SCRIPTA : Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual
STT Ebenhaezer Tanjung Enim
ISSN: (Online) 27228231, (Print) 26852144
Volume 14, Nomor 2, November 2022, 157-170
Kepemimpinan Spiritualitas Musa Sebagai Dasar Bagi
Pembinaan Asrama Di Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer
1Aris
1
Elisa Tembay, 2 Eliman, 3 Ferdinan Pasaribu
aristembaygmail.com, 2elimandef@gmail.com, ferdinanmarcos1994@gmail.com
1,2,3Dosen STT Ebenhaezer Tanjung Enim
Diterima :
September 2022
Direvisi :
Sep-Nov 2022
Diterbitkan :
28 November 2022
Kata Kunci :
Kepemimpinan
Spiritualitas
Musa,
Pembinaan
Asrama, STTE
Keywords:
Moses
Spirituality
Leadership,
Dormitory
Development,
STTE
Copyright:
© 2022 The Authors
Licensee: This work is
licensed under
the Creative Commons
Attribution-ShareAlike 4.0
International License.
DOI:
https://doi.org/10.47154/s
cripta.v13i1.152
Abstrak
Kepemimpinan adalah suatu kemampuan pribadi secara
spritual yang dimiliki, ditunjukkan melalui peran dan fungsi,
diwujudkan dalam bentuk moral yang dapat memberi inspirasi
bagi orang lain. Artinya kepemimpinan yang dapat
menimbulkan kepercayaan bagi orang lain tidak hanya
dibangun oleh faktor otoritas atau rohani semata-mata dalam
suatu jabatan dan kekuasaan melainkan dengan adanya
keteladanan. Berbicara tentang kepemimpinan dalam konteks
orang percaya tentu berkaitan erat dengan pertanggungjawaban
moral yang dimiliki. Hal ini tidak saja menjadi standard dalam
membangun jati diri sebagai manusia rohani yang terlebih
dahulu perlu dicapai dan dapat membangun, membangkitkan
orang-orang disekitarnya. Pengembangan kualitas diri menjadi
suatu pola yang strategis meningkatkan kemampuan
kepemimpinan yang memiliki kesaksian dalam ruang lingkup
dan cakupan yang lebih luas. Disatu sisi kepemimpinan yang
dapat meningkatkan kualitas diri akan bergerak secara dinamis
baik secara internal maupun eksternal. Hal ini dapat terjadi
karena manfaat yang ditimbulkan,menembus ruang dan waktu
sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.
Abstract
Leadership begins with a spritual personal ability possessed,
demonstrated through roles and functions, manifested in a
moral form that can inspire the lives of others. This means that
leadership that can generate trust for others is not only built by
authority or spiritual factors solely in an office and power but by
exemplary. Talking about leadership in the context of believers
is certainly closely related to the moral responsibility that is
possessed. This is not only the standard in building one's identity
as a spiritual human being that first needs to be achieved and can
build, awaken the people around him. The development of selfquality becomes a pattern that strategically improves leadership
157
A.
Pendahuluan
Kepemimpinan
Secara komprehensif, Dr. Yakob Tomatala mengatakan bahwa kepemimpinan
adalah fokus dari proses kehidupan kelompok, personalitas, seni penyebab
terwujudnya pemenuhan pencapaian, pelaksanaan pengaruh, perilaku terarah,
persuasi, hubungan kuasa, alat pencapaian tujuan, efek yang berkembang karena
interaksi, peranan yang berbeda, inisiasi struktur.1 Cakupan kepemimpinan dimaksud,
penting dijelaskan definisinya secara filosofis dan praktis, sebagaimana dikemukakan
di bawah ini.
Kepemimpinan secara Filosofis, Kata “filosofis” adalah gabungan dua kata
Yunani, φιλω (filo) artinya mencintai, dan σοφια (sofia) artinya hikmat atau
pengetahuan. Kepemimpinan ditinjau secara filosofis adalah melihat kepemimpinan
dari segi konsep yang terintegrasi, terkait dengan pemimpin, tugas dan tanggung
jawabnya dan seni mewujudkan Visi dan Misi yang telah terencana secara pasti, dan
bersama dengan bawahannya sebagai orang-orang yang dipimpin dalam koordinasi
yang terpadu, untuk mewujudkan impian organisasi. Selanjutnya, Yakob Tomatala
mendefinisikan kepemimpinan secara filosofis bahwa kepemimpinan ialah suatu proses
terencana yang dinamis melalui suatu periode waktu dalam situasi (suatu atau berbagai
situasi), yang di dalamnya pemimpin menggunakan: perilaku (pola/gaya)
kepemimpinan yang khusus, sarana serta prasarana kepemimpinan/sumber-sumber
untuk memimpin bawahan (pengikut-pengikut) guna melaksanakan tugas/pekerjaan
(menyelesaikan tugas) ke arah (dalam upaya pencapaian) tujuan yang menguntungkan
(membawa keuntungan timbal balik) bagi pemimpin dan bawahan serta lingkungan
sosial dimana mereka ada hidup.
Kepemimpinan secara Praktis, konsep yang terintegrasi dalam visi dan misi secara
filosofis, harus dijabarkan secara konkrit dalam implementasinya secara praksis,
sehingga konsep (blue print) yang telah terukir, dapat dilaksanakan melalui seni
bekerja, di mana seluruh potensi, kekayaan yang dimiliki, berupa materi dan non-materi
(tenaga, skill) diarahkan, didorong ke sasaran yang pasti untuk mencapai tujuan.
Sangatlah tepat apa yang didefinisikan oleh Dr. Yakob Tomatala bahwa secara praksis,
kepemimpinan diartikan sebagai seni bekerja dan seni pemenuhan kebutuhan orang yang
dipimpin dalam melaksanakan pekerjaan mencapai tujuan bersama; seni penggalangan
melalui kemampuan memadukan bekerja, merangkum dan menyampaikan perintah,
dan seni membuat peta keinginan masa depan.
B.
