Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Apa Nama 3

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/347966335

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI PADA


BANGUNAN D LAHAN SEMPIT

Conference Paper · November 2016

CITATIONS READS

0 826

1 author:

I Made Juniastra
Universitas Mahendradatta
18 PUBLICATIONS 3 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by I Made Juniastra on 29 December 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun - Bali, 3 November 2016

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI


PADA BANGUNAN DI LAHAN SEMPIT

I Made Juniastra, ST.,MT.,IAI.


Dosen Fakultas Teknik Universitas Mahendradatta
Email: juniastra@gmail.com

Abstract
The high rate of population growth in Bali causing land requirement for settlements also increased so
that future residents will live in Bali and set up home in a narrow area. In the globalization era
architect from outside Bali will be free to go to Bali with the identity of each. Bali should be able to
maintain the identity, one with preserving traditional Balinese architecture in modern living in a
narrow area.
Transformation is offered a house with more than one floor. Upstairs is more mainstream areas on the
ground floor. Spatial arrangement of space to pay attention to the main zone, middle, and
contemptible. The kitchen space and KM / WC gets serious attention should be appropriate for
placement area with a variety of considerations. Alignment of the building with the environment bali
realized with the election of local natural materials along with the patch material natural shades are
commonly displayed his natural character.

Keywords: Traditional Balinese Architecture, Bali Modern, Narrow Land

Abstrak
Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Bali menyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman
juga meningkat sehingga kedepannya penduduk di bali akan tinggal dan mendirikan rumah di
lahan sempit. Dalam era globalisasi arsitek dari luar bali akan dengan leluasa masuk ke bali dengan
membawa identitasnya masing-masing. Bali harus mampu mempertahankan identitas, salah
satunya dengan melestarikan arsitektur tradisional bali dalam hidup moderen di lahan yang
sempit.
Transformasi yang ditawarkan yaitu rumah dengan lantai lebih dari satu. Lantai atas merupakan
daerah yang lebih utama dari lantai dasar. Penataan ruang ruang agar memperhatikan zona utama,
madya, dan nista. Ruang Dapur dan KM/WC mendapat perhatian yang serius karena area
penempatannya harus tepat dengan berbagai pertimbangan. Penyelarasan bangunan dengan
lingkungan bali diwujudkan dengan pemilihan bahan-bahan alami setempat disertai dengan
tempelan material bernuansa alam yang umumnya ditampilkan karakter alamiahnya.
Kata Kunci : Arsitektur Tradisional Bali, Bali Moderen, Lahan Sempit

PENDAHULUAN

Laju pertumbuhan penduduk di Bali masuk dalam kategori sangat tinggi secara nasional.
Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) laju
pertumbuhan penduduk di Bali sejak tahun 2000 hingga 2010 mencapai 2,51 persen atau jauh
diatas rata-rata nasional sebesar 1,49 persen. Jika dilihat dari angka kelahiran pertahun di Bali
cukup kecil mencapai 2,14 persen. Namun tingginya laju pertumbuhan penduduk di Bali
diprediksi akibat tingginya migrasi dari luar Bali. (Kasmiyati, 2012). Tingginya laju
pertumbuhan penduduk tersebut menyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman juga
meningkat. Dengan semakin sulitnya memperoleh lahan, sekarang dan kedepannya penduduk
di bali akan tinggal dan mendirikan rumah di lahan sempit.

375
Berbagai pengaruh teknologi modern dan globalisasi demikian mudahnya masuk ke Bali.
Arsitek-arsitek nasional dari luar bali maupun arsitek dari mancanegara akan dengan leluasa
masuk ke bali tentunya dengan membawa identitas arsitektur daerah asalnya masing-masing.
Bali sendiri sudah membentengi diri untuk melindungi arsitektur tradisional bali dengan
Perda Propinsi Dati I Bali No. 4 Tahun 1994 yang menyebutkan : Pada bagian dua menyatakan
antara lain pembangunan mengarah pada usaha untuk mempertahankan dan mengembangkan
inti dan gaya Arsitektur Tradisional Bali sekaligus mencerminkan falsafah hidup masyarakat
Bali. Dan ketentuan pasal 33 mewajibkan tentang penggunaan bahan bangunan yang
berkarakter tradisional dan selaras/serasi dengan warna-warna bahan alam daerah Bali baik
untuk bangunan tradisional maupun non tradisional. Namun masyarakat modern dan arsitek-
arsitek dari luar tersebut kesulitan memahami kaidah Arsitektur Tradisional Bali. Untuk itu
perlu diteliti kaidah-kaidah penting yang merupakan nafas dari Arsitektur Tradisional Bali
yang mungkin untuk diterapkan dalam merancang bangunan di lahan yang sempit.

