Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Strategi Komunikasi E-Government Di Kabupaten Tulungangung: Oleh: Kasiyanto

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 31

KomMTi – Volume : 2, No.

: 6 / Desember 2008

STRATEGI KOMUNIKASI E-GOVERNMENT DI KABUPATEN


TULUNGANGUNG

Oleh : Kasiyanto 1

Abstract

In realizing good governance for government either


in area and center, can be done with state administration
updating by applying e-governant correct to. One of them is
by applying governance electronically or e-government, this
matter is striving to give the service to easier society, cheap,
effectively, consumer-oriented and also transparent and
efficient.

This research use the approach qualitative. Result of


this research to descript that : (1) Growth and exploiting
telecommunication and information technology in
Tulungagung region a long way off from ideal condition to
support policy e-government, (2) Bureaucrat and
government of Tulungagung region can accept exploiting of
information technology in governance system. This matter is
shown with positive attitude in appreciating x'self to policy
program e-government. Government Tulungagung region
not yet owned the storey;level of readiness of matured to
accept the policy program e-government, good in the form of
readiness of of formal legality ( peripheral of law), human
resource, budget, infrastructure and organizational culture,
policy formulating model e-government have to be woke up
pursuant to [at] importance of public, social condition and
society characteristic Tulungagung. Besides, in formulating
the policy model e-government in Tulungagung region
require to also consider rasionalitas economic and
bureaucracy.

Key Word : Strategy, Communication, E-Government.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

1
Penulis, Peneliti Madya Bidang Kebijakan IPTEK pada BPPI Wilayah V Surabaya.
__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
185
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya


telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika)
pada akhirnya merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial
kemasyarakatan. Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas
dan kemampuan telematika untuk memasuki berbagai aspek
kehidupan manusia. Bagi sebagian orang, telematika telah
membuktikan perannya sebagai alat bantu yang memudahkan
aktivitas kehidupan, sekaligus membantu meningkatkan
produktivitas. Di sisi lain, struktur fisik internet yang cenderung
menjadi substitusi bagi sarana telekomunikasi konvensional,
menjadikannya sulit bagi pemerintah dan anggota masyarakat lain
untuk melakukan sensor. Dapat dimengerti bila kemudian muncul
kekhawatiran dari sementara pihak bahwa penggunaan internet
akan lebih banyak menimbulkan mudharat dari pada manfaat.
Beberapa pemimpin pemerintahan negara di Asia melihat bahwa
internet dapat merusak moralitas dan identitas budaya
masyarakat. Tetapi mereka sendiri sudah mulai menyediakan
kebijakan untuk mendukung penyebarluasan Internet, dengan
suatu keyakinan bahwa internet akan membawa manfaat yang
lebih besar dan membantu meningkatkan daya saing ekonomi bila
dikelola dengan benar (Hongladarom, 2000). Secara nasional
untuk mendukung kegiatan tersebut telah dikeluarkan INPRES
No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government antara lain mengintruksikan
kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi
dan kewenangan masing-masing guna terlaksananya
pengembangan e-government secara nasional.

Pada SK MENPAN No. 13 Tahun 2003 juga telah diatur


perihal perkantoran elektronik (e-office) di lingkungan instansi
pemerintah termasuk pemerintahan Provinsi, Kota dan
Kabupaten. Pemerintah telah mentargetkan bahwa tahun 2005
seluruh administrasi pemerintahan mulai dari tingkat kecamatan
sampai pusat sudah terjangkau internet dengan electronic
government (e-government). Terdapat kesenjangan sarana dan
prasarana telematika antara kota dan pedesaan, sehingga terjadi
digital divide, di mana sebagai kelompok sudah mempunyai akses
digital dan dapat memanfaatkannya dengan baik, sementara
sebagian kelompok lainnya belum memiliki akses serta sulit
mendapatkannya. Padahal di era globalisasi ini penguasaan
terhadap teknologi informasi dan komunikasi amat penting,
terutama dalam upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing
di pasar global (Oetojo, 2002). Sebagai tindak lanjut dari Inpres

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
186
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

tersebut Pemerintah Propinsi Jawa Timur melalui Renstra telah


menetapkan kebijakan di bidang telematika yang terdiri dari (1)
Membangun jaringan komunikasi antara Pusat dan Daerah serta
dengan mancanegara untuk memperjuangkan kepentingan
Daerah, (2) Menyediakan informasi seluas-luasnya bagi
kepentingan masyarakat. Guna mewujudkan Renstra tersebut
diperlukan kesamaan persepsi pada Dinas/Badan/Instansi di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur serta seluruh
Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, sehingga diperlukan
sosialisasi tentang arah kebijakan sistem informasi dan telematika
Provinsi Jawa Timur. Langkah awal dari pelaksanaan
kebijaksanaan tersebut adalah disusunnya Rencana Induk
Pengembangan Teknologi Informasi (IT Plan) Provinsi Jawa
Timur, diharapkan IT Plan dimaksud akan memberi arah dan
pedoman dalam pembangunan dan pengembangan teknologi
informasi di Jawa Timur.

Untuk efisiensi pekerjaan, Gubernur mengeluarkan Surat


Nomor : 555/8902/210/2002 Tanggal 15 Oktober 2002 Perihal
Penggunaan e-mail untuk Keperluan Dinas, hal tersebut juga
merupakan sarana untuk mempercepat proses pemasyarakatan
surat elektronik (e-mail) di lingkungan pemerintah Provinsi Jawa
Timur . Perkembangan dari kebijakan ini, masih belum berhasil
karena berbagai keterbatasan pemerintah daerah akan teknologi
informasi, dan rendahnya pengetahuan masyarakat akan
teknologi informasi. Kendala ini terjadi di hampir semua
pemerintahan Kabupaten/Kota di Jawa Timur, termasuk di
Kabupaten Tulungagung. Padahal di Kabupaten Tulungagung
telah ada PERDA No. 29 Tahun 2001 tentang Pembentukan dan
Susunan Organisasi Kantor Informasi Komunikasi dan Data
Elektronik. Munculnya fenomena konvergensi teknologi
telekomunikasi dan teknologi informasi (TI) yang kemudian
disebut Information and Communication Technology (ICT) dan
salah satu wujudnya berupa internet mendorong terjadinya
perubahan mendasar pada tata laksana pemerintahan.
Pemanfaatan TI dan internet di lingkungan instansi pemerintah
terutama yang dimaksudkan untuk mendukung layanan publik
sering disebut sebagai electronic government. Banyak yang
menganggap bahwa suatu instansi pemerintah sudah ber-
electronic government ketika sudah memiliki situs internet
(website). Pemahaman semacam ini menyebabkan berkurangnya
manfaat TI di lingkungan pemerintahan.Untuk mengetahui dan
memahami semua itu, perlu dilakukan penelitian mendalam
tentang kesiapan pemerintah daerah Kabupaten Tulungagung

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
187
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

menghadapi pelaksanaan sistem pemerintahan elektronik (e-


government).

Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang permasalahan dapat


dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
Bagaimana Strategi Komunikasi Pemerintah Kabupaten
Tulungagung dalam menerapkan e-government ?

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Strategi komunikasi Pemerintah


Kabupaten Tulungagung dalam menerapkan e-government ?

Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis adalah untuk pengembangan ilmu


komunikasi khususnya dalam bidang e-government bagi negara
berkembang yang memiliki permasalahan yang kurang lebih
sama. Dari sudut pandang pemerintah daerah, teori yang akan
dikembangkan ini diharapkan dapat bermanfaat langsung untuk
meningkatkan sistem kerja pemerintahan daerah otonom melalui
sistem kerja kantor elektronik yang benar dan sesuai dengan
lingkungan basis sosial

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan


masukan bagi Pemerintah Kabupaten Tulungagung untuk
melaksanakan kebijakan strategi komunikasi dalam sistem
pemerintahan elektronik, terutama untuk mengembangkan model
kebijakan sistem pemerintahan elektroni (e-government) yang
ada di masing-masing pemerintah daerah otonom.

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Empiris Implementasi e-Government di Indonesia.

Pemanfaatan teknologi informasi di lingkungan


pemerintahan sudah cukup lama berlangsung. Namun demikian
sejauh ini masih sedikit penelitian yang mempelajari manfaat
ekonomi yang dapat dihasilkan dari investasi pemerintah untuk
membangun sistem informasi berbasis teknologi informasi. Kajian

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
188
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

mengenai manfaat ekonomi dari suatu investasi di bidang


teknologi informasi yang dilakukan pemerintah menjadi penting
terutama bila dikaitkan dengan dua hal, yakni : (1) untuk
mengetahui pola pengembangan dan tingkat efisiensi serta
kembalian investasi sistem informasi pemerintahan (e-
government), dan (2) mengukur manfaat ekonomi dari
penyelenggaraan e-government yang sering dikatakan sebagai
salah satu upaya reformasi birokrasi menuju terwujudnya good
governance.

Permasalahan kurangnya pemahaman yang komprehensif


mengenai apa dan bagaimana e-government, serta adanya
perlakuan pembangunan e-government sama seperti proyek
pemerintah lainnya diperkirakan akan menimbulkan masalah
tersendiri di kemudian hari karena menyangkut beberapa hal
seperti kepercayaan masyarakat terhadap teknologi informasi,
kelangsungan hidup investasi pemerintah serta pengaruhnya
terhadap kebijakan fiskal, implikasi investasi bidang teknologi
informasi terhadap perekonomian nasional, dan masih rendahnya
kualitas layanan publik.

