30 25 1 SM
30 25 1 SM
30 25 1 SM
ABSTRACT
Background: Contact bioautography method has been developed for determination of chloramphenicol concentration. Validation of bioautography method has beed carried out by using parameters
including linearity, accuracy, precision, and detection limit.
Methods: Thin Layer Chromatography of chloramphenicol has been performed by using Silica gel 60
F254 as a stationary phase, chloroform : methanol (80:20, v/v) and UV lamp as a solvent and for spot
visualization respectively. Before spotting, analyte of the chloramphenicol was dissolved in aceton as
solvent. Bioautography has been performed by using Escherichia coli ATCC 25922 as a bacterial and
Nutrient Agar as medium test.
Results: It was found that one spot visualized on the chromatogram has Rf value 0.5. The result
showed that respon of activity to be linear at the amount of chloramphenicol between 100 ppm-200
ppm, with regression quotion: Y = 2.8X - 4.3, r value =0.9 and Vxo = 1.8%. Accuracy and precision of the
method are 2.8% + 2.3 and 96.2% + 4.7 respectively.
Conclusion: Detection Limit (DL) value is 0.06 g could be expressed as Minimum Inhibition Concentration (MIC). Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1): 15-24
Keywords: chloramphenicol, bioautography, Validation method
PENDAHULUAN
Kloramfenikol adalah salah satu jenis antibiotika turunan
amfenikol yang secara alami diproduksi oleh Streptomyces venezuelae (Reynolds, 1982). Melalui pengembangan
teknologi fermentasi, kloramfenikol dapat diisolasi,
disemisintesis menjadi antibitoka turunannya, antara
lain tiamfenikol dan turunan lain melalui berbagai reaksi
kimia dan enzimatis (http://www. springerlink. com/
content/p573u390x883183 k).
Senyawa dengan rumus molekul C11H12Cl2N2
O5 dan nama kimia D(-) treo-2-dikloroasetamido1-p-notrofenilpropana-1,3-diol, memiliki struktur
molekul tersaji pada Gambar di bawah ini (USP
XXXI, 2008).
Struktur bangun pada Gambar 1 memberi informasi bahwa kloramfenikol memiliki dua atom karbon
asimetrik, sehingga menghasilkan 4 stereoisomer.
Mekanisme kerja kloramfenikol sebagai anti
bakteri bersifat stereospesifik, karena hanya satu stereoisomer yang memiliki aktivitas anti bakteri, yaitu
D(-) treo-isomer. Kloramfenikol bekerja pada
spektrum luas, efektif baik terhadap Gram positif
maupun Gram negatif. Mekanisme kerja kloramfenikol melalui penghambatan terhadap biosintesis
protein pada siklus pemanjangan rantai asam amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan
peptida. Antibiotika ini mampu mengikat subunit
ribosom 50-S sel mikroba target secara terpulihkan,
akibatnya terjadi hambatan pembentukan ikatan
peptida dan biosintesis protein. Kloramfenikol
umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada
konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid terhadap
bakteri-bakteri tertentu (Ganiswarna, 1995).
Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D.
pneumoniae, Str. pyogenes, Str. viridans, Neisseria,
Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Bru-
15
cella, P. multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan kebanyakan mikroba anaerob. Senyawa ini juga efektif terhadap kebanyakan galur E. coli, K. pneumoniae, dan Pr. mirabilis
(Ganiswara, 1995). Kloramfenikol efektif mengobati
riketsia dan konjungtivitas akut yang disebabkan oleh
mikroorganisme, termasuk Pseudomonas sp. Kecuali
Pseudomonas aeruginosa, senyawa ini juga efektif untuk
pengobatan infeksi berat yang disebabkan oleh
Bacteroides fragilis (infeksi kuman anaerob di bawah
diafragma), Haemophylus influenzae (meningitis
purulenta), Streptococcus pneumoniae (pneumoniae)
(Soekardjo et al., 2000). Akhir-akhir ini, makin sering
dilaporkan adanya resistensi S. typhi terhadap kloramfenikol, namun secara generik kloramfenikol masih
dianggap sebagai obat pilihan untuk mengobati
demam tifoid.
Pada saat ini, kloramfenikol muncul dalam komoditas perikanan udang dan produk frozen foods
yang lain (ikan, katak dsb.), yang digunakan bukan
hanya untuk komoditas dalam negeri, tetapi juga
kebutuhan ekspor. Sebagai contoh, kloramfenikol
digunakan oleh petani tambak dengan maksud mencegah penyakit udang yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella (Efendi, 2007). Selain itu, dari hasil analisis sampel udang yang harus memenuhi persyaratan
bebas atau dalam batas yang diijinkan sebelum diekspor, ditemukan residu kloramfenikol yang melampaui batas yang dipersyaratkan (0.1-1 ppb). Residu
kloramfenikol juga dilaporkan terdeteksi pada hati
dan ginjal ayam petelur apkir (Anonim, 2004), serta
dalam produk yang dihasilkan oleh lebah (Dharmananda, 2003). Fenomena ini menimbulkan
problematika spesifik terkait resistensi antibiotika,
yang harus ditangani secara intensif. Para pembeli
frozen foods ekspor menindak tegas pemasok yang melanggar batas residu dalam produknya, bahkan apabila terdeteksi residu antibiotik dalam jumlah melampaui batas yang telah ditetapkan, seluruh produk
dalam containers akan dibakar dan pemasok
dimasukkan ke dalam black list. Untuk itulah para
distributor atau produsen mengantisipasi produknya
sebelum laik ekspor harus melalui uji lolos residu
antibiotik.
