Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
SCRIPTA : Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual STT Ebenhaezer Tanjung Enim ISSN: (Online) 27228231, (Print) 26852144 Volume 14, Nomor 2, November 2022, 157-170 Kepemimpinan Spiritualitas Musa Sebagai Dasar Bagi Pembinaan Asrama Di Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer 1Aris 1 Elisa Tembay, 2 Eliman, 3 Ferdinan Pasaribu aristembaygmail.com, 2elimandef@gmail.com, ferdinanmarcos1994@gmail.com 1,2,3Dosen STT Ebenhaezer Tanjung Enim Diterima : September 2022 Direvisi : Sep-Nov 2022 Diterbitkan : 28 November 2022 Kata Kunci : Kepemimpinan Spiritualitas Musa, Pembinaan Asrama, STTE Keywords: Moses Spirituality Leadership, Dormitory Development, STTE Copyright: © 2022 The Authors Licensee: This work is licensed under the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. DOI: https://doi.org/10.47154/s cripta.v13i1.152 Abstrak Kepemimpinan adalah suatu kemampuan pribadi secara spritual yang dimiliki, ditunjukkan melalui peran dan fungsi, diwujudkan dalam bentuk moral yang dapat memberi inspirasi bagi orang lain. Artinya kepemimpinan yang dapat menimbulkan kepercayaan bagi orang lain tidak hanya dibangun oleh faktor otoritas atau rohani semata-mata dalam suatu jabatan dan kekuasaan melainkan dengan adanya keteladanan. Berbicara tentang kepemimpinan dalam konteks orang percaya tentu berkaitan erat dengan pertanggungjawaban moral yang dimiliki. Hal ini tidak saja menjadi standard dalam membangun jati diri sebagai manusia rohani yang terlebih dahulu perlu dicapai dan dapat membangun, membangkitkan orang-orang disekitarnya. Pengembangan kualitas diri menjadi suatu pola yang strategis meningkatkan kemampuan kepemimpinan yang memiliki kesaksian dalam ruang lingkup dan cakupan yang lebih luas. Disatu sisi kepemimpinan yang dapat meningkatkan kualitas diri akan bergerak secara dinamis baik secara internal maupun eksternal. Hal ini dapat terjadi karena manfaat yang ditimbulkan,menembus ruang dan waktu sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Abstract Leadership begins with a spritual personal ability possessed, demonstrated through roles and functions, manifested in a moral form that can inspire the lives of others. This means that leadership that can generate trust for others is not only built by authority or spiritual factors solely in an office and power but by exemplary. Talking about leadership in the context of believers is certainly closely related to the moral responsibility that is possessed. This is not only the standard in building one's identity as a spiritual human being that first needs to be achieved and can build, awaken the people around him. The development of selfquality becomes a pattern that strategically improves leadership 157 A. Pendahuluan Kepemimpinan Secara komprehensif, Dr. Yakob Tomatala mengatakan bahwa kepemimpinan adalah fokus dari proses kehidupan kelompok, personalitas, seni penyebab terwujudnya pemenuhan pencapaian, pelaksanaan pengaruh, perilaku terarah, persuasi, hubungan kuasa, alat pencapaian tujuan, efek yang berkembang karena interaksi, peranan yang berbeda, inisiasi struktur.1 Cakupan kepemimpinan dimaksud, penting dijelaskan definisinya secara filosofis dan praktis, sebagaimana dikemukakan di bawah ini. Kepemimpinan secara Filosofis, Kata “filosofis” adalah gabungan dua kata Yunani, φιλω (filo) artinya mencintai, dan σοφια (sofia) artinya hikmat atau pengetahuan. Kepemimpinan ditinjau secara filosofis adalah melihat kepemimpinan dari segi konsep yang terintegrasi, terkait dengan pemimpin, tugas dan tanggung jawabnya dan seni mewujudkan Visi dan Misi yang telah terencana secara pasti, dan bersama dengan bawahannya sebagai orang-orang yang dipimpin dalam koordinasi yang terpadu, untuk mewujudkan impian organisasi. Selanjutnya, Yakob Tomatala mendefinisikan kepemimpinan secara filosofis bahwa kepemimpinan ialah suatu proses terencana yang dinamis melalui suatu periode waktu dalam situasi (suatu atau berbagai situasi), yang di dalamnya pemimpin menggunakan: perilaku (pola/gaya) kepemimpinan yang khusus, sarana serta prasarana kepemimpinan/sumber-sumber untuk memimpin bawahan (pengikut-pengikut) guna melaksanakan tugas/pekerjaan (menyelesaikan tugas) ke arah (dalam upaya pencapaian) tujuan yang menguntungkan (membawa keuntungan timbal balik) bagi pemimpin dan bawahan serta lingkungan sosial dimana mereka ada hidup. Kepemimpinan secara Praktis, konsep yang terintegrasi dalam visi dan misi secara filosofis, harus dijabarkan secara konkrit dalam implementasinya secara praksis, sehingga konsep (blue print) yang telah terukir, dapat dilaksanakan melalui seni bekerja, di mana seluruh potensi, kekayaan yang dimiliki, berupa materi dan non-materi (tenaga, skill) diarahkan, didorong ke sasaran yang pasti untuk mencapai tujuan. Sangatlah tepat apa yang didefinisikan oleh Dr. Yakob Tomatala bahwa secara praksis, kepemimpinan diartikan sebagai seni bekerja dan seni pemenuhan kebutuhan orang yang dipimpin dalam melaksanakan pekerjaan mencapai tujuan bersama; seni penggalangan melalui kemampuan memadukan bekerja, merangkum dan menyampaikan perintah, dan seni membuat peta keinginan masa depan. B. Kajian Literatur Penelitian ini adalah penelitian kajian pustaka atau telaah pustaka (literature review). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui Teknik Dokumen. G.J. Renier, sejarawan terkemuka dari University College Lodon, menjelaskan istilah dokumen dalam tiga pengertian: Dalam arti luas, yaitu yang meliputi semua sumber, baik sumber tertulis maupun lisan; Dalam arti sempit, yaitu yang meliputi semua sumber tertulis saja; dan Dalam arti spesifik, yaitu hanya yang meliputi surat-surat resmi dan surat-surat Negara seperti surat perjanjian, undangundang konsesi, hibah dan sebagainya. Seluruh sumber data dalam penelitian ini dari sumber tertulis atau data 1 Yakob Tomatala, Kepemimpinan Kristen Yang Dinamis (Jakarta: YT Leadership Foundation, 1997). 158 kepustakaan. Data pustaka umumnya dikatakan sumber sekunder, artinya data yang diperoleh dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari tangan pertama di lapangan. Penelitian ini memakai pendekatan metode kualitatif, karena itu proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu Alkitab, Jurnal dan buku-buku yang terkait dengan kepemimpian spiritual. Setelah itu dilakukan pengumpulan data, selanjutnya menganalisis data, dan menarik kesimpulan sebagai tahap akhir.2 C. Hasil dan Pembahasan 1. Latar Belakang Kehidupan “Musa” Dalam bahasa Ibrani nama Musa adalah Mošeh ‫ משה‬yang berarti "diangkat dari air" dari akar kata mšh ‫" משה‬mengangkat, menarik ke luar", menurut Keluaran 2:10 Putri Firaunlah yang menamainya Musa (‫)משה‬, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya (‫ )משיתהו‬dari air. Musa adalah putra Amram bin Kehat dan Yokhebed, istrinya. Yokhebed dan Kehat adalah anak-anak Lewi. Musa memiliki dua orang kakak, yaitu Miryam dan Harun. Setelah melahirkan Musa, Yokhebed melihat, bahwa anak itu cantik ("ia elok di mata Allah"), disembunyikannya 3 bulan lamanya di dalam rumah. Berdasarkan penafsiran Taurat Musa dianggap memiliki beberapa orang istri, yaitu: Zipora, anak Rehuel, Seorang perempuan Kush, dan Yitro juga disebut-sebut sebagai mertuanya, walaupun tidak diketahui siapa nama anak Yitro yang menikah dengan Musa, dan banyak yang menganggap Yitro adalah nama lain dari Rehuel. Ada kepercayaan Yahudi yang menganggap bahwa Musa hanya mempunyai satu istri, di mana Zipora karena berkulit gelap disebut sebagai perempuan Kush. Perempuan Kush yang diambil oleh Musa ini juga merupakan pemantik pemberontakan yang diadakan oleh Harun dan Miriam. Keturunan Musa dari Zipora, Musa mempunyai dua orang putera yaitu: Gersom dan Eliezer. Musa, adalah pemimpin ulung, pemberi hukum, perantaraan siapa Allah membawa orang Israel keluar dari Mesir. Ia membina bangsa Israel menjadi suatu umat untuk mengabdi kepada Allah, dan membawa mereka sampai ke perbatasan negeri yang dijanjikan Allah kepada nenek-moyang mereka. 2. Kepemimpinan Spiritualitas Musa Kepemimpinan Spiritualitas Musa terangkum dalam satu gelar yang disandangnya. Musa adalah salah satu tokoh PL yang menyandang gelar “hamba TUHAN,” (ay. 5; Baca Bil.12:6-8). Gelar hamba TUHAN merupakan gelar besar dalam PL yang dilekatkan pada seseorang yang hidupnya dekat dengan Tuhan, beribadat dan melakukan kehendak-Nya. Keakraban Musa dengan TUHAN tidak lagi dapat dipertanyakan. Ia bahkan dikenal sebagai satu-satunya nabi yang kepadanya TUHAN berfirman dengan berhadapan muka (ay. 10), seperti seorang berbicara kepada temannya (Kel. 33:11). Musa dalam dua peristiwa dicatat menghabiskan waktu 40 hari 40 malam bersama TUHAN di gunung Sinai (Kel. 24:18 dan 34:28). Musa sering mendoakan bangsanya, memohon supaya TUHAN tidak menghukum mereka (Kel. 32:11; Bil 14:19). Persekutuan akrab dengan TUHAN inilah yang membangun kepemimpinan spiritualitas Musa sebagai hamba TUHAN. Persekutuan yang akrab dengan TUHAN inilah sumber kekuatan dan hikmat bagi Musa dalam memimpin Israel. Persekutuannya 2 Jerry Rumahlatu, ‘Kepemimpinan Spiritual’, Jurnal Pembaharu 5, 2019. 159 yang akrab dengan TUHAN inilah yang membuatnya mampu melakukan perbuatan besar dan dahsyat di tengah-tengah umat yang dipimpinnya (ay. 11-12). Oleh karena itu, penulis akan memaparkan lebih mendalam Kepemimpinan Spiritualitas Musa melalui tiga fase yang ia lalui selama masa hidupnya yakni fase pertama 40 tahun di Istana Firaun, fase kedua 40 tahun di Midian dan fase ketiga 40 tahun di Padang Gurun telah memproses Musa menjadi pribadi yang memiliki Kepemimpinan Spiritualitas yang berkualitas. 3. Kepemimpinan Spiritualitas Musa Fase Pertama 40 Tahun di Istana Firaun Musa lahir, oleh Yokhebed disembunyikannya tiga bulan lamanya. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, untuk menyelamatkan putranya yang baru lahir dari maklumat Firaun yang memerintahkan untuk membunuh bayi laki-laki Ibrani, 3 sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil. Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya. Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: "Tentulah ini bayi orang Ibrani." Lalu bertanyalah Miryam, kakak anak itu, kepada puteri Firaun: "Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?" Sahut puteri Firaun kepadanya: "Baiklah." Lalu pergilah gadis itu memanggil Yokhebed, ibu bayi itu. Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: "Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu." Kemudian perempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya. Sebagai anak angkat putri Firaun, Musa dibesarkan di istana Raja, mendapatkan pendidikan terbaik, fasilitas terbaik dan kenyamanan yang luar biasa. Musa mendapat dididik dalam pengetahuan Mesir yang tergolong maju di zaman itu (Kel. 2:10-11), ia mendapatkan pengetahuan modern Mesir karena setiap anak Firaun (baik dari permaisuri atau maupun selir) dididik oleh guru khusus. Kurikulum pendidikan Mesir meliputi membaca dan menulis hieroglif dan tulisan kudus, menyalin naskah-naskah sastra kuno, kaidah menulis surat, dan tata administrasi. Pengetahuan modern mengenai Mesir kuno memberi latar belakang yang lengkap bagi kehidupan Musa di Mesir. Pertama, dibesarkan dan pelatihan orang-orang asing, khususnya orang-orang Sem, di harim dan di istana, dan penugasan mereka melakukan tugas-tugas terpercaya (menjadi guru keluarga kerajaan) atau memangku jabatan penuh tanggungjawab yangg besar (gubernur propinsi terbesar) menunjukkan bahwa perihal Musa dibesarkan di istana kerajaan seperti diceritakan dalam, bukanlah sesuatu yg luar biasa, karena memang merupakan ciri khas Kerajaan Mesir Baru. Kedua, menerima bahwa Keluaran 2:10-11 adalah benar, yakni bahwa Musa dibesarkan di istana (hal yg lumrah dan khas di Mesir), maka harus diterima bahwa Musa diwajibkan mengikuti pendidikan intelektual seperti dikemukakan di atas meliputi tulisan, sastra dan tata administrasi Mesir. Tapi disamping itu ia bebas memakai bahasa ibunya dan tulisan aksara bangsa Sem baratlaut, sambil menghirup iklim sosial di mana cara-cara, ungkapan-ungkapan dan sastra' Asia' menjadi mode. Setiap anak Firaun juga diberi pekerjaan dan tanggung jawab untuk mengawasi proyek-proyek raksasa, angkatan 3 Handbook to the Bible (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004). 160 bersenjata, atau mengurus tanah milik istana; dengan demikian mereka juga dididik bagaimana mengorganisir suatu pekerjaan.4 Musa bertumbuh dalam kapasitas ‘cucu’ Raja yang sangat berpengaruh. Ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatan. Kenyamanan, fasilitas dan kesempatan yang luar biasa ini tidak membuat Musa lupa pada panggilan-Nya dan kepada penderitaan bangsanya. Ketika Musa berusia 40 tahun, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja paksa mereka; lalu dilihatnyalah seorang Mesir memukul seorang Ibrani, seorang dari saudara-saudaranya itu. Ia menoleh ke sana sini dan ketika dilihatnya tidak ada orang, dibunuhnya orang Mesir itu, dan disembunyikannya mayatnya dalam pasir. Ketika keesokan harinya ia keluar lagi, didapatinya dua orang Ibrani tengah berkelahi. Ia bertanya kepada yang bersalah itu: "Mengapa engkau pukul temanmu?" Tetapi jawabnya: "Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?" Musa menjadi takut, sebab pikirnya: "Tentulah perkara itu telah ketahuan." Ketika Firaun mendengar tentang perkara itu, dicarinya ikhtiar untuk membunuh Musa. Tetapi Musa melarikan diri dari hadapan Firaun dan tiba di tanah Midian, lalu ia duduk-duduk di tepi sebuah sumur. Sisi spiritualitas Musa terlihat jelas dengan ia tidak lupa asal usulnya dan tidak lupa akan bangsanya. 4. Kepemimpinan Spiritualitas Musa Fase Kedua 40 Tahun di Midian Musa setelah membunuh seorang Mesir Karena memukul seorang ibrani5 (hal ini menyatakan bahwa Musa sadar akan asal-usul serta bangsanya), ia terpaksa dari Mesir menuju tanah Midian. Di sana ia tinggal bersama Yitro imam Midian. Adapun imam di Midian itu mempunyai tujuh anak perempuan. Mereka datang menimba air dan mengisi palungan-palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya. Maka datanglah gembala-gembala yang mengusir mereka, lalu Musa bangkit menolong mereka dan memberi minum kambing domba mereka. Ketika mereka sampai kepada Rehuel, ayah mereka, berkatalah ia: "Mengapa selekas itu kamu pulang hari ini?" Jawab mereka: "Seorang Mesir menolong kami terhadap gembala-gembala, bahkan ia menimba air banyak-banyak untuk kami dan memberi minum kambing domba." Ia berkata kepada anak-anaknya: "Di manakah ia? Mengapakah kamu tinggalkan orang itu? Panggillah dia makan." Musa bersedia tinggal di rumah itu, lalu Rehuel memberikan Zipora, anaknya, kepada Musa. Perempuan itu melahirkan 2 anak lakilaki, maka Musa menamainya yang sulung Gersom, sebab katanya: "Aku telah menjadi seorang pendatang di negeri asing." dan yang seorang lagi bernama Eliezer, sebab katanya: "Allah bapaku adalah penolongku dan telah menyelamatkan aku dari pedang Firaun." Di sini kisah itu kembali ke Mesir (2:23-25) dan menyatakan bahwa raja Mesir telah meninggal pada waktu Musa beraada di Midian. Di sebutkan pula bahwa umat Isarel mengerang di bawah penindasan yang kejam dan berseru kepada Allah, yang mendengarkan mereka dan mengingat akan perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Panggilan Musa merupakan langkah awal bagi Allah dalam melepaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir. Dalam pelariannya Musa harus menjadi Gembala domba di tempat yang sepi, sederhana, berat dan penuh bahaya; bertolak belakang dengan pengalamannya sebagai ‘cucu’ raja yang semarak, mewah, nyaman dan aman. 4 5 Ensiklopedia Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2001). Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2005). 161 Pengalaman ini membersihkan Musa dari pengaruh Mesir (dunia): dari dilayani menjadi melayani, dari diperhatikan menjadi memperhatikan, dari menuntut menjadi bertanggung jawab, dari anak manja menjadi mandiri, dari pecundang menjadi pejuang. Karakter ‘Mesir-nya’ dirubah menjadi karakter Gembala. Musa sedang diproses menjadi anak Raja yang sejati. Allah telah mempersiapkan musa dengan spiritualitas yang sangat baik, ia yang telah terlatih dalam keterampilan Mesir, dan sekarang jiwanya sudah ditempa selama bertahun-tahun hidup dalam proses di Midian. Nampaknya Musa lupa menyunatkan salah seorang anaknya, mungkin karena pengaruh Zipora. Tapi kemudian, untuk menghindari Musa mati dibunuh oleh suruhan Allah, Zipora menyunat anaknya itu, dan menyebut suaminya 'pengantin darah' (Keluaran 4:24-26) sebab sunat bersifat mengikat bagi Musa dan bangsanya (tapi barangkali tidak bagi bangsa Zipora?). Agaknya dari tempat ini Musa melanjutkan perjalanannya sendirian, karena di kemudian hari Zipora kembali kepada Musa dari asuhan Yitro (Keluaran 18:1-6). 5. Kepemimpinan Spiritualitas Musa Fase Ketiga 40 Tahun di Padang Gurun Perpaduan antara pengalaman di Istana Firaun, di Midian dan di padang gurun mempersiapkan Musa menjadi Pemimpin di padang gurun yang handal, berhikmat dan kuat. Setelah Musa melewati dua proses sebelumnya (40 tahun di Istana dan 40 Tahun di Midian), maka Allah mulai membuka lebih jelas panggilan dan rencana besar-Nya bagi Musa. Musa diutus oleh Allah yang berbicara kepada Musa melalui seorang malaikat dalam bentuk nyala api yang keluar dari semak yang menyala-nyala namun tidak terbakar. 6 Allah mengutus Musa untuk menyelamatkan bangsa Israel dari perbudakan. Dari Keluaran pasal 3 dan 4, kita dapat menganalisa kondisi mental Musa saat itu. Ia berkata, “Siapakah aku ini?” (3:11) dan, “Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkanku?” (4:1). Kekuatiran yang menguasai jiwanya begitu besar. Ia takut sekali lagi ditolak oleh bangsa Israel. Mari kita lihat pengalaman masa lalunya di Mesir. Kis. 7:25-29 menceritakan hancurnya keyakinan diri Musa akan panggilan Tuhan atas dirinya. Penolakan inilah yang membuatnya tidak berani menerima panggilan Tuhan sebab orang Israel itu bukan hanya menolak dia, tapi juga mencela perbuatannya membunuh orang Mesir itu (ayat 28). Agaknya bekal spiritualitas Musa untuk menjadi pemimpin besar bagi bangsa pilihan Tuhan belum cukup. Maka Tuhan membentuk satu bagian lagi dari kehidupan Musa yang sangat penting, yaitu IMAN. Bagaimana Tuhan membangun iman Musa? Ada banyak catatan Alkitab yang boleh kita simak, yang menyatakan cara Allah membangun imannya melalui Pernyataan Tuhan lewat Nyala api pada semak duri (Kel. 3:1-6): Semak duri tidak terbakar, Jangan dekat-dekat, tanggalkan kasutmu, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, AKU adalah AKU (14) ini adalah proses Pembentukan Iman Musa. Pengenalan awal tentang jati diri TUHAN Tongkat menjadi ular (Kel. 4:2-5): Memegang ular dan berubah kembali menjadi tongkat. Tanda penyertaan Tuhan atas dirinyaTangan berkusta dipulihkan (Kel. 4:6-9) Tuhan adalah Allah yang menyembuhkan (Yehova Rapha) Air sungai Nil menjadi darah (Kel. 4:9) Tuhan berkuasa atas alam semesta dan ciptaan-NyaAKU yang menciptakan lidah manusia (Kel. 4:10-12) Tuhan adalah sumber hikmatMurka Tuhan atas kelalaian Musa menyunat anaknya (Kel. 4:24-26) Harus taat kepada hukum Tuhan. Dengan berbagai cara Tuhan 6 Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008). 162 membentuk iman Musa dalam 3 pokok penting: Sikap takut dan hormat kepada Tuhan, Pengenalan akan keberadaan Tuhan dan kuasa-Nya dan Karya dan campur tangan Tuhan dalam hidup manusia. Profil Musa setelah dibentuk Tuhan: Seorang yang gagah berani menghadapi Firaun (Kel.14:13-14), Seorang yang lembut hatinya (Bil. 12:3) dan Seorang yang sangat mengandalkan Tuhan (Kel. 33:14-16). Musa pun kembali ke Mesir untuk meminta Firaun melepaskan bangsa Israel dengan ditemani Harun, abangnya. Firaun tidak bersedia melepaskan bangsa Israel karena hatinya dikeraskan oleh Allah untuk menunjukkan kuasa Allah kepada manusia. Akhirnya Allah menimpakan sepuluh tulah kepada bangsa Mesir yang puncaknya diperingati oleh bangsa Yahudi sebagai hari raya Pesakhatau pelepasan (Paskah zaman Perjanjian Lama menurut orang Kristen). Musa memimpin bangsa Israel dari Mesir menuju tanah perjanjian yang berlimpah susu dan madunya, yaitu tanah Kanaan. Ketika mulai keluar dari Mesir, sang Firaun mengubah pikirannya dan mengejar kembali orang Israel. Musa kemudian membelah Laut Merah sehingga rakyat Israel yang hampir terkejar dapat menyeberang dan kemudian Musa menenggelamkan para pengejar yang berusaha menangkap kembali orang Israel. Selama perjalanan, bangsa Israel terus mengeluh dan mencobai Allah sehingga Allah marah dan menghukum Israel mengembara di padang pasir 