Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

LP Fix CKD

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

DIRUANG HEMODIALISA RSUD KARAWANG

Dibuat oleh :

IMELAWATI

4338114201210010

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWTAAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS HORIZON INDONESIA

Jl. Pangkat Perjuangan Km. I Bypass Karawang 41316


A. KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel
dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
turunya fungsi ginjal yang bersifat menahun. Gangguan fungsi ginjal terjadi disaat
tubuh tidak mampu untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan
serta elektrolit sehingga menimbulkan retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Mailani & Andriani, 2017)
Gagal ginjal kronis yang terjadi karena penurunan kemampuan ginjal dalam
mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh. Kerusakan ginjal terjadi
nefron termasuk pada glomerulus dan tublus ginjal, nefron yang telah mengalami
kerusakan tidak dapat kembali berfungsi normal. Ginjal berfungsi untuk
melakukan penyaringan dan pembuangan hasil metabolisme tubuh. Penurunan
kemampuan ginjal mengakibatkan terganggunya keseimbangan
cairan,penumpukan cairan dan elektrolit di dalam tubuh (C. T. Siregar & Ariga,
2020)

2. Etiologi
Beberapa penyakit dapat menjadi dasar kelainan terjadinya gagal ginjal kronis,
antara lain penyakit ginjal akibat diabetes (diabetic kidney disease), penyakit
ginjal polikistik (cystic kidney disease), dan penyakit tubulointerstitial terganggu
(tubulointerstitial disease). Faktor risiko terjadinya gagal ginjal kronis adalah
riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, hipertensi, diabetes, penyakit autoimun,
usia lanjut, stadium akhir, acute kidney disease, dan kerusakan struktur ginjal baik
ada LFG yang normal atau meningkat (Melinah Hidayat, 2018).
Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun
2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak gagal ginjal kronis adalah
glomerulonetritis (25%), diabetes mellitus (23%), hipertensi (20%), dan ginjal
polikistik (10%) ((Mailani & Andriani, 2017).
a. Glomerulonelritis berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit
dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonelritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik ldain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multiple atau
amiloidosis.
b. b. Diabetes melitius merupakan gangguan proses metabolisme gula darah yang
berlangsung kronik ditandai dengan tingginya kadar gula darah yang
diakibatkan oleh gangguan pengeluaraan insulin, resistensi insulun atau
keduanya (Karota & Sitepu, 2020)
3. Tanda gejala

Tahap awal CKD tidak menunjukkan gejala, dan gejala muncul pada tahap 4
atau 5. Penyakit ini biasanya terdeteksi melalui tes darah atau urin rutin. Beberapa
gejala dan tanda umum pada tahap CKD ini adalah:

