LP Fix CKD
LP Fix CKD
LP Fix CKD
Dibuat oleh :
IMELAWATI
4338114201210010
2. Etiologi
Beberapa penyakit dapat menjadi dasar kelainan terjadinya gagal ginjal kronis,
antara lain penyakit ginjal akibat diabetes (diabetic kidney disease), penyakit
ginjal polikistik (cystic kidney disease), dan penyakit tubulointerstitial terganggu
(tubulointerstitial disease). Faktor risiko terjadinya gagal ginjal kronis adalah
riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, hipertensi, diabetes, penyakit autoimun,
usia lanjut, stadium akhir, acute kidney disease, dan kerusakan struktur ginjal baik
ada LFG yang normal atau meningkat (Melinah Hidayat, 2018).
Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun
2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak gagal ginjal kronis adalah
glomerulonetritis (25%), diabetes mellitus (23%), hipertensi (20%), dan ginjal
polikistik (10%) ((Mailani & Andriani, 2017).
a. Glomerulonelritis berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit
dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonelritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik ldain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multiple atau
amiloidosis.
b. b. Diabetes melitius merupakan gangguan proses metabolisme gula darah yang
berlangsung kronik ditandai dengan tingginya kadar gula darah yang
diakibatkan oleh gangguan pengeluaraan insulin, resistensi insulun atau
keduanya (Karota & Sitepu, 2020)
3. Tanda gejala
Tahap awal CKD tidak menunjukkan gejala, dan gejala muncul pada tahap 4
atau 5. Penyakit ini biasanya terdeteksi melalui tes darah atau urin rutin. Beberapa
gejala dan tanda umum pada tahap CKD ini adalah:
1) Mual
2) Muntah
3) Kehilangan selera makan
4) Kelelahan dan kelemahan
5) Gangguan tidur
6) Oliguria
7) Menurunnya ketajaman mental
8) Kedutan dan kram otot
9) Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki
10) Pruritus yang persisten
11) Nyeri dada akibat perikarditis uremik
12) Sesak napas akibat edema paru akibat kelebihan cairan
13) Hipertensi yang sulit dikendalikan
14) Pemeriksaan fisik seringkali tidak membantu, namun pasien mungkin bisa membantu
15) Pigmentasi kulit
16) Bekas garukan akibat pruritus
17) Gesekan perikardial akibat perikarditis uremik
18) Embun beku uremik, dimana kadar BUN yang tinggi menyebabkan urea dalam
keringat
19) Perubahan fundus hipertensi menunjukkan kronik
4. Patofisiologi
CKD (Chronic Kidney Disease)atau gagal ginjal kronis adalah kondisi di
mana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel,
dan samar (insidius) sehingga kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit. CKD dapat terjadi akibat
berbagai faktor, termasuk diabetes mellitus, hipertensi, penyakit ginjal polikistik,
penyakit autoimun, infeksi ginjal, dan obstruksi saluran kemih. (Anggraini, 2023)
Proses patofisiologi CKD melibatkan beberapa tahapan, termasuk:
1. Kerusakan Nefron: Nefron adalah unit fungsional ginjal yang terdiri dari
glomerulus dan tubulus. Pada CKD, terjadi kerusakan pada nefron, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti inflamasi, oksidatif stress, dan gangguan imunologi.
2. Adaptasi dan Maladaptasi: Ketika terjadi kerusakan nefron, ginjal akan
mencoba untuk beradaptasi dengan meningkatkan aktivitas nefron yang masih
berfungsi. Proses adaptasi ini melibatkan hiperfiltrasi, peningkatan tekanan
kapiler, dan aliran darah ke glomerulus. Namun, jika kerusakan nefron terus
berlanjut, proses maladaptasi akan terjadi. Maladaptasi ditandai dengan
sklerosis pada nefron yang masih tersisa, yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan fungsi nefron.
3. Hiperfiltrasi dan Sklerosis: Hiperfiltrasi adalah peningkatan laju filtrasi
glomerulus yang terjadi sebagai respons terhadap kerusakan nefron. Namun,
hiperfiltrasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan stres mekanik pada
glomerulus dan menyebabkan sklerosis, yaitu penggantian jaringan ginjal
yang normal dengan jaringan parut. Sklerosis pada nefron yang tersisa akan
menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara bertahap.
4. Progresi Kerusakan: Proses kerusakan nefron yang berkelanjutan dan
penurunan fungsi ginjal yang progresif akan menyebabkan terjadinya CKD.
Pada tahap lanjut CKD, ginjal tidak lagi mampu melakukan fungsi-fungsi vital
seperti mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan
produk sisa metabolisme, dan mengatur tekanan darah.