40 tahun. Allah mulai memproses Musa menjadi Pemimpin yang luar biasa, kuasa Allah menyertainya dan keganasan padang gurun ditaklukannya. Sebagai Pemimpin Musa tampil sebagai nabi Allah yang membawa bangsanya kepada jalan ibadah yang sejati. Bangsa Israel diberikan hukum Taurat melalui Musa, segala ketetapan Tuhan harus mereka ikuti dan taati.7 Musa menerima Sepuluh Perintah Allah di bukit Sinai, dan menerima peraturanperatuan peribadatan dan hukum-hukum sipil yang dilakukan oleh bangsa Israel hingga hari ini. Allah dengan perantaraan Musa melakukan banyak mujizat kepada bangsa Israel yang tidak percaya seperti memberikan manna, air, dan burung puyuh untuk menjadi makanan pokok orang Israel selama di gurun sehingga mereka tidak kelaparan maupun kehausan. Setelah 40 tahun lamanya memutari jazirah Arab, bangsa Israel sampai ke tanah Kanaan, namun sebelum memasukinya, Musa naik ke bukit Horeb dan meninggal. Setelah berjumpa dengan kakaknya, Harun, juga dengan tua-tua Israel (Keluaran 4:27-31), Musa dan Harun menghadap Firaun. Dalam Nama Allah Israel, mereka memohon supaya Firaun membebaskan orang Israel untuk beribadat kepada YHVH di padang gurun. Tapi dengan keji Firaun menghina Allah, sebagai satu lagi ilah bangsa Sem yg belum dikenal - sebab sudah demikian banyaknya hari besar agamawi yg untuk merayakannya orang Israel tidak bekerja. Jadi bagi Firaun permohonan ini hanyalah dalih untuk tidak bekerja (Keluaran 5:8, 17). Maka untuk membuat mereka kapok 'bermalas-malasan', Firaun memerintahkan mulai dari saat itu orang Israel harus mencari sendiri jerami untuk membuat batu bata dengan jumlah yg tetap sama (Keluaran 5:7-14). Gagal memenuhi kuota yg ditentukan, maka mandor Israel bersangkutan diganjar cambukan oleh pemberi tugas, dan nampaknya keadaan umat Israel menjadi lebih parah dari sebelumnya. Perjalanan dari Ramses dan Sukot, yaitu keluar dari Mesir, tentang perjalanan di Sinai. Tatkala Israel berkemah dekat laut teberau', Firaun dan tentaranya menyangka orang Israel sudah terperangkap oleh kendala-kendala alami, maka ia memimpin pasukan kereta perang andalannya untuk menyergap mereka (Keluaran 14:1-9). 7 W.N Mcfirath Billy Mathias, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yasasan Komunikasih Bina kasih, 1995). 163 Mengenai bilangan 600 kereta (Keluaran 14:7), bnd bilangan 730 dan 1.092 (yaitu 60 + 1.032). kereta perang Siria yg ditawan dalam dua pertempuran di Kanaan oleh Amenofis II; mengenal peranan kereta perang dalam tentara Mesir. Tapi Allah membelah air laut terbagi dua, memimpin umat-Nya kepada keselamatan, kemudian menumpahkan air itu menenggelamkan tentara Mesir. Lalu Musa dan seluruh umat Israel menyanyikan kemenangan yg diberikan Allah (Keluaran 15), dipimpin oleh Miryam dan kaum perempuan. Dalam tiga bulan berikutnya Israel belajar hidup dari manna (Keluaran 16), mengalahkan orang Amalek (Keluaran 17), berjumpa kembali dengan yang mengembalikan Zipora kepada Musa, dan sampai di Sinai (Keluaran 19;1). Mengenai perjalanan hingga sejauh itu dan sesudah meninggalkan Sinai, dan mengenai bilanganbilangan bangsa Israel. Umat Israel berkemah di kaki Gunung Sinai, dan Musa naik ke puncak gunung menemui Allah dan menerima syarat-syarat perjanjian (yaitu 'Sepuluh Firman' yg tertulis dalam Kel 20), yg menjadi asas peranan Israel di kemudian han sebagai umat Allah (dan Dia menjadi Raja Agung mereka), dan demikian juga sejumlah peraturan yg berkaitan dengan penerapan 'Sepuluh Firman' itu dalam hidup sehari-hari (Keluaran 21-23). Kemudian diadakan upacara dan pesta khidmat untuk memeteraikan perjanjian Allah dengan umat-Nya (Keluaran 24). Sesudah itu kembalilah Musa ke puncak gunung itu dan tinggal di sana selama 40 hari 40 malam (Keluaran 24: 12-18) untuk menerima (kedua) loh batu tempat 'Sepuluh Firman' dituliskan, yaitu bukti Israel memiliki perjanjian itu. Dan Allah menyuruh Musa mengumpulkan bahan-bahan dari umat Israel untuk membuat suatu tempat suci yg dapat dibawa-bawa, yaitu Kemah Suci, alat-alatnya, dan tabut perjanjian, semua menurut pola yg digambarkan Allah kepadanya (Keluaran 25-31). Sesudah umat itu jatuh menyembah berhala anak lembu emas, dan pemulihan perjanjian yg begitu segera dilanggar, maka sambil mengukuhkan kembali hukumhukum terkait (Keluaran 32-35:3) dibuatlah Kemah SUCI, tabut perjanjian dan semua peralatannya, dan ditahbiskan untuk dipakai dalam ibadah kepada Allah (Keluaran 35:4-40:33). Perincian ibadah itu diuraikan dalam Kitab Imamat, Seni teknik yg dipedomani membuat Kemah Suci yg dapat dibawa-bawa itu (kerangkanya yg terdiri dari batang-batang kayu dan papan-papan dibaut, dilapisi dgn emas, mudah. dibongkar-pasang, dan ditutupi dgn tenda-tenda, menyingkapkan pendidikan Musa di Mesir, seberapa Jauh teknik pertukangan seperti itu sudah dipraktikkan di sana untuk membuat barang-barang yg dapat diangkut (alat-alat untuk upacara keagamaan ataupun yg lain), lebih 1.000 thn sebelum zaman Musa. 8 Namun demikian sifat representatif dan didaktik persembahan-persembahan yg dipersembahkan di Kemah Suci sangat bertentangan dengan upacara-upacara Mesir. Korban-korban persembahan Israel menggunakan bahasa-gambar untuk menunjukkan betapa menjijikkan dosa di hadapan Allah, dan betapa perlunya pendamaian untuk menghapuskannya. Korbankorban persembahan itu bukanlah melulu tindakan gaib berupa suatu kegiatan harian untuk pengadaan pangan supaya sang ilah dapat hidup subur, seperti tersirat dalam upacara-upacara Mesir. Di Sinai diadakan sensus, ditentukan cara Israel berkemah dan tertib berjalan. Kepada orang Lewi dipercayakan aturan pemeliharaan Kemah Suci dengan segala isinya (Bilangan 1-4) antara lain pada malam keberangkatan dan Sinai (Bilangan 5:1-10:10). Kembali ke Kadesy-Barnea, di mana Miryam meninggal, Musa dan Harun terangterangan melakukan dosa di hadapan Allah; Allah menjanjikan air akan keluar dari 8 Kitchen, ‘Tyndale Hou’, in Tyndale House Bulletin, 2005, pp. 7–13. 