Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Tesis

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 78

KONVERSI SELULOSA LIMBAH TONGKOL JAGUNG MENJADI

GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN NANOKATALIS Ni (1-x)ZnxFe2O4


(TESIS)

Oleh
MIRANTI SAFITRI

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT

CONVERSION OF CORN CORB CELLULOSE INTO SUGAR


ALCOHOL USING Ni (1-x)ZnxFe2O4 NANOCATALYST

By

MIRANTI SAFITRI

In this research, conversion of corn cob cellulose into sugar alcohol using
nanosize Ni(1-x)ZnxFe2O4 (with x = 0,1-0,3) as catalyst was performed. Catalyst
was prepared by sol-gel method using pectin as emulsifier. XRD and TEM data
showed formation of nickel zinc ferrite with spinel cubic shape. Particle size
according to Debye-Sherrer equation is in the range of 7,42-9,28 nm. Catalyst has
Brønsted-lowry and Lewis acid site with acidity in the range of 0,9289-1,0636
mmol/gram. The catalysts were found to have band-gap energy ranging from 2.02
to 2.07 eV, in which the band-gap energy increases with increased Zn
concentrations. Corn cob nanocellulose was prepared by stepwise process of
delignification, bleaching, and sulfuric acid hydrolysis. The product with cellulose
content of 90.09% and crystallinity of 67.12% was obtained, in the form of
nanofibrilated cellulose with diameter 20-25 nm. Conversion of corn cobs
nanocellulose with Ni(1-x)ZnxFe2O4 catalyst was performed by irradiating the
sample with UV lamp of 125 Watt with irradiation times of 30, 45 and 60
minutes. The experimental results demonstrated that the catalyst exhibited activity
to breaks the glycosidic bond of cellulose, led to formation of glucose, with the
concentration of 0,05-0,10% according to HPLC analysis.

Keywords: corn cob, nanocellulose, nanocatalyst, sugar alcohol, spinel ferrite.


ABSTRAK

KONVERSI SELULOSA LIMBAH TONGKOL JAGUNG MENJADI


GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN NANOKATALIS Ni (1-x)ZnxFe2O4

Oleh
MIRANTI SAFITRI

Dalam penelitian ini telah dilakukan konversi selulosa limbah tongkol jagung
menggunakan nanokatalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 (dengan x = 0,1-0,3). Katalis dibuat
menggunakan metode sol gel dengan pektin sebagai pengemulsi. Data XRD dan
TEM menunjukkan sudah terbentuknya katalis nikel seng ferrit dengan bentuk
kubus spinel. Ukuran partikel berdasarkan persamaan Debye-Scherrer berkisar
antara 7,42-9,87 nm. Katalis memiliki situs asam Brønsted-Lowry dan situs asam
Lewis dengan jumlah situs asam sebesar 0,9289-1,0636 mmol/gram. Nilai energi
band-gap katalis dengan DRS sebesar 2,02-2,07 eV. Nilai energi band-gap akan
meningkat seiring bertambahnya konsentrasi Zn. Nanoselulosa tongkol jagung
dipreparasi melalui tahapan delignifikasi, bleaching, dan hidrolisis dengan asam
sulfat. Kadar selulosa didapatkan sebesar 92,12% dengan kristalinitas 67,12%.
Nanoselulosa yang dipreparasi merupakan nanofibril selulosa dengan diameter
20-25 nm. Konversi nanoselulosa tongkol jagung dengan katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4
dilakukan dengan irradiasi lampu UV 125 watt dengan waktu 30, 45 dan 60
menit. Katalis aktif memutuskan ikatan glikosidik selulosa menjadi glukosa. Hasil
analisis KCKT dari sampel hasil uji fotokatalitik menghasilkan glukosa dengan
konsentrasi 0,05-0,10 %.

Kata kunci : gula alkohol, nanokatalis, nanoselulosa, spinel ferit, tongkol jagung,
KONVERSI SELULOSA LIMBAH TONGKOL JAGUNG MENJADI
GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN NANOKATALIS Ni (1-x)ZnxFe2O4

Oleh
MIRANTI SAFITRI

TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
MAGISTER SAINS

Pada

Program Pascasarjana Magister Kimia


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Motto
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman diantaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
(QS. Al Mujadilah : 11)

Everything happens for a reason

Bukan kamu yang hebat, tapi itu semata


karena Allah SWT selalu memudahkan
urusanmu

“Education is the most powerful weapon


which you can use to change the world."
- Nelson Mandela

Keep your dreams alive and you will survive


(Donny Dhirgantoro-5 cm)
Syukur tak terhingga kepada Allah SWT atas limpahan
Kasih sayang-Nya, sehingga terciptalah karya tulis ini yang
dengan penuh cinta dipersembahkan untuk:

Bapak dan mamah tercinta yang telah mendidik dan membesarkan


atas segala Do’a, kesabaran, keikhlasan, limpahan kasih sayang,
nasehat dan warisan pendidikan yang tak ternilai harganya

Cahaya hidup, Wildan Hakim, Aqeela Yuki Annisa dan Aghniya


Sakhi Annisa atas kebahagiaan hidup tak terhingga

Hilman Permadi Kusuma dan Asha Aunaya La Assqiya atas do’a dan
dukungannya

Sahabat-sahabat yang selalu memberikan telinga untuk mendengar


dan bahu untuk bersandar

Keluarga besar SMK-SMTI Bandar Lampung yang selalu


memberikan dukungan, do’a dan motivasinya.

Siswa-siswi tersayang yang selalu memotivasi penulis untuk terus


belajar

Seluruh rekan-rekan saudara-saudariku keluarga besar Magister


Kimia 2015 yang selalu berbagi kebahagiaan
serta almamater Universitas Lampung
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 23 Juni 1985, sebagai anak kedua dari

empat bersaudara, terlahir dari pasangan Bapak Ade Hamidin dan Ibu Yayah

Rohayati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darul Huda

pada tahun 1996, pendidikan tingkat menengah pertama pada tahun 1999 di SMP

Negeri 1 Cipanas, dan pendidikan menengah atas pada tahun 2002 di SMAN 1

Cianjur. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan

Kimia FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) dan berhasil menyelesaikan S1 pada tahun 2007. Pada Tahun

2008, penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil di Kementerian Perindustrian

dan ditempatkan di unit kerja SMK-SMTI Bandar Lampung. Pada tahun 2009

penulis melangsungkan pernikahan dengan Wildan Hakim, S.Si dan saat ini sudah

dikarunia dua orang putri yaitu Aqeela Yuki Annisa dan Aghniya Sakhi Annisa.

Pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang strata 2 Magister

Kimia FMIPA Universitas Lampung melalui program Beasiswa Mandiri dari

Pusat Pendidikan dan Peatihan (Pusdiklat) Industri, Kementerian Perindustrian.


SANWACANA

Segala Puji bagi Allah, pencipta semesta alam atas nikmat-Nya yang tak terhingga

dan kasih sayang-Nya yang tak terbilang sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul “Konversi Selulosa Limbah Tongkol Jagung Menjadi Gula

Alkohol Menggunakan Nanokatalis Ni(1-x)ZnxFe2O4” yang merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Universitas Lampung.

Tidak sedikit kendala yang dihadapi penulis dalam pelaksanaan penelitian dan

penulisan tesis ini, tapi dengan kemurahan Allah SWT melalui tangan-tangan

orang-orang baik di sekeliling alhamdulillah tesis ini dapat terselesaikan. Untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rudy T.M. Situmeang, M.Sc selaku Pembimbing I atas seluruh

dedikasi yang beliau berikan selama menempuh pendidikan di kampus,

atas semua kesabaran, dan bimbingan yang diberikan hingga penelitian

dan tesis ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D. selaku Pembimbing II yang

telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, sehingga tesis penulis

dapat terselesaikan dengan baik.

3. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T , Prof Buhani, M.Si dan Dr Rinawati,

M.Si selaku Pembahas dalam penelitian penulis atas semua bimbingan,

dan koreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan.


4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung atas

seluruh dedikasi dan ilmu yang diberikan.

5. Bapak Mujiono selaku Kepala Pusdiklat Industri, Kementerian

Perindustrian RI atas bantuan dana tugas belajar pada program Beasiswa

Mandiri Pusdiklat Industri Kementerian Perindustrian.

6. Reza Mulyawan atas bantuan analisis HPLC nya, semoga kebaikannya

dibalas oleh Allah SWT, thanks a lot ya za.

7. Kak Aqwin Polosoro dan Teh Suci Indarwaty biokim 37 atas bantuan

informasinya bagi penulis.

