Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Odontologi Forensik

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 30

ODONTOLOGI FORENSIK

Pembimbing:
AKBP. Drg Robert Tanjung, MM

Disusun oleh:
FERGIE MERRYWEN TAMU RAMBU 112016032
DAVID YOBEL 112016174
NAOMI CONSTANTIA ALLEN 112017085
JONATHAN B. GILBERT 112017087
STEPHANUS THENDEAN 112017090
NATASHA NATALIA GUNAWAN 112017091
DICKY FEBRIAN 112017092
JESSICA OSWARI 112017104
DESMONDA 112017110
GERRIT YEFTA FANUAL 112017121

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEDPKTERAN DAN KEHAKIMAN


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT II SARTIKA ASIH
BANDUNG
FAKULTAS KEDPKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 2 APRIL 2018-29 APRIL 2018
Latar Belakang

Dental traits atau karakteristik gigi manusia merupakan morfologi yang


mengandung komponen genetis yang sangat kuat, karenanya sangat berguna
untuk dimanfaatkan dalam mencari tahu berbagai permasalahan yang
menyangkut faktor keturunan ataupun afinitas antar populasi. Penelitian
dibidang ini sering diiringi dengan studi di bidang lain,misalnya di bidang
linguistik, arkeologi, sejarah, ataupun genetika, dan berguna untuk memperkuat
kesimpulan yang diambil. Studi mengenai morfologi dan karakteristik gigi di
Indonesia masih belum banyak dilakukan, padahal Indonesia sangat kaya
dengan beragam etnis yang mempunyai ragam ciri-ciri morfologis, dan
tentunya juga ragam ciri-ciri morfologis dentisi. Sebagai contoh, dari sisi ras,
penelitian oleh Glinka memberikan kesimpulan bahwa di Indonesia terdapat
beberapa kelompok sub ras berdasarkan ukuran-ukuran antropometrisnya1

Inti dari proses identifikasi adalah mengenali seseorang dari komponen


yang ada pada orang tersebut misalnya karakteristik alami atau ciri fisik yang
relatif stabil seperti pola gigi, pola iris, sidik jari dan lain-lain. Karakteristik gigi
pada seseorang dapat digunakan digunakan sebagai dasar identifikasi karena
sangat bervariasinya struktur gigi pada manusia 1

Hal lain yang hampir sama adalah mengidentifikasi jasad orang yang
telah terbakar, atau identifikasi dari bencana dalam skala besar sehingga banyak
sekali jasad-jasad yang telah lama meninggal sehingga telah membusuk dan
karakteristik biometrik yang masih dapat diteliti adalah gigi1

Dalam makalah ini akan di bahas mengenai tahap-tahap pertumbuhan


dan perkembangan gigi sulung dan permanen, struktur serta variasi
1
morfologisnya, dan teknik pemeriksaan odontologi pada gigi-geligi
TINJAUAN PUSTAKA
Penyusun gigi
Bagian Mikroskopis dan Makroskopis dari gigi
Bagian gigi secara makroskopis dan mikroskopis

1. Secara makroskopis dilihat menurut letak email dan sementum


a. Mahkota (korona) adalah bagian gigi yang dilapisi jaringan enamel
email dan normal terletak diluar jaringan gusi atau gingival
b. Akar atau radix ialah bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum
dan ditopang oleh tulang alveolar dari maksila danmandibula.
c. Garis servikal atau semento-enamel junction ialah batas antara
jaringan sementum dan email yang merupakan pertemuan mahkota
dan akar gigi.
d. Ujung akar/apeks ialah titik yang terujung dari suatu benda yang
runcing atau yang berbentuk kerucut seperti akar gigi.
e. Tepi insisal ialah suatu tonjolan kecil dan panjang bagian korona
dari gigi insisivus yang merupakan sebagaian dari permukaan
insisivus dan yang digunakan untuk memotong makanan. Tonjolan
atau cusp ialah tonjolan pad bagian korona gigi kaninus dan gigi
posterior yang merupakan sebagian dari permukaan oklusal 1
2. Secara mikroskopis1
a. Jaringan keras
Ialah jaringan yang mengandung bahan kapur , terdiri dari jaringan
email, jaringan dentin atau tulang gigi, dan jaringan sementum.
Email dan sementum merupakan bagian luar yang melindungi
dentin.
b. Jaringan lunak
Jaringan pulpa ialah jaringan yang tedapat di dalam rongga pulpa
sampai foremen apical umumnya mengandung bahan dasar, bahan
perekat, sel saraf yang peka sekali terhadap rangsangan mekanis,
termis dan kimia, jaringan limfe, jaringan ikat dan pembuluh darah
arteri dan vena.
c. Rongga pulpa
3
Terdiri dari :
1) Tanduk pulpa yaitu ujung ruang pulpa
2) Ruang pulpa yaitu ruang pulpa di korona gigi
3) Saluran pulpa saluran di akar gigi
Foremen apical yaitu lubang di apeks gigi tempat masuknya
jaringan pulpa ke rongga pulpa (Itjiningsih, 1991).
.
2.1.2 Nomenklatur Gigi1
Nomenklatur adalah cara menulis gigi geligi. Ada beberapa cara menulis
gigi geligi yang biasa digunakan, yaitu:
1. Cara Zsigmondy
Gigi Sulung:
V IV III II I I II II IV V
V IV III II I I II III IV V

