NASPUB
NASPUB
NASPUB
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
DINIK NOVIANTARI
0502R00201
i
HALAMAN PENGESAHAN
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
DINIK NOVIANTARI
0502R00201
Pembimbing
ii
THE EFFECT OF ONION CONSUMPTION ON BLOOD PRESSURE
DECREASING IN PATIENT WITH HYPERTENSION
AT DEMANGREJO, SENTOLO, KULON PROGO,
YOGYAKARTA IN 20091
ABSTRACT
1
The title of the research
2
The student of PSIK-STIKES ‘Aisiyah Yogyakarta
3
The lecturer of PSIK-STIKES ‘Aisiyah Yogyakarta
iii
PENDAHULUAN
Penyakit Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat
yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Badan
Kesehatan Dunia (WHO,2000) diperkirakan pada 2025 mendatang sekitar 29 %
orang dewasa di dunia akan menderita hipertensi. Diperkirakan sekitar 80 %
kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah
639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025.
Saat ini hipertensi merupakan masalah kesehatan global dengan angka kejadian
tertinggi di dunia, yaitu 26 % atau sekitar 972 juta orang penduduk dunia berusia
dewasa. Di Indonesia, diperkirakan 30 % penduduk dewasa menderita hipertensi.
Pada 2006, prevalensi hipertensi di Indonesia : pria 28 % dan wanita 37 %
(http://www.infopenyakit.com.Anonim. Diakses tanggal 27 November 2008).
Penyebab hipertensi adalah 90 hingga 93 % penyebab penyakit hipertensi
adalah faktor keturunan atau genetik. Sisanya, 10 % disebabkan oleh berbagai faktor
lain, seperti terlalu banyak mengkonsumsi garam dari makanan cepat saji, merokok,
kelebihan berat badan, kurang berolahraga, serta stres lingkungan ataupun stres yang
berkepanjangan. Pada umumnya penyakit hipertensi yang disebabkan oleh faktor
keturunan mulai menyerang manusia pada umur 30 tahun. (hipertensi primer). Bila
hipertensi itu menyerang orang yang berusia lebih muda di bawah 30 tahun biasanya
ini disebabkan oleh penyakit-penyakit, lain seperti tumor, kelenjar adrenal, pembuluh
darah menyempit, obat-obatan, atau kehamilan (Rustika, 2008).
Paradigma yang berkembang di masyarakat menyebutkan bahwa penyakit
hipertensi adalah jenis penyakit tua, karena diasumsikan sebagai penyakit orang tua,
sehingga banyak yang mengabaikan penyakit ini. Pada saat ini paradigma penyakit
tekanan darah tinggi sudah bergeser. Penyakit Hipertensi mulai menyerang orang
yang berusia muda, seperti 25 tahun. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi
adalah dengan mengukur tekanan darah secara teratur (Rustika, 2008).
Di Indonesia, penanggulangan dimotori oleh Depkes, dengan dukungan penuh
dari Perhimpunan Hipertensi Indonesia atau Indonesian Society of Hypertension
(InaSH). Perhimpunan ini lahir dari pengurus PERKI, PERDOSSI, dan PERNEFRI.
Pengurus InaSH berkonsensus menanggulangi program hipertensi di Indonesia yang
mencakup pencegahan primodial primer, pencegahan sekunder, pengobatan, dan
pelayanan multidisipliner, yang dipadukan dengan kegiatan preventif, promotif,
kuratif, serta sistem rujukan dalam sistem kesehatan nasional. InaSH juga
mengadakan seminar Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama dengan tujuan
mendiseminasikan temuan ilmiah baru mengenai hipertensi, dan mensosialisasikan
pedoman penanggulangan hipertensi dengan sasaran para dokter umum di pelayanan
primer. Pedoman ini akan dievaluasi secara berkala melalui kesepakatan
multidisiplin ilmu kedokteran yang terkait dengan InaSH (Pusat Komunikasi Publik
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2007).
Penanganan hipertensi pada tahap awal dilakukan dengan memodifikasi gaya
hidup, meliputi penurunan berat badan, pembatasan asupan garam, diet kolesterol
dan lemak jenuh, olahraga, pembatasan konsumsi alkohol, pembatasan konsumsi
kopi, menggunakan tekhnik relaksasi, untuk peredaan stress, tidak merokok,
menggunakan suplemen potasium, kalsium dan magnesium. Prinsip pengobatannya
adalah menjaga agar tekanan darahnya tetap normal dan mencegah terjadinya
komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang (Soenarta, 2008).