8. Pak Nurdi Setiawan, dan Pak Triyono atas bantuan untuk analisis Freeze-

dry dan kalsinasi di Balai Pasca Panen, Bogor.

9. Bapak Drs. Heri Purnomo, M.Pd selaku Kepala SMK-SMTI Bandar

Lampung periode 2009-2017 atas dukungannya selama penulis

melaksanakan izin belajar.

10. Ibu Dra. Sulastri, MTA selaku Kepala SMK-SMTI Bandar Lampung

periode 2017-2022 atas dukungannya.

11. Orangtua tersayang, Bapak Ade Hamidin dan Mamah Yayah Rohayati atas

seluruh cinta, kasih sayang, kesabaran, keikhlasan, dan doa dalam

mendidik ananda, hanya Allah yang dapat membalas semua yang telah

diberikan.

12. Lights of life, Wildan Hakim dan ananda Aqeela Yuki Annisa dan Aghniya

Sakhi Annisa atas pengertian dan cinta tak terhingga.

13. Adinda Hilman Permadi Kusuma dan Asha Aunaya La Asqiya yang

sangat mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.


14. Three Musketeers Arum Widyasmara dan Ari Gunawan, Alhamdulillah

penulis melalui ini semua bersama kalian, terima kasih untuk semua yang

telah kita lalui bersama.

15. Rekan kerja penelitian Bu Sion Silalahi serta adik-adik Kimia 2013

Esti, Lindawati, Dewi Rumondang, Renita, Widya , Mega, dan Nabila

terima kasih untuk semua kerjasama dan bantuannya.

16. Geng KF: Faradilla Syani, Endah Pratiwi dan Hanif Amrulloh atas semua

bantuan selama melaksanakan kuliah Kimia Fisik.

17. Rekan-rekan Magister Kimia Angkatan 2015 Bu Emma Hermawati, Mba

Annissa , Bu Eka Epriawati, Ria Yunita, dan Ridho Nahrowi terima kasih

untuk persaudaraan yang dibina selama menempuh pendidikan di kampus.

18. Mb Liza dan Pak Gani terima kasih atas seluruh bantuan yang diberikan

kepada penulis.

19. Rekan kerja di Lab Instrumen SMK-SMTI Bandar Lampung, Pak Zayadi

dan Desi Afriani, terima kasih atas pengertian dan dukungannya.

20. Member-member tercinta, Chiimung, Tria, Mba Pirma, Mba April, Mami

Desi, Bunda Uci, Mba Anjar, Surini, Rani, Mba Nur, Fetty, Mba Niken.

21. Keluarga besar SMK-SMTI Bandar Lampung atas motivasinya kepada

penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan

dan kesalahan, tapi semoga tulisan ini bermanfaat.

Bandar Lampung, Februari 2018


Penulis

Miranti Safitri
i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………………………........................................................... i

DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN …………………............................................... 1
A. Latar Belakang …......................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ………............................................................. 7
C. Manfaat Penelitian ……............................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA . ................................................................ 8


A. Gula Alkohol .. ............................................................................. 8
1. Sorbitol ..................................................................................... 9
2. Mannitol ................................................................................... 10
3. Xylitol....................................................................................... 11
B. Selulosa ….................................................................................... 12
C. Tongkol Jagung…… .................................................................... 15
D. Katalis .......................................................................................... 17
E. Nanokatalis ................................................................................... 18
F. Fotokatalis .................................................................................... 20
G. Sinar Ultraviolet ........................................................................... 23
H. Spinel Ferit ................................................................................... 24
I. Preparasi Katalis ........................................................................... 26
1. Sol-Gel...................................................................................... 26
2. Pengeringan Beku (Freeze-Dry) .............................................. 27
3. Pengeringan dan Kalsinasi ....................................................... 28
J. Karakterisasi Katalis ...................................................................... 29
1. Keasaman Katalis .................................................................... 29
2. Penentuan Fasa Kristalin Katalis.............................................. 32
3. Penentuan Morfologi Permukaan Katalis................................. 34
4. Analisis Band-Gap.................................................................... 36
ii

III. METODE PENELITIAN ………………………… ...................... 37


A. Waktu dan Tempat Penelitian …. ................................................ 37
B. Alat dan Bahan ………………….. ............................................. 38
C. Prosedur Penelitian……………………………………………. .. 38
1. Sintesis Nanokatalis …............................................................ 38
2. Karakterisasi Katalis … ........................................................... 39
a. Analisis Struktur ................................................................. 39
b. Analisis Morfologi .............................................................. 39
c. Analisis Distribusi Ukuran Partikel .................................... 40
d. Analisis Keasaman .............................................................. 40
e. Analisis Energi Band-Gap ................................................... 41
3. Preparasi Nanoselulosa dari Tongkol Jagung ……................. 41
4. Analisis Proksimat Selulosa..................................................... 42
5. Karakterisasi Nanoselulosa...................................................... 44
a. Analisis Derajat Kristalinitas ............................................... 44
b. Analisis Ukuran Partikel Nanoselulosa ............................... 44
c. Analisis Morfologi Nanoselulosa......................................... 45
6. Uji Katalitik ............................................................................. 45
7. Analisis Gula Reduksi dengan Metode DNS........................... 46
8. Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .. 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………… .............. 47


A. Sintesis Nanokatalis…. ................................................................ 47
B. Karakterisasi Katalis…………………......................................... 50
1. Analisis Struktur Kristalin ...................................................... 50
2. Analisis Ukuran Partikel Katalis............................................. 56
3. Analisis Morfologi Katalis...................................................... 57
4. Analisis Keasaman .................................................................. 60
5. Analisis Energi Band-Gap ...................................................... 62
C. Preparasi Nanoselulosa Tongkol Jagung...................................... 67
D. Analisis Proksimat Tongkol Jagung dan nanoselulosa………… 71
E. Karakterisasi Nanoselulosa Tongkol Jagung …........................... 69
1. Analisis Derajat Kristalinitas .................................................. 69
2. Analisis Distribusi Ukuran Partikel ........................................ 70
3. Analisis TEM Nanoselulosa.................................................... 71
F. Uji Konversi Nanoselulosa Tongkol Jagung ................................ 72
G. Analisis Hasil Konversi ................................................................ 73
iii

V. SIMPULAN DAN SARAN ………………………… .................... 86


A. Simpulan ...................................................................................... 86
B. Saran ............................................................................................ 87

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 88

LAMPIRAN................................................................................................. 97
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi beberapa lignoselulosa pada beberapa biomassa .................... 13

2. Puncak representatif dari masing-masing katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 .......... 51

3. Puncak-puncak representatif dari difraktogram acuan JCPDF ................. 52

4. Ukuran partikel katalis berdasarkan persamaan Scherrer ......................... 55

5. Kristalinitas Katalis................................................................................... 59

6. Ukuran partikel katalis berdasarkan mikrograf TEM ............................... 59


7. Keasaman nanokatalis............................................................................... 60

8. Nilai energi band-gap nanokatalis Ni(1-x)ZnxFe2O4.............................. … 66

9. Analisis proksimat tongkol jagung dan nanoselulosa .............................. 68

10. Persentase nanoselulosa terkonversi........................................................ 73

11. Konsentrasi glukosa pada sampel hasil konversi..................................... 76

12. Hasil analisis KCKT pada sampel hasil konversi.................................... 80

13. Data absorbansi hasil konversi glukosa................................................... 81

14. Data 2θ dan nilai FWHM Difaktogram Fasa Kristalin .......................... 102

15. Data Distribusi Ukuran Partikel Ni0,9Zn0,1Fe2O4..................................... 105

16. Data Distribusi Ukuran Partikel Ni0,8Zn02Fe2O4..................................... 105

17. Data Distribusi Ukuran Partikel Ni0,9Zn0,1Fe2O4................................... 106

18. Data Pengukuran Jumlah Situs Asam Katalis........................................ 107


v

19. Data analisis proksimat……………...................................................... 111

20. Data perhitungan persentase nanoselulosa terkonversi.......................... 114

21. Data perhitungan kadar glukosa dengan metode DNS............................ 115

22. Data luas area standar glukosa dan gula alkohol..................................... 116
.
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Sorbitol........................................................................................ 9

2. Struktur Mannitol ...................................................................................... 10

3. Struktur Xylitol ......................................................................................... 11

4. Struktur Selulosa ....................................................................................... 13

5. Skema Konversi selulosa menjadi gula alkohol ....................................... 15

6. Diagram pita energi pada proses fotokatalisis .......................................... 22

7. Struktur Kristal Spinel Ferite AB2O4 ........................................................ 25

8. Skema FTIR .............................................................................................. 31

9. Proses pembentukan puncak pada XRD ................................................... 33

10. Skema alat Transmission Electron Microscope....................................... 35

11. Daerah energi pada semikonduktor.......................................................... 36

12. Hasil preparasi prekursor katalis .............................................................. 48


13. Serbuk katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 ................................................................. 50
14. Difraktogram katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 ..................................................... 51

