Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Penatalaksanaan Stroke

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 15

PENATALAKSANAAN STROKE

PENATALAKSANAAN UMUM STROKE AKUT

A. PENATALAKSANAAN DI UGD 1. Evaluasi cepat dan diagnosis Karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka harus dilakukan evaluasi dan diagnosis klinik yang cepat, sistemik dan cermat, meliputi: 1. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor2 resiko stroke (hipertensi, hiperkolesterol, diabetes, dll). 2. Pemeriksaan Fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misal cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda2 distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan dada (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas. 3. Pemeriksaan Neurologik dan Skala stroke, Pemeriksaan neurologik terutama pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningeal, sistem motorik, sikap dan cara jalan, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (NATIONAL Institutes of Health Stroke Scale).

National Institutes of Health Stroke Scale Title Tested Item 1A Level of consciousness Responses and Scores

1B

1C

0alert 1drowsy 2obtunded 3coma/unresponsive Orientation questions (2) 0answers both correctly 1answers one correctly 2answers neither correctly Response to commands (2) 0performs both tasks correctly 1performs one task correctly 2performs neither

Gaze

Visual fields

Facial movement

Motor function (arm) a. Left b. Right

Motor function (leg) a. Left b. Right

Limb ataxia

Sensory

Language

10

Articulation

11

Extinction or inattention

0normal horizontal movements 1partial gaze palsy 2complete gaze palsy 0no visual field defect 1partial hemianopia 2complete hemianopia 3bilateral hemianopia 0normal 1minor facial weakness 2partial facial weakness 3complete unilateral palsy 0no drift 1drift before 5 seconds 2falls before 10 seconds 3no effort against gravity 4no movement 0no drift 1drift before 5 seconds 2falls before 5 seconds 3no effort against gravity 4no movement 0no ataxia 1ataxia in 1 limb 2ataxia in 2 limbs 0no sensory loss 1mild sensory loss 2severe sensory loss 0normal 1mild aphasia 2severe aphasia 3mute or global aphasia 0normal 1mild dysarthria 2severe dysarthria 0absent 1mild (loss 1 sensory modality) 2severe (loss 2 modalities)

4. Studi diagnostic, meliputi :

Immediate Diagnostic Studies: Evaluation of a Patient With Suspected Acute Ischemic Stroke All patients Noncontrast brain CT or brain MRI Blood glucose Serum electrolytes/renal function tests ECG Markers of cardiac ischemia Complete blood count, including platelet count* Prothrombin time/international normalized ratio (INR)* Activated partial thromboplastin time* Oxygen saturation Selected patients Hepatic function tests Toxicology screen Blood alcohol level Pregnancy test Arterial blood gas tests (if hypoxia is suspected) Chest radiography (if lung disease is suspected) Lumbar puncture (if subarachnoid hemorrhage is suspected and CT scan is negative for blood) Electroencephalogram (if seizures are suspected) *Although it is desirable to know the results of these tests before giving rtPA, thrombolytic therapy should not be delayed while awaiting the results unless (1) there is clinical suspicion of a bleeding abnormality or thrombocytopenia, (2) the patient has received heparin or warfarin, or (3) use of anticoagulants is not known. Reprinted from Christensen et al,76 with permission from the Journal of Neurological Science.

2. Terapi Umum (suportif) a. stabilisasi jalan nafas dan pernafasan - Pemasangan ETT pada pasien tidak sadar, bantuan ventilasi pada pasien dengan penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar denganh gangguan jalan nafas.

Berikan bantuan oksigen pada pasien hipoksia, pasien stroke yang tidak hipoksia tidak memerlukan suplemen oksigen

Intubasi ET atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pasien dengan resiko aspirasi. Usahakan pipa ET tidak terpasang lebih dari 2 minggu, kalau lebih dianjurkan untuk dilakukan trakeostomi.

b. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)


Berikan cairan kristaloid atau koloid iv (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa). Dianjurkan pemasangan CVC (central Venous Catheter), untuk memantau kecukupan cairan dan sarana memasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC antara 5 12 mmHg. Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat diberikan obat-obatan vasopressor secara titrasi seperti dopamin atau norepinefrin/epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg. Cardiac monitoring harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik. Bila terdapat penyakit jantung kongestif, konsul kardiologi. Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang menyebabkan penurunan curah jantung harus dikoreksi.

c. Pemeriksaan awal fisik umum


Tekanan darah Pemeriksaan jantung Pemeriksaan neurologi umum awal : derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor, keparahan hemiparesis.

d. Pengendalian peninggian TIK


Pemantauan ketat penderita dengan resiko edema serebral dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari-hari pertama setelah serangan stroke. Monitor tekanan intra kranial harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita yangmengalami penurunan kesadaran karena kenaikkan TIK. Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK meliputi : ~ Tinggikan posisi kepala 20 30 ~ Hindari penekanan pada vena jugulare.

