Islam Dan Peradaban Spanyol: Catatan Kritis Beberapa Faktor Penyebab Kesuksesan Islam Spanyol
Islam Dan Peradaban Spanyol: Catatan Kritis Beberapa Faktor Penyebab Kesuksesan Islam Spanyol
Islam Dan Peradaban Spanyol: Catatan Kritis Beberapa Faktor Penyebab Kesuksesan Islam Spanyol
Sudirman
Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Jalan Gajayana 50 Malang. Telp: 0815 820 912
email: sudirmanhasan@yahoo.com
Abstract
Born in the East, Islam was successfully expanded to Spain, a strong
Christianity based country in the West. The civilization of this nation has
encouraged the development of Europe in many ways, especially in the area
of science and technology. The development of culture and civilization in
Europe was undeniably connected to the existence of Islamic government in
Spain. When Muslims rule this country many Europeans tempted to learn and
study in Spain. At this classical period, Islam reached their golden era. Spain
had become the central of Islamic civilization. From this fact, there are
several important questions arise worth discussed in this essay, firstly, the
background of the Islamic expansion to Spain and the dynamic development
of Islam in this country that resulted in a great success.
In this article, the writer applies historical approach using historical data
from various history literature sources. In general, there are two conclusions.
First of all, the expansion of Islamic government to Spain was motivated by
the development of Islamic government in North Africa. Therefore, the
expansion to Europe through Spain was unavoidable. Furthermore, Spain is
the nearest region to North Africa and the power of Gothic Kingdom ruled
this region was weakened. Second, the development of Islam in Spain was
about 500 years and had reached its peak of supremacy when it was under the
Abdurrahman III command. Although Islam, finally, was expelled from Spain
after the fall of Islamic government, the Islamic culture has triggered
European society renaissance.
1
2
Pendahuluan
Sampai akhir abad ketujuh, Islam berkembang pesat namun masih terbatas di
belahan dunia timur. Ekspansi yang dilakukan paling jauh hanya mencapai Afrika
Utara, yaitu saat Abdul Malik menjadi Khalifah dari Dinasti Umayyah. Benua Eropa
yang diwakili oleh Semenanjung Andalusia (Iberia) baru dimasuki ketika Tharif bin
Malik melakukan penyelidikan, yang kemudian dilanjutkan dengan penguasaan
Thariq bin Ziyad yang mendaratkan tentaranya tahun 711 M. Mulai saat itu Islam
diperkenalkan kepada penduduk Spanyol yang menganut agama Kristen (Suhelmi,
2001: 20).
Saat Islam menguasai Spanyol, Eropa bangkit dari keterbelakangannya.
Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa
mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dalam bagian dunia lainnya, seperti Dinasti
Bani Abbas dan Dinasti Fatimiyah, namun juga di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Munculnya tokoh sekaliber Ibnu Bajjah, Ibnu Tufayl, dan Ibnu Rusyd
menunjukkan kemajuan intelektual yang tinggi (Mun’im, 1997: 180-188). Bahkan,
3
kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan
politik di negeri itu.
Kemajuan-kemajuan Eropa tersebut tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan
Islam di Spanyol. Dari Spanyol-Islamlah Eropa banyak menimba Ilmu. Pada periode
Klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat
peradaban Islam yang sangat penting sekaligus sebagai saingan Bagdad di Timur.
Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi
Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi komunitas Eropa. Karena itu, kehadiran
Islam di Spanyol hampir tak pernah luput dari bidikan para sejarawan.
Dalam tulisan ini, topik yang akan diulas seputar masuknya Islam dan
perkembangannya di Spanyol, faktor pendukung kemajuan Spanyol, penyebab
kemunduran Islam di Spanyol, dan pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa. Dari
ulasan tersebut diharapkan akan diperoleh gambaran yang jelas tentang peran Islam
dalam membentuk peradaban Spanyol.
Penaklukan wilayah Afrika Utara hingga menjadi salah satu propinsi dari
Khalifah Bani Umayyah membutuhkan waktu selama 53 tahun, sejak tahun 30 H
(masa pemerintahan Muawiyah Ibnu Abi Sofyan) sampai tahun 83 H (masa al
Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, kawasan itu merupakan
basis kekuasaan Kerajaan Romawi, yaitu Kerajaan Gothik. Kerajaan ini seringkali
mendatangi penduduk dan mendorong mereka untuk membuat kerusuhan dan
menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini dapat dikuasai secara total, umat
Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dari sini dapat
diketahui bahwa penaklukan Afrika Utara adalah batu loncatan bagi kaum Muslimin
untuk menguasai wilayah Spanyol (Syalabi, 1995: 156).