Permasalahannya : Bagaimana menerapkan kaidah Arsitektur Tradisional Bali ke dalam


hunian dengan lahan sempit? Dan Bagaimana mewujudkan sosok tampilan bangunan modern
dengan nuansa khas Bali?

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata tentang point-point penting yang
merupakan inti dari kaidah Arsitektur Tradisional Bali dalam ukuran luasan lahan normalnya.
Sehingga bisa dimanfaatkan dan diterapkan untuk merencana bangunan modern pada lahan
sempit, agar bangunan yang dihasilkan tetap bernuansa khas Bali yang tercermin dari denah
dan tampilan bangunan.

Secara keilmuan penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan arsitektur,
tentang penerapan Arsitektur Tradisional Bali ke dalam bangunan modern.

Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pihak perencana bangunan
dalam mendesain bangunan bernuansa khas Arsitektur Tradisional Bali. Diharapkan akan
semakin banyak perencana yang menerapkan Arsitektur Tradisional Bali kedalam desainnya.
Sehingga Arsitektur Tradisional Bali akan tetap lestari baik dalam tata ruang maupun tampilan
bangunan, dan akhirnya akan membentuk wajah kawasan Bali yang Bali.

KAJIAN TEORI

Dalam Peraturan Pemerintah (Perda Denpasar 1995) tertuang bahwa setiap pintu yang
terdapat pada pagar pekarangan (baca: penyengker) diusahakan berbentuk angkul-angkul
(baca: pemesuan). Pemesuan atau pemedalan (bahasa bali alus) merupakan satu unit pintu
pekarangan untuk unit bangunan tradisional bali. Ukuran pemesuan memperhatikan aktivitas
penghuni sesuai dengan profesinya saat itu beserta peralatannya. Perletakan pemesuan
mendapat perhatian sesuai dengan harapan-harapan penghuninya. Rumah Bali kini pada
umumnya dan khususnya pada kawasan wisata mengalami perkembangan sesuai dengan
tututan akan kebutuhan penghuninya, antara lain: Kebutuhan akan ruang beraktivitas yang
semakin meningkat sedangkan lahan yang dimiliki terbatas, hal ini menimbulkan
kecenderungan rumah menjadi bertingkat. Kebutuhan akan alat transportasi roda empat, oleh
karena itu pemesuan hendaknya dapat mengakomodasinya. Kebutuhan akan ruang sirkulasi
/jalan yang memadai untuk kendaraan roda empat. Jalan yang sempit tidak memungkinkan

376
Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun - Bali, 3 November 2016

untuk parking on street, dalam hal ini dibutuhkan setback (pemunduran) bangunan untuk
pembentukan ruang yang memungkinkan dipergunakan sebagai parkir kendaraan.

Tinjauan Arsitektur Tradisional Bali

Gambar 1. Sistem orientasi sumbu dan pola ruang wilayah rumah tradisional Bali
Sumber: Internet, 2014

Melihat ruang lingkup tema Arsitektur Tradisional Bali yang begitu luas karena tidak hanya
menyangkut aspek fisik (sekala), sosial dan budaya, tetapi juga menyangkut aspek Non fisik
(niskala), psikologi dan spiritual, maka perlu diberi batasan pada perencanaan bangunan pada
lahan sempit.

Pembatasan yang dilakukan adalah hanya pada penerapan konsep-konsep perwujudan fisik
Arsitektur Tradisional Bali, tidak sampai pada penerapan detail penentuan ukuran (Asta
Kosala-kosali, Asta Wara, dan Pengurip). Konsep perwujudan fisik Arsitektur Tradisional Bali
yang diterapkan terutama konsep tata ruang dan tata bangunan. Diantara konsep yang
diterapkan, umunya digunakan adalah Tri Angga sebagai ungkapan tata nilai, Sanga Mandala
sebagai penggunaan zoning dalam suatu site. Termasuk ke dalam konsepsi perwujudan fisik
Arsitektur Tradisional Bali adalah :

Pola Tata Ruang

Konsep zoning satuan lingkungan berlaku pola Tri Mandala, sebagai cerminan Tri Angga
(kepala, badan, kaki) dalam diri manusia atau miniatur Tri Loka (Swah, Bhuah, Bhur loka)
selaku tubuh alam semesta, yang terdiri dari Utama Mandala, Madya Mandala, Nista Mandala.