~ Hindari pemakaian cairan glukosa atau cairan hipotonik. ~ Hindari hipertermia ~ Jaga normovolemia ~ Osmoterapi atas indikasi :

manitol 0,25 0,50 gr/kgBB selama > 20 menit, diulangi setiap 4 6 jam dengan target 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB iv. ~ Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 40 mmHg) ~ Paralisis neuromuskular dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi naiknya ICP dengan cara mengurangi naiknya TIK dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator. Pasien dengan kenaikan kritis TIK sebaiknya diberikan muscle relaxant sebelum tindakan suction atau lidokain sebagai alternatif. ~ Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi udem otak dantekanan TIK yang tinggi pada stroke iskemik, pemberiannya diperbolehkan bila yakin tidak ada kontraindikasi. ~ Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar. ~ Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek massa dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.

e. Penanganan transformasi hemoragik Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimtomatik, sedang untuk yang simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan.

f. Pengendalian kejang - Bila kejang berikan diazepam bolus lambat iv 5 10 mg diikuti pemberian phenitoin loading dose 15 20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. - Bila kejang belum teratasi maka perlu rawat di ICU.

- Tidak dianjurkan pemberian antikonvulsan profilaktik pada penderita stroke iskemik tanpa kejang. - Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaktik selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan.

g. Pengendalian suhu tubuh - Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diberikan antipiretika dan diatasi penyebabnya. - Berikan acetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5C. - Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (tracheal, darah dan urin) dan diberikan antibiotika. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa CSS harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika didapatkanmeningitis harus diikuti terapi antibiotik.

h. Pemeriksaan Penunjang - EKG - Laboratorium : kimia darh, fungsi ginjal, hematologi, dan faal hemostasis, kadar gula darah, analisa urin, analisa gas darah dan elektrolit. - Bila ada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan CSS. - Pemeriksaan radiologi: rontgen dada, CT scan

B. PENATALAKSANAAN UMUM DI RUANG RAWAT

1. CAIRAN a. Berikan ciran isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5 12 mmHg. b. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral)

c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan ( urin sehari + 500 ml + 300 ml per kenaikan panas 1 derajat celcius). d. Elektrolit (sodium, potasium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal. e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai hasil analisa gas darah. f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.

2. NUTRISI a. Nutrisi enteral paling lambat harus sudah diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelannya baik. b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun, makanan diberikan melalui pipa nasogastrik. c. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi: - Karbohidrat 30-40% dari total kalori - Lemak 20-35% (pada gangguan nafas lebih tinggi, 35-55%) - Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1,4-2,0 g/kgBB/hari; pada gangguan fungsi ginjal < 0,8 g/kgBB/hari) d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan > 6 minggu, pertimbangkan untuk gastrotomi. e. pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral. f. Perhatikaan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan (misal: hindarkan makanan yang banyak mengandung vit K pada pasien yang mendapat warfarin).

3. PENCEGAHAN DAN MENGATASI KOMPLIKASI

a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan kontraktur perlu dilakukan) b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman. c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai kasur antidekubitus. d. Pencegahan DVT dan emboli paru. e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita DVT perlu diberikan heparin subkutan 5000 iu dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid. Perlu diperhatikan terjadinya resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral. Pada pasien yang tidak bisa menerima antikoagulan, untuk mencegah DVT pada pasien imobilisasi direkomendasikan penggunaan stocking eksternal atau Aspirin.

4. PENATALAKSANAAN MEDIK YANG LAIN a. Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol. c. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi. d. Berikan H2 antagonis apabila ada indikasi (perdarahan lambung). e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK. f. Mobilisasi bertahapbila hemodinamik dan pernafasan stabil. g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermitten. h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemeriksaan laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE dan lain-lain sesuai dengan indikasi. i. Rehabilitasi j. Edukasi keluarga.

k. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).

KEDARURATAN MEDIK STROKE AKUT

1. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

I.

