This document discusses reconstructing the epistemology of Islamic studies. It argues that the theological approach traditionally used is no longer relevant and proposes alternative approaches including philosophical, historical-empirical, sociological, and humanistic approaches. It also discusses how Islamic studies has expanded from focusing only on sacred aspects to including secular or worldly aspects as well. The document advocates for developing new approaches to studying Islam that are appropriate for the modern era and can integrate religion and science.
This document discusses reconstructing the epistemology of Islamic studies. It argues that the theological approach traditionally used is no longer relevant and proposes alternative approaches including philosophical, historical-empirical, sociological, and humanistic approaches. It also discusses how Islamic studies has expanded from focusing only on sacred aspects to including secular or worldly aspects as well. The document advocates for developing new approaches to studying Islam that are appropriate for the modern era and can integrate religion and science.
This document discusses reconstructing the epistemology of Islamic studies. It argues that the theological approach traditionally used is no longer relevant and proposes alternative approaches including philosophical, historical-empirical, sociological, and humanistic approaches. It also discusses how Islamic studies has expanded from focusing only on sacred aspects to including secular or worldly aspects as well. The document advocates for developing new approaches to studying Islam that are appropriate for the modern era and can integrate religion and science.
This document discusses reconstructing the epistemology of Islamic studies. It argues that the theological approach traditionally used is no longer relevant and proposes alternative approaches including philosophical, historical-empirical, sociological, and humanistic approaches. It also discusses how Islamic studies has expanded from focusing only on sacred aspects to including secular or worldly aspects as well. The document advocates for developing new approaches to studying Islam that are appropriate for the modern era and can integrate religion and science.
Modern word in inpported by modernized science and technology with in cultural and multireligius society, so for, Islamic studies uses theological approach with characters truth claem ( truth monopoly). According to this approach, the believer of certain religious is the only truth, where are other's belief is wrong. Tis appoach is not relevant anymore and can not face the challenge of this era ; then the mew way laurges from the mind of many moslem schoolars, Harun Nasution offers rational appoach, M Amin Abdullah proposes historical empirical approach, M Atho' Mudzar claem sosiological approach and Jalaluddin Rahmat present humanistic approach. The above approach can be cathegorized into theological approach, and comparative approach, stating from M Dhavamony theory, several Islamic studies approaches can be development of this approach is phenomenological approach. The Islamic studies approach focuses on sacrality and profan. So for sacrality in only strudied using the teological approach and profan in studied using philosophical approach.
Studi Islam yang bersifat particular patternsebagaimana studi Islam pada abad pertengahan (Harun Nasution, 1985:58)tidak menggambarkan fenomena keagamaan secara komprehensif. Hal ini menyebabkan studi Islam belum diakui oleh ahli sejarah agama-agama dunia dalam studi agama. Akibatnya, Islam dipandang sebelah mata, agama Islam hanya dipahami dari segi sakralitas (M Amin Abdullah,2000:6)
dan meninggalkan profanitas (M Amin Abdullah, 2000:12).
Dengan era pemikiran Islam kontemporer, studi Islam memasuki wilayah general Pattern dengan menggunakan paradigma pluralisme. Hal ini menyebabkan munculnya studi kawasan, seperti studi Islam di Eropa, studi Islam di Afrika, studi Islam di Amerika, dan studi Islam di Asia. Studi Islam dengan kerangka general
1 Penulis Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah UIN Malang 2 pattern menggambarkan kondisi Islam zaman klasik (Harun Nasution, 1985:58) (Harun Nasution, 1985 : 56-57)
yang dapat menguasai peradaban dunia. Dengan munculnya studi kawasan di belahan dunia, Menurut Richard C Martin, membawa kearah perhatian terhadap studi Islam yang dipandang dari segi perkembangan dan pengaruh global terhadap penduduk muslim dunia (Martin, 1985 : 1) Studi Islam telah mengubah kajian analisisnya, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Semula kajian studi Islam menitikberatkan pada kajian high tradition (M Amin Abdullah, 1996 : 106)
yang menitikberatkan pada landasan normativitas, wahyu, konsepsi pemikiran dan ortodoksi keagamaan yang bersifat eksklusif, berkembang ke wilayah kajian low tradition (M Amin Abdullah, Studi, 1996 : 106) yang menitikberatkan pada kajian dalam bentuk historisitas, pluralisme, nilai-nilai dan pandangan hidup. Low tradition memperluas wilayah studi Islam, sehingga mencakup kawasan Islam di Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan, Islam di negara bekas Uni Soyet, Islam di Barat dan Islam di Asia Tenggara M Amin Abdullah, Dinamika, 1996 : 106
) Meluasnya studi Islam di berbagai belahan dunia, telah diteliti oleh para ahli sejarah agama dunia dari berbagai sisi, seperti dari sisi ekonomi, budaya, bahasa, sejarah, geografi, geologi dan sosiologi, termasuk metodologi studi Islam tidak luput dari perdebatan. Leonard Binder dalam essainya Orientalism Versus Area Studies menolak metodologi studi Timur Tengah abad 19 yang menekankan kepada paradigma sejarah dan filologi. Menurutnya kajian sepereti itu kurang kontemporer. Kemudian dia menawarkan metodologi fenomenologi Edmund Husserl. Bernard Lewis dalam bukunya The State East Studies mengatakan bahwa studi tentang Timur Tengah miskin dalam perspektif sejarah studi agama tentang Islam di Barat sejak masa pertengahan (King, 2000 : 143).