164 gunung batu, tapi Musa dan Harun secara menghina menempatkan diri mereka di tempat Allah, 'Hai orang-orang durhaka, apakah kami (bukan Allah) harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?' (Bilangan 20: 10). Hukuman mereka ialah, mereka berdua tidak boleh masuk ke tanah yg dijanjikan, dan di kemudian hari Musa merasa hukuman ini sangat berat (Ulangan 3:24-27). Orang Edom (Bilangan 20: 14-21; juga orang Moab, bnd Hakim 11: 17) menolak Israel melewati wilayah mereka, sehingga Israel harus mengelilingi perbatasan kedua negeri itu. Pada waktu inilah Harun meninggal dan dikuburkan di G Hor (Bilangan 20:22-29). Tapi Israel kembali memberontak, dan Allah menghukum mereka dengan tulah ular tedung. Sekali lagi Musa mensyafaati mereka. Allah menyuruh Musa membuat ular tembaga menyerupai ular tedung, meletakkannya pada sebatang tiang dan menancapkannya di tanah (Bilangan 21 :4-9). Siapa dipagut ular memandang kepada ular tembaga itu akan hidup, karena iman kepada Sang Penyembuh itu. Begitu melewati daerah Edom dan Moab, umat Israel menghadapi Sihon, raja orang Amori. Orang Israel mohon izin untuk lewat. Tapi Sihon tidak hanya menolak, bahkan bangkit walau tanpa penentangan pihak Israel menyerang Israel. Akhirnya Allah menyerahkan dia dan tanahnya ke tangan Israel; demikian juga raja ag dari Basan, yg bersifat bermusuhan, mengalami nasib yang sama (Bilangan 21 :21-35). Akhirnya umat Israel berkemah di dataran Moab dekat Yordan yg berseberangan dengan Yerikho (Bilangan 22:1; 25:1). Di sini orang Israel bergumul melawan ancaman penyembahan berhala dan percabulan dari bangsa Moab dan Midian. Sensus kedua dilaksanakan, dan mulailah dipersiapkan pembagian tanah yg dijanjikan. Israel berperang menghajar dan menghukum orang Midian. Suku Ruben, Gad dan setengah suku Manasye diizinkan mendiami Trans-yordan sebagai bagian mereka, dengan syarat supaya mereka menolong saudara-saudaranya di seberang Yordan sesudah Musa mati. Kitab Ulangan menceritakan kata perpisahan Musa kepada umatnya, dengan menekankan kembali memperbaiki dan memperluas beberapa peraturan yg diberikan Allah di Sinai beberapa tahun sebelumnya. Di atas semuanya diperba¬harui lagi perjanjian Allah dengan Israel, yaitu sumber dari semua peraturan sebagai persyaratan pertama, dan perjanjian itu disertai janji berkat atau kutuk. Hal itu biasa dan diketahui secara luas pada abad 14-13 sM. Akhirnya Musa bekerja supaya Israel mempunyai hukum perjanjian itu dalam bentuk tertulis, yg ditempatkan dengan tepat di dalam tabut perjanjian (Ulangan 31 :24), lalu meninggalkan sebuah nyanyian untuk mengukirkan dalam hati mereka ketaatan kepada hukum itu (Ulangan 32, terutama ay 44-47), dan mengucapkan kepada mereka berkat-berkatnya sebelum ia mati (Ulangan 33). Kemudian ia mendaki Gunung Nebo untuk menatap negeri yang tidak boleh dimasukinya, dan TUHAN menentukan peristirahatannya yang terakhir bagi Musa (Ulangan 32:48-52; 34:1-8). Kemasyhuran Musa sejak Yosua (Yosua 8:31; bnd 1 Raja 2:3; 2 Raj 14:6; Ezra 6: 18, dll) sampai zaman PH (Markus 12:26; Lukas 2:22; Yoh 7:23), nama Musa selalu dihubungkan dengan PL terutama Kitab-kitab Pentateukh; perhatikan 2 Korintus 3:15; di situ 'Musa' berarti seluruh PL. Dan Musa beserta Elia, sebagai mewakili Taurat dan nabi-nabi PL, yg mendampingi Kristus di atas Bukit Pemuliaan (Matius 17:34). Karena terbatasnya tempat maka tak bisa dicantumkan di sini nilai pengaruh dari kepemimpinan spiritualitas tokoh Musa terhadap penulis-penulis dan pemimpinpemimpin dalam sejarah zaman terakhir ini, terutama dalam zaman kita ini. 165 Kepemimpinan Spiritualitas Musa Sebagai Dasar Bagi Pembina Asrama Di Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Dari pemaparan di atas tentang kepemimpinan spiritualitas Musa dapat terlihat bahwa sangat penting sisi spiritualitas seseorang terutama bagi seorang Pembina asrama di STT Ebenhaezer. Kepemimpinan spiritualitas sejati tidak berpusat pada kegiatan keagamaan yang superfisial dan spiritualitas sejati tidak didasari pada tatanan nilai moral serta kewajiban-kewajiban di dalamnya. Kepemimpinan spiritualitas sejati adalah persekutuan dengan pribadi Kristus Yesus (mystical union). Tuhan Yesus memperingatkan murid-murid-Nya agar menghindari dan menjauhi praktek-praktek keagamaan yang sia-sia (Matius 6). Lebih keras lagi teguran Tuhan terhadap jemaat di Efesus dalam Wahyu 2, Tuhan memuji kerajinan dan komitmen