25 Bali July Hidayat 1 Kl1
25 Bali July Hidayat 1 Kl1
25 Bali July Hidayat 1 Kl1
ABSTRACT
The indigenous culture of Bali that is already existed before Bali became colony of Majapahit can be found in
Bali Aga people of Tenganan. The term vernacular is used as we deal with common design of
villagerhouses, designednot by an architect that is built with local techniques, local materials and local
environment in mind: its climate, its traditions, its economy(Jackson 1984, Rapoport 1980). The research
objective is to understand the aesthetics of vernacular design of Bali Aga, dealing withspace concept
based on value system and communal culture. This research uses interpretativism that stress on
understanding design as an expression of holistic culture system. It uses the combination of aesthetic and
culture approach as we have to understand belief and world-view, geographic condition, means of
livelihoodand social system which influence the design. As a result, Bali Aga residential design is based on
macro and micro concepts. The macro concept deals withrelation between nature as macro-cosmos and
human as micro-cosmos. The micro ones are Rwa-Bhineda, Tri Hita Karana, Tri Angga and Catuspatha,
but unlike Bali Arya, Bali Aga space concept isnt based onSangamandala zoning. It only appliesKaja-
Kelod cosmological orientation. Bali Aga also doesnt recognize caste hierarchical system. We didnt find
any symbolic ornamentation forsocial status. Besides religious-mystic character,Bali Agastrongly strings
with their customary and communal social system. Their communal-ceremonial space has a more
sophisticated design than individual house which is kept simple and functional. The existence of ornament is
to fulfil symbolic function more than evocative one.
Keywords: aesthetic, vernacular, communal, interpretativism
PENDAHULUAN
Kajian tentang desain tradisional sangat diperlukan dalam era global, sebagai referensi untuk melakukan
konstruksi budaya nasional yang memiliki identitas lokal. Budaya nasional Indonesia yang modern hendaknya
bersumber dari rekonstruksi budaya lokal secara terus-menerus, sehingga walaupun mengadeptasi (to
adept) elemen lokal, tetap sesuai dengan zeitgeist dan memenuhi kebutuhan manusia modern. Hal ini
dilakukan agar budaya nasional Indonesia yang modern tidak bersumber semata-mata atau berada di bawah
hegemoni budaya modern Barat. Selama ini, tulisan ilmiah tentang estetika yang bersumber dari budaya
tradisional Indonesia belum memadai, sehingga orang Indonesia sendiri masih banyak yang belum
mengetahui dan menghargai konsep-konsep pemikiran tradisi yang sebenarnya memiliki nilai tinggi.
Estetika tradisional yang bersifat simbolik-filosofis perlu mendapat penghargaan yang sama dengan
estetika modern estetika formal, sebagai salah satu pendekatan untuk mengapresiasi karya seni dan desain
sesuai dengan konteksnya masing-masing; agar desain tradisional tidak dinilai dari kaca mata estetika modern.
Penelitian tentang Bali Aga merupakan penelitian awal tentang desain vernakular Bali. Desain
vernakular adalah desain yang diterapkan oleh mayoritas penduduk (penduduk kebanyakan) dalam
kelompok atau suku tertentu dan merepresentasikan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat pada
umumnya. Dalam budaya masyarakat homogen seperti Bali Aga, desain individual dapat dijadikan studi
kasus untuk meneliti pola atau konsep desain komunal, karena struktur sistem nilai individu mengacu
pada sistem nilai sosial. Di luar penelitian ini, sudah banyak terdapat kajian tentang Arsitektur tradisional
Bali. Selama ini, apa yang dikenal sebagai arsitektur tradisional Bali sesungguhnya adalah arsitektur Bali
setelah masa kerajaan Bali Kuno atau Bali Aga berakhir dan diambil alih oleh Bali Arya (Majapahit), yang
didominasi atau bahkan berada di bawah
161
hegemoni budaya Jawa Majapahit. Bali Aga sebelum mendapat pengaruh Hindu-Jawa Majapahit tersebut, di
mana sistem kasta misalnya, belum dikenal, sehingga desain rumah tinggal pun belum terklasifikasikan
sesuai kasta. Studi kasus dalam penelitian ini meliputi bangunan rumah tinggal dan balai pertemuan yang
berfungsi sebagai komponen privasi, fungsional, komunitas dan seremonial dalam lingkup desain interior
rumah tinggal penduduk Bali Aga.1Penelitian ini mempergunakan pendekatan estetika sebagai upaya untuk
memperdalam analisis desain vernakular, agar tidak hanya sebatas kajian bentuk, tapi juga makna yang ada di
balik bentuk dan filosofi atau ideologi yang mendasari makna tersebut.
Pernyataan masalah pertama dalam kajian ini adalah belum didapatinya kajian yang komprehensif
tentang estetika desain vernakular Bali, yang bersumber tidak hanya dari estetika desain tradisional Bali
yang umum dikenal saat ini (Bali Arya), tapi juga mencakup estetika desain Bali sebelum mendapat pengaruh
Hindu-Jawa Majapahit (Bali Aga). Masalah kedua adalah belum didapatinya kajian yang mendetil
tentang analisis morfologis dan sintaks elemen-elemen desain Bali Aga, mempergunakan pendekatan
estetika formal (kajian sintaktik). Masalah ketiga adalah belum didapatinya kajian yang mendetil tentang
konsep ruang dalam desain rumah tinggal Bali Aga, mempergunakan pendekatan estetika simbolik dalam
konteks budaya mitis (kajian semantik).
METODE
Penelitian ini merupakan kajian budaya dan estetik dengan mempergunakan metode
interdisipliner (interdisciplinary methodology atau multi-methods). Metode-metode penelitian yang
dipergunakan dijabarkan dari tingkat epistimologi, metodologi, kajian dan faktor. Sebagai penelitian
kualitatif, epistimologi yang dipergunakan adalah interpretivisme. Metodologi yang dipakai dalam penelitian
ini adalah studi kasus, dengan bidang kajian estetik dan budaya, serta faktor yang diteliti adalah masalah
sintaks dan makna semantik desain Bali Aga.
1
James W. Wentling membagi desain interior rumah tinggal dalam lima komponen, yaitu komponen
komunitas (community component), komponen privasi (privacy component), komponen seremonial
(ceremonial component), komponen fungsional/servis (fuctional component) dan komponen eksterior (exterior
component) (Wentling 1995:11-15).
2
Teori tentang penelitian kualitatif mempergunakan tulisan Prof. Dr. Tjetjep Rohendi Rohidi tentang Ruang
Lingkup Paradigma Kualitatif dan Kuantitatif (Rohidi, 2011).
162
Only 2 pages have been converted.
Please go to https://docs.zone and Sign Up to convert all pages.