377
Gambar 2. Nawa sangan dan tri hita karana rumah tradisional Bali
Sumber: Internet, 2014

Sumbu sekunder membujur pada arah timur-barat dimana timur sebagai arah utama, arah
matahari terbit sebagai sumber kehidupan sehingga terbentuk struktur 9 kawasan (Sanga
Mandala) sebagai wujud keseimbangan alam.

Tata Letak Bangunan

Ruang atau bangunan sesuai dengan nilai-nilai fungsinya secara kualitatif diletakkan pada
kawasan-kawasan (Tri Mandala) yang memiliki nilai yang selaras.

Ruang atau bangunan yang memiliki nilai utama seperti tempat suci ditempatkan di daerah
utama. Ruang atau bangunan yang memiliki nilai madya, seperti bangunan untuk kegiatan
pokok sehari-hari diletakkan di daerah madya. Sedangkan bangunan-bangunan yang memiliki
nilai-nilai nista seperti bangunan penunjang dan servis diletakkan di daerah nista.

Natah sebagai pusat keseimbangan komposisi tata letak menjadi poros keseimbangan yang
asimetris, sehingga memberi kesan dinamis.

Tata Bangunan

Secara vertikal bangunan tradisional mencerminkan sosok tubuh manusia yang memiliki
bagian-bagian kepala berbentuk atap, badan berbentuk dinding atau tiang, dan kaki berbentuk
lantai atau pondasi atau platform yang memiliki ciri-ciri identitas Bali.

Penyelarasan bangunan dengan lingkungannya diwujudkan dengan pemilihan bahan-bahan


alami setempat yang umumnya ditampilkan karakter alamiahnya. Penyelarasan penghuni
dengan bangunannya melalui penerapan yang didasarkan atas satuan-satuan anatomi tubuh
manusia, dengan pemilihan ukuran atau hitungan yang sesuai. Karakter atau inti dari bentuk
yang ditampilkan didasarkan atas penerapan simbul-simbul fungsi yang benar dan
pengungkapan teknis bangunan secara jujur dan logis.

378
Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun - Bali, 3 November 2016

Gambar 3. Konsep tri angga dalam wujud fisik rumah tinggal


Sumber: Budiarjo (1986) dan Sulistyawati (1989) Internet, 2014

Tinjauan Arsitektur Modern

Secara umum ciri arsitektur modern dapat dilihat dari bentuknya yang asimetris, atap datar,
bentuk kotak, sudut lengkung dan halus. Adapun hal yang menonjol pada arsitektur modern
memang adalah bentuk, ukuran, dan bahan yang digunakan untuk membangun rumah
tersebut. Pada umumnya arsitektur modern memiliki ornamen yang minim. Rumah modern
seringkali didekorasi dengan ornamen garis horizontal, garis vertikal, dan garis diagonal
sederhana. Rumah dengan gaya arsitektur modern didominasi eksterior jendela berukuran
lebar dan tinggi. List plang beton pada rumah modern didapati memanjang dengan kanopi
yang menjorok ke depan. Adapun untuk interior rumah dilengkapi dengan ornamen sederhana
dengan plafon bertingkat dan void di ruangan yang menambah kesan ruangan yang luas.

Ruang-ruang pada rumah modern didapati saling terhubung satu sama lain tanpa sekat
pembatas. Ruang-ruang di dalam rumah hanya dibatasi oleh interior yang tidak permanen.
Ruangan pun transparan, menggunakan dinding kaca sebagai pembatas.

Bahan bangunan yang sering digunakan untuk rumah modern adalah stainless steel finishing
polished, kaca berwarna atau tinted glass, alumunium anodized. Bahan-bahan yang digunakan
tersebut merupakan bahan yang mencirikan rumah modern di awal berkembangnya gaya
arsitektur modern di Indonesia.