2. Gigi Permanen:
12345678 12345678
12345678 12345678

3. Cara WHO
Gigi Sulung:

56 55 54 53 52 51 61 62 63 64 65

86 85 84 83 82 81 71 72 73 74 75

2.1.3 Perbedaan Gigi Sulung dan Permanen

Pada manusia terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang


berkembang dari interaksi sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap
gigi berbeda-beda secara anatomi, tapi dasar proses pertumbuhannya sama pada
semua gigi. 1
Setiap gigi tumbuh berturut-turut mulai dari tahap bud, cup, dan tahap bell.
Pada tahap bell dibentuk enamel dan dentin. Mahkota terbentuk dan termineralisasi,
akar gigi mulai terbentuk juga. Setelah kalsifikasi akar, jaringan pendukung gigi,
sementum, ligamentum periodontal, serta tulang alveolar tumbuh. Pertumbuhan ini
terjadi pada gigi insisivus dengan akar satu, premolar dengan beberapa akar atau
molar dengan akar multipel. Kemudian mahkota gigi komplit erupsi ke rongga
mulut. Pertumbuhan akar dan sementogenesis yang lanjut sampai gigi berfungsi
dan didukung oleh struktur gigi yang tumbuh sempurna.1

2.1.4 Perkembangan Gigi Desidui dan Gigi Permanen

Perkembangan gigi desidui dan gigi permanen sangat mirip, walaupun


perkembangan gigi desidui lebih cepat daripada gigi permanen. Gigi desidui mulai
berkembang sejak di dalam rahim dan korona mulai lengkap sebelum lahir,
sementara gigi permanen mulai dibentuk saat lahir atau setelah lahir. Beberapa
kelainan sistemik prenatal dapat mempengaruhi mineralisasi korona gigi desidui.
Sedangkan trauma postnatal dapat mempengaruhi perkembangan korona gigi
permanen.1

Gigi desidui berfungsi dalam mulut kira-kira sampai umur 8,5 tahun.
Periode waktu ini dapat dibagi atas tiga periode: pertama, perkembangan mahkota
dan akar, kedua, maturasi akar dan resorpsi akar, dan ketiga gigi tanggal. Periode
pertama berlangsung sekitar satu tahun, periode kedua sekitar 3,75 tahun, dan tahap
terakhir resorpsi dan pergantian gigi berlangsung sekitar 3,5 tahun. Sedangkan
beberapa gigi permanen berada pada mulut dari umur 5 tahun sampai meninggal.
Hal yang harus dipertimbangkan adalah molar permanen yang muncul di rongga
mulut dari umur 25 tahun sampai tanggal pada saat individu meninggal. Gigi
permanen berfungsi 7-8 kali sama seperti gigi desidui banyak pemisahan yang
terjadi selama beberapa milimeter selama perkembangan gigi. Contoh dari proses
kompleks selama pembentukan gigi adalah tidak terjadi resorpsi pada gigi desidui
dan pembentukan akar gigi permanen.1

Pada anak umur 6 gigi molar pertama tumbuh/formatif dan berlangsung


sampai muncul gigi permanen dengan jumlah 28 atau 32 gigi, 20 gigi desidui terjadi
resorpsi. Pada proses formatif, gigi desidui mengalami resorpsi dan regenerasi
pulpa.

2.1.4 Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi


Setiap gigi mengalami tahap yang berturut-turut dari perkembangan selama
siklus kehidupannya, yaitu 1
a. Tahap Pertumbuhan
1) Tahap insiasi adalah permulaan pembentukkan kuntum gigi (bud)
dari jaringan epitel mulut (epitelial bud stage)
2) Tahap ploreferasi adalah spesialisasi dari sel-sel dan perluasan dari
organ enamel (cap stage)
3) Tahap histodeferensiasi adalah spesialisasi dari sel-sel, yang
mengalami perubahan histologi dan susuannnya (sel-sel epitel
bagian dalam dari organ enamel menjadi ameloblast, sel-sel perifer
dari organ sentin pulpa menjadi odontoblast
4) Tahap morfodeferensiasi adalah susunan dari sel-sel pembentuk
sepanjang dentino enamel dan dentino cemental junction uang akan
datang, yang memberi garis luar bentuk dan ukuran korona dam akar
yang akan datang
b. Erupsi Intraseous
1) Tahap aposisi adalah pengendapan dari matriks enamel dan dentin
dalam lapisan dalam lapisan tambahan
2) Tahap klasifikasi adalah pengerasan dari matriks oleh pengendapan
garam-garam kalsium