15. Pencocokan difraktogram Ni0,9Zn0,1Fe2O4 .............................................. 53

16. Pencocokan difraktogram Ni0,8Zn0,2Fe2O4 ............................................... 54

17. Pencocokan difraktogram Ni0,7Zn0,3Fe2O4 ............................................... 54

18. Distribusi ukuran partikel pada katalis Ni0,9Zn0,1Fe2O4 ........................ 56

19. Distribusi ukuran partikel pada katalis Ni0,8Zn0,2Fe2O4 ......................... 56


vii

20. Distribusi ukuran partikel pada katalis Ni0,7 Zn0,3Fe2O4 ........................ 57

21. Mikrograf hasil analisis TEM katalis....................................................... 58

22. Spektrum Inframerah katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 .......................................... 61

23. Spektrum reflektan dan absorban dari nanokatalis .................................. 63

24. Plot Tauc untuk menentukan nilai energi band-gap Ni0,9Zn0,1Fe2O4 ...... 64

25. Plot Tauc untuk menentukan nilai energy band-gap Ni0,8Zn0,2Fe2O4 ..... 65

26. Plot Tauc untuk menentukan nilai energi band gap Ni0,7Zn0,3Fe2O4 ......... 65

27. Preparasi nanoselulosa tongkol jagung .................................................... 68

28. Difraktogram nanoselulosa ...................................................................... 69

29. Distribusi ukuran partikel nanoselulosa dengan PSA .............................. 70

30. Mikrograf nanoselulosa tongkol jagung................................................... 71

31. Reaktor fotokatalisis ................................................................................ 72

32. Analisis gula reduksi dengan pereaksi Fehling........................................ 74

33. Reaksi DNS dengan gula reduksi............................................................. 75

34. Analisis gula reduksi dengan pereaksi DNS ............................................ 75

35. Kurva standar glukosa.............................................................................. 76

36. Grafik Hubungan Waktu terhadap Konsentrasi Glukosa ........................ 77

37. Kromatogram standar glukosa dan gula alkohol...................................... 78

38. Kromatogram hasil konversi nanoselulosa tongkol jagung dengan katalis


Ni(1-x)ZnxFe2O4 pada waktu 30 menit ...................................................... 79

39. Kromatogram standar glukosa yang dikonversi menggunakan katalis


Ni0,8Zn0,2Fe2O4 ....................................................................................... 82

40. Skema reaksi konversi selulosa menjadi heksitol .................................... 84

41. Kromatogram standar campuran senyawa gula ....................................... 85

42. Skema Prosedur Sintesis Katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 ..................................................... 98


viii

43. Skema Prosedur Uji Katalitik .................................................................. 99

44. Difraktogram katalis Ni0,9Zn0,1Fe2O4 ....................................................... 100

45. Difraktogram katalis Ni0,8Zn0,2Fe2O4 ....................................................... 100

46. Difraktogram katalis Ni0,7Zn0,3Fe2O4 ....................................................... 101

47. Difraktogram NiFe2O4 Berdasarkan Data JCPDF 44-1485 ..................... 104

48. Difraktogram ZnFe2O4 Berdasarkan Data JCPDF 22-1012 .................... 104

49. Kurva Regresi Linier Perhitungan Energi Band-gap Katalis


Ni0,9Zn0,1Fe2O4 .......................................................................................... 108

50. Kurva Regresi Linier Perhitungan Energi Band-gap Katalis


Ni0,8Zn0,2Fe2O4 .......................................................................................... 109

51. Kurva Regresi Linier Perhitungan Energi Band-gap Katalis


Ni0,7Zn0,3Fe2O4 .......................................................................................... 110

52. Difraktogram nanoselulosa tongkol jagung ............................................. 113

53. Kurva standar glukosa.............................................................................. 116

54. Kurva standar xylitol................................................................................ 117

55. Kurva standar mannitol ............................................................................ 117

56. Kurva standar sorbitol .............................................................................. 117

57. Kromatogram hasil konversi nanoselulosa tongkol jagung dengan katalis


Ni0,9Zn0,1Fe2O4 pada waktu 45 menit ...................................................... 118

58. Kromatogram hasil konversi nanoselulosa tongkol jagung dengan katalis


Ni0,9Zn0,1Fe2O4 pada waktu 60 menit ...................................................... 118

59. Kromatogram hasil konversi nanoselulosa tongkol jagung dengan katalis


Ni0,8Zn0,2Fe2O4 pada waktu 45 menit ...................................................... 119

60. Kromatogram hasil konversi nanoselulosa tongkol jagung dengan katalis


Ni0,8Zn0,2Fe2O4 pada waktu 60 menit ...................................................... 119

61. Kromatogram hasil konversi nanoselulosa tongkol jagung dengan katalis


Ni0,7Zn0,3Fe2O4 pada waktu 45 menit ...................................................... 120

62. Kromatogram hasil konversi nanoselulosa tongkol jagung dengan katalis


Ni0,7Zn0,3Fe2O4 pada waktu 60 menit ...................................................... 120
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia. Manfaat gula

sebagai sumber kalori selain dari beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula

sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok. Selain untuk memenuhi kebutuhan

pokok, gula juga merupakan bahan pemanis utama yang digunakan sebagai bahan

baku pada industri makanan dan minuman. Gula yang paling banyak digunakan di

rumah tangga maupun industri yaitu gula pasir (sukrosa). Konsumsi sukrosa yang

berlebihan dapat meningkatkan resiko penyakit jantung, kencing manis (diabetes

melitus), dan kerusakan gigi (Gibson et al., 2013).

 Menurut Garrow and James (1993) bahan pengganti sukrosa haruslah

mempunyai rasa manis, tidak toksik, tidak mahal, tidak bisa difermentasi

oleh bakteri plak gigi, berkalori rendah dan harus dapat diproduksi dalam

skala industri. Dari persyaratan yang telah disebutkan maka gula alkohol

merupakan pengganti sukrosa yang baik.

Senyawaan gula alkohol adalah senyawa poliol yang didefinisikan sebagai

turunan sakarida yang gugus keton atau aldehidnya diganti dengan gugus

hidroksil. Gula alkohol lebih baik dibandingkan sukrosa karena memiliki nilai
2

kalori yang lebih rendah, tidak menyebabkan karies gigi (Parizi et al., 2015),

memiliki indeks glikemik yang rendah serta dimetabolisme tanpa menggunakan

insulin sehingga tidak meningkatkan gula darah dan aman digunakan untuk

penderita diabetes (Grembecka, 2016; Livesey, 2003; Mahian and Hakimzadeh,

2016). Karena keunggulannya itulah produksi gula alkohol sebagai pengganti

sukrosa maupun pemanis buatan lainnya menjadi sangat potensial untuk

dilakukan.

Gula alkohol dapat diproduksi dari penguraian selulosa menjadi glukosa

dilanjutkan dengan hidrogenasi glukosa menjadi gula alkohol. Hal ini dikarenakan

hidrolisis dari selulosa dapat menghasilkan komponen glukosa lebih dari 5.000

unit sehingga dapat dikonversi menjadi gula-gula alkohol seperti sorbitol,

mannitol, dan xylitol (Dhepe and Fukuoka, 2008). Sumber selulosa untuk

produksi gula alkohol bisa didapatkan dari residu limbah pertanian seperti bagas

tebu, tandan kosong kelapa sawit, dan tongkol jagung (Zhou et al., 2011).

Provinsi Lampung merupakan penghasil jagung terbesar ke-3 di Indonesia setelah

Jawa Timur dan Jawa Tengah dan menyumbang 7,6% dari produksi jagung

nasional yaitu sebanyak 1,5 juta ton pada tahun 2015 (Badan Pusat Statistik,

2016). Sekitar 45% dari berat biji jagung bertongkol adalah tongkol, yang berarti

dari produksi 1,5 juta ton dihasilkan tongkol sebanyak 650 ribu ton. Tongkol

jagung memiliki kandungan selulosa 42%, hemiselulosa 33%, lignin 18%, abu

1,5% dan 5,5% bahan lain (Schwietzke et al., 2009). Kandungan selulosa yang

tinggi ini menunjukkan bahwa tongkol jagung berpotensi besar untuk

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri gula alkohol.


