Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Efektivitas

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

EFEKTIFITAS BATUK EFEKTIF DALAM PENGELUARAN SPUTUM UNTUK

PENEMUAN BTA PADA PASIEN TB PARU


DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
KRISANTUS WAHU PARNOMO

ABSTRACT
Lung tuberculosis disease nowadays constitute health problem of world society include in
Indonesia. The effort to build diagnosis as correctly one of them by sputum examination. It is
important to get correct sputum, not saliva or nose secret so could find positive acid proof
bacillus. For that reason needed effort to get sputum by doing effective cough. Objective of
effective cough is to increasing lung expansion, secretion mobilization and prevent side effect
from secretion retention like pneumonia, atelectaxis and fever. By effective cough lung
tuberculosis patient haven’t to explore many energy to excretion of secret. The research
objection to know effectiveness of effective cough to sputum secretion to find acid proof bacillus
of lung tuberculosis patient in care unit of Mardi Rahayu Hospital of Kudus. This research used
quantitative method by statistic of Paired Sample t-test and data collecting done by observation
of sputum volume at 30 respondent of lung tuberculosis patient in care unit of Mardi Rahayu
Hospital of Kudus. Result of the research show there is effectiveness of cough effective in
sputum excretion at care unit of Mardi Rahayu Hospital of Kudus that is from specimen 1 (pre
effective cough) and specimen 2 (post effective cough) 21 respondents (70%) experience
increasing of sputum volume. Based on specimen 1 (pre effective cough) and specimen 3 (post
effective cough) 24 respondents (80%) experience increasing of sputum volume. Finding of acid
proof bacillus of lung tuberculosis patient experience increasing from specimen 1 (pre effective
cough) are 6 respondents, specimen 2 are 17 respondents, and specimen 3 are 21 respondents.
Analyzed result of Paired Sample t-Test both specimen 1 and specimen 2 or specimen 1 and
specimen 3 show significant level 0,000 < (0,05) so can concluded that there is effectiveness of
effective cough in sputum excretion to find acid proof bacillus of lung tuberculosis patient in
care unit of Mardi Rahayu Hospital of Kudus
Keywords : Effective cough, Sputum, Acid Proof Bacillus.
ABSTRAK

