Pedoman Pelayanan Hiv Aids
Pedoman Pelayanan Hiv Aids
Pedoman Pelayanan Hiv Aids
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kajian eksternal pengendalian HIV-AIDS sektor kesehatan yang dilaksanakan pada
tahun 2011 menunjukkan kemajuan program dengan bertambahnya jumlah layanan tes HIV
dan layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV-AIDS, yang telah terdapat di lebih
dari 300 kabupaten/ kota di seluruh provinsi dan secara aktif melaporkan kegiatannya.
Namun dari hasil kajian ini juga menunjukkan bahwa tes HIV masih terlambat dilakukan,
sehingga kebanyakan ODHA yang diketahui statusnya dan masuk dalam perawatan sudah
dalam stadium AIDS.
Diperkirakan terdapat sebanyak 591.823 orang dengan HIV-AIDS (ODHA) pada tahun
2012, sementara itu sampai dengan bulan Maret 2014 yang ditemukan dan dilaporkan baru
sebanyak 134.053 orang. Namun demikian, jumlah orang yang dites HIV dan penemuan
kasus HIV dan AIDS menunjukkan kecenderungan terjadi peningkatan. Pada tahun 2010
sebanyak 300.000 orang dites HIV dan tahun 2013 sebanyak 1.080.000 orang. Kementerian
Kesehatan terus berupaya meningkatkan jumlah layanan Konseling dan Tes HIV (TKHIV)
untuk meningkatkan cakupan tes HIV, sehingga semakin banyak orang yang mengetahui
status HIV nya dan dapat segera mendapatkan akses layanan lebih lanjut yang dibutuhkan.
Tes HIV sebagai satu-satunya “pintu masuk” untuk akses layanan pencegahan,
pengobatan, perawatan dan dukungan harus terus ditingkatkan baik jumlah maupun
kualitasnya. Perluasan jangkauan layanan TKHIV akan menimbulkan normalisasi HIV di
masyarakat. Tes HIV akan menjadi seperti tes untuk penyakit lainnya. Peningkatan cakupan
tes HIV dilakukan dengan menawarkan tes HIV kepada ibu hamil, pasien IMS, pasien TB
dan Hepatitis B atau C dan pasangan ODHA, serta melakukan tes ulang HIV 6 bulan sekali
pada populasi kunci (pengguna napza suntik, pekerja seks, laki-laki yang berhubungan seks
dengan laki-laki serta pasangan seksualnya dan waria).
Peningkatan cakupan tes dilanjutkan dengan penyediaan akses pada layanan selanjutnya
yang dibutuhkan, dimana salah satunya adalah terapi ARV. Terapi ARV selain berfungsi
sebagai pengobatan, juga berfungsi sebagai pencegahan (treatment as prevention). Setiap
RS Rujukan ARV di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus dapat menjamin akses
layanan bagi ODHA yang membutuhkan termasuk pengobatan ARV, sementara fasilitas
pelayanan kesehatan primer dapat melakukan deteksi dini HIV dan secara bertahap juga bisa
memulai inisiasi terapi ARV. Konseling dan Tes HIV telah mulai dilaksanakan di Indonesia
sejak tahun 2004, yaitu dengan pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiatif klien atau
yang dikenal dengan Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS). Hingga saat ini pendekatan
tersebut masih dilakukan bagi klien yang ingin mengetahui status HIV nya. Sejak tahun
2010 mulai dikembangankan Konseling dan Tes HIV dengan pendekatan Konseling dan Tes
HIV atas Inisiatif Pemberi Layanan Kesehatan (TIPK). Kedua pendekatan konseling dan tes
HIV ini bertujuan untuk mencapai universal akses, dengan menghilangkan stigma dan
diskriminasi, serta mengurangi missed opportunities pencegahan penularan infeksi HIV.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelayanan Konseling dan Tes
HIV dalam rangka penegakkan diagnosis HIV-AIDS untuk mencegah sedini mungkin
terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV dan pengobatan lebih dini.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing HIV-AIDS
b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumberdaya dan manajemen yang sesuai.
c. Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam pelayanan konseling dan testing
HIV-AIDS
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Pelayanan VCT
Pelayanan VCT meliputi:
a. Penerimaan klien
b. Konseling pra testing HIV-AIDS
c. Konseling pra testing HIV-AIDS dalam keadaan khusus
2. Informed consent
3. Testing HIV dalam VCT
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman
Penanggulangan HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual.
3. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1278/Menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan
AIDS
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Konseling dan Tes HIV
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan
Antiretroviral
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan pelayanan HIV-AIDS di RSU Allam Medica adalah sebagai
berikut:
1. Kepala klinik VCT: 1 orang
2. Konselor: 2 orang
3. Dokter spesialis: 4 orang
4. Dokter umum: 2 orang
5. Perawat: 1 orang
6. Bidan: 1 orang
7. Petugas laboratorium: 1 orang
8. Farmasi: 1 orang
9. Petugas Administrasi: 1 orang
10. Instalasi Bedah Sentral: 1 Orang
11. Humas: 1 Orang
12. Kamar Jenazah: 1 Orang
C. PENGATURAN JAGA
Pelayanan Klinik VCT RSU Allam Medica dilakukan pada hari Jum’at pukul 08.00 s.d.
11.00 dengan petugas sesuai dengan jadwal. Petugas laboratorium berada di Instalasi
Laboratorium dan akan dihubungi oleh petugas jaga di Klinik VCT, apabila ada klien yang
melakukan pemeriksaan HIV.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
Denah ruang pelayanan VCT terlampir pada Pedoman Pelayanan HIV-AIDS ini.
B. STANDAR FASILITAS
1. Sarana
a. Papan petunjuk
Papan petunjuk dipasang yang jelas untuk memudahkan akses klien ke klinik VCT.
Juga di depan ruang klinik VCT bertuliskan Pelayanan VCT/ Klinik VCT
b. Ruang Tunggu
Ruang tunggu berada di depan ruang konseling. Di ruang tunggu tersedia:
1) Materi KIE: poster, leaflet, brosur yang berisi tentang HIV-AIDS, IMS, KB,
ANC, TB, Hepatitis, Penyalah gunaan Napza, Perilaku sehat, Nutrisi dan seks
yang aman
2) Informasi konseling dan testing
3) Kotak saran
4) Tempat sampah, tissue, air minum
5) Televisi
6) Komputer
7) Meja dan kursi
8) Kalender
2. Jam pelayanan HIV-AIDS
Jam pelayanan konseling dan testing terintregasi dalam jam pelayanan kesehatan
lainnya, bisa dilakukan pada pagi hari atau sore hari sehingga dapat mempermudah akses
klien yang bekerja atau sekolah. Karena keterbatasan sumber daya maka konseling dan
testing tidak dapat dilaksanakan setiap hari. Klinik VCT membuka pelayanan setiap hari
Jum’at pukul 08.00 s.d. 11.00 dan pukul 13.00 s.d. 15.00 WIB.
3. Ruang Konseling
Ruang konseling disediakan senyaman mungkin dan terjaga kerahasiaannya serta
terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan sampel darah. Ruang konseling
terdapat dua pintu yaitu pintu masuk dan pintu keluar klien sehingga klien yang selesai
konseling dan klien berikutnya yang akan konseling tidaksaling bertemu. Ruang
Konseling dilengkapi:
a. 1 meja dan 3 kursi (tempat duduk bagi klien maupun konselor)
b. Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, forrmulir informed consent,
catatan medis klien, formulir pre dan pasca testing, buku rujukan, formulir rujukan,
kalender dan ATK
c. Kondom dan alat peraga penis, alat peraga reproduksi wanita
d. Buku resep gizi seimbang
e. Tisu
f. Air minum
g. Lemari arsip/ lemari dokumen yang dapat dikunci
4. Ruang Pengambilan Sampel Darah
Pelayanan laboratorium pasien HIV-AIDS dilakukan di ruang terpisah dengan ruang
tunggu dan konseling. Pengambilan darah dilakukan langsung di laboratorium.