Kajian Literatur
Penelitian ini adalah penelitian kajian pustaka atau telaah pustaka (literature
review). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui Teknik
Dokumen. G.J. Renier, sejarawan terkemuka dari University College Lodon,
menjelaskan istilah dokumen dalam tiga pengertian: Dalam arti luas, yaitu yang
meliputi semua sumber, baik sumber tertulis maupun lisan; Dalam arti sempit, yaitu
yang meliputi semua sumber tertulis saja; dan Dalam arti spesifik, yaitu hanya yang
meliputi surat-surat resmi dan surat-surat Negara seperti surat perjanjian, undangundang konsesi, hibah dan sebagainya.
Seluruh sumber data dalam penelitian ini dari sumber tertulis atau data
1
Yakob Tomatala, Kepemimpinan Kristen Yang Dinamis (Jakarta: YT Leadership Foundation,
1997).
158
kepustakaan. Data pustaka umumnya dikatakan sumber sekunder, artinya data yang
diperoleh dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari tangan pertama di lapangan.
Penelitian ini memakai pendekatan metode kualitatif, karena itu proses analisis data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu
Alkitab, Jurnal dan buku-buku yang terkait dengan kepemimpian spiritual. Setelah itu
dilakukan pengumpulan data, selanjutnya menganalisis data, dan menarik kesimpulan
sebagai tahap akhir.2
C.
Hasil dan Pembahasan
1. Latar Belakang Kehidupan “Musa”
Dalam bahasa Ibrani nama Musa adalah Mošeh משהyang berarti "diangkat dari
air" dari akar kata mšh " משהmengangkat, menarik ke luar", menurut Keluaran 2:10 Putri
Firaunlah yang menamainya Musa ()משה, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya
( )משיתהוdari air. Musa adalah putra Amram bin Kehat dan Yokhebed, istrinya.
Yokhebed dan Kehat adalah anak-anak Lewi. Musa memiliki dua orang kakak, yaitu
Miryam dan Harun. Setelah melahirkan Musa, Yokhebed melihat, bahwa anak itu cantik
("ia elok di mata Allah"), disembunyikannya 3 bulan lamanya di dalam rumah.
Berdasarkan penafsiran Taurat Musa dianggap memiliki beberapa orang istri, yaitu:
Zipora, anak Rehuel, Seorang perempuan Kush, dan Yitro juga disebut-sebut sebagai
mertuanya, walaupun tidak diketahui siapa nama anak Yitro yang menikah dengan
Musa, dan banyak yang menganggap Yitro adalah nama lain dari Rehuel.
Ada kepercayaan Yahudi yang menganggap bahwa Musa hanya mempunyai satu
istri, di mana Zipora karena berkulit gelap disebut sebagai perempuan Kush.
Perempuan Kush yang diambil oleh Musa ini juga merupakan pemantik
pemberontakan yang diadakan oleh Harun dan Miriam. Keturunan Musa dari Zipora,
Musa mempunyai dua orang putera yaitu: Gersom dan Eliezer. Musa, adalah pemimpin
ulung, pemberi hukum, perantaraan siapa Allah membawa orang Israel keluar dari
Mesir. Ia membina bangsa Israel menjadi suatu umat untuk mengabdi kepada Allah,
dan membawa mereka sampai ke perbatasan negeri yang dijanjikan Allah kepada
nenek-moyang mereka.
2. Kepemimpinan Spiritualitas Musa
Kepemimpinan Spiritualitas Musa terangkum dalam satu gelar yang
disandangnya. Musa adalah salah satu tokoh PL yang menyandang gelar “hamba
TUHAN,” (ay. 5; Baca Bil.12:6-8). Gelar hamba TUHAN merupakan gelar besar dalam
PL yang dilekatkan pada seseorang yang hidupnya dekat dengan Tuhan, beribadat dan
melakukan kehendak-Nya. Keakraban Musa dengan TUHAN tidak lagi dapat
dipertanyakan. Ia bahkan dikenal sebagai satu-satunya nabi yang kepadanya TUHAN
berfirman dengan berhadapan muka (ay. 10), seperti seorang berbicara kepada
temannya (Kel. 33:11). Musa dalam dua peristiwa dicatat menghabiskan waktu 40 hari
40 malam bersama TUHAN di gunung Sinai (Kel. 24:18 dan 34:28). Musa sering
mendoakan bangsanya, memohon supaya TUHAN tidak menghukum mereka (Kel.
32:11; Bil 14:19).
Persekutuan akrab dengan TUHAN inilah yang membangun kepemimpinan
spiritualitas Musa sebagai hamba TUHAN. Persekutuan yang akrab dengan TUHAN
inilah sumber kekuatan dan hikmat bagi Musa dalam memimpin Israel. Persekutuannya
2
Jerry Rumahlatu, ‘Kepemimpinan Spiritual’, Jurnal Pembaharu 5, 2019.
159
yang akrab dengan TUHAN inilah yang membuatnya mampu melakukan perbuatan
besar dan dahsyat di tengah-tengah umat yang dipimpinnya (ay. 11-12). Oleh karena
itu, penulis akan memaparkan lebih mendalam Kepemimpinan Spiritualitas Musa
melalui tiga fase yang ia lalui selama masa hidupnya yakni fase pertama 40 tahun di
Istana Firaun, fase kedua 40 tahun di Midian dan fase ketiga 40 tahun di Padang Gurun
telah memproses Musa menjadi pribadi yang memiliki Kepemimpinan Spiritualitas
yang berkualitas.
3. Kepemimpinan Spiritualitas Musa Fase Pertama 40 Tahun di Istana Firaun
Musa lahir, oleh Yokhebed disembunyikannya tiga bulan lamanya. Tetapi ia tidak
dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, untuk menyelamatkan putranya yang baru
lahir dari maklumat Firaun yang memerintahkan untuk membunuh bayi laki-laki
Ibrani, 3 sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan
diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di
tepi sungai Nil. Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang
dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang
di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk
mengambilnya. Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu
menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: "Tentulah ini bayi orang
Ibrani." Lalu bertanyalah Miryam, kakak anak itu, kepada puteri Firaun: "Akan
kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk
menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?" Sahut puteri Firaun kepadanya: "Baiklah." Lalu
pergilah gadis itu memanggil Yokhebed, ibu bayi itu. Maka berkatalah puteri Firaun
kepada ibu itu: "Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi
upah kepadamu." Kemudian perempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya.