1) Mual
2) Muntah
3) Kehilangan selera makan
4) Kelelahan dan kelemahan
5) Gangguan tidur
6) Oliguria
7) Menurunnya ketajaman mental
8) Kedutan dan kram otot
9) Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki
10) Pruritus yang persisten
11) Nyeri dada akibat perikarditis uremik
12) Sesak napas akibat edema paru akibat kelebihan cairan
13) Hipertensi yang sulit dikendalikan
14) Pemeriksaan fisik seringkali tidak membantu, namun pasien mungkin bisa membantu
15) Pigmentasi kulit
16) Bekas garukan akibat pruritus
17) Gesekan perikardial akibat perikarditis uremik
18) Embun beku uremik, dimana kadar BUN yang tinggi menyebabkan urea dalam
keringat
19) Perubahan fundus hipertensi menunjukkan kronik
4. Patofisiologi
CKD (Chronic Kidney Disease)atau gagal ginjal kronis adalah kondisi di
mana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel,
dan samar (insidius) sehingga kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit. CKD dapat terjadi akibat
berbagai faktor, termasuk diabetes mellitus, hipertensi, penyakit ginjal polikistik,
penyakit autoimun, infeksi ginjal, dan obstruksi saluran kemih. (Anggraini, 2023)
Proses patofisiologi CKD melibatkan beberapa tahapan, termasuk:
1. Kerusakan Nefron: Nefron adalah unit fungsional ginjal yang terdiri dari
glomerulus dan tubulus. Pada CKD, terjadi kerusakan pada nefron, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti inflamasi, oksidatif stress, dan gangguan imunologi.
2. Adaptasi dan Maladaptasi: Ketika terjadi kerusakan nefron, ginjal akan
mencoba untuk beradaptasi dengan meningkatkan aktivitas nefron yang masih
berfungsi. Proses adaptasi ini melibatkan hiperfiltrasi, peningkatan tekanan
kapiler, dan aliran darah ke glomerulus. Namun, jika kerusakan nefron terus
berlanjut, proses maladaptasi akan terjadi. Maladaptasi ditandai dengan
sklerosis pada nefron yang masih tersisa, yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan fungsi nefron.
3. Hiperfiltrasi dan Sklerosis: Hiperfiltrasi adalah peningkatan laju filtrasi
glomerulus yang terjadi sebagai respons terhadap kerusakan nefron. Namun,
hiperfiltrasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan stres mekanik pada
glomerulus dan menyebabkan sklerosis, yaitu penggantian jaringan ginjal
yang normal dengan jaringan parut. Sklerosis pada nefron yang tersisa akan
menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara bertahap.
4. Progresi Kerusakan: Proses kerusakan nefron yang berkelanjutan dan
penurunan fungsi ginjal yang progresif akan menyebabkan terjadinya CKD.
Pada tahap lanjut CKD, ginjal tidak lagi mampu melakukan fungsi-fungsi vital
seperti mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan
produk sisa metabolisme, dan mengatur tekanan darah.
5. Pemeriksaan penunjang dan hasil
Menurut (Monika, 2019) pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
chronic kidney disease (CKD), antara lain:
a. Hematologi
1) Hemoglobin: HB kurang dari 7-8 g/dl
2) Hematokrit: Biasanya menurun
3) Eritrosit
4) Leukosit
5) Trombosit
b. LFT (Liver Fungsi Test)
c. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
1) AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan ammonia
atau hasil akhir.
2) Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis
d. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)
1) BUN/ Kreatinin : Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL), kreatinin serum
(normal 0,5-1,5 mg/dL; 45-132,5 µmol/ L [unit SI]) biasanya meningkat
dalam proporsi kadar kreatinin 10mg/dl, natrium (normal: serum 135-145
mmol/L; urine: 40-220 mEq/L/24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L;
3-5,0 mmol/Lm [unit SI]) meningkat
e. Urine rutin
1) Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
2) Volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
3) Warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid
dan fosfat.
4) Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin,
porfirin.
5) Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan
kerusakan ginjal berat.
f. EKG
EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan
asam basa.
g. Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis
ginjal, pengangkatan tumor selektif.
h. USG abdominal
i. CT scan abdominal
j. Renogram
RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02
menurun Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.
(Monika, 2019)

6. Pathway CKD
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Biodata
B. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan berupa urine output yang menurun, sampai tidak dapat
memproduksi urine, penurunan kesadaran karena komplikasi pas system
sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, keringet dingin, kondisi ini
biasanya karena tumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme dalam tubuh
karena gagal ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
C. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien CKD biasanya terjadi penurunan jumlah urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola napas kaarena komplikasi dari gangguan sistem
ventilasi, kelelahan, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas, selain itu,
karena berdampak pada proses metabolisme, maka akan terjadi anoreksia,
mual, muntah sehingga beresiko untuk terjadi gangguan nutrisi.
D. Riwayat penyakit dahulu
CKD mulai dari gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab. Oleh karena itu,
informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk menegakkan maslah.
Kaji riwayat penyakit infeksi saluran kemih, jantung, penggunaan obat
berlebih khususnya obat yang bersifat nefrotoksisk, Benign prostatic
hyperplasia (BPH) da lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja
ginjal.
E. Riwayat kesehatan keluarga
CKD bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilaah keluarga tidak
perlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder kejadian
penyakit ckd karena penyakit tersebut bersifat herediter.
F. Riwayat psikolososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memilki koping yang baik.
Pada pasien CKD biasnya ada perubahan psikososial terjadi pada waktu klien
mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisis.
1) Pengkajian sekunder – pemeriksaan fisik, laboratorium, penunjang lain
Pemeriksaan fisik
A. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system
saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering dipakai RR meningkat (tachypneu),
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.(Ayu, 2018)
B. Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis
respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan.
Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi (Kussmaull).
C. Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis salah
satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas ambang kewajaran
akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi
natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban jantung.
D. Sistem pencernanaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress
effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
E. Sistem hematologi
Biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi
jantung,gangguan irama jantung, dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini
akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh
karena tidak efektif dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri
sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin
F. Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan
mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon reproduksi. Selain
itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan penyakit diabetes
mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada
proses metabolisme.
G. Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi
cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya
disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
H. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah
penurunan urine output
I. Sistem integumen
Anemia dan pigmentasi yang tertahan menyebabkan kulit pucat dan berwarna
kekuningan pada uremia. Kulit kering dengan turgor buruk, akibat dehidrasi
dan atrofi kelenjar keringat, umum terjadi. Sisa metabolik yang tidak
dieliminasi oleh ginjal dapat menumpuk di kulit, yang menyebabkan gatal atau
pruritus. Pada uremia lanjut, kadar urea tinggi di keringat dapat menyebabkan
bekuan uremik, deposit kristal urea di kulit.
J. Sistem muskuloskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada
proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi.
K. Laboratorium
Ureum kreatinin biasanya meninggi biasanya perabandingan antara ureum dan
kreatinin kurang 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, pengobatan steroid, dan obstruksi saluraan kemih.
Perbandingan ini berkurang, ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah
protein dan tes klirens kreatinin yang menurun. Terjadi asidosis metabolic
dengan kompensasi respirasi menunjukan pH menurun, BE yang menurun,
HCO3 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal.(Fitri et al., 2022)
L. Ultrasonografi (USG)
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang mendukung
untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu,
ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
M. EKG
Untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

