Tesis
Tesis
Tesis
Oleh
MIRANTI SAFITRI
By
MIRANTI SAFITRI
In this research, conversion of corn cob cellulose into sugar alcohol using
nanosize Ni(1-x)ZnxFe2O4 (with x = 0,1-0,3) as catalyst was performed. Catalyst
was prepared by sol-gel method using pectin as emulsifier. XRD and TEM data
showed formation of nickel zinc ferrite with spinel cubic shape. Particle size
according to Debye-Sherrer equation is in the range of 7,42-9,28 nm. Catalyst has
Brønsted-lowry and Lewis acid site with acidity in the range of 0,9289-1,0636
mmol/gram. The catalysts were found to have band-gap energy ranging from 2.02
to 2.07 eV, in which the band-gap energy increases with increased Zn
concentrations. Corn cob nanocellulose was prepared by stepwise process of
delignification, bleaching, and sulfuric acid hydrolysis. The product with cellulose
content of 90.09% and crystallinity of 67.12% was obtained, in the form of
nanofibrilated cellulose with diameter 20-25 nm. Conversion of corn cobs
nanocellulose with Ni(1-x)ZnxFe2O4 catalyst was performed by irradiating the
sample with UV lamp of 125 Watt with irradiation times of 30, 45 and 60
minutes. The experimental results demonstrated that the catalyst exhibited activity
to breaks the glycosidic bond of cellulose, led to formation of glucose, with the
concentration of 0,05-0,10% according to HPLC analysis.
Oleh
MIRANTI SAFITRI
Dalam penelitian ini telah dilakukan konversi selulosa limbah tongkol jagung
menggunakan nanokatalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 (dengan x = 0,1-0,3). Katalis dibuat
menggunakan metode sol gel dengan pektin sebagai pengemulsi. Data XRD dan
TEM menunjukkan sudah terbentuknya katalis nikel seng ferrit dengan bentuk
kubus spinel. Ukuran partikel berdasarkan persamaan Debye-Scherrer berkisar
antara 7,42-9,87 nm. Katalis memiliki situs asam Brønsted-Lowry dan situs asam
Lewis dengan jumlah situs asam sebesar 0,9289-1,0636 mmol/gram. Nilai energi
band-gap katalis dengan DRS sebesar 2,02-2,07 eV. Nilai energi band-gap akan
meningkat seiring bertambahnya konsentrasi Zn. Nanoselulosa tongkol jagung
dipreparasi melalui tahapan delignifikasi, bleaching, dan hidrolisis dengan asam
sulfat. Kadar selulosa didapatkan sebesar 92,12% dengan kristalinitas 67,12%.
Nanoselulosa yang dipreparasi merupakan nanofibril selulosa dengan diameter
20-25 nm. Konversi nanoselulosa tongkol jagung dengan katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4
dilakukan dengan irradiasi lampu UV 125 watt dengan waktu 30, 45 dan 60
menit. Katalis aktif memutuskan ikatan glikosidik selulosa menjadi glukosa. Hasil
analisis KCKT dari sampel hasil uji fotokatalitik menghasilkan glukosa dengan
konsentrasi 0,05-0,10 %.
Kata kunci : gula alkohol, nanokatalis, nanoselulosa, spinel ferit, tongkol jagung,
KONVERSI SELULOSA LIMBAH TONGKOL JAGUNG MENJADI
GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN NANOKATALIS Ni (1-x)ZnxFe2O4
Oleh
MIRANTI SAFITRI
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
MAGISTER SAINS
Pada
Hilman Permadi Kusuma dan Asha Aunaya La Assqiya atas do’a dan
dukungannya
Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 23 Juni 1985, sebagai anak kedua dari
empat bersaudara, terlahir dari pasangan Bapak Ade Hamidin dan Ibu Yayah
Rohayati.
pada tahun 1996, pendidikan tingkat menengah pertama pada tahun 1999 di SMP
Negeri 1 Cipanas, dan pendidikan menengah atas pada tahun 2002 di SMAN 1
Cianjur. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan
Kimia FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) dan berhasil menyelesaikan S1 pada tahun 2007. Pada Tahun
dan ditempatkan di unit kerja SMK-SMTI Bandar Lampung. Pada tahun 2009
penulis melangsungkan pernikahan dengan Wildan Hakim, S.Si dan saat ini sudah
dikarunia dua orang putri yaitu Aqeela Yuki Annisa dan Aghniya Sakhi Annisa.
Segala Puji bagi Allah, pencipta semesta alam atas nikmat-Nya yang tak terhingga
dan kasih sayang-Nya yang tak terbilang sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis yang berjudul “Konversi Selulosa Limbah Tongkol Jagung Menjadi Gula
Tidak sedikit kendala yang dihadapi penulis dalam pelaksanaan penelitian dan
penulisan tesis ini, tapi dengan kemurahan Allah SWT melalui tangan-tangan
3. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T , Prof Buhani, M.Si dan Dr Rinawati,
7. Kak Aqwin Polosoro dan Teh Suci Indarwaty biokim 37 atas bantuan
8. Pak Nurdi Setiawan, dan Pak Triyono atas bantuan untuk analisis Freeze-
10. Ibu Dra. Sulastri, MTA selaku Kepala SMK-SMTI Bandar Lampung
11. Orangtua tersayang, Bapak Ade Hamidin dan Mamah Yayah Rohayati atas
mendidik ananda, hanya Allah yang dapat membalas semua yang telah
diberikan.
12. Lights of life, Wildan Hakim dan ananda Aqeela Yuki Annisa dan Aghniya
13. Adinda Hilman Permadi Kusuma dan Asha Aunaya La Asqiya yang
penulis melalui ini semua bersama kalian, terima kasih untuk semua yang
15. Rekan kerja penelitian Bu Sion Silalahi serta adik-adik Kimia 2013
16. Geng KF: Faradilla Syani, Endah Pratiwi dan Hanif Amrulloh atas semua
Annissa , Bu Eka Epriawati, Ria Yunita, dan Ridho Nahrowi terima kasih
18. Mb Liza dan Pak Gani terima kasih atas seluruh bantuan yang diberikan
kepada penulis.
19. Rekan kerja di Lab Instrumen SMK-SMTI Bandar Lampung, Pak Zayadi
20. Member-member tercinta, Chiimung, Tria, Mba Pirma, Mba April, Mami
Desi, Bunda Uci, Mba Anjar, Surini, Rani, Mba Nur, Fetty, Mba Niken.
penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan
Miranti Safitri
i
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN …………………............................................... 1
A. Latar Belakang …......................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ………............................................................. 7
C. Manfaat Penelitian ……............................................................... 7
LAMPIRAN................................................................................................. 97
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5. Kristalinitas Katalis................................................................................... 59
14. Data 2θ dan nilai FWHM Difaktogram Fasa Kristalin .......................... 102
22. Data luas area standar glukosa dan gula alkohol..................................... 116
.
