Penggunaan School Well Being Pada Sekolah Menengah Atas Sma Bertaraf Internasional Sebagai Barometer Evaluasi Sekolah Jati Nantiasa Ahmad PDF
Penggunaan School Well Being Pada Sekolah Menengah Atas Sma Bertaraf Internasional Sebagai Barometer Evaluasi Sekolah Jati Nantiasa Ahmad PDF
100
Jati Nantiasa Ahmad adalah seorang mahasiswa dari Fakultas Psikologi, peminatan
Psikologi Sosial dan Psikologi Pendidikan, Universitas Indonesia. Penulis lahir pada
tanggal 21 Maret 1987 di kota Denpasar, Bali. Ia memulai studinya di Fakultas Psikologi UI
pada tahun 2006. Salah satu tulisannya adalah Mengintip kebudayaan Indonesia lewat
celah Psikologi. Tulisan ini menjadi finalis terbaik dalam lomba yang diselenggarakan
oleh Tempo-Institute pada tahun 2009 yang diikuti oleh 998 mahasiswa dari 207 perguruan
tinggi yang tersebar 65 kota di Indonesia. Untuk berkorespodensi dengan penulis, dapat
melalui alamat email jati_nantiasa@yahoo.com
101
Nowadays there are three criterias of Senior High School in Indonesia. They are Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI), Sekolah dengan Kategori Mandiri (SKM), dan Sekolah Biasa (SB). In order
to be Sekolah Bertaraf Internasional, the school needs to complete the requirement which is held
by ministry of national education. School Well-Being that is proposed in this journal has similar
dimension with the requirement of Sekolah Bertaraf Internasional. School Well-Being consists of
four dimensions namely Having, Loving, Being, and Health. In correlating with that dimension, the
requirements of Sekolah Bertaraf Internasional consist of 1) Completing the national standard
education, 2) There are at least 30% teacher who have Master degree and Doctoral degree, 3)
The culture of school give assurance that the learning process in school is based on character
education, democratic, participate, and free of bullying, and 4) The infrastructure is based on TIK.
The measurement that is used to measure School Well Being was created by Konu & Rimpel
(2002). Then some researcher from Faculty of Psychology University of Indonesia has adapted
that measurement in order to adjust to Indonesian context. However, the validity and reliability
testing is needed to create this measurement become the barometer of school evaluation. This
study is a literature study that applies the data from previous empiric study.
102
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai sebuah negara
yang berdaulat, memberikan hak atas
pendidikan bagi warga negaranya.
Hal ini tercantum di dalam UUD 45
Bab XIII pasal 31 ayat 1 dan 2, yakni
setiap warga negara berhak mendapat
pengajaran dan pemerintah mengatur
bentuk pendidikan di Indonesia melalui
undang-undang. Hal ini mengindikasikan
bahwa segala bentuk pendidikan
yang diselenggarakan di Indonesia
merupakan kewenangan pemerintah dan
warga negara hanya mengikuti bentuk
pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah tersebut.
Menurut UU Sisdiknas no 20 tahun
2003, jalur pendidikan di Indonesia dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu formal, informal
dan non-formal. Jalur pendidikan formal
adalah pendidikan yang diselenggarakan
oleh institusi sekolah. Jalur pendidikan
informal diselenggarakan oleh keluarga
dan lingkungan sekitar. Misalnya,
penanaman moral yang dianut oleh
masyarakat. Jalur pendidikan nonformal diselenggarakan oleh lembaga
atau institusi selain sekolah, misalnya
lembaga kursus. Institusi sekolah
merupakan jalur pendidikan yang paling
banyak dipilih oleh masyarakat karena
institusi sekolah memberikan legitimasi
bagi peserta didik berupa pengakuan
dalam bentuk tertulis, yakni ijazah serta
adanya tahapan pendidikan yang jelas
bagi peserta didik.
Sekolah
merupakan
sarana
bagi kelompok individu untuk saling
berinteraksi. Kelompok individu itu
sendiri merupakan sarana pembelajaran
mengenai pengetahuan tentang peran
sosial dan batasan norma (Holander
dalam Bachrie, 2009). Davis dan Tolan
103
104
105
106
mendefinisikan
well-being
sebagai
keadaan yang memungkinkan individu
memuaskan
kebutuhan-kebutuhan
dasarnya yang mencakup kebutuhan
material maupun non-material (Allardt
dalam Konu & Rimpel, 2002). Kebutuhan
tersebut oleh Allardt dibagi menjadi
kategori having, loving, dan being.
Kemudian, dalam perkembangannya, ia
menambahkan aspek health ke dalam
kategory having (Allardt dalam Konu &
Rimpel, 2002). Well-being dapat dilhat
Kategori
Having
Loving
Being
Indikator objektif
Indikator subjektif
Pengukuran objektif dari puas-tidak puas; perasaan
tingkat
kehidupan
subjektif
atas
dan
kondisi
ketidakpuasan
lingkungan
kepuasan terhadap
kondisi kehidupan
yang dialami
Pengukuran objektif dari Bahagia-tidak
bahagia;
hubungan dengan
perasaan subjektif
orang lain
mengenai hubungan
sosial
Pengukuran objektif dari Perasaan
subjektif
hubungan individu
m e n g e n a i
dengan masyarakat
pengasingandan alam
pertumbuhan
personal
Tabel 8.1
107
Model 8.2
108
b)
c)
d)
e)
4. Pelayanan
Pelayan sekolah ditujukan untuk
menunjang kegiatan siswa selama
berada di sekolah. Pelayanan sekolah
meliputi layanan makan siang (kantin),
pelayanan kesehatan, dan konseling
(Konu & Rimpel, 2002).
Loving (hubungan sosial)
Loving (hubungan sosial) merujuk
kepada
lingkungan
pembelajaran
109
110
111
DAFTAR ACUAN
Bachrie, S.N. 2009. Hubungan Jenis Sekolah dan Identifikasi Nilai Moral Individualisme
terhadap Kesadaran Sosial Siswa SMA di Jakarta. Skripsi. Depok: Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. 1996. Lima puluh tahun
perkembangan pendidikan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional. 2010. Sekolah Bertaraf Internasional. Jakarta: Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan
Nasional
Faubert, Violaine. 2009. School Evaluation: Currrent practices in OECD countries and
literature review. OECD Education Working Papers, No. 42
Fauzia, R. 2010. Hubungan antara School Well-being dengan Study Habits pada siswa
SMA kelas XI di Jakarta. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Gilman, R., & Huebner, S. 2003 . A Review of Life Satisfaction research with Children and
Adolescents. School Psychology Quarterly, Vol. 18 (2), 192- 205.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Laporan Ujian Nasional (UN) Utama SMA +
Aliyah (Madrasah Aliyah) tahun 2010. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional
Kurniasari, F. P. 2005. Gambaran School Well-being pada Siswa Islamic Boarding School.
Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Konu, AI, & Rimpel, T. P. 2002. Well-being in School: A Conceptual Model. Health
Promotion International, Vol 17(1), 79-87.
Konu, A.I; Lintonen, T. P, & Rimpel, M. K. 2002. Factors Associated with Childrens
General School Well-being. Health Education Research, Vol 17 (2), 155-165.
Konu, A.I, & Lintonen, T.P. 2006. School Well-being Grades 4-12. Health Education
Research, Vol 21, 633-642.
Kumar, R. 2005. Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners. London:
SAGE Publications.
112