Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Gagal Ginjal

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 33

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogenlain

dalam darah) (Suzanne & Brenda, 2009).

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif

dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia

(Corwin, 2006).

Gagal ginjal merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan

lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price, 2006).

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif,

dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu

keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,

pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa

dialisis atau transplantasi ginjal (FKUI, 2006).

Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah

penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana

6
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan

cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia

(Baughman, 2006).

Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal

ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung

lambat sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan

keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia.

B. Etiologi

Menurut Sylvia Anderson (2009) klasifikasi penyebab gagal ginjal

kronik adalah sebagai berikut :

1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks

nefropati

Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat

terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita

batu. Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang,

dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis

akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth,

2009).

2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis


a. Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan
komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler glomerulus.
Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring atau
kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus )
tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2009).
7
b. Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel

glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut

yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis

kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan

glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam

urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering

menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.

Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan

menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang

mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal

jangka panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2009).

3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis

maligna, Stenosis arteria renalis

a. Nefrosklerosis Benigna

Merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang berkaitan

dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.

b. Nefrosklerosis Maligna

Suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi

(hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola)

di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal

ginja.

c. Stenosis arteri renalis (RAS)

Penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah (arteri ginjal)

yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk

mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal

8
untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.

Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.

Penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah (arteri ginjal)

yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk

mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal

untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.

Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.

4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis

nodosa, sklerosis sistemik progresif

a. Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik

(LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang

penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun.

5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubulus ginjal

6. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,

amiloidosis

7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah

8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,

neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi

prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan

uretra).

9
C. Patofisiologi

Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam,

dan penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian

ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,

manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron

sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa

meningkat kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami

hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron

yang tersisa menghadapi tugas yang semkain berat, sehingga nefron-nefron

tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus kematian ini

tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk

meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron-

nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin

berkurang (Elizabeth, 2009).

Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut

yang harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah

berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut

sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal

sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk

melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan

filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun

GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah

nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang
10
sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah

hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron

demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan

antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat

lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses

konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada

makanan dapat mengubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin

rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron yang ada) semakin besar

perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan

atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010

atau 285 mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan merupakan penyebab gejala

poliuria dan nokturia (Price, 2006).

D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala menurut Baughman (2006) dapat dilihat dari

berbagai fungsi sistem tubuh yaitu :

1. Gejala kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,

friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,

perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade

pericardial.

2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna

kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak

umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis,

kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).

3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan

11
pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran

saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan

penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan

diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.

4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.

5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.

6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.

7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan

menjadi Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi

(kedutan mioklonik) atau kedutan otot.

E. Stadium Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.

Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang

tersisa dan mencakup menurut Corwin (2006) adalah:

1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari

normal.

2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35%

dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami

kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.

3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.

Semakinn banyak nefron yang mati.

4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi

kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang

12
tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik

menurut Corwin (2006) adalah:

1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan

penatalaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut,

terutama dengan restriksi protein dan obat-obat antihipertensi.

2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit.

3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau

transplantasi ginjal.

4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik menurut FKUI (2006) meliputi :

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)

3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

G. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:

1. Komplikasi Hematologis

13
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi

eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan

pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja

bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan

baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan

eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.

2. Penyakit vascular dan hipertensi

Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal

ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi

mungkin merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar

hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat

retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk

bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel.

Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi

natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi

ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.

3. Dehidrasi

Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air

akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan

sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga

mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi.

4. Kulit

Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.

14
Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier

serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal

dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang

mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal

ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit

dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.

5. Gastrointestinal

Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering

terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal.

Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi.

Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat

menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.

Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai

urin.

6. Endokrin

Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,

impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita,

sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas.

Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi

dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan

massa otot pada orang dewasa.

7. Neurologis dan psikiatrik

Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan,

15
kehilangan kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi

neurologis (mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus,

peningkatan tonus otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki,

hiperefleksia, plantar ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas

Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan terjadi perubahan yang

tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) pada transpor

kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan

neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki yang

tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan

kadang merespons terhadap pemberian kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik

seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat peningkatan risiko

bunuh diri.

8. Imunologis

Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering

terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis

dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.

9. Lipid

Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat

penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien

yang menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani

hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti

apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal.

16
10. Penyakit jantung

Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika

kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder

yang berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan

hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis

arteriovena yang besara dapat menggunakan proporsi curah jantung

dalam jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung yang dapat

digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.

H. Asuhan Keperawatan

Fokus Pengkajian

Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita

gagal ginjal kronik menurut Doeges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada

berbagai macam, meliputi :

a. Demografi

Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk

gagal ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis

kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.

b. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler

hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan

herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.