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Sorbitol........................................................................................ 9
24. Plot Tauc untuk menentukan nilai energi band-gap Ni0,9Zn0,1Fe2O4 ...... 64
25. Plot Tauc untuk menentukan nilai energy band-gap Ni0,8Zn0,2Fe2O4 ..... 65
26. Plot Tauc untuk menentukan nilai energi band gap Ni0,7Zn0,3Fe2O4 ......... 65
A. Latar Belakang
sebagai sumber kalori selain dari beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula
sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok. Selain untuk memenuhi kebutuhan
pokok, gula juga merupakan bahan pemanis utama yang digunakan sebagai bahan
baku pada industri makanan dan minuman. Gula yang paling banyak digunakan di
rumah tangga maupun industri yaitu gula pasir (sukrosa). Konsumsi sukrosa yang
mempunyai rasa manis, tidak toksik, tidak mahal, tidak bisa difermentasi
oleh bakteri plak gigi, berkalori rendah dan harus dapat diproduksi dalam
skala industri. Dari persyaratan yang telah disebutkan maka gula alkohol
turunan sakarida yang gugus keton atau aldehidnya diganti dengan gugus
hidroksil. Gula alkohol lebih baik dibandingkan sukrosa karena memiliki nilai
2
kalori yang lebih rendah, tidak menyebabkan karies gigi (Parizi et al., 2015),
insulin sehingga tidak meningkatkan gula darah dan aman digunakan untuk
dilakukan.
dilanjutkan dengan hidrogenasi glukosa menjadi gula alkohol. Hal ini dikarenakan
hidrolisis dari selulosa dapat menghasilkan komponen glukosa lebih dari 5.000
mannitol, dan xylitol (Dhepe and Fukuoka, 2008). Sumber selulosa untuk
produksi gula alkohol bisa didapatkan dari residu limbah pertanian seperti bagas
tebu, tandan kosong kelapa sawit, dan tongkol jagung (Zhou et al., 2011).
Jawa Timur dan Jawa Tengah dan menyumbang 7,6% dari produksi jagung
nasional yaitu sebanyak 1,5 juta ton pada tahun 2015 (Badan Pusat Statistik,
2016). Sekitar 45% dari berat biji jagung bertongkol adalah tongkol, yang berarti
dari produksi 1,5 juta ton dihasilkan tongkol sebanyak 650 ribu ton. Tongkol
jagung memiliki kandungan selulosa 42%, hemiselulosa 33%, lignin 18%, abu
1,5% dan 5,5% bahan lain (Schwietzke et al., 2009). Kandungan selulosa yang
Proses konversi selulosa menjadi senyawa gula alkohol biasa dilakukan dengan
tongkol jagung menjadi xylitol telah dilakukan oleh Rivas et al., (2002) dengan
xylitol dari 93 gr /L xilosa. Fairus et al., (2013) juga telah melakukan kajian
Candida tropicalis dengan variabel waktu 12, 24, 36 dan 48 jam dan suhu 30,34
dan 37oC dengan hasil 0,558 gr xylitol/gr xilosa. Latif and Rajoka (2001)
tongkol jagung kering menjadi etanol dan xylitol dan didapatkan hasil 0,42 gr/gr
selulosa adalah mikroba relatif kurang stabil, sulitnya pemisahan enzim dari
campuran hasil reaksi untuk digunakan kembali, waktu reaksi lama serta harganya
yang mahal (Badger, 2002). Hasil konversi yang didapatkan dari reaksi biokatalis
ini pun masih rendah, sehingga penggunaan katalis heterogen diperlukan untuk
sebelumnya, katalis Ru/C mampu mengkonversi selobiosa (pada 245 oC; 0,5 jam;
6 MPa) menjadi sorbitol sebanyak 34,6 dan mannitol 11,4% sebagai produk
samping (Luo et al., 2007), dan katalis Pt/γ-Al2O3 (pada 190 oC; 24 jam; 5 MPa)
sedangkan katalis Ni/CNF (pada 230 oC; 4 jam; 6 MPa) dapat menghasilkan
4
sorbitol 50,3% dan mannitol 6,2% (Van de Vyver et al., 2010). Penggunaan
Katalis berbasis nikel, ruthenium dan platina adalah katalis yang paling sering
katalis berbasis ruthenium dan platina memiliki aktivitas katalitik yang lebih baik
dibandingkan katalis berbasis nikel. Namun, katalis berbasis nikel lebih umum
digunakan dalam industri. Hal ini dikarenakan harga dari prekursor nikel relatif
keaktifan yang relatif tidak berbeda. Keaktifan katalis nikel dapat ditingkatkan
dengan memadukan nikel dengan logam lain sebagai promotor. Jenis logam yang
umum digunakan adalah logam-logam transisi seperti: Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu,
campuran oksida logam dalam satu sistem katalis mempunyai keaktifan yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan logam tunggal itu sendiri. Ma et al., (2009)
Harga yang murah dari katalis berbasis nikel ferit dan kereaktifan yang dapat
seng nitrat, dan Fe (III) nitrat dalam konversi selulosa tongkol jagung menjadi
Katalis dengan ukuran nanopartikel akan memiliki aktifitas yang jauh lebih baik
sebagai katalis karena memiliki luas area permukaan yang cukup tinggi dengan
dalam situs aktif katalis di dalam pori- pori (Widegren and Finke, 2003). Dalam
preparasi katalis, pemilihan metode preparasi menjadi faktor penting. Salah satu
metode sol gel. Hal ini dikarenakan prosesnya yang sederhana dengan
metode solid state dengan metode sol-gel dalam pembuatan Ni-Zn ferit dan
homogenitas yang lebih tinggi, serta ukuran partikel dan energi lebih rendah
dibandingkan metode solid state. Karena itulah metode sol gel digunakan dalam
Proses konversi katalitik selulosa pada umumnya dilakukan pada suhu dan
tekanan tinggi karena suhu dan tekanan memegang peranan penting untuk
mendapatkan hasil konversi yang optimal. Tapi diperlukan perancangan alat yang
khusus dan rumit untuk mendapatkan kondisi suhu dan tekanan optimal tersebut.