3

Proses konversi selulosa menjadi senyawa gula alkohol biasa dilakukan dengan

proses hidrogenasi katalitik memanfaatkan bantuan katalis baik biokatalis maupun

katalis kimia. Penggunaan mikroba sebagai biokatalis untuk konversi selulosa

tongkol jagung menjadi xylitol telah dilakukan oleh Rivas et al., (2002) dengan

cara fermentasi menggunakan Debaryomyces hansenii didapat hasil 62 gr/L

xylitol dari 93 gr /L xilosa. Fairus et al., (2013) juga telah melakukan kajian

pembuatan xylitol dari tongkol jagung dengan cara fermentasi menggunakan

Candida tropicalis dengan variabel waktu 12, 24, 36 dan 48 jam dan suhu 30,34

dan 37oC dengan hasil 0,558 gr xylitol/gr xilosa. Latif and Rajoka (2001)

menggunakan Saccaromyces cereviseae untuk proses sakarifikasi dan fermentasi

tongkol jagung kering menjadi etanol dan xylitol dan didapatkan hasil 0,42 gr/gr

etanol dan 0,52 gr/gr xylitol.

Beberapa kekurangan dari penggunaan mikroba pada aplikasi komersil konversi

selulosa adalah mikroba relatif kurang stabil, sulitnya pemisahan enzim dari

campuran hasil reaksi untuk digunakan kembali, waktu reaksi lama serta harganya

yang mahal (Badger, 2002). Hasil konversi yang didapatkan dari reaksi biokatalis

ini pun masih rendah, sehingga penggunaan katalis heterogen diperlukan untuk

meningkatkan hasil konversi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, katalis Ru/C mampu mengkonversi selobiosa (pada 245 oC; 0,5 jam;

6 MPa) menjadi sorbitol sebanyak 34,6 dan mannitol 11,4% sebagai produk

samping (Luo et al., 2007), dan katalis Pt/γ-Al2O3 (pada 190 oC; 24 jam; 5 MPa)

dapat menghasilkan sorbitol 25 dan mannitol 6% (Fukuoka and Dhepe, 2006),

sedangkan katalis Ni/CNF (pada 230 oC; 4 jam; 6 MPa) dapat menghasilkan
4

sorbitol 50,3% dan mannitol 6,2% (Van de Vyver et al., 2010). Penggunaan

katalis Ni4.63CuAl1.82Fe0.79 (pada 488 K; 3 jam; 4 MPa) menghasilkan sorbitol

68.07% (Zhang et al., 2014).

Katalis berbasis nikel, ruthenium dan platina adalah katalis yang paling sering

digunakan untuk konversi monosakarida menjadi gula alkohol. Secara umum,

katalis berbasis ruthenium dan platina memiliki aktivitas katalitik yang lebih baik

dibandingkan katalis berbasis nikel. Namun, katalis berbasis nikel lebih umum

digunakan dalam industri. Hal ini dikarenakan harga dari prekursor nikel relatif

lebih murah dibandingkan dengan prekursor ruthenium dan platina serta

keaktifan yang relatif tidak berbeda. Keaktifan katalis nikel dapat ditingkatkan

dengan memadukan nikel dengan logam lain sebagai promotor. Jenis logam yang

umum digunakan adalah logam-logam transisi seperti: Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu,

dan Zn yang memiliki orbital d yang masih kekurangan elektron.

El-Kherbawi (2010) mengungkapkan bahwa katalis dengan berbagai macam

campuran oksida logam dalam satu sistem katalis mempunyai keaktifan yang

lebih tinggi jika dibandingkan dengan logam tunggal itu sendiri. Ma et al., (2009)

menyatakan penambahan logam Zn akan memperkuat struktur spinel ferrit.

Harga yang murah dari katalis berbasis nikel ferit dan kereaktifan yang dapat

ditingkatkan dengan memadukan nikel dengan logam seng menjadi pertimbangan

preparasi nanokatalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 dengan menggunakan prekursor nikel nitrat,

seng nitrat, dan Fe (III) nitrat dalam konversi selulosa tongkol jagung menjadi

senyawaan gula alkohol.


5

Katalis dengan ukuran nanopartikel akan memiliki aktifitas yang jauh lebih baik

sebagai katalis karena memiliki luas area permukaan yang cukup tinggi dengan

rasio atom-atom yang menyebar merata pada permukaan sehingga

memudahkan transfer massa reaktan untuk dapat berdifusi sampai masuk ke

dalam situs aktif katalis di dalam pori- pori (Widegren and Finke, 2003). Dalam

preparasi katalis, pemilihan metode preparasi menjadi faktor penting. Salah satu

metode preparasi yang berhasil memberikan katalis berukuran nano adalah

metode sol gel. Hal ini dikarenakan prosesnya yang sederhana dengan

mencampurkan logam-logam aktif secara bersamaan kedalam prekursor katalis.

Raghavender et al., (2011) melakukan metode sol gel untuk preparasi

nanokristalin Ni(1-x)ZnxFe2O4 dengan pelarut asam sitrat. Ghasemi dan Mousavina

(2013) melakukan preparasi Ni0,6Zn0,4Fe2O4 dengan pelarut asam sitrat

menghasilkan partikel berukuran 38-50 nm. Zahi et al., (2007) membandingkan

metode solid state dengan metode sol-gel dalam pembuatan Ni-Zn ferit dan

didapatkan kesimpulan bahwa metode sol gel memberikan kemurnian dan

homogenitas yang lebih tinggi, serta ukuran partikel dan energi lebih rendah

dibandingkan metode solid state. Karena itulah metode sol gel digunakan dalam

preparasi nanokatalis Ni(1-x)ZnxFe2O4.

Proses konversi katalitik selulosa pada umumnya dilakukan pada suhu dan

tekanan tinggi karena suhu dan tekanan memegang peranan penting untuk

mendapatkan hasil konversi yang optimal. Tapi diperlukan perancangan alat yang

khusus dan rumit untuk mendapatkan kondisi suhu dan tekanan optimal tersebut.

Cara lain yang telah sering digunakan untuk memacu penguraian senyawa organik

berukuran besar adalah dengan bantuan sinar UV. Keuntungan dari cara baru ini
6

adalah proses konversi katalitik dapat dilakukan pada suhu kamar dan tekanan

ruang. Energi yang diperlukan untuk proses katalitik didapatkan dari radiasi

lampu UV. Penggunaan irradiasi UV untuk proses konversi katalitik lignoselulosa

telah banyak dikembangkan. Zhang et al., (2016) melakukan konversi selulosa

menjadi glukosa dan karbon dioksida menggunakan radiasi UV pada fotokatalis

TiO2 dengan waktu reaksi 6 jam untuk siklus pada suhu 20-40C. Glukosa

terdekomposisi menjadi H2 sebanyak 80-90% dan CO2 sebanyak 70-80%. Fan et

al., (2011) melakukan fotodegradasi 10 gram selulosa dalam 100 ml ZnCl2 66 %

dan menghasilkan 3,87 gr/L 5-hidroksimetil furfural. Irradiasi dilakukan

menggunakan lampu UV 21 W dengan waktu irradiasi selama 2 jam dengan

katalis TiO2. Kaneko et al., (2011) juga melakukan dekomposisi glukosa, pati, dan

selulosa melalui proses fotokatalitik menggunakan semikonduktor TiO2. Irradiasi

dilakukan dengan menggunakan lampu xenon 500 W, dan dihasilkan CO2 sebesar

100% untuk glukosa dan pati, dan 68% untuk selulosa. Tingginya hasil konversi

selulosa dengan menggunakan metode fotokatalitik atau irradiasi UV

memungkinkan dilakukannya pengembangan metode yang sama pada konversi

katalitik selulosa tongkol jagung dengan katalis berbasis nikel yang sudah sering

digunakan dalam metode thermal.

Untuk mendapatkan gambaran tentang kaitan antara karakteristik nanokatalis

dengan aktivitasnya dalam proses fotokatalitik, katalis akan dikarakterisasi

menggunakan metode gravimetri dan Fourier Transform Infra Red (FITR) untuk

mengukur jumlah keasaman dan jenis situs asamnya, fasa kristalin katalis

ditentukan menggunakan Difraksi sinar – X ( X-ray Difraction/XRD), distribusi

ukuran partikel katalis ditentukan dengan Particle Size Analyzer (PSA), morfologi
7

katalis ditentukan dengan Transmission Electron Microscopy (TEM), dan energi

band-gap diukur dengan menggunakan Diffuse Reflectance Spectrometry (DRS).

Selanjutnya akan dilakukan uji fotokatalitik dengan menggunakan metode

irradiasi UV dan produk gula alkohol yang dihasilkan dari uji fotokatalitik akan

dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mensintesis dan melakukan karakterisasi nanokatalis Ni(1-x)ZnxFe2O4.