John Midleton mempersoalkan antara agama 3 dan sistem agama tidak sama. Agama dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, seperti teologi, histori, komparatif dan psikologis, sementara sistem keagamaan adalah sistem sosiologis dan hanya dapat dikaji dan dipahami secara tepat, jika karakteristik itu diterima sebagai titik tolak (Streng, Understanding, 1976 :4) Problematika pendekatan studi Islam seperti tersebut diatas mendapat perhatian besar dari para cendekiawan muslim, khususnya Indonesia. Kemudian muncul tawaran dari para cendekiawan muslim dengan pendekatan baru. Harun Nasution menawarkan pendekatan rasional, M Amin Abdullah menawarkan pendekatan historis-empiris, M Atho' Mudlhar menawarkan dengan pendekatan sosiologis dan Jalaluddin Rahmad menawarkan dengan pendekatan humaniora. Pemaknaan rekonstruksi pendekatan studi Islam disini adalah mencari format pendekatan dari berbagai pendekatan yang ada, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi moden, sebagai alternative pendekatan baru. Memperbincang pendekatan studi Islam sangat penting dalam pengembangan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran-ajaran Islam, bagi para dosen maupun mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas tarbiyah UIN Malang. Sesuai dengan paradigma integrasi sains dan agama yang dikembangkan UIN Malang. Mahasiswa Tarbiyah yang dicetak menjadi guru bukan hanya mengintegrasikan sains dan agama secara konseptual, tetapi juga mengintegrasikan keduanya dalam diri mereka sebagai satu kesatuan. Guru agama Islam tidak bisa memisahkan dirinya dengan ilmu yang diajarkan kepada murid. Antara ilmu pengetahuan dan dirinya harus menyatu sebagai kepribadianyang utuh sebagai seorang guru. Untuk dapat mengintegrasikan ilmu ke dalam diri seorang guru, diantaranya melalui pendekatan yang benar dalam memahami ajaran Islam, sehingga pendapatkan pengetahuan yang benar pula tentang Islam. 4 Paradigma Pendekatan Studi Islam Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) telah merespon segala bentuk perubahan yang diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh global dunia. Hal ini telah dilkukan sejak Menteri Agama dijabat oleh Prof. Dr. H A Mukli Ali yang menyatakan bahwa standar mutu ilmiah IAIN (pada waktu itu) belum memadai (Azyumardi Azra, 2000 : 163)
adalah merupakan tantangan dan sekaligus realitas yang dihadapi oleh IAIN, UIN dan STAIN. Azyumardi Azra sependapat dengan pernyataan Mukti Ali ini, bahwa proses akademik IAIN belum mampu mengubah sikap dasar mahasiswa yang terkesan tidak jauh beda dengan pola pikir yang mereka bawa dari pesantren dan madrasah yang bersifat legalistik-formalisti (Azyumardi Azra, 2000 : 162).
Pola pikir mahasiswa ini masih kental ketika menghadapi masalah fiqh (Harun Nasution, Islam, 1985 : 317)
secara legalitas sebagai way of life yang dapat menyusutkan langkah scientific inquire. Kondisi di atas, setidaknya menggambarkan betapa lemahnya pendekatan yang dipergunakan dalam mengkaji dan memahami Islam. Pengembangan kajian dan pemahaman Islam ke depan seharusnya di dasarkan pada paradigma bahwa pendekatan studi Islam adalah cara pandang atau sebuah paradigma yang terdapat pada suatu bidang ilmu yang dipergunakan dalam memahami agama Komaruddin, 2000 : 34-37).