Cara lain yang telah sering digunakan untuk memacu penguraian senyawa organik
berukuran besar adalah dengan bantuan sinar UV. Keuntungan dari cara baru ini
6
adalah proses konversi katalitik dapat dilakukan pada suhu kamar dan tekanan
ruang. Energi yang diperlukan untuk proses katalitik didapatkan dari radiasi
TiO2 dengan waktu reaksi 6 jam untuk siklus pada suhu 20-40C. Glukosa
katalis TiO2. Kaneko et al., (2011) juga melakukan dekomposisi glukosa, pati, dan
dilakukan dengan menggunakan lampu xenon 500 W, dan dihasilkan CO2 sebesar
100% untuk glukosa dan pati, dan 68% untuk selulosa. Tingginya hasil konversi
katalitik selulosa tongkol jagung dengan katalis berbasis nikel yang sudah sering
menggunakan metode gravimetri dan Fourier Transform Infra Red (FITR) untuk
mengukur jumlah keasaman dan jenis situs asamnya, fasa kristalin katalis
ukuran partikel katalis ditentukan dengan Particle Size Analyzer (PSA), morfologi
7
irradiasi UV dan produk gula alkohol yang dihasilkan dari uji fotokatalitik akan
B. Tujuan Penelitian
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai isolasi dan
A. Gula Alkohol
Gula alkohol adalah golongan poliol yang gugus karbonilnya (aldehid atau keton)
direduksi menjadi gugus hidroksil primer atau sekunder. Gula alkohol memiliki
karakteristik yang mirip dengan gula sukrosa tapi memiliki kelebihan karena nilai
insulin sehingga tidak meningkatkan gula darah dan aman digunakan untuk
2016).
digunakan seperti gula, dan biasanya dikombinasikan dengan pemanis lain untuk
alkohol tidak hanya berfungsi sebagai pemanis, tapi juga sekaligus untuk
1. Sorbitol
Sorbitol (d-glusitol) dengan rumus kimia C6H14O6 , adalah gula alkohol dengan
enam atom karbon, dan ditemukan oleh ilmuan Perancis pada tahun 1872. Poliol
ini secara alami ditemukan dalam apel, pear, aprikot, dan beberapa buah-buahan
kering seperti prunes, kurma, dan kismis. Sorbitol dapat diproduksi dari glukosa
atau sukrosa dengan cara hidrogenasi katalitik menggunakan gas hidrogen dan
katalis Ni pada suhu dan tekanan tinggi (Kusserow et al., 2003). Sorbitol juga
dapat diproduksi dengan cara reduksi dekstrosa pada kondisi alkali (Barbieri et
Sorbitol memiliki kalori lebih rendah dari sukrosa, dengan tingkat kemanisan 60%
dari sukrosa. Tingkat kelarutannya dalam air 20 kali lebih tinggi daripada
mannitol. Sorbitol diproduksi dalam bentuk cairan dan kristal, rasanya manis dan
Sorbitol resisten terhadap fermentasi bakteri di dalam mulut yang dapat memecah
gula dan pati melepaskan senyawa asam penyebab lubang gigi dan kerusakan
itulah, sorbitol banyak digunakan dalam produk kosmetik dan farmasi. Sorbitol
bisa ditambahkan pada berbagai macam produk termasuk permen bebas gula,
permen karet, dan produk makanan bebas gula lainnya, juga dapat digunakan
untuk mencegah hilangnya air dari makanan yang dapat menyebabkan makanan
menjadi kering atau keras selama penyimpanan seperti roti dan coklat. Sorbitol
dapat digunakan juga sebagai prekursor dalam pembuatan Vitamin C (Silveira and
Jonas, 2002).
2. Mannitol
Mannitol adalah gula alkohol dengan enam atom karbon dan merupakan isomer
dari sorbitol (Gambar 2). Mannitol digunakan sebagai cadangan karbohidrat oleh
beberapa bakteri, jamur, alga coklat dan beberapa tanaman tingkat tinggi.
glukosa dan fruktosa (1:1) pada suhu dan tekanan tinggi (Ghoreishi and
Shahrestani, 2009). Proses tersebut memberikan hasil mannitol hanya 25% dan
darah dan kebutuhan insulin lebih sedikit dibandingkan setelah konsumsi glukosa.
Mannitol memiliki tingkat kemanisan 50% dari tingkat kemanisan sukrosa dan
3. Xylitol
Xylitol adalal poliol dengan lima atom karbon (Gambar 3), ditemukan pada tahun
1891 dan sejak tahun 1960-an telah digunakan sebagai pemanis. Secara alami
xylitol dapat ditemukan pada beberapa buah dan sayuran, beri, gandum, jamur,
dan diproduksi dalam jumlah kecil pada jaringan manusia (Barbieri et al., 2014).
Substrat utama untuk produksi xylitol adalah xilosa yang biasanya didapatkan dari
tanaman birch dan kayu keras lainnya. Sama halnya dengan gula alkohol yang
logam. Prosesnya diawali dengan isolasi xilan dari kayu diikuti dengan hidrolisis
jagung, bagas tebu, dan serat lainnya. Penggunaan ragi juga bisa dilakukan karena
Xylitol memiliki rasa paling manis diantara gula alkohol yang lain. Tingkat
kemanisannya sama dengan sukrosa dengan kalori lebih rendah dan tanpa rasa
Xylitol digunakan secara luas dalam bidang biomedis. Konsumsi secara rutin
dapat mengurangi kerusakan gigi. Selain mengurangi karies gigi, xylitol juga
B. Selulosa
selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering
tanaman (Saha, 2004). Selulosa adalah polisakarida yang tersusun atas molekul-
molekul β-D-glukosa, membentuk rantai lurus dan saling terikat satu sama lain
glukosa pada molekul selulosa terikat kuat karena adanya ikatan hidrogen
13
intermolekul dan intra molekul (Gambar 4). Panjang rantai molekul selulosa
berkisar antara 100-14.000 unit, dengan bobot molekul antara 300.000 – 500.000.
terdahulu umumnya melakukan konversi pati menjadi senyawa kimia. Karena pati
dari limbah-limbah pertanian seperti tongkol jagung, bagas tebu, dan tandan
(CrI), derajat polimerisasi (DP) dan fraksi reduksi gugus ujung (F) terkait dengan
substrat (Zhang et al., 2004). Diantara faktor-faktor tersebut, CrI adalah faktor
utama, karena jika selulosa memiliki struktur kristal yang sempurna sangat sulit
untuk katalis berinteraksi dengan situs dalam dari kristal. Akibat kekakuan
strukturnya inilah yang membuat selulosa kristalin sulit untuk didegradasi. Hal ini
Konversi katalitik selulosa menjadi gula alkohol seperti sorbitol dan mannitol
telah banyak dilakukan . Gula alkohol dapat diproduksi dari penguraian selulosa
Logam nikel fosfida digunakan sebagai katalis untuk konversi selulosa dan
dihasilkan poliol lain seperti mannitol, etilen glikol, 1,2-propilen glikol, dan
Katalis Ru/C disimpulkan memiliki aktivitas paling tinggi untuk konversi selulosa
dengan kristalinitas 33% dibandingkan logam lainnya seperti Fe, Co, Ni, Pd, Pt,
15
Rh, Ir, Ag, dan Au dengan jumlah sorbitol dihasilkan sebanyak 36 % (Deng, et
al., 2009).