5. Ruang Petugas Nonkesehatan
Berisi:
A. KONSELING PRETESTING
1. Penerimaan Klien
a. Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama, sehingga nama tidak
ditanyakan
b. Pastikan klien tepat waktu dan tidak menunggu
c. Buat catatan rekam medic klien dan pastikan setiap klien mempunyai kodenya
sendiri
d. Kartu periksa konseling dan testing dengan nomor kode dan ditulis oleh konselor.
Tanggung jawab klien dalam konselor:
1) Bersama konselor mendiskusikan hal-hal terkait tentang HIV AIDS, perilaku
beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negative atau
positif
2) Sesudah melaksanakan konseling lanjutan diharapkan dapat melindungi diri
dan keluarganya dari penyebaran infeksi
3) Untuk klien yang dengan HIV positif memberitahu pasangan atau keluarganya
akan status dirinya dan rencana kehidupan lebih lanjut
2. Konseling Pre-Testing
a. Periksa ulang nomor kode dalam formulir
b. Perkenalan dan arahan
c. Menciptakan kepercayaan klien pada konselor, sehingga terjalin hubungan baik
dan terbina saling memahami
d. Alasan kunjungan
e. Penilaian resiko agar klien mengetahui factor resikodan menyiapkan diri untuk
pretest
f. Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi
g. Konselor membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian resiko dan
merespon kebutuhan emosi klien
h. Konselor VCT membuat penilaian system dukungan
i. Klien memberikan persetujuan tertulis sebelum tes HIV dilakukan.
B. INFORMED CONSENT
1. Semua Klien sebelum menjalani tes HIV harus Memberikan Persetujuan Tertulis
Aspek penting dalam persetujuan tertulis adalah:
a. Klien diberi penjelasan tentang resiko dan dampak sebagai akibat tindakan dan
klien menyetujuinya
b. Klien mempunyai kemampuan mengerti/memahami dan menyatakan
persetujuannya
c. Klien tidak dalam terpaksa memberikan persetujuannya
d. Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan karena keterbatasan dalam
memahami, maka konselor berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan
informasi
1. Sebelum testing dilakukan harus didahului dengan konseling dan informed consent
2. Hasil testing diverifikasi oleh dokter patologi klinik
3. Hasil diberikan dalam amplop tertutup
4. Dalam laporan pemeriksaan ditulis kode register
5. Jangan member tanda menyolok terhadap hasil positif atau negatif
6. Meski sampel berasal dari sarana kesehatan yang berbeda tetap dipastikan telah
7. Mendapat konseling dan menandatangani informed consent
1. Penerimaan klien
a. Memanggil klien dengan kode register
b. Pastikan klien hadir tepat waktu dan usahakan tidak menunggu
c. Ingat akan semua kunci utama dalam penyampaian hasil testing
2. Pedoman penyampaian hasil negatif
a. Periksa kemungkinan terpapar dalam periode jendela
b. Gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk seks yang aman
c. Kembali periksa reaksi emosi yang ada
d. Buat rencana tindak lanjut
3. Pedoman penyampaian hasil positif
a. Perhatikan komunikasi nonverbal saat klien memasuki ruang konseling
b. Pastikan klien siap menerima hasil
c. Tekankan kerahasiaan
d. Lakukan penyampaian secara jelas dan langsung
e. Sediakan waktu cukup untuk menyerap informasi tentang hasil
f. Periksa apa yang diketahui klien tentang hasil
g. Dengan tenang bicarakan apa arti hasil pemeriksaan
h. Ventilasikan emosi klien
4. Konfidensialitas
Penjelasan secara rinci pada saat konseling pretes dan persetujuan dituliskan dan
dicantumkan dalam catatan medic. Berbagi konfidensialitas adalah rahasia diperluas
kepada orang lain, terlebih dahulu dibicarakan kepada klien. Orang lain yang dimaksud
adalah anggota keluarga, orang yang dicintai, orang yang merawat, teman yang
dipercaya atau rujukan pelayanan lainnya ke pelayanan medic dan keselamatan klien.
Selain itu juga disampaikan jika dibutuhkan untuk kepentingan hukum.
5. VCT dan etik pemberitahuan kepada pasangan
Dalam konteks HIV-AIDS, WHO mendorong pengungkapan status HIV AIDS.
