267 Untuk perancangan plat gesek ini digunakan bahan asbes yang berpasangan dengan besi cor sebagai bahan flywheel dan plat penekan. Beberapa alasan untuk pemakaian asbes dan besi cor antara lain: Asbes mempunyai daya tahan terhadap temperatur yang sangat tinggi, yaitu sampai sekitar 200 ºC. Pasangan asbes dan besi cor mempunyai koefisien gesek yang besar. Sesuai dengan Tabel 6-1 koefisien gesek dan tekanan yang diizinkan untuk bahan asbes dan besi cor pada kondisi kering adalah: µ = 0,35 – 0,65 : diambil harga rata-ratanya yaitu 0,5 pa = 0,007 – 0,07 kg/mm2 : diambil harga rata-ratanya yaitu 0,0385 kg/mm2 3.4.2 Analisa gaya dan momen gesek Tekanan pada bidang plat gesek tidak terbagi rata pada seluruh permukaan, makin jauh dari sumbu poros tekanannya makin kecil. Jika tekanan rata-rata pada bidang gesek adalah p, maka besar gaya yang menimbulkan tekanan dan momen gesekan yang bekerja pada seluruh permukaan gesek berturut-turut dirumuskan sebagai: ..........................(Statika, Ferdinan F Beer, hal 111) di mana : F = gaya yang menimbulkan tekanan pada plat gesek (kg) Mg = gesek yang bekerja pada plat gesek (kg•mm) D = diameter luar plat gesek (mm) d = diameter dalam plat gesek (mm) p = tekanan rata-rata pada bidang gesek, yaitu sebesar 0,0385 kg/mm2 µ = koefisien gesekan plat gesek dengan flywheel/plat penekan 0,5. Karena bagian bidang gesek yang terlalu dekat pada sumbu poros hanya mempunyai pengaruh yang kecil saja pada pemindahan momen, maka besarnya perbandingan d/D jarang lebih kecil dari 0,5. Untuk perancangan plat gesek ini perbandingan d/D diambil sebesar 0,6. Dengan memasukkan harga-harga yang diketahui maka diperoleh gaya F yang dinyatakan dalam D sebesar 3,08.10-3.D2 . Selanjutnya dengan memasukkan persamaan gaya di atas ke persamaan momen gesek maka diperoleh : 3.4.3 Penentuan ukuran plat gesek Agar daya dan putaran dapat ditransmisikan, maka momen gesek Mg harus lebih besar atau sama dengan momen puntir Mp yang dikerjakan pada poros. Momen puntir Mp diperoleh dari perhitungan pada Bab 3 sebesar kgmm, sehingga Mg > Mp 6,16 . 10-4 . D3 > kgmm D 287 mm Dalam perancangan plat gesek ini diameter luar plat gesek D diambil sebesar 287 mm. Dengan memasukkan harga ini ke data yang telah diketahui di atas diperoleh: D = 287 mm d = 0,6 D = 0,6 . 287 = 172,2 mm b = mm Untuk menentukan tebal plat gesek yang sesuai, terlebih dahulu perlu diketahui besarnya daya yang hilang akibat gesekan, yang mana dapat diperoleh dari : …………………….Machine and Design,hal 425) di mana : Pg = daya hilang akibat gesekan (kW) Mg = momen gesek yang bekerja pada plat gesek (kg.mm) n = kecepatan sudut, dari data brosur diketahui sebesar 6000 rpm t = waktu penyambungan kopling, diambil 0,3 detik z = jumlah kerja tiap jam direncanakan 200 kali/jam Dengan memasukkan harga-harga yang diketahui diperoleh P = = 1,4795 kW P = 1,104 ps Selanjutnya tebal plat gesek dapat diperoleh dari : ……………………......