Sebagai anak angkat putri Firaun, Musa dibesarkan di istana Raja, mendapatkan
pendidikan terbaik, fasilitas terbaik dan kenyamanan yang luar biasa. Musa mendapat
dididik dalam pengetahuan Mesir yang tergolong maju di zaman itu (Kel. 2:10-11), ia
mendapatkan pengetahuan modern Mesir karena setiap anak Firaun (baik dari
permaisuri atau maupun selir) dididik oleh guru khusus.
Kurikulum pendidikan Mesir meliputi membaca dan menulis hieroglif dan tulisan
kudus, menyalin naskah-naskah sastra kuno, kaidah menulis surat, dan tata
administrasi. Pengetahuan modern mengenai Mesir kuno memberi latar belakang yang
lengkap bagi kehidupan Musa di Mesir. Pertama, dibesarkan dan pelatihan orang-orang
asing, khususnya orang-orang Sem, di harim dan di istana, dan penugasan mereka
melakukan tugas-tugas terpercaya (menjadi guru keluarga kerajaan) atau memangku
jabatan penuh tanggungjawab yangg besar (gubernur propinsi terbesar) menunjukkan
bahwa perihal Musa dibesarkan di istana kerajaan seperti diceritakan dalam, bukanlah
sesuatu yg luar biasa, karena memang merupakan ciri khas Kerajaan Mesir Baru. Kedua,
menerima bahwa Keluaran 2:10-11 adalah benar, yakni bahwa Musa dibesarkan di
istana (hal yg lumrah dan khas di Mesir), maka harus diterima bahwa Musa diwajibkan
mengikuti pendidikan intelektual seperti dikemukakan di atas meliputi tulisan, sastra
dan tata administrasi Mesir. Tapi disamping itu ia bebas memakai bahasa ibunya dan
tulisan aksara bangsa Sem baratlaut, sambil menghirup iklim sosial di mana cara-cara,
ungkapan-ungkapan dan sastra' Asia' menjadi mode. Setiap anak Firaun juga diberi
pekerjaan dan tanggung jawab untuk mengawasi proyek-proyek raksasa, angkatan
3
Handbook to the Bible (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004).
160
bersenjata, atau mengurus tanah milik istana; dengan demikian mereka juga dididik
bagaimana mengorganisir suatu pekerjaan.4 Musa bertumbuh dalam kapasitas ‘cucu’
Raja yang sangat berpengaruh. Ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatan.
Kenyamanan, fasilitas dan kesempatan yang luar biasa ini tidak membuat Musa lupa
pada panggilan-Nya dan kepada penderitaan bangsanya.
Ketika Musa berusia 40 tahun, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk
melihat kerja paksa mereka; lalu dilihatnyalah seorang Mesir memukul seorang Ibrani,
seorang dari saudara-saudaranya itu. Ia menoleh ke sana sini dan ketika dilihatnya tidak
ada orang, dibunuhnya orang Mesir itu, dan disembunyikannya mayatnya dalam pasir.
Ketika keesokan harinya ia keluar lagi, didapatinya dua orang Ibrani tengah berkelahi.
Ia bertanya kepada yang bersalah itu: "Mengapa engkau pukul temanmu?" Tetapi
jawabnya: "Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas
kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah
membunuh orang Mesir itu?" Musa menjadi takut, sebab pikirnya: "Tentulah perkara
itu telah ketahuan." Ketika Firaun mendengar tentang perkara itu, dicarinya ikhtiar
untuk membunuh Musa. Tetapi Musa melarikan diri dari hadapan Firaun dan tiba di
tanah Midian, lalu ia duduk-duduk di tepi sebuah sumur. Sisi spiritualitas Musa terlihat
jelas dengan ia tidak lupa asal usulnya dan tidak lupa akan bangsanya.
4. Kepemimpinan Spiritualitas Musa Fase Kedua 40 Tahun di Midian
Musa setelah membunuh seorang Mesir Karena memukul seorang ibrani5 (hal ini
menyatakan bahwa Musa sadar akan asal-usul serta bangsanya), ia terpaksa dari Mesir
menuju tanah Midian. Di sana ia tinggal bersama Yitro imam Midian. Adapun imam di
Midian itu mempunyai tujuh anak perempuan. Mereka datang menimba air dan
mengisi palungan-palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya. Maka
datanglah gembala-gembala yang mengusir mereka, lalu Musa bangkit menolong
mereka dan memberi minum kambing domba mereka. Ketika mereka sampai kepada
Rehuel, ayah mereka, berkatalah ia: "Mengapa selekas itu kamu pulang hari ini?" Jawab
mereka: "Seorang Mesir menolong kami terhadap gembala-gembala, bahkan ia
menimba air banyak-banyak untuk kami dan memberi minum kambing domba." Ia
berkata kepada anak-anaknya: "Di manakah ia? Mengapakah kamu tinggalkan orang
itu? Panggillah dia makan." Musa bersedia tinggal di rumah itu, lalu Rehuel
memberikan Zipora, anaknya, kepada Musa. Perempuan itu melahirkan 2 anak lakilaki, maka Musa menamainya yang sulung Gersom, sebab katanya: "Aku telah menjadi
seorang pendatang di negeri asing." dan yang seorang lagi bernama Eliezer, sebab
katanya: "Allah bapaku adalah penolongku dan telah menyelamatkan aku dari pedang
Firaun."
Di sini kisah itu kembali ke Mesir (2:23-25) dan menyatakan bahwa raja Mesir telah
meninggal pada waktu Musa beraada di Midian. Di sebutkan pula bahwa umat Isarel
mengerang di bawah penindasan yang kejam dan berseru kepada Allah, yang
mendengarkan mereka dan mengingat akan perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak
dan Yakub. Panggilan Musa merupakan langkah awal bagi Allah dalam melepaskan
umat-Nya dari perbudakan di Mesir. Dalam pelariannya Musa harus menjadi Gembala
domba di tempat yang sepi, sederhana, berat dan penuh bahaya; bertolak belakang
dengan pengalamannya sebagai ‘cucu’ raja yang semarak, mewah, nyaman dan aman.
4
5
Ensiklopedia Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2001).
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2005).
161
Pengalaman ini membersihkan Musa dari pengaruh Mesir (dunia): dari dilayani
menjadi melayani, dari diperhatikan menjadi memperhatikan, dari menuntut menjadi
bertanggung jawab, dari anak manja menjadi mandiri, dari pecundang menjadi pejuang.