2) Diagnosa Keperawatan utama


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan napas
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kondentrasi Hb
4. Hipervolemia berhubungan dengan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
cairan, kelebihan asupan natrium
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan

3) Intervensi dan rasional

N Tujuan & Kriteria


Diagnosa Intervensi Rasional
o Hasil
1 Bersihan Bersihan jalan Manajemen 1. Untuk
napas (L.01001) Jalan nafas mengetahui
jalan napas
Setelah dilakukan Observasi apakah
tidak efektif tindakan keperawatan 1.1 Monitor pola adanya
selama 3x 24 jam napas gangguan
berhubungan
bersihan jalan napas (frekuensi, pada pola
dengan meningkat dengan kedalaman, napas
sekresi yang kriteria hasil : usaha napas) 2. Agar
1. Batuk efektif 1.2 Monitor kepetenan
tertahan
meningkat (5) bunyi napas jalan napas
2. Produksi sputum tambahan tetap terjaga
menurun (5) (mis. 3. Untuk
3. Dispnea menurun gurgling, mengeluarkan
(5) mengi, sputum
4. Frekuensi napas wheezing, 4. Agar
membaik (5) ronkhi diberikan obat
5. Pola napas kering) dan oksigen
membaik (5) 1.3 Monitor sesuai anjuran
sputum dokter
(warna,
jumlah,
aroma)
Terapeutik
1.4 Pertahankan
kepatenan
jalan napas
dengan
head-tilt dan
chin-lift
(Jaw-thrust
jika curiga
trauma
servikal)
1.5 Posisikan
seml-Fowler
atau Fowler
1.6 Berikan
minum
hangat
Lakukan
fisioterapi
dada, jika
perlu
1.7 Lakukan
penghisapan
lendir
kurang dari
15 detik
1.8 Lakukan
hiperoksige
nasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
1.9 Berikan
oksigen,
jika perlu
Edukasi
1.10 Anjurkan
asupan
cairan 2000
ml/hari, jika
tidak
kontraindika
si
1.11 Ajarkan
teknik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
, ekspektoran,
mukolitik,
jika perlu
2 Pola napas Pola napas Manajemen 1) Untuk
(L.01004) Jalan nafas mengetah
tidak efektif
Setelah dilakukan Observasi ui apakah
berhubungan tindakan keperawatan 2.1 Monitor pola adanya
selama 24 jam pola napas gangguan
dengan
napas membaik (frekuensi, pada pola
sumbatan dengan kriteria hasil : kedalaman, napas
1. Dispnea usaha napas) 2) Agar
jalan napas
menurun (5) 2.2 Monitor kepetenan
2. Pengguanaan bunyi napas jalan
otot bantu tambahan napas
napas (mis. tetap
menurun (5) gurgling, terjaga
3. Frekuensi mengi, 3) Untuk
napas wheezing, mengeluar
membaik (5) ronkhi kan
4. Kedalaman kering) sputum
napas 2.3 Monitor 4) Agar
membaik (5) sputum diberikan
(warna, obat dan
jumlah, oksigen
aroma) sesuai
Terapeutik anjuran
2.4 Pertahankan dokter
kepatenan
jalan napas
dengan head-
tilt dan chin-
lift (Jaw-
thrust jika
curiga trauma
servikal)
2.5 Posisikan
seml-Fowler
atau Fowler
2.6 Berikan
minum
hangat
Lakukan
fisioterapi
dada, jika
perlu
2.7 Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik
2.8 Lakukan
hiperoksigena
si sebelum
penghisapan
endotrakeal
2.9 Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi
2.10 Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikas
i
2.11 Ajarkan
teknik batuk
efektif
Kolaborasi
2.12 Kolaboras
i pemberian
bronkodilator
, ekspektoran,
mukolitik,
jika perlu