Hal ini terbukti tentang adanya pergeseran orientasi kajian Islam yang didorong oleh perubahan pikiran, seperti Harun Nasution (Aqib Sumanto, 1985 : 1985)
sebagai alumni Luar Negeri yang menggunakan pendekatan studi Islam modern dalam memahami Islam. Menurut Ali Syari'ati, faktor utama yang menyebabkan kemandegan dan stagnasi dalam m pemikiran, peradaban dan kebudayaan yang berlangsung hingga 1000 tahun di Eropa adalah metode pemikiran dari analogi Aristoteles. Dikala melihat cara itu berubah, maka sains, masyarakat dan 5 dunia juga berubah dan sebagai akibatnya kehidupan manusia juga berubah (Ali Syari'ai, 1982 :39). Menurut Mukti Ali, yang menentukan dan membawa stagnasi masa kebodohan atau kemajuan bukanlah adanya atau tidak adanya orang genius, melainkan metode penelitian dan cara melihat sesuatu (Mukti Ali : 1990 : 44).
Ada tiga kecenderungan pendekatan studi Islam dewasa ini, pertama studi Islam dengan pendekatan non mazhabi, kedua studi Islam dengan pendekatan historis-empiris dan sosiologis, dan ketiga, kecenderungan studi Islam dengan pendekatan Barat. Pertama, pendekatan studi Islam non mazhabi adalah kajian-kajian Islam dalam berbagai bidang, seperti syari'ah dan hukum, kalam dan filsafat (teologi), sufisme dan tarekat (spiritualisme Islam) cenderung tidak memihak satu mazhab tertentu, sehingga cara memandang Islam lebih obyektif. Di kalangan masyarakat Islam di Indonesia pada umumnya mengikuti aliran sunni dengan mengembangkan fiqh yang berpegang pada mazhab Syafi'i dan dalam bidang teologi mengikuti aliran Asy'ariyah. Dengan demikian pendekatan non mazhabi memberi wacana seluruh mazhab fiqh, seperti mazhab Hanafiyah, Hambaliyah, Malikiyah dan Syafi'iyah. Dalam bidang teologi diwacanakan seluruh aliran, seperti aliran Jabbariyah, Mu'tazilah, Asy'ariyah, Qodariyah dan sebagainya. Dengan pendekatan non mazhabi ini mahasiswa tidak diharuskan mengikuti salah satu dari aliran tertentu. Menurut Azyumardi Azra, dengan pendekatan non mazhabi ini dampaknya adalah pemudaran sektarianisme dalam kalangan masyarakat muslim (Azyumardi Azra, Pendidikan, 2000 :171).
Kedua, ada kecenderungan pergeseran kajian-kajian studi Islam yang lebih bersifat normatif, menuju yang lebih bersifat historis, sosiologis dan empiris. Pendekatan sejarah berarti memahami Islam dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut (Taufiq Abdullah, 6 1987 : 105).
Melalui pendekatan sejarah, mahasiswa diarahkan melihat dari alam idealis ke alam yang lebih empiris dan mendunia. Dari keadaan ini mahasiswa akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan apa yang ada dalam alam empiris dalam masyarakat tentang perubahan dan perkembangan sebuah fenomena sosial-religius. Ketiga, adanya kecenderungan datangnya pendekatan Barat terhadap Islam, tetapi perlu dicacat bahwa kemunculan baru model Barat tidak serta merta dapat diterima sepenuhnya oleh kaum muslimin. Menurut Richard C Martin, studi Islam telah mendapat perhatian besar, lebih disebabkan perkembangan dan pengaruh global terhadap penduduk muslim dunia ( Richard C Martin,Apporoach, 1985 : 1) .
Pendekatan studi Islam mencakup wilayah yang sangat luas, baik dilihat dari segi sumbernya, fungsinya, hubungan dengan agama-agama lain dan ilmu pengetahuan. Menurut M Amin Abdullah, lapangan studi Islam dalam wilayah sosial keagamaan, ada yang disebut wilayah sakral dan profan, atau wilayah normativitas dan historisitas (M Amin Abdullah, Studi, 1996 : 43).