Dalam sejarah penguasaan Spanyol, ada tiga pahlawan Islam yang dapat
dikatakan paling berjasa dalam proses penaklukan Spanyol. Mereka adalah Tharif
Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa ibn Ibnu Nushair. Tharif dinilai sebagai
perintis dan penyelidik wilayah Spanyol karena ia merupakan orang pertama yang
sukses menyeberangi selat antara Maroko dan Benua Eropa. Ia pergi bersama satu
pasukan perang berjumlah lima ratus orang dengan menaiki empat buah kapal yang
disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu, Tharif menang dan kembali ke Afrika
Utara membawa harta rampasan yang banyak jumlahnya. Termotivasi oleh
keberhasilan Tharif dan krisis kekuasaan dalam kerajaan Gothic yang menguasai
Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan
perang, pada tahun 711 M Musa Ibnu Nushair mengirim pasukan sebanyak 7000
orang ke Spanyol di bawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad (Hitti, 2005: 628).
Thariq Ibnu Ziyad lebih terkenal sebagai penakluk Spanyol sebab jumlah
pasukannya lebih besar dan efeknya pun lebih nyata (Syalabi, 1995: 159-1960; Hill,
1996: 10). Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh
Musa Ibnu Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al Walid
(Yatim, 1994:86). Orang Barbar merupakan suatu bangsa yang masih mempunyai
pertalian keturunan dengan Bangsa Hamiyah, suatu cabang dari bangsa kulit putih
dan dalam masa pra sejarah mungkin berasal dari Bangsa Samyah. Kebanyakan orang
5
Barbar (Berber) yang mendiami daerah pesisir beragama Kristen. Orang terkemuka
dalam agama Kristen tua, seperti Tertullianus, Santa Cyprianus, dan terutama Santa
Augustinus berasal dari negeri ini (Hitti, 2005: 83). Pasukan itu kemudian
menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad. Gunung tempat pertama
kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya hingga kini dapat
dikenang dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, ada pula yang
menyebutnya Lakkah (Wadil Lakkah atau Goddelete), tepatnya tanggal 19 Juli 711
M, Thariq berhasil mengalahkan Raja Roderick. Selanjutnya, Thariq dan pasukannya
terus menaklukkan kota-kota penting di sana, seperti Cordova, Granada, dan Toledo.
Ia pun sempat meminta tambahan pasukan kepada Musa Ibnu Nushair di Afrika
Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 tentara, sehingga jumlah
pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan
pasukan Bangsa Gothic itu yang jauh lebih besar, 100.000 orang (Yatim, 1994: 86).
Kekalahan pasukan Roderick, menurut Syalabi, disebabkan karena pasukannya itu
terdiri dari para hamba sahaya dan orang-orang lemah. Selain itu, di antara mereka
ada pula musuh-musuh Roderick. Ditambah lagi, orang-orang Yahudi secara rahasia
juga mengadakan persekutuan dengan kaum Muslimin (Syalabi, 1995: 159-1960).
Kemenangan pertama yang diperoleh Thariq Ibnu Ziyad merupakan jalan
lapang untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa Ibnu Nushair
merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud
membantu perjuangan Thariq (Syalabi, 1995: 161-1962). Dengan suatu pasukan yang
besar, ia berangkat menyeberangi selat itu. Satu demi satu kota yang dilewatinya
berhasil dikuasai. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan
Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia
bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya keduanya berhasil menguasai
seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai Saragosa sampai
Navarre (Yatim, 1994: 90).
6
Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas politik negeri Spanyol belum
tercapai secara sempurna karena banyak gangguan baik gangguan internal maupun
eksternal. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan dan pertengkaran di
kalangan para elit penguasa, terutama akibat perbedaan suku dan golongan. Begitu
pula terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika
Utara yang berpusat di Qairawan yang masing-masing mengaku paling berhak atas
daerah Spanyol. Konsekuensinya, terjadilah dua puluh kali pergantian wali
(gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan
politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara, antara Barbar asal Afrika
Utara dan Arab.
Etnis Arab sendiri terdiri dari dua golongan yang selalu bersaing, yaitu suku
Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yaman (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini tak jarang
menyebabkan konflik politik terutama ketika ada figur yang kuat dan tangguh.