c. Erupsi
Erupsi gigi adalah munculnya tonjolan gigi atau tepi insisal gigi menembus
gingiva. Erupsi gigi dapat terjadi pada gigi susu maupun gigi permanen 1
Tahap erupsi gigi dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu
1) Tahap praerupsi
Tahap praerupsi dimulai saat pembentuksn benih gigi sampai
mahkota selesai dibentuk. Pada tahap praerupsi rahang mengalami
pertumbuhan pesat dibagian posterior dan permukaan lateral yang
mengakibatkan rahang mengalami peningkatan panjang dan lebar ke
arah anterior-posterior. Untuk menjaga hubungan yang konstan
dengan tulang rahang yang mengalami pertumbuhan pesat maka
benih gigi bergerak ke arah oklusal.
2) Tahap prafungsional
Tahap prafungsional dimulai dari pembentukan akar sampai gigi
mencapai daratan oklusal. Pada tahap prafungsional gigi bergerak
lebih cepat ke arah vertikal. Selain bergerak ke arah vertikal, pada
tahap prafungsional gigi juga bergerak miring dan rotasi. Gerakan
miring dan rotasi gigi ini bertujuan untuk meperbaiki posisi gigi
berjejal di dalam tulang rahang yang masih mengalami
pertumbuhan.
3) Tahap fungsional
Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi
telah tanggal. Selama tahap fungsional gigi bergerak ke arah oklusal,
mesial dan proksimal. Pergerekan gigi pada tahap fungsional ini
bertujuan untuk mengimbangi kehilangan substansi gigi yang
terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik kontak proksimal
dari gigi dapat dipertahankan
Kegagalan erupsi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh sesuatu
sebab sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna
mencapai oklusi yang normal didalam deretan susunan gigi geligi

2.2 Odontologi Forensik


Ilmu kedokteran gigi forensic memilikibeberapa nama-nama sesuai dengan
sumber yaitu :Forensic Dentistry, Odontology Forensic, dan Forensic
Odontology.2
Beberapa pengertian mengenai Odontology Forensic sebagaiberikut :
1. Menurut Arthur D. Goldman bahwa ilmu kedokteran gigi forensic adalah
suatu ilmu yang berkaitan dengan erat dengan hokum dalam penyidikan
melalui gigi geligi.
2. Menurut Dr. Robert Bj. Dorian bahwa ilmu kedokteran gigi forensik
adalahsuatuaplikasi semua ilmu pengantar tentang gigi yang terkait dalam
memecahkan hokum perdata dan pidana.
3. Menurut DjohansyahLukman bahwa ilmu kedokteran gigi forensik adalah
terapan dari semua disiplin ilmukedokteran gigi yang berkaitan erat dalam
penyidikan demi terapan hukum dan proses peradilan

Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan dengan cara membandingkan data


gigi yang diperoleh dari pemeriksaan orang atau jenazah tak dikenal (data post-
mortem) dengan data gigi yang pernah dibuat sebelumnya dari orang yang
diperkirakan (data ante-mortem)
Data ante-mortem merupakansyaratutama yang harus ada apabila
identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan. Data ante-mortem
tersebut berupa
Dental record, yaitu keterangan tertulis berupa odontogram atau catatan
keadaan gigi pada waktu pemeriksaan, pengobatan dan perawatan gigi.
1. Fotorontgengigi.
2. Cetakangigi.
3. Prosthesis gigiatauorthodonsi
4. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi.
5. Keterangan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah.

Untuk data gigi post-mortem yang perludicatatpadapemeriksaanantara lain


1. Gigi yang ada dan tidakada, bekas gigi yang tidak ada apakah masih baru
atau sudah lama.
2. Gigi yang ditambal, jenis dan klasifikasi bahan tambal.
3. Anomali bentuk dan posisi.
4. Karies atau kerusakan yang ada.
5. Jenis dan bahan restorasi.
6. Atrisi dataran kunyah gigi merupakan proses fisiologs untuk fungsi
mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur.
7. Gigi molar kketiga sudah tumbuh atau belum.
8. Ciri-ciri populasi ras dan geografis.