Karakter ‘Mesir-nya’ dirubah menjadi karakter Gembala. Musa sedang diproses
menjadi anak Raja yang sejati.
Allah telah mempersiapkan musa dengan spiritualitas yang sangat baik, ia yang
telah terlatih dalam keterampilan Mesir, dan sekarang jiwanya sudah ditempa selama
bertahun-tahun hidup dalam proses di Midian. Nampaknya Musa lupa menyunatkan
salah seorang anaknya, mungkin karena pengaruh Zipora. Tapi kemudian, untuk
menghindari Musa mati dibunuh oleh suruhan Allah, Zipora menyunat anaknya itu,
dan menyebut suaminya 'pengantin darah' (Keluaran 4:24-26) sebab sunat bersifat
mengikat bagi Musa dan bangsanya (tapi barangkali tidak bagi bangsa Zipora?).
Agaknya dari tempat ini Musa melanjutkan perjalanannya sendirian, karena di
kemudian hari Zipora kembali kepada Musa dari asuhan Yitro (Keluaran 18:1-6).
5. Kepemimpinan Spiritualitas Musa Fase Ketiga 40 Tahun di Padang Gurun
Perpaduan antara pengalaman di Istana Firaun, di Midian dan di padang gurun
mempersiapkan Musa menjadi Pemimpin di padang gurun yang handal, berhikmat dan
kuat. Setelah Musa melewati dua proses sebelumnya (40 tahun di Istana dan 40 Tahun
di Midian), maka Allah mulai membuka lebih jelas panggilan dan rencana besar-Nya
bagi Musa. Musa diutus oleh Allah yang berbicara kepada Musa melalui seorang
malaikat dalam bentuk nyala api yang keluar dari semak yang menyala-nyala namun
tidak terbakar. 6 Allah mengutus Musa untuk menyelamatkan bangsa Israel dari
perbudakan.
Dari Keluaran pasal 3 dan 4, kita dapat menganalisa kondisi mental Musa saat itu.
Ia berkata, “Siapakah aku ini?” (3:11) dan, “Bagaimana jika mereka tidak percaya
kepadaku dan tidak mendengarkanku?” (4:1). Kekuatiran yang menguasai jiwanya
begitu besar. Ia takut sekali lagi ditolak oleh bangsa Israel. Mari kita lihat pengalaman
masa lalunya di Mesir. Kis. 7:25-29 menceritakan hancurnya keyakinan diri Musa akan
panggilan Tuhan atas dirinya. Penolakan inilah yang membuatnya tidak berani
menerima panggilan Tuhan sebab orang Israel itu bukan hanya menolak dia, tapi juga
mencela perbuatannya membunuh orang Mesir itu (ayat 28). Agaknya bekal
spiritualitas Musa untuk menjadi pemimpin besar bagi bangsa pilihan Tuhan belum
cukup. Maka Tuhan membentuk satu bagian lagi dari kehidupan Musa yang sangat
penting, yaitu IMAN. Bagaimana Tuhan membangun iman Musa? Ada banyak catatan
Alkitab yang boleh kita simak, yang menyatakan cara Allah membangun imannya
melalui Pernyataan Tuhan lewat Nyala api pada semak duri (Kel. 3:1-6): Semak duri
tidak terbakar, Jangan dekat-dekat, tanggalkan kasutmu, Allah Abraham, Ishak, dan
Yakub, AKU adalah AKU (14) ini adalah proses Pembentukan Iman Musa.
Pengenalan awal tentang jati diri TUHAN Tongkat menjadi ular (Kel. 4:2-5):
Memegang ular dan berubah kembali menjadi tongkat. Tanda penyertaan Tuhan atas
dirinyaTangan berkusta dipulihkan (Kel. 4:6-9) Tuhan adalah Allah yang
menyembuhkan (Yehova Rapha) Air sungai Nil menjadi darah (Kel. 4:9) Tuhan
berkuasa atas alam semesta dan ciptaan-NyaAKU yang menciptakan lidah manusia
(Kel. 4:10-12) Tuhan adalah sumber hikmatMurka Tuhan atas kelalaian Musa menyunat
anaknya (Kel. 4:24-26) Harus taat kepada hukum Tuhan. Dengan berbagai cara Tuhan
6
Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008).
162
membentuk iman Musa dalam 3 pokok penting: Sikap takut dan hormat kepada Tuhan,
Pengenalan akan keberadaan Tuhan dan kuasa-Nya dan Karya dan campur tangan
Tuhan dalam hidup manusia. Profil Musa setelah dibentuk Tuhan: Seorang yang gagah
berani menghadapi Firaun (Kel.14:13-14), Seorang yang lembut hatinya (Bil. 12:3) dan
Seorang yang sangat mengandalkan Tuhan (Kel. 33:14-16).
Musa pun kembali ke Mesir untuk meminta Firaun melepaskan bangsa Israel
dengan ditemani Harun, abangnya. Firaun tidak bersedia melepaskan bangsa Israel
karena hatinya dikeraskan oleh Allah untuk menunjukkan kuasa Allah kepada manusia.