Pedoman pada Stroke Iskemik Akut

1. Penatalaksanaan Peningkatan Tekanan Darah

Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau > 110 mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderita hipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain. Jika tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg, berikan labetolol iv selama 1-2 menit. Dosis labetool dapat diulang atau digandakan setiap 10 20 menit sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan dapat dicapai atau sampai dosis kumulatif 300 mg yang diberikan melalui teknik bolus mini. Setelah dosis awal, labetolol dapat diberikan setiap 6 8jam bila diperlukan. Jika tekanan darah sistolik < 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik < 120 mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya. Jika peninggian tekanan darah tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan 200 300 mg labetolol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan alternatif yang memuaskan selain labetolol adalah nifedipine oral 10 mg setiap 6 jam atau 6,25 25 mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil, atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan labetolol iv seperti cara di atas atau obat pilihan lainnya (urgensi). Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20-25 % dari tekanan darah arterial rerata pada jam pertama, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus.

2. Penatalaksanaan Penurunan Tekanan Darah

Pastikan tekanan darah penderita rendah, yaitu sistolik < 120 mmHg (pada pengukuran tekanan darah brakhial kiri yang digunakan adalah tekanan darah yang tinggi) Penggunaan obat-obat vasoaktif dapat diberikan dalam bantuk infus dan disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia. Pemberian dopamin drip diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu berkisar 140 sistolik pada kondisi akut stroke.

II.

Pedoman pada Stroke Perdarahan Intraserebral

Pedoman Penatalaksanaan :

Hilangkan faktor-faktor yang beresiko meningkatkan tekanan darah, seperti retensi urine, nyeri, febris, peningkatan tekanan intrakranial, emosional stress dan sebagainya. Bila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg atau tekanan darah arterial rata-rata > 145 mmHg, berikan nikardipin, diltiazem atau nimodipin (dosis pada tabel). Bila tekanan sistolik 180 220 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg, berikan: 1. Labetolol 10-20 mg iv selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan setiao 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh labetolol drip 2-8 mg/menit atau; 2. Nicardipin, diltiazem 3. Nimodipin Pada fase akut, tekanan darah tidak boleh diturunkan > 20-25% dari tekanan darah arteri rata-rata dalam 1 jam pertama. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, tangguhkan pemberian obat anti hipertensi. Bila terdapat fasilitas pemantauan tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak harus dipertahankan > 70 mmHg. Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus dipertahankan dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg. Tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg harus dicegah segera pada waktu pasca operasi dekompresi. Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg harus diberikan obat menaikkan tekanan darah (vasopresor)

PERHATIAN : 1. Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh stress akibat stroke, kandung kencing penuh, nyeri, respon fisiologis dari hipoksia atau peningkatan tekanan intrakranial. 2. Dengan memperhatikan dan melakukan penanganan pada keadaan tersebut di atas akan banyak berpengaruh pada tekanan darah sistemik pada fase menunggu 5-20 menit pengukuran berikutnya.

III.

Obat Parenteral untuk Terapi Emergensi Hipertensi pada Stroke Akut

Obat
Labetolol

Dosis
20-80 mg iv bolus setiap 10 menit atau 2 mg/menit infus kontinyu

Mula kerja
5-10 menit

Lama kerja
3-6 jam

Efek samping
Nausea, vomitus, hipotensi, blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme

Keterangan
Terutama untuk kegawatdaruratan hipertensi, kecuali pada gagal jantung akut

Nikardipin

5-15 mg/jam infus kontinyu

5-15 menit

Sepan jang infus berja lan

takikardi

Larut dalam air, tidak sensitif terhadap cahaya, vasodilatasi perifer dengan tanpa menurunkan aktivitas pompa jantung Krisis hipertensi

Diltiazem

5-40 g/kg/menit infus kontinyu

5-10 menit

4 jam

Blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama usia lanjut

IV.

Obat Oral untuk Terapi Urgensi Hipertensi pada Stroke Akut

Jenis Obat

Rute

Mula kerja

Lama kerja

Dosis dewasa

Frekuensi Pemberian

Efek samping

Nifedipin

Oral

15-20 menit

3-6 jam

10 mg

6 jam

Hipotensi, nyeri kepala, takikardia, pusing, muka merah

Bukal

5-10 menit

3-6 jam

10 mg

20-30 menit

Captopril

Oral

15-30 menit

4-6 jam

6,25-25 mg

30 menit

Hiperkalemia, insufisiensi ginjal, hipotensi dosis awal

SL

5 menit

2-3 jam

6,26-25 mg

30 menit

Clonidin

Oral

30 menit

8-12 jam

0,1-0,2 mg

12 jam

Sedasi

Prazosin

Oral

15-30 menit

8 jam

1-2 mg

8 jam

Sakit kepala, fatique, drowsiness, weakness

V.

Flowchart Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Akut

Sumber : - Guidelines Stroke 2007, PERDOSSI - Stroke, Journal of American Stroke Association 2007

You might also like