a. Pencatatan Data Antemortem


Pencatatan data gigi dan rongga mulut semasa hidupnya,biasanya berisikan
antara lain (Lukman, 2006):
1. Identitas pasien.
2. Keadaan umum pasien.
3. Odontogram (data gigi yang menjadi keluhan).
4. Data perawatan Kedokteran Gigi.
5. Nama dokter gigi yang merawat.
6. Hanya sedikit sekali dokter gigi yang membuat surat persetujuan tindak
medik (inform consent) baik praktek pribadi atau di rumah sakit.
Bila menurut buku DEPKES tentang penulisan data gigi dan rongga mulut
yang berisikan standar baku mutu nasional antara lain (Lukman, 2006):
1. Pencatatan identitas pasien mulai dari nomor file sampai dengan alamat
pekerjaan serta kelengkapan alat komunikasinya.
2. Keadaan umum pasien yaitu berisikan tentang golongan darah, tekanan
darah, kelainan-kelainan darah, kelaianan penyakit sistemik, kelaianan
penyakit hormonal, kelaianan alergi terhadap makanan dan obat-
obatan, alergi terhadap debu, serta kelaianan dari virus yang
berkembang saat ini.
3. Odontogram
Semua data gigi dicatat dalam formulir odontogram dengan denah dan
nomenklatur yang baku nasional.
4. Data perawatan kedokteran gigiyaitu berisikan waktu awal perawatan,
runtut waktu kunjungan,keluhan dan diagnosa, gigi yang dirawat,
tindakan lain yang dilakukan oleh dokter tersebut.
5. Roentgenogram yang dimaksud adalah baik intra oral ataupun ekstra
oral.
6. Pencatatan status gigi,mempunyai kode tertentu sesuai dengan standar
Interpol,dengan kata lain Kodifikasi Informasi Gigi menurut Interpol.
7. Formulir data antemortem dalam buku DEPKES ditulis dengan warna
kuning. Didalam formulir ini terdapat pula catatan data orang hilang.

B. Pencatatan Data Postmortem


Pencatatan data postmortem menurut formulir DEPKES bewarna merah
dengan catatan Victim Identification (identifikasi korban) pada mayat atau dead
body ( tubuh korban)2
Pencatatan data postmortem ini mula mula dilakukan topografi kemudian
proses pembukaan rahang bila kaku mayat untuk memperoleh data gigi dan rongga
mulut, dilakukan pencatatan rahang atas dan rahang bawah, apabila terjadi kaku
mayat maka lidah yang kaku tersebut diikat dan ditarik ke atas sehingga lengkung
rahang bebas dari lidah baru dilakukan pencetakan, untuk rahang atas tidak
bermasalah karena lidah kaku ke bawah. Kemudian studi model rahang korban juga
merupakan suatu 2
Pencatatan gigi pada formulir odontrogram sedangkan kelainan kelainan di
rongga mulut dicatat pada kolom kolom tertentu. Catatan ini semua merupakan
lampiran dari visum et repertum korban 2
Kemudian dilakukan pemeriksaan sementara dengan formulir baku mutu
nasional dan internasional, setelah itu dituliskan surat rujukan untuk pemeriksaan
laboratoris dengan formulir baku mutu nasional pula 2
Setelah diperoleh hasil dari pemeriksaan laboratoris maka dilakukan
pencatatan kedalam formulir lengkap barulah dapat dibuatkan suatu berita acara
sesuai dengan KUHAP demi proses peradilan dalam menegakkan keadilan 2
Visum yang lengkap ini sangat penting dengan lampiran lampirannya serta
barang bukti dapat diteruskan ke jaksa penuntut kemudian ke sidang acara hukum
pidana.2

2.2.1 Macam-Macam Forensik


a. Identifikasi Komparatif3
Identfikasi koparatif, yaitu apabila bersedia data post-mortem (pemeriksaan
jenazah) dan ante-mortem (data sebelum meninggal mengenai cirri-ciri fisik,
pakaian, identita skhusus berupa tahi lalat, bekas luka/operasi, dll), dalam
komunitas yang terbatas.
1. Post-Mortem atau otopsi adalah prosedur bedah yang sangat khusus yang
terdiri dari pemeriksaan menyeluruh terhadap mayat untuk menentukan
penyebab dan carakematian dan untuk mengevaluasi setiap penyakit atau
cedera yang mungkin ada.
2. Ante-Mortem adalah data-data pribadi dari korban seperti cirri-cirifisik,
pakaian, identitas khusus (tandalahir), bekas luka/operasi, dan sebagainya
sebelum korban meninggal.
b. Identifikasi Rekronstruktif
Identifikasi rekonstruktif, yaitu identifikasi yang dilakukan apabila tidak
tersedia data ante-mortem pada korban (contoh: penemuan jasad tanpa identitas)
dan dalam komunitas yang tidak terbatas.

2.2.2 Data yang diperlukan untuk identifikasi forensik


Data-data yang digunakan dalam pemeriksaan odontologi forensik adalah
sebagai berikut:4
Data antemortem merupakan syarat utama yang harus ada apabila
identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan. Data antemortem
tersebut berupa
1. Dental record, yaitu keterangan tertulis berupa odontogram atau
catatan keadaan gigi pada waktu pemeriksaan,pengobatan dan
perawatan gigi.
2. Foto rontgen gigi
3. Cetakan gigi
4. Prothesis gigi atau alat orthodonsi
5. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi
6. Keterangan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah
Untuk data gigi postmortem yang perlu dicatat pada pemeriksaan antaara
lain (Julianti dkk, 2008).
1. Gigi yang ada dan tidak ada,bekas gigi yang tidak ada apakah masih
baru atau sudah lama.
2. Gigi yang ditambal,jenis dan klasifikasi bahan tambal
3. Anomali bentuk dan posisi
4. Karies atau kerusakan yang ada
5. Jenis dan bahan restorasi
6. Atrisi dataran kunyah gigi yang merupakan proses fisiologis untuk
fungsi mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur
7. Gigi molar ketiga sudah tumbuh atau belum
8. Ciri-ciri populasi ras dan geografis
Kesulitan yang dijumpai adalah adanya kenyataan bahwa belum semua
orang yang giginya terarsipkan. Selain itu keadaan gigi setiap orang berubah karena
perkembangan, kerusakan dan perawatan
Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk
membcedakan usia seseorang, jenis kelamin, golongan darah, kebiasaan tertentu
dan ras. Hal ini dapat membantu untuk membatasi korban yang sedang dicari atau
untuk membenarkan/memperkuat identitas korban