Agama Islam tidak lagi dipahami seperti pemahaman orang terdahulu yang hanya menitikberatkan pada kajian persoalan ketuhanan (teologi), keimanan (tauhid), credo, pedoman hidup, peribadatan, tetapi Islam berkaitan erat dengan persoalan-persoalan historis-empiris (M Amin Abdullah, Antologi, 2000 : 4).
Wilayah kajian studi Islam diatas, menimbulkan banyak model studi Islam dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda. Ada lima model studi Islam yang dapat dijadikan model dan dikembangkan. Pertama, model studi Islam klasik, yaitu studi Islam yang mengembangkan ilmu-ilmu keislaman murni, seperti ulum al-Qur'an, ulum al-Hadits, hukum Islam, ilmu kalam, ilmu tasawuf dan studi filsafat. Kedua, mosel studi Islam orientalis, yaitu studi Islam yang berangkat dari studi antropologi. 7 Ketiga, model studi Islam historisme kritis, yaitu studi Islam yang memfokuskan untuk menganalisis al-Qaur'an dan Rasulullah saw. Studi kritis ini didasarkan pada paradigma bahwa keduanya bukan merupakan ketetapan Allah. Keempat, model studi Islam fenomenologik. Kelima model studi Islam kontekstual, yaitu upaya pemaknaan menanggapi masalah-masalah kekinian yang umumnya mendesak, melalui pemahaman makna historis dulu, makna fungsional sekarang dan memprediksikan makna masa yang akan datang (Noeng Muhajir, 2000 : 256-293). Rekonstruksi Pendekatan Studi Islam Sebagaimana karakter bangsa Indonesia yang multikultural (Faisal Ismail, 2002 : 229)
dan multireligius dengan segala macam kultur dan segala macam agama,
bisa tumbuh subur dan hidup berdampingan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pandangan hidup ini sebagai dasar mengapa pendekatan studi Islam perlu direkonstruksi yang sesuai dengan perkembangan budaya dan agama msyarakat. Sebuah realitas sosial, masih terdapat fenomena keagamaan yang terjadi di masyarakat yang belum mencerminkan perilaku multirerigius, seperti kasus Situbondo, Pekalongan, Tasikmalaya, Aceh, Timor Timur, Mataram, Ambon, Maluku Utara, Poso (Faisal Ismail, 2002 : 234)
dan sebagainya. Pemahaman agama dalam bingkai multireligius bukan hanya memahami ajaran agama sebagai ajaran sakral saja, tetapi juga profan, agama bukan hanya sekedar normativitas, tetapi juga historisitas (M Amin Abdullah, Antologi, 2000 : 4).
Dalam kehidupan beragama, khususnya agama Islam secara kaffah yang berdampak pada rahmah li al-alamien, diperlukan pendekatan studi Islam multikultural dan multireligius. Dalam diskursus keagamaan kontemporer dijelaskan bahwa agama mempunyai banyak wajah (multiface). Bercampuraduknya masalah agama dengan berbagai kepentingan sosial kemasyarakat pada level historis-empiris 8 merupakan salah satu persoalan keagamaan kontemporer yang paling rumit untuk dipecahkan (M Amin Abdullah, Antologi, 2000 : 4),
bahkan apabila hal ini tidak terseleseikan, akan membawa dampak pada kerugian umat beragama itu sendiri, termasuk Islam. Salah satu bentuk adalah munculnya kasus SARA dipelbagai wilayah di Indonesia. Semua peristiwa sosial keagamaan diatas, terjadi diantaranya disebabkan cara dan pola pemahaman terhadap suatu ajaran agama yang kurang tepat, sehingga menimbulkan sikap ekstrim, radikal, fanatik buta dan kekerasan. Islam adalah agama inklusif yang dapat dianalisis oleh semua orang. Apabila orang lain ( orientalis) dapat memahami Islam dengan brnar lantaran menggunakan pendekatan yang benar, maka ummat Islam sendiri dituntut memahami Islam dengan metode dan pendekatan yang benar, sehingga mengasilkan pemahaman yang benar pula terhadap Islam. Pemahaman terhadap Islam yang dilakukan oleh orang non Islam tidak dituntut untruk mengamalkan ajarana Islam, tetapi ummat Islam dituntut untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, sehingga apabila salah dalam memahami Islam akan menimbulkan dampak yang besar. Rekonstuksi pendekatan studi Islam dibangun diatas dasar pendekatan teologi dan pendekatan filosofi. Pertama, pendekatan teologi. Pendekatan teologis tidak bisa dilepas dari kehidupan ummat beragama di tengah-tengah masyarakat. Akar kata teologi berasal dari bahasa Yunani theologia, yang berarti tentang tuhan (dengan t kecil) atau tuhan ( dengan t besar) (Piter Connolly : 1002 : 313).