Penyakit tuberkulosis (TBC) sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia
termasuk Indonesia.Upaya untuk menegakkan diagnosis secara tepat salah satu diantaranya
adalah dengan pemeriksaan sputum (dahak).Penting untuk mendapatkan sputum yang benar,
bukan ludah ataupun sekret hidung sehingga dapat diketemukan Basil Tahan Asam yang positif.
Untuk itu diperlukan upaya mendapatkan sputum dengan cara melakukan batuk efektif. Tujuan
dari batuk efektif adalah untuk meningkatkan ekspansi paru, mobilisasi sekresi dan mencegah
efek samping dari retensi sekresi seperti pneumonia, atelektasis dan demam.Dengan batuk efektif
penderita tuberkulosis paru tidak harus mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan
sekret.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran
sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap RS Mardi Rahayu
Kudus.Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif uji statistik Paired Sample t-test dan
pengambilan data dilakukan dengan pengukuran volume sputum pada 30 responden pasien TB
Paru di ruang rawat inap RS Mardi Rahayu Kudus. Hasil penelitian menunjukkan adanya
efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di
ruang rawat inap RS Mardi Rahayu Kudus yaitu dari spesimen 1 (sebelum batuk efektif) dan
spesimen 2 (sesudah batuk efektif) 21 responden (70%) mengalami peningkatan volume
sputumnya.. Berdasarkan spesimen 1 (sebelum batuk efektif) dan spesimen 3 (setelah batuk
efektif) 24 responden (80%) mengalami peningkatan volume sputumnya. Penemuan BTA pasien
TB Paru mengalami peningkatan dari spesimen 1 (sebelum batuk efektif) sebanyak 6 responden,
specimen 2 sebanyak 17 responden, dan spesimen 3 sebanyak 21 responden. Hasil analisis
dengan uji Paired Sample t-Test baik untuk spesimen 1 dan spesimen 2 maupun spesimen 1 dan
specimen 3 menunjukkan nilai signifikansi 0,000 < (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
adanya efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru
di ruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
Kata kunci : Batuk Efektif, Sputum, BTA
PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis (TBC) sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat
didunia termasuk Indonesia.Word Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global
TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burden countries
terhadap TB. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China dalam menyumbang
TB di dunia. Menurut WHO estimasi incidence rate untuk pemeriksaan dahak didapatkan Basil
Tahan Asam (BTA) positif adalah 115 per 100.000.Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 2001 estimasi prevalensi angka kesakitan di Indonesia sebesar 8 per 1000
penduduk berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan survey ini juga
didapatkan bahwa TB menduduki rangking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total
kematian) setelah penyakit sistem sirkulasi dan sistem pernafasan. Hasil survey prevalensi
tuberkulosis di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi tuberculosis BTA
positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Di Negara Indonesia yang merupakan salah
satu Negara berkembang, penyakit TB mencapai 25% diseluruh kematian yang sebenarnya dapat
dicegah dan 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif yaitu umur 15 – 50 th. Sejak
tahun 200, Indonesia telah berhasil mencapai dan mempertahankan angka kesembuhan sesuai
dengan target global yaitu minimal 85% penemuan kasus TB di Indonesia pada tahun 2006
adalah 76%.
Resiko penularan setiap tahun atau Annual Risk of Tuberculosis Infection / ARTI di
Indonesia cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti
setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang
terinfeksi tidak akan penderita tuberculosis, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita tuberkulosisi. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita
tuberkulosisi adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/
AIDS disamping faktor pelayanan yang belum memadai.Pasien dengan TB sering menjadi
sangat lemah karena penyakit kronis yang berkepanjangan dan kerusakan status
nutrisi.Anoreksia, penurunan berat badan dan malnutrisi umum terjadi pada pasien
TB.Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh keletihan akibat batuk berat,
pembentukan sputum, nyeri dada atau status kelemahan secara umum. Sejak tahun 1990-an
WHO dan International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) telah
mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi Directly Observed
Treatment Shortcourse chemotherapy (DOTS) dan terbukti sebagai strategi penanggulangan
yang secara ekonomis paling efektif (cost- efective). Penerapan strategi DOTS secara baik,
disamping secara tepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya Multi Drugs
Resistance Tuberculosis (MDR-TB). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, prioritas diberikan kepada pasien menular. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan TB. WHO telah m,erekomendasikan strategi
DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. 2 Upaya untuk
menegakkan diagnosis secara tepat salah satu diantaranya adalah dengan pemeriksaan sputum
(dahak). Penting untuk mendapatkan sputum yang benar, bukan ludah ataupun sekret hidung
sehingga dapat diketemukan Basil Tahan Asam yang positif. Berdasarkan dari data rekam medik
RS Mardi Rahayu Kudus tahun 2007 – 2008, telah ditemukan kasus TB sebanyak 757 dengan 94
penderita BTA positif, dimana sputum yang didapatkan merupakan dari hasil konvensional yang
diperoleh dari pasien dengan cara mengeluarkan dahak semampu pasiren, sehingga sputum yang
didapatkan kadang-kadang berupa air ludah. Petugas pun kadang-kadang-kadang langsung saja
memeriksa tanpa melihat apakah bahan yang dikirim itu ludah atau sputum, sehingga banyak
kasus TB Paru diketemukan BTA negatif. Padahal kemungkinan besar jika spesimen yang
dikirim benar akan diketemukan BTA positif. Disisi lain jika petugas laborat meminta ulang
spesimen (karena yang dikirim ludah) , perawat ruangan selalu memberikan alasan yang
bermacam-macam sehingga petugas laborat pun langsung memeriksa walaupun bukan sputum.
Dan tentunya hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan.Efeknya pengobatan tidak
tepat sasaran.
METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan metode kuantitatif uji statistik Paired Sample t-test, dimana
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum
untuk penemuan BTA pasien TB Paru di ruang rawat inap RS Mardi Rahayu Kudus. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien penderita TB Paru yang ada di ruang rawat inap RS Mardi
Rahayu Kudus selama bulan November.Sampel penelitian yang digunakan adalah seluruh pasien
penderita TB Paru yang ada di ruang rawat inap RS dengan jumplah sampel 30 responden.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian Analisis Univariat data pribadi pasien yang
akandigunakan secara distribusi frekuensi, dan Analisis Bivariat yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi dengan menggunakan uji statistik paired
sample t-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Pengeluaran sputum pasien sebelum mendapatkan pelatihan batuk efektif.