2. Melakukan preparasi dan karakterisasi nanoselulosa dari tongkol jagung

3. Menganalisis potensi aktivitas dari katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 dalam

mengkonversi selulosa tongkol jagung menjadi gula alkohol.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai isolasi dan

karakterisasi nanoselulosa tongkol jagung, sintesis nanokatalis Ni(1-x)ZnxFe2O4,

serta kemampuan nanokatalis tersebut pada proses konversi nanoselulosa tongkol

jagung menjadi gula alkohol dengan metode irradiasi UV.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gula Alkohol

Gula alkohol adalah golongan poliol yang gugus karbonilnya (aldehid atau keton)

direduksi menjadi gugus hidroksil primer atau sekunder. Gula alkohol memiliki

karakteristik yang mirip dengan gula sukrosa tapi memiliki kelebihan karena nilai

kalori yang rendah, non-kariogenik (tidak menyebabkan terjadinya karies gigi),

memiliki indeks glikemik yang rendah dan dimetabolisme tanpa menggunakan

insulin sehingga tidak meningkatkan gula darah dan aman digunakan untuk

penderita diabetes (Grembecka, 2016; Livesey, 2003; Mahian and Hakimzadeh,

2016).

Tingkat kemanisan gula alkohol lebih rendah dari monosakarida, sehingga

digunakan seperti gula, dan biasanya dikombinasikan dengan pemanis lain untuk

mendapatkan tingkat kemanisan yang diinginkan. Seperti halnya karbohidrat, gula

alkohol tidak hanya berfungsi sebagai pemanis, tapi juga sekaligus untuk

mendapatkan tekstur produk yang tepat, sebagai bahan pengisi, mempertahankan

kelembaban, dan memberikan sensasi dingin di mulut. Beberapa jenis gula

alkohol yang dikenal diantaranya adalah mannitol, sorbitol and xylitol.


9

1. Sorbitol

Sorbitol (d-glusitol) dengan rumus kimia C6H14O6 , adalah gula alkohol dengan

enam atom karbon, dan ditemukan oleh ilmuan Perancis pada tahun 1872. Poliol

ini secara alami ditemukan dalam apel, pear, aprikot, dan beberapa buah-buahan

kering seperti prunes, kurma, dan kismis. Sorbitol dapat diproduksi dari glukosa

atau sukrosa dengan cara hidrogenasi katalitik menggunakan gas hidrogen dan

katalis Ni pada suhu dan tekanan tinggi (Kusserow et al., 2003). Sorbitol juga

dapat diproduksi dengan cara reduksi dekstrosa pada kondisi alkali (Barbieri et

al., 2014). Struktur sorbitol ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur sorbitol.

Sorbitol memiliki kalori lebih rendah dari sukrosa, dengan tingkat kemanisan 60%

dari sukrosa. Tingkat kelarutannya dalam air 20 kali lebih tinggi daripada

mannitol. Sorbitol diproduksi dalam bentuk cairan dan kristal, rasanya manis dan

memberikan efek dingin di mulut sehingga banyak digunakan sebagai pemanis

dalam pasta gigi.

Sorbitol resisten terhadap fermentasi bakteri di dalam mulut yang dapat memecah

gula dan pati melepaskan senyawa asam penyebab lubang gigi dan kerusakan

enamel (karies gigi) sehingga disebut bersifat non-kariogenik. Karena sifatnya


10

itulah, sorbitol banyak digunakan dalam produk kosmetik dan farmasi. Sorbitol

bisa ditambahkan pada berbagai macam produk termasuk permen bebas gula,

permen karet, dan produk makanan bebas gula lainnya, juga dapat digunakan

untuk mencegah hilangnya air dari makanan yang dapat menyebabkan makanan

menjadi kering atau keras selama penyimpanan seperti roti dan coklat. Sorbitol

dapat digunakan juga sebagai prekursor dalam pembuatan Vitamin C (Silveira and

Jonas, 2002).

2. Mannitol

Mannitol adalah gula alkohol dengan enam atom karbon dan merupakan isomer

dari sorbitol (Gambar 2). Mannitol digunakan sebagai cadangan karbohidrat oleh

beberapa bakteri, jamur, alga coklat dan beberapa tanaman tingkat tinggi.

Gambar 2. Struktur Mannitol.

Produksi mannitol dapat dilakukan dengan cara hidrogenasi katalitik campuran

glukosa dan fruktosa (1:1) pada suhu dan tekanan tinggi (Ghoreishi and

Shahrestani, 2009). Proses tersebut memberikan hasil mannitol hanya 25% dan

diperlukan proses pemurnian lebih lanjut, sehingga dikembangkan proses

fermentasi dengan menggunakan bakteri untuk menghasilkan konversi seluruhnya

dari d-fruktosa menjadi d-mannitol pada kondisi suhu normal.


11

Mannitol diabsorpsi sangat sedikit, sehingga peningkatan kadar glukosa dalam

darah dan kebutuhan insulin lebih sedikit dibandingkan setelah konsumsi glukosa.

Mannitol memiliki tingkat kemanisan 50% dari tingkat kemanisan sukrosa dan

memiliki efek dingin di mulut.

3. Xylitol

Xylitol adalal poliol dengan lima atom karbon (Gambar 3), ditemukan pada tahun

1891 dan sejak tahun 1960-an telah digunakan sebagai pemanis. Secara alami

xylitol dapat ditemukan pada beberapa buah dan sayuran, beri, gandum, jamur,

dan diproduksi dalam jumlah kecil pada jaringan manusia (Barbieri et al., 2014).

Gambar 3. Struktur Xylitol.

Substrat utama untuk produksi xylitol adalah xilosa yang biasanya didapatkan dari

tanaman birch dan kayu keras lainnya. Sama halnya dengan gula alkohol yang

lain, xylitol dapat diproduksi dengan cara hidrogenasi menggunakan katalis

logam. Prosesnya diawali dengan isolasi xilan dari kayu diikuti dengan hidrolisis

menjadi xilosa. Xilosa dimurnikan terlebih dahulu dengan cara kromatografi,

kemudian hasil pemurnian dihidrogenasi dengan katalis nikel. Produksi xylitol

secara komersial dilakukan dengan hidrogenasi larutan xilosa, pemurnian dan

kristalisasi menjadi bentuk ortorombik.


12

Produksi xylitol secara bioteknologi telah lama dikembangkan dari tongkol

jagung, bagas tebu, dan serat lainnya. Penggunaan ragi juga bisa dilakukan karena

xylitol bisa didapatkan sebagai produk antara dalam metabolisme xilosa.

Xylitol memiliki rasa paling manis diantara gula alkohol yang lain. Tingkat

kemanisannya sama dengan sukrosa dengan kalori lebih rendah dan tanpa rasa

pahit setelah konsumsi. Insulin tidak diperlukan untuk metabolismenya, mudah

larut dan menghasilkan sensasi dingin di dalam mulut.

Xylitol digunakan secara luas dalam bidang biomedis. Konsumsi secara rutin

dapat mengurangi kerusakan gigi. Selain mengurangi karies gigi, xylitol juga

berperan untuk mengurangi pembentukan plak dan menghambat pertumbuhan

Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus yang bertanggung jawab

terhadap kerusakan gigi dan pembentukan plak gigi.

B. Selulosa

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan

selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering

tanaman (Saha, 2004). Selulosa adalah polisakarida yang tersusun atas molekul-

molekul β-D-glukosa, membentuk rantai lurus dan saling terikat satu sama lain

oleh ikatan β-1,4-glikosidik. Selulosa memiliki rumus empiris (C6H10O5)n,

dengan n menunjukan derajat polimerisasi yakni jumlah satuan glukosa. Unit

glukosa pada molekul selulosa terikat kuat karena adanya ikatan hidrogen
13

intermolekul dan intra molekul (Gambar 4). Panjang rantai molekul selulosa

berkisar antara 100-14.000 unit, dengan bobot molekul antara 300.000 – 500.000.

Gambar 4. Struktur Selulosa (Fukuoka and Dhepe, 2006).

Selulosa di alam sangat melimpah, tapi selulosa biasanya terikat sebagai

lignesolulosa bersama hemiselulosa dan lignin. Tabel 1 berikut menunjukan

komposisi lignoselulosa pada beberapa biomassa.