Menurut Liddell dan Scott, kata teologi mengandung 233 derivasi dan 222 terkait dengan tuhan (dengan t besar) dan tuhan-tuhan (dengan t kecil). Dengan demikian sangatlah logis apabila ummat Islam dalam memahami agamanya menggunakan pendekatan teologis dengan doktrin yang memperkuat keyakinan bahwa agama bigi Allah adalah Islam (Depag al-Qur'an : 9 1992 : 78).
Oleh karena itu barangsiapa yang mencari (memeluk) agama selain Islam, maka ditolak (Depag al-Qur'an : 1992 : 90).
Pendekatan teologi beranggapan bahwa agama sendiri adalah agama yang paling benar, sedang agama orang lain dianggap salah. Pendekatan teologi mempunyai 4 tipe (Piter Connolly : 1002 : 331),
yaitu tipe teologi deskriptif-historis, tipe teologi fisterensik, tipe teologi dialogis dan tipe teologi filosofis. Dari empat tipe teologis ini, kemudian melahirkan 4 pandangan teologis yang berlawanan. Pertama, tradisonalisme pasif, yaitu pandangan teologis seseorang yang menutup diri dari perubahan yang terjadi dalam dunianya. Kedua, teologi kreatif terhadap tradisi, yaitu pandangan teologi yang berusaha memelihara dan memulihkan tradisi dengan cara dinamis dan kreatif. Ketiga, teologi liberal, yaitu pandangan teologi yang lebih menekankan pada reformasi, adaptasi dengan perkembangan modern. Keempat, pandangan teologis yang ingin menginterpretasi ulang tradisi keagamaan secara radika (Ninian Smart, 1984 : 257)
Kedua, pendekatan filosofi. Dalam, banyak hal, Islam sangat menghargai akal pikiran manusia sebagai alat untuk mengungkap hikmah dibalik dunia nyata. Filsafat bersumber dari akal sehat dengan merenung segala hal tentang kehidupan, manusia, alam dan Tuhan. Ada lima
posisi filsafat sebagai pendekatan studi Islam. Pertama, filsafat sebagai agama, yaitu dengan merefleksikan watak realitas tertinggi kebaikan Tuhan. Kedua, filsafat sebagai pelayan agama, yaitu refleksi memberi pengetahuan tentang Tuhan. Ketiga, filsafat sebagai pembuat ruang bagi keimanan. Keempat, filsafat sebagai studi analisis terhadap agama, dan kelima adalah filsafat sebagai studi penalaran yang dipergunakan dalam pemikiran keagamaan (Piter Connolly : 1002 : 165). Dengan posisi filsafat terhadap pemahaman diatas, kemudian melahirkan beberapa kegiatan filsafat. Menurut Peter Connolly, setidaknya ada empat kegiatan 10 filsafat sebagai pendekatan studi Islam. Pertama, adalah kegiatan logika yang diartikan sebagai seni argumentasi yang rasional dan koheren. Kedua, aktifitas filsafat dibidang fisika yang dapat dipahami sebagai kehidupan, alam dan segala hal. Ketiga, kegiatan epistemologi, yaitu kegiatan filsafat yang menitikberatkan kepada apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana cara kita mengetahui. Dengan kata lain epistemologi memberikan perhatian kepada pengetahuan dan bagaimana cara kita mengetahui. Keempat, kegiatan etika, yaitu sebagai perilaku atau nilai-nilai yang berkembang di lingkungan dimana kita hidup. Filsafat dalam menemukan kebenaran melalui akal dan pikiran sehat, dimana segala ajaran agama dipeertimbangkan terlebih dahulu oleh akal dan pikiran. Filsafat menolak kebenaran doktrin agama sebelum dianalisis oleh akal. Dari kedua pendekatan studi Islam diatas (teologi dan filosofi) dijadikan dasar untuk merekonstruk pendekatan baru studi Islam sebagai alternatif dalam memahami Islam kontemporer. Pendekatan teologi menitikberatkan kepada doktrin keyakinan agama sebagai kebenaran yang tidak tertbantahkan, dengan menolak anggapan manusia yang jauh dari kebenaran Ilahi. Pendekatan filofofis menitikberatkan pada penggunaaan akal pikiran yang sehat untuk menemukan kebenaran ajaran agama dengan mengesampingkan kebenaran doktrin dan keyakianan, seperti pandangan aliran filsafat positivistik dan rasionalistik yang mendasarkan kebenaran pada data empirik sensual dan empirik-logik. Menurut pendekatan fenomenologi, kebenaran dapat ditemukan melalui pengalaman keagamaan berdasarkan hakekat ketuhanan, mengenal wahyu dan meneliti tingkah laku keagamaan (Weardenburgh, 2001 : 379).