17
c. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat

menderita penyakit gagal ginjal kronik.

d. Pola kesehatan fungsional

1) Pemeliharaan kesehatan

Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan

tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum

suplemen, kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada

penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.

2) Pola nutrisi dan metabolik

Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan

inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan

berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap

pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam

karena sepsis dan dehidrasi.

3) Pola eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut),

abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.

4) Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.

5) Pola istirahat dan tidur

Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)

18
6) Pola persepsi sensori dan kognitif

Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan

otot, perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala,

kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari), perilaku berhati-

hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki

gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan khusussnya

ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental,

contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan

berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.

7) Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,

menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu

bekerja, mempertahankan fungsi peran.

8) Pola reproduksi dan seksual

Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi

testikuler.

e. Pengkajian Fisik

1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.

2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.

3) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar

lengan atas (LILA) menurun.

19
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi

lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.

5) Kepala

a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair,

penglihatan kabur, edema periorbital.

b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.

c) Hidung : pernapasan cuping hidung

d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia,

mual,muntah serta cegukan, peradangan gusi.

6) Leher : pembesaran vena leher.

7) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan,

pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal,

pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial.

8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.

9) Genital : atropi testikuler, amenore.

10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan

kusam serta tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada

telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.

11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu,

mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan

rapuh, memar (purpura), edema.

20
f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges

(2000) adalah :

1) Urine

a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau

urine tidak ada (anuria).

b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan

oleh pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.

c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010

menunjukkan kerusakan ginjal berat)

d) Klirens kreatinin, mungkin menurun

e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak

mampu mereabsobsi natrium.

f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat

menunjukkan kerusakan glomerulus.

2) Darah

a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb

biasanya kurang dari 7-8 gr

b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti

azotemia.

c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2)

terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk

21
mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir

katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.

d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai

perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)

e) Magnesium fosfat meningkat

f) Kalsium menurun

g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat

menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan

cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang

asam amino esensial.

h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering

sama dengan urin.

3) Pemeriksaan radiologik

a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan

bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung

kemih, dan adanya obstruksi (batu).

b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan

mengidentifikasi ekstravaskuler, masa

c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung

kemih, refluks kedalam ureter dan retensi.

d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya

masa, kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.

22
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk

menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.

f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk

menentukan pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan

pengangkatan tumor selektif).

g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan

ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.

h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat

menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.

i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan

posisi ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.

j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti

penyebararn tumor).

k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi

struktur ginjal, luasnya lesi invasif ginjal

23
I. PATHWAYS KEPERAWATAN
Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen antibody Arterio sklerosis Tertimbun ginjal Retensi urine

Suplai darah ginjal turun


Refluks

hidronefrosis Vaskulerisasi Ginjal


GFR turun

Peningkatan tekanan iskemia


CKD
Gg. Fungsi renal nefron kompresi nekrosis

Penurunan fungsi eksresi ginjal

Sindrom uremia

P
Pruritus Perub. warna
kulit

Vol. interstisial naik kelistrikan jantung


Gg. Integritas HCO3-
kulit
Edema disritmia Intoleransi Gg.
asidosis aktivitas Perfusi
Kelebihan Peningkatan preload jaringan
volume cairan
Mual, muntah
Peningkatan beban jantung
Hiperventilasi
Suplai O2
Resiko gangguan Edema Penurunan COP jaringan
paru nafas
Perub. Pola nutrisi turun
Gg. Pertukaran Intoleransi
Syncope Suplai O2 ke Nyeri sendi
gas Anaerob aktivitas
(kehilangan otak turun
kesadaran)
31

Sumber : Suzanne & Brenda,


31 2009. Doenges,
Peningkatan asam laktat
2006. Carpenito, 2007
J. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut

Doeges (2006), dan Smeltzer dan Bare (2009) adalah :

a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,

diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan

penurunan membrane mukosa mulut.

c) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan

cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler

sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi

toksik, kalsifikasi jaringan lunak.

d) Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti

akumulasi toksin (urea, amonia)

e) Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik

dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan status metabolik.

f) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk

sampah dan prosedur dialisis.

g) Kurang pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan penyakit gagal

ginjal kronik berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah

interpretasi informasi dan kurangnya informasi.

32
K. Fokus Intervensi dan rasional

Intervensi keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut

Doenges (2006), dan Smeltzer dan Bare (2009) adalah:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,

diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.

Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.

Kriteria hasil:

a. Menunjukkan perubahan-perubahan berat badan yang lambat.

b. Mempertahankan pembatasan diet dan cairan.

c. Menunjukkan turgor kulit normal tanpa edema.

d. Menunjukkan tanda-tanda vital normal.

e. Menunjukkan tidak adanya distensi vena leher.

f. Melaporkan adanya kemudahan dalam bernafas atau tidak terjadi nafas

pendek.

g. Melakukan hygiene oral dengan sering.

h. Melaporkan penurunan rasa haus.

i. Melaporkan berkurangnya kekeringan pada membrane mukosa mulut.