Artikel ini disajikan untuk merespon kebutuhan para pengguna jasa analisis, khususnya kloram-
16
fenikol dalam matriks yang komplek. Berbagai metode analisis yang dikembangkan, misalnya untuk
mendeteksi residu kloramfenikol dalam udang antara
lain KLT dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Salah satu metode yang dikembangkan berbasis pada
gabungan sifat fika-kimia dan mikrobiologi adalah
bioautografi. Metode ini sangat membantu dalam
melakukan skrining atau penapisan awal kloramfenikol
dalam matrik yang komplek baik tunggal maupun
dalam bentuk campuran dengan antibiotika lain,
karena keberadaan kloramfenikol dalam sampel dapat
diidentifikasi tidak hanya berdasarkan sifat fisikakimianya, melainkan berdasarkan aktivitas
biologisnya sebagai anti mikroba.
Metode tersebut didasarkan pada aktivitas
biologi analit baik sebagai antibakteri, antifungi,
antitumor, maupun antiprotozoa (Choma, 2005).
Bioautografi sering digunakan untuk mendeteksi
antibiotik yang dapat dianalisis dengan KLT atau
kromatografi kertas. Pada umumnya, efek biologi
senyawa yang dapat dikatakan menghambat pertumbuhan organisme dinyatakan sebagai zona hambat
(Touchstone dan Dobbins, 1983). Dari kromatogram
KLT dapat diketahui jumlah komponen dalam
sampel yang ditotolkan berdasarkan jumlah noda
(dengan penampak noda yang sesuai), sedang data
bioautogram memberikan informasi jumlah
komponen sampel yang memiliki aktivitas terhadap
mikroba uji baik secara kualitatif maupun kuantitatif
(Isnaeni, 2005).
Prinsip uji mikrobiologi pada bioautografi
menggunakan metode difusi. Metode tersebut sama
dengan metode pada uji sensitivitas kerja antibiotik.
Besar daya hambat pertumbuhan bakteri pada
metode difusi diperoleh dengan mengukur diameter
zona hambat (Choma, 2005).
Penelitian tentang penggunaan metode bioautografi untuk penentuan kadar kloramfenikol telah
dikembangkan, namun data validasi metodenya
belum pernah dilaporkankan. Untuk mengetahui
bahwa metoda ini dapat memberikan hasil yang baik,
mendekati kebenaran dan dapat dipercaya, maka
diperlukan uji validasi dengan parameter yang
meliputi linieritas, akurasi, presisi, dan limit deteksi
(LOD) (Indrayanto, 1994).
METODE
1. Preparasi Media
Media Nutrient Agar 100 mL dibuat dengan cara
mencampurkan 3 gram serat agar dan serbuk Nutrient Broth 0.8 gram, ditambah air suling 100 mL,
dipanaskan sambil diaduk hingga campuran larut dan
homogen. Selanjutnya media yang masih cair tersebut segera diambil dengan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, masing-masing sebanyak
10 mL dan 15 mL. Tabung yang berisi media tersebut
ditutup dengan kapas bebas lemak, kemudian
disterilkan menggunakan otoklaf pada suhu 121C
selama 15 menit. Segera setelah dikeluarkan dari
otoklaf, media 10 mL yang masih cair dimiringkan
hingga padat. Media tersebut digunakan sebagai
media peremajaan mikroba uji. Sedangkan media 15
mL tanpa dimiringkan digunakan sebagai media
pertumbuhan mikroba uji. Media uji bioautografi
dibuat dua lapis, masing-masing sebanyak lebih
kurang 20 mL untuk lapisan dasar (base layer) dan
15 mL untuk lapisan atas sebagai media perbenihan
yang diinokulasi dengan mikroba uji (Isnaeni, 2005).
2. Penyiapan Bakteri Uji
Koloni bakteri E. coli dari kultur persediaan diambil
dengan sengkelit sebanyak satu se, kemudian
digesekkan pada permukaan agar miring dan
diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Suspensi
bakteri disiapkan dengan cara menambahkan larutan
salin steril pada biakan agar miring, kemudian
18
9. PENENTUAN PRESISI
Dilakukan penimbangan kloramfenikol, kemudian
diencerkan hingga didapatkan konsentrasi 125 ppm;
150 ppm; dan 175 ppm. Masing-masing konsentrasi
direplikasi tiga kali, kemudian ditotolkan pada
lempeng KLT ukuran 10 cm x 1,5 cm sebanyak 6
L dan dielusi bersamaan dengan fasa gerak terpilih.