2.2.3 Gigi berperan penting dalam forensik4


Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi sangat penting

disebabkan karena :
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan

pengaruh lingkungan yang ekstrim.

Perbedaan Tulang dengan Gigi

a. Tulang

• Bagian tulang

• Substansia spongiosa (berrongga) : trabeculae

• Substansia compacta (padat)

• Os compactum, terdiri dari :

• 75% matriks anorganik / mineral (Ca)

• 25% matriks organik (97% kolagen, 3% air)

• 2 komponen terdiri dari :

• Anorganik : calcium fosfat (hydroxyapatite :


Ca₁₀(PO₄)₆(OH)₂), magnesium, natrium, sodium, sitrat,
potasium, karbonat

• Organik : serabut kolagen


b. Gigi

• Terdiri 3 jaringan yang termineralisasi:


1. Enamel
2. Dentin
3. Cementum
• Enamel
– Terdiri jutaan enamel rods / prisma.
– DEJ – permukaan mahkota
– Paling keras & kalsifikasi tinggi
• Komposisi kimia :
• 96 – 97% bahan anorganik
hydroxyapatite Ca₁₀(PO₄)₆(OH)₂)
• 4% bahan organik
• 3 – 4% air

Kenapa gigi Terkeras


– Komposisi bahan anorganik terbesar
– Di dalam cavum oris
– Terlindung dan terbasahi oleh air liur
– Menurut scott (1997):
• Gigi  abu pada suhu 1000⁰F - 1200⁰F (538⁰C – 649⁰C)
• Denture akrilik  abu pada suhu 1000⁰F - 1200⁰F (538⁰C –
649⁰C)
• Mahkota & inlay alloy emas  abu pada suhu 1600⁰F -
2000⁰F (871⁰C - 1093⁰C)
• Mahkota / jembatan porselen hancur pada 2000⁰F (1093⁰C)
• Tumpatan Amalgam  abu pada 1600⁰F (871⁰C)

2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan

restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.

3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan

medis gigi (dental record) dan data radiologis.


4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis,

yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi,

sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih

dahulu.

5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian

bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.

6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.

7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang

terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur,

sedangkan giginya masih utuh.

8. Gigi terletak dibagian yang mudah dicapai dan tidak memerlukan

persiapan khusus.

9. Dari Gigi geligi, kita dapat memperoleh informasi tentang umur, ras, jenis

kelamin, golongan darah, ciri-ciri khas, bentuk wajah atau raut muka

korban,dan diharapkan juga dapat melakukan identifikasi terhadap korban

itu sendiri dan memberikan kepastian terrhadap identitasnya


Gambar 1
Pada gambar 1 menunjukkan bahwa gigi tetap dalam keadaan utuh pada suhu
yang tinggi, walaupun tubuh telah rusak, tetapi gigi masih dapat diidentifikasi.
a. Usia
Gigi dapat digunakan untuk menentukan usia. Menurut Etti Indriati,
Guru Besar Antropologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
ketika permukaan kunyah gigi geligi sudah aus dan enamelnya (email)
menipis hingga menyempulkan lapisan gigi, korban diperkirakan usia 40
tahun. Untuk usia 15-22 dapat dilihat dari perkembangan geraham bungsu
yang pertumbuhannya bervariasi
Penentuan usia melalui gigi juga dapat dilakukan melalui berbagai cara,
antara lain dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi. Diketahui
bahwa perkembangan gigi mulai dapat dipantau sejak mineralisasi gigi
sementara, yaitu pada usia 4 bulan dalam kandungan hingga mencapai saat
sempurnanya gigi geraham kedua tetap. Pemanfaatan graham bungsu mulai
terbatas karena graham ini sudah banyak yang tidak ditemukan lagi.

Setelah masa ini maka pertumbuhan dan perkembangan gigi tidak


banyak lagi membantu untuk penentuaan usia karena kondisinya dapat
dikatakan menetap. Untuk menyelesaikan masalah tersebut ada 6 hal yang
dapat membantu menentukan usia, yaitu :

(1) Atrisi : akibat penggunaan yang rutin pada saat makan, maka
permukaan gigi secara berlanjut akan menyalami keausan. Ausnya
gigi ini akan bertambah, sesuai dengan pertambahan umur.

