Jurnal Skripsi Pengaruh Efisiensi Perekonomian Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 32 Provinsi Di Indone
Jurnal Skripsi Pengaruh Efisiensi Perekonomian Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 32 Provinsi Di Indone
Jurnal Skripsi Pengaruh Efisiensi Perekonomian Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 32 Provinsi Di Indone
Sugiyanto, M.S. ABSTRACT High economic growth is one of the country's economic policy objectives. Economic growth is closely associated with the welfare of the people so that economic growth is a business that should be done. Technology is one of the factors contributing to the increasing economic growth. With the technology, it will make input use to be more efficient. Efficiency in this study was measured from ICOR figures, where by a lower ICOR shows an increasing efficiency. This study aims to determine the relationship between ICOR with economic growth 32 provinces in Indonesia, knowing the influence of economics efficiency measured by ICOR figures on economic growth 32 provinces in Indonesia and do a simulation of Indonesia investment requirement in the year 2011 to 2015. Data analysis in this study carried out by correlation analysis, analysis of panel data and projections ICOR. Analysis of panel data using a model of Fixed Effect Model (FEM) with the method of Fixed Effect Models Fixed Cross Section, prepared using the software Eviews 6.1. The results of correlation analysis showed that of 32 provinces which were included into experiment models, 20 provinces showed a negative relationship between ICOR with economic growth and 12 provinces showed a positive relationship between the ICOR with economic growth. The results of panel data analysis has shown that the ICOR and economic growth has a negative and significant relationship whereby if the ICOR fells by 1 point then the economic growth of 32 provinces of Indonesia will increase by 0.41 percent. ICOR Indonesia projection result shows that there will be reductions in ICOR Indonesia from 2011 to 2015. Simulation investment requirement in 2011 - 2015 based on projection ICOR figures show that each year additional investment required to improve Indonesia's economic growth.
A. PENDAHULUAN Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi tertentu, sangat diperlukan adanya perkiraan kebutuhan investasi dengan benar. Bila salah dalam menentukan perkiraan kebutuhan investasi dipastikan pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai akan meleset dari target yang telah ditetapkan (Bappeda Papua, 2008). Model Harold Domar mengaitkan adanya pengaruh tambahan stok kapital terhadap output yang dikenal dengan ICOR. Perhitungan ICOR sangat dibutuhkan dalam menentukan seberapa besar kebutuhan investasi pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tumbuh dan dengan ICOR dapat dilihat seberapa efisien investasi yang ditanamkan pada priode tertentu. Perkembangan ICOR Indonesia selama tahun 2000-2010 dapat dilihat pada tabel 1.1 Tabel 1.1 Perkembangan ICOR Indonesia Tahun 2000 2010 Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 RataRata ICOR 3,3 5,9 4,3 3,8 4,0 3,9 3,9 3,4 3,7 5,4 4,1 4,2
Sumber : Data Sekunder 2011, diolah Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa ICOR ratarata Indonesia selama tahun 2000-2010 sebesar 4,2. Angka ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan Rp.1 unit output dibutuhkan tambahan modal sebesar Rp.4,2. Angka ICOR sebesar 4,2 menunjukkan angka yang tidak efisien. Widodo (1990) menyatakan bahwa secara umum, nilai ICOR yang menunjukkan produktivitas investasi yang baik antara 3 4, semakin tinggi ICOR memberikan indikasi kemungkinan terjadinya inefisiensi dalam penggunaan investasi. ICOR yang rendah menunjukkan adanya efisiensi dalam penggunaan modal. Efisiensi terjadi akibat adanya teknologi. Menurut teori Solow Swan tingkat kemajuan teknologi adalah salah
2
satu faktor produksi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Lincolin Arsyad, 1988). Teori Solow Swan ini telah dibuktikan oleh Rifka Kusumawardani (2010) pada
penelitiannya yang berjudul Pengaruh Teknologi Terdahadap Pertumbuhan Ekonomi Bandung Tahun 2008 2010 . Hasil dari penelitian Rifka Kusumawardani (2010) membuktikan bahwa teknologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Bui Truong Giang dan Pham Sy an (2011) dalam penelitiannya di Vietnam menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Vietnam mempunyai hubungan yang negatif dengan ICOR. Hubungan yang negatif ini memberi arti bahwa semakin efisien penggunaan input modal yang diukur lewat angka ICOR, maka akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Gambar 1.1 Pengaruh ICOR Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Vietnam Tahun 2000 2010
Sumber : Bui Truong Giang dan Pham Sy an, 2011 Berdasarkan gambar 1.1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi Vietnam rata rata tahun 2006 - 2010 lebih kecil daripada pertumbuhan ekonomi Vietnam ratarata tahun 2000 - 2005. Hal ini disebabkan angka ICOR Vietnam ratarata tahun 2006 2010 lebih besar daripada angka ICOR Vietnam ratarata tahun 2000-2005. Hal yang sama mengenai pengaruh teknologi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi bisa dilihat dari peran TFP. Total Faktor Productivity (TFP) merupakan faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selain tenaga kerja dan modal. TFP dianggap sebagai kemajuan teknologi yang eksogen. Peran teknologi yang diukur dari TFP dapat dilihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Kontribusi Faktor - Faktor Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat Tahun 1948 1994 Faktor - Faktor Dalam Persen Persen Dari Total Pertumbuhan PDB real 3,4 100 Distribusi dari input 2,1 62 Modal 1,1 32 Tenaga Kerja 1,0 29 Pertumbuhan dari TFP 1,3 38 Pendidikan 0,4 12 Penelitian dan pengembangan 0,2 6 Peningkatan pengetahuan dan 0,7 21 sumber lain lain Sumber : Samuelson, 1998 Berdasarkan tabel 1.2 peran teknologi dalam pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat bisa dilihat dari kontribusi TFP yang lebih besar daripada kontribusi modal dan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat sebesar 3,4 persen per tahun bersumber dari pertumbuhan modal (1,1 persen), tenaga kerja (1 persen) dan TFP (1,3 persen). Modal dan tenaga kerja menyumbang 62 persen dari total pendapatan sedangkan 38 persen disumbangkan oleh TFP. Sumbangan TFP terhadap pendapatan dapat dirinci lagi menjadi pendidikan (12 persen), penelitian dan pengembangan (6 persen) dan sisanya peningkatan pengetahuan dan sumber lain - lain (21 persen). Peran teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dilihat dari efisiensi yang diukur dengan angka ICOR. Pada tabel 1.3 dapat dilihat peran teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun tahun 2000 2010.