Selain pembatasan asupan garam, cara lain yang dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah tinggi adalah pengobatan herbal dengan mengkonsumsi
1
bawang putih. Bawang putih adalah salah satu bahan yang unik karena memiliki
potensi meningkatkan kesehatan manusia. Sesungguhnya tidak ada satupun tanaman
yang memiliki aktivitas seluas bawang putih dalam bidang kesehatan. Bawang putih
banyak diketahui dan dimengerti berbagai efek bawang putih pada kesehatan,
sehingga masyarakat mempercayai kemampuan bawang putih dalam menanggulangi
begitu banyak masalah kesehatan (Roser, 2008).
Bawang putih (Allium Sativum) merupakan salah satu bumbu masakan dan
memiliki berbagai manfaat untuk mencegah berbagai penyakit obesitas yang disertai
penyakit degeneratif tetapi pemakaian bawang putih hasilnya tidak langsung instan.
Kandungan vitamin dalam umbi bawang putih cukup lengkap yaitu Vitamin A,
Vitamin B1, Vitamin B2 dan Vitamin C (Kecantikan, hal 3-4).
Senyawa yang ada pada bawang putih adalah aliin. Ketika bawang putih
dimemarkan/dihaluskan, zat aliin yang sebenarnya tidak berbau akan terurai. Akibat
dorongan enzim alinase, aliin terpecah menjadi alisin, amonia, dan asam piruvat. Bau
tajam alisin disebabkan karena kandungan zat belerang. Aroma khas ini bertambah
menyengat ketika zat belerang (sulfur) dalam alisin diterbangkan ammonia ke udara,
sebab ammonia mudah menguap. Senyawa alisin berkhasiat menghancurkan
pembentukan pembekuan darah dalam arteri, mengurangi gejala diabetes dan
mengurangi tekanan darah. Selain alisin, bawang putih juga memiliki senyawa lain
yang berkhasiat obat, yaitu alil. Senyawa alil paling banyak terdapat dalam bentuk
dialil-trisulfida yang berkhasiat memerangi penyakit-penyakit degeneratif dan
mengaktifkan pertumbuhan sel-sel baru (Admin, 2007).
Jumlah penderita hipertensi di kota Yogyakarta mencapai 938 orang dengan
rincian usia 25-44 sebanyak 119 penderita hipertensi primer dan 20 penderita
hipertensi sekunder. Usia 45-64 sebanyak 438 penderita hipertensi primer dan 51
penderita hipertensi sekunder. Usia lebih dari 65 sebanyak 267 penderita hipertensi
primer dan 43 penderita hipertensi sekunder (Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta,
2008).
Hasil studi pendahuluan yang sudah dilakukan pada tanggal 25 Maret 2009
didapatkan data dari Puskesmas Pembantu Demangrejo bahwa penderita hipertensi
yang berobat tercatat keseluruhan 23 orang dari bulan Januari sampai Februari 2009.
Setelah melakukan beberapa wawancara dengan penderita hipertensi ditemukan
berbagai keluhan seperti pusing, cepat marah dan diantara penderita memiliki
pemahaman yang bervariasi tentang hipertensi dan 2 dari 4 penderita hipertensi yang
diwawancarai mengetahui hipertensi sebagai suatu kenaikan tekanan darah, namun
tidak mengetahui beberapa hal yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti
konsumsi garam yang berlebihan dan daging kambing, tetapi tidak jarang mereka
mengkonsumsinya. Ketika diwawancarai lagi pada tanggal 25 Maret 2009
didapatkan data bahwa 2 dari 4 penderita hipertensi saat terjadi kekambuhan mereka
hanya menggunakan waktu untuk istirahat dan pencegahannya kadang dengan
mengkonsumsi buah mentimun dan menggunakan bawang putih untuk bumbu
memasak dan tidak tahu bahwa bawang putih bisa digunakan untuk pengobatan,
kemudian untuk pengobatan hipertensi dilakukan ke puskesmas. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahuinya Pengaruh Konsumsi Bawang Putih terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Desa Demangrejo tahun
2009.