Tabel 1. Komposisi lignoselulosa pada beberapa biomassa


Komposisi (% kering)
Biomassa
Selulosa Hemilulosa Lignin
Serat Jagung 15 35 8
Tongkol Jagung 42 33 18
Brangkasan 40 25 17
Jerami 35 25 12
Jerami Gandum 30 50 20
Bagas Tebu 40 24 25
Sumber : Saha (2003)

Pembentukan senyawa kimia dari lignoselulosa atau polimer terpisah, biasanya

terjadi melalui pemecahan ikatan polimer menjadi molekul glukosa. Penelitian

terdahulu umumnya melakukan konversi pati menjadi senyawa kimia. Karena pati

merupakan komponen bahan pangan maka hal ini dianggap kurang

menguntungkan karena dapat meningkatkan harga bahan pangan, sehingga

penelitian selanjutnya lebih memfokuskan pada konversi selulosa yang berasal


14

dari limbah-limbah pertanian seperti tongkol jagung, bagas tebu, dan tandan

kosong kelapa sawit (Zhou et al., 2011).

Konversi selulosa tergantung pada berbagai faktor seperti indeks kristalinitas

(CrI), derajat polimerisasi (DP) dan fraksi reduksi gugus ujung (F) terkait dengan

substrat (Zhang et al., 2004). Diantara faktor-faktor tersebut, CrI adalah faktor

utama, karena jika selulosa memiliki struktur kristal yang sempurna sangat sulit

untuk katalis berinteraksi dengan situs dalam dari kristal. Akibat kekakuan

strukturnya inilah yang membuat selulosa kristalin sulit untuk didegradasi. Hal ini

menunjukan bahwa bentuk amorf selulosa lebih rentan terhadap hidrolisis

daripada bentuk kristalinnya (Dhepe et al., 2008).

Konversi katalitik selulosa menjadi gula alkohol seperti sorbitol dan mannitol

telah banyak dilakukan . Gula alkohol dapat diproduksi dari penguraian selulosa

menjadi glukosa dilanjutkan dengan hidrogenasi glukosa menjadi gula alkohol,

seperti ditunjukkan oleh skema pada gambar 5.

Proses konversi selulosa umumnya dilakukan dengan bantuan katalis logam.

Logam nikel fosfida digunakan sebagai katalis untuk konversi selulosa dan

dihasilkan sorbitol sebagai produk dengan persentase paling banyak dan

dihasilkan poliol lain seperti mannitol, etilen glikol, 1,2-propilen glikol, dan

xylitol (Ding et al., 2010).

Katalis Ru/C disimpulkan memiliki aktivitas paling tinggi untuk konversi selulosa

dengan kristalinitas 33% dibandingkan logam lainnya seperti Fe, Co, Ni, Pd, Pt,
15

Rh, Ir, Ag, dan Au dengan jumlah sorbitol dihasilkan sebanyak 36 % (Deng, et

al., 2009).

Gambar 5. Skema konversi selulosa menjadi gula alkohol (Zhou et al., 2011)

Katalis Ru/C mampu mengkonversi selobiosa (pada 245oC; 0,5 jam; 6 MPa)

menjadi sorbitol sebanyak 34,6% dan mannitol 11,4% sebagai produk samping

(Luo et al., 2007), dan katalis Pt/γ-Al2O3 (pada 190 oC; 24 jam; 5 MPa) dapat

menghasilkan sorbitol 25% dan mannitol 6% (Fukuoka and Dhepe, 2006),

sedangkan katalis Ni/CNF (pada 230 oC; 4 jam; 6 MPa) dapat menghasilkan

sorbitol 50,3% dan mannitol 6,2% (Van de Vyver et al., 2010). Penggunaan

katalis Ni4.63CuAl1.82Fe0.79 (pada 488 K; 3 jam; 4 MPa) menghasilkan sorbitol

68.07% (Zhang et al., 2014).


16

C. Tongkol jagung

Tongkol jagung merupakan bagian dari buah jagung yang telah diambil bijinya.

Kandungan terbesar dari tongkol jagung adalah serat (fiber), kemudian selulosa

dan hemiselulosa. Kandungan serat yang tinggi ini menyebabkan tongkol jagung

memilki kecernaan yang rendah saat digunakan untuk pakan ternak. Proses

fermentasi seringkali dilakukan untuk meningkatkan kecernaan tongkol jagung

sebagai bahan baku pakan ternak (Rosita and Safitri, 2012).

Berdasarkan kandungan lignoselulosa, tongkol jagung memiliki kandungan

selulosa 42%, hemiselulosa 33% dan lignin 18% (Saha, 2003; Schwietzke et al.,

2009). Kandungan selulosa yang cukup tinggi pada tongkol jagung ini berpotensi

untuk dikembangkannya konversi selulosa dari tongkol jagung menjadi senyawa

lain yang lebih bernilai ekonomis. Tongkol jagung bisa digunakan sebagai bahan

baku pembuatan asam sitrat dengan cara enzimatis (Hang et al., 2001), pembuatan

gula (Hang et al., 1999) dan pembuatan etanol dari hidrolisatnya (Beall and

Ingram, 1992; Chen et al., 2010; Lima et al., 2002; Syawala et al., 2013). Ashour

et al., (2013) menemukan bahwa selain sebagai bahan baku untuk pembuatan

senyawa-senyawa kimia diatas, tongkol jagung juga berpotensi untuk

menghasilkan senyawa metabolit sekunder, diantaranya fenilpropanoids,

flavonoid (tricin dan kaemferol) dan 4 senyawa sterol tumbuhan.

Tongkol jagung telah dikembangkan juga untuk proses produksi gula alkohol,

pada umumnya dilakukan proses konversi hemiselulosa tongkol jagung menjadi

xylitol menggunakan mikroba (Fairus et al., 2013; Latif and Rajoka, 2001; Rivas

et al., 2002).
17

D. Katalis

Berzelius pada 1835 pertama kali mengemukakan istilah katalis. Katalis

didefinisikan sebagai zat atau substansi yang dapat mempercepat reaksi (dan

mengarahkan atau mengendalikannya), tanpa terkonsumsi oleh reaksi, namun

bukannya tanpa bereaksi. Katalis bersifat mempengaruhi kecepatan reaksi, tanpa

mengalami perubahan secara kimiawi pada akhir reaksi.

Peristiwa/fenomena/proses yang dilakukan oleh katalis ini disebut katalisis.

Katalis mempunyai tiga fungsi katalitik, yaitu:

1. Aktivitas ( berkaitan dengan kemampuannya mempercepat reaksi)

2. Selektivitas atau spesifitas (berkaitan dengan kemampuannya

mengarahkan suatu reaksi), dan

3. Stabilitas atau lifetime (berkaitan dengan kemampuannya menahan hal-hal

yang dapat mengarahkan terjadinya deaktivasi katalis).

Untuk setiap reaksi yang dikatalisisnya, katalis harus mempunyai aktivitas kimia,

selektivitas dan stabilitas yang cukup tinggi. Peningkatan aktivitas tersebut

memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut:

 Kecepatan reaksi yang lebih tinggi untuk kondisi operasi yang sama.

 Kecepatan reaksi yang sama, tetapi dengan output yang lebih tinggi atau

ukuran reaktor yang lebih kecil.

 Kecepatan reaksi yang sama pada kondisi yang lebih lunak (berupa suhu

atau tekanan operasi yang lebih rendah, dengan yield meningkat, operasi

menjadi lebih mudah, deaktivasi berkurang dan selektivasi yang lebih baik
18

Secara umum, katalis dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu katalis homogen

dan katalis heterogen. Katalis dan reaktan berada dalam fase yang sama pada

katalis homogen. Katalis homogen memiliki keunggulan yaitu aktivitas dan

selektivitasnya tinggi, tidak mudah teracuni oleh keberadaan pengotor, mudah

dioperasikan, mudah dimodifikasi dan mudah untuk dipelajari. Katalis jenis ini

memiliki kekurangan yaitu sulit dipisahkan dari campuran reaksi, dan kurang

stabil pada suhu tinggi. Karena alasan-alasan tersebut, katalis homogen terbatas

penggunaannya di industri, biasanya dalam pembuatan zat kimia khusus, obat-

obatan dan makanan.

Katalis heterogen, adalah katalis dan reaktan berada pada fase yang berbeda.

Katalis heterogen memiliki sifat yang mudah dipisahkan dari campuran reaksi,

tahan dan stabil terhadap suhu relatif tinggi, mudah disiapkan dalam bentuk pellet

katalis padat dan konstruksinya sederhana untuk tujuan praktis. Penggunaan

katalis heterogen saat ini lebih disukai dibandingkan dengan katalis homogen

(Cherkendroff and Niemantsverdriet, 2003).

E. Nanokatalis

Nanokatalis didefinisikan sebagai partikulat yang terdispersi atau partikel-partikel

padatan dengan ukuran partikel berkisar 10 – 100 nm (Mohanraj and Chen, 2006).