mereka dalam beribadah dan dalam melayani namun kehilangan kasih yang semula (spiritualitas yang kosong). Aktivitas rohani yang hebat luar biasa tidak menjamin kualitas spiritualnya bagus. Hingga saat ini pun banyak orang Kristen, sadar atau tidak sadar sedang berjalan dalam spiritualitas semu, dengan melakukan banyak aktivitas rohani tetapi dengan motivasi untuk memuaskan diri dalam berbagai macam kebutuhan-kebutuhan materi atau yang bersifat afektif. Problem utama dan terbersar dalam hidup manusia di sepanjang zaman adalah problem spiritualitas, seperti di tuliskan D. Elton Trueblood: “The greatest problems of our time are not technooological, for these we handle fairly well. They are not even political or economic, because the difficultiesin these areas, glaring as they may be, are largely derivative. The greatest problems are moral and spiritual, and unless we can make some progress in the realms, we may not even survive.” Tuhan Yesus menegaskan bahwa hanya jika kita berada di dalam Dia orang Kristen dapat menghasilkan buah atau hasil hidup “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.” (Yoh 14:4). Seharusnya dan merupakan panggilan, dan merupakan tugas dan ethos hidup orang Kristen untuk merefleksikan totalitas hidup dan karyanya dengan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan (Kepemimpinan Spiritualitas Bagi Seorang Pembina). Musa juga berperan untuk menguak sisi-sisi pribadi Allah, yang pada zaman orang Israel dianggap sebagai Pribadi yang menakutkan dan cenderung untuk menghukum. Musa menunjukkan bahwa bahkan pada zaman itu pun Musa dapat bergaul karib dengan Tuhan, bahkan sampai disebutkan berbicara berhadaphadapan muka dengan Allah seperti sepasang sahabat. Kepemimpinan spiritualitas Musa juga mengajarkan bagaimana untuk menjadi seorang pemimpin Kristen yang penuh belas kasihan terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Di dalam banyak kesempatan ketika orang Israel memberontak, Tuhan sudah "menawarkan" kepada Musa untuk mengambil jalan pintas, yaitu dengan Tuhan memberantas seluruh orang Israel, dan akan menjadikan dari Musa seorang, suatu keturunan, bangsa yang besar. Namun Musa belajar untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, dan memperjuangkan orang Israel di hadapan Tuhan. Dilain sisi dari kepemimpinan spiritualitas namun Musa juga mampu marah bila saatnya tepat. Musa sungguh-sungguh marah kepada orang Israel ketika orang Israel, bahkan sampai Harun, kakaknya, berbuat dosa dengan menyembah patung Lembu Emas, sementara Musa sedang naik ke gunung Sinai untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan untuk bangsa Israel. Jadi Musa memberikan teladan hidup bagi pemimpin Kristen dengan kepemimpinan spiritualitas yang Allah proses di dalam kehidupannya melalui tiga fase yakni selama 40 tahun di Istana Firaun, 40 tahun di Midian dan 166 perjalanan 40 Tahun di Padang Gurun telah berhasil membentuk sisi kepemimpinan spiritualitas Musa. Musa merupakan seorang tokoh-tokoh alkitab yang juga nabi Allah yang lahir di Mesir. Saat itu bangsa Israel tinggal di mesir sebagai bangsa pendatang sejak zaman nabi Yusuf. Musa merupakan nabi terbesar dalam sejarah kehidupan umat Israel. Ia di percaya oleh Allah untuk memimpin membawa bangsa Israel keluar dari tanah Mesir, menuju tanah yang telah dijanjikan Tuhan bagi bangsa Israel. Ia juga dipercaya oleh Allah untuk menerima Hukum Taurat Allah di gunung Sinai. Dengan kepemimpinannya Musa mampu mengatasi berbagai pemberontakan dari sesama umat Israel maupun pemimpin yang lain selama di padang gurun, ia juga tetap setia mengikuti perintah Tuhan, hingga berhasil membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. Karena itu, ada 9 (Sembilan) sisi Kepemimpinan Spiritualitas Musa yang dapat diteladani sebagai Dasar Bagi Pembina Asrama di Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer sebagai berikut: 1. Lemah lembut Bilangan 12: 3 dikatakan bahwa Musa adalah seorang yang sangat lembut hatinya, bahkan melebihi setiap manusia di atas muka bumi. Dalam bahasa Ibrani, kata lembut hati adalah ‘aniyaw’ yang berarti lembut hati, kesabaran, dan kehalusan. Musa memiliki sikap lemah lembut, toleran, sederhana, sabar, menyenangkan hati Tuhan dan sesama. Kelemah lembutan Musa membuatnya senantiasa tunduk terhadap otoritas Allah, dan mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Sikap lemah lembut bukan berarti lemah, dan mudah berubah atau dipengaruhi. Lemah lembut juga bukan berarti tidak memiliki inisiatif, atau merasa takut. Bersikap lemah lembut berarti memiliki prinsip namun bijaksana dan selalu bersikap positif dalam menghadapi karakter yang berbeda. Dengan sifatnya yang lemah lembut tersebutlah Musa mampu memimpin bangsa Israel yang gemar bersungut-sungut dan terkenal tegar tengkuk. Ketika bangsa Israel menggerutu kepada Allah dan melampiaskannya kepada Musa, Musa hanya diam. Tuhanlah yang akhirnya tampil membela Musa, dengan mendatangkan hukuman bagi orang-orang yang mengganggunya. 2. Setia Bilangan 12: 7, Allah menyatakan bahwa Musa adalah seorang yang setia dalam segenap rumah-Nya. Setia merupakan salah satu karakter Kristus. Kesetiaan Musa terlihat jelas saat ia senantiasa tunduk terhadap otoritas Allah ketika memimpin bangsa Israel di padang gurun. Musa selalu mengandalkan Tuhan dan lebih mendengarkan Tuhan dari pada bangsa Israel yang bersungut-sungut kepadanya. 3. Rendah hati Dikatakan dalam Keluaran 3:10-11, ketika Allah mengutus Musa untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, Musa berkata siapakan ia, sehingga ia yang akan menghadap Firaun dan membawa Israel keluar dari Mesir. Musa menunjukkan kerendahan hati. Ia tidak bermegah atau merasa diri penting karna Allah sendiri secara langsung mengutusnya untuk memimpin umat Israel. Musa bahkan merasa diri tidak layak, meskipun sebenarnya ia juga adalah anak angkat putri Firaun. 4. Pemazmur Musa selalu bermazmur kepada Tuhan. Nyanyiannya dimuat dalam kitab Mazmur 90, serta dalam Wahyu 15:3. Nyanyian dalam Wahyu 15:3 dinyanyikan sebagai 167 nyanyian kemenangan. 5. Pendoa Musa mengandalkan Tuhan dalam kehidupannya, dalam setiap perkara yang dihadapinya. Dia menjadikan doa sebagai gaya hidupnya, sehingga tak ada perkara yang mustahil, sebab Allah sendiri yang membimbing Musa dalam setiap keputusan yang diambilnya. Dengan begitu Musa mampu memimpin umat Israel selama 40 tahun di padang gurun, sebelum akhirnya umat Israel memasuki tanah perjanjian. 6. Menjauhi dosa Manusia, terutama yang lemah dalam sisi rohani seringkali begitu mudah jatuh dalam dosa. Mereka menikmati kesenangan dalam dosa. Namun Musa berbeda, ia tidak menikmati kesenangan dalam dosa. Dalam Ibrani 11: 25 disebutkan juga bahwa Musa menolak disebut sebagai anak putri Firaun, ia lebih suka menderita sengsara bersama umat Allah dibandingkan menikmati kesenangan sementara dari dosa. 7. Menganggap kristus lebih bernilai Seperti disebutkan sebelumnya, Musa menolak disebut anak dari putri Firaun (Ibrani 11: 24-25) dan lebih memilih hidup menderita bersama sesama bangsa Israel. Musa juga menganggap penghianaan karena Kristus lebih bernilai dibandingkan dengan harta Mesir (Ibrani 11:26). Tinggal bersama Kristus merupakan tujuan hidup orang Kristen. 8. Mengharapkan upah masa depan Dalam Ibrani 11:26 dikatakan bahwa Musa menganggap Kristus lebih bernilai, sebab ia memandang upah masa depan. Sama seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam 2 Kor. 4: 18, bahwa mereka tidak memperhatikan yang kelihatan yang sifatnya sementara, namun memperhatikan hal yang tak kelihatan yang sifatnya kekal yaitu janji Tuhan bagi orang percaya. Sebab diam bersama Kristus jauh lebih baik (1 Kor 15: 19). 9. Memiliki jiwa bapa Musa memiliki jiwa kebapaan yang sangat melekat dalam dirinya. Ia membela dan mengayomi orang-orang yang berada di bawahnya, bersedia mendengar keluh kesah umat Israel sepanjang hari. Ia bertanggung jawab dalam memberikan pengayoman, memimpin bangsa Israel, selakipun bangsa Israel melakukan kesalahan, bersungut-sungut dan tegar tengkuk di hadapan Allah Tritunggal. Ia memberi rasa aman pada umat Israel yang dipimpinnya. Dalam Keluaran 32: 11-14 bahkan diceritakan bagaimana Musa membela dan mencoba melunakkan hati Tuhan, demi menghindarkan murka Allah pada bangsa Israel. D. SIMPULAN Pembina asrama harus belajar dengan meneladani Kepemimpinan Spiritualitas Musa dalam menjalankan tugas pembinaan bagi mahasiswa/i di Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer. Pembina asrama diharapkan mengembangkan diri menjadi pemimpin spiritual. Seorang pembina yang dapat diteladan perkataan, karakter/ sifat, perbuatan, kehidupan kerohanian dan spiritualnya. Dengan demikian pembina itu dapat mempengaruhi, menggerakkan, mengilhami, dan memotivasi mahasiswa/i yang dibina pada tujuan yang lebih tinggi yaitu mengaplikasikan sifat-sifat ketuhanan dalam 168 hidupnya, menghargai nilai-nilai kemanusiaan, memiliki kejernihan rasionalitas, mengedepankan etika religius, dan membangkitkan komitmen untuk menjadi lebih baik. Pembina asrama hendaknya tetap menjaga kedalaman hubungan kita dengan Tuhan. Karena semakin dekat dan dalam hubungan seseorang dengan Tuhan Yesus semakin tinggi spiritual orang tersebut. Semakin tinggi spiritual seseorang semakin bijak dan arif seseorang dalam bersikap atau berperilaku. Semakin tinggi spiritual seseorang, semakin mahir ia dalam mengelolah emosinya, membangun hubungan harmonis dengan mahkluk Tuhan lainnya, dan semakin tinggi spiritual seseorang semakin dalam seseorang memahami makna hidupnya dan memberi makna bagi sesamanya terutama bagi mahasiswa/i di Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer dalam hidup berasrama. 169 DAFTAR PUSTAKA Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2005) Ensiklopedia Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2001) Handbook to the Bible (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004) Kitchen, ‘Tyndale Hou’, in Tyndale House Bulletin, 2005, pp. 7–13 Mathias, W.N Mcfirath Billy, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yasasan Komunikasih Bina kasih, 1995) Rumahlatu, Jerry, ‘Kepemimpinan Spiritual’, Jurnal Pembaharu 5, 2019 Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008) Tomatala, Yakob, Kepemimpinan Kristen Yang Dinamis (Jakarta: YT Leadership Foundation, 1997) 170