Meski terhitung sudah banyak kebijakan di bidang


telematika yang dibuat pemerintah, namun dapat dirasakan
betapa lambatnya laju pembangunan sektor ini. Dari pengamatan
sementara ini, ada beberapa penyebab lambatnya pembangunan
telematika di Indonesia antara lain :
1. Belum ada kepemimpinan nasional telematika (e-leadership)
yang dapat dijadikan panutan bagi aparat pemerintah maupun
masyarakat luas dalam menetapkan sasarn dan strategi
pembangunan telematika. Kepemimpinan nasional di bidang
telematika sangat penting sebagaimana dicontohkan oleh
Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Muhammad, yang
telah memberikan visi, misi dan keteladanan bagi
pembangunan Malaysia untuk mencapai knowledge economy
melalui penyediaan sarana dan prasarana InfoComm.
Demikian pula dicontohkan oleh Presiden Bill Clinton ketika
mencanangkan penggunaan electronic commerce bagi
mempermudah transaksi ekonomi.
2. Belum tersedia kebijakan pada setiap jenjang pemerintahan
yang dapat menjadi petunjuk operasional. Hal ini menjadi
wajar karena karakter budaya Indonesia yang paternalistik
sehingga ketika terjadi kekosongan e-leadership, birokrat
pemerintah di bawahnya tidak termotivasi untuk membangun

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
189
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

dan menyediakan perangkat kebijakan yang memfasilitasi


pembangunan telematika.
3. Tidak tersedianya anggaran pembangunan yang mencukupi
untuk dialokasikan di sektor telematika. Hingga saat ini
telekomunikasi dibedakan dari infra-struktur ekonomi lainnya
seperti jalan raya, pelabuhan, dan lapangan terbang. Hal ini
dapat terlihat dari indikator belanja pemerintah di bidang
telematika yang menunjukkan bahwa :
a. Sejak tahun 1985 pemerintah tidak lagi mengalokasikan
anggaran untuk membangun infrastruktur telekomunikasi.
Pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi
sepenuhnya diserahkan kepada badan penyelenggara
yang diberi hak monopoli diantaranya PT. Telkom untuk
penyelanggaraan telekomunikasi sambungan lokal dan
jarak jauh (SLJJ), dan Indosat untuk penyelengaraan
telekomunikasi (SLI).
b. Rata - rata anggaran untuk sektor perhubungan selama
masa Orde Baru sebesar 5.4% dari total belanja APBN.
Belanja perangkat teknologi informasi dimasukkan dalam
pos - pos lain, komputer dan perangkat pendukungnya
dikelompokkan sebagai sarana penunjang aktivitas proyek
atau operasional kantor (Kontan, 2000).
2. Kurangnya kemampuan dan kesediaan koordinasi antar-
instansi pemerintah sehingga menimbulkan duplikasi
pekerjaan dan aplikasi yang tidak efisien. Duplikasi ini banyak
terjadi karena tata kerja pemerintah yang berpola pada
pendekatan proyek. Banyak proyek yang memiliki derajat
kesamaan hasil dan seharusnya dapat dikerjakan oleh satu
instansi, namun pada kenyataannya dikerjakan juga oleh
instansi lain meski masih dalam naungan satu departemen.
3. Masih kurangnya apresiasi terhadap profesi di bidang
telematika sehingga banyak pegawai pemerintah yang
memiliki kemampuan namun tidak dapat menerapkan
kemampuannya tersebut secara optimal. Hal ini diperparah
dengan masih rendahnya perlakuan dan penghargaan kepada
karya intelektual, sehingga lengkaplah alasan bagi hilangnya
motivasi membangun telematika di negeri ini.

 Permasalahan di sekitar pengembangan e-government


khususnya yang berkaitan dengan penilaian kelayakan dan
penghitungan tingkat kembalian investasi pemerintah yang hingga
saat ini masih menjadi kendala dalam membangun e-government
antara lain :

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
190
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

1. Masih sedikitnya pejabat pemerintah yang memahami dengan


benar apa dan bagaimana e-government;
2.  Masih sedikitnya instansi pemerintah yang melakukan analisis
manfaat biaya ketika hendak membangun e-government;
3.    Belum dikembangkannya metode pengukuran untuk
mengetahui manfaat ekonomi dari suatu layanan e-
government

Sebagian besar pengembangan e-government yang ada


pada saat ini masih berfokus pada penyediaan website dan
layanan informasi saja. Padahal, merujuk pada definisi e-
government yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, e-government
mengacu pada pemanfaatan teknologi informasi oleh institusi
pemerintah yang selanjutnya mendukung transformasi hubungan
dengan warga negara, pelaku bisnis, dan institusi pemerintah
lainnya, dengan maksud memberikan layanan publik yang lebih
baik, meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan bisnis
dan industri, serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam
peningkatan efisiensi manajemen pemerintahan. Definisi di atas
sangat jelas menunjukkan bahwa, e-government tidak hanya
menampilkan informasi pemerintahan melalui media internet
semata, namun lebih dari itu yakni adanya tranformasi hubungan
antara pemerintah dengan seluruh stakeholder yang semula
menggunakan media konvensional digantikan dengan media
elektronik (internet). Selain itu, terjadi perubahan pula dalam
moda dan jangkuan layanan publik, yang konsekuensinya adalah
perlunya perubahan mendasar pada organisasi dan tata laksana
pemerintahan, serta revisi terhadap peraturan dan prosedur
operasi pemerintahan. Pemahaman secara benar mengenai e-
government sangat diperlukan mengingat investasi pemerintah
yang dikeluarkan untuk membangunnya sudah tergolong besar.
Indikator lain yang menunjukkan kurangnya pemahaman
terhadap e-government dapat dilihat dari penyelenggaraan e-
government belum memperhatikan perlunya lembaga permanen
baik yang bersifat struktural maupun fungsional yang khusus
menangani layanan e-government. Di masing–masing instansi
pemerintah penyelenggaraan e-government dilaksanakan oleh
bagian atau lembaga yang berbeda. Belum ada standarisasi
kelembagaan penyelenggara e-government. Ada berbagai
nomenklatur penyelenggara e-government : Bagian/Dinas/Kantor
Pengolahan Data Elektronik, Badan/Dinas Informasi dan
Komunikasi, Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN), Dinas/Kantor
Telematika, Bagian/Seksi Sistem Informasi Manajemen, bahkan di

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
191
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

beberapa pemerintah daerah Kabupaten/Kota diselenggarakan


oleh Badan Perencana Pembagunan Daerah (BAPPEDA).
Adanya berbagai variasi nomenklatur kelembagaan
penyelenggara electronic governement yang bersifat adhoc dan
menggunakan pendekatan proyek, mengurangi efektivitas dan
efisiensi dari tujuan dibangunnya e-government itu sendiri. Hal ini
beralasan karena :
1. Layanan publik dalam konteks e-government memerlukan
proses hubungan antar-lembaga, dimana di dalamnya
memerlukan pengambilan keputusan yang terstruktur (secara
otomatis mengikuti proses otomatisasi layanan publik). Hal ini
berarti ada kewenangan dari pimpinan instansi terkait yang
dilimpahkan kepada sistem layanan publik yang selanjutnya
dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara e-government.
Permasalahannya, keberadaan lembaga penyelenggara e-
government yang masih adhoc oleh sebagaian besar pejabat
pemerintah terkait belum dianggap sebagai suatu keharusan
untuk berhubungan dengannya, apalagi memberikan sebagian
kewenangan yang dimilikinya.
2. Penyelenggaraan e-government menggunakan pendekatan
proyek dinilai tidak dapat menjamin kelestarian (sustainability)
layanan publik menggunakan media elektronik. Banyak bukti
menunjukkan bahwa ketika masa dan atau anggaran proyek
selesai/habis maka kelangsungan hidup proyek tersebut
menjadi terbengkelai, dan pada akhirnya apa yang sudah
diinvestasikan menjadi sia – sia belaka.Permasalahan lain
yang akan tak kalah pentingnya – karena berkaitan dengan
ekonomi publik – adalah masih sedikitnya instansi pemerintah
yang melakukan analisa manfaat - biaya ketika hendak
membangun e-government. Memperhatikan berbagai usulan
dan atau inisiatif pembangunan e-government, masih sedikit di
antaranya yang memasukkan analisis kuantitatif, khususnya
yang berkaitan dengan manfaat ekonomi yang akan dihasilkan
dari investasi pembangunan e-government tersebut. Pada
umumnya proposal pembangunan e-government masih
menggunakan pendekatan kualitatif seperti : lebih baik, lebih
cepat, menarik minat investor, mendukung reformasi dan
demokrasi, dan lain sebagainya, yang semuanya sulit untuk
diketahui tingkat keberhasilannya. Pengukuran biaya dan
manfaat secara kuantitatif akan membantu meningkatkan
akuntabilitas penyelenggara e-government, dan mendukung
terwujudnya good governance.