Dari hasil pemeriksaan pada specimen 1 (sebelum batuk efektif) didapatkan rata-rata volume
sputum dari 30 responden 0,23 cc, sebanyak 20 responden (66,6%) tidak dapat mengeluarkan
sputum dan hanya mengeluarkan ludah. Hal ini dikarenakan pasien belum tahu bagaimana cara
batuk efektif. Mereka hanya melakukan batuk dengan cara biasa sehingga tidak bisa maksimal.
Batuk berfungsi untuk mengeluarkan sekret dan partikel-partikel pada faring dan saluran
nafas.Batuk biasanya merupakan suatu reflek sehingga bersifat involunter, namun juga dapat
bersifat volunter.Batuk yang involunter merupakan gerakan reflek yang dicetuskan karena
adanya rangsangan pada reseptor sensorik mulai dari faring hingga alveoli.

Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa dimana saja dalam saluran pernafasan.
Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul dari suatu proses infeksi atau dari suatu iritan
yang dibawa oleh udara seperti asap, kabut, debu atau gas. Batuk adalah proteksi utama pasien
terhadap akumulasi sekresi dalam bronki dan bronkiolus.Batuk dapat dipicu secara reflek
ataupun disengaja.Sebagai reflek pertahanan diri, batuk dipengaruhi oleh jalur saraf aferen dan
eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glotis, relaksasi
diafragma dan kontraksi oto melawan glotis yang menutup. Hasilnya akan terjadi tekanan yang
positif pada intra rorak yang menyebabkan penyempitan trakea. Sekali glotis terbuka, bersama
dengan penyempitan trakea akan menghasilkan aliran udara yang cepat melalui trakea. Kekuatan
eksposif ini akan menyapu sekret dan benda asing yang ada di saluran nafas. Pasien sebelum
mendapatkan pelatihan batuk efektif seluruhnya tidak bisa mengeluarkan sputum yang
maksimal, sebagian besar yang dikeluarkan adalah ludah sehingga tidak dapat diperiksa secara
seksama oleh petugas laborat.Pemeriksaan yang tidak seksama tersebut menyebabkan tidak
tuntasnya pengobatan terhadap pasien. Hal ini juga memberikan resiko penularan yang lebih
besar karena pasien dengan BTA positif memiliki resiko menularkannya pada orang lain. Pasien
yang menjadi subyek penelitian tidak dapat mengeluarkan sputum karena mereka sebelumnya
tidak pernah mendapat pelatihan bagaimana mengeluarkan sputum dengan benar dari petugas
kesehatan.