Gambar 5. Skema konversi selulosa menjadi gula alkohol (Zhou et al., 2011)
Katalis Ru/C mampu mengkonversi selobiosa (pada 245oC; 0,5 jam; 6 MPa)
menjadi sorbitol sebanyak 34,6% dan mannitol 11,4% sebagai produk samping
(Luo et al., 2007), dan katalis Pt/γ-Al2O3 (pada 190 oC; 24 jam; 5 MPa) dapat
sedangkan katalis Ni/CNF (pada 230 oC; 4 jam; 6 MPa) dapat menghasilkan
sorbitol 50,3% dan mannitol 6,2% (Van de Vyver et al., 2010). Penggunaan
C. Tongkol jagung
Tongkol jagung merupakan bagian dari buah jagung yang telah diambil bijinya.
Kandungan terbesar dari tongkol jagung adalah serat (fiber), kemudian selulosa
dan hemiselulosa. Kandungan serat yang tinggi ini menyebabkan tongkol jagung
memilki kecernaan yang rendah saat digunakan untuk pakan ternak. Proses
selulosa 42%, hemiselulosa 33% dan lignin 18% (Saha, 2003; Schwietzke et al.,
2009). Kandungan selulosa yang cukup tinggi pada tongkol jagung ini berpotensi
lain yang lebih bernilai ekonomis. Tongkol jagung bisa digunakan sebagai bahan
baku pembuatan asam sitrat dengan cara enzimatis (Hang et al., 2001), pembuatan
gula (Hang et al., 1999) dan pembuatan etanol dari hidrolisatnya (Beall and
Ingram, 1992; Chen et al., 2010; Lima et al., 2002; Syawala et al., 2013). Ashour
et al., (2013) menemukan bahwa selain sebagai bahan baku untuk pembuatan
Tongkol jagung telah dikembangkan juga untuk proses produksi gula alkohol,
xylitol menggunakan mikroba (Fairus et al., 2013; Latif and Rajoka, 2001; Rivas
et al., 2002).
17
D. Katalis
didefinisikan sebagai zat atau substansi yang dapat mempercepat reaksi (dan
Untuk setiap reaksi yang dikatalisisnya, katalis harus mempunyai aktivitas kimia,
Kecepatan reaksi yang lebih tinggi untuk kondisi operasi yang sama.
Kecepatan reaksi yang sama, tetapi dengan output yang lebih tinggi atau
Kecepatan reaksi yang sama pada kondisi yang lebih lunak (berupa suhu
atau tekanan operasi yang lebih rendah, dengan yield meningkat, operasi
menjadi lebih mudah, deaktivasi berkurang dan selektivasi yang lebih baik
18
Secara umum, katalis dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu katalis homogen
dan katalis heterogen. Katalis dan reaktan berada dalam fase yang sama pada
dioperasikan, mudah dimodifikasi dan mudah untuk dipelajari. Katalis jenis ini
memiliki kekurangan yaitu sulit dipisahkan dari campuran reaksi, dan kurang
stabil pada suhu tinggi. Karena alasan-alasan tersebut, katalis homogen terbatas
Katalis heterogen, adalah katalis dan reaktan berada pada fase yang berbeda.
Katalis heterogen memiliki sifat yang mudah dipisahkan dari campuran reaksi,
tahan dan stabil terhadap suhu relatif tinggi, mudah disiapkan dalam bentuk pellet
katalis heterogen saat ini lebih disukai dibandingkan dengan katalis homogen
E. Nanokatalis
padatan dengan ukuran partikel berkisar 10 – 100 nm (Mohanraj and Chen, 2006).
nanokatalis menunjukkan sifat fisika dan kimia yang berbeda dari bulk
Ada dua hal utama yang membuat nanokatalis berbeda dengan material sejenis
dalam ukuran besar (bulk) yaitu: (a) karena ukurannya yang kecil, nanokatalis
memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar
jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat
dengan material lain; (b) ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, hukum
fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum. Sifat-
Nanokatalis memiliki aktivitas yang lebih baik sebagai katalis karena material
nanokatalis memiliki permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar
secara merata pada permukaannya. Sifat ini menguntungkan untuk transfer massa
di dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi
reaksi adsorpsi dan katalitik (Widegren et al., 2003). Selain itu nanokatalis telah
banyak dimanfaatkan sebagai katalis untuk menghasilkan bahan bakar dan zat
metode kopresipitasi (Deraz et al., 2013; Pinna, 1998), dan metode sol-gel
F. Fotokatalis
kimia dari reaktan dan membentuk komposisi kimia baru pada setiap siklusnya
energi cahaya untuk proses dekomposisi bahan kimia disebut reaksi fotokatalisis.
Ada dua tipe fotokatalisis yaitu fotokatalisis homogen dan fotokatalisis heterogen.
sistem dalam satu fasa, dan biasanya dengan bantuan zat pengoksidasi seperti
suspensi.
Proses dekomposisi bahan kimia pada proses katalisis heterogen pada umumnya
2. Adsorpsi reaktan
4. Desorpsi produk
sama, hanya saja proses aktivasi katalis yang dilakukan pada reaksi konvensional
21
dilakukan dengan aktivasi termal digantikan dengan aktivasi oleh foton pada
reaksi fotokatalisis.
semikonduktor tipe chalgonide (oksida : TiO2, ZnO, ZrO, CeO2 atau sulfida:
memiliki daerah energi yang kosong (void energy region) yang disebut celah pita
energi (energi band-gap), yang terletak diantara batas pita konduksi dan pita
rekombinasi elektron dan hole yang diproduksi oleh suatu fotoaktivasi dalam
semikonduktor tersebut.