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
192
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

Masih sedikitnya instansi pemerintah penyelenggara e-


government menggunakan analisis kuantitatif dalam mengukur
manfaat versus biaya dari suatu penyelenggaraan e-government,
kemungkinan besar dilatar-belakangai oleh belum adanya
kebijakan pemerintah yang mengatur tentang metode pengukuran
untuk mengetahui manfaat ekonomi dari suatu layanan e-
government. Para birokrat pemerintah yang memiliki inisiatif
membangun e-government, dengan demikian tidak merasa perlu
untuk mengetahui berhasil–tidaknya layanan e-government yang
diselenggarakannya, karena tidak ada keharusan untuk
melakukan hal tersebut.

Kebijakan Pengembangan Teknologi Informasi Untuk e-


Government

Kebijakan pemanfaatan teknologi informasi yang dalam hal


ini berupa layanan pemerintah secara elektronik (e-government)
tidak lahir begitu saja, tapi merupakan hasil dari berbagai faktor
yang terjadi pada kurun waktu tertentu. Adapun dianggap penting
melatarbelakangi lahirnya kebijakan tersebut di antaranya adalah
demokratisasi dan tekanan global, reformasi dan perubahan
paradigma serta keberadaan Kementerian Komunikasi dan
Informasi. Dalam hal demokratisasi dan tekanan global, Human
Development Report (HDR) UNDP dalam beberapa tahun
terakhir, mengisyaratkan bahwa teknologi dan demokrasi,
mempunyai peran yang signifikan dalam pembangunan yang
berpusat pada manusia (human development). Dari bermacam
teknologi, diakui bahwa teknologi informasi banyak berperan
memungkinkan terciptanya pemerintahan yang transparan, anti
korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) dan lebih dekat dengan
rakyatnya. Peran demokrasi teknologi informasi adalah
transparansi, kebebasan berbicara serta kebebasan memperoleh
informasi, yang juga merupakan pilar demokrasi. Transparansi
dalam perencanaan membuat institusi bekerja lebih baik.
Kebebasan berbicara dan kebebasan memperoleh informasi
dapat tergambarkan dengan kehadiran situs-situs maupun
berhimpunnya pengguna internet dalam mailing list.

Kebijakan Instruksi Presiden No. 3/2003 tentang Kebijakan


dan Strategi Nasional Pengembangan e-government merupakan
pertarungan berbagai kelompok. Apalagi jika hal itu dikaitkan
dengan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta RUU
Kebebasan Memperoleh Informasi (KMI). Jika melihat

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
193
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

konstelasinya, konflik kepentingan antara negara, pemodal dan


publik, untuk menguasai bisnis yang menjanjikan ini tidak dapat
dihindari.Dalam pengembangan e-governemnt, yang perlu
dikedepankan adalah jangan melihat e-government secara teknis.
Seringkali, e-government dijadikan end atau tujuan. Padahal,
tujuannya adalah peningkatan pelayanan fungsi pemerintah,
pelayanan publik, peningkatan good governance, bukan e-
government untuk government sendiri.

Teknologi informasi dapat digunakan untuk mengelola dan


menyebarluaskan data serta informasi secara cepat dan efisien.
Dalam implementasinya, pengelola layanan e-government
diwajibkan membuka semua akses informasi publik. Tidak
sekadar berupa data mengenai instansi maupun daerah saja,
namun juga seperti aliran dana yang digunakan badan-badan
publik maupun yang mengelola dana publik, daftar kekayaan
pejabat publik maupun informasi mengenai bagaimana, berapa
lama dan berapa biaya yang dibutuhkan untuk pengurusan
berbagai perijinan, kartu identitas diri serta hal-hal lainnya. Agar
sampai ke sana, faktor perubahan kultur penyelenggara negara
serta faktor-faktor pendukung perumusan e-government perlu
mendapat perhatian serius. Dengan pengembangan layanan e-
government, maka penyelenggaraan pemerintahan beralih
menjadi berbasis elektronik. Ini yang perlu disadari oleh birokrat
agar memiliki kemampuan untuk secara cepat dan tepat
mengaitkan diri dengan perkembangan di bidang teknologi
informasi dan tuntutan keterbukaan dari masyarakat.

Perkembangan lingkungan global telah mempengaruhi


negara-negara di dunia dengan berbagai tantangan baru yang
akan membawa implikasi kepada perubahan dan pembaharuan
kehidupan masyarakat baik di bidang politik, ekonomi, sosial
budaya maupun hankam. Dalam hubungan ini, peranan birokrasi
dirasakan semakin penting karena harus mampu bekerja secara
transparan, profesional, produktif, mempunyai daya saing tinggi,
bertanggung jawab, efektif dan efisien dalam menyelenggarakan
pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan yang
prima kepada masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Mu’arif, 2003).
Pemanfaatan teknologi telematika dalam pemerintahan bukanlah
harga mati, karena tanpa itu pun penyelenggaraan pemerintahan
tetap bisa berjalan. Meski demikian, terdapat banyak peluang dan
nilai tambah yang bisa diperoleh melalui penerapan e-
government, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan mutu

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
194
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

pelayanan kepada masyarakat dan penyelenggaraan otonomi


daerah. Pada intinya, e-government adalah pemanfaatan
teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antar
pemerintah pusat dan daerah, serta antara pemerintah dengan
pihak-pihak lain, terutama dengan masyarakat.

KERANGKA DASAR TEORETIK

Kerangka dasar teori berfungsi sebagai petunjuk untuk


melakukan penelitian agar tidak salah arah. Oleh sebab itu
penelitian ini menggunakan teori strategi komunikasi: Strategi
komunikasi Pemerintah Daerah dilihat dari 3 indikator, yang
diambil dari teori pengurangan ketidakpastian. Teori pengurangan
ketidakpastian ditemukan oleh Charles Berger (dalam Littlejohn,
1996). Teori ini berhubungan dengan cara-cara mengumpulkan
informasi tentang orang lain, ia berhubungan dengan cara-cara
individu memantau lingkungan sosial mereka dan menjadi tahu
lebih banyak tentang diri mereka sendiri dan diri orang lain. Teori
pengurangan ketidakpastian berhubungan dengan cara-cara
Pemerintah Daerah dalam mengelola informasi dan komunikasi di
daerahnya. Maka strategi komunikasi Pemerintah Daerah dapat
diasumsikan pada 3 kategori :
a. Dikatakan menggunakan strategi komunikasi pasif, ketika
Pemerintah Daerah dalam melakukan penyelenggaraan
layanan informasi, hanya melakukan pengumpulan data yang
bersifat observasional saja.
b. Dikatakan menggunakan strategi komunikasi aktif, ketika
Pemerintah Daerah memiliki kecenderungan untuk cepat
tanggap terhadap kebutuhan informasi masyarakat di
daerahnya.
c. Dikatakan menggunakan strategi komunikasi interaktif, ketika
Pemerintah Daerah merespon secara cepat/dinamis terhadap
semua kebutuhan informasi dan komunikasi masyarakat di
daerahnya dengan melakukan pengelolaan informasi dan
komunikasi berbasis e-government.

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

Pengertian e-government sangatlah beragam bergantung


siapa dan dimana (negara) e-government itu diartikan. Setiap
negara berbeda meman dangnya, hal ini dikarenakan visi dan misi
suatu negara berbeda dengan negara yang lain. Demikian pula
sejarah bangsa, budaya, politik suatu bangsa berbeda pula

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
195
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

dengan negara lain maka berbeda pula mendefinisikan pengertian


e-government itu.
United Nation Development Program (dalam Indrajit, 2002)
mendefi nisikan e-government sebagai berikut : “E-government is
the application of information and communication technology” (e-
government adalah teknologi informasi dan komunikasi oleh
institusi-institusi pemerintah). Sedangkan Vendor (dalam Indrajit,
2002) memberikan definisi e-government adalah “E-government is
a global reform movement to promote internet use by government
agencies and everyone who delas with them” (e-government
merupakan suatu gerakan pembaharuan secara global tentang
penggunaan internet oleh pemerintah atau siapa saja yang
berhubungan dengan internet (Indrajit, 2002).
E-government atau Government On-Line menurut INPRES
No. 6 Tahun 2001, berupa :
1. Penetapan jaringan informasi di lingkungan pemerintah pusat
dan daerah secara terpadu telah menjadi prasyarat yang
penting untuk mencapai good governance dalam rangka
meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi
masyarakat dalam berbagai kegiatan pemerintahan guna
memperbaiki pelayanan publik, meningkatkan efisiensi
pelaksanaan otonomi daerah, serta mengurangi berbagai
kemungkinan kebocoran;
2. Meningkatkan hubungan kerja antara instansi pemerintah agar
dapat menyediakan pelayanan bagi masyarakat dan dunia
usaha secara efektif dan transparan;
3. Pengembangan government online bagi kepentingan semua
instansi pemerintah dan penyediaan layanan mayarakat,
mempengaruhi kerangka peraturan dan prosedur transaksi di
lingkungan pemerintah, serta membangun komitmen dan
kesepakatan untuk memperlancar pertukaran dan
penggunaan informasi antar instansi pemerintah;
4. Meningkatkan kesadaran dan kesiapan penggunaan
kemajuan teknologi telematika untuk mengimplementasikan
government online secara efektif, serta mengintensifkan
pendidikan dan pelatihan teknologi telematika untuk
meningkatkan keahlian pegawai negeri di semua tingkatan.