2
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah pra-eksperimen atau pre-eksperimen design
dengan menggunakan rancangan one group pretest-postest, yang dilakukan di Desa
Demangrejo, Sentolo, Kulon Progo dari tanggal 20 Mei sampai 1 Juni 2009 dengan
populasi semua penderita hipertensi yang ada di wilayah tersebut sejumlah 23 orang
dan sampel yang diambil 10 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan
sampel adalah teknik simple random sampling atau teknik pengambilan sampel yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu
(Sugiyono, 2006), dengan kriteria penelitian : warga Desa Demangrejo yang
menderita hipertensi dengan usia 40- 65 tahun, baik laki-laki maupun perempuan,
tidak mengkonsumsi alkohol, tidak mempunyai penyakit DM. Perlakuannya
diberikan bawang putih selama 7 hari berturut-turut setiap pagi sebanyak 2 siung.
Alat dan metode yang dipakai untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah : kuiesioner, sphygmomanometer dan stethoscope, bawang putih, lembar
penilaian, wawancara dan pengukuran tekanan darah. Analisis data menggunakan
Wilcoxon Match Pairs Test. Penelitian ini menggunakan taraf signifikan 0,05,
apabila nilai p hitung lebih kecil dari taraf signifikan (p < 0,05) maka Ha diterima
dan Ho ditolak, artinya adanya pengaruh konsumsi bawang putih terhadap penurunan
tekanan darah pada penderita hipertensi, sebaliknya apabila (p >0,05) maka Ha
ditolak dan Ho diterima artinya tidak adanya pengaruh konsumsi bawang putih
terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi
3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 10 responden mulai tanggal 20
Mei – 1 Juni 2009 di Desa Demangrejo didapatkan responden berdasarkan jenis
kelamin dalam gambar sebagai berikut.
20%
laki-laki
perempuan
80%
Gambar 4.1
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan gambar 4.1, karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
sebagian besar adalah jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 8 orang (80 %) dan
sebagian kecil mempunyai jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 2 orang (80 %).
Karakteristik responden berdasarkan usia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 10 responden mulai tanggal 20
Mei – 1 Juni 2009 di Desa Demangrejo didapatkan responden berdasarkan usia
dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 4.1
Karakteristik responden berdasarkan usia
No Usia Frek %
1. 41-45 tahun 1 10
2. 46-50 tahun 1 10
3. 51-55 tahun 2 20
4. 56-60 tahun 2 20
5. 61-65 tahun 4 40
Jumlah 10 100
Sumber : Data Primer, 2009
4
10%
SD
SLTP
90%
30%
Pedagang
50% Petani
IRT
20%
Gambar 4.3
Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan
5
Tabel 4.2
Karakteristik responden berdasarkan berat badan
0
No BB Frek %
1. 41-45 kg 5 50
2. 46-50 kg 2 20
3. 51-55 kg 1 10
4. 66-70 kg 1 10
5. 71-75 kg 1 10
Jumlah 10 100
30%
hipertensi berat
hipertensi sedang
70%
Gambar 4.4
Tekanan darah sebelum diberi bawang putih
Berdasarkan data pada gambar 4.4, dapat diketahui bahwa pengukuran tekanan
darah sebelum diberi bawang putih (pretest), tekanan darah yang menunjukkan paling
banyak adalah hipertensi sedang yaitu 7 orang (70%), sedangkan untuk paling sedikit adalah
hipertensi berat yaitu 3 orang ( 30%).
Tekanan darah responden sesudah diberikan bawang putih.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 10 responden didapatkan
tekanan darah sesudah diberi bawang putih. Dapat dijelaskan dalam gambar sebagai
berikut.
6
10%
40%
hipertensi berat
hipertensi sedang
hipertensi ringan
50%
Gambar 4.5
Tekanan darah sesudah diberi bawang putih
Sumber : Data Primer, 2009
Berdasarkan data pada gambar 4.5, dapat diketahui bahwa pengukuran tekanan
darah sesudah diberi bawang putih (postest), tekanan darah yang menunjukkan paling
banyak adalah hipertensi sedang yaitu 5 orang (50%), sedangkan untuk paling sedikit adalah
hipertensi berat yaitu 1 orang ( 10%).
Pengukuran Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah diberi Bawang Putih
7 5
hipertensi ringan
4.5
6
4
5 3.5
hipertensi berat
hipertensi berat hipertensi berat 3
4 hipertensi sedang
hipertensi sedang 2.5
3 hipertensi ringan
2
hipertensi berat
2 1.5
1
1
0.5
0 0
1 1
Pretest Postest
Sumber : Data Primer, 2009
Gambar 4.6
Pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah diberi Bawang Putih
Berdasarkan gambar 4.6, dapat diketahui bahwa pengukuran tekanan darah
sebelum diberi bawang putih (pretest), tekanan darah yang menunjukkan hipertensi
berat (>160/100 mmHg) sebanyak 3 orang (30%) dan hipertensi sedang (140/90-
159/99mmHg) sebanyak 7 orang (70%). Sedangkan pengukuran tekanan darah
sesudah diberi bawang putih (posttest), tekanan darah yang menunjukkan sebagian kecil
hipertensi berat (> 160/100 mmHg) sebanyak 1 orang (10%) dan yang paling banyak
adalah hipertensi sedang (140/90- 159/99mmHg) sebanyak 5 orang (50%).