(2) Penurunan tepi gusi sesuai dengan pertumbuhan dan pertambahan


umur, maka tepi gusi akan bergerak ke arah ujung akar.
(3) Pembentukan dentin sekunder : sebagai upaya perlindungan alami,
pada dinding pulpa gigi akan dibentuk dentin sekunder, yang
bertujuan menjaga ketebalan jaringan gigi yang melindungi pulpa.
Semakin tua seseorang maka semakin tebal jaringan dentin
sekunder.

(4) Pernbentukan semen sekunder : dengan bertambahnya umur, terjadi


pula pembentukan semen sekunder di daerah ujung akar.

(5) Transparansi dentin : karena proses kristalisasi pada bahan mineral


gigi, maka jaringan dentin gigi berangsur-angsur menjadi
transparan. Proses transparan ini dimulai dari ujung akar gigi meluas
ke arah mahkota.

(6) Penyempitan/penutupan foramen apikalis : sejalan dengan


pertambahan umur, foramen apikalis akan semakin menyempit, dan
tidak jarang menutup sama sekali

b. Ras

Gigi dapat digunakan untuk menunjukkan ras seseorang. Hal ini


menunjukkan perbedaan ras terletak pada ukuran gigi dan morfologi tulang
pada langit-langit mulut 4

Umat manusia di dunia, secara antropologis dibagi ke dalam 3 ras utama


yaitu : kaukasoid, mongoloid dan negroid. Ternyata tiap ras memiliki ciri
khas tertentu pada tubuhnya, yang membedakan satu sama lain. Ciri tersebut
diturunkan secara genetic sesuai dengan hukum Mendel4

Namun perlu diperhatikan, bahwa tidak ditemukan suatu ciri yang


mutlak hanya terdapat pada satu ras. Demikian pula dapat dikatakan hampir
tidak akan ditemukan satu individu yang masih murni satu ras. Karena itu
penentian ras akan lebih berhubungan dengan fenotip yang timbul, daripada
genotip 4
Gambaran gigi untuk ras mongoloid adalah sebagai berikut

1. Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan nyata

berbentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras kaukasoid

dan 12 % ras negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti sekop

walaupun tidak terlalu jelas.

2. Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan oklusal

premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.

3. Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada 20%

mongoloid.

4. Lengkungan palatum berbentuk elips.

5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus

Gambar 2.

Gambaran gigi untuk Ras kaukasoid adalah sebagai berikut:

1. Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.

2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari

mandibula.

3. Maloklusi pada gigi anterior.

4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.


5. Dagu menonjol.

Gambar 3

Gambaran gigi untuk ras negroid adalah sebagai berikut

1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan.

2. Sering terdapat open bite.

3. Palatum berbentuk lebar.

4. Protrusi bimaksila.

Di bawah ini merupakan contoh gambar open bite

Gambar 4

c. Jenis Kelamin

Penentuan jenis kelamin secara umum, dapat dilakukan dari tanda--


tanda fisik seksual. Namun dalam hal jaringan lunak telah hilang, maka
penentuan pada tulang dapat dilakukan dari beberapa tulang, khususnya
tulang panggul.

Beberapa peneliti juga menyatakan adanya ciri khas antara lain :


(1) Bentuk lengkung gigi pada pria cenderung meruncing, sedangkan
pada wanita, cenderung oval.

(2) Ukuran cervico-incisival di bagian mesio distal pada gigi taring


bawah, pada pria lebih besar (kurang lebih 1,5), sedangkan wanita
lebih kecil (kurang lebih 1).

(3) Beberapa ahli juga merujuk pernyataan Leon Williams di bidang


prostetik, bahwa bentuk gigi seri pertama atas adalah kebalikan
bentuk wajah, sehingga bentuk gigi seri pria cenderung maskulin
sedangkan wanita cenderung feminism

Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita
berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm.
Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk
membedakan jenis kelamin (julianti dkk, 2008).

d. Golongan darah

Penentuan golongan darah dari gigi didasarkan adanya jaringan


pulpa di dalam gigi. Bergantung pada bagaimana kondisi jaringan pulpa
ini, penentuan golongan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :

(1) Jika pulpa masih ditentukan dalam keadaan segar, maka darah dapat
langsung diambil, untuk penentuan golongan darah dengan cara
biasa.

(2) Jika ditemukan hanya pulpa yang sudah mengering, dapat


diusahakan melalui prosedur yang sama seperti pengolahan bercak
darah pada kain/darah mengering.