(Machine and Design , hal 427) di mana : a = tebal plat gesek (cm) Lp = lama pemakaian plat gesek, direncanakan 5000 jam Pg = daya hilang akibat gesekan (hp) Ag = luas bidang gesek dari plat gesek, yaitu Wk = kerja yang menyebabkan kerusakan, bahan asbes dengan besi cor harganya berkisar antara 5 – 8 hp.jam/cm3, dalam perencanaan ini diambil 8 hp.jam/cm3. A = = A = 41382,2 mm2 = 414 cm2 Maka tebal plat gesek yang direncanakan adalah a = = 1,67cm 1,7 cm a = 17 mm Sebagai kesimpulan ukuran-ukuran dari plat gesek yang dirancang adalah: diameter luar : D = 287 mm diameter dalam : d = 172,2 mm lebar : b = 57,4 mm tebal : a = 17 mm 3.5 Perancangan baut Pada konstruksi kopling Kijang Innova digunakan tiga jenis baut pengikat, yaitu: Baut pengikat poros penggerak dengan flywheel Baut pengikat pegas matahari dengan plat penekan Baut pengikat flywheel dengan penutup (cover) kopling. Perancangan dari ketiga jenis baut tersebut akan diuraikan dalam bagian berikut. 3.5.1 Baut pengikat poros penggerak dengan flywheel Jumlah baut yang dipakai pada ikatan poros penggerak dengan flywheel ini adalah 4 buah. Prosedur perancangan untuk baut ini meliputi: analisa gaya, analisa tegangan, pemilihan bahan, dan penentuan ukuran baut. 3.5.2 Analisa gaya Gaya yang bekerja pada tiap baut adalah gaya geser yang besarnya diperoleh dari : …………………...............(Statika,Ferdinan F Beer,hal) di mana : F1 = gaya yang bekerja pada tiap baut (kg) Mp = momen puntir yang diteruskan dari poros, yaitu 14532,08 kgmm n1 = jumlah baut, yaitu 4 buah R1 = jarak sumbu baut ke sumbu poros, yaitu sebesar 68 mm Maka : 3.5.3 Analisa Tegangan Pada baut terjadi tegangan geser yang besarnya dapat ditentukan dari persamaan …………………….....(Statika,Ferdinan F Beer, hal 151) di mana: 1 = tegangan geser yang bekerja (kg/mm2) F = gaya yang bekerja, yaitu 53,43 kg d = diameter baut (mm) maka diperoleh: 3.5.4 Pemilihan bahan Bahan untuk baut dipilih dari baja ST 24 dengan kekuatan tarik mulur (tensile yield strength) = 5,25 kg/mm2, maka kekuatan geser mulurnya (shear yield strength) adalah ……………….(Design of Machine Elemens, hal 432) = 0,577 x 5,25 = 3,03 kg/mm2 3.5.5 Penentuan ukuran Agar konstruksi baut aman maka harus dipenuhi Dalam perencanaan ini diambil harga diameter baut sebesar d = 10 mm. 3.5.6 Baut pengikat pegas matahari dengan plat penekan Jumlah baut yang dipakai untuk ikatan pegas matahari dengan plat penekan adalah 4 buah. Prosedut perancangan untuk baut ini meliputi: analisa gaya untuk gaya geser dan gaya tarik, analisa tegangan berupa tegangan geser dan tegangan tarik, pemilihan bahan, dan penentuan ukuran baut. 3.5.7 Analisa gaya Gaya yang bekerja pada baut ini ada dua, yaitu gaya geser akibat momen puntir dan gaya tarik akibat tarikan pegas matahari terhadap plat penekan saat pedal kopling ditekan. Besar dari kedua gaya ini dapat diperoleh dari: di mana : Fg2 = gaya gesek yang bekerja pada tiap baut (kg) Ft2 = gaya tarik yang bekerja pada tiap baut (kg) Mp = momen puntir yang diteruskan, yaitu sebesar 14532,08 kgmm FP' = gaya tarik yang diperlukan untuk melawan gaya tekan pegas, dari perhitungan pada Bab 8 diperoleh sebesar 0,9656 kg n2 = jumlah baut, yaitu 4 buah R2 = jarak sumbu baut ke sumbu poros, yaitu sebesar 100 mm Dengan memasukkan harga-harga yang diketahui diperoleh: 3.5.8 Analisa tegangan Tegangan geser dan tegangan tarik yang terjadi pada baut masing-masing diperoleh dari: yang besarnya adalah: 3.5.9 Pemilihan bahan Bahan untuk baut ini dipilih sama dengan baut sebelumnya, yaitu baja ST 24 dengan kekuatan tarik mulur (tensile yield strength) dan kekuatan