Wajarlah jika di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu
mempertahankan kekuasaannya dalam jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar muncul dari “mantan” musuh Islam di Spanyol yang
bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah loyal
kepada pemerintahan Islam. Mereka sangat benci Islam dan terus menyusun
kekuatan. Sebagai hasilnya, mereka mampu mengusir Islam dari bumi Andalus walau
harus berjuang lebih dari 500 tahun.
Dengan banyaknya konflik internal dan eksternal, maka dalam periode ini
Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan
kebudayaan. Datangnya Abd al Rahman al Dakhil ke Spanyol pada tahun 138
H/755M menjadi tanda berakhirnya periode pertama (Yatim,1994: 94).
berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, dan Toledo (Bosworth, 1993: 35-40).
Pemerintahan terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini,
umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian internal. Sayangnya, jika
terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu, ada pihak-pihak
tertentu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Karena menyaksikan
kekacauan dan kelemahan yang menimpa keadaan politik Islam, maka orang-orang
Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan untuk pertama
kalinya. Akibat fatalnya, kekuatan Islam diketahui mulai menurun dan tiba saatnya
untuk dihancurkan (Yatim,1994:96).
di bawah pimpinan Abd al Munim. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim
penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk
jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan terutama saat
pemerintahan dipegang oleh Abu Yusuf al Mansur. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat
dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama kemudian, dinasti Muwahhidun mengalami
keruntuhan.
Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las
Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan
penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara
tahun 1235 M. keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-
penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari
serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M, Cordova jatuh ke
tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Akhirnya, kecuali
Granada, seluruh wilayah Spanyol telah lepas dari kekuasaan Islam (Yatim, 1994:
99).
ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang
dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius sehingga lalai membina
perkonomian. Padahal, peradaban kuat tanpa ditopang dengan ekonomi yang mapan
dapat dipastikan akan hancur. Terbukti dengan timbulnya kesulitan ekonomi yang
memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer penguasa Islam Spanyol.
5. Keterpencilan
Diakui bahwa Spanyol Islam nampak terpisah dan terpencil dari dunia Islam
lain yang berpusat di Timur. Ia selalu berjuang sendirian tanpa mendapat bantuan
kecuali dari Afrika Utara. Ketika Islam Spanyol mendapat serangan, bantuan dari
wilayah lain tidak bisa segera datang. Akibatnya, ketika Kristen bangkit, tidak ada
kekuatan alternatif yang mampu membendung serangan mereka (Yatim, 1994: 108).
Simpulan
Dari pembahasan tentang Islam dan peradaban Spanyol dapat disimpulkan
bahwa, Pertama, latar belakang ekspansi Islam ke Spanyol didasari oleh semakin
kuatnya Islam di Afrika Utara sehingga perlu melakukan perluasan ke Semenanjung
Iberia. Spanyol adalah daerah terdekat dari Afrika Utara dan kerajaan Gothic yang
menguasai daerah tersebut sedang mengalami kemunduran. Tiga tokoh penting yakni
Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair telah melakukan
ekspansi wilayah kekuasaan Islam pada waktu yang tepat. Di saat seluruh wilayah
Afrika Utara sudah dikuasai dan kekuasaan kerajaan Gothic mulai melemah,
19
Daftar Pustaka
Bosworth, CE. 1993. Dinasti-Dinasti Islam. Terjemahan oleh Ilyas Hasan. Bandung:
Mizan.
Hamka. 1994. Sejarah Umat Islam. Singapore: Kyado Printing Co. (S’pore) Pte,Ltd.
Hill, Napoleon. 1996. Menjadi Kaya dan Damai dalam Kehidupan Sehari-hari.
Jakarta: Bina Aksara.
Hitti, Philip K. 2005. History of Arabs. Terjemahan Cecep Lukman Yasin. Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta.
Husain. 1996. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Rosda Karya.
Lebor, Adam. 2009. Pergulatan Muslim di Barat: antara Identitas dan Integrasi.
Terjemahan Yuliani Liputo. Bandung: Mizan.
20
Lewis, Bernard. 1988. Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah. Terjemahan oleh Said
Jamhuri. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Nasution, Harun. 1996. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta : UI Press.
Tim. 1994. The Wold Book Encylopedia. New York: A Scoel Feties Company.
Watt, W. Montgomory. 1995. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Yatim, Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.