b. Pengeluaran sputum pasien setelah mendapatkan pelatihan batuk efektif

Untuk mendapatkan sputum yang baik dalam pemeriksaan terdapat metode khusus untuk
mengeluarkan sekret yaitu salah satunya dengan cara batuk efektif. Tehnik batuk efektif
merupakan tindakan yang dilakukan untuk membersihkan sekresi dari saluran nafas.Tujuan dari
batuk efektif adalah untuk meningkatkan ekspansi paru, mobilisasi sekresi dan mencegah efek
samping dari retensi skresi seperti pneumonia, atelektasis dan demam.Dengan batuk efektif
penderita tuberkulosis paru tidak harus mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan sekret.
Caranya adalah sebelum dilakukan batuk, klien dianjurkan untuk minum air hangat dengan
rasionalisasi untuk mengencerkan dahak.Setelah itu dianjurkan untuk inspirasi dalam.Hal ini
dilakukan selama dua kali.Kemudian setelah insipirasi yang ketiga, anjurkan klien untuk
membatukkan dengan kuat.Pemeriksaan specimen menunjukkan adanya peningkatan rata-rata
volume sputum yaitu pada specimen 1 (sebelum batuk efektif) sebesar 0,23 cc menjadi 0,93 cc
pada specimen 2 (setelah batuk efektif), sedangkan pada specimen 3 (setelah batuk efektif) rata-
rata volume sputum menjadi 2,43 cc. Pemeriksaan specimen menunjukkan adanya peningkatan
volume sputum yang dihasilkan dari pasien TB paru yang telah diajarkan bagaimana batuk
efektif. Berdasarkan hasil penelitian perbandingan specimen 1 (sebelum batuk efektif) dengan
specimen 2 (setelah batuk efektif) sebanyak 21 responden (70%) mengalami peningkatan volume
sputum (cc) yang dihasilkan setelah batuk efektif, sedangkan 9 responden (30%) tidak
mengalami peningkatan volume sputum (cc) yang dihasilkan setelah batuk efektif. Berdasarkan
hasil penelitian perbandingan specimen 1 (sebelum batuk efektif) dengan specimen 3 (setelah
batuk efektif) sebanyak 24 responden (80%) mengalami peningkatan volume sputum (cc) yang
dihasilkan setelah batuk efektif, sedangkan 6 responden (20%) tidak mengalami peningkatan
volume sputum (cc) yang dihasilkan setelah batuk efektif. Batuk efektif memberikan kontribusi
yang positif terhadap pengeluaran volume sputum. Dengan batuk efektif pasien menjadi tahu
tentang bagaimana cara mengeluarkan sputum. Orang sehat tidak mengeluarkan sputum; kalau
kadang-kadang ada, jumlahnya sangat kecil sehingga tidak dapat diukur.Banyaknya yang
dikeluarkan bukan saja ditentukan oleh penyakit yang tengah diderita, tetapi juga oleh stadium
penyakit itu. Jumlah yang besar, yaitu lebih dari 100 cc per 24 jam, mungkin melebihi 500 cc
ditemukan pada edema pulmonum, abces paru-paru, brochiectasi, tuberculosis pulmonum yang
lanjut dan pada abces yang pecah menembus ke paru-paru.Pada penemuan BTA terjadi
peningkatan jumlah penemuan BTA yang sebelumnya merupakan BTA negatif pada specimen 1
pada specimen 2 dan 3 menjadi BTA positif. Jumlah penemuan BTA positif pada specimen 1
adalah sebanyak 6 responden, BTA positif pada specimen 2 adalah sebesar 17 responden,
sedangkan BTA positif pada specimen 3 adalah sebesar 21 responden. Jumlah volume sputum
yang dihasilkan menyebabkan lebih mudahnya petugas laborat memeriksa BTA pasien.Karena
untuk menegakkan diagnosis secara tepat salah satu diantaranya adalah dengan pemeriksaan
sputum (dahak).Penting untuk mendapatkan sputum yang benar, bukan ludah ataupun sekret
hidung sehingga dapat diketemukan Basil Tahan Asam yang positif.Indikasi pemeriksaan
sputum yang lazim adalah untuk menemukan adanya infeksi, biasanya pneumonia dan
memperoleh bahan untuk diagnosa sitologik.Biakan sputum merupaka pemeriksaan
mikrobiologik yang biasanya diminta, tetapi hasil yang didapat sering tidak informatif atau
bahkan menyesatkan.Yang pertama-tama memerlukan perhatian adalah pengumpulan bahan
yang betul-betul sputum dan bukan sekret dari saluran nafas bagian atas. Hal ini dapat diketahui
dengan pemeriksaan sediaan apus yang diwarnakan dengan cara Gram. Sputum yang benar
mengandung leukosit polimorfonuklear (PMN) dan atau makrofag alveolar serta mengandung
beberapa sel epitel bersisik. Sel epitel dalam jumlah besar atau tidak terlihatnya PMN di
beberapa laboratorium merupakan alasan untuk membuang bahan yang didapat tanpa