Akhirnya Allah menimpakan sepuluh tulah kepada bangsa Mesir yang puncaknya
diperingati oleh bangsa Yahudi sebagai hari raya Pesakhatau pelepasan (Paskah zaman
Perjanjian Lama menurut orang Kristen). Musa memimpin bangsa Israel dari Mesir
menuju tanah perjanjian yang berlimpah susu dan madunya, yaitu tanah Kanaan. Ketika
mulai keluar dari Mesir, sang Firaun mengubah pikirannya dan mengejar kembali orang
Israel. Musa kemudian membelah Laut Merah sehingga rakyat Israel yang hampir
terkejar dapat menyeberang dan kemudian Musa menenggelamkan para pengejar yang
berusaha menangkap kembali orang Israel. Selama perjalanan, bangsa Israel terus
mengeluh dan mencobai Allah sehingga Allah marah dan menghukum Israel
mengembara di padang pasir 40 tahun. Allah mulai memproses Musa menjadi
Pemimpin yang luar biasa, kuasa Allah menyertainya dan keganasan padang gurun
ditaklukannya. Sebagai Pemimpin Musa tampil sebagai nabi Allah yang membawa
bangsanya kepada jalan ibadah yang sejati. Bangsa Israel diberikan hukum Taurat
melalui Musa, segala ketetapan Tuhan harus mereka ikuti dan taati.7
Musa menerima Sepuluh Perintah Allah di bukit Sinai, dan menerima peraturanperatuan peribadatan dan hukum-hukum sipil yang dilakukan oleh bangsa Israel
hingga hari ini. Allah dengan perantaraan Musa melakukan banyak mujizat kepada
bangsa Israel yang tidak percaya seperti memberikan manna, air, dan burung puyuh
untuk menjadi makanan pokok orang Israel selama di gurun sehingga mereka tidak
kelaparan maupun kehausan. Setelah 40 tahun lamanya memutari jazirah Arab, bangsa
Israel sampai ke tanah Kanaan, namun sebelum memasukinya, Musa naik ke bukit
Horeb dan meninggal. Setelah berjumpa dengan kakaknya, Harun, juga dengan tua-tua
Israel (Keluaran 4:27-31), Musa dan Harun menghadap Firaun. Dalam Nama Allah
Israel, mereka memohon supaya Firaun membebaskan orang Israel untuk beribadat
kepada YHVH di padang gurun. Tapi dengan keji Firaun menghina Allah, sebagai satu
lagi ilah bangsa Sem yg belum dikenal - sebab sudah demikian banyaknya hari besar
agamawi yg untuk merayakannya orang Israel tidak bekerja. Jadi bagi Firaun
permohonan ini hanyalah dalih untuk tidak bekerja (Keluaran 5:8, 17). Maka untuk
membuat mereka kapok 'bermalas-malasan', Firaun memerintahkan mulai dari saat itu
orang Israel harus mencari sendiri jerami untuk membuat batu bata dengan jumlah yg
tetap sama (Keluaran 5:7-14). Gagal memenuhi kuota yg ditentukan, maka mandor
Israel bersangkutan diganjar cambukan oleh pemberi tugas, dan nampaknya keadaan
umat Israel menjadi lebih parah dari sebelumnya.
Perjalanan dari Ramses dan Sukot, yaitu keluar dari Mesir, tentang perjalanan di
Sinai. Tatkala Israel berkemah dekat laut teberau', Firaun dan tentaranya menyangka
orang Israel sudah terperangkap oleh kendala-kendala alami, maka ia memimpin
pasukan kereta perang andalannya untuk menyergap mereka (Keluaran 14:1-9).
7
W.N Mcfirath Billy Mathias, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yasasan Komunikasih Bina
kasih, 1995).
163
Mengenai bilangan 600 kereta (Keluaran 14:7), bnd bilangan 730 dan 1.092 (yaitu 60 +
1.032). kereta perang Siria yg ditawan dalam dua pertempuran di Kanaan oleh Amenofis
II; mengenal peranan kereta perang dalam tentara Mesir. Tapi Allah membelah air laut
terbagi dua, memimpin umat-Nya kepada keselamatan, kemudian menumpahkan air
itu menenggelamkan tentara Mesir. Lalu Musa dan seluruh umat Israel menyanyikan
kemenangan yg diberikan Allah (Keluaran 15), dipimpin oleh Miryam dan kaum
perempuan. Dalam tiga bulan berikutnya Israel belajar hidup dari manna (Keluaran 16),
mengalahkan orang Amalek (Keluaran 17), berjumpa kembali dengan yang
mengembalikan Zipora kepada Musa, dan sampai di Sinai (Keluaran 19;1). Mengenai
perjalanan hingga sejauh itu dan sesudah meninggalkan Sinai, dan mengenai bilanganbilangan bangsa Israel. Umat Israel berkemah di kaki Gunung Sinai, dan Musa naik ke
puncak gunung menemui Allah dan menerima syarat-syarat perjanjian (yaitu 'Sepuluh
Firman' yg tertulis dalam Kel 20), yg menjadi asas peranan Israel di kemudian han
sebagai umat Allah (dan Dia menjadi Raja Agung mereka), dan demikian juga sejumlah
peraturan yg berkaitan dengan penerapan 'Sepuluh Firman' itu dalam hidup sehari-hari
(Keluaran 21-23). Kemudian diadakan upacara dan pesta khidmat untuk memeteraikan
perjanjian Allah dengan umat-Nya (Keluaran 24). Sesudah itu kembalilah Musa ke
puncak gunung itu dan tinggal di sana selama 40 hari 40 malam (Keluaran 24: 12-18)
untuk menerima (kedua) loh batu tempat 'Sepuluh Firman' dituliskan, yaitu bukti Israel
memiliki perjanjian itu. Dan Allah menyuruh Musa mengumpulkan bahan-bahan dari
umat Israel untuk membuat suatu tempat suci yg dapat dibawa-bawa, yaitu Kemah
Suci, alat-alatnya, dan tabut perjanjian, semua menurut pola yg digambarkan Allah
kepadanya (Keluaran 25-31).
Sesudah umat itu jatuh menyembah berhala anak lembu emas, dan pemulihan
perjanjian yg begitu segera dilanggar, maka sambil mengukuhkan kembali hukumhukum terkait (Keluaran 32-35:3) dibuatlah Kemah SUCI, tabut perjanjian dan semua
peralatannya, dan ditahbiskan untuk dipakai dalam ibadah kepada Allah (Keluaran
35:4-40:33). Perincian ibadah itu diuraikan dalam Kitab Imamat, Seni teknik yg
dipedomani membuat Kemah Suci yg dapat dibawa-bawa itu (kerangkanya yg terdiri
dari batang-batang kayu dan papan-papan dibaut, dilapisi dgn emas, mudah.
dibongkar-pasang, dan ditutupi dgn tenda-tenda, menyingkapkan pendidikan Musa di
Mesir, seberapa Jauh teknik pertukangan seperti itu sudah dipraktikkan di sana untuk
membuat barang-barang yg dapat diangkut (alat-alat untuk upacara keagamaan
ataupun yg lain), lebih 1.000 thn sebelum zaman Musa. 8 Namun demikian sifat
representatif dan didaktik persembahan-persembahan yg dipersembahkan di Kemah
Suci sangat bertentangan dengan upacara-upacara Mesir. Korban-korban persembahan
Israel menggunakan bahasa-gambar untuk menunjukkan betapa menjijikkan dosa di
hadapan Allah, dan betapa perlunya pendamaian untuk menghapuskannya. Korbankorban persembahan itu bukanlah melulu tindakan gaib berupa suatu kegiatan harian
untuk pengadaan pangan supaya sang ilah dapat hidup subur, seperti tersirat dalam
upacara-upacara Mesir. Di Sinai diadakan sensus, ditentukan cara Israel berkemah dan
tertib berjalan. Kepada orang Lewi dipercayakan aturan pemeliharaan Kemah Suci
dengan segala isinya (Bilangan 1-4) antara lain pada malam keberangkatan dan Sinai
(Bilangan 5:1-10:10).