Hasil elusi kemudian diuji dengan bioautografi
kontak hingga diperoleh zona hambat, diameter zona
hambat diukur dan dihitung harga SD untuk
perhitungan harga KV.
10. PENENTUAN LIMIT DETEKSI
Penentuan limit deteksi dilakukan dengan larutan
kloramfenikol konsentrasi 100 ppm 200 ppm dan
penotolan sebanyak 6 L, kemudian dilakukan
pengenceran bertingkat dan ditotolkan pada
lempeng KLT ukuran 9.5 cm x 10 cm sebanyak 6
L. Lempeng dielusi, selanjutnya dilakukan uji
bioautografi, zona hambat yang didapat diukur
diameternya.
HASIL-HASIL
1. KETENTUAN PARAMETER VALIDASI
Linearitas metode bioautografi dikatakan valid apabila
harga koefesien korelasi (r) lebih besar dari r Tabel
atau harga koefisien variasi fungsi (Vx0) tidak lebih
dari 5%. Akurasi dinyatakan memenuhi harga persyaratan validasi, jika persen perolehan kembali 80%120%. Harga parameter presisi dapat diterima
sebagai metode yang valid apabila harga KV tidak
lebih dari 5%. Limit deteksi ditentukan melalui harga Kadar Hambat Minimum (KHM) kloramfenikol,
konsentrasi kloramfenikol terkecil yang masih menunjukkan aktivitas menghambat pertumbuhan E. coli.
2. PENENTUAN FASA GERAK
Hasil KLT koramfenikol untuk penentuan fasa gerak
tersaji pada Gambar 1 dan Tabel 1. Dari kelima harga
Rf fasa gerak yang dianalisis, fasa gerak yang
memenuhi nilai Rf 0.3-0.7 adalah kloroform : metanol: asam asetat glasial (83:10:7, v/v) dan kloroform
: metanol (80:20, v/v). Selanjutnya dipilih fasa gerak
kloroform : metanol (80 : 20) dengan harga Rf 0,57
untuk uji bioautografi.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 1. Hasil elusi kloramfenikol dengan fasa gerak air : metanol : kloroform (1 : 10 : 90, v/v)
(a), kloroform : metanol : asam asetat glasial (79 : 14 : 7, v/v) (b), kloroform : metanol : asam asetat glasial
(83 : 10 : 7, v/v) (c), kloroform : metanol (85 : 15,v/v) (d), dan kloroform : metanol (80 : 20,v/v) (e).
Tabel 1. Harga Rf
3. PENENTUAN KONSENTRASI
KLORAMFENIKOL
Penentuan konsentrasi tanpa dilakukan elusi pada
rentang konsentrasi 75 ppm 200 ppm sebanyak 6
L tersaji pada Gambar 2. Data dalam Gambar 2
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 75 ppm tidak
dihasilkan zona hambat.
Penentuan konsentrasi dengan elusi menggunakan fasa gerak kloroform : metanol (80:20, v/v)
19
4.2. Akurasi
Penentuan akurasi dilakukan pada konsentrasi 125
ppm, 150 ppm, dan 175 ppm. Hasil bioautografi
parameter akurasi dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil
analisis persen recoveri terdapat pada Tabel 4.
Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan
kembali, diperoleh dengan memplotkan diameter zona (mm) hambat uji bioautografi pada kurva linearitas y = 2.8x - 4.3. Dari hasil analisis akurasi diperoleh
harga persen perolehan kembali 98.8% 0.5.
(a)
(b)
(c)
Gambar 6. Hasil uji bioautografi parameter akurasi pada konsentrasi 125 ppm (a), 150 ppm (b), dan 175 ppm (c)
20
4.3. Presisi
(a)
(b)
(c)
Gambar 7. Hasil uji bioautografi parameter presisi pada konsentrasi 125 ppm (a), 150 ppm (b), dan 175 ppm (c)
Tabel 5. Hasil uji bioautografi parameter presisi
21
(a)
(b)
(c)
Gambar 8. Penentuan limit deteksi menggunakan konsentrasi 0.5 ppm hingga 80 ppm
23
Choma, I. (2005). The Use of Thin-Layer Chromatography with Direct Bioautography for Antimicrobial Analysis. http://www. lcgceurope.adv
100.com/lcgceu rope/article/aarticleDetail. jsp?
id=177453. Accessed tanggal 24/10/2007.
Isnaeni (2005). Bioautogarafi antibiotika hasil fermentasi mutan Streptomyces griseus ATCC 10137.
Majalah Farmasi Airlangga, No. 16, Vol. 5.
Sherma, J. and Fried, B. (2003). Handbook of ThinLayer Chromatography, Ed. 3 rd, New York:
Marcel Dekker, Inc., pp. 1-6, 437-438.
24