5. Pemeriksaan penunjang dan hasil
Menurut (Monika, 2019) pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
chronic kidney disease (CKD), antara lain:
a. Hematologi
1) Hemoglobin: HB kurang dari 7-8 g/dl
2) Hematokrit: Biasanya menurun
3) Eritrosit
4) Leukosit
5) Trombosit
b. LFT (Liver Fungsi Test)
c. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
1) AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan ammonia
atau hasil akhir.
2) Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis
d. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)
1) BUN/ Kreatinin : Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL), kreatinin serum
(normal 0,5-1,5 mg/dL; 45-132,5 µmol/ L [unit SI]) biasanya meningkat
dalam proporsi kadar kreatinin 10mg/dl, natrium (normal: serum 135-145
mmol/L; urine: 40-220 mEq/L/24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L;
3-5,0 mmol/Lm [unit SI]) meningkat
e. Urine rutin
1) Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
2) Volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
3) Warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid
dan fosfat.
4) Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin,
porfirin.
5) Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan
kerusakan ginjal berat.
f. EKG
EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan
asam basa.
g. Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis
ginjal, pengangkatan tumor selektif.
h. USG abdominal
i. CT scan abdominal
j. Renogram
RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02
menurun Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.
(Monika, 2019)
6. Pathway CKD
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Biodata
B. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan berupa urine output yang menurun, sampai tidak dapat
memproduksi urine, penurunan kesadaran karena komplikasi pas system
sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, keringet dingin, kondisi ini
biasanya karena tumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme dalam tubuh
karena gagal ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
C. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien CKD biasanya terjadi penurunan jumlah urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola napas kaarena komplikasi dari gangguan sistem
ventilasi, kelelahan, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas, selain itu,
karena berdampak pada proses metabolisme, maka akan terjadi anoreksia,
mual, muntah sehingga beresiko untuk terjadi gangguan nutrisi.
D. Riwayat penyakit dahulu
CKD mulai dari gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab. Oleh karena itu,
informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk menegakkan maslah.
Kaji riwayat penyakit infeksi saluran kemih, jantung, penggunaan obat
berlebih khususnya obat yang bersifat nefrotoksisk, Benign prostatic
hyperplasia (BPH) da lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja
ginjal.
E. Riwayat kesehatan keluarga
CKD bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilaah keluarga tidak
perlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder kejadian
penyakit ckd karena penyakit tersebut bersifat herediter.
F. Riwayat psikolososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memilki koping yang baik.
Pada pasien CKD biasnya ada perubahan psikososial terjadi pada waktu klien
mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisis.
1) Pengkajian sekunder – pemeriksaan fisik, laboratorium, penunjang lain
Pemeriksaan fisik
A. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system
saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering dipakai RR meningkat (tachypneu),
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.(Ayu, 2018)
B. Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis
respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan.
Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi (Kussmaull).
C. Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis salah
satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas ambang kewajaran
akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi
natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban jantung.
D. Sistem pencernanaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress
effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
E. Sistem hematologi
Biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi
jantung,gangguan irama jantung, dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini
akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh
karena tidak efektif dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri
sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin
F. Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan
mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon reproduksi. Selain
itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan penyakit diabetes
mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada
proses metabolisme.
G. Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi
cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya
disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
H. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah
penurunan urine output
I. Sistem integumen
Anemia dan pigmentasi yang tertahan menyebabkan kulit pucat dan berwarna
kekuningan pada uremia. Kulit kering dengan turgor buruk, akibat dehidrasi
dan atrofi kelenjar keringat, umum terjadi. Sisa metabolik yang tidak
dieliminasi oleh ginjal dapat menumpuk di kulit, yang menyebabkan gatal atau
pruritus. Pada uremia lanjut, kadar urea tinggi di keringat dapat menyebabkan
bekuan uremik, deposit kristal urea di kulit.
J. Sistem muskuloskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada
proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi.
K. Laboratorium
Ureum kreatinin biasanya meninggi biasanya perabandingan antara ureum dan
kreatinin kurang 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, pengobatan steroid, dan obstruksi saluraan kemih.
Perbandingan ini berkurang, ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah
protein dan tes klirens kreatinin yang menurun. Terjadi asidosis metabolic
dengan kompensasi respirasi menunjukan pH menurun, BE yang menurun,
HCO3 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal.(Fitri et al., 2022)
L. Ultrasonografi (USG)
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang mendukung
untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu,
ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
M. EKG
Untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
4.12 K
olaborasi
pemberia
n diuretik
5)
DAFTAR PUSTAKA