Kembali ke Kadesy-Barnea, di mana Miryam meninggal, Musa dan Harun terangterangan melakukan dosa di hadapan Allah; Allah menjanjikan air akan keluar dari
8
Kitchen, ‘Tyndale Hou’, in Tyndale House Bulletin, 2005, pp. 7–13.
164
gunung batu, tapi Musa dan Harun secara menghina menempatkan diri mereka di
tempat Allah, 'Hai orang-orang durhaka, apakah kami (bukan Allah) harus
mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?' (Bilangan 20: 10). Hukuman mereka ialah,
mereka berdua tidak boleh masuk ke tanah yg dijanjikan, dan di kemudian hari Musa
merasa hukuman ini sangat berat (Ulangan 3:24-27). Orang Edom (Bilangan 20: 14-21;
juga orang Moab, bnd Hakim 11: 17) menolak Israel melewati wilayah mereka, sehingga
Israel harus mengelilingi perbatasan kedua negeri itu. Pada waktu inilah Harun
meninggal dan dikuburkan di G Hor (Bilangan 20:22-29). Tapi Israel kembali
memberontak, dan Allah menghukum mereka dengan tulah ular tedung. Sekali lagi
Musa mensyafaati mereka. Allah menyuruh Musa membuat ular tembaga menyerupai
ular tedung, meletakkannya pada sebatang tiang dan menancapkannya di tanah
(Bilangan 21 :4-9). Siapa dipagut ular memandang kepada ular tembaga itu akan hidup,
karena iman kepada Sang Penyembuh itu. Begitu melewati daerah Edom dan Moab,
umat Israel menghadapi Sihon, raja orang Amori. Orang Israel mohon izin untuk lewat.
Tapi Sihon tidak hanya menolak, bahkan bangkit walau tanpa penentangan pihak Israel
menyerang Israel. Akhirnya Allah menyerahkan dia dan tanahnya ke tangan Israel;
demikian juga raja ag dari Basan, yg bersifat bermusuhan, mengalami nasib yang sama
(Bilangan 21 :21-35). Akhirnya umat Israel berkemah di dataran Moab dekat Yordan yg
berseberangan dengan Yerikho (Bilangan 22:1; 25:1). Di sini orang Israel bergumul
melawan ancaman penyembahan berhala dan percabulan dari bangsa Moab dan
Midian. Sensus kedua dilaksanakan, dan mulailah dipersiapkan pembagian tanah yg
dijanjikan. Israel berperang menghajar dan menghukum orang Midian. Suku Ruben,
Gad dan setengah suku Manasye diizinkan mendiami Trans-yordan sebagai bagian
mereka, dengan syarat supaya mereka menolong saudara-saudaranya di seberang
Yordan sesudah Musa mati.
Kitab Ulangan menceritakan kata perpisahan Musa kepada umatnya, dengan
menekankan kembali memperbaiki dan memperluas beberapa peraturan yg diberikan
Allah di Sinai beberapa tahun sebelumnya. Di atas semuanya diperba¬harui lagi
perjanjian Allah dengan Israel, yaitu sumber dari semua peraturan sebagai persyaratan
pertama, dan perjanjian itu disertai janji berkat atau kutuk. Hal itu biasa dan diketahui
secara luas pada abad 14-13 sM. Akhirnya Musa bekerja supaya Israel mempunyai
hukum perjanjian itu dalam bentuk tertulis, yg ditempatkan dengan tepat di dalam
tabut perjanjian (Ulangan 31 :24), lalu meninggalkan sebuah nyanyian untuk
mengukirkan dalam hati mereka ketaatan kepada hukum itu (Ulangan 32, terutama ay
44-47), dan mengucapkan kepada mereka berkat-berkatnya sebelum ia mati (Ulangan
33). Kemudian ia mendaki Gunung Nebo untuk menatap negeri yang tidak boleh
dimasukinya, dan TUHAN menentukan peristirahatannya yang terakhir bagi Musa
(Ulangan 32:48-52; 34:1-8). Kemasyhuran Musa sejak Yosua (Yosua 8:31; bnd 1 Raja 2:3;
2 Raj 14:6; Ezra 6: 18, dll) sampai zaman PH (Markus 12:26; Lukas 2:22; Yoh 7:23), nama
Musa selalu dihubungkan dengan PL terutama Kitab-kitab Pentateukh; perhatikan 2
Korintus 3:15; di situ 'Musa' berarti seluruh PL. Dan Musa beserta Elia, sebagai mewakili
Taurat dan nabi-nabi PL, yg mendampingi Kristus di atas Bukit Pemuliaan (Matius 17:34). Karena terbatasnya tempat maka tak bisa dicantumkan di sini nilai pengaruh dari
kepemimpinan spiritualitas tokoh Musa terhadap penulis-penulis dan pemimpinpemimpin dalam sejarah zaman terakhir ini, terutama dalam zaman kita ini.