geser mulur (shear yield strength) sebagai berikut: = 5,25 kg/mm2 = 3,03 kg/mm2 3.5.10 Penentuan ukuran Agar konstruksi aman maka harus dipenuhi: untuk tegangan geser : untuk tegangan tarik Dari kedua hasil yang diperoleh diambil harga batas terbesar sehingga harga yang memenuhi adalah : d 3,46 mm Dalam perencanaan ini diambil harga d = 8 mm. 3.5.11 Baut pengikat flywheel dengan penutup kopling Jumlah baut yang dipakai pada ikatan flywheel dengan penutup kopling adalah sebanyak 9 buah. Prosedur perancangan untuk baut ini adalah sebagai berikut : 3.5.12 Analisa gaya Gaya geser yang bekerja pada tiap baut diperoleh dari dengan n adalah jumlah baut, yaitu 8 buah; serta R adalah jarak sumbu baut ke sumbu poros, yaitu sebesar 140 mm. Maka harga F adalah 3.5.13 Analisa tegangan Besar tegangan geser yang terjadi adalah 3.5.14 Pemilihan bahan Bahan untuk baut ini juga sama dengan kedua baut sebelumnya, yaitu baja ST 24 dengan kekuatan tarik mulur (tensile yield strength) dan kekuatan geser mulur (shear yield strength) sebagai berikut: t = 5,25 kg/mm2 g = 3,03 kg/mm2 3.5.15 Penentuan ukuran Agar konstruksi aman maka harus dipenuhi Dalam perencanaan ini diambil harga diameter baut sebesar d = 8 mm 3.6 Perancangan bantalan Bantalan (bearing) adalah elemen mesin yang digunakan untuk menghubungkan dua elemen mesin lainnya yang saling bergerak satu terhadap yang lain. Pada konstruksi kopling Kijang Innova digunakan dua jenis bantalan, yaitu: Bantalan pendukung poros, berupa bantalan bola radial untuk menahan poros pada tempatnya. Bantalan pembebas (release bearing), berupa bantalan bola aksial untuk menekan pegas matahari saat pedal kopling ditekan. Perancangan kedua bantalan tersebut akan diuraikan dalam bagian berikut. 3.6.1 Bantalan Pendukung Poros Bantalan yang digunakan untuk mendukung poros adalah bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal (single row deep groove radial ball bearing), sebanyak dua buah, masing-masing pada kedua ujung poros. Sketsa bantalan pendukung poros ini beserta komponen-komponen lain yang terhubung dengannya ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar 10.1 Bantalan 3.6.1 Analisa Gaya WN = berat naaf di mana : N = massa jenis bahan naaf, yaitu baja S55C-D besarnya adalah 7,810-6 kg/mm3 VN = volume naaf, yaitu Untuk : DN = diameter luar naaf = 41,22 mm dN = diameter dalam naaf = 35,45 mm LN = panjang naaf = 55,7 mm Maka : Maka berat naaf adalah : WG = berat plat gesek di mana : L = massa jenis bahan lingkar pembawa, untuk bahan besi cor kelabu besarnya adalah 7,210-6 kg/mm3 VL = volume lingkar pembawa, yaitu Untuk : DL= diameter luar lingkar pembawa = 280 mm dL = diameter dalam lingkar pembawa = 100 mm bL = tebal lingkar pembawa = 16 mm maka : = 859104 mm3 g = massa jenis bahan lempeng gesek, untuk bahan asbes besarnya adalah 3,410-6 kg/mm3 Vg = volume lempeng gesek, yaitu Vg = Untuk : Dg = diameter luar lempeng gesek = 287 mm dg = diameter dalam lempeng gesek = 172,2 mm bg = tebal lempeng gesek = 17 mm maka: Vg = = 703497 mm3 Maka berat plat gesek adalah : WG = 7,2 . 10-6 . 859104 + 3,4 . 10-6 .703497 = 8,58 kg WP = berat poros WP = P . VP di mana: P = massa jenis bahan poros, untuk bahan baja S55C-D besarnya adalah 7,810-6 kg/mm3 VP = volume poros, yaitu : VP = Untuk : dP = diameter poros = 35 mm LP = panjang poros = 200 mm Maka : VP = = 192325 mm3 Maka berat poros adalah : Wp = 7,8 . 