Pengungkapan bersifat sukarela, menghargai otonomi dan martabat individu yang
terinfeksi, pertahankan kerahasiaan sejauh mungkin menuju kepada hasil yang lebih
menguntungkan individu, pasangan seksual dan keluarga, membawa keterbukaan lebih
besar kepada masyarakat tentang HIV-AIDS dan memenuhi etik sehingga
memaksimalkan hubungan baik antara mereka yang terinfeksi dan tidak.
6. Isu-isu gender
Gender adalah sama pentingnya dengan memusatkan perhatian terhadap penggunaan
kondom, dengan konsistensi tetap bertahan menggunakan kondom merupakan bentuk
perubahan perilaku.
LOGISTIK
1. Kebutuhan anggaran kegiatan pengendalian HIV-AIDS dari anggaran RSU Allam Medica
2. Pasien dengan pengobatan ARV akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan untuk pelayanan ARV
3. Kebutuhan obat-obatan & peralatan didukung sesuai dengan kemampuan
4. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk program pengendalian HIV-AIDS dapat
didukung dari Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan bahan terkontaminasi lain.
b. Segera setelah melepas sarung tangan.
c. Di antara kontak dengan pasien
d. Tidak direkomendasikan mencuci tangan saat masih memakai sarung tangan
e. Cuci tangan 6 langkah.
f. Prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi
g. Antiseptik dan air mengalir atau handrub
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)/ Perorangan (APP)
a. Sarung Tangan
b. Pelindung Muka
c. Masker
d. Kaca Mata/ goggle
e. Gaun/ Jubah/ Apron
f. Pelindung Kaki
3. Pengelolaan Alat Kesehatan Bekas Pakai (Dekontaminasi, Sterilisasi, Disinfeksi)
a. Dekontaminasi: suatu proses menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari
suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan alkes bekas pakai
b. Pencucian: proses secara fisik untuk menghilangkan kotoran terutama bekas darah,
cairan tubuh dan benda asing lainnya seperti debu, kotoran yang menempel di kulit atau
alat kesehatan
c. Disinfeksi: suatu proses untuk menghilangan sebagian mikroorganisme
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi = DTT
1) Suatu proses untuk menghilangan mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali
beberapa endospora bakteri
2) Alternatif penanganan alkes apabila tdk tersedia sterilisator atau tidak mungkin
dilaksanakan.
3) Dapat membunuh Mikroorganisme (HBV, HIV), namun tdk membunuh endospora
dengan sempurna seperti tetanus.
e. Sterilisasi.
Suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme termasuk endospora bakteri
dari alat kesehatan. Cara yang paling aman utk pengolaan alkes yang berhubungan
langsung dgn darah.
KESELAMATAN KERJA
PENGENDALIAN MUTU
Salah satu prinsip yang menggaris bawahi implementasi layanan VCT adalah layanan
berkualitas, guna memastikan klien mendapatkan layanan tepat dan menarik orang untuk
menggunakan layanan. Tujuan pengukuran dari jaminan kualitas adalah menilai kinerja petugas,
kepuasan pelanggan atau klien, dan menilai ketepatan protocol konseling dan testing yang
kesemuanya bertujuan tersedianya layanan yang terjamin kualitas dan mutu.
PENUTUP
Klinik VCT merupakan pelayanan baru di RSU Allam Medica sehingga masih memerlukan
dukungan dari semua pihak. Tim HIV-AIDS sudah terbentuk, namun dalam melaksanakan
kegiatannya masih mengalami banyak kendala dikarenakan saat terbentuk Tim HIV-AIDS
belum ada anggota tim yang telah mendapatkan pelatihan penanganan kasus HIV-AIDS.
Sosialisasi kegiatan Tim HIV-AIDS masih perlu digalakkan baik internal maupun eksternal
rumah sakit. Tim HIV-AIDS RSU Allam Medica belum memberikan pelayanan terapi HIV-
AIDS menggunakan ARV dikarenakan RSU Allam Medica bukan rumah sakit yang ditunjuk
Kementerian Kesehatan RI untuk memberikan pelayanan ARV. Pasien yang membutuhkan
terapi ARV akan dirujuk ke rumah sakit yang bekerja sama dengan RSU Allam Medica.