(3) Bila keadaan pulpa sudah demikian rusak, atau bahkan sudah tidak
ditemukan lagi, maka dapat dilakukan dengan bantuan cara
absorption-ilution. Cara ini dilakukan dengan cara mengambil
jaringan dentin dalam ruang pulpa, yaitu bagian dinding yang
melekat pada jaringan pulpa. Jaringan dentin tersebut diabsorpsi
semalam suntuk dengan larutan khusus, kemudian disentrifus.
Endapan yang kemudian terbentuk diambil untuk penentuan
golongan darah

e. Kebiasaan/pekerjaan

Ada beberapa pekerjaan atau kebiasaan yang meninggalkan


tanda-tanda tertentu pada gigi, sehingga dapat memberikan petunjuk
untuk mengenali si korban, misalnya :

(l) Pekerjaan rutin di pabrik batu baterai mengakibatkan pewarnaan


gelap pada tepi ginggiva akibat terlalu banyak berkontak dengan
timah hitam.

(2) Pekerjaan penata rambut atau tukang sepatu yang mempunyai


kebiasaan menggunakan gigi untuk membuka jepitan rambut atau
mempersiapkan paku sepatu, akan menyebabkan tanda-tanda hair-
dresser teeth atau shoemaker’s teeth berupa lekuk-lekuk pada
permukaan gigi berukuran sebesar jepitan rambut dan paku sepatu.

(3) Kebiasaan merokok, telah diketahui rokok menyebabkan pewarnaan


pada akibat asap rokok yang dihisa

f. Ciri khas

Kadang-kadang ada hal-hal spesifik yang dapat segera


menunjukan pada seseorang tersebut, misalnya jika terdapat sejumlah
perawataan gigi di dalam mulut, dan ditemukan rekam data gigi tersebut
dapat menentukan identitas seseorang dengan pasti, selain itu juga
terdapat tanda-tanda spesifik tertentu yang akan segera dikenali oleh
orang-orang terdekat dengan si korban, misalnya ompong pada depan,
gigi yang kecil dan lain-lain. Ciri-ciri tersebut dapat membimbing
identifikasi setelah didukung berbagai data yang lain
g. Sidik jari DNA

Akhir-akhir ini dikembangkan cara identifikasi dengan melalui


analisis DNA. Ternyata dengan cara khusus, DNA dapat pula diisolasi
dari jaringan gigi. Melalui analisis DNA profiling ini, dapat ditentukan
hubungan kekeluargaan antara anak dengan bapak dan ibunya

2.2.3 Syarat gigi dalam Forensik


Gigi memenuhi syarat untuk dapat dijadkan sarana identifikasi karena
mempunyai faktor4

1. Derajat individualitas yang tinggi


Berdasarkan perhitungsn dan penelitian untuk menentukan orang yang
giginya sama giginya adalah satu per dua triliyun. Adanya pola erupsi
dengan 20 gigi susu dan 32 gigi geligi, perubahan karena kerusakan atau
tindakan perawatan serta ciri khas seperti lngkung gigi membuat gigi
merupakan ciri khas tiap-tiap orang.
2. Derajat kekuatan dan ketahanan terhadap berbagai pengaruh kerusakan.
Identifikasi dengan sarana gigi sangat mungkin dilakukan karena sifat gigi
yang sangat kuat dan tahan terhadap berbagai pengaruh kerusakan. Hal ini
karena gigi tersusun dari bahan anorganik dan tempatnya yang trlindung
oleh mulut yang cukup memberikan perlindungan.

2.2.4 Identifikasi dan pemeriksaan Odontologi Pada Gigi

Macam-macam Identifikasi :4

1. Identifikasi korban melalui gigi berdasarkan pekerjaan menggunakan gigi


Bagi mereka yang mempunyai pekerjaan dengan menggunakan gigi antara
lain tukang jahit, piñata rambut / pegai salon, tukang kayu maka akan
terlihat atrisi permukaan aclusi sesuai dengan benda keras yang digunakan
dalam pekerjaannya.
a. Misalnya tukang jahit akan menggigit jarum baik diameter kecil sampai
besar

Gambar 5

Memperlihatkan seorang penjahit sedang menggigit jarum sehingga atrisi


insisal berongga sesuai dengan diameter jarum.

b. Bagi penata rambut atau yang biasa disebut caster maka akan terlihat pada
gigi insisif sentral khususnya, umumnya gigi insisif sentral lateral. Suatu
atrisi pada gigi atas dan bawah yang berbentuk rongga sesuai dengan
penjepit rambut karena ia sebelum menata rambut tamunya, ia menggigit
jepit rambut beberapa buah pada gigi insisifnya, rongga tersebut sesuai
dengan jepit rambut yang besar.

Gambar 6. Memperlihatkan seorang penata rambut (caster) sedang


menggigit sehingga rongga atrisi gigi insisif persis seperti bentuk jepit
rambut
c. Bagi pekerja bangunan khusunya yang dianggap sebagai tukang kayu
maka ia dalam melakukan pekerjaannya sebelum memaku kayu akan atau
papan ia akan menggigit atau paku pada gigi depannya. Maka gigi depannya
tersebut akan teratrisi berbentuk bulat sesuai dengan paku yang digunakan,
derajat atrisi bisa kecil sampai dengan besar sesuai dengan diameter paku.