10-6 . 192325 = 1,5 kg RA = gaya reaksi pada bantalan A RB = gaya reaksi pada bantalan B L1 = 50 mm L2 = 50 mm L3 = 100 mm Dari keseimbangan statik diperoleh: ΣMA = 0 RB ( L1+L2+L3 ) – WP ( L1+L2 ) – ( WN+WG ) L1 = 0 RB ( 50+50+100 ) – 1,5 ( 50+50 ) – ( 0,151+8,58 ) 50 = 0 200 RB – 150 – 436,55 = 0 RB = 2,93 kg ΣFY = 0 RA + RB – ( WN+WG ) –WP = 0 RA + 2,93 – ( 0,151 + 8,58 ) – 1,5 = 0 RA = 7,3 kg Dari kedua gaya reaksi RA dan RB diambil harga terbesar sebagai resultan gaya radial Fr yang nilainya sama dengan gaya reaksi di A yaitu : Fr = RA = 7,3 kg sedangkan resultan gaya aksialnya adalah Fa = 0 3.6.2 Penentuan Beban Ekivalen Statik dan Dinamik Beban ekivalen statik diperoleh dari : Po = Xo Fr + Yo Fa Atau Po = Xo Fr di mana : P0 = beban ekivalen statik (kg) X0 = faktor radial bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal besarnya adalah 0,6 Fr = gaya radial, yaitu sebesar 7,3 kg Y0 = faktor aksial bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal besarnya adalah 0,5 Fa = gaya aksial bantalan pendukung poros ini besarnya adalah 0 Maka : Po = 0,6 . 7,3 = 4,38 kg Maka yang diambil adalah P0 = 7,3 kg Untuk beban ekivalen dinamik diperoleh dari P = X.V.Fr + Y Fa di mana : P = beban ekivalen dinamik (kg) X = faktor radial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal besarnya adalah 1,0 V = faktor putaran, kondisi cincin dalam berputar besarnya adalah1,0 Fr = gaya radial, yaitu sebesar 7,3 kg Y = faktor aksial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal besarnya adalah 0 Fa= gaya aksial, untuk bantalan pendukung poros ini besarnya adalah 0 Maka : P = 1 . 1 . 7,3 + 0 . 0 = 7,3 kg 3.6.3 Penentuan Basic Static Load Rating dan Basic Dynamic Load Rating Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen statik, sehingga : Co = Po Sedangkan untuk basic dynamic load rating dapat diperoleh dari : C = P . L1/3 di mana : C = basic dynamic load rating (kg) P = beban ekivalen dinamik, yaitu sebesar 7,3 kg L = umur bantalan yang dinyatakan dalam juta putarannya, direncanakan untuk 15000 jam. Maka : C = 7,3 ( 15000 )1/3 kg = 180 kg 3.6.4 Pemilihan Bantalan Dari perhitungan-perhitungan di atas serta data dari bab-bab sebelumnya maka bantalan yang dipilih harus memenuhi syarat-syarat berikut: diameter lubang : d = 35 mm basic static load rating : C0 7,3 kg basic dynamic load rating : C 180 kg kecepatan putaran maksimum : n 4200 rpm Dari katalog dipilih bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal dengan nomor 6306 yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: diameter luar : D = 60 mm diameter lubang : d = 30 mm lebar : b = 15 mm basic static load rating : C0= 154 kg basic dynamic load rating : C = 230 kg kecepatan putaran maksimum : n = 9500 rpm 3.6.5 Bantalan Pembebas Bantalan yang digunakan sebagai bantalan pembebas (release bearing) adalah bantalan bola aksial satu arah dengan bidang rata (single direction thrust ball bearing with flat back face). 