Intervensi:

a. kaji status cairan

1) Timbang berat badan harian

2) Keseimbangan masukan dan haluaran

3) Turgor kulit dan adanya edema

4) Distensi vena leher

33
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.

Rasional: Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk

memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.

b. Batasi masukan cairan

Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal,

haluaran urine dan respons terhadap terapi.

c. Identifikasi sumber potensial cairan

1) Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan

intravena

2) Makanan

Rasional : Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat

diidentifikasi

d. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.

Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga

dalam pembatasan cairan.

e. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan

cairan.

Rasional : Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap

pembatasan diet.

f. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.

Rasional : Hygiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa

mulut.

34
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan

membrane mukosa mulut.

Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil :

a. Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi

b. Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam

pembatasan diet

c. Mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia dan

tidak menimbulkan rasa kenyang

d. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri rasional pembatsan diet dan

hubungannya dengan kadar kreatinin dan urea

e. Mengkonsulkan daftar makanan yang dapat diterima

f. Melaporkan peningkatan nafsu makan

g. Menunjukkan tidak adanya perlambatan atau penurunan berat badan

yang cepat

h. Menunjukkan turgor kulit yang normal tanpa edema, kadar albumin

plasma dapat diterima

Intervensi :

a. Kaji status nutrisi

1) perubahan berat badan

2) pengukuran antropometrik

35
3) nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein,

transferin dan kadar besi).

Rasional : Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan

mengevaluasi intervensi.

b. Kaji pola diet dan nutrisi pasien

1) riwayat diet

2) makanan kesukaan

3) hitung kalori.

Rasional : Pola diet sekarang dan dahulu dapat dipertimbangkan

dalam menyusun menu.

c. Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi:

1) Anoreksia, mual dan muntah

2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien

3) Depresi

4) Kurang memahami diet

Rasional : Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat

diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan

diet.

d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.

Rasional : Mendorong peningkatan masukan diet.

e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:

telur, produk susu, daging.

36
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan

nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

penyembuhan.

f. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium,

diantara waktu makan.

Rasional : Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan

menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk

pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.

g. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan

sebelum makan.

Rasional : Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia

dan rasa kenyang.

h. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit

ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.

Rasional : Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara

diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.

i. Sediakan jadwal makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjurkan

untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium.

Rasional : Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap

pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan

keluarga yang dapat digunakan dirumah.

37
j. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.

Rasional : Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam

menimbulkan anoreksia

k. Timbang berat badan harian.

Rasional : Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

l. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat :

1) Pembentukan edema

2) Penyembuhan yang lambat

3) Penurunan kadar albumin

Rasional : Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan

penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema

dan perlambatan penyembuhan.

3. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan

cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler

sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung

(ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia), akumulasi toksik(urea),

kalsifikasi jaringan lunak(deposit Ca+ fosfat)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung dapat

dipertahankan

Kriteria Hasil :

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal: tekanan darah: 90/60-130/90

mmHg, nadi 60-80 x/menit, kuat, teratur.

b. Akral hangat

38
c. Capillary refill kurang dari 3 detik

d. Nilai laboratorium dalam batas normal (kalium 3,5-5,1 mmol/L, urea

15-39 mg/dl)

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau

kongesti vaskuler dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah,

perhatikan postural misalnya: duduk, berbaring dan berdiri.

Rasional : Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea, gemerisik,

mengi dan edema.

b. Evaluasi bunyi jantung akan terjadi friction rub, tekanan darah, nadi

perifer, pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental.

Rasional : Mengkaji adanya kedaruratan medik.

c. Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas.

Rasional : Ketidakseimbangan dapat mengangu kondisi dan fungsi

jantung.

d. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium.

Rasional : Menurunkan tahanan vaskuler sistemik.

4. Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti

akumulasi toksin (urea, amonia)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat

mempertahankan tingkat mental atau terjadi peningkatan tingkat

mental

39
Kriteria hasil :

a. Tidak terjadi disorientasi terhadap orang, tempat dan waktu

b. Tidak mengalami gangguan kemampuan dalam mengambil keputusan

c. Tidak terjadi perubahan perilaku misalnya peka, menarik diri, depresi

ataupun psikosis

d. Tidak terjadi gangguan lapang perhatian misalnya, penurunan

kemampuan untuk mengemukakan pendapat

e. Nilai laboratorium dalam batas normal (ureum) 15-39 mg/dl,

kreatinin0,6-1,3 mg/dl)

Intervensi :

a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berfikir, memori dan orientasi

serta perhatikan lapang pandang.