Dalam arsitektur modern bentuk, fungsi dan konstruksi harus tampak satu kesatuan dan
muncul menjadi bentuk yang khusus dan kita selalu mengharapkan solusi yang tepat agar
menghasilkan bentuk yang spesifik antara gabungan ketiganya.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisa dengan memahami
fenomena dan etnografi melalui gambaran holistik atau visual culture diikuti dengan
memperbanyak pemahaman mendalam pada kondisi eksisting rumah-rumah masyarakat bali.
Untuk memecahkan permasalahan, maka perlu adanya pengumpulan data. Strategi dari
pengumpulan data tersebut adalah pengumpulan dokumen dari studi literatur maupun studi

379
komparatif dan data dari pemerintah daerah, wawancara informal dengan masyarakat bali.
Data bersifat naratif dan deskriptif. Dan data dapat berupa dokumen pribadi, catatan lapangan,
dan review kepustakaan baik dari studi literature maupun komparatif yang sesuai dengan
kondisi eksisting. Data-data tersebut kemudian diolah dan dianalisis, proses ini terus berlanjut
hingga menghasilkan pemecahan dari permasalahan.

PEMBAHASAN

Dengan melihat konsep Arsitektur Tradisional Bali diatas dan digabungkan dengan Arsitektur
Modern, maka terdapat beberapa point-point penyatuan sehingga terwujud bangunan modern
dengan nuansa khas Bali.

Konsep Sanga Mandala akan digunakan pada penataan site khususnya penataan massa
bangunan. Konsep Sanga Mandala akan digunakan dalam penataan ruang dan pola susunan
ruang, kalau lebih disederhanakan akan menjadi Tri Mandala dimaksud tiga wilayah dalam
tata letak bangunan. Ada wilayah untuk tempat bangunan suci bernilai utama (Utama
Mandala) diletakkan pada daerah kaje kangin pada utamaning utama. Pada bangunan di lahan
sempit letaknya disesuaikan bisa di lantai dasar atau di lantai atas dengan syarat harus pada
ruang yang paling atas atau tidak ada ruang lagi tepat diatas sanggah pemerajan. Demikian
juga tempat pelinggih penunggun karang bisa diletakkan di depan ataupun dibelakang
tergantung peletakan masa bangunan dan tidak boleh ada ruang tepat diatas pelinggih.

Untuk tempat tinggal, bekerja, hingga menyimpan barang (Madya Mandala). Ruang-ruang yang
dibutuhkan untuk tempat tinggal umumnya antara lain: ruang tamu, ruang keluarga, ruang
tidur, ruang makan, dapur, ruang kerja/ kantor. Ruang keluarga disini difungsikan sebagai
natah diletakkan di tengah bangunan. Tangga sebaiknya diletakkan dekat dengan ruang
keluarga (natah) dan di lantai atas juga dekat dengan ruang keluarga atas (foyer) sehingga
natah terkesan menyambung. Ruang tidur utama untuk kepala keluarga sebaiknya diletakkan
di posisi kaje kangin bangunan atau di utamaning madya. Kalau memerlukan km/wc didalam
ruang tidur sebaiknya di letakkan pada area nista dari ruang tidur yaitu di barat atau kelod
ruang tidur, dan antara ruang tidur dengan km/wc sebaiknya diberikan ruang perantara yang
bisa digunakan untuk ruang lemari atau ruang ganti, sehingga pintu km/wc tidak terlihat
langsung dari posisi tidur.

Untuk dapur sebaiknya diletakkan pada sisi kelod dan kompor juga diletakkan di sisi kelod,
sehingga yang memasak menghadap ke selatan. Ini bertujuan untuk menghormati Dewa
Brahma sebagai Dewanya Api dengan Sthana di arah selatan. Diatas dapur/ kompor agar tidak
dipergunakan sebagai ruang tidur atau tidak untuk ruang yang membutuhkan ketenangan
karena akan menyebabkan panas tidur diatas api. Diatas dapur juga tidak boleh dipergunakan
untuk ruang km/wc karena identik dengan air yang bisa memadamkan api. Selain itu juga
karena km/wc adalah daerah kotor sehingga tidak cocok diletakkan diatas dapur sebagai
tempat suci. Km/wc juga tidak cocok diletakkan diatas tempat tidur karena tempat tidur
adalah tempat beristirahat mengembalikan kebugaran badan sehingga tidak cocok berada di
bawah kekotoran km/wc yang bisa membuat perasaan tidak nyaman. Km/wc sebaiknya
ditempatkan satu zone antara km/wc di lantai dasar dengan km/wc di lantai atas sehingga
satu zona vertikal yang memudahkan perawatan plumbing.