3 Perfusi Perfusi perifer Perawatan 1. Mengetahui


Setelah dilakukan sirkulasi kondisi
perifer tidak
tindakan keperawatan (I.01079) sirkulasi
efektif selama 24 jam Observasi perifer pada
perfusi perifer Periksa sirkulasi pasien
berhubungan
meningkat dengan perofer 2. Untuk
dengan kriteria hasil : 3.1 Identifikasi memperbaiki
1. Warna kulit pucat faktor gangguan sirkulasi
penurunan
menurun(5) sirkulasi 3. Agar tekanan
kondentrasi 2. Edema perifer 3.2 Monitor darah dapat
Hb menurun(5) panas, rekontrol
3. Kelemahan otot kemerahan,n secara efektif
otot menurun (5) yeri, atau
4. Pengisian kapiler bengkak pada
membaik (5) ektremitas
Terapeutik
3.3 Hindari
pemasangan
infus atau
pengambilan
darah di area
keterbatasan
perfusi
3.4 Hindari
pengukuran
tekanan darah
pada
ekstremitas
dengan
keterbatasan
perfusi
3.5 Lakukan
hidrasi
Edukasi
3.6 Anjurkan
berolahraga
rutin
3.7 Anjurkan
berhenti
merokok
4 Hipervolemia Keseimbangan Manajemen 1. Untuk melihat
cairan (L.055020) Hipervolemia tanda dan
berhubungan
Setelah dilakukan Observasi: gejala
dengan tindakan keperawatan 4.1 Periksa hipervolemia
selama 24 jam tanda dan 2. Untuk
mekanisme
perfusi keseimbangan gejala menentukan
regulasi, cairan meningkat hipervolemi penyebab
dengan kriteria hasil : a hipervolemia
kelebihan
1. Dehidrasi 4.2 Identifikasi 3. Untuk melihat
asupan menurun (5) penyebab intake dan
2. Tekanan hipervolemi output cairan
cairan,
darah a
kelebihan membaik (5) 4.3 Monitor
3. Nadi status
asupan
membaik (5) hemodinami
natrium 4. Turgor kulit k
membaik (5) 4.4 Monitor
intake dan
output
cairan
4.5 Monitor
tanda
hemokonsen
trasi
Terapeutik
4.6 Timbang
berat badan
setiap hari
pada waktu
yang sama
4.7 Batasi asupan
cairan dan
garam
4.8 Tinggikan
kepala 30-40°
Edukasi
4.9 Anjurkan
melapor jika
haluaran
urine < 0,5
mL/kg/jam
dalam 6 jam
4.10 Anjurkan
melapor jika
BB
bertambah >1
kg dalam
sehari
4.11 Ajarkan
cara
membatasi
cairan
-Kolaborasi

4.12 K
olaborasi
pemberia
n diuretik
5)
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, fiddyah G. (2023). Patofisiologi (penyakit ginjal kronis). Academia.


https://www.academia.edu/36545762/PATOFISIOLOGI_CKD_Chronic_Kidney_Disea
se
Ayu, A. A. (2018). Asuhan Keperawatan pada Klien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan
Kelebihan Volume Cairan di Ruang Mawar II RSUD dr. Soekaedjo Kota Tasikmalaya.
Journal of Physical Therapy Science, 9(1), 1–11.
http://dx.doi.org/10.1016/j.neuropsychologia.2015.07.010%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1016/j.visres.2014.07.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.humov.2018.08.006%0Ahttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24582474%0Ahttps://
doi.org/10.1016/j.gaitpost.2018.12.007%0Ahttps:
Fitri, D. D., Samsul Bahri, T., & Kasih, L. C. (2022). Asuhan Keperawatan Chronic Kidney
Disease Stage V Dengan Efusi Pleura Pada Pasien Di Ruang Penyakit Dalam: Studi
Kasus. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 1(3), 2032–2045.
http://jim.usk.ac.id/FKep/article/view/21446
Monika. (2019). Pemeriksaan penunjang (CKD).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta
: PPNI

You might also like