Gambar 7. Memperlihatkan artisi gigi insisif ada dua buah rongga yaitu satu
rongga bekas gigit paku dengan diameter agak besar sedangkan lainnya
rongga artrisi agak kecil karena menggigit paku diameter agak kecil.
Data-data ini dicatat ke dalam odontogram yang terdapat kolom-kolom
catatan untuk rongga mulut sehingga tim identifikasi akan segera
mengetahui bahwa ia mempunyai pekerjaan sesuai dengan bentuk atrisi
pada gigi atas dan bawah.

2. Identifikasi wajah korban dari rekonstruksi tulang rahang dan tulang facial

Dalam identifikasi wajah korban haruslah dilakukan rekontruksi


gigi ke dalam soket tulang rahang apabila giginya terlepas setelah semua
lengkung gigi terekonstruksi barulah dilakukan rekonstruksi tulang rahang
atas maupun rahang bawah terhadap tulang tengkorak terutama fiksasi
rahang bawah terhadap rahang atas dan terhadap tulang kepala.
Apabila prosesus condoloideus atau ramus ascenden mandibulanya patah
dan tidak ditemukan maka harus dibuat dengan bahan yang keras atau
acrilik sehingga prosesus codoloideus buatan tersebut dapat difiksasai ke
tulang kepala

3. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku


Menurut Lukman pada tahun 2003 pola gigitan mempunyai suatu
gambaran dari anatomi gigi yang sangat karakteristik yang meninggalkan
pola gigitan pada jaringan ikat manusia baik disebabkan oleh hewan
maupun manusia yang masing-masing individu sangat berbeda (Lukman,
1994).
Klasifikasi Pola Gigitan
Pola gigtan mempunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya gigitan
pada pola gigitan manusia terdapat 6 kelas,yaitu :
1) Kelas 1
Pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisif dan kaninus.

Gambar 8 . Memperlihatkan pola gigi seri sentralis dan naturalis dan


kaninus denga jarak sesuai dengan susunan gigi geliginya.
2) Kelas II
Pola gigitan kelas II seperti pola gigiyan kelas I tetapi terlihat pola
gigitan cups bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp
lingualis tetapi derajat pola gigitannya masih sedikit.

Gambar 9. Memperlihatkan pola gigitan dari gigi insisif, kaninus,


dan cusp premolar rahang atas dan rahang bawah.
3) Kelas III
Pola gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu
permukaan gigi insisif telah menyatu akan tetapi dalamnya luka
gigitan mempunyai derajat lebih parah dari pola gigitan kelas II.
Gambar 10. Memperlihatkan permukaan kulit dengan luka sesuai
dengnan garis gigitan gigi insisif dan kaninus sedangkan gigi
premolar lebih mempunyai luka lebih dalam.
4) Kelas IV
Pola gigitan kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit
yang sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitan
irregular.

Gambar 11. Memperlihatkan ketidakteraturan dari keparahan


derajat pola gigitan dari gigi kaninus dan insisif yang sangat dalam
baik pada rahang atas maupun rahang bawah sedangkan pola gigitan
gigi premolar kedua cusp hamper menyatu.
5) Kelas V
Pola gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu pola gigitan insisif,
kaninus, dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.
Gambar 12. Memperlihatkan pola luka gigitan yang sangat lebar
serta ketidakteraturan dari semua gigi depan dan premolar.

6) Kelas VI
Pola gigitan kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari
gigi rahang atas dan bawah dan jaringan kulit serta jaringan otot
terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi dam pembukaaan mulut.

Gambar 13. Memperlihatkan luka akibat pola gigitan sangat dalam


dan buas pada jaringan kulit dan jaringan ikat terlepas seluruhnya.

4. Identifikasi golongan darah korban dan pelaku melalui saliva4


Identifikasi golongan darah korban melalui saliva haruslah dibuat
sediaan ulas pada TKP maupun pada korban yang masih terdapat saliva baik
masih basah maupun sudah kering.
Identifikasi golongan darah dari saliva yang disebut juga sebagai saliva
washing atau analisa air liur maka sediaan ulas yang tim identifikasi buat
haruslah dikirim ke laboratorium serologis, apabila saliva tersebut secretor
maka dapat diketahui golongan darah dari saliva tersebut. Apabila saliva
tersebut non secretor maka sulit ditentukan golongan darah oleh karena
terlampau banyak kemungkinan yang mempengaruhinya4

Daftar Pustaka

1. Rai B, Kaur J. Evidence-Based Forensic Dentistry. Heidelberg: Springer. 2013.


p.1-2, 6.
2. Senn DR, Stinson PG. Forensic Dentistry. 2ndEdition. USA: Taylor & Francis
Group. 2010. p.4
3. Averkari EL. Progress in Challenges in Forensic Odontology, Faculty of
Dentistry. University of Indonesia. Jakarta. 2013
4. Lukman D. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik. Jilid 1. Jakarta: Sagung
Seto. p.1-2, 5-6, 45-6

You might also like