memeriksanya lebih lanjut.7 Berdasarkan analisis data dengan menggunakan Pair Sample t-Test
terdapat peningkatan volume sputum specimen 1 (sebelum batuk efektif) terhadap specimen 2
(setelah batuk efektif) menunjukkan adanya efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum
untuk menemukan BTA pasien TB Paru. Hal ini dapat dilihat dari uji Paired Sample t-Test
didapat t tabel adalah 2,021.Maka daerah penerimaan Ho antara -2,021 sampai 2,021.Bila t
hitung berada dalam daerah penerimaan Ho, berarti Ho diterima dan Ha ditolak.Pada penelitian
ini, nilai t hitung -4,700, maka nilai diluar daerah penerimaan Ho, artinya Ho ditolak dan Ha
diterima.Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran
sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu
Kudus.
Berdasarkan signifikansi menunjukkan nilai 0,000 < (0,05) berarti Ho diterima dan Ha
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran
sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu
Kudus.Analisis data peningkatan volume sputum specimen 1 (sebelum batuk efektif) terhadap
specimen 3 (setelah batuk efektif) menunjukkan adanya efektifitas batuk efektif dalam
pengeluaran sputum untuk menemukan BTA pasien TB Paru.Dari uji Paired Sample t-Test
didapat t tabel adalah 2,021.Maka daerah penerimaan Ho antara -2,021 sampai 2,021.Bila t
hitung berada dalam daerah penerimaan Ho, berarti Ho diterima dan Ha ditolak.Pada penelitian
ini, nilai t hitung -9,805, maka nilai di luar daerah penerimaan Ho, artinya Ho ditolak dan Ha
diterima.Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran
sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu
Kudus. Berdasarkan signifikansi menunjukkan nilai 0,000 < (0,05) berarti Ho ditolak dan Ha
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran
sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu
Kudus.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk
penemuan BTA pada pasien TB Paru di ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu Kudus,ada
efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di
ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu Kudus hal ini dapat dilihat dari 21 responden (70%)
mengalami peningkatan volume sputum (cc) dari specimen 1 (sebelum batuk efektif) dan
specimen 2 (setelah batuk efektif), sedangkan sebanyak 24 responden (80%) mengalami
peningkatan volume sputum (cc) dari specimen 1 (sebelum batuk efektif) dan specimen 3
(setelah batuk efektif). Hasil analisis statistik menunjukkan adanya efektifitas batuk efektif
dalam pengeluaran sputum untuk menemukan BTA pasien TB Paru yaitu berdasarkan
signifikansi (0,000) < 0,05. Dan dari 30 pasien rawat inap yang dijadikan subyek penelitian
setelah diajarkan batuk efektif mengalami peningkatan jumlah pasien yang ditemukan dengan
BTA positif yaitu pada specimen 1 (sebelum batuk efektif) ditemukan 6 responden, pada
specimen 2 (setelah batuk efektif) ditemukan 17 responden, sedangkan pada specimen 3 (setelah
batuk efektif) ditemukan 21 responden.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaf, H. Mukty H.A. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University
Press. 2005.
Asih, N.G. dan Efendi, C. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC. 2003.
Brunner, Suddart. Pemeriksaan Fisis Dada dan Paru.EGC. 2004.
Budiarto E. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.Jakarta : EGC. 2001.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta : 2007.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta : 2007.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. 2002.
Ganda Subrata. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Diam Rakyat. 2006.
Husain U. Purnomo. R. Pengantar Statistik. Jakarta : Bumi Aksara. 2001.
Ikawati Z. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan : Jakarta; Pustaka Adipura. 2007.
Notoatmojo S. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2002.
Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Burnner & Suddarth,
Jakarta : EGC. 2001.
Somantri.Irman.Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika. 2008.
Sugiono.Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfa Beta. 2003.
Taufan, Mei 2008. (5 September 2009). Diakses dari http ://www.gizi.net.

You might also like