Asumsi dasar pendekatan fenomenologi (realitas metafisik) adalah bahwa manusia dalam berilmu pengetahuan tidak dapat terlepas dari pandangan moralnya, baik dalam tarap mengamati, menghimpun data, menganalisis atau dalam membuat kesimpulan 11 (Noeng Muhajir, 2000 : 117).
Menurut Noeng Muhajir, pendekatan fenomenologi bukan hendak berpikir spekulatif, melainkan hendak mendudukkan yang lebih tinggi kemampuan manusia untuk berpikir reflektif dan lebih jauh lagi adalah untuk menggunakan logika reflektif, disamping logika induktif dan deduktif serta logika materiil dan logika probalistik.
Menurut Mariasusai Davamony dalam bukunya Fenomenologi of religion, menyatakan bahwa pemahaman suatu fenomena religius meliputi empati terhadap pengalaman, pemikiran, emosi dan ide-ide dari orang lain (Mariasusai Davamony, 1995 : 35).
Empati terhadap pengalaman memperlihatkan pemahaman terhadap tingkah laku dirinya sendiri. Dalam ajaran puasa misalnya, orang dilarang makan dan minum mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Ajaran puasa memberikan pengalaman kepada para aghniya' bagaimana rasanya tidak makan dan tidak minum agar mereka tersentuh perasaannya dan sadar mau menyantuni fakir miskin. Kajian fenomenologi sebagai pendekatan studi Islam mencakup : 1) Pengklasifikasian terhadap fenomena keagamaan dan tradisi keagamaan yang berbeda. 2) Pencarian terhadap motif atau ide dasar dalam berbagai tradisi keagamaan. 3) Pendifinisian fenomena keagamaan dalam suatu struktur fondamental yang asli. 4) Pembahasan dan pengetahuan terhadap fenomena keagamaan sesuai dengan struktur dasar manusia. 5) Interpretasi sejarah keagamaan manusia dalam perkembangannya berdasarkan waktu (Depag RI, 1992 : 45).
Fenomenologi sebagai pendekatan studi Islam menggunakan beberapa metode. Pertama, metode intuitif dengan menggunakan prinsip epoche dan eiditic vition yang mampu menembus kepada apa yang diyakini sebagai sisi irrasional dari pengalaman keagamaan sebagai dasar terdalam dari agama itu sendiri.
Kedua, metode deskriptif murni, dimana analisis peneliti tentang nilai dan kebenaran data agama 12 dibawah penyelidikan yang secara sengaja ditangguhkan. Ketiga, metode pluralisme, yaitu mengkombinasikan berbagai pendekatan ilmu sejarah, bahasa dan ilmu-ilmu sosial agar dapat menyinari fenomena agama dalam penelitian. Keempat, metode historis, meskipun fenomena agama berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti ilmu sosiologi, antropologi dan psikologi yang mempelajari fenomena agama yang sama, tetapi sejarah agama telah memperoleh manfaat dari penyelidikan ilmu tersebut (Mariasusai Davamony, 1995 : 25).
Fenomena sebagai pendekatan studi Islam bukan semata-mata melakukan deskripsi tentang fenomena yang dikaji, namun benar-benar memberikan makna yang dalam (inner meaning) dari suatu fenomena keagamaan yang dialami dan dijalani oleh para pengkutnya. Pengamalan dan pengalaman fenomenologi keagamaan bersumber dari perilaku seseorang, sehingga fenomenologi bukan sekedar menggunakan informasi tingkah laku sebagai sumber data, melainkan juga ciri psikologisnya. Semakin besar koordinasi antara pengetahuan sesorang mengenai orang lain dan penggunaan kekayaan pengalaman, makin dalam pemahan kita terhadap orang lain (Mariasusai Davamony, 1995 : 33).