165
Kepemimpinan Spiritualitas Musa Sebagai Dasar Bagi Pembina Asrama Di Sekolah
Tinggi Theologia Ebenhaezer
Dari pemaparan di atas tentang kepemimpinan spiritualitas Musa dapat terlihat
bahwa sangat penting sisi spiritualitas seseorang terutama bagi seorang Pembina
asrama di STT Ebenhaezer. Kepemimpinan spiritualitas sejati tidak berpusat pada
kegiatan keagamaan yang superfisial dan spiritualitas sejati tidak didasari pada tatanan
nilai moral serta kewajiban-kewajiban di dalamnya. Kepemimpinan spiritualitas sejati
adalah persekutuan dengan pribadi Kristus Yesus (mystical union). Tuhan Yesus
memperingatkan murid-murid-Nya agar menghindari dan menjauhi praktek-praktek
keagamaan yang sia-sia (Matius 6). Lebih keras lagi teguran Tuhan terhadap jemaat di
Efesus dalam Wahyu 2, Tuhan memuji kerajinan dan komitmen mereka dalam
beribadah dan dalam melayani namun kehilangan kasih yang semula (spiritualitas yang
kosong). Aktivitas rohani yang hebat luar biasa tidak menjamin kualitas spiritualnya
bagus. Hingga saat ini pun banyak orang Kristen, sadar atau tidak sadar sedang berjalan
dalam spiritualitas semu, dengan melakukan banyak aktivitas rohani tetapi dengan
motivasi untuk memuaskan diri dalam berbagai macam kebutuhan-kebutuhan materi
atau yang bersifat afektif. Problem utama dan terbersar dalam hidup manusia di
sepanjang zaman adalah problem spiritualitas, seperti di tuliskan D. Elton Trueblood:
“The greatest problems of our time are not technooological, for these we handle fairly well. They
are not even political or economic, because the difficultiesin these areas, glaring as they may be,
are largely derivative. The greatest problems are moral and spiritual, and unless we can make
some progress in the realms, we may not even survive.”
Tuhan Yesus menegaskan bahwa hanya jika kita berada di dalam Dia orang
Kristen dapat menghasilkan buah atau hasil hidup “Tinggallah di dalam Aku dan Aku
di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia
tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu
tidak tinggal di dalam Aku.” (Yoh 14:4). Seharusnya dan merupakan panggilan, dan
merupakan tugas dan ethos hidup orang Kristen untuk merefleksikan totalitas hidup
dan karyanya dengan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan (Kepemimpinan Spiritualitas
Bagi Seorang Pembina). Musa juga berperan untuk menguak sisi-sisi pribadi Allah, yang
pada zaman orang Israel dianggap sebagai Pribadi yang menakutkan dan cenderung
untuk menghukum. Musa menunjukkan bahwa bahkan pada zaman itu pun Musa
dapat bergaul karib dengan Tuhan, bahkan sampai disebutkan berbicara berhadaphadapan muka dengan Allah seperti sepasang sahabat. Kepemimpinan spiritualitas
Musa juga mengajarkan bagaimana untuk menjadi seorang pemimpin Kristen yang
penuh belas kasihan terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Di dalam banyak
kesempatan ketika orang Israel memberontak, Tuhan sudah "menawarkan" kepada
Musa untuk mengambil jalan pintas, yaitu dengan Tuhan memberantas seluruh orang
Israel, dan akan menjadikan dari Musa seorang, suatu keturunan, bangsa yang besar.
Namun Musa belajar untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, dan memperjuangkan
orang Israel di hadapan Tuhan.
Dilain sisi dari kepemimpinan spiritualitas namun Musa juga mampu marah bila
saatnya tepat. Musa sungguh-sungguh marah kepada orang Israel ketika orang Israel,
bahkan sampai Harun, kakaknya, berbuat dosa dengan menyembah patung Lembu
Emas, sementara Musa sedang naik ke gunung Sinai untuk mendapatkan petunjuk dari
Tuhan untuk bangsa Israel. Jadi Musa memberikan teladan hidup bagi pemimpin
Kristen dengan kepemimpinan spiritualitas yang Allah proses di dalam kehidupannya
melalui tiga fase yakni selama 40 tahun di Istana Firaun, 40 tahun di Midian dan
166
perjalanan 40 Tahun di Padang Gurun telah berhasil membentuk sisi kepemimpinan
spiritualitas Musa. Musa merupakan seorang tokoh-tokoh alkitab yang juga nabi Allah
yang lahir di Mesir. Saat itu bangsa Israel tinggal di mesir sebagai bangsa pendatang
sejak zaman nabi Yusuf. Musa merupakan nabi terbesar dalam sejarah kehidupan umat
Israel. Ia di percaya oleh Allah untuk memimpin membawa bangsa Israel keluar dari
tanah Mesir, menuju tanah yang telah dijanjikan Tuhan bagi bangsa Israel. Ia juga
dipercaya oleh Allah untuk menerima Hukum Taurat Allah di gunung Sinai. Dengan
kepemimpinannya Musa mampu mengatasi berbagai pemberontakan dari sesama umat
Israel maupun pemimpin yang lain selama di padang gurun, ia juga tetap setia
mengikuti perintah Tuhan, hingga berhasil membawa bangsa Israel keluar dari Mesir.
Karena itu, ada 9 (Sembilan) sisi Kepemimpinan Spiritualitas Musa yang dapat
diteladani sebagai Dasar Bagi Pembina Asrama di Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer
sebagai berikut:
1. Lemah lembut
Bilangan 12: 3 dikatakan bahwa Musa adalah seorang yang sangat lembut hatinya,
bahkan melebihi setiap manusia di atas muka bumi. Dalam bahasa Ibrani, kata lembut
hati adalah ‘aniyaw’ yang berarti lembut hati, kesabaran, dan kehalusan. Musa memiliki
sikap lemah lembut, toleran, sederhana, sabar, menyenangkan hati Tuhan dan sesama.
Kelemah lembutan Musa membuatnya senantiasa tunduk terhadap otoritas Allah, dan
mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Sikap lemah lembut bukan berarti lemah, dan
mudah berubah atau dipengaruhi. Lemah lembut juga bukan berarti tidak memiliki
inisiatif, atau merasa takut. Bersikap lemah lembut berarti memiliki prinsip namun
bijaksana dan selalu bersikap positif dalam menghadapi karakter yang berbeda. Dengan
sifatnya yang lemah lembut tersebutlah Musa mampu memimpin bangsa Israel yang
gemar bersungut-sungut dan terkenal tegar tengkuk. Ketika bangsa Israel menggerutu
kepada Allah dan melampiaskannya kepada Musa, Musa hanya diam. Tuhanlah yang
akhirnya tampil membela Musa, dengan mendatangkan hukuman bagi orang-orang
yang mengganggunya.