Hasil Uji Statistik Pretest dan Postest Perlakuan
7
Tabel 4.3
Hasil Uji Statistik Wilcoxon Signed Ranks Test
postest - pretest
Z -2.121(a)
Asymp. Sig. (2-tailed) .034
Dari hasil uji statistk Wilcoxon Signed Ranks Test yang dilakukan, diketahui
bahwa nilai P = 0,034 hal ini berarti P < 0,05 ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan
Ha diterima yang berarti ada pengaruh konsumsi bawang putih terhadap penurunan
tekanan darah pada penderita hipertensi di Desa Demangrejo, Sentolo, Kulon Progo,
Yogyakarta tahun 2009.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Desa Demangrejo Sentolo Kulon Progo dengan
jumlah warga 519 orang dan beberapa dari warga tersebut menderita hipertensi atau
sering disebut sebagai penyakit tekanan darah tinggi. Berdasarkan hasil wawancara
dengan semua responden, sebagian besar menyatakan bahwa mereka suka
menggunakan garam yang berlebihan ( lebih dari 5,8 gram per hari). Pada dasarnya,
natrium bersama dengan klorida dapat membantu tubuh mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Tetapi, jika warga
mengkonsumsi natrium (garam) yang cukup tinggi dalam jangka waktu lama atau
dalam jumlah yang berlebihan dapat menahan air (retensi), sehingga meningkatkan
jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya
dan tekanan darah menjadi naik. Selain itu natrium yang berlebihan akan menggumpal
di dinding pembuluh darah dan mengikisnya sehingga terkelupas dan kotoran tersebut
akan menyumbat pembuluh darah yang sering disebut hipertensi (Sustrani, 2005).
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka
sistolik (bagian atas) lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan angka bawah
(diastolik) lebih dari atau sama dengan 90 mmHg pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya. Dimana tekanan darah sistolik
merupakan tekanan saat jantung berdenyut atau berkontraksi memompa darah ke
sirkulasi. Angka ini menunjukkan seberapa kuat jantung memompa untuk mendorong
darah melalui pembuluh darah. Sedangkan tekanan darah diastolik merupakan tekanan
paling rendah yang terjadi diantara dua denyut jantung, angka ini menunjukkan berapa
besar hambatan dari pembuluh darah terhadap aliran darah balik ke jantung (Palmer,
2007).
Tekanan darah tinggi jarang menimbulkan gejala dan cara satu-satunya untuk
mengetahui apakah seseorang menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah
dengan mengukur tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dapat menggunakan
sphygmomanometer baik yang menggunakan merkuri (air raksa) maupun dengan udara,
namun hasil pengukuran tekanan darah tetap dalam satuan milimeter merkuri (mmHg).
Hasil pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan sebelum
pengukuran, tekanan atau stress, posisi saat pengukuran (berdiri atau duduk), dan waktu
pengukuran. Faktor resiko yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi
antara lain : usia, riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga, etnis dan gender (Palmer,
2007).
8
Berdasarkan gambar 4.1, karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
yang paling banyak adalah jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 8 orang (80 %),
perempuan yang telah berusia > 55 tahun (setelah mengalami menopause) memiliki
peluang lebih besar untuk menderita hipertensi atau tekanan darah tinggi
dibandingkan pada laki-laki. Hal ini dikarenakan adanya perubahan hormonal,
dimana perubahan hormonal ini memiliki peran yang besar dalam terjadinya
hipertensi (Sustrani, 2005).
Hal tersebut membuktikan bahwa perempuan memiliki peluang lebih besar
menderita hipertensi daripada laki-laki terutama perempuan yang telah mengalami
menopause karena adanya perubahan hormonal.