Nanokatalis telah banyak menarik perhatian para peneliti karena material

nanokatalis menunjukkan sifat fisika dan kimia yang berbeda dari bulk

materialnya, sifat-sifat tersebut seperti kekuatan mekanik, elektronik, magnetik,

kestabilan termal, katalitik dan optik (Mahaleh et al., 2008).


19

Ada dua hal utama yang membuat nanokatalis berbeda dengan material sejenis

dalam ukuran besar (bulk) yaitu: (a) karena ukurannya yang kecil, nanokatalis

memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar

jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat

nanokatalis bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom

di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung

dengan material lain; (b) ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, hukum

fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum. Sifat-

sifat tersebut dapat menjadi keunggulan nanokatalis dibandingkan partikel sejenis

dalam keadaan bulk (Abdullah dkk., 2008).

Nanokatalis memiliki aktivitas yang lebih baik sebagai katalis karena material

nanokatalis memiliki permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar

secara merata pada permukaannya. Sifat ini menguntungkan untuk transfer massa

di dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi

reaksi adsorpsi dan katalitik (Widegren et al., 2003). Selain itu nanokatalis telah

banyak dimanfaatkan sebagai katalis untuk menghasilkan bahan bakar dan zat

kimia serta menangani pencemaran lingkungan (Sietsma et al., 2007).

Banyak metode yang telah dikembangkan untuk sintesis nanokatalis, seperti

metode pemanasan sederhana dalam larutan polimer (Abdullah dkk, 2008),

metode pembakaran (combustion), metode sintesis koloid (Soderlind, 2008),

metode kopresipitasi (Deraz et al., 2013; Pinna, 1998), dan metode sol-gel

(Ismunandar, 2006; Paveena et al., 2010).


20

F. Fotokatalis

Fotokatalis didefinisikan sebagai material yang dapat menyerap cahaya,

memproduksi pasangan electron-hole yang menyebabkan terjadinya transformasi

kimia dari reaktan dan membentuk komposisi kimia baru pada setiap siklusnya

(Ramirez et al., 2015). Reaksi yang menggunakan fotokatalis dan memanfaatkan

energi cahaya untuk proses dekomposisi bahan kimia disebut reaksi fotokatalisis.

Ada dua tipe fotokatalisis yaitu fotokatalisis homogen dan fotokatalisis heterogen.

Fotokatalisis homogen adalah proses fotokatalitik yang berlangsung pada suatu

sistem dalam satu fasa, dan biasanya dengan bantuan zat pengoksidasi seperti

ozon dan hidrogen peroksida, sedangkan fotokatalisis heterogen adalah proses

fotokatalitik yang memanfaatkan bahan semikonduktor dalam bentuk

serbuk/partikel dan penggunaannya sebagai fotokatalis yang dilakukan dalam

suspensi.

Proses dekomposisi bahan kimia pada proses katalisis heterogen pada umumnya

akan terjadi melalui lima tahap :

1. Proses transfer reaktan pada fase cairan ke permukaan

2. Adsorpsi reaktan

3. Reaksi pada fase teradsorpsi

4. Desorpsi produk

5. Penghilangan produk dari bagian antarmuka.

Reaksi fotokatalitik akan terjadi pada fase teradsorpsi (tahapan ke-3).

Fotokatalisis dan reaksi katalisis konvensional terjadi melalui mekanisme yang

sama, hanya saja proses aktivasi katalis yang dilakukan pada reaksi konvensional
21

dilakukan dengan aktivasi termal digantikan dengan aktivasi oleh foton pada

reaksi fotokatalisis.

Pada proses fotokatalitik heterogen, semikonduktor yang digunakan adalah bahan

semikonduktor tipe chalgonide (oksida : TiO2, ZnO, ZrO, CeO2 atau sulfida:

ZnS, CdS). Semikonduktor dapat dimanfaatkan sebagai fotokatalis karena

memiliki daerah energi yang kosong (void energy region) yang disebut celah pita

energi (energi band-gap), yang terletak diantara batas pita konduksi dan pita

valensi yang tidak menyediakan tingkat-tingkat energi untuk mempromosikan

rekombinasi elektron dan hole yang diproduksi oleh suatu fotoaktivasi dalam

semikonduktor tersebut.

Katalis semikonduktor ini akan berfungsi sebagai katalis jika diiluminasi dengan

foton yang memiliki energi yang setara atau lebih dari energi band-gap (Eg)

semikonduktor yang digunakan (hv  Eg). Induksi oleh sinar tersebut akan

menyebabkan terjadinya eksitasi elektron (dari pita valensi ke pita konduksi)

dalam bahan semikonduktor (Richardson, 1989). Hal ini dikarenakan, iluminasi

foton akan mengakibatkan terbentuknya pasangan elektron (e-) dan hole (h+) yang

dipisahkan menjadi fotoelektron bebas pada pita konduksi dan fotohole pada pita

valensi (Gambar 6).


22

Gambar 6. Diagram pita energi pada proses fotokatalisis (Herrmann, 1999).

Reaksi yang terjadi pada peristiwa ini adalah:

Semikonduktor + hυ → ( eCB- + hVB+)

Ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada pada pasangan electron-hole, yaitu:

1. Sebagian pasangan berekombinasi dalam partikel (volume recombination).

2. Pasangan elektron-hole berekombinasi di permukaan (surface

recombination) atau pada bulk partikel hanya dalam waktu beberapa

nanosecon (energi hilang sebagai panas).

3. Reaksi rekombinasi pasangan elektron-hole dapat dituliskan sebagai

berikut:

Semikonduktor ( e CB- + hVB+ ) → Semikonduktor + heat

4. Pasangan elektron masing-masing dapat bereaksi dengan spesies donor

(D) dan akseptor (A) yang teradsorbsi di permukaan partikel. Dengan kata

lain elektron pada pita konduksi yang mencapai permukaan akan

mereduksi substrat (A) atau pelarut pada permukaan partikel, sedangkan

hole pada pita valensi akan mengoksidasi substrat (D) baik secara
23

langsung maupun tidak langsung melalui pembentukan radikal hidroksil.

Fenomena ini mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut:

hυ + semikonduktor → e- + h+ …………… (1)

A (ads) + e- → A- (ads) ………….. (2)

D (ads) + h+ → D+ (ads) ………… (3)

Beberapa kemungkinan reaksi yang dapat terjadi pada ion-ion radikal yang

terbentuk (A- dan D+) antara lain adalah:

a. A- dan D+ bereaksi antar sesama ion-ion radikal atau bereaksi dengan

adsorbat-adsorbat (spesies yang teradsorbsi ke permukaan).

b. A- dan D+ berekombinasi melalui transfer elektron balik untuk membentuk

keadaan tereksitasi dari salah satu reaktan atau melepaskan panas

c. A- dan D+ berdifusi dari permukaan semikonduktor dan berpartisipasi

dalam reaksi kimia yang terjadi dalam medium larutan.

G. Sinar Ultraviolet (UV)

Cahaya dapat digunakan sebagai pemacu terjadinya reaksi kimia untuk

mendapatkan seleksi transformasi pada dekomposisi bahan kimia. Radiasi

ultraviolet mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menyebabkan terjadinya

proses dekomposisi karena energinya yang tinggi dibandingkan radiasi inframerah

dan cahaya tampak (Ibhadon et al., 2013). Sumber radiasi ultraviolet bisa

didapatkan dari sinar matahari atau cahaya buatan.

Radiasi ultraviolet (UV) matahari adalah energi elektromagnetik dengan panjang

gelombang antara 200-400 nm dan mempunyai energi lebih besar dibanding


24

cahaya tampak. Berdasarkan panjang gelombangnya, radiasi UV matahari terbagi

atas :

1. UV-A dengan panjang gelombang 320-400 nm merupakan panjang

gelombang tinggi dan memancarkan radiasi yang besarnya konstan

sepanjang tahun. Radiasi ini dapat menyebabkan penuaan dini pada

kulit.

2. UV-B dengan panjang gelombang 280-320 nm merupakan panjang

gelombang pendek dan lebih intens dibanding UV-A. UV-B lebih kuat

terabsorpsi oleh beberapa polutan biomolekul.

3. UV-C dengan panjang gelombang 200-280 nm merupakan radiasi UV

yang paling intensif dan berbahaya serta berpotensi untuk

menimbulkan kerusakan pada organisme.

H. Spinel Ferit

Spinel ferit adalah katalis yang memiliki rumus umum AB2O4 dimana A adalah

kation-kation bervalensi 2 seperti Fe, Ni, Mo, Zn dan logam lainnya, yang

menempati posisi tetrahedral dalam struktur kristalnya dan B adalah kation-kation

bervalensi 3 seperti Fe, Mn, Cr dll., yang menempati posisi oktahedral dalam

struktur kristalnya, serta terdistribusi pada lattice fcc yang terbentuk oleh ion O

(Kasapoglu et al., 2007 ; Almeida et al., 2008 ; Iftimie et al., 2006). Gambar 7

berikut adalah struktur kristal spinel ferit.