3.6.7 Analisa Gaya Penjumlahan gaya yang bekerja dalam arah radial dan aksial adalah sebagai berikut: 3.6.8 Penentuan Beban Ekivalen Statik dan Dinamik Sesuai dengan prosedur perhitungan pada bab sebelumnya maka beban ekivalen statik diperoleh dari Po = Xo.Fr + Yo.Fa Atau : Po = Fr dengan : X0 = 0,5 dan Y0 = 0,26. Maka besar P0 adalah Dari kedua harga di atas diambil P0 = 2,5 10-3 kg. Sedangkan untuk beban ekivalen dinamik diperoleh dari P = X V Fr + Y Fa Dengan : X = 0,6 V = 1,0 Y = 1,4 Maka besar P adalah 3.6.9 Penentuan Basic Static Load Rating dan Basic Dynamic Load Rating Sesuai dengan prosedur perhitungan pada bab sebelumnya maka basic static load rating diperoleh sebesar dan untuk umur bantalan sebesar 15000 jam maka basic dynamic load rating diperoleh sebesar 3.6.10 Pemilihan Bantalan Dari perhitungan-perhitungan di atas serta data dari bab-bab sebelumnya maka bantalan yang dipilih harus memenuhi syarat-syarat berikut: diameter lubang : d = 40 mm basic static load rating : C0 2,5 10 -3 kg basic dynamic load rating : C 0,23 kg kecepatan putaran maksimum : n 4200 rpm Dari katalog dipilih bantalan bola aksial satu arah dengan bidang rata dengan nomor A-SD 3020 yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: diameter luar : D = 70 mm diameter lubang : d = 40 mm lebar : b = 15 mm basic static load rating : C0= 1,1 kg basic dynamic load rating : C = 24 kg kecepatan putaran maksimum : n = 7200 rpm 3.7 Perencanaan pasak dan alur pasak Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sproket, puli, kopling, dll pada poros. Momen diteruskan dari poros ke naaf atau dari naaf ke poros. Fungsi yang serupa dari pasak dilakukan oleh seplain (spline) dan gerigi yang mempunyai gigi luar pada poros dan gigi dalam dengan jumlah gigi yang sama pada naaf dan saling terkait yang satu dengan yang lain. Gigi pada seplain adalah besar-besar, sedang pada gerigi adalah kecil-kecil dengan jarak bagi yang kecil pula. Kedua-dua dapat digeser secara aksial pada waktu meneruskan daya. Pasak umumnya dapat digolongkan atas beberapa macam, yaitu pasak benam, pasak singgung, pasak rata, pasak pelana, pasak jarum, pasak tembereng. Menurut letaknya pada poros dapat dibedkan antara pasak pelana, pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya berpenampang segi empat. Dalam arah memanjang dapat berbentuk prismatic atau berbentuk tirus. Pasak benam prismatic ada yang khusus dipakai sebagai pasak luncur. Di samping macam di atas ada pula pasak tembereng dan pasak jarum. Pasak luncur memungkinkan pergeserasan aksial roda gigi, dan lain-lain pada pororsnya, seperti seplain. Yang paling umum dipakai adalah pasak benam yang dapat meneruskan momen yang besar. Untuk momen dengan tumbukan, dapat dipakai pasak singgung. 3.7.1 Perencanaan pasak dan alur pasak Daya yang akan ditransmisikan,P = 74,6 kW Putaran poros, n₁ = 6000 rpm Faktor koreksi, = 1,2 ( daya maksimum yang diperlukan) Daya Rencana : Pd = 1,2 x 74,6 kW Pd = 89,52 kW 3.7.2 Momen rencana Momen rencana, (T) : ……………….....