Katalis semikonduktor ini akan berfungsi sebagai katalis jika diiluminasi dengan
foton yang memiliki energi yang setara atau lebih dari energi band-gap (Eg)
semikonduktor yang digunakan (hv Eg). Induksi oleh sinar tersebut akan
foton akan mengakibatkan terbentuknya pasangan elektron (e-) dan hole (h+) yang
dipisahkan menjadi fotoelektron bebas pada pita konduksi dan fotohole pada pita
Ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada pada pasangan electron-hole, yaitu:
berikut:
(D) dan akseptor (A) yang teradsorbsi di permukaan partikel. Dengan kata
hole pada pita valensi akan mengoksidasi substrat (D) baik secara
23
Beberapa kemungkinan reaksi yang dapat terjadi pada ion-ion radikal yang
dan cahaya tampak (Ibhadon et al., 2013). Sumber radiasi ultraviolet bisa
atas :
kulit.
gelombang pendek dan lebih intens dibanding UV-A. UV-B lebih kuat
H. Spinel Ferit
Spinel ferit adalah katalis yang memiliki rumus umum AB2O4 dimana A adalah
kation-kation bervalensi 2 seperti Fe, Ni, Mo, Zn dan logam lainnya, yang
bervalensi 3 seperti Fe, Mn, Cr dll., yang menempati posisi oktahedral dalam
struktur kristalnya, serta terdistribusi pada lattice fcc yang terbentuk oleh ion O
(Kasapoglu et al., 2007 ; Almeida et al., 2008 ; Iftimie et al., 2006). Gambar 7
Gambar 7. Struktur kristal spinel ferit AB2O4 (Ghesami and Mousavina, 2014).
tiga perbedaan kelas seperti normal, terbalik atau campuran spinel. Beberapa ferit
mengandung komposisi dua atau lebih ion divalen (Ni2+, Mn2+, Zn2+, Cu2+ dan lain-
Salah satu spinel ferit yang telah banyak digunakan sebagai katalis adalah nikel
ferit (NiFe2O4). Nikel ferit ini memiliki struktur spinel terbalik (inverse) yang
mana setengah dari ion Fe mengisi pada posisi tetrahedral (posisi A) dan sisanya
menempati posisi pada oktahedral (posisi B) hal ini dapat dituliskan dengan
NiFe2O4 telah banyak digunakan sebagai katalis untuk benzoilasi toluen dengan
benzil klorida dan kemampuan sebagai sensor gas klorin pada konsentrasi rendah
(Ramankutty and Sugunan, 2001 ; Reddy et al., 1999 ; Iftimie et al., 2006) dan
sebagai katalis dalam reaksi hidrogenasi CO2 dan H2 menjadi senyawa alkohol
I. Preparasi Katalis
logam aktif katalis pada permukaan penyangga dengan cara yang efisien.
1. Sol-gel
Metode sel-gol adalah suatu metode sintesis dengan teknik temperatur rendah
yang melibatkan fasa sol. Sol adalah suatu sistem koloid padatan yang berdispesi
dalam cairan, sedangkan gel adalah sistem padatan yang porinya mengandung
material keramik ataupun gelas. Pada umumnya proses sol-gel melibatkan transisi
a. Dispersi yang tinggi dari spesi aktif yang tersebar secara homogen pada
permukaan katalis
dalam pori-pori katalis. Oleh karena itu, pelarut harus dihilangkan dari zat
padatnya sampai nilai kadar airnya rendah dengan cara pengeringan. Umumnya
pemanasan dapat menyebabkan tidak meratanya warna katalis dan rusaknya situs
aktif katalis sehingga aktivitas katalis tidak optimal. Peningkatan temperatur yang
lebih tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan terhadap pembentukan kisi kristal
katalis dan luas permukaannya. Maka diperlukan metode lain yang lebih baik
Pengeringan beku (freeze dry) adalah salah satu metode pengeringan yang
dan lipofil sehingga daya rehidrasi sangat tinggi dan dapat kembali ke sifat
sebelum pengeringan).
28
Menurut Liapis et al., (1994), proses pengeringan beku terdiri dari tahapan:
a. Tahap pembekuan, pada tahap ini bahan pangan atau larutan didinginkan
b. Tahap pengeringan utama, disini air dan pelarut dalam keadaan beku
Karena bahan pangan atau larutan bukan air murni tapi merupakan
dibawah 0°C dan biasanya dibawah -10°C atau lebih rendah, untuk
sublimasi atau air terikat yang ada dilapisan kering. Tahap pengeringan
komponen prekursor pada pembentukan spesi oksida, reaksi antara oksida yang
Proses preparasi katalis juga dapat dilakukan dengan cara yang lainnya yaitu
pertukaran ion. Perlakuan ultrasonik ini dapat mempengaruhi struktur atom dan
29
molekul katalis yaitu membuat ukuran partikel inti aktif katalis menjadi lebih
halus. Selain itu, pemberian perlakuan ini juga dapat meningkatkan aktivitas,
pertukaran ion katalis yang dipreparasi ini mempunyai ikatan logam penyangga
J. Karakterisasi Katalis
1. Keasaman Katalis
gravimetri dan metode FTIR (Fourier Transform Infra Red). Pada metode
gravimetri dapat diukur jumlah gas yang teradsorpsi pada permukaan katalis.
Sedangkan pada metode FTIR dapat diketahui serapan basa yang terikat oleh
katalis asam.
a. Gravimetri
Keasaman dari suatu katalis adalah jumlah asam, kekuatan asam serta gugus
asam Lewis dan asam Brønsted-Lowry dari katalis. Menurut Lewis, asam
adalah spesies yang dapat menerima elektron (akseptor elektron) dan basa
proton atau lebih sering disebut donor proton dan basa adalah spesies yang
Pada metode gravimetri dapat diukur jumlah gas yang teradsorpsi pada
permukaan katalis. Jumlah asam pada suatu padatan dapat diperoleh dengan
30
cara mengukur jumlah basa yang teradsorpsi secara kimia (kemisorpsi) dalam
fase gas. Basa gas yang terkemisorpsi pada situs asam yang kuat akan lebih
stabil dan akan lebih sukar terdesorpsi dari situs daripada basa yang
terkemisorpsi pada situs asam yang lebih lemah. Basa yang dapat digunakan
adalah amoniak, piridin, piperidin, quinolin, trimetil amin, dan pirol yang
Banyak mol basa yang teradsorpsi pada cuplikan dapat dihitung pada
( − )
= × 1000 /
( − )
cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom pada posisi kesetimbangan
Prinsip kerja dari FTIR adalah sebagai berikut: Sinar dari sumber dibagi
menjadi dua berkas, yakni satu berkas melalui cuplikan (berkas cuplikan) dan
satu berkas lainnya sebagai baku, kedua berkas itu dipantulkan oleh chopper
yang berupa cermin berputar (~10 x perdetik). Hal ini menyebabkan berkas
cuplikan dan berkas baku dipantulkan secara bergantian ke kisi difraksi. Kisi
mengubah energi panas menjadi energi listrik. Jika pada frekuensi cuplikan
menyerap sinar, detektor akan menerima intensitas berkas baku yang besar
dan berkas cuplikan yang lemah secara bergantian. Hal ini menimbulkan arus
bolak-balik dalam detektor lalu akan diperkuat oleh amplifer. Arus bolak-
dihubungkan dengan suatu alat penghalang berkas sinar yang disebut baji
optik. Gerakan baji dihubungkan pena alat rekorder sehingga gerakan baji ini
merupakan pita serapan pada spektra (Harley and Wiberley, 1954). Skema
Spektra yang dihasilkan dari FTIR, jenis situs asam (Brønsted-Lowry dan
serapan yang dihasilkan dari interaksi basa adsorbat dengan situs-situs asam
(Parry, 1963).
fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter kisi serta untuk
Metode XRD didasarkan pada fakta bahwa pola difraksi sinar-X untuk masing-
yang tepat dapat dilakukan antara pola difraksi sinar-X dari sampel yang tidak
diketahui dengan sampel yang telah diketahui, maka identitas dari sampel yang
Pada difraksi sinar-X terjadi hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom
dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut
2d.sinθ = n λ
Dimana:
kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang yang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang sama terdapat dalam sampel,
semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul
34
pada pola XRD mewakili satu puncak bidang kristal yang memiliki orientasi
struktur, serta distribusi pori padatan dari material nano dengan resolusi sub-
digambarkan oleh sebuah sinar elektron, yang mana diradiasikan melalui sampel
biasanya sekitar 80-200 KV. Sumber elektron yang diemisikan bersumber dari
Celah cahaya dan area spesimen yang disinari dikontrol oleh serangkaian lensa
tiga atau empat lensa bertingkat dan digambarkan pada lensa fluorescent. Gambar
yang dihasilkan ditangkap diatas pelat fotografi atau kamera CCD. Kapasitas
analisis pada TEM telah ditingkatkan dengan integrasi dengan beberapa teknik
35
yang unggul pada instrument. Teknik ini termasuk spektroskopi, seperti analisis
energy dispersive X-rays (EDX) dan electron energy loss spectroscopy (EELS)
(Ayyad, 2011).
Analisis TEM juga dapat melihat perbesaran dengan resolusi tinggi hingga
diatas perbesaran 500 ribu kali. Analisis ini dapat melihat perbesaran sampai
kristal ataupun kolom atom suatu molekul sehingga penglihatan perbesaran dapat
dapat dilihat ukuran dan bentuknya (Harahap, 2012). Skema alat Transmission
5. Analisis Band-gap
Istilah "Band gap" mengacu pada perbedaan energi antara bagian atas pita valensi
ke bagian bawah pita konduksi. Elektron dapat melompat dari satu pita ke pita
yang lain. Agar elektron dapat melompat dari pita valensi ke pita konduksi,
dibutuhkan jumlah energi minimum untuk terjadinya transisi, yang disebut energi
11.
salah satu alat yang paling penting untuk menyelidiki energi band-gap (Eg) dan
struktur pita semikonduktor. Ada beberapa metode yang bisa digunakan, salah
DRS, saat bahan yang terdiri dari banyak partikel, atau nanopartikel diberi cahaya,
maka radiasi cahaya akan menembus sampel dan beberapa akan dipantulkan dari
sampel dan kembali keluar dianggap sebagai pantulan yang terdifusi. DRS adalah
metode yang cocok, tidak merusak bahan, dan sederhana. DRS penting terutama
Bogor.
38
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, pengaduk magnetik,
freeze dryer, furnace, neraca analitik, desikator, lampu UV, reaktor katalitik,
Bahan yang digunakan yaitu tongkol jagung, nikel nitrat Ni(NO3)2.6H2O, Besi
(Merck, 99%), pektin, ammoniak, natrium hipoklorit, NaOH 4%, H2SO4 50%,
C. Prosedur Penelitian
1. Sintesis Nanokatalis
magnet pada suhu ruang sampai larutan homogen, kemudian diberi amoniak
campuran homogen.
39
Sistem larutan tersebut selanjutnya dipanaskan pada suhu 100oC hingga volume
larutan menyusut dan membentuk gel. Gel yang didapatkan di frezee dry untuk
dan dilanjutkan untuk uji karakterisasi katalis. Hal yang sama dilakukan untuk
2. Karakterisasi Katalis
a) Analisis Struktur
dioperasikan pada 40 kV dan 200 mA. Rentang difraksi yang diukur (2θ)
dalam rentang 20-80o, dengan scan step size 0,02o/menit (Maiti et al, 1973).
menggunakan metode Search Match dengan standar file data yang terdapat
dalam program Match Crystal Impact dan data standar pada JCPDF. Ukuran
b) Analisis Morfologi
disiapkan dan diletakan pada thin membran foil dan ditutup dengan logam
tungsten atau platina. Kemudian sampel di cutting oleh ion beam. Membran
40
masukan ke dalam chamber yang berisi aquades hingga warna indikator pada
control PC menunjukan warna hijau pada skala 10-12 secara stabil dan
d) Analisis Keasaman
diisi dengan 0,25 gram serbuk katalis dan dimasukan ke dalam desikator
yang telah divakum dan diisi piridin. Proses ini dibiarkan selama 24 jam
didiamkan di tempat terbuka selama 2 jam agar basa yang terikat secara
Banyaknya mol basa yang teradsorbsi pada cuplikan dapat dihitung dengan
( )
rumus: = ( )
× 1000 /
FTIR untuk penentuan jenis situs asam Brønsted-Lowry dan situs asam Lewis.
sudah dicampur dengan KBr dibentuk menjadi pelet dengan tekanan hidrolik.
Tongkol jagung dicuci lalu dihaluskan sampai menjadi butiran yang lebih kecil
tepung berada dalam larutan. Selanjutnya, dilakukan refluks pada suhu 100-120oC
selama 2 jam. Campuran kemudian disaring dan dicuci dengan air destilata untuk
larutan 5,25% NaClO kemudian direfluks pada suhu 110-130oC selama 4 jam.