2. Setia
Bilangan 12: 7, Allah menyatakan bahwa Musa adalah seorang yang setia dalam
segenap rumah-Nya. Setia merupakan salah satu karakter Kristus. Kesetiaan Musa
terlihat jelas saat ia senantiasa tunduk terhadap otoritas Allah ketika memimpin bangsa
Israel di padang gurun. Musa selalu mengandalkan Tuhan dan lebih mendengarkan
Tuhan dari pada bangsa Israel yang bersungut-sungut kepadanya.
3. Rendah hati
Dikatakan dalam Keluaran 3:10-11, ketika Allah mengutus Musa untuk membawa
bangsa Israel keluar dari Mesir, Musa berkata siapakan ia, sehingga ia yang akan
menghadap Firaun dan membawa Israel keluar dari Mesir. Musa menunjukkan
kerendahan hati. Ia tidak bermegah atau merasa diri penting karna Allah sendiri secara
langsung mengutusnya untuk memimpin umat Israel. Musa bahkan merasa diri tidak
layak, meskipun sebenarnya ia juga adalah anak angkat putri Firaun.
4. Pemazmur
Musa selalu bermazmur kepada Tuhan. Nyanyiannya dimuat dalam kitab
Mazmur 90, serta dalam Wahyu 15:3. Nyanyian dalam Wahyu 15:3 dinyanyikan sebagai
167
nyanyian kemenangan.
5. Pendoa
Musa mengandalkan Tuhan dalam kehidupannya, dalam setiap perkara yang
dihadapinya. Dia menjadikan doa sebagai gaya hidupnya, sehingga tak ada perkara
yang mustahil, sebab Allah sendiri yang membimbing Musa dalam setiap keputusan
yang diambilnya. Dengan begitu Musa mampu memimpin umat Israel selama 40 tahun
di padang gurun, sebelum akhirnya umat Israel memasuki tanah perjanjian.
6. Menjauhi dosa
Manusia, terutama yang lemah dalam sisi rohani seringkali begitu mudah jatuh
dalam dosa. Mereka menikmati kesenangan dalam dosa. Namun Musa berbeda, ia tidak
menikmati kesenangan dalam dosa. Dalam Ibrani 11: 25 disebutkan juga bahwa Musa
menolak disebut sebagai anak putri Firaun, ia lebih suka menderita sengsara bersama
umat Allah dibandingkan menikmati kesenangan sementara dari dosa.
7. Menganggap kristus lebih bernilai
Seperti disebutkan sebelumnya, Musa menolak disebut anak dari putri Firaun
(Ibrani 11: 24-25) dan lebih memilih hidup menderita bersama sesama bangsa Israel.
Musa juga menganggap penghianaan karena Kristus lebih bernilai dibandingkan
dengan harta Mesir (Ibrani 11:26). Tinggal bersama Kristus merupakan tujuan hidup
orang Kristen.
8. Mengharapkan upah masa depan
Dalam Ibrani 11:26 dikatakan bahwa Musa menganggap Kristus lebih bernilai,
sebab ia memandang upah masa depan. Sama seperti yang dikatakan Rasul Paulus
dalam 2 Kor. 4: 18, bahwa mereka tidak memperhatikan yang kelihatan yang sifatnya
sementara, namun memperhatikan hal yang tak kelihatan yang sifatnya kekal yaitu janji
Tuhan bagi orang percaya. Sebab diam bersama Kristus jauh lebih baik (1 Kor 15: 19).
9. Memiliki jiwa bapa
Musa memiliki jiwa kebapaan yang sangat melekat dalam dirinya. Ia membela
dan mengayomi orang-orang yang berada di bawahnya, bersedia mendengar keluh
kesah umat Israel sepanjang hari. Ia bertanggung jawab dalam memberikan
pengayoman, memimpin bangsa Israel, selakipun bangsa Israel melakukan kesalahan,
bersungut-sungut dan tegar tengkuk di hadapan Allah Tritunggal. Ia memberi rasa
aman pada umat Israel yang dipimpinnya. Dalam Keluaran 32: 11-14 bahkan diceritakan
bagaimana Musa membela dan mencoba melunakkan hati Tuhan, demi menghindarkan
murka Allah pada bangsa Israel.
D.
SIMPULAN
Pembina asrama harus belajar dengan meneladani Kepemimpinan Spiritualitas
Musa dalam menjalankan tugas pembinaan bagi mahasiswa/i di Sekolah Tinggi
Theologia Ebenhaezer. Pembina asrama diharapkan mengembangkan diri menjadi
pemimpin spiritual. Seorang pembina yang dapat diteladan perkataan, karakter/ sifat,
perbuatan, kehidupan kerohanian dan spiritualnya. Dengan demikian pembina itu
dapat mempengaruhi, menggerakkan, mengilhami, dan memotivasi mahasiswa/i yang
dibina pada tujuan yang lebih tinggi yaitu mengaplikasikan sifat-sifat ketuhanan dalam
168
hidupnya, menghargai nilai-nilai kemanusiaan, memiliki kejernihan rasionalitas,
mengedepankan etika religius, dan membangkitkan komitmen untuk menjadi lebih
baik.
Pembina asrama hendaknya tetap menjaga kedalaman hubungan kita dengan
Tuhan. Karena semakin dekat dan dalam hubungan seseorang dengan Tuhan Yesus
semakin tinggi spiritual orang tersebut. Semakin tinggi spiritual seseorang semakin
bijak dan arif seseorang dalam bersikap atau berperilaku. Semakin tinggi spiritual
seseorang, semakin mahir ia dalam mengelolah emosinya, membangun hubungan
harmonis dengan mahkluk Tuhan lainnya, dan semakin tinggi spiritual seseorang
semakin dalam seseorang memahami makna hidupnya dan memberi makna bagi
sesamanya terutama bagi mahasiswa/i di Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer dalam
hidup berasrama.
169
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2005)
Ensiklopedia Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2001)
Handbook to the Bible (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004)
Kitchen, ‘Tyndale Hou’, in Tyndale House Bulletin, 2005, pp. 7–13
Mathias, W.N Mcfirath Billy, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yasasan
Komunikasih Bina kasih, 1995)
Rumahlatu, Jerry, ‘Kepemimpinan Spiritual’, Jurnal Pembaharu 5, 2019
Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2008)
Tomatala, Yakob, Kepemimpinan Kristen Yang Dinamis (Jakarta: YT Leadership
Foundation, 1997)
170