Tabel 1.3 Pengaruh ICOR Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000 2010 Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 PertumbuhanEkonomi(%) 3,2 2,5 3,1 3,5 3,7 4,5 3,9 4,9 4,4 3,3 3,6 ICOR 3,3 5,9 4,3 3,8 4,0 3,9 3,9 3,4 3,7 5,4 4,1
Sumber : BPS, Data Sekunder 2011, diolah Berdasarkan tabel 1.3 terlihat bahwa terdapat hubungan yang negatif antara ICOR dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan yang negatif ini didasari oleh angka korelasi sebesar -0,65. ICOR rendah, pertumbuhan ekonomi tinggi dan ICOR tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah. ICOR yang rendah menunjukkan adanya efisiensi dalam penggunaan modal. Efisiensi terjadi karena adanya teknologi, sehingga semakin rendah ICOR maka semakin efisien penggunaan modal dan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi (Lincolin Arsyad, 1988). Berdasarkan uraian sebelumnya maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi hubungan antara ICOR dengan pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia, menganalisis pengaruh efisiensi perekonomian melalui indikator ICOR terhadap pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia dan melakukan simulasi untuk mengetahui berapa besar kebutuhan investasi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011-2015.
B. TELAAH TEORI 1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sadono Sukirno, 2004). Menurut Boediono (1992), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi tiga aspek : 1. 2. 3. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses ekonomis, suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita, dalam hal ini ada dua aspek penting, yaitu output total dan jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan prespektif waktu, suatu perekonomian dikatakan tumbuh bila dalam jangka waktu yang cukup lama (lima tahun) mengalami kenaikan output perkapita. Menurut Profesor Simon Kuznets dalam Todaro (2006), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Dalam analisisnya yang panjang lebar, Profesor Kuznets mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi yang bisa ditemui di hampir semua negara yang sekarang maju sebagai berikut : 1. Tingkat pertumbuhan output per kapita dan pertumbuhan penduduk yang tinggi. 2. Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi. 3. Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi. 4. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi. 5. Adanya kecenderungan negaranegara yang mulai atau yang sudah maju perekonomiannya untuk berusaha merambah bagianbagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku yang baru. 6. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sekitar sepertiga bagian penduduk dunia.
Untuk mengetahui adanya pertumbuhan ekonomi suatu negara, diperlukan suatu indikator. M. Suparmoko (2000) menyatakan bahwa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu : 1. PDB PDB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam harga pasar. Kelemahan PDB sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang global dan tidak mencerminkan kesejahteraan penduduk. 2. PDB Per Kapita PDB per kapita merupakan ukuran yang lebih tepat dalam mengukur pertumbuhan ekonomi karena telah memperhitungkan jumlah penduduk. 3. Pendapatan Per Jam Kerja Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara lain bila mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja yang lebih tinggi daripada upah per jam kerja di negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama. Lincolin Arsyad (1988) menyatakan bahwa faktor faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah : 1. Akumulasi Modal Akumulasi modal akan terjadi jika ada proporsi tertentu dari pendapatan sekarang yang ditabung dan kemudian diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Pabrikpabrik, mesinmesin, peralatan peralatan, dan barangbarang baru akan meningkatkan stok modal (capital stock) dari suatu negara yang memungkinkan untuk mencapai tingkat output yang lebih besar. 2. Pertumbuhan populasi Pertumbuhan populasi dan halhal yang berhubungan dengan kenaikan angkatan kerja (labor force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak angkatan kerja berarti semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak populasi akan mengingkatkan potensi pasar domestik. 3. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi menurut para ekonom. Dalam bentuknya yang paling sederhana,
kemajuan teknologi disebabkan oleh caracara baru dan caracara yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaanpekerjaan tradisional seperti cara menanam padi, membuat pakaian, atau membangun rumah. 2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik 2.1 Adam Smith Adam Smith adalah ekonom pertama yang banyak menumpahkan perhatian pada masalah pertumbuhan ekonomi. Dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of The Wealth of Nations (1976), ia mengemukakan tentang proses pertumbuhan ekonomi jangka panjang secara sistematis. Menurut Smith terdapat 2 (dua) aspek utama pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk (Lincolin Arsyad, 1988). 2.2 David Ricardo Melalui hasil pemikiran David Ricardo (1772 1823) teori pertumbuhan klasik mengalami pengembangan lebih lanjut. Namun, garis besar dari proses pertumbuhan dan kesimpulan kesimpulan umum yang ditarik oleh Ricardo tidak terlalu berbeda dengan teori Adam Smith (Boediono, 1992). Perekonomian Ricardo (Boediono, 1992) ditandai oleh ciri ciri sebagai berikut : 1. 2. Tanah terbatas jumlahnya. Tenaga kerja yang meningkat atau menurun sesuai dengan tingkat upah diatas atau dibawah tingkat upah minimal yang disebut tingkat upah alamiah (natural wage). 3. Akumulasi kapital terjadi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik kapital berada diatas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk menarik pemilik kapital melakukan investasi. 4. 5. Dari waktu ke waktu terjadi kemajuan teknologi. Sektor pertanian dominan.
Dengan terbatasnya luas tanah, maka pertumbuhan penduduk (tenaga kerja) akan menurunkan produk marginal yang dikenal dengan istilah the law of diminishing returns. Selama buruh yang dipekerjakan pada tanah tersebut bisa menerima tingkat upah diatas tingkat upah alamiah, maka penduduk (tenaga kerja) akan terus bertambah, dan hal ini akan menurunkan produk marginal tenaga kerja dan pada gilirannya akan
menekan tingkat upah ke bawah. Proses ini akan berhenti jika tingkat upah turun sampai tingkat upah alamiah (Lincolin Arsyad, 1988). Ricardo dalam Boediono (1992) mengatakan bahwa satu satunya harapan untuk menarik perekonomian ke atas adalah dengan adanya kemajuan teknologi yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan produktivitas kapital. Jadi dengan adanya kemajuan teknologi, bekerjanya the law of diminishing return bisa diperlambat, dan kemerosotan tingkat upah dan tingkat keuntungan ke arah tingkat minimumnya diperlambat. inilah inti dari proses pertumbuhan ekonomi (kapitalis). Proses ini tidak lain adalah proses tarik menarik antara dua kekuatan dinamis, yaitu antara : a. The law of dimishing return, dan b. Kemajuan teknologi. Ricardo mengatakan bahwa proses tarik menarik tersebut akhirnya dimenangkan oleh the law of dimishing return. Keterbatasan faktor produksi tanah (sumberdaya alam) akan membatasi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Suatu negara hanya bisa tumbuh sampai batas yang dimungkinkan oleh sumber-sumber alamnya. Apabila potensi sumber alam ini telah dieksploitir secara penuh maka perekonomian berhenti tumbuh. Masyarakat akan mencapai posisi stasionernya. 3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern 3.1 Harrold Domar Teori pertumbuhan Harrod Domar dikembangkan oleh dua ekonom sesudah Keynes yaitu Evsey Domar dan R. F. Harrod. Domar mengemukan teorinya tersebut pertama kali pada tahun 1947 dalam A American Economic Review, sedangkan Harrod telah mengemukakannya pada tahun 1939 dalam Economic Journal. Teori ini sebenarnya dikembangkan oleh kedua ekonom secara sendiri sendiri, tetapi karena inti teori tersebut sama, maka sekarang dikenal sebagai teori Harrod Domar (Lincolin Arsyad, 1988). Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu : 1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barangbarang modal digunakan secara penuh. 2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.
3. Besarnya
tabungan
masyarakat
adalah
proposional
dengan
besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dari titik nol. 4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio modal-output (capital-output ratio = COR) tetap dan rasio pertambahan modal-output (incremental capital-output rasio = ICOR) (Lincolin Arsyad, 1988). Dalam Teori HarrodDomar, fungsi produksi berbentuk L karena sejumlah modal hanya dapat menciptakan suatu tingkat output tertentu (modal dan tenaga kerja tidak substitutif). Untuk menghasilkan output sebesar Q1 diperlukan modal K1 dan tenaga kerja L1, dan apabila kombinasi itu berubah maka tingkat output berubah. Untuk output sebesar Q2, misalnya hanya dapat diciptakan jika stok modal sebesar K2. Gambar 2.1 Fungsi Produksi Leontif
Modal Q1 Q2
K1 K2
L1
L2
TenagaKerja
Inti teori dari teori Harrod-Domar adalah setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk menganti barangbarang modal (gedung, peralatan, material) yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai stok penambah modal. 3.2 Solow Swan (Neo Klasik) Teori pertumbuhan Neo-Klasik berkembang sejak tahun 1950-an. Teori ini berkembang berdasarkan analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi klasik. Ekonom yang menjadi perintis dalam mengembangkan teori tersebut adalah Robert Solow (Massachussets Institute of Technology) dan Trevor Swan (Australia National University) (Lincolin Arsyad, 1988).
10
Menurut Teori pertumbuhan Neo-Klasik, pertumbuhan ekonomi tergantung pada penambahan persediaan faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan pada anggapan yang diperoleh dari Mazhab Klasik yang menyatakan bahwa perekonomian berada pada kondisi full employment sehingga faktorfaktor produksi sudah digunakan secara penuh. Penambahan output menurut Kaum Klasik hanya akan terjadi apabila ada penambahan dari faktor-faktor produksi tersebut (Sadono Sukirno, 2004). Asumsi yang digunakan dalam teori Solow-Swan adalah sebagai berikut : (Sadorno Sukirno, 2004) 1. Full employment, karena bekerjanya mekanisme pasar. 2. Teknologi dan populasi merupakan faktor eksogen Teori pertumbuhan Neo Klasik pada umumnya didasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas yang sekarang dikenal dengan sebutan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut bisa dituliskan dengan cara berikut : Qt = Tt. Kt. Lt Dimana: Qt Tt Kt Lt = Tingkat produksi pada tahun t = Tingkat teknologi pada tahun t = Jumlah stok barang pada pada tahun t = Jumlah tenaga kerja pada tahun t = Pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal = Pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja (Lincolin Arsyad,1988) Gambar 2.2 Model Neo-Klasik tentang kombinasi Modal dan Tenaga Kerja
Modal K2 K1 I1 O L3 L2 L3 I2 TenagaKerja
(2.1)
11
Berdasarkan gambar 2.2 dapat dilihat bahwa tingkat produksi yang sama dapat dihasilkan dengan kombinasi faktor produksi (teknologi) yang berbeda. Pada tingkat produksi I1 dapat diperoleh dari kombinasi modal dan tenaga kerja antara OL3 + OK2 (padat modal) maupun antara OL1 + OK1 (padat kerja). Demikian juga untuk memperoleh hasil produksi yang lebih besar (I2) dapat diperoleh dari stok kapital yang sama dikombinasikan dengan jumlah tenaga lebih besar (OK2 + OL2) (Suryana, 2000). 3.3 Tori Schumpeter Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya bisa diterangkan dengan adanya inovasi oleh para inovator dan kemajuan ekonomi tersebut diartikan sebagai peningkatan output total masyarakat (Lincolin Arsyad, 1988). Dalam membahas rkembangan ekonomi, Schumpeter membedakan pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi walaupun keduanya adalah sumber peningkatan output masyarakat. Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi produksi itu sendiri. Misalnya kenaikan output yang disebabkan oleh pertumbuhan stok modal tanpa perubahan teknologi produksi yang lama sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta. Inovasi disini berarti perbaikan teknologi dalam arti luas, misalnya penemuan produk baru, pembukaan pasar baru dan sebagainya (Lincolin Arsyad, 1988). 4. Hubungan Efisiensi, ICOR dengan Pertumbuhan Ekonomi Kemajuan teknologi bagi para ahli ekonomi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang lebih penting serta dapat meningkatkan nilai tambah yang tinggi. Kemajuan teknologi berarti ditemukannya cara berproduksi atau perbaikan produksi (Todaro, 2000). Kuznet dalam Suryana (2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.
12
Ricardo dalam Boediono (1992) menyatakan bahwa dengan adanya kemajuan teknologi dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori Solow Swan, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh faktor faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal dan teknologi. Teknologi merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi karena dengan adanya teknologi, penggunaan input akan lebih efisien. Penggunaan bibit unggul (input) yang menghasilkan produksi (output) lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan bibit biasa merupakan contoh dari adanya kemajuan teknologi. Pengaruh teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada gambar 2.3. Gambar 2.3 Pengaruh Teknologi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
ye y* y=f(k) ye ye =f(ke)
K*
Ke
Sumber : Todaro, 2006 Berdasarkan gambar 2.3 dapat dilihat bahwa, y = f(k) adalah fungsi produksi sebelum adanya kemajuan teknologi dan ye = f(ke) adalah fungsi produksi setelah adanya kemajuan teknologi. Dengan adanya kemajuan teknologi maka akan dapat meningkatkan produktivitas dari input dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian ini teknologi diukur lewat efisiensi dan efisiensi diukur dari angka ICOR. Semakin kecil angka ICOR berarti investasi yang dilakukan semakin efisien. Misalnya untuk investasi pada tahun yang sama, di Provinsi Jawa Timur ICOR = 5, sedangkan di Provinsi Jawa Barat ICOR = 4. Hal ini menunjukkan bahwa di Provinsi Jawa Timur, untuk mendapatkan tambahan PDB Rp.1 diperlukan tambahan investasi sebesar Rp.5, sedangkan di Provinsi Jawa Barat diperlukan tambahan investasi sebesar Rp.4. Dengan kata lain dapat dikatakan investasi di Provinsi Jawa Barat lebih efisien dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur. Dari contoh ini
13
dapat diambil kesimpulan bahwa angka ICOR yang rendah mencerminkan efisiensi terhadap modal dan dengan adanya efisiensi maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Lincolin Arsyad, 1988). C. METODE PENELITIAN 1. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel menunjukkan suatu arti yang dapat membedakan antara sesuatu dengan yang lainnya (Ronny Kountur, 2004). Defenisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana variabel -variabel dalam penelitian diukur. Untuk memperjelas variabelvariabel dalam penelitian ini, maka defenisi operasionalnya sebagai berikut : a. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi dari 32 provinsi yang ada di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi pada penelitian ini dihitung dari pertumbuhan PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000. Penelitian ini menggunakan pertumbuhan ekonomi 32 provinsi karena pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua yang sangat berfluktuasi sehingga tidak diikutsertakan dalam penelitian ini dan pemilihan periode penelitian tahun 2004 2008 karena pada tahun 2004 provinsi di Indonesia baru terbentuk keseluruhan menjadi 33 provinsi dan dikarenakan ketersediaan data yang ada hanya sampai tahun 2008. b. Efisiensi Efisiensi pada penelitian ini diukur dari ICOR. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan investasi baru yang dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah satu unit output (Badan Pusat Statistik, 2009). ICOR yang semakin rendah menunjukkan terjadinya peningkatan efisiensi. Widodo (1990) menyatakan bahwa secara umum, nilai ICOR yang menunjukkan produktivitas investasi yang baik antara 34. Penelitian ini menggunakan ICOR 32 provinsi yang ada di Indonesia. Perhitungannya sebagai berikut : K ICOR = Y It = PDRBt PDRB t-1 ..................................................( 3.1)
14
c. Investasi Dalam konsep ekonomi makro, penimbunan atau penumpukan modal selalu dianggap investasi. Besarnya investasi dicerminkan oleh besarnya Pembentukkan Modal Tetap Broto (PMTB) dan Perubahan Stok (Badan Pusat Statistik, 2009). PMTB merupakan pengadaan, pembuatan, pembelian barang modal baru dari dalam maupun luar negeri, dikurangi penjualan neto barang modal bekas sedangkan perubahan stok merupakan selisih antara persediaan akhir dengan persediaan awal pada priode tertentu dan yang termasuk dalam perhitungan stok adalah persediaan barang yang bersifat barang jadi maupun barang setengah jadi pada berbagai sektor ekonomi yang belum digunakan dalam proses produksi maupun konsumsi. 2. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan analisis korelasi untuk mengetahui tujuan pertama yaitu mengetahui hubungan antara ICOR dengan pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia. Analisis korelasi hanya menunjukkan keeratan tatapi tidak menunjukkan hubungan sebab akibat. Koefisien korelasi biasanya diberi notasi r. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel ICOR tinggi, maka nilai variabel petumbuhan ekonomi akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel ICOR tinggi, maka nilai variabel pertumbuhan ekonomi akan menjadi rendah. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dapat dlihat pada kriteria berikut : (Sarwono, 2006) Untuk mengetahui tujuan kedua penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh ICOR terhadap pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia, maka penelitian ini menggunakan analisis penelitian data panel. Analisis data panel pada penelitian ini menggunakan program Eviews 6. Analisis penelitian data panel adalah gabungan antara data silang (cross-section) dengan data runtut waktu (time-series). Data runtut waktu biasanya meliputi satu objek (misalnya harga saham, kurs mata uang, atau tingkat inflasi), tetapi meliputi beberapa priode (bisa harian, bulanan, kuartalan, tahunan, dan sebagainya). Data silang terdiri atas bebarapa atau banyak objek, sering disebut
15
responden, misalnya perusahaan dengan beberapa jenis data (laba, biaya iklan, tingkat investasi (Wing Wahyu Winarno, 2009). Estimasi model regresi data panel dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan fixed effect dikarenakan jumlah cross section lebih besar dari time series dan unit cross section yang diambil dalam penelitian tidak diambil secara acak (Gujarati, 2003). Pada pendekatan fixed effect estimasi tergantung pada asumsi yang digunakan pada intersep, slope dan error term. Penelitian ini menggunakan asumsi yang kedua yaitu slope konstan tapi intersep bervariasi antar individu. Istilah fixed effect menunjukkan bahwa walaupun intersep berbeda untuk setiap provinsi, tatapi intersep setiap provinsi tidak bervariasi terhadap waktu (time invariant). Salah satu cara untuk memasukan setiap unit cross section dalam perhitungan ini yaitu dengan membedakan intersep untuk tiap provinsi tapi slope koefisien semua provinsi konstan. Model persamaan dalam penelitian ini adalah : Git = 0 + 1ICORit + Uit ...................................................................................(3.2) Git = 0i + 1ICORit + Uit ..................................................................................(3.3) Dimana : Git ICOR i t 0 1 U = Pertumbuhan Ekonomi 32 Provinsi Indonesia = Incremental capital ouput ratio = cross section = time series = konstanta = koefisien = error
i dalam intersep pada persamaan 3.3 tersebut menunjukkan perbedaan intersep untuk setiap provinsi. Untuk mengetahui variasi intersep pada setiap provinsi maka digunakan variabel dummy. Persamaan yang menggunakan variabel dummy untuk mengestimasi fixed effect disebut sebagai persamaan Least Squared Dummy Variabel (LSDV). Penggunaan Dummy provinsi dilakukan karena untuk mengetahui pola pertumbuhan ekonomi pada 32 provinsi di Indonesia selama empat tahun periode penelitian yang diduga berbeda. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik pada masing masing provinsi. Provinsi DKI Jakarta digunakan sebagai wilayah acuan (benchmark) karena DKI Jakarta mempunyai jumlah PDRB per kapita tertinggi selama
16
empat tahun periode penelitian dan provinsi DKI Jakarta merupakan ibu kota negara. Persamaan yang digunakan dalam penelitian ini menjadi : Growthit = 1 + 2 D2i + 3 D3i +...+ 32 D32i + 1ICORit + Uit ..................(3.4) Dimana : D1 = dummy Prov.DKI Jakarta D2 = dummy Prov. NAD D3 = dummy Prov. Sumatera Utara D4 = dummy Prov. Sumatera Barat D5 = dummy Prov. Riau D6 = dummy Prov. Jambi D7 = dummy Prov. Sumatera Selatan D8 = dummy Prov. Bengkulu D9 = dummy Prov. Lampung D10 = dummy Prov. Kep. Riau D11 = dummy Prov. Bangka Belitung D12 = dummy Prov. Jawa Barat D13 = dummy Prov. Jawa Tengah D14 = dummy Prov. DIY D15 = dummy Prov. Jawa Timur D16 = dummy Prov. Banten D17 = dummy Prov. Bali D18 = dummy Prov. Kalbar Untuk mengetahui tujuan ketiga dari penelitian ini, maka metode analisis data dilakukan dengan melakukan proyeksi ICOR. Untuk proyeksi ICOR tahun berikutnya, dapat dihitung dengan menggunakan trend linear. Model trend ICOR adalah sebagai berikut : ICOR = a + bX................................................................................................(3.5) Dimana, ICOR = nilai trend ICOR priode tertentu a b x = trend periode dasar = pertambahan trend tahunan secara rata-rata = jumlah unit tahun yang dihitung dari periode dasar D19 = dummy Prov. Kalteng D20 = dummy Prov. Kaltim D21 = dummy Prov. Kalsel D22 = dummy Prov. Sulut D23 = dummy Prov. Sulteng D24 = dummy Prov. Sulsel D25 = dummy Prov. Sultara D26 = dummy Prov. Gorontalo D27 = dummy Prov. Sulbar D28 = dummy Prov. NTB D29 = dummy Prov. NTT D30 = dummy Prov. Maluku D31 = dummy Prov. Maluku Utara D32 = dummy Prov Papua Barat 1 1 = intersep = Koefisien variabel 232=Koefisien dummy provinsi
17
Setelah diketahui ICOR Indonesia tahun mendatang, maka secara langsung dapat diketahui trend pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun berikutnya lewat model persamaan 3.2 dimana model persamaan 3.2 menunjukkan pengaruh ICOR terhadap pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia tampa menggunakan dummy. Berikut model trend yang digunakan : G2011-2015 = 0 + 1 ICOR2011-2015 + Ut .........................................................(3.6) Setelah diketahui ICOR dan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011-2015 maka kebutuhan investasi pada tahun 2011 2015 dapat diketahui lewat persamaan : Kt = It = ICOR x Yt.........................................................................................................................(3.7) Kt = It = ICOR x (gt/100) x Yt-1................................................................................................(3.8) Asumsi yang digunakan untuk mengetahui tujuan ketiga adalah : 1. Dalam melihat trend pertumbuhan ekonomi, variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diluar variabel independen dalam model dianggap konstan. 2. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 2015 didapat dari model persamaan 3.2. Model pertumbuhan ekonomi Indonesia diwakili dari model pertumbuhan ekonomi 32 provinsi. 3. Setelah pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011-2015 diketahui maka dapat diketahui PDB per kapita Indonesia tahun 2011-2015. 4. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2011-2015 didapat dari proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2025 yang didapat dari BPS. 5. PDD Indonesia didapat dari perkalian PDB per kapita dengan proyeksi jumlah penduduk Indonesia tahun 2011-2015.
18
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hubungan ICOR Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 32 Provinsi di Indonesia Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu yang panjang (Boediono, 1992). Dalam teori Solow Swan pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh faktor faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal dan teknologi. Teknologi merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi karena dengan adanya teknologi, penggunaan input akan lebih efisien. Penggunaan bibit unggul yang menghasilkan produksi lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan bibit biasa merupakan contoh dari adanya kemajuan teknologi. Ricardo (Boediono, 1992) menyatakan bahwa dengan adanya kemajuan teknologi dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal sehingga nantinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Teknologi dalam penelitian ini dilihat dari efisiensi dan efisiensi diukur dari angka ICOR. Tinggi rendahnya angka ICOR dapat mencerminkan efisien tidaknya penggunaan modal. Semakin tinggi angka ICOR maka semakin tidak efisien penggunaan modal dan demikian sebaliknya. Berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa ICOR dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan yang negatif Tabel 4.1 Hubungan ICOR dengan Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi G I G I G I G I G I 2005 10,0 1,4 3,0 2,6 5,0 3,4 1,5 5,7 4,6 3,3 2005 0,2 3,4 4,5 3,0 4,6 3,2 2,7 5,9 4,1 3,4 2007 4,0 4,0 5,2 3,0 4,9 3,0 1,0 6,6 5,0 3,2 2008 6,8 3,6 4,7 3,1 4,9 3,0 3,3 6,2 5,4 3,1 KoefisenKorelasi 0,65 0,85 0,05 0,34 0,98 Bali Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Tahun G I G I G I G I G I 2005 5,3 5,7 4,6 6,7 0,6 7,6 2,8 3,2 1,2 5,1 2005 4,1 5,0 3,4 6,4 4,3 7,8 3,4 2,9 0,5 5,5 2007 4,8 4,7 4,2 5,9 4,5 7,9 4,4 2,6 1,1 6,4 2008 4,9 5,0 3,7 5,9 4,7 8,0 4,7 2,4 3,1 5,4 KoefisenKorelasi 0,36 0,33 0,91 0,98 0,28 Sumber : Data Sekunder 2011, diolah Tahun Sumsel Bengkulu Lampung Kep.BaBel Kep.Riau DKIJakarta G I G I G I G I G I G I 1,9 4,9 4,7 1,1 3,7 3,6 1,4 7,6 0,7 1,1 4,3 4,2 3,7 3,8 4,3 1,1 3,5 2,8 2,5 7,5 2,3 1,4 4,9 4,2 4,3 3,6 4,4 1,1 4,5 2,4 3,0 7,2 2,5 1,0 5,4 4,3 3,6 3,5 3,3 1,2 3,8 2,2 3,0 7,2 2,2 1,0 5,2 4,6 0,95 0,98 0,47 0,79 0,02 0,49 Sulut Sulteng Sulsel Sultara Gorontalo Sulbar G I G I G I G I G I G I 5,6 4,0 4,8 2,7 4,8 3,2 6,1 3,8 2,8 1,8 7,0 1,9 4,7 3,9 5,9 2,7 5,2 2,9 5,4 3,5 5,9 0,9 5,2 1,8 5,4 3,9 6,1 2,7 4,9 2,9 5,7 3,5 6,2 0,7 5,8 1,8 6,5 3,8 6,1 2,7 6,3 2,9 5,0 3,7 6,4 0,7 6,9 1,6 0,52 0,89 0,7 0,34 0,98 0,17 Jabar G I 4,2 4,0 4,5 3,7 4,9 3,5 4,3 3,6 0,74 NTB G I 0,1 17,2 1,0 13,7 3,1 9,9 1,0 10,6 0,79 Jateng G I 7,6 3,8 4,5 3,8 4,8 3,5 4,7 3,5 0,63 NTT G I 0,5 5,9 3,0 4,6 3,2 4,2 2,8 4,2 0,98 DIY G I 0,3 7,2 2,6 8,4 3,3 8,4 4,0 8,0 0,79 Maluku G I 3,3 1,3 4,0 1,4 4,1 1,3 2,7 1,3 0,38 Jatim G I 5,8 4,2 5,2 4,0 5,5 3,8 5,3 3,7 0,56 Malut G I 0,4 2,2 3,8 2,4 4,3 2,6 4,3 2,5 0,93 Banten G I 6,6 5,8 3,6 5,9 4,1 5,7 3,8 5,6 0,18 Papuabarat G I 0,3 5,3 2,5 6,3 4,9 5,8 5,3 5,4 0,15
19
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 32 provinsi yang dijadikan sample penelitian, sebanyak 20 provinsi (62,5 persen) menunjukkan hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan ICOR sedangkan sisanya sebanyak 12 provinsi (37,5 persen) menunjukkan hubungan yang positif antara pertumbuhan ekonomi dengan ICOR. Pola korelasi yang positif ini diduga bahwa investasi yang ditanamkan pada 12 provinsi tersebut merupakan investasi jangka panjang sehingga efeknya dalam pertumbuhan ekonomi belum dirasakan pada periode pengamatan. Untuk melihat keeratan hubungan antara ICOR dengan pertumbuhan ekonomi maka dapat dilihat dari koefisien korelasi yang didapat dari tabel 4.1. Koefisien korelasi yang mendekati angkat +1/-1 memiliki keeratan hubungan yang sempurna dan koefisien korelasi 0 berarti ICOR dan pertumbuhan ekonomi tidak memiliki hubungan. Keeratan hubungan ICOR dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Keeratan Hubungan ICOR dengan Pertumbuhan Ekonomi 32 Provinsi Indonesia Tahun 2005 2008
No 1 2 3 4 5 6 No 1 2 3 4 5 6 KorelasiPositifKuat(0,5<r<1) Prov.SumateraUtara Prov.JawaTengah Prov.DIY Prov.JawaTimur Prov.KalimantanTengah Prov.Gorontalo KorelasiPositifLemah(0<r<0,5) Prov.Riau Prov.DKIJakarta Prov.Bali Prov.KalimantanBarat Prov.SulawesiTenggara Prov.PapuaBarat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 No 1 2 3 4 5 6 7 KorelasiNegatifKuat(0,5<r<1) Prov.NAD Prov.Jambi Prov.SumateraSelatan Prov.Bengkulu Prov.Kep.BangkaBelitung Prov.JawaBarat Prov.KalimantanSelatan Prov.SulawesiUtara Prov.SulawesiTengah Prov.SulawesiSelatan Prov.NTB Prov.NTT Prov.MalukuUtara KorelasiNegatifLemah(0<r<0,5) Prov.SumateraBarat Prov.Lampung Prov.Kep.Riau Prov.Banten Prov.KalimantanTimur Prov.SulawesiBarat Prov.Maluku
20
2.
Pengaruh ICOR Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 32 Provinsi di Indonesia Untuk menjawab tujuan kedua penelitian ini, maka analisis data dilakukan
dengan analisis data panel. Hasil regresi utama dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Regresi Utama Dependen Variabel Pertumbuhan Ekonomi
Variabel ICOR C D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11 D12 D13 D14 D15 D16 D17 D18 D19 D20 D21 D22 D23 D24 D25 D26 D27 D28 D29 D30 D31 D32 Rsquared Fstatistic Dw Koefisien 0,411 6,754 13,27 1,225 0,615 2,886 0,638 1,760 2,147 1,754 1,961 4,686 0,782 0,123 0,905 0,329 0,118 0,126 0,215 0,018 1,764 4,122 0,418 0,069 0,229 0,265 1,848 0,209 0,161 2,439 2,666 4,565 1,325 tStatistik 2,016 5,951 7,284 1,686 0,593 2,694 0,618 1,741 1,782 1,659 1,656 3,902 0,769 0,121 0,719 0,325 0,112 0,124 0,199 0,015 1,670 3,959 0,413 0,065 0,218 0,260 1,245 0,184 0,078 2,412 2,259 2,672 1,266 Prob 0,046 0,000 0,000 0,246 0,555 0,008 0,538 0,085 0,078 0,100 0,101 0,000 0,444 0,904 0,474 0,746 0,911 0,902 0,842 0,988 0,098 0,000 0,680 0,948 0,827 0,795 0,216 0,855 0,936 0,017 0,026 0,009 0,209 0,759 9,346 2,016
Persamaan yang didapat dari hasil regresi utama analisis data panel pada tabel 4.3 adalah : Growth = -0,41*ICOR + 5,2 ..........................................................................(3.6) Growth = -0.41 * ICOR + 6,8 13,3 * D2 1,2 * D3 0,6*D4 2,9*D5 0,6*D6 1,8*D72,1 * D8 1,8 * D9 1,9 * D10 4,7* D11 0,8*D12 + 0,1* D130,9*D14+0,3*D15+0,1*D16+ 0,1* D17 0,2*D18 0,01*D19 1,8*D204,1*D21+0,4*D22+ 0,1*D230,2*D24+0,3*D25 - 1,8*D26+0,2*D270,2*D28 2,4 * D29 2,7*D304,6*D311,3*D32.........................................................(3.7) Dari hasil deteksi asumsi klasik maupun uji statistik, penelitian ini terbebas dari penyakit asumsi klasik dan uji statistik dimana hasil yang didapat menunjukkan bahwa ICOR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia. Hasil yang diperoleh dari perhitungan regresi menunjukkan persamaan model growth = 5,2 0,41*ICOR, angka koefisien sebesar -0,41 yang mempunyai arti apabila efisiensi meningkat lewat penurunan ICOR sebesar 1 poin maka akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia sebesar 0,41 persen. Hasil regresi pada model pengaruh ICOR terhadap pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia sesuai dengan hipotesis awal dan sesuai dengan teori bahwa teknologi berperan dalam pertumbuhan ekonomi dimana dengan adanya teknologi maka akan membuat input lebih efisien. Efisiensi pada penelitian ini dapat dilihat dari angka ICOR. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bui Troung Giang dan Phan Sy An (2011) yang menyatakan bahwa ICOR dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang negatif. Penurunanan angka ICOR akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi. 3. Dummy Hasil yang didapat dari regresi data panel metode LSDV menggunakan variabel dummy mempunyai arti bahwa Koefisien dummy pada persamaan yang bernilai negatif mengindikasikan bahwa efisiensi 31 provinsi lebih rendah dari benchmark (Provinsi DKI Jakarta). Dari hasil regresi didapat 23 provinsi memiliki koefisien dummy yang bernilai negatif, hal ini mengidentifikasikan bahwa efisiensi 23 provinsi lebih rendah dibandingkan provinsi DKI Jakarta.
22
4.
Analisis Kebutuhan Investasi Nilai ICOR merupakan salah satu data dan informasi penting dalam proses
perencanaan pembangunan ekonomi. Bagi para pengambil keputusan di pemerintahan, indikator ini bermanfaat untuk memperkirakan kebutuhan rill investasi dalam mencapai target tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu. Dengan menetapkan target tingkat pertumbuhan ekonomi, maka kebutuhan investasi pada tahun tahun mendatang dapat diketahui. Kebutuhan Investasi Indonesia pada tahun mendatang dapat diketahui dengan mengetahui terlebih dahulu angka ICOR dan PDB Indonesia tahun mendatang. Untuk mengetahui angka ICOR Indonesia tahun mendatang maka dilakukan proyeksi trend linear. ICOR tahun 2011 2015 dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Proyeksi ICOR Indonesia Tahun 2011 2015
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 KodeTahun(X) 6 7 8 9 10 ICORProyeksi 4,10 4,09 4,08 4,07 4,06
Sumber : Data sekunder 2011, diolah Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa setiap tahunnya terjadi penurunan
ICOR. Angka ICOR yang menurun ini menunjukkan bahwa terjadi efisiensi penggunaan modal setiap tahunnya di Indonesia. ICOR yang rendah juga memberikan arti bahwa dibutuhkan tambahan investasi yang lebih rendah dibanding ICOR yang tinggi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan model yang didapat dari hasil regresi bahwa growth Indonesia = 5,2 0,41*ICOR, maka dapat diketahui perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2011 2015.
23
Sumber : Data sekunder 2011, diolah Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan ini tentunya terjadi karena adanya tambahan investasi setiap tahunnya. Berdasarkan konsep ICOR maka perkiraaan kebutuhan investasi untuk pertumbuhan ekonomi tahun 2011 2015 dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Perkiraan Kebutuhan Investasi Indonesia Tahun 2011 2015
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 Growth (%) 3,519 3,523 3,527 3,531 3,535 PDB Per Kapita (Ribu Rp) 10.091 10.446 10.815 11.197 11.592 Jumlah Penduduk (Ribu Jiwa) 236331 239174 242014 244815 247572 PDB (Ribu Rp) 2.384.750.318 2.498.466.082 2.617.305.689 2.741.092.242 2.869.961.148 PDB (Ribu Rp) 108.886.565 113.715.764 118.839.607 123.786.554 128.868.905 4,10 4,09 4,08 4,07 4,06 ICOR Investasi (ribu Rp) 446.434.916 465.097.475 484.865.597 503.811.273 523.207.756 investasi (%) 6,7 4,2 4,3 3,9 3,8
Sumber : Data sekunder 2011, diolah Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa investasi yang dibutuhkan setiap tahunnya mengalami penurunan, hal ini mengidentifikasikan bahwa peran ICOR yang semakin rendah akan menyebabkan penggunaan investasi menjadi lebih efisien. E. PENUTUP 1. Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ICOR dengan pertumbuhan ekonomi, pengaruh variabel ICOR terhadap pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia dan mengetahui kebutuhan investasi Indonesia. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
24
1. Berdasarkan hasil analisis korelasi maka didapat 20 provinsi (62,5 persen) menunjukkan pola korelasi yang negatif dan sisanya sebanyak 12 provinsi (37,5 persen) menunjukkan pola korelasi yang positif. Pola korelasi yang positif ini diduga bahwa investasi yang ditanamkan pada 12 provinsi tersebut merupakan investasi jangka panjang sehingga efeknya dalam pertumbuhan ekonomi belum dirasakan pada periode pengamatan. 2. Berdasarkan model persamaan regresi didapat koefisien ICOR sebesar -0,41. Koefisien tersebut menunjukkan arti bahwa peningkatan efisiensi lewat penurunan ICOR sebesar 1 poin maka akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di indonesia sebesar 0,41 persen. Berdasarkan hasil model persamaan ini juga maka akan dapat ditentukan kebutuhan investasi di Indonesia padfa tahun 2011-2015. 3. Berdasarkan koefisien variabel dummy, didapat 23 provinsi yang memiliki koefisien yang negatif. Koefisien yang negatif mengindikasikan bahwa tingkat efisiensis pada 23 provinsi masih lebih rendah dibandingkan provinsi DKI Jakarta. 4. Berdasarkan proyeksi ICOR Indonesia selama tahun 2011-2015 dan pertumbuhan ekonomi yang didapat dari model persamaan bahwa growth Indonesia = 5,2 0,41*ICOR, maka kebutuhan investasi di Indonesia pada tahun 2011-2015 dapat diketahui. Hasil yang didapat dari kebutuhan investasi selama tahun 2011 2015 menunjukkan penggunaan investasi yang semakin efisien dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi tahun 2011 2015. 2. Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah variabel dependen pada penelitian hanya menggunakan pertumbuhan ekonomi 32 provinsi saja, sehingga hasil yang didapat tidak menyeluruh. 3 Saran 1. ICOR memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi 32 provinsi di Indonesia. ICOR yang rendah akan menyebabkan penggunaan modal menjadi lebih efisien sehingga diharapkan peran pemerintah dalam meningkatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan modal.
25
2. Investasi berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga sangat diharapkan peran pemerintah Indonesia dalam meningkatkan jumlah investor untuk berinvestasi di Indonesia. 3. Variabel dependen pada penelitian ini hanya menggunakan pertumbuhan ekonomi 32 provinsi saja, oleh karena itu untuk penelitian penelitian mendatang diharapkan dapat menggunakan pertumbuhan ekonomi 33 provinsi di Indonesia sehingga hasil yang didapat lebih menyeluruh.
26
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Papua, 2008, Incremental Capital Output Ratio, Papua Badan Pusat Statistik, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi di Indonesia Atas Dasar Penggunaan Berbagai Edisi, Jakarta __________________, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi di Indonesia Atas Dasar Lapangan Usaha Berbagai Edisi, Jakarta __________________, 2009, Incremental Capital Output, Sibolga __________________, 2010, Data Statistik Indonesia, Jakarta Boediono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Edisi Pertama, Cetakan Kelima. Yogyakarta: BPFE Elvany Noor Afia. 2010. Pengaruh Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Dan Belanja Modal Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah. Skripsi, Program Sarjana IESP, Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics. McGraw Hill. USA Imam Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Lincolin Arsyad. 1988. Ekonomi Pembangunan, Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Yogyakarta : Penerbit Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Jonahtan Sarwono. 2010. Teori Analisis Korelasi. http://www. Jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.htm. Diakses tanggal 21 Juni 2011. Jonni J Manurung, dkk. 2005. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Gramedia Muhamad Farid Mahmud,. 2008. Incremental Capital Output Ratio:Barometer Efisiensi Perekonomian Nasional. Jurnal Ekonomi Bisnis, Vol. 13, No.1, Jakarta. Nur Indrianto dan Bambang Supomo. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Rifka Kusuwardani. 2010. Pengaruh Teknologi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bandung Tahun 2008-2010. Skripsi. Program Sarjana IESP, Universitas Syarif Hidayutullah
27
Roni Kountur. 2004. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit PPM Sadono Sukirno. 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Pertama, Cetakan Keempat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Samuelson, P.A. dan Nordhaus, W.D. 1998. Economics, The McGraw-Hill Companies, Inc. Singapore Sandria Sjahputra. 2008. Kebutuhan Investasi Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kabupaten Natuna Tahun 2008 2011. Tesis, Program Pasca Sarjana MIESP, Universitas Gadjah Mada Suparmoko. 2000. Pokok Pokok Ekonomika. Yogyakarta: BPFE Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan, Problematika dan Pendekatan. Edisi Pertama. Jakarta: PT. Salemba Empat Suseno Triyanto Widodo. 1990. Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: BPFE Todaro, Michael P. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi 9, Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Alih Bahasa Drs. Haris Munandar Troung Giang, Bui dan Phan Sy An. 2011. Quality of Vietnam Economic Growth in Perspectives of Economys Effectiveness and Competivtiveness. Diakses tanggal 17 Mei 2011 Wing Wahyu Winarmo. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
28