Memahami agama orang lain bukan sekedar pengetahuan lintas budaya, malainkan komunikasi lintas budaya, seperti Universitas di Amerika Utara yang mengangkat Muslim, Budhis dan agama lain untuk duduk di fakultas-fakultas mereka. Kesimpulan Dari pemaparan analisis di atas dapat disimpulkan: Pertama, pemahaman ajaran agama Islam memerlukan pendekatan yang benar, tepat dan akurat, sehingga memperoleh pengetahuan ajaran Islam yang benar pula. Kedua, ternyata pendekatan studi Islam dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Dari beberapa pendekatan studi Islam, seperti pendekatan teologi, pendekatan filosofi, pendekatan sejarah, 13 pendekatan sosiologi dan seterusnya dapat dikembangkan sebagai pendekatan baru yang dapat dijadikan alternatif dan sekaligus menambah khazanah dalam pengembangan pendekatan studi Islam. Ketiga, Fenomenologi sebagai hasil alternatif rekonstruksi pendekatan studi Islam, melakukan kajian dan analisis bersifat komprehensip, dimana ada wilayah-wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh pendekatan teologi dan pendekatan filosofi, menjadi wilayah kajian pendekatan fenomenologi.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M Amin, Antologi Studi Islam, Teori Dan Metodologi, Yogyakarta, Aditya Medika, 2000
--------, Mencari Islam, Studi Islam dengan berbagai Pendekatan, Yogyakarta, Tiara Wacana, 2000 ---------, Dinamika Islam Kultural, Bandung, Mizan, 2000
----------,Studi Agama, Islam Normativitas Atau Hirtorisitas, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996
Abdullah, Taufiq, Sejarah Dan Masyarakat, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1987
Ali, Mukti, Metodologi Ilmu Agama Islam, dalam Taufiq Abdullah dan M Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama, Sebuah Pengantar, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1990
--------, Metode memahami Agama Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1991
--------, Metodologi Penelitian Agama, Sebuah Pengantar, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1990
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2000
Bellah, Robert N, Religion on Progress in Modern Asia, New York, The Free Press, 1965
Binder, Leonard, Islam Liberal, Kritik terhadap Ideologi Ideologi Pembangunan, Terj. Imam Muttaqin, Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 2001
Connolly, Peter, Aneka Pendekatan Studi Agama, Terj. Imam Khoiri, Yogyakarta, LKIS, 2002
14 Davamony, Mariasusai, Fenomenology of Religion, Terj. Driyankara, Yogyakarta, Kanisius, 1995
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahnya, Bandung, Gema Risalah Press, 1992
Hidayat, Komaruddin dkk, Problem Dan Prospek IAIN, Antologi Pendidikan Tinggi Islam, Jakarta, Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 2000
Ismail, Faisal, Pijar Pijar Islam, Pergumulan Kultur Dan Struktur, Jakarta, Puslitbang Depag RI, 2002 King, Richard, Agama, Orientalism Dan Poskolonialisme, Terj. Agus Prihantoro, Yogyakarta, Qolam, 2001
Kertanegara, Mulyadi, Pengantar Epistimologi Islam, Bandung, Mizan, 2003
Martin, Richard C, Approaches to Islam in Religion Studies, Arizona, The University of Arizona, 1985
Mudzhor, M Atho', Pendekatan Studi Islam Dalam Teori Dan Praktek, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001
Muhajir, Noeng, Metodologio Penelitian Kualitatif, Edisi IV, Yogyakarta, Rake Sarasin, 2000
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, I dan II (Jakarta, UI Press, 1985 ----- ----,Islam Rasional, Gerakan dan Pemikiran, Jakarta, LSAF, 1985
Rahman, Budhi Munawar, Islam Pluralis, Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Jakarta, Paramadina, 2004
Rahman, Fazlur, Islam, Terj. Senoaji Soleh, Jakarta, Bina Aksara, 1979
Rahmad, Jalaludiin, Islam Aktual, Bandung, Mizan, 1991
Smart, Ninian, Scientific Phenomenology and Wilfred Contwile Smith's, Edinburg, T & T Clark, 1984
Sumanto, Aqib, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam, 70 Tahun Harun Nasution, Jakarta, LSAF, 1985
Syari'ati, Ali, Tentang Teologi Islam, Terj. Syarifuddin. Yogyakarta, Ananda, 1982