Rasional : Memberikan perbandingan untuk mengevaluasi

perkembangan atau perbaikan gangguan.

b. Pastikan dari orang terdekat tingkat mental klien biasa.

Rasional : Beberapa perbaikan dalam mental, mungkin diharapkan

dengan perbaikan kadar urea, kreatinin, elektrolit dan pH

serum yang lebih normal.

c. Berikan orang terdekat informasi tentang status klien.

Rasional : Dapat membantu menurunkan kekacauan dan meningkatkan

kemungkinan komunikasi dapat dipahami.

d. Komunikasikan informasi dengan kalimat pendek dan sederhana.

40
Rasional : Perbaikan peningkatan atau keseimbangan dapat

mempengaruhi kognitif atau mental.

e. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur.

Rasional : Gangguan tidur dapat menganggu kemampuan kognitif lebih

lanjut.

f. Awasi pemeriksaan labolatorium misalnya urea dan kreatinin.

Rasional : Perbaikan hipoksia dapat mempengaruhi kognitif.

g. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi

Rasional : Perbaikan hipoksia dapat mempengaruhi kognitif.

5. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik

dalam kulit dan gangguan turgor kulit(edema, dehidrasi), gangguan status

metabolic, sirkulasi(anemia dengan iskemia jaringan), neuropati perifer

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi integritas

kulit

Kriteria Hasil :

a. Klien menunjukkan perilaku atau tehnik untuk mencegah kerusakan

atau cidera kulit

b. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

c. Tidak terjadi edema

d. Gejala neuropati perifer berkurang

Intervensi :

1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor dan perhatikan adanya

kemerahan, ekimosis, purpura.

41
Rasional : Mengetahui adanya sirkulasi atau kerusakan yang dapat

menimbulkan pembentukan dekubitus atau infeksi.

2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.

Rasional : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang

mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada

tingkat seluler.

3) Inspeksi area tubuh terhadap edema.

Rasional : Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.

4) Ubah posisi dengan sering menggerakkan klien dengan perlahan, beri

bantalan pada tonjolan tulang.

Rasional : Menurunkan tekanan pada edema, meningkatkan

peninggian aliran balik statis vena sebagai pembentukan

edema.

5) Pertahankan linen kering, dan selidiki keluhan gatal.

Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.

6) Pertahankan kuku pendek

Rasional : Menurunkan resiko cedera dermal.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk

sampah dan prosedur dialysis.

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi

Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu.

b. Berpartisipasi dalam program pengobatan.

42
c. Menunjukkan ekspresi rileks dan tidak cemas.

Intervensi :

a. Kaji faktor yang menyebabkan keletihan :

1) Anemia

2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

3) Retensi produk sampah

4) Depresi

Rasional : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan

b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat

ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.

Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki

harga diri.

c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.

Rasional : Mendorong latitan dan aktivitas dalam batas-batas yang

dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.

d. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialysis.

Rasional : Dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak pasien sangat

melelahkan.

7. Kurang pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan penyakit gagal

ginjal kronik berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi

informasi dan kurangnya informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menyatakan

pemahaman tentang kondisi atau proses penyakit dan

43
pengobatan.

Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu.

b. Berpartisipasi dalam program pengobatan.

c. Menunjukkan ekspresi rileks dan tidak cemas.

Intervensi :

1) Diskusikan tentang manifestasi klinik yang mungkin muncul pada

klien dan cara perawatannya.

Rasional : Mengurangi kecemasan klien dan membeikan pemahaman

dalam perawatannya

2) Kaji ulang tentang tindakan untuk mencegah perdarahan dan

informasikan pada klien misalnya penggunaan sikat gigi yang halus,

memakai alas kaki atau sandal jika berjalan-jalan, menghindari

konstipasi, olah raga atau aktivitas yang berlebihan.

Rasional : Menurunkan resiko cedera sehubungan dengan perubahan

faktor pembekuan atau penurunan jumlah trombosit.

3) Kaji ulang pembatasan diet, termasuk fosfat (contoh : produk susu,

unggas, jagung, kacang) dan magnesium (contoh : produk gandum,

polong-polongan).

Rasional : Pembatasan fosfat merangsang kelenjar paratiroid untuk

pergeseran kalsium dari tulang (osteodistrofi ginjal) dan

akumulasi magnesium dapat mengganggu fungsi neurologis

dan mental.

44
4) Diskusikan tentang terapi pengobatan yang diberikan.

Rasional : Memberikan pemahaman tentang fungsi obat dan

memotivasi klien untuk menggunakannya

5) Identifikasi keadaan yang memerlukan evaluasi medik segera.

Rasional : Memberi penanganan segera tentang kondisi-kondisi yang

memerlukan penanganan medik.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi
8 vol 3. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Lutfia, Tika. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik
Alamat : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-
tikalutfia-6702-2-babii.pdf
Diakses : 11 April 2018

45

You might also like