Berdasarkan tabel 4.1, karakteristik responden berdasarkan usia yang paling
banyak diderita pada usia antara 61-65 tahun yaitu sebanyak 4 orang (40%), Menurut
Gray (2002), baik pria maupun perempuan hidup lebih lama dan 50% dari mereka
yang berusia diatas 60 tahun akan menderita hipertensi sistolik terisolasi (TD sistolik
160 mmHg dan diastolik 90 mmHg). Risiko kardiovakular meningkat sesuai usia,
maka pasien usia lanjut dengan tekanan darah seperti ini akan lebih memerlukan
terapi daripada pasien usia lebih muda. Hal tersebut membuktikan bahwa seseorang
yang berusia 60 tahun cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi, terutama bila
mereka memiliki gaya hidup yang kurang bagus, misalnya pola makan yang tidak
teratur, tidak pernah berolah raga, sering stress dan lain-lain.
Berdasarkan gambar 4.2, karakteristik responden berdasarkan pendidikan
yang paling banyak adalah tamatan SD yaitu 9 orang (90%). Menurut Notoatmojo
(2007), dengan pemberian pendidikan kesehatan pada masyarakat akan berdampak
timbulnya perubahan perilaku masyarakat sehingga mempunyai pengaruh yang
positif terhadap perubahan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan seseorang berpengaruh
terhadap penanganan hipertensi, terutama untuk edukasi. Semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin mudah untuk diberikan pengetahuan tentang cara pengelolaan
Hipertensi (edukasi). Dengan pemberian pendidikan kesehatan cara mengontrol
tekanan darah pada pasien Hipertensi akan dapat membantu dalam upaya menjaga
agar tekanan darah tetap normal.
Berdasarkan gambar 4.3, karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan
yang paling banyak adalah Ibu Rumah tangga (IRT) yaitu terdapat 5 orang (50%).
Menurut Soegondo (2005), jenis pekerjaan yang berbeda juga akan membedakan
jumlah kalori yang dibutuhkan. Untuk pegawai kantor, ibu rumah tangga dan guru
kebutuhan kalorinya ringan, yaitu hanya ditambah 20% dari kebutuhan energi
basalnya. Untuk buruh dan pedagang jumlah energi yang dibutuhkan lebih besar
yaitu harus ditambah 40% dari kebutuhan energi basalnya. Pekerjaan seseorang juga
dapat memicu terjadinya stress. Adanya stress dapat meningkatkan jumlah tekanan
darah (Wetherill, 2001).
Untuk memenuhi kebutuhan kalori tersebut, terkadang membuat seseorang
memiliki pola makan yang salah atau tidak teratur yang hal ini sangat berpengaruh
terhadap tekanan darah pada penderita Hipertensi. Selain karena pola makan yang
tidak teratur atau melanggar kepatuhan terhadap diet makan, pekerjaan juga dapat
menyebabkan terjadinya stress yang berat dimana hal ini dapat lebih cepat
meningkatkan tekanan dalam darah dibandingkan faktor-faktor lainnya. Oleh sebab
itulah stress merupakan salah satu faktor pengganggu yang tidak dapat dikendalikan
dalam mengontrol tekanan darah.
9
Berdasarkan tabel 4.2, karakteristik responden berdasarkan berat badan
sebagian besar responden mempunyai berat badan 41-45 kg yaitu terdapat 5 orang
(50%). Menurut Rahmawati (2008), berat badan merupakan faktor determinan pada
tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Selain itu, kelebihan
lemak tubuh dapat meningkatkan volume plasma, menyempitkan pembuluh darah,
dan memacu jantung untuk bekerja lebih berat. Peningkatan konsumsi energi juga
meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretic potensial menyebabkan terjadinya
reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus. Penurunan
berat badan resistensi vaskuler, total volume darah, output kardiak, dan aktivitas
sistem syaraf simpatis, penekanan sistem rennin-angiotensin, dan meningkatkan
resistensi insulin (NIH, 1998). Komposisi lemak tubuh >25% pada anak laki-laki dan
>30% pada anak perempuan meningkatkan risiko hipertensi. Tujuan utama intervensi
pada anak-anak adalah untuk mencegah adopsi gaya hidup yang salah (overweigt,
konsumsi tinggi garam, dan pola hidup sedentary) yang berhubungan dengan
perkembangan hipertensi.
Dari hasil pengukuran tekanan darah diperoleh tekanan darah sebelum diberi
bawang putih (pretest), tekanan darah yang menunjukkan paling banyak adalah hipertensi
sedang yaitu 7 orang (70%), sedangkan untuk paling sedikit adalah hipertensi berat yaitu 3
orang ( 30%) dan tekanan darah sesudah diberi bawang putih (postest), tekanan darah yang
menunjukkan paling banyak adalah hipertensi sedang yaitu 9 orang (90%), sedangkan untuk
paling sedikit adalah hipertensi berat yaitu 1 orang ( 10%).
Berdasarkan uji statistik data nilai tekanan darah pretest dan posttest dengan
menggunakan SPSS 15.00 didapatkan nilai P adalah 0,034. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai P pada pretest dan posttest hasilnya < α (0.05), sehingga H0 ditolak dan
Hα diterima artinya ada pengaruh konsumsi bawang putih terhadap tekanan darah
pada penderita Hipertensi di Desa Demangrejo pada tahun 2009.
Hal ini membuktikan bahwa konsumsi bawang putih 2 siung sehari selama 7
hari berturut-turut dapat membantu menurunkan tekanan darah pada penderita
Hipertensi. Dan bila konsumsi bawang putih ini berlangsung lebih lama, maka
jumlah senyawa alisin yang didapatkan juga semakin tinggi. Ketika bawang putih
dimemarkan/dihaluskan, zat aliin yang sebenarnya tidak berbau akan terurai. Dengan
dorongan enzim alinase, aliin terpecah menjadi alisin, amonia, dan asam piruvat. Bau
tajam alisin disebabkan karena kandungan zat belerang. Aroma khas ini bertambah
menyengat ketika zat belerang (sulfur) dalam alisin diterbangkan ammonia ke udara,
sebab ammonia mudah menguap. Senyawa alisin berkhasiat menghancurkan
pembentukan pembekuan darah dalam arteri, mengurangi gejala diabetes dan
mengurangi tekanan darah. Dengan meningkatnya jumlah senyawa alisin dalam
tubuh, maka tekanan darah normal.
Penelitian yang dilakukan pada bulan April 2005 oleh International Research
Symposium di Universitas Georgetown USA dengan temuan-temuan baru manfaat
bawang putih sebagai obat dan beberapa paper review forum ini telah dipublikan di
Journal of Nutrition edisi Maret 2006. Komponen bioaktif dari suatu bahan pangan
memegang peranan penting dalam memberikan efek kesehatan. Komponen aktif
yang terdapat pada bahan tanaman dikenal dengan istilah fitokimia. Pengertian
fitokimia adalah suatu bahan dari tanaman, yang dapat memberikan fungsi-fungsi
fisiologis untuk pencegahan penyakit. Bahan yang dimaksud adalah senyawa kimia
berupa komponen bioaktif yang dapat digunakan untuk pencegahan atau pengobatan
penyakit. Karena banyaknya komponen-komponen yang terkandung di dalam
bawang putih menyebabkan metode persiapan dan ekstraksi (lama dan metode
ekstraksi serta jenis pelarut) memegang peranan penting untuk mendapatkan
10
komponen bioaktif dari bawang putih. Pelarut yang sering digunakan adalah ethanol,
methanol, aseton, dan air atau kombinasinya. Komponen-komponen bioaktif yang
terdapat di bawang putih bekerja secara sinergis satu sama lain untuk menimbulkan
efek kesehatan. Diantara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang
putih, senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa
tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan
alisin. Sama seperti senyawa fenolik lainnya, alisin mempunyai fungsi fisiologis
yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker,
antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan
kolesterol darah (Universitas Georgetown USA, 2005, Pengaruh Bawang Putih dan
Komponen-komponennya Terhadap Penyakit Kanker dan Kardiovaskuler dalam
www.kedaisambal.com, diakses 13 Maret 2009).
SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan yang diperoleh dari penelitian pengaruh
konsumsi bawang putih terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi
di Desa Demangrejo Sentolo Kulon Progo tahun 2009, maka ada beberapa saran
yang dapat peneliti sampaikan yaitu : Pertama, bagi penderita hipertensi agar dapat
memanfaatkan bawang putih untuk menurunkan tekanan darah tinggi sebagai salah
satu obat alternatif dan tidak hanya untuk bumbu masak dan bisa mengatur pola
makan dengan mengurangi konsumsi garam kurang dari 5,8 gram perhari. Kedua,
bagi Puskesmas Demangrejo perawat dapat memberikan informasi tentang obat-obat
tradisional dalam menurunkan tekanan darah tinggi khususnya dengan menggunakan
bawang putih. Ketiga, untuk peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan kelompok
kontrol dalam melakukan penelitian serupa.
11
DAFTAR PUSTAKA
Roser, David (2008). Bawang Putih untuk Kesehatan, Edisi 5. Bumi Aksara; Jakarta.
Susrani, L., Alam, S., Hadibroto, I., 2005, Stroke, Cetakan Ke-2, Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta.
12