380
Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun - Bali, 3 November 2016

Untuk menempatkan jenis bangunan / ruang servis KM/WC dan gudang (Nista Mandala) di
bagian nistaning nista bangunan kalau memungkinkan. Kalau tidak memungkinkan km/wc
bisa ditempatkan di area nista dari suatu ruang, boleh di selatan atau di barat ruang.

Konsep Tri Angga akan diterapkan pada bentuk dan penampilan bangunan dengan
membandingkan bentuk tubuh manusia yang terdiri dari kepala, badan, dan kaki. Konsep ini
akan di transformasikan ke dalam wujud bentuk dan tampilan bangunan yang juga
mempunyai unsur kepala, badan, dan kaki. Unsur kepala adalah atap dari bangunan dalam hal
ini agar memakai atap dengan bentuk limasan dengan kemiringan sudut tertentu yang
proporsi dengan tinggi dan lebar bangunan.

Bagian dalam atap boleh dibiarkan kosong ataupun dimanfaatkan untuk ruang simpan
perabotan umum. Unsur badan dari bangunan adalah tempat beraktifitas manusia/penghuni.
Untuk dapur sebaiknya diletakkan di lantai dasar bangunan. Dan perwujudan dari kaki adalah
dari bataran/lantai bangunan diatas tanah ke bawah termasuk pondasi. Area ini boleh diurug
dengan tanah dan boleh juga di buat ruang bawah tanah/ basement karena tidak terlihat dari
tampilan luar. Penyelarasan tampilan bangunan dengan karakter lingkungan bali diwujudkan
dengan pemilihan bahan-bahan alami setempat disertai dengan tempelan material bernuansa
alam yang umumnya ditampilkan karakter alamiahnya.

Konsep Arsitektur Bali Cangkem Kodok akan dipakai pada pintu masuk maupun keluar dari
bangunan, yang secara nyata adalah berupa ruang perantara antara ruang luar dengan ruang
dalam bangunan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Transformasi yang ditawarkan untuk rumah Bali pada lahan sempit yaitu rumah dengan
lantai lebih dari satu untuk mengakomodasi kebutuhan ruang beraktivitas yang semakin
meningkat. Lantai atas merupakan daerah yang lebih utama dari lantai dasar. Penataan
ruang ruang agar memperhatikan zona utama, madya, dan nista. Ruang dapur dan
KM/WC mendapat perhatian yang serius karena penempatannya harus tepat dengan
berbagai pertimbangan.
2. Tersedia pemesuan/pintu masuk pekarangan yang mampu mengakomodasi kebutuhan
kendaraan roda empat serta mampu memberikan tampilan rumah Bali dan diperlukan
garasi untuk mengakomodasi kebutuhan kendaraan roda empat dan roda dua serta
mampu memberikan tampilan rumah Bali.
3. Pemunduran/ setback bangunan membentuk cangkem kodok yang dapat disebut sebagai
jaba sisi. Ruang ini memungkinkan dipergunakan sebagai parkir kendaraan.
4. Penyelarasan bangunan dengan lingkungan Bali diwujudkan dengan pemilihan bahan-
bahan alami setempat disertai dengan tempelan material bernuansa alam yang umumnya
ditampilkan karakter alamiahnya.

REFERENSI

Glebet I Nyoman,dkk. 1986. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar: Depdikbud Propinsi
Bali.
Anonim. http://kosmologidanmitologiarsitekturbali.blogspot.co.id/2012_05_01_archive.html.

381
Anonim. http://nyakizza.blogspot.co.id/2013/07/ harmonisasi- kehidupan-dalam- konsep-
tata_6753.html.
Saraswati, A.A. Ayu Oka. 2004. Dua Matra Harmoni Arsitektur Bali. Denpasar: Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI) Daerah Bali.
Suardana, I Nyoman Gde. 2011. Figur-Figur Arsitektur Bali. Denpasar: Your Inspiration Inc.

382

View publication stats

You might also like