(Elemen Mesin,sularso,hal 7 ) di mana : T = momen puntir (kgmm) Pd = daya rencana (kW) n₁ = putaran (rpm). Untuk daya rencana Pd = 89,52 kW dan putaran n₁ = 6000 rpm momen puntirnya adalah : T = 9,74 X 105 T = 14532,08 kg.mm 3.7.3 Pemilihan bahan Dalam perancangan poros ini dipilih bahan jenis S55C-D dengan kekuatan tarik B = 91 kg/mm2. Tegangan geser izin dari bahan ini diperoleh dari rumus : ……………………( Elemen Mesin ,Sularso , hal 8) Dimana : = tegangan geser izin (kg/mm2) = kekuatan tarik bahan (kg/mm2) = faktor keamanan yang bergantung pada jenis bahan, di mana untuk bahan S-C besarnya adalah 6,0. Sf2 = faktor keamanan yang bergantung dari bentuk poros, di mana harganya berkisar antara 1,3 – 3,0. Untuk harga Sf2 diambil sebesar 2,5 maka tegangan geser izin bahan jenis S55C-D adalah : 3.7.4 Perencanaan diameter poros Diameter poros kopling dapat diperoleh dari rumus ………………… (Elemen Mesin, Sularso, hal 8) Dimana : ds = diameter poros (mm) a = tegangan geser izin (kg/mm2) K t = faktor koreksi tumbukan, harganya berkisar antara 1,5 – 3,0 Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur,dalam perencanaan ini diambil 1,0 karena diperkirakan tidak akan terjadi beban lentur. T = momen puntir yang ditransmisikan (kgmm). Untuk harga faktor koreksi tumbukan Kt diambil sebesar 2,5 maka diamater poros kopling yang direncanakan adalah : 3.7.5 Gaya tangensial Jika momen rencana dari poros adalah T (kg.mm), dan diameter poros adalah (mm), maka gaya tangensial F (kg) pada permukaan poros. ……………..……………… (Elemen Mesin, Sularso, hal 25) 3.7.6 Penentuan karakteristik pasak Dimana diameter poros adalah 35 mm, maka dapat ditentukan penampang pasak, kedalaman alur pasak t₁ dan t₂. Dari table 3.3 jenis-jenis pasak dan ukuran-ukuranya dapat ditentukan : Penampang pasak = 10 x 8 Kedalaman alur pasak pada poros, t₁ = 5,0 mm Kedalaman alur pasak pada naaf, t₂ = 3,3 mm 3.7.7 Bahan pasak Perlakuan panas dengan cara dilunakkan, maka sifat mekanis dari bahan S55C-D dapat di lihat dari tabeldibah ini : Tabel 3.4 Batang baja karbon difinis dingin Lambang Perlakuan panas Diameter (mm) Kekuatan tarik (kg/mm²) Kekerasan S35C-D Dilunakkan 20 atau kurang 21-80 58-79 53-69 (84)-23 (73)-17 - 144-216 Tanpa dilunakkan 20 atau kurang 21-80 63-82 58-72 (87)-25 (84)-19 - 160-225 S45C-D Dilunakkan 20 atau kurang 21-80 65-86 60-76 (89)-27 (85)-22 - 160-225 Tanpa dilunakkan 20 atau kurang 21-80 71-91 66-8 12-30 (90)-24 - 166-238 S55C-D Dilunakkan 20 atau kurang 21-80 72-93 67-83 14-31 10-26 - 183-253 Tanpa dilunakkan 20 atau kurang 21-80 80-101 75-91 19-34 16-30 - 213-285 Elemen Mesin. Sularso, hal 330 Dari tabel di atas dapat ditentukan kekuatan tarik bahan S55C-D dengan diameter 35 mm adalah . …………………………….(Elemen Mesin, Sularso, hal.25) umumnya diambil harga 6. 4 (beban dikenakan secara tiba-tiba dan dengan tumbukan berate) Maka : 3.7.8 Tekanan permukaan pasak yang diizinkan Tegangan geser yang diizinkan : …………………………….(Elemen Mesin, Sularso, hal.8) Tekanan permukaan pasak yang diizinkan : ( untuk poros dengan diameter kecil ) 3.7.9 Panjang pasak Panjang pasak dari tegangan geser yang diizinkan : Dimana : F = gaya tangensial, b = lebar pasak sebaiknya antar 25-35% dari , maka 10,5 l = panjan g pasak, 10,9 mm Maka : Panjang pasak dari tekanan permukaan yang diizinkan : Dimana : F = gaya tangensial, l = panjan pasak, 15,2 mm t₁ dan t₂ = kedalaman alur pasak pada poros dan naaf, 3,3 mm 3.7.10 Harga terbesar dari antara Panjang pasak yang dipilih adalah 15,2 mm 3.7.11 Panjang pasak Panjang pasak dapat dihitung dengan ketentuan bahwa jangan terlalu panjan dibandingkan dengan diameter poros ( antara 0,75 sampai 1,5 ), sehingga : Uji kelayakan pasak : 33