25

Gambar 7. Struktur kristal spinel ferit AB2O4 (Ghesami and Mousavina, 2014).

Berdasarkan sisi kemungkinan interstitialnya, ferit dapat dikategorikan dalam

tiga perbedaan kelas seperti normal, terbalik atau campuran spinel. Beberapa ferit

mengandung komposisi dua atau lebih ion divalen (Ni2+, Mn2+, Zn2+, Cu2+ dan lain-

lain ) (Sakurai et al., 2008).

Salah satu spinel ferit yang telah banyak digunakan sebagai katalis adalah nikel

ferit (NiFe2O4). Nikel ferit ini memiliki struktur spinel terbalik (inverse) yang

mana setengah dari ion Fe mengisi pada posisi tetrahedral (posisi A) dan sisanya

menempati posisi pada oktahedral (posisi B) hal ini dapat dituliskan dengan

rumus (Fe3+1.0)[Ni2+1.0Fe3+1.0]O2-4 (Kasapoglu et al., 2007 ; Maensiri et al., 2007).

NiFe2O4 telah banyak digunakan sebagai katalis untuk benzoilasi toluen dengan

benzil klorida dan kemampuan sebagai sensor gas klorin pada konsentrasi rendah

(Ramankutty and Sugunan, 2001 ; Reddy et al., 1999 ; Iftimie et al., 2006) dan

sebagai katalis dalam reaksi hidrogenasi CO2 dan H2 menjadi senyawa alkohol

(Situmeang et al., 2010).


26

I. Preparasi Katalis

Pemilihan metode preparasi yang tepat akan mempengaruhi karakteristik katalis

yang diinginkan seperti mempunyai aktivitas, selektivitas, stabilitas, dan ukuran

katalis. Tujuan utama dari metode preparasi katalis adalah mendistribusikan

logam aktif katalis pada permukaan penyangga dengan cara yang efisien.

Beberapa tahapan metode preparasi katalis adalah sebagai berikut:

1. Sol-gel

Metode sel-gol adalah suatu metode sintesis dengan teknik temperatur rendah

yang melibatkan fasa sol. Sol adalah suatu sistem koloid padatan yang berdispesi

dalam cairan, sedangkan gel adalah sistem padatan yang porinya mengandung

cairan (Ismunandar, 2006).

Proses sel-gol merupakan proses serbaguna yang digunakan untuk membuat

material keramik ataupun gelas. Pada umumnya proses sol-gel melibatkan transisi

pada sistem dari fasa sol menjadi fase gel.

Keunggulan dari metode sol-gel dibandingkan dengan metode lain adalah:

a. Dispersi yang tinggi dari spesi aktif yang tersebar secara homogen pada

permukaan katalis

b. Tekstur porinya memberikan kemudahan difusi dari rektan untuk masuk ke

dalam situs aktif

c. Luas permukaan dari katalis yang didapat cukup tinggi

d. Peningkatan stabilitas termal


27

2. Pengeringan Beku (Freeze-Dry)

Pada proses sintesis katalis, molekul-molekul pelarut juga ikut terperangkap

dalam pori-pori katalis. Oleh karena itu, pelarut harus dihilangkan dari zat

padatnya sampai nilai kadar airnya rendah dengan cara pengeringan. Umumnya

pengeringan dapat dilakukan dengan pemanasan pada temperatur 120oC, namun

pemanasan dapat menyebabkan tidak meratanya warna katalis dan rusaknya situs

aktif katalis sehingga aktivitas katalis tidak optimal. Peningkatan temperatur yang

lebih tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan terhadap pembentukan kisi kristal

katalis dan luas permukaannya. Maka diperlukan metode lain yang lebih baik

untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Pengeringan beku (freeze dry) adalah salah satu metode pengeringan yang

mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan,

khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas.

Keunggulan pengeringan beku, dibandingkan metoda lainnya, antara lain adalah:

a. Dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari perubahan aroma,

warna, dan unsur organoleptik lain).

b. Dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan

perubahan bentuk setelah pengeringan sangat kecil).

c. Dapat meningkatkan daya rehidrasi (hasil pengeringan sangat berongga

dan lipofil sehingga daya rehidrasi sangat tinggi dan dapat kembali ke sifat

fisiologis, organoleptik dan bentuk fisik yang hampir sama dengan

sebelum pengeringan).
28

Menurut Liapis et al., (1994), proses pengeringan beku terdiri dari tahapan:

a. Tahap pembekuan, pada tahap ini bahan pangan atau larutan didinginkan

hingga suhu dimana seluruh bahan baku menjadi beku.

b. Tahap pengeringan utama, disini air dan pelarut dalam keadaan beku

dikeluarkan secara sublimasi. Dalam hal ini tekanan ruangan harus

kurang atau mendekati tekanan uap kesetimbangan air di bahan beku.

Karena bahan pangan atau larutan bukan air murni tapi merupakan

campuran bersama komponen-komponen lain, maka pembekuan harus

dibawah 0°C dan biasanya dibawah -10°C atau lebih rendah, untuk

tekanan kira-kira 2 mmHg atau lebih kecil. Tahap pengeringan ini

berakhir bila semua air telah tersublimasi.

c. Tahap pengeringan sekunder, tahap ini mencakup pengeluaran air hasil

sublimasi atau air terikat yang ada dilapisan kering. Tahap pengeringan

sekunder dimulai segera setelah tahap pengeringan utama berakhir.

3. Pengeringan dan Kalsinasi

Kalsinasi dilakukan pada temperatur tinggi dengan tujuan untuk melakukan

dekomposisi komponen prekursor dan umumnya dilakukan dalam lingkungan

oksigen. Transformasi yang terjadi pada proses kalsinasi adalah: dekomposisi

komponen prekursor pada pembentukan spesi oksida, reaksi antara oksida yang

terbentuk dengan penyangga dan sintering komponen prekursor (Pinna, 1998).

Proses preparasi katalis juga dapat dilakukan dengan cara yang lainnya yaitu

dengan perlakuan ultrasonik, penambahan kombinasi promotor dan juga

pertukaran ion. Perlakuan ultrasonik ini dapat mempengaruhi struktur atom dan
29

molekul katalis yaitu membuat ukuran partikel inti aktif katalis menjadi lebih

halus. Selain itu, pemberian perlakuan ini juga dapat meningkatkan aktivitas,

selektivitas dan stabilitas katalis. Penambahan kombinasi promotor dapat

meningkatkan ketahanan terhadap terbentuknya deposit karbon. Melalui

pertukaran ion katalis yang dipreparasi ini mempunyai ikatan logam penyangga

yang lebih kuat dan mempunyai keaktifan yang lebih tinggi.

J. Karakterisasi Katalis

1. Keasaman Katalis

Metode yang dipakai untuk mengukur keasaman katalis dengan metode

gravimetri dan metode FTIR (Fourier Transform Infra Red). Pada metode

gravimetri dapat diukur jumlah gas yang teradsorpsi pada permukaan katalis.

Sedangkan pada metode FTIR dapat diketahui serapan basa yang terikat oleh

katalis asam.

a. Gravimetri

Keasaman dari suatu katalis adalah jumlah asam, kekuatan asam serta gugus

asam Lewis dan asam Brønsted-Lowry dari katalis. Menurut Lewis, asam

adalah spesies yang dapat menerima elektron (akseptor elektron) dan basa

adalah spesies yang dapat menyumbangkan elektron (donor elektron).

Menurut Bronsted-Lowry asam adalah spesies yang dapat menyumbangkan

proton atau lebih sering disebut donor proton dan basa adalah spesies yang

dapat menerima proton (Fessenden and Fessenden, 1995).

Pada metode gravimetri dapat diukur jumlah gas yang teradsorpsi pada

permukaan katalis. Jumlah asam pada suatu padatan dapat diperoleh dengan
30

cara mengukur jumlah basa yang teradsorpsi secara kimia (kemisorpsi) dalam

fase gas. Basa gas yang terkemisorpsi pada situs asam yang kuat akan lebih

stabil dan akan lebih sukar terdesorpsi dari situs daripada basa yang

terkemisorpsi pada situs asam yang lebih lemah. Basa yang dapat digunakan

adalah amoniak, piridin, piperidin, quinolin, trimetil amin, dan pirol yang

teradsorpsi pada situs asam dengan kekuatan adsorpsi yang proporsional

dengan kekuatan asam (Richardