This document discusses hypovolemic shock in children. It defines shock physiologically as inadequate delivery of oxygen and nutrients to tissues. Hypovolemic shock results from an absolute deficiency of intravascular volume and is a leading cause of pediatric mortality and morbidity worldwide. Rapid loss of intravascular volume reduces preload, stroke volume, cardiac output, and oxygen delivery to tissues. The clinical manifestations of shock depend on the etiology, amount of volume depletion, and whether shock is in the compensated or uncompensated stage. Regardless of the cause, initial management of shock involves immediate stabilization, maintaining a patent airway with adequate oxygenation, aggressive fluid resuscitation, and correcting any metabolic abnormalities. Inotropic drugs may be used
This document discusses hypovolemic shock in children. It defines shock physiologically as inadequate delivery of oxygen and nutrients to tissues. Hypovolemic shock results from an absolute deficiency of intravascular volume and is a leading cause of pediatric mortality and morbidity worldwide. Rapid loss of intravascular volume reduces preload, stroke volume, cardiac output, and oxygen delivery to tissues. The clinical manifestations of shock depend on the etiology, amount of volume depletion, and whether shock is in the compensated or uncompensated stage. Regardless of the cause, initial management of shock involves immediate stabilization, maintaining a patent airway with adequate oxygenation, aggressive fluid resuscitation, and correcting any metabolic abnormalities. Inotropic drugs may be used
This document discusses hypovolemic shock in children. It defines shock physiologically as inadequate delivery of oxygen and nutrients to tissues. Hypovolemic shock results from an absolute deficiency of intravascular volume and is a leading cause of pediatric mortality and morbidity worldwide. Rapid loss of intravascular volume reduces preload, stroke volume, cardiac output, and oxygen delivery to tissues. The clinical manifestations of shock depend on the etiology, amount of volume depletion, and whether shock is in the compensated or uncompensated stage. Regardless of the cause, initial management of shock involves immediate stabilization, maintaining a patent airway with adequate oxygenation, aggressive fluid resuscitation, and correcting any metabolic abnormalities. Inotropic drugs may be used
This document discusses hypovolemic shock in children. It defines shock physiologically as inadequate delivery of oxygen and nutrients to tissues. Hypovolemic shock results from an absolute deficiency of intravascular volume and is a leading cause of pediatric mortality and morbidity worldwide. Rapid loss of intravascular volume reduces preload, stroke volume, cardiac output, and oxygen delivery to tissues. The clinical manifestations of shock depend on the etiology, amount of volume depletion, and whether shock is in the compensated or uncompensated stage. Regardless of the cause, initial management of shock involves immediate stabilization, maintaining a patent airway with adequate oxygenation, aggressive fluid resuscitation, and correcting any metabolic abnormalities. Inotropic drugs may be used
( Hypovolemic shock in children ) A.Latief Azis Divisi Pediatri Gawat Darurat Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
Korespondensi: A. Latief Azis, dr. SpA(K) Divisi Pediatri Gawat Darurat/ Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo no. 6-8 Surabaya Telp : (031) 5501693 Fax (031) 5501748 E-mail : latiefdr@pediatrik.com
ABSTRACT Shock is defined physiologically as inadequate delivery of substrate and oxygen to meet the metabolic need of tissue. Hypovolemic shock results from an absolute deficiency of intravascular volume. It is the leading cause of pediatric mortality and morbidity worldwide, although the specific causative agents may be different around the world. Shock is a medical emergency, delay in recognizing and quickly treating shock result in a progression from compensated reversible shock to widespread multiple organ failure to death. Rapid loss of intravascular volume reduce intravascular preload resulting in decreased stroke volume and cardiac output and oxygen delivery to the tissue. The clinical manifestation of shock depend on the etiology of shock, the amount of volume depletion and wether shock is in compensated or uncompensated stage. Regardless of the cause the initial management of shock is immediate stabilization. The airway must be patent with adequate oxygenation, agressif fluid resuscitation and correction of any metabolic abnormalities. Inotropic is the next choice if agressif fluid resuscitation failed. Hydrocortisone is preserved for any patients suspected of adrenal insufficiency or children with chronic use of steroid.
Renjatan adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan sirkulasi untuk menyediakan oksigen dan substrat yang adekuat untuk kebutuhan metabolisme jaringan. Renjatan merupakan kegawatan medis yang membutuhkan pertolongan segera, keterlambatan mengenal dan tatalaksana renjatan akan menyebabkan terjadinya kelainan multiorgan dan kematian. Renjatan hipovolemi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas diseluruh dunia. Kehilangan cairan Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
intravaskular menyebabkan penurunan preload yang akan menyebabkan penurunan volume sekuncup dan curah jantung serta penyediaan oksigen jaringan. Gejala klinis renjatan tergantung pada penyakit primer, jumlah dan kecepatan hilangnya cairan intravaskular serta stadium renjatan apakah masih compensated atau uncompensated. Tatalaksana renjatan adalah stabilisasi segera, bebaskan jalan nafas dan oksigen konsentrasi tinggi, pemberian cairan agresif dan koreksi setiap kelainan metabolik yang terjadi. Bila dengan pemberian cairan agresif tidak memberi hasil yang baik, tindakan berikutnya adalah pemberian inotropik. Pemberian steroid hanya diberikan pada penderita yang diduga mengalami insufisiensi adrenal atau penderita yang mendapat steroid dalam waktu lama.
Kata kunci: renjatan hipovolemia, terapi cairan agresif
PENDAHULUAN
Renjatan adalah diagnosis klinis yang terjadi karena berbagai sebab. Renjatan merupakan gawat darurat medik dengan morbiditas dan mortalitas tinggi (>20%) yang membutuhkan penanganan segera. 1 Kelambatan penanganan dapat menyebabkan kematian atau terjadinya gejala sisa. Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai batasan yang tepat dari renjatan, namun para sarjana pada umumnya sependapat bahwa renjatan adalah sindroma klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan baik pasokan maupun penggunaannya dalam metabolisme seluler jaringan tubuh. 1-7 Gejala awal renjatan pada anak tidak sama dengan dewasa karena fungsi organ dan kemampuan kompensasi tubuh yang relatif berbeda sesuai perkembangan usia. 1,6,7 Renjatan hipovolemik terjadi sebagai akibat berkurangnya volume darah intravaskular. Jenis renjatan ini merupakan yang paling banyak dijumpai dan merupakan penyebab kematian utama anak. Di seluruh dunia terdapat 620 juta kematian tiap tahun, meskipun penyebab hipovolemia diberbagai negara berbeda- beda. 1,2,7 Di negara berkembang penyebab utama hipovolemia adalah diare akut dan demam berdarah dengue, sedang di negara maju penyebab utama hipovolemia adalah perdarahan akibat trauma. 2,7 Di IRD RSU Dr. Soetomo 68% dari sekitar 5000-6000 kunjungan penderita anak setiap tahunnya mengalami renjatan hipovolemik dengan penyebab utama adalah diare akut dan demam berdarah dengue. Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi penurunan hantaran oksigen ke jaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan, selain terjadi penurunan cardiac output juga terjadi pengurangan hemoglobin, sehingga transport dari oksigen ke jaringan makin berkurang.
Penyebab renjatan hipovolemi adalah : 1. Kehilangan cairan dan elektrolit: diare, muntah Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
diabetes insipidus heat stroke renal loss luka bakar 2. Perdarahan : - Perdarahan internal : ruptura hepar/lien trauma jaringan lunak fraktura tulang panjang perdarahan saluran cerna (ulkus peptikum, divertikulum Meckel, sindroma Mallory Weis dsb) kelainan hematologis
- Perdarahan eksternal : trauma 3. Kehilangan plasma : luka bakar sindroma nefrotik obstruksi ileus demam berdarah dengue peritonitis
Penyebab lain dari renjatan hipovolemi adalah kebocoran kapiler (capillary leak syndrome), cairan intravaskular keluar ke jaringan seperti luka bakar, sepsis, penyakit-penyakit keradangan lain, pada keadaan ini anak tampak sembab meski sebenarnya anak ini kekurangan cairan intravaskular. 2,7
PATOFISIOLOGI Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer penyebab renjatan. Namun secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui refleks neurohumoral. 1,2,5-8 Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah dan sistim pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya renjatan. Bila terjadi hipovolemi maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah melalui: 1,2,6,7
1. Baroreseptor Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tegangan dalam pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ken pusat juga berkurang, sehingga akan terjadi : - Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibitory centre. - Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor ini terdapat di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan darah. 2. Kemoreseptor Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai 60 mmHg. Bila tekanan darah menurun di bawah 60 mmHg maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan. 3. Cerebral Ischiemic Receptor Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40 mmHg maka akan terjadi symphathetic discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari respon reseptor perifer. 4. Respon Humoral Bila terjadi hipovolemia/hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormon-hormon stres seperti epinefrin, glukagon, dan kortisol yang merupakan hormon yang mempunyai efek kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran hormon ini adalah terjadi takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemia. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH oleh hipofise posterior juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi. 5. Retensi air dan garam oleh ginjal Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran renin oleh aparatus yukstaglomerulus yang merubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I ini oleh Angiotensin convertizing enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang mempunyai sifat : - Vasokonstriktor kuat. - Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal. - Meningkatkan sekresi vasopresin
Volume sirkulasi
Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
Gb. 1. Refleks kardiovaskular pada hipotensi 6. Autotransfusi Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk mempertahankan agar volume dan ekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara jumlah cairan intravaskular yang keluar ke ekstravaskular atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik intravaskular dan ekstravaskular serta pada keadaan dinding pembuluh darah. Pada keadaan hipovolemi maka tekanan hidrostatik intravaskular akan menurun maka akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke intravaskular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka proses ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.
Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
Gb.2. Proses autotransfusi pada renjatan:1.Tekanan darah turun, terjadi vasokonstriksi 2.Kontraksi sphincter pre dan post kapiler 3.Volume darah berkurang, aliran darah yang lewat lebih cepat 4.Cairan interstitial dihisap masuk kembali kedalam sirkulasi
Akibat dari semua ini maka akan terjadi : - Vasokonstriksi yang luas Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembuluh darah skeletal, sphlanchnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi, bahkan aliran darah pada kelenjar adrenal meningkat sampai 300% sebagai usaha kompensasi tubuh untuk meningkatkan respon katekolamin pada renjatan. 2
Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi dingin dan kulit menjadi pucat. - Sebagai akibat vasokonstriksi maka tekanan diastolik akan meningkat pada fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tapi bila proses berlanjut keadaan ini tidak dapat dipertahankan dan tekanan darah akan semakin menurun sampai tidak terukur. - Takikardia - Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolisme anaerobik dan terjadi asidosis metabolik. - Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga kesempatan pertukaran O 2 dan CO 2 ke dalam pembuluh darah lebih lama dan akibatnya terjadi perbedaan yang lebih besar antara tekanan O 2 dan CO 2 arteri dan vena.
Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi ke jaringan maka metabolisme menjadi metabolisme anaerobik yang tidak efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap 1 molekul glukosa. Pada metabolisme aerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup tiap pemecahan 1 molekul glukosa akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolisme anerobik ini adalah terjadi penumpukan asam laktat dan pada akhirnya metabolisme tidak mampu lagi menyediakan energi yang cukup untuk mempertahankan homoeostasis seluler, terjadi kerusakan pompa ionik dinding sel, natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar sel dan terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ organ tubuh atau terjadi kegagalan organ multipel (multiple organ failure) dan renjatan yang ireversibel. Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
DIAGNOSIS
Renjatan adalah diagnosis klinis, jadi tidak ada diagnosis bandingnya. Diagnosis banding hanya terhadap penyebab renjatan. 2,6,7 Diagnosis renjatan pada stadium dini sangat penting untuk berhasilnya suatu pengobatan, namun sering kali hal ini tidak mudah. Karena itu sangat penting adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya renjatan pada penderita dengan resiko tinggi. Pada penderita dengan resiko tersebut kita lakukan pemantauan yang lebih ketat sehingga dapat dilakukan tindakan lebih dini bila terdapat tanda-tanda renjatan. Diagnosis renjatan pada bayi dan anak kadang-kadang sulit, tanda-tanda renjatan berat dengan gejala yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba, akral dingin dan sianosis mudah dikenal, tapi pada compensated shock dimana tekanan darah sentral masih dapat dipertahankan, seringkali diagnosis renjatan sulit ditegakkan. 2,6,7 Pengambilan anamnesis yang baik dan benar sangat penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari renjatan, seperti adanya muntah dan diare akan mengarahkan kita pada renjatan hipovolemik, trauma atau pasca operasi kemungkinan menjadi penyebab renjatan hipovolemik karena perdarahan. Pada neonatus, panas pada ibu waktu melahirkan, ketuban pecah prematur (KPP), perdarahan intrapartum atau distres fetal dapat membantu memperkirakan penyebab renjatan pada bayi. Manifestasi klinis renjatan tergantung pada : - Penyakit primer penyebab renjatan - Kecepatan dan jumlah cairan yang hilang - Lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi - Tipe dan stadium renjatan
STADIUM RENJATAN Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu: 1,5-7,9
1. Fase kompensasi 2. Dekompensasi 3. Ireversibel
Fase kompensasi Pada fase ini fungsi organ-organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan aktivitas simpatik yaitu meningkatkan tahanan sistemik, terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer yang tidak vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal, sedang tekanan darah diastolik meningkat akibat meningkatnya tahanan arteriol dan tekanan nadi menyempit. Untuk memenuhi curah jantung maka frekuensi denyut jantung juga meningkat. Selain itu terjadi kompensasi hormonal dengan pengeluaran vasopresin, renin-angiotensin, dan aldosteron akan mempengaruhi ginjal menahan pengeluaran natrium dan air.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: 5-8
- Nadi cepat. - Anak tampak pucat, dingin dan kulitnya lembab Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
- Suhu permukaan tubuh menurun Perbedaan antara suhu tubuh sentral (core temperature) dengan suhu kulit meningkat > 2 o C - Pengisian kembali kapiler ( Capillary refill time ) memanjang. Cara pengukurannya adalah dengan menekan ujung kuku atau jaringan lunak lain selama 5 detik, kemudian dilepas, maka daerah yang pucat akan segera merah kembali dalam waktu kurang dari 2 detik. Pada renjatan fase kompensasi CRT memanjang tidak > 3 detik. - Anak menjadi gelisah atau apatis
Fase dekompensasi
Pada fase ini mekanisme kompensasi tubuh mulai gagal mempertahankan curah jantung dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan tidak mendapat oksigen yang cukup, metabolisme berlangsung secara anaerobik, sehingga terjadi pembentukan asam laktat dan asam-asam lain sehingga terjadi asidosis metabolik. Asidosis semakin berat dengan terbentuknya asam karbonat intraselular akibat ketidakmampuan sirkulasi mengeluarkan CO 2. 5-7 Asidosis akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan resisten terhadap katekolamin. Selain dari itu asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy dependent Na-K pump di tingkat selular, sehingga integritas membran sel terganggu, fungsi mitokondria dan lisosom memburuk sehingga akhirnya akan menyebabkan kematian sel. Aliran darah yang lambat dan kerusakan reaksi rantai kinin dan sistem koagulasi dapat memperberat renjatan dengan timbulnya agregasi trombosit dan pembentukan trombus disertai tendensi perdarahan. Juga terjadi pelepasan mediator vaskular seperti histamin, serotonin, sitokin (TNF=tumor necrosis factors dan interleukin-1), xanthin oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets activating factors). Sesungguhnya pelepasan mediator ini adalah reaksi normal tubuh terhadap stres atau injury, pada renjatan yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena akan menyebabkan vasodilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler dengan akibat makin berkurangnya cairan yang kembali ke jantung (preload) disertai depresi miokard. Manifestasi klinis yang timbul adalah : - Takikardia bertambah - Tekanan darah anak menurun dibawah harga normal. - Perfusi perifer memburuk, kulit/akral dingin, biru/mottled, capillary refill makin lama. - Oliguria sampai anuria. - Asidosis, pernafasan cepat dan dalam (Kusmaull). - Kesadaran makin menurun.
Renjatan Ireversibel
Kegagalan mekanisme tubuh menyebabkan renjatan terus berlanjut sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi organ-organ lain (disfungsi multi organ), cadangan fosfat energi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hati, sedang sintesa ATP baru hanya 2%/jam, sehingga tubuh akan kehabisan energi. Pada Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
keadaan ini kematian akan terjadi meskipun sistem sirkulasi dapat diperbaiki. Diagnosis renjatan ireversibel adalah retrospektif, artinya diagnosis dibuat sesudah penderita meninggal akibat kerusakan yang ekstensif dari organ-organ tubuh yang menyebabkan kerusakan multi organ dan kematian. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, koma dalam, anuria dan tanda-tanda kegagalan organ-organ lain.
Tabel 1. Manifestasi klinis renjatan 5,6
Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi Ireversibel Blood loss (%) sampai 25 25 - 40 > 40 Heart rate takikardia + takikardia ++ Taki/bradikardia Tek. Sistolik normal normal/menurun tdk terukur Nadi ( volume ) normal/menurun menurun + menurun ++ Capillary refill normal/meningkat meningkat > 5detik meningkat ++ 3-5 detik Kulit dingin, pucat dingin/mottled dingin+/deadly pale Pernafasan takipnea takipnea + sighing respiration Kesadaran gelisah lethargi reaksi atau hanya bereaksi thd nyeri
Tabel 2. Frekuensi jantung dan nafas pada anak normal
1. Hemoglobin dan hematokrit Pada fase awal renjatan karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada renjatan karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada demam berdarah dengue atau diare dengan dehidrasi akan terjadi hemokonsentrasi.
2. Urin Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin meningkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria dan toraks.
3. Pemeriksaan gas darah pH, PaO 2 ,PaCO 2 dan HCO 3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO 2 dan meningkatnya PaCO 2
Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
dan HCO 3 . Terdapat perbedaan yang lebih jelas antara PO 2 dan PCO 2 arterial dan vena.
4. Pemeriksaan elektrolit serum Pada renjatan seringkali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis.
5. Pemeriksaan fungsi ginjal Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal.
6. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman dilakukan hanya pada penderita-penderita yang dicurigai.
7. Pemeriksaan faal hemostasis
8. Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan penyakit primer penyebab.
PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah: 1,2,5-11
- Optimalisasi perfusi jaringan dan organ vital - Mencegah dan memperbaiki kelainan metabolik yang timbul sebagai akibat hipoperfusi jaringan
Tatalaksana 1. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen (FiO 2 100%), kalau perlu bisa diberikan ventilatory support 2. Pasang akses vaskular secepatnya (dalam 60-90 detik) untuk resusitasi cairan, berikan cairan secepatnya. Hampir pada setiap jenis renjatan terjadi hipovolemia baik hipovolemia absolut atau relatif sehingga terjadi penurunan preload, karena itu terapi cairan pada renjatan sangat penting. Anak lebih jarang mengalami overload cairan dibanding dewasa sehingga terapi renjatan paling tepat adalah pemberian cairan dengan cepat dan agresif yaitu pemberian kristaloid atau koloid 20 ml/kgBB dalam 1015 menit secara intravena. Pemberian cairan ini dapat diulang 23 kali, kalau masih belum berhasil bisa diberi plasma atau darah. 6,7,10
Bila akses intravena sulit didapat pada anak balita bisa dilakukan pemasangan akses intraosseous di daerah pretibia. Pemberian secara intraosseus ini cukup baik dan selain untuk pemberian cairan bisa digunakan juga untuk pemberian obat-obatan. Kesulitannya adalah cairan kadang-kadang tidak bisa dengan Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
cepat masuk, dalam keadaan seperti ini untuk mempercepat masuknya cairan dapat diberikan tekanan. Pada renjatan yang berat atau sepsis pemberian cairan bisa mencapai >60 ml/kgBB dalam 1 jam pertama. Carcillo dalam penelitiannya pada renjatan septik mendapatkan bahwa kelompok penderita yang mendapat cairan >65 ml/kgBB dalam 1 jam pertama mempunyai survival rate yang lebih baik dibanding kelompok yang mendapat cairan 40 ml/kgBB dalam 1 jam. 10
Pengecualian terhadap pemberian cairan agresif ini adalah penderita-penderita dengan renjatan kardiogenik. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 23 kali dimana jumlah cairan yang diberikan sudah mencapai 40-60% dari volume darah telah diberikan tapi belum ada respon yang adekuat, maka dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil analisis gas darah dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi bila pH <7,15. Bila masih tetap hipotensi atau nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena sentral (CVP) untuk pemberian resusitasi dan pemantauan status cairan tubuh. Evaluasi kembali kenaikan CVP setelah pemberian cairan secara berhati-hati.
3. Inotropik Inotropik mempunyai efek kontraktilitas dan efek terhadap pembuluh darah yang bervariasi terhadap tahanan vaskular, sebagian menyebabkan vasokonstriksi (epinefrin, norepinefrin) sebagian lainnya menyebabkan vasodilatasi (dopamine, dobutamin, melrinon). Meskipun banyak digunakan tetap harus diingat bahwa penggunaan yang tidak tepat bisa memperjelek keadaan karena penggunaan inotropik dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard yang dapat memperberat fungsi miokard dengan perfusi yang sudah terbatas. Efek vasokonstriksi juga akan memperberat iskemia mikrovaskulatur dan akan memperjelek perfusi organ-organ perifer. Indikasi pemberian inotropik : - Renjatan kardiogenik - Renjatan refrakter terhadap pemberian cairan Dopamin : Mempunyai efek campuran yaitu sebagai inotropik dan vasodilatsi pada end organ pada dosis rendah (25 g/kg BB/ menit ). Pada dosis 5-10 g/kg BB/menit meningkatkan kontraktilitas miokard dan curah jantung, dan meningkatkan konduksi jantung (meningkatkan rate). Pada dosis >10-20 g/kg BB/ menit mempunyai efek terhadap reseptor alfa (a- agonis) sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah sentral.
Epinefrin : Mempunyai efek terhadap reseptor a dan , meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, ini akan meningkatkan tekanan darah sentral tapi aliran darah perifer berkurang. Dosis: 0,1 g/kg BB/ menit IV, dosis bisa ditingkatkan secara bertahap sampai Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai mencapai 2-3 g/kg BB/ menit
Dobutamin : Efek utama adalah 1-agonis yaitu meningkatkan kontraktilitas miokard. Juga mempunyai sedikit efek 2-agonis yaitu vasodilatasi sehingga bisa menurunkan resistensi vaskular dan afterload dan memperbaiki fungsi jantung, karena itu dobutamin sangat cocok pada renjatan kardiogenik. Dosis 5 g/kg BB/ menit IV, dapat ditingkatkan bertahap sampai mencapai 20 g/kg BB/ menit
Norepinefrin Terutama mempunyai efek a-agonis (menyebabkan vasokonstriksi) dan sedikit efek 1-agonis. Dosis: 0,1 g/kg BB/ menit IV dosis dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan tercapai (dosis seperti epinefrin)
Phosphodiesterase inhibitor : (Inamrinon/amrinon dan Melrinon) 7,10
Bekerjanya dengan cara meningkatkan c AMP sehingga dapat meningkatkan level kalsium intrasel yang pada akhirnya akan memperbaiki kontraktilitas otot jantung dan vasodilatasi perifer. Bermanfaat pada penderita renjatan dengan volume intravaskular cukup, tapi kontraktilitas otot jantung dan perfusi perifer jelek. Dosis : Inamrinon: 0,075 dalam 23 menit, dilanjutkan dengan 5-10 mg/kgBB/menit IV. Melrinon: 25-50 g/kg BB dalam 10 menit dilanjutkan 0,375 -0,75 g/kg/menit IV
Kortikosteroid : 7,10
Penggunaan kortikosteroid pada renjatan masih merupakan kontroversi. Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan berat yang resisten terhadap katekolamin dan kecurigaan adanya insufisiensi adrenal atau pada anak dengan penyakit yang mendapat steroid dalam waktu lama atau pada anak yang menderita kelainan hipofise atau adrenal. Walaupun penggunannya masih dalam perdebatan, dari penelitian-penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid pada renjatan memberikan hasil yang cukup baik. Kortikosteroid yang diberikan adalah hidrokortison dengan dosis tinggi yaitu 25 kali dosis stres. Dosis hidrokortison untuk renjatan (shock dose) adalah 50 mg/kg BB IV bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continous infussion. 10
Kortikosteroid pada renjatan dapat memperbaiki fungsi sirkulasi melalui : 1. Bekerja sebagai adrenergic blocking agent sehingga bisa menurunkan tahanan perifer Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
2. Mencegah aktivasi komplemen dan proses koagulasi 3. Mencegah pengeluaran mediator vasoaktif 4. Mempunyai efek inotropik 5. Menstabilisasi dinding sel dan membran lisosom
Renjatan T Nadi cepat-lemah Akral dingin Capillary refill time > 3 dtk Kesadaran
A B C RL/Kolloid 20 ml/kg BB/ 10 menit Dapat dinaikkan sp mencapai 60 ml/kgBB dalam 1 jam Koreksi hipoglikemi,hipokalsemia
Respon - ( Fluid refractory shock )
Respon + Pasang C V P
Dopamin T normal Capillary refill < 2 dtk Urine > 1 ml/kg/jam Akral hangat Respon -
Fluid refractory - Dopamin resistant shock Epinefrin Observasi I C U Norepinefrin Vasodilator SaO 2
Glukosa darah, Ca ++
Gas darah Cathecolamine resistance shock ECG monitor
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
Pemantauan
Nilai respon penderita terhadap pemberian cairan dengan memantau status kardiovaskular, tanda vital dan perfusi perifer. Dengan meningkatkan preload diharapkan kontraktilitas otot jantung meningkat, curah jantung bertambah sehingga sirkulasi dapat diperbaiki kembali. Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dengan memantau produksi urin. Ambil pemeriksaan urin dan darah untuk menilai gambaran darah tepi, analisis gas darah, kadar glukosa dan elektrolit. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada renjatan sudah dikoreksi, sebelum pemberian inotropik dimulai. Obat-obat vasoaktif diberikan bila diyakini sudah tidak ada lagi hipovolemi dan oksigenasi telah adekuat. Bila kadar Hb kurang dari 5 g/dl, koreksi dengan pemberian PRC (10 ml/kgBB). Usahakan agar kadar Hb lebih besar dari 10 g/dl. Cari penyebab renjatan lainnya yang mungkin terjadi (perdarahan akibat trauma tumpul abdomen, pneumotoraks, renjatan kardiogenik, tamponade jantung, dll). Foto torak dilakukan secepatnya bila kondisi klinis stabil, konsultasi bedah bila diperlukan. Setelah restorasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan komplikasi yang bisa terjadi akibat renjatan perlu dievaluasi untuk tatalaksana lanjutan. - Gagal ginjal akut: periksa kadar ureum kreatinin dan fraksi ekskresi natrium. - ARDS ( acute respiratory distress syndrome/ shock lung ): Edema dan kerusakan jaringan paru dapat terjadi paska renjatan, bantuan ventilasi mekanik dengan pemberian PEEP mungkin diperlukan. - Depresi miokard gagal jantung - Gangguan koagulasi/pembekuan Akibat lanjut renjatan dapat timbul DIC (Disseminated intravascular coagulation), keadaan ini perlu dicermati bila timbul kecenderungan perdarahan. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan gangguan pembekuan/masa perdarahan ( BT/CT, PT/PTT, FDP, trombosit, D-Dimer ) - SSP dan Organ lain Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan ( prolonged shock ). Demikian pula organ-organ lainnya seperti hati dan saluran cerna harus juga dipantau. - Renjatan ireversibel.
Kepustakaan
1. Kline JA. Shock. In: Marx JA, Hockberger RS, Wall RM eds. Rosens Emergency Medicine : Concepts and clinical practice 5 th ed.St Louis : Mosby, 2002; 34-47 2. Tobin JR, Wetzel R C . Shock. In : Rogers MC, ed. Textbook of Pediatric Intensive Care. Baltimore: William & Wilkins, 1996; 555-605 Continuing Education XXXV
Renjatan Hipovolemik H. Abdul Latief A., dr., SpA(K)
3. Beckman RA, Hafkel AJ. Shock. In : Grossman H, Dieckman RA eds. Pediatric Emergency medicine. Philadelphia: JB Lippincott, 1991; 47 52. 4. Hinds CJ. Shock. In : Hind CJ ed. Intensive Care a Concise textbook. Eastbourne, Eastsussex : Balliere Tidall,1987; 128 59 5. Advance pediatric life support, the practical approach : shock ( chapter 10 ) 2 nd
ed. Advance life support group, BMG Publisher, London, 1997. 6. Shinsa KS, Donn S. Shock and Hypotension in the Newborn. Updated June 6, 2002. http://www.emedicine.com/ped/topic2768.htm 7. Schwarz A, Hilfiker ML. Shock. Updated October 19,2004 http://www.emedicine.com/ped/topic3047.htm 8. Sendel J, Scherung A, Salzberg D. Shock. In : Crain EF, Gershel JC. Clinical Manual of Emergency Pediatrics, 4 th ed. NewYork : McGraw-Hill, 2003; 18-22. 9. Gould SA, Sehgal LR, Sehgal HL, Moss GS. Hypovolemic shock. Crit Care Clin 1993;9 (2): 239-49 10. Carcillo JA, Fields AI. Clinical practice parameters for hemodynamic supports of pediatrics and neonatal patients in septic shock. Crit Care Med 2002; 30 ( 6 ):1365 - 78 11. Carcillo JA. Management of pediatric septic shock. In : Holbrook PR.ed. Textbook of pediatric critical care. Philadelphia: WB Saunders, 1993; 114 42