E-government menurut INPRES No. 3 Tahun 2003 pada


dasarnya adalah memperkuat konsep e-government dalam
INPRES No. 6 Tahun 2001, dengan lebih menekankan pada
strategi pengembangan e-government sebagai berikut :

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
196
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

1. Mengembangkan sistem pelayanan yang handal dan


terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas.
2. Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah dan
pemnerintah daerah otonom secara holistik.
3. Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal.
4. Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan
industri telekomunikasi dan teknologi infortmasi.
5. Mengembangkan kapasitas sumber daya manusia pada
pemerintah maupun pemerintah daerah otonom, disertai
dengan meningkatkan e-literacy masyarakat.
6. Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui
tahapan-tahapan yang realistik dan terukur.

METODE PENELITIAN

Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif,


model ini memiliki karakteristik pokok yaitu mementingkan makna,
konteks dan perspektif emik. Pendekatan emik, menurut Moleong
(1996) adalah pendekatan yang berusaha memahami suatu
fenomena yang dimulai dari titik pandang dari dalam atau
domestik, artinya peneliti diharuskan melakukan penggalian data
kepada informan dengan maksud informan akan menjelaskan dan
mengungkapkan pengalamannya sesuai yang dirasakan dan
dialaminya.

Pendekatan ini mengharuskan peneliti melakukan


penggalian data kepada sumber-sumbernya dengan teknik yang
memungkinkan sumber data mengungkapkan pengalaman
beragamnya sesuai yang dirasakan dan yang dialaminya.
Pendekatan ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa melihat
pokok permasalahan penelitian, maka pendekatan Emik dianggap
sangat tepat. Sebagai studi kualitatif (qualitative research), maka
studi ini menghasilkan data kualitatif berupa ucapan, dan tingkah
laku orang atau subyek studi. Seperti dikatakan Bogdan dan
Taylor (dalam Moleong, 1991), penelitian kualitatif adalah yang
menggunakan teknik pengamatan berperan serta (participant
observation) dan melakukan dialog yang tak terstruktur
(unstructured interviewing), namun tetap terarah sesuai
permasalahan studi.

Informan Penelitian

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
197
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

Untuk kepentingan penelitian ini, informan yang diminta


untuk memberikan pendapat, tanggapan, argumentasi dan
pengalamannya di sekitar pelaksanaan e-Government adalah: (1),
Kepala Kantor Infokom dan Data Elektronik, (2) Kepala Badan
Pusat Statistik, ((3) Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil, 4) Kepala Dinas Pariwisata, (5) Kepala BAPPEDA, (6)
Camat, (7) Staf Operator di lingkungan Dinas/Kantor/Badan di
Kabupaten Tulungagung, (8) Bidang Hukum dan Perundang-
undangan pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten
Tulungagung (9) PT. Telkom, dan (10) Tokoh Masyarakat, baik
tokoh formal maupun non formal yang terdiri dari tokoh agama,
adat, intelektual, LSM, dll.

Sejumlah informan ini dianggap mengerti dan banyak


mengetahui tentang permasalahan penelitian. Dengan demikian
sangat dimungkinkan pertanyaan-pertanyaan penelitian akan
dapat dijawab dan diberikan argumentasi yang baik dan rasional,
dengan harapan informasi yang diberikan itu dapat menghasilkan
rumusan model e-Government di Kabupaten Tulungagung.

Instrumen Penelitian

Instrumen inti dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri,


dengan melakukan observasi mendalam, wawancara mendalam
tidak terstruktur, Bogman dan Taylor (1993).

Analisis Data

Analisis data dilakukan selama maupun sesudah kegiatan


lapangan, artinya selama peneliti berada di lapangan tidak hanya
mengumpulkan data, tetapi melakukan klasifikasi data, mengolah
dan menulis laporan sementara penelitian. Untuk mendapatkan
hasil penelitian yang valid maka analisis data dilakukan pada
pencarian data dilapangan, dan analisasi data dihentikan saat
pencarian data di lapangan telah dianggap mencukupi karena
sudah ditemukannya titik jenuh oleh peneliti. Proses analisa data
dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data baik dalam
wawancara tak terstruktur, maupun saat melakukan observasi.

Secara teoritis langkah analisis data merujuk pendapat


Moleong (1991) yang menyatakan bahwa, untuk mendapatkan
dan menetapkan data yang relevan dicari keabsahannya dengan
dipergunakan teknik permeriksaan data berdasarkan beberapa
kriteria sebagai berikut :

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
198
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

1. Dipergunakan kriteria derajat kepercayaan credibility untuk


memperoleh data dilakukan hal-hal yang sedemikian rupa
sehingga data yang diperoleh benar-benar dapat dipercaya.
2. Dipergunakan kriteria keterlibatan tranferability. Perolehan
data dilakukan dalam situasi dan kondisi lingkungan sosial
penelitian yang ada.
3. Dipergunakan kriteria ketergantungan. Keabsahan data yang
diperoleh dikontrol dengan cara dicari bukti-buktinya dalam
kenyataan-kenyataan sosial yang dilakukan, atau diadakan
pengamatan dan wawancara ulang. Memang dalam hal ini
banyak ditemui kesulitan, sebab suatu kejadian atau peristiwa
tidak terulang lagi sebagaimana sebelumnya. Tetapi hal ini
tetap dilakukan karena sangat baik untuk dijadikan
pertimbangan.
4. Dipergunakan kriteria-kriteria kepastian (confirmability) untuk
mendapatkan data yang seobyektif mungkin, data yang telah
diperoleh dikonsultasikan dengan informan kunci.

PEMBAHASAN

Strategi Pemerintah Daerah Terhadap Kebijakan e-


Government

Strategi dalam bidang Infrastruktur

Kemajuan teknologi informasi dan perkembangan jaringan


komunikasi dan informasi memberikan peluang yang luas bagi
instansi pemerintah untuk memenuhi keperluan pengolahan data,
pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja
secara elektronis agar pelayanan publik dapat diakses secara
mudah dan murah oleh masyarakat. Sehubungan dengan itu, di
setiap instansi pemerintah diminta untuk membentuk jaringan
kerja yang optimal.
Adapun untuk dapat membentuk jaringan kerja yang optimal
diperlukan infrastruktur jaringan informasi, yang meliputi antara
lain kondisi infrastruktur telekomunikasi, kualitas, ruang lingkup
atau keluasan dan biaya jasa akses di masing-masing Kantor,
Dinas dan Badan yang memadai. Berdasarkan konsep ini, jika
dilihat dari sisi kesiapan infrastruktur jaringan informasi, data
menunjukkan bahwa secara komulatif tingkat kesiapan birokrasi
di masing-masing dinas dan badan di Kabupaten Tulungagung
dalam penyediaan dan perluasan jaringan informasi masuk

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
199
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

kategori antara siap dan belum siap. Dilihat dari sisi kualitas
infrastruktur teknologi informasi yang dimiliki oleh masing-masing
instansi dapat ditunjukkan bahwa, kualitas infrastruktur teknologi
informasi di masing-masing Kantor, Dinas dan Badan di
Pemerintah Kabupaten Tulungagung, menurut salah seorang
informan dinilai sudah cukup berkualitas, akan tetapi jumlahnya
sangat terbatas. Tetapi kualitas infrastruktur yang baik pun, masih
membutuhkan tingkat keluasan jaringan informasi yang memadai.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat keluasan jaringan
informasi yang dimiliki oleh masing-masing Kantor, Dinas dan
Badan Kabupaten Tulungagung relatif terbatas, seperti yang
dinyatakan oleh salah seorang informan, “...jaringan internet di
sini sangat terbatas, setahu saya hanya ada di Sekda, BAPPEDA,
Kantor Infokom dan beberapa dinas. Itupun yang memanfaatkan
terbatas pimpinan saja” (Wawancara dengan Sugiono).

Ketidaksiapan birokrasi dalam hal ini juga dapat dilihat dari


tingkat akses informasi melalui internet yang dilakukan di masing-
masing Kantor, Dinas dan Badan Pemerintah Kabupaten
Tulungagung yang ternyata juga masih rendah, seperti yang
dinyatakan oleh informan di bawah ini:
“....umumnya akses internet di sini hanya dilakukan oleh
pimpinan saja, ... tempatnya saja di letakkan di ruang
pimpinan, kan tidak mungkin kami yang staf ini seenaknya
masuk di ruang pimpinan, jika tidak diizinkan. Setahu saya,
keinginan teman-teman untuk belajar internet ya ada, tapi
kalau kebijakan kantor memang demikian, ya mungkin teman-
teman yang kelebihan duit saja yang senang ke warnet di
Telkom” (Wawancara dengan Lilik).

Pernyataan informan di atas semakin menguatkan adanya


persepsi bahwa sebagian elit birokrat di Kabupaten Tulungagung
masih memandang internet merupakan teknologi informasi yang
mahal. Seringkali alasan faktor keamanan dan untuk menekan
biaya pulsa dijadikan alasan oleh elit birokrat untuk menempatkan
internet di ruang pimpinan dan membatasi akses internet oleh
pegawai/staf yang memang memerlukan dukungan teknologi
informasi dalam pekerjaannya. Salah seorang informan
menyatakan :
“…saya kurang sependapat kalau faktor keamanan dan
mahalnya biaya pula dijadikan alasan jaringan internet
ditempatkan di ruang pimpinan. …saya kira hal itu kebijakan
yang perlu dipertimbangkan. Secara spesifikasi komputer di
masing-masing ruangan seksi sebenarnya sudah cukup

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
200
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

memadai dijadikan untuk dikembangkan menjadi jaringan


internet. Hal itu kan tinggal mengolor kabel jaringannya saja”
(Wawancara dengan Abdul Azis).

Pernyataan Abdul Azis di atas diperkuat oleh pendapat


Sugiono, yang menyatakan, “ … spesifikasi komputer di
lingkungan kantor Pemerintah Kabupaten Tulungagung sudah
cukup memadai untuk jaringan internet. Akan tetapi
pengembangan kabel jaringan yang memang belum menjadi
prioritas untuk dikembangkan“ (Wawancara dengan Sugiono).

Menurut Sudigdo bahwa adanya jaringan komputer yang


terbatas di ruang pimpinan adalah berkaitan erat dengan
kesiapan sumber daya manusia yang mampu mengelola jaringan
tersebut bila sewaktu-waktu terjadi trouble link atau kerusakan
jaringan. Menurut penuturan Sudigdo :
“Kita sih senang-senang aja kalau semua pegawai dapat
mengakses internet, kan berarti itu menunjukkan adanya
kemajuan birokrasi kita dan kemampuan pegawai untuk
mengakases informasi. Kalau toh memang jaringan internet itu
masih sebatas di ruangan pimpinan bukan berarti kita hendak
membatasi akses pegawai, akan tetapi memang
pengembangan kabel jaringannya aja yang belum ada. ….
Dan pengembangan jaringan ini sangat tergantung pada SDM
kita untuk mengelolanya. Jangan sampai nantinya kabel
jaringan sudah on-line, namun bila ada kerusakan jaringan kita
tidak bisa berbuat apa-apa, kalau begini kan menjadi sia-sia
…” (Wawancara dengan Sudigdo)

Kondisi di atas dan juga hasil dari observasi jelas


menunjukkan bahwa Kantor, Dinas, dan Badan di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Tulungagung secara keseluruhan belum
cukup siap untuk melaksanakan e-government, hanya sebagian
kecil Kantor, Dinas, dan Badan di Kabupaten Tulungagung yang
siap melaksanakan e-government. Kekurangsiapan Kantor, Dinas,
dan Badan ini jika dikaji secara mendalam lebih disebabkan oleh
belum adanya political will atau komitmen bersama untuk benar-
benar melaksanakan pelayanan publik. E-Government sampai
sejauh ini hanya dianggap sebagai jargon semata dan juga
sebagai kebijakan yang banyak mengeluarkan biaya sementara
hasilnya tidak bersifat jangka pendek, sehingga ada
kecenderungan untuk tidak serius dalam menangani, membiayai
dan memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini dibenarkan oleh
pernyataan salah seorang informan yang mengatakan :

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
201
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

“.. ya ada benarnya kalau dianggap pimpinan kita kurang ada


komitmen dalam mengembangkan e-gov. …terutama bapak-
bapak yang ada di dewan. Seperti yang sudah kami
sampaikan hingga saat belum ada kebijakan yang serius
untuk pengembangan e-gov, dan hal ini nampak dari sangat
terbatasnya alokasi anggaran untuk kepentingan ini
…”(Wawancara dengan Pitoyo)

Sebenarnya kondisi di Kabupaten Tulungagung ini


merupakan realitas yang berkembang di banyak daerah, terutama
di wilayah negara-negara berkembang. Dari berbagai studi dan
bukti empiris menunjukkan bahwa rendahnya kuantitas dan
kualitas infrastruktur menjadi problem utama dalam pembangunan
dan penyebar-luasan telematika di negara-negara berkembang.
Yang tergolong infrastruktur telematika adalah infrastruktur
telekomunikasi, internet, dan komputer. Kebijakan nasional
telematika seharusnya memberi penekanan pada upaya
mengatasi kelangkaan infrastruktur telematika ini. Semestinya
peran dan komitmen pemerintah pusat atau provinsi dalam
menyediakan infrastruktur teknologi informasi berada pada posisi
terdepan, terutama dalam menyediakan sarana teknologi
informasi di daerah-daerah yang secara ekonomis kurang
potensial. Pada level taktis operasional, kebijakan guna
meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur dapat berupa
insentif dan penyertaan modal pemerintah kepada swasta yang
bersedia membangun di daerah – daerah rural.

Sesungguhnya yang ideal ialah penerapan e-government


dapat ditunjang oleh kesiapan infrastruktur jaringan informasi
yang memadai, agar dapat memberikan pelayanan publik yang
maksimal. Untuk dapat memberikan pelayanan yang baik dan
maksimal diperlukan keluasan jaringan, disamping keluasan dana
untuk jasa akses informasi melalui internet. Pada tataran ini
tentunya sangat dibutuhkan adanya komitmen bersama, terutama
komitmen dari pimpinan untuk mengambil inisiatif dalam
mengantisipasi dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
untuk kemudahan pelaksanaan e-government.

Sehubungan dengan itu, dalam INPRES No. 3 Tahun


2003 tentang Kebijakan Strategi Nasional Pengembangan e-
Government dijelaskan tentang pentingnya mengembangkan
sistem pelayanan yang andal dan terpercaya, serta terjangkau
oleh masyarakat luas. Masyarakat mengharapkan layanan publik
yang terintegrasi tidak tersekat-sekat oleh batasan organisasi dan

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
202
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

kewenangan birokrasi. Dunia usaha memerlukan informasi dan


dukungan interaktif dari pemerintah untuk dapat menjawab
purubahan pasar dan tantangan persaingan global secara cepat.
Kelancaran arus informasi untuk menunjang hubungan dengan
lembaga-lembaga negara, serta untuk menstimulasi partisipasi
masyarakat merupakan faktor penting dalam pembentukan
kebijakan negara yang baik.

Oleh karena itu, pelayanan publik harus transparan,


terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas melalui
jaringan komunikasi dan informasi. Untuk itu diperlukan adanya
perluasan dan peningkatan kualitas jaringan komunikasi dan
informasi. Sasaran ini mencakup pengembangan kebijakan
pemanfaatan dan pertukaraan informasi antar instansi pemerintah
pusat dan daerah. Selain itu juga diperlukan kebijakan tentang
kewajiban instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah
otonom untuk menyediakan informasi dan pelayanan publik
secara on-line.

Dengan aplikasi e-government semua aktivitas organisasi


pemerintahan dapat dilaksanakan secara elektronik sehingga
dapat dimanfaatkan untuk mempermudah dalam pengambilan
keputusan bagi semua pimpinan. Kegiatan e-government tidak
semata ditujukan hanya untuk memberikan layanan informasi
saja, namun akan lebih bermanfaat apabila dikembangkan untuk
memberikan pelayanan interaktif, sehingga melalui internet
masyarakat dapat mengakses berbagai penyelenggaraan
pelayanan secara cepat, tepat, akurat dan muadah. Dengan
demikian, data dan informasi seluruh potensi yang dimiliki oleh
daerah, seperti informasi tentang potensi pertanian, pariwisata,
industri perdagangan, keadaan geografis dan sumber daya alam
lainnya dapat diakses oleh masyarakat, para pelaku ekonomi
termasuk calon investor baik lokal maupun dari luar negeri,
sehingga dengan demikian diharapkan akan dapat menarik
investasi semaksimal mungkin.

Strategi dalam bidang Sumber Daya Manusia.

Kesiapan masyarakat dan sumber daya manusia sangat


berkaitan dengan difusi teknologi informasi di dalam kegiatan
masyarakat baik perorangan maupun organisasi, serta sejauh
mana teknologi informasi disosialisasi kepada masyarakat melalui
proses pendidikan. Selain minimnya sumber daya manusia yang
menguasai telematika, hambatan utama yang dihadapi negara-

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
203
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

negara berkembang khususnya di Asia Pasifik adalah masih


langkanya sumber daya manusia yang mumpuni di bidang
telematika, tidak saja di bidang keteknikan, tetapi juga yang
memahami aspek sosio-teknologi yang selalu berjalan beriringan
dengan pengembangan teknologi itu sendiri.

Di lingkungan swasta hal tersebut tidak begitu terasa,


karena orang lebih suka bekerja di swasta dengan penghasilan
yang relatif lebih besar. Namun, tidak demikian halnya di instansi
pemerintah, di mana penghasilan pegawai pemerintah selalu lebih
rendah dari pegawai swasta, sebagai akibatnya tingkat
penyerapan teknologi telematika di lingkungan pemerintah juga
selalu lebih rendah dari swasta. Kebijakan nasional telematika
harus memberi perhatian kepada sumber daya manusia yang
bekerja di lingkungan pemerintah agar mereka dapat bekerja
secara profesional dan menghasilkan karya yang berkualitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesiapan
sumberdaya manusia birokrasi Pemerintah Kabupaten
Tulungagung pada umumnya lebih nampak di bagian entry data
atau operator. Selain itu, hasil observasi juga menunjukkan
beberapa pejabat eselon IV dan III masih ada yang belum
mengetahui tentang internet dan e-government, sehingga sedikit
sekali dari mereka yang belum bisa mengoperasikan internet,
bahkan ada yang masih beranggapan belum ada manfaatnya
untuk penyelesaian tugas. Sebagaimana pengakuan salah
seorang informan :
“…ya kami memang belum terbiasa dengan internet, tapi
sadar kalau itu penting sebagai bagian dari kebijakan
pemerintah. … tapi sebenarnya untuk menunjang pekerjaan
kami juga belum merasakan sebagai kebutuhan yang
mendesak untuk dipenuhi. Saya sendiri juga sering
mendengar kalau mereka yang internetan itu hanya sekedar
untuk ‘wah’ (pamer) saja di kantor bukan untuk kepentingan
tugasnya” (Wawancara dengan Purnomo)

Pengakuan Purnomo di atas dibenarkan pula oleh Ahmad


Fuad yang menyatakan, “… kalau memang jujur sebenarnya
banyak para pejabat yang tidak tahu tentang internet. …. cara
mengoperasikan komputer saja banyak dari mereka yang
tidak tahu, apalagi membuka website…”

Apa yang digambarkan oleh informan di atas


sesungguhnya merupakan bagian dari realitas yang sebenarnya
kesiapan sumber daya manusia di Kabupaten Tulungagung dalam

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
204
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

pengembangan teknologi Informasi. Melihat persoalan tersebut di


atas, dalam rangka mempersiapan sumber daya manusia oleh
birokrasi Kabupaten Tulungagung telah dilaksanakan sosialisasi
dan pelatihan sebagai program reguler yang dilakukan oleh
Kantor Infokom dan Data Elektronik untuk memeberikan pelatihan
internet, yang pesertanya adalah para pejabat eselon IV dan III,
juga para operator atau entry data di masing-masing unit kerja,
seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini :
“Kami memang mempunyai program secara reguler dan
bertahap untuk mengenalkan dan melatih para pegawai untuk
dapat mengoperasikan internet. Sasaran kami bukan hanya
staf operator tetapi juga para pejabat setingkat eselon IV dan
III. Program ini sudah berjalan dua angkatan, masing-masing
angkatan 40 orang, berarti sekarang ini kami telah memiliki
SDM sebanyak 80 orang”. ... Memang kami akui bila out put
dari program pelatihan ini belum termanfaatkan secara
maksimal karena ketersediaan sarana dan jaringan dimasing-
masing unit kerja, tapi pengamatan kami sebagian dari
mereka ada juga yang mengembangkan kemampuan tersebut
di tempat lain” (Wawancara dengan Pitoyo).

Informan lain, seorang pejabat eselon IV yang juga peserta


pelatihan menyatakan :
“kami rasakan program pelatihan yang dilaksanakan oleh
Infokom ini sangat bagus, namun sayang memang banyak
kawan-kawan pejabat struktural yang tidak memanfaatkan
secara maksimal program ini, …. Saya lihat justru banyak
diantara mereka yang diwakilkan stafnya. Menurut kami,
pelatihan ini penting ditindaklanjuti dengan materi yang lebih
mendalam, khususnya mengenai kemampuan teknis jaringan”
(Wawancara dengan Lilik).

Pernyataan informan ini dapat menunjukkan tingkat


kesiapan sumberdaya manusia, artinya secara konseptual SDM
yang ada relatif cukup siap memanfatkan teknologi informasi guna
proses transformasi menuju e-government. Namun, bilamana
diobservasi lebih dalam dengan melihat kualifikasi ketersediaan
sumberdaya manusia dalam bidang komputerisasi (lihat tabel 5.5)
yang antara lain meliputi analis sistem, programer, teknisi
komputer, teknisi jaringan, dan operator. Hal tersebut
menunjukkan secara umum kondisi SDM birokrasi Kabupaten
Tulungagung masih belum cukup siap untuk melakukan
pengelolaan jaringan infomasi. Ini artinya bahwa kualifikasi SDM

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
205
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

di bidang komputerisasi pada tingkatan dan peran yang relatif


rendah, yaitu lebih banyak peran sebagai operator.

Dari beberapa lulusan diploma informatika (lihat tabel 5.4


dan 5.5) sedikit sekali yang masuk kualifikasi sebagai analis
sistem, programer, teknisi komputer dan teknisi jaringan. Jika
dilihat dari realitas ini, dapat dikatakan bahwa secara konseptual
SDM yang ada sudah relatif cukup siap dalam memanfaatkan
teknologi informasi dan siap menjalankan kebijakan e-
government. Tetapi kesiapan ini masih pada tataran siap untuk
mengoperasikan komputer dan internet, belum sampai pada
tataran sebagai analis sistem, programer, teknisi komputer dan
jaringan. Untuk itu kesiapan para pegawai ini perlu ditunjang
dengan sarana dan peningkatan kemampuan SDM. Untuk itu,
Pemerintah Kabupaten Tulungagung perlu terus meningkatkan
SDM dengan memberikan pelatihan kepada para pegawainya
secara ajeg dan berkelanjutan agar para pegawai memahami dan
terampil dalam menggunakan piranti teknologi informasi.
Penerapan e-government harus mampu mendorong terciptanya
efisiensi, konsistensi, kecepatan, ketepatan dan transparansi
pelayanan administrasi pemerintah kepada masyarakat. Untuk
memenuhi harapan itu diperlukan SDM yang berkualitas dalam
penguasaan teknologi informasi.

Strategi dalam bidang Perangkat Hukum

Aspek perangkat hukum yang terkait dengan pemanfaatan


teknologi informasi atau dalam pelaksanaan kebijakan e-
government atau lebih tepatnya terkait dengan telematika menjadi
salah satu tolok ukur kesiapan birokrasi dalam pemanfaatan
teknologi informasi menuju proses transformasi e-government.
Tanpa perangkat hukum yang memadai, birokrasi akan
mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan kebijakan yang
berkait dengan masalah telematika tersebut. Hasil penelitian dari
menunjukkan bahwa dari sisi perangkat hukum yang mendukung
kesiapan kebijakan e-government di Kabupaten Tulungagung
terlihat masih belum siap. Ketidaksiapan perangkat hukum dalam
memayungi pelaksanaan e-government dapat dibuktikan dari
belum adanya perangkat hukum yang mengatur tentang computer
crime atau cyber crime, termasuk belum ada perangkat hukum
yang mengatur perlindungan privacy seseorang, seperti yang
dinyatakan oleh salah seorang informan :
“sejauh ini kami lihat di Tulungagung memang belum ada
rujukan baik berupa perda atau pun Keputusan Bupati yang

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
206
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

dapat dijadikan sebagai payung hukum untuk pengembangan


dan pemanfaat teknologi informasi dalam sistem
pemerintahan. .... Hal ini tentu saja juga berkaitan erat
dengan perhatian dan keseriusan para pengambil keputusan
untuk menyiapkan perangkat hukum yang diperlukan”
(Wawancara dengan Ahmad Fuad).

Pendapat Suharsono memperkuat pernyataan informan di


atas. Menurut Suharsono :
“… yang kami ketahui ya, legal formal untuk pengembangan
e-government di Kabupaten Tulungagung baru sebatas
PERDA yang mengatur pembentukan dan susunan
organisasi Kantor Informasi Komunikasi dan Data Elektronik,
dan penerbitan SK Bupati sebagai petunjuk pelaksanaan atas
perda tersebut. Atas dasar perda inilah kebijakan
pengembangan e-gov di Kabupaten Tulungagung dijalankan
oleh Kantor Infokom“ (Wawancara dengan Suharsono).

Lemahnya legal formal sebagai payung pengembangan e-


government di Kabupaten Tulungagung sesungguhnya tidak
terlepas dari partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
di Kabupaten Tulungagung, terutama di bidang pembangunan
teknologi informasi sebagai sistem pelayanan publik. Secara
empiris di Kabupaten Tulungaagung belum muncul adanya
lembaga swadaya masyarakat atau kelompok kepentingan yang
mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat Tulungagung
berkaitan dengan sistem pelayanan publik. Hal ini dinyatakan oleh
salah seorang informan, yang menjadi pimpinan perguruan tinggi
di Kabupaten Tulungagung. Ia menyatakan sebagai berikut :
“… ya memang di Tulungagung belum ada kelompok
masyarakat yang secara nyata mengkritisi sistem pelayanan
publik, tertama terkait dengan issue strategis pengembangan
e-government di Tulungagung. Mungkin ini salah satu
kelemahan kami (kelompok akademisi) kurang memberikan
partipasi secara aktif dalam issue strategis tersebut. … kami
berharap mendatang akan dapat menjadi agenda kajian kami,
dan harapan kami ini akan mampu memancing tumbuhnya
LSM yang konsern dengan issue-issue strategis di Kabupaten
Tulungagung, utamanya terhadap kebijakan pengembangan
e-government …”(Wawancara dengan Eko Sugianto)

Implikasi Penelitian

Implikasi Teoritis

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
207
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

Jika pemanfaatan telematika terhadap pelaksanaan e-


government di Kabupaten Tulungagung dianalisis dengan teori
perubahan sosial, maka nampak sekali bahwa perubahan sosial
di Kabupaten Tulungagung sangat dipengaruhi oleh
perkembangan global teknologi informasi. Hal ini memperkuat
penjelasan Goulet (1977) bahwa fungsi teknologi informasi
adalah kunci utama perubahan di masyarakat. Tuntutan
masyarakat di Tulungagung terhadap sistem pelayanan birokrasi
yang transparan dan efisien merupakan proses kesadaran (mind)
yang dibentuk oleh teknologi informasi, dan hal ini telah
memberikan dampak perubahan perilaku birokrasi dalam
menjawab tuntutan masyarakat Tulungagung. Pada dasarnya
tuntutan masyarakat Tulungagung seperti tersebut di atas
merupakan perubahan cara berfikir sebagaimana yang menjadi
cirri dari masyarakat yang memiliki tahap teknologi yang sudah
maju. Konsekuensi logis dari perubahan ini ialah terjadi
perubahan-perubahan mendasar di berbagai bidang kehidupan,
termasuk hubungan pemerintah daerah (birokrasi) dengan
masyarakat. Perubahan-perubahan semacam ini, jika tidak
diantisipasi dengan benar oleh birokrasi dengan melakukan
perubahan-perubahan sistem birokrasi, budaya organisiasi,
maupun sistem teknologi informasi dan komunikasi, maka
birokrasi akan mengalami kemandegan dan pada akhirnya hanya
menjadi patologi dalam masyarakat yang menghambat kamajuan
masyarakat.

Dalam menjawab tuntutan perubahan tersebut di atas,


senyatanya hingga saat ini perkembangan dan pemanfaatan
telematika di Kabupaten Tulungagung baru pada tahap awal ke
arah penerapan e-government, sehingga secara teoretis
perubahan-perubahan tersebut belum mampu membangun kultur,
visi dan komitmen Pemerintah Kabupaten Tulungagung untuk
mengembangkan birokrasi yang berbasis teknologi informasi
dalam sistem pelayanan publik. Jika penerimaan birokrat dan
Pemerintah Kabupaten Tulungagung terjadap kebijakan e-
government dianalisis dengan pendekatan teori konstruksi sosial
teknologi informasi mendeskripsiskan bahwa kesalahan persepsi
birokrat dan Pemerintah Kabupaten Tulungagung terhadap e-
government dan terbatasnya dukungan infrastruktur, sumberdaya
manusia dan anggaran menyebabkan penerimaan e-government
secara parsial dan tidak utuh.

Sebagaimana pendapat Fang (2002) bahwa teknologi


informasi menjadi kesatuan kekuatan besar dan dominan dalam

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
208
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

pembentukan nilai dan tatanan sosial yang bertumpu pada


prinsip-prinsip komunikasi yang efektif, padat dan canggih,
sehingga kehadiran dan pemanfaatan teknologi informasi
membutuhkan respons yang tepat oleh birokrasi. Menakar
pendapat Fang tersebut dapat dijelaskan bahwa penerimaan e-
government di Kabupaten Tulungagung secara parsial belum
mendorong terjadinya reformasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan di mana transparansi kebijakan dan pelaksanaan
otonomi daerah dapat semakin mudah untuk diawasi dan dikelola.
Jika kesiapan birokrat dan Pemerintah Kabupaten Tulungagung
terhadap kebijakan e-government dianalisis dengan teori
konstruksi sosial teknologi Informasi, maka kesiapan tersebut
belum merupakan realitas obyektif atas pemanfaatan teknologi
informasi. Hal tersebut disebabkan masih sangat lemahnya
sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah akan fungsi teknologi
dalam mendukung sistem pemerintahan yang bersih dan
transprasan. Pada sisi lain belum terbentuknya realitas obyektif
juga disebabkan oleh masih lemahnya kepemimpinan dan visi
birokrat dan pemerintah dalam menerima kehadiran teknologi
informasi sebagai instrumen penguatan sistem pemerintahan.
Sosialisasi dan penjelesan yang akurat dan obyektif terhadap
kebijakan e-government kepada semua stakeholders merupakan
salah satu upaya untuk memberikan penguatan visi dan
kepemimpinan pengembangan e-government. Penguatan visi
merupakan proses kesadaran stakeholders untuk melihat
perubahan sosial di Kabupaten Tulungagung sebagai hasil dari
perkembagan teknologi informasi secara global sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat, tak terkecuali hubungan
pemerintah dengan masyarakat. Sedangkan penguatanb
kepemimpinan adalah penumbuhan itikad baik (good will) dan
kemauan politik (political will) Pemerintah Kabupaten
Tulungagung untuk melaksanakan program pengembangan e-
government. Penguatan visi dan kepemimpinan pada akhirnya
akan menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan e-government
di Kabupaten Tulungagung.

Jika model e-government yang sesuai dengan basis sosial


masyarakat Kabupaten Tulungagung dianalisis dengan teori
kebijakan publik, khususnya pendekatan formulasi kebijakan
publik, maka model e-government di Kabupaten Tulungagung
lebih didasarkan pada pendekatan rasionalitas ekonomis dan
rasionalitas birokratis sebagaimana yang diungkapkan oleh
Herbert Simon pentingnya pertimbangan rasional dalam
pembuatan kebijakan publik. Rasionalitas ekonomis bertumpu

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
209
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

pada kemampuan masyarakat Tulungagung dalam mengakses


teknologi informasi, sehingga ke depan model e-government di
Kabupaten Tulungagung merupakan kebijakan yang didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan yang mendalam atas
perhitungan-perhitungan beaya dan dampak ekonomis.
Rasionaitas birokratis bertumpu pada pertimbangan-pertimbangan
komitmen birokrat, struktur organisasi, program kerja, sumber
daya manusia, serta efisiensi dan efektifitas kinerja birokrasi untuk
menciptakan pemerintahan yang baik dan transparan. Belajar dari
berbagai keberhasilan dan kegagalan pengembangan e-
government di berbagai negara, maka dengan pendekatan
formulasi kebijakan publik di atas setidaknya akan memberikan
harapan akan keberhasilan e-government di Kabupaten
Tulunggung. Karena pendekatan formulasi ini memungkinkan
untuk terakomodasinya kesiapan sumber daya manusia, budaya,
dan dukungan oleh semua stakeholders di Kabupaten
Tulungagung.

Implikasi Praktis

Pemanfaatan teknologi informasi sebagai pendukung


sistem pemerintahan (e-government) di Kabupaten Tulungagung
di analisis dengan kondisi birokrasi dan basis sosial masyarakat
Tulunggaung pada masa sekarang maupun pada masa
mendatang terutama terkait dengan perubahan sosial yang terjadi
di masyarakat, maka perumusan e-government di Kabupaten
Tulungagung merupakan tuntutan yang tak mungkin dihindari.
Namun melihat kesiapan birokrat dalam melaksanakan e-
government yang masih belum sepenuhnya menjadi agenda
setting dalam perumusan kebijakan publik di Kabupaten
Tulungagung menunjukkan bila respon birokrat terhadap
perkembangan teknologi informasi masih lamban. Sementara
pada sisi lain, akibat perkembangan global teknologi informasi
telah membentuk kesadaran baru masyarakat Tulungagung
terhadap sistem pelayanan birokrasi, sehingga hal ini
mempengaruhi secara langsung hubungan antara pemerintah
(birokrasi) dengan masyarakat.
Dari kondisi empiris pemanfaatan teknologi informasi di
Kabupaten Tulungagung setidaknya Pemerintah Kabupaten
Tulungagung dapat melakukan evaluasi kritis bahwa
pemanfaatan teknologi informasi sebagai pendukung sistem
pemerintahan dan pelayanan publik seharusnya dilakukan dengan
lebih memperhatikan berbagai aspek internal dan eksternal.

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
210
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

Aspek internal adalah kemampuan dan potensi daerah, potensi


dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) birokrasi, aspek
perikaku dan motivasi birokrat. Aspek eksternal adalah
menyangkut basis sosial masyarakat, yakni aspek nilai, budaya,
dan kemampuan ekonomis masyarakat.

Proposisi

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan implikasi


teoretis sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa proposisi sebagai berikut :
1. Pemanfaatan tekonologi informasi yang tidak didasarkan pada
perubahan kultur, kejelasan visi dan komitmen yang kuat oleh
birokrasi pemerintah daerah otonom, maka penerapan e-
government belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.
2. Sikap positif birokrasi terhadap kebijakan e-government, tidak
selamanya diikuti dengan komitmen yang kuat oleh pimpinan
untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Rendahnya
komitmen birokrasi terhadap kebijakan e-government,
berpengaruh terhadap rendahnya tingkat akses birokrasi
terhadap pelaksanaan e-government.
3. Kesiapan birokrat dan pemerintah daerah otonom terhadap
kebijakan e-government sangat dipengaruhi oleh proses
sosialisasi untuk membangun visi dan komitmen yang kuat
terhadap pengembangan e-govenrment sebagai instrumen
sistem pemerintahan dan pelayanan publik.
4. Model e-government yang mampu menciptakan kontinuitas,
mampu menghilangkan ketergantungan terhadap pihak ke
tiga, dan mampu mendorong Kepala Daerah untuk
melaksanakan kebijakan e-government adalah “Model
Kemitraan E-Governemnet”, yang melibatkan masyarakat dan
komunitas teknologi informasi (TI), seperti LSM, Lembaga
Pendidikan, Lembaga Penelitian dan Perusahaan Jasa TI.

PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan di
bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Perkembangan dan pemanfaat telematika di Kabupaten
Tulungagung masih jauh dari kondisi ideal untuk mendukung
kebijakan e-government. Hal ini diindikasikan dengan kondisi
yang berkembang bahwa: (1) pada umumnya masyarakat dan

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
211
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

birokrasi di Kabupaten Tulungagung belum komputerais,


dalam arti pada umumnya masyarakat masih gagap komputer.
Masih banyak masyarakat termasuk para pelaksana program
ini masih belum memahami arti pentingnya program
e-government sebagai pendukung dalam meningkatkan dan
memudahkan pelayanan publik di Kabupaten Tulungagung.
(2) Pada umumnya masyarakat termasuk kantor, dinas, badan
dan instansi lain di Kabupaten Tulungagung belum mampu
mengoperasionalkan komputer, belum memiliki atau
memanfaatkan komputer sebagaimana fungsi komputer
sebagai teknologi informasi. (3) Perangkat komputer masih
dianggap mahal dan belum dirasakan dibutuhkan sebagai alat
informasi dan komunikasi
2. Sikap dan akses birokrat dan Pemerintah Daerah Kabupaten
Tulungagung terhadap kebijakan e-government.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara
empiris Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung dapat
menerima pemanfaatan telematika dalam sistem
pemerintahan di Kabupaten Tulungungan (e-government).
Penerimaan tersebut ditunjukkan dengan sikap positif dalam
mengapresiasikan diri terhadap program kebijakan e-
government. Namun pada sisi yang lain, penerimaan ini
belum menjadi komitmen yang kuat pada elit birokrasi
sehingga mempengaruhi keterbatasan birokrat dalam
mengakses kebijakan e-government.
3. Kesiapan Birokrat dan Pemerintah Daerah Kabupaten
Tulungagung terhadap Kebijakan e-Government.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesiapan
birokrat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung
belum memiliki tingkat kesiapan yang matang untuk menerima
program kebijakan e-government, baik dalam bentuk kesiapan
legalitas formal dalam bentuk perangkat hukum, kesiapan
sumber daya manusia, kesiapan anggaran, kesiapan infra
struktur maupun kesiapan kultur organisasi.
4. Model kebijakan e-government di Kabupaten Tulungagung.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perumusan
model kebijakan e-government harus dibangun berdasarkan
kejelasan visi dan misi dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Tulungagung untuk membangun e-government yang berbasis
pada kepentingan publik, kondisi sosial dan karakteristik
masyarakat Tulungagung. Selain itu, dalam merumuskan
model kebijakan e-government di Kabupaten Tulungagung
perlu pula merpertimbangkan rasionalitas ekonomi dan
rasionalitas birokrasi.

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
212
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

Rekomendasi

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang di


uraikan di atas, maka diajukan beberapa rekomendasi penting
apabila program kebijakan e-government tersebut akan
dilaksanakan di Kabupaten Tulungagung, yaitu :
1. Untuk mengantisipasi program kebijakan e-government di
Kabupaten Tulungagung perlu dilakukan terlebih dahulu
program penguatan yang mengarah pada kesiapan
Pemerintah Kabupaten terhadap pelaksanaan kebijakan e-
government agar kebijakan tersebut mempunyai kontribusi
positif terhadap program e-govemment sebagai perwujudan
dari harapan masyarakat kabupaten Tulungagung. Dengan
pelaksanaan program e-govemment yang dicanangkan oleh
Pemerintah Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu
media yang sangat efektif dalam memenuhi berbagai
kebutuhan dan keinginan masyarakat melalui proses layanan
publik.Untuk itu diharapkan masyarakat mampu merespon
program ini dengan baik. Disamping itu pihak pelaksana
dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Tulungagung secara
sinergis harus saling mendukung untuk membangun jaringan
yang luas dan konstruksi yang kuat sebagai salah satu
program layanan masyarakat yang bersifat terpadu dan
terintegrasi dengan berbagai kepentingan yang ada. Karena
itu loyalitas dan rasa saling percaya perlu ditumbuh
kembangkan dikalangan Pemerintah Kabupaten Tulungagung
itu sendiri. Sebab tercapai atau tidaknya tuntutan masyarakat
terhadap proses kemudahan layanan bukanlah tanggung
jawab orang perorang melainkan semua individu yang terlibat
baik langsung maupun tidak langsung dalam pemerintahan.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan
bahwa masalah e-govenrment di Kabupaten Tulungagung
belum memiliki dasar legalitas yang kuat kendati institusi yang
menanganinya sudah ada, oleh karena itu perlu dipikirkan
kembali mengenai asas-asas legalitas ini yang dirancang
dalam sebuah Peraturan Daerah yang mangatur semua
kepentingan e-government yang mangacu pada INPRES No.
3 Tahun 2003. Legitas ini diperlukan untuk memberi muatan
hukum pada sebuah kebijakan publik semacam e-government
ini sekaligus mengikat dan mengatur semua unsur yang
terlibat dalam kebijakan ini.
3. Pemerintah Kabupaten Tulungagung diharapkan mampu
mengoptimalkan program ini, karena program ini sangat efektif

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
213
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

dan efssien dalam menciptakan pelayanan yang diberikan


oleh pihak pemerintah. Untuk itu diharapkan Pemerintah
Kabupaten Tulunggagung mampu membetuk unit-unit
pelayanan masyarakat yang berorientasi pada teknologi
informasi yang secara langsung mendukung dan didukung
oleh kebijakan e-government, sehingga kebijakan ini
dibutuhkan terutama di tingkat birokrasi, dengan demikian
akan diperoleh kecepatan dalam melayani masyarakat.

Daftar Pustaka

Alim, M. Nizarul, 1997, “Pengaruh Dan Strategi Implementasi


Teknologi Informasi Pada Sistem Informasi”, Jurnal Ilmiah
Widya Gama. No. 2/Edisi kelima, Universitas Widya Gama
Malang.

Appadurai, Arjun, 1994, “Global Ethnoscapes”’ dalam R. Fox (ed),


Recapturing Anthropology, Santa Fe:School of American
Research Press.

Bungin, Burhan, 2001, Erotika Media Massa, Muhammadiyah


University Press 2001, Surakarta.

Djojonegoro, Wardiman, 1997, “Pengembangan Budaya


Komunikasi dan Informasi Menuju Kehidupan Indonesia
Modern”, Jurnal ISKI, Vol. 1 Nov. Gramedia, Jakarta.

Dahlan, M. Alwi, “Media Massa Dan Multimedia Abad XX


Mengubah Industri Dan Budaya Komunikasi”, Jurnal ISKI,
Vol. 1 Nov. Gramedia, Jakarta.

Davenport, Thomas H., 1994, Saving IT’s Soul : Human Centered


Information Management, Harvard Business Review.

“E-Government : Antara Konsep, Tantangan, dan Harapan”,


http://www.entrepreneur -university.com/new/artikel.php

Indrajit, Richardus Eko, 2002, Electronic Government : Strategi


Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan
Publik Berbasis Teknologi Digital, Andi, Yogyakarta.

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
214
KomMTi – Volume : 2, No. : 6 / Desember 2008

Kritiadi, J.B., 2001, “Pengembangan Perancangan Nasional


(National Frame Work) di Bidang Informasi Nasional dalam
Kerangka Peningkatan Pelayanan Publik”, Makalah Seminar
Membangun Kerjasama Pengkajian untuk Pembangunan
Sistem Informasi Nasional. Jakarta 2 Nopember 2001.

Moleong, Lexy J., 1996, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Rajawali


Pers, Jakarta,
Oetojo, Asianti, 2002, “Arah Kebijakan Sistem Informasi dan
Telematika Propinsi Jawa Timur,” Makalah Rapat Koordinasi
Teknis Pengembangan Teknologi Informasi di Jawa Timur.

“Peran PT TELKOM Dalam Mendukung Terwujudnya E-


Government di Indonesia”, http://www.mpr.go.id/
berita_lengkap.php

PDE, 2002, “Semangat Jer Baruki Mawa Bea Memantapkan


Tekad Jawa Timur Menjual e-Government”, Majalah Warta
Ekonomi, No. 25/XIV/ 6 Noverber, 2002

Sutrisno, 1998, “Pemanfaatan Teknologi Informasi Untuk


Mencapai Keunggulan Bersaing”, Jurnal Ilmiah Widya
Gama, No. 2/Edisi keenam, Universias Widya Gama
Malang.

Siagian, SP, 1988, Sistem Informasi Untuk Pengambilan


Keputusan, CV Haji Masagung, Jakarta.

“The Government of Indonesia” (online), Available,


http://www.ri.go.id

Wilhelm, Anthony G., 2003, Demokrasi Era Digital. Tantangan


Kehidupan Politik di Ruang Cyber, Pustaka pelajar,
Yogyakarta.

Yin, Robert K., 1996, Studi Kasus, Jakarta : Grafindo Persada

Yuliar, Sonny, dkk, (Ed), 2001, Memotret Telematika Indonesia


Menyongsong Masyarakat Informasi Nusantara, Pustaka
Hidayah, Bandung.

__________________________________________________________________________
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah V Surabaya
215

You might also like