Campuran setelah refluks didinginkan sampai suhu kamar, disaring dan dicuci
dimasukan ke dalam labu dan ditambahkan 50% H2SO4 pada suhu 45oC selama
45 menit. Selulosa yang telah dihidrolisis dicuci dengan cara sentrifugasi ( 5000
rpm selama 5 menit) untuk menghilangkan kelebihan asam sulfat dan dicuci
(1981). Sampel yang dianalisis adalah tongkol jagung sebelum perlakuan dan
dengan oven pada suhu 70C hingga kadar airnya maksimal 5%. Tongkol jagung
suling sebanyak 150 ml lalu dipanaskan dengan menggunakan hot plate suhu
100oC selama 2 jam. Sampel disaring dengan kertas saring dengan penambahan
air suling sampai dengan volume filtrat 300 ml lalu residu dikeringkan dengan
oven pada suhu 105C sampai dengan berat konstan. Setelah didapat berat
250 ml lalu ditambahkan H2SO4 1 N sebanyak 150 ml dan dipanaskan dengan hot
plate suhu 100C selama 1 jam. Selanjutnya residu disaring, dicuci dengan air
suling sampai dengan volume filtrat 300 ml, dan dikeringkan dengan suhu 105C
72% sebanyak 10 ml lalu residu (b) direndam dan dibiarkan selama 4 jam pada
suhu ruang. Residu (b) diberi penambahan H2SO4 1 N sebanyak 150 ml dan
dipanaskan dengan suhu 100oC selama 2 jam. Sampel tersebut disaring dengan
penambahan air suling sampai dengan volume filtrat 400 ml dan dikeringkan
dalam oven pada suhu 105oC sampai berat konstan. Maka didapatlah
berat c. Setelah didapat berat c, maka dilakukan pengukuran kadar abu dengan
memasukkan residu (c) ke dalam furnace suhu 600 untuk mendapatkan berat d.
5. Karakterisasi Nanoselulosa
0-70 . Indeks kristalinitas dihitung pada puncak 200 (I002, 2 = 22,6) dan
sampel dalam aquade dimasukkan kedalam chamber pada wet dispersion unit
disiapkan dan diletakan pada thin membran foil dan ditutup dengan logam
tungsten atau platina. Kemudian sampel di cutting oleh ion beam. Membran
6. Uji Katalitik
dalam proses uji katalitik konversi selulosa menjadi gula alkohol . Sebanyak 0,5 g
dengan sinar UV dan penambahan gas H2 pada reaktor fotokatalitik. Posisi lampu
sinar UV diatur dengan jarak 10-15 cm dari permukaan reaktor dan kekuatan
yaitu: 30, 60, dan 90 menit. Setelah konversi selesai, sisa nanoselulosa dan katalis
Setelah dingin serapannya diukur pada panjang gelombang 540 nm. Kadar
dinitrosalisilat 1%, fenol 0,2%, Na2SO3 0,05%, NaOH 1%, garam Rochel (NaK-
Tinggi (KCKT) Shimadzu dengan parameter fase gerak air, kolom Shimp-Pack
SCR 101 C (7,8 x 250 mm) detektor indeks refraksi, laju air 0,6 mL/menit, dan
suhu kolom 80oC (Shimadzu, 2015). Hal ini bertujuan untuk mengetahui
muncul dari sampel dengan puncak gula alkohol standar yang digunakan
membuat kurva standar hubungan antara luas area dengan konsentrasi deret
standar, kemudian memasukkan nilai luas area yang didapat dari sampel kedalam
kurva standar tersebut, hingga didapat konsentrasi glukosa dan gula alkohol dalam
sampel.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
bahwa :
5. Selulosa hasil preparasi dari tongkol jagung didapatkan dengan kadar sebesar
92,2%.
larutan.
B. SARAN
disarankan untuk :
terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Ayyad, O.D . 2011 . Novel Strategies The Synthesis of Metal Nanoparticle and
Nanostructure. Thesis. Univesitas de Barcelona. Barcelona.
Badger, P.C. 2002. Ethanol From Cellulose : A General Review. ASHS Press.
Alexandria. 17-21.
Beall, D.S. and L.O. Ingram. 1992. Conversion of hydrolysates of corn cobs and
hulls into ethanol by recombinant Eschericia coli containing integrated
genes for ethanol production. Biotechnology Letters, 14(9), 857-862.
Casbeer, E., V.K. Sharma, and X.Z. Li. 2012. Synthesis and photocatalytic
activity of ferrites under visible light: A review. Separation and
Purification Technology, 87, 1-14.
89
Chavan, S.M., M.K. Babrekar, S.S More, and K.M. Jadhav. 2010. Structural and
Optical Properties of Nanocrystalline Ni-Zn Ferrite Thin Films. Journal
of Alloys and Compounds, 507, 21-25.
Chen, Y., B. Dong, W. Qin, and D. Xiao. 2010. Xylose And Cellulose
Fractionation From Corncob With Three Different Strategies And
Separate Fermentation Of Them To Bioethanol. Bioresource
Technology, 101, 6994-6999
Costa, A.C.F.M., A.P. Diniz, V.J. Silva, R.H.G.A. Kiminami, D.R. Cornejo,
A.M.Gama, M.C. Rezende, and L.Gama. 2009. Influence of calcination
temperature on the morphology and magnetic properties of Ni-Zn ferrite
applied as an electromagnetic energy absorber. Journal of Alloys and
Compounds, 483, 503-505.
Ding, L.N., A.Q. Wang, M.Y. Zheng, and T. Zhang. 2010. Selective
transformation of cellulose into sorbitol by using a bifunctional nickel
phosphide catalyst. Chemistry and Suistanibility, 3, 818-821.
90
Fukuoka, A. and P.L. Dhepe. 2006. Catalytic conversion of cellulose into sugar
alcohols. Angewandte Chemie, 45, 5161-5163.
Garrow, J.S. and W.P.T. James .1993. Human nutrition and dietetics. 9 th
ed.Singapore: Longman Singapore. 40–1, 340–1, 570–7
Gibson, S., P. Gunn, A. Wittekind, and R. Cottrell. 2013. The effect of sucrose on
metabolic health: A systematic review of human intervention studies in
healthy adults. Critical Review in Food Science and Nutrition, 53, 591-
614.
Harley, J. H. and S.E. Wiberley. 1954. Instrumental Analysis. John Wiley &
Son, Inc. New York. 440.
Iftimie, N., E. Rezlescu, P.D. Popa, and N. Rezlescu. 2006. Gas sensitivity
nanocrystalline nickel ferrite. Journal of photoelectronics and Advanced
Materials, 8, 1016 - 1018.
Latif, F. and M. I. Rajoka. 2001. Production of ethanol and xylitol from corn cob
by yeast. Bioresources Technology, 77, 57-63.
Lee, B.D. and M.K. Park. 2014. Effect and safety of xylitol on middle ear
epithelial cell. The Journal of International Advanced Otology, 10,
19-24.
92
Li, J., X. Wei, Q. Wang, J. Chen, G. Chang, L. Kong, J. Su, and Y. Liu. 2012.
Homogenous isolation of nanocellulose from sugarcane baggase by high
pressure homogenization. Carbohydrate Polymer, 90, 1609-1613.
Liapis A.I. and R. Bruttini. 1994. A Theory for the primary and secondary
drying stages of the freeze-drying of pharmaceutical crystalline and
amorphous solutes: comparison between experimental data and theory.
International Journal of Heat and Mass Transfer, 48, 1675 –1687.
Lima, K.G.C., C.M. Takahashi, and A. Alterthum . 2002. Ethanol production from
corn cob hydrolysates coli KO11. Journal of Industrial Microbiology &
Biotechnology, 29, 124 – 128.
Liu, R. and H.T. Ou. 2015. Synthesis and application of magnetic photocatalyst of
Ni_Zn ferrite/TiO2 from IC lead frame scraps. Journal of
Nanotechnology, 2015, 727210, 1-7.
Luo, C., S. Wang, and H.C. Liu 2007. Cellulose Conversion into Polyols
Catalyzed by Reversibly Formed Acids and Supported Ruthenium
Clusters in Hot Water. Angewandte Chemie, 46, 7636-7639.
Ma, L., L. Chen, and S. Chen. 2009. Study on the characteristics and activity of
Ni–Cu–Zn ferrite for decomposition of CO2 . Materials Chemistry and
Physics, 114, 692–696.
Morales, E.A., E. S´anchez Mora, and U. Pal. 2007. Use of Diffuse Reflectance
Spectroscopy for Optical Characterization of Un-Supported
Nanostructures. Revista Mexicana de F´Isica S, 53(5), 18-22.
Nowak, M., B. Kauch, and P. Szperlich. 2009. Determination of energy band gap
of nanocrystalline SbSi using diffuse reflectance spectroscopy. Review of
Scientific Instruments, 80, 046107.
Parizi, M.K., Z.K. Bohlouli, M.K. Parizi, and A.M. Nazeri. 2015. Sugar alcohols
efficiacy on dental caries incidence: A review article. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 6(3), 1871-1874.
Patil, R.P., S.D. Delekar, D.R. Mane, and P.P Hankare. 2013. Synthesis, structural
and magnetic properties of different metal ion substitud nanocrystalline
zink ferrite. Result in Physics, 3, 129-133.
Perego, C. and P. Villa. 1997. Catalyst preparation method. Catalysis Today, 34,
281-305.
Pinna, F. 1998. Supported Metal Catalyst Preparation. Catalysis Today, 41, 129-
137.
Putz, H., J.C. Schön, and M. Jansen. 2001. Combined method for ab initio
structure solution from powder diffraction data. Journal of Applied
Crystallography, 32, 864–870.
Raghavender, A.T., N. Biliskov, and Z. Skoko. 2011. XRD and IR analysis of
nanocrystalline Ni-Zn ferrite synthesized by sol-gel method. Material
Letters,65, 677-680.
Reddy, C.V.G., S.V. Manorama, and V.J. Rao. 1999. Semiconducting Gas Sensor
for Chlorine Based on Inverse Spinel Nickel Ferrite. Sensors and
Actuators B: Chemical, 55, 90 - 95.
Rosita, R. and R. Safitri. 2012. Influence of Fish Feed Containing Corn-Cob Was
Fermented By Trichoderma Sp, Aspergillus Sp, Rhizopus Oligosporus
To The Rate of Growth of Java Barb (Puntius Gonionitus). APCBEE
Procedia, 2, 148 – 152
Segal, L., J.J Creely, A.E. Martin, and C.M. Conrad. 1959. An empirical method
for estimating the degree of crystalinity of native cellulose using the X-
ray diffractometer. Textile Research Journal, 786-794.
Skoog, D.A. dan J.J. Leary. 1992. Principle of Instrument Analysis 4th Ed.
Saunders College Pub.
Tanabe, K. 1981. Solid Acid and Base Catalyst in Catalysis Science and
Technology. John R. Anderson and Michael Boudart (Eds) Vol. 2.
Springer-Link. Berlin. 231 - 273.
Van de Vyver, S., J. Geboer, Dusselier, L. Zhang, T.G. Van, P. Jacobs, and B.F.
Sels. 2010. Selective Bifunctional Catalytic Conversion of Cellulose
over Reshaped Ni Particles at the Tip of Carbon Nanofibers. Chemistry
and Suistanibility, 3, 698-701.
Ward, D.A. and E.I Ko. 1995. Preparing catalytic materials by the sol-gel method.
Industrial and Engineering Chemistry Research, 34, 421-433
Wu, R.L., X.L Wang, F. Li, H.Z. Li, and Y.Z. Wang. 2009. Green composite
films prepared from cellulose, starch, and lignin in room-temperature
ionic liquid. Bioresource Technology, 100, 2569-2574.
96
Zahi, S., A.R. Daud, and M. Hashim. 2007. A comparative study of nickel-zinc
ferrites by sol-gel route and solid-state reaction. Material Chemistry and
Physics, 106, 452-456
Zhang, L. and Y. Wu. 2013. Sol-gel synthesized magnetic MnFe2O4 spinnel ferrite
nanoparticles as novel catalyst for oxidative degradation of methyl
orange. Journal of Nanomaterials, 2013, 640940, 1-6.
Zhang, J., S. Wu, and Y. Liu. 2014. Direct Conversion of Cellulose into Sorbitol
over a Magnetic Catalyst in an extremely Low Concentration Acid
System. Energy Fuels, 28, 4242-4246.
Zhang, G., C. Ni, X. Huang, A. Welgamage, L.A. Lawton, P.K.J. Robertson, and
J.T.S. Irvine. 2016. Simultaneous cellulose conversion and hydrogen
production assisted by cellulose decomposition under UV-light
photocatalysis. Chemical Communications The Royal Society of
Chemistry, 52, 1673-1676.
Zhou, C.H., X. Xia, C.X. Lin, D.S. Tong, and J. Beltramini . 2011. Catalytic
conversion of lignocellulosic biomass to fine chemicals and fuels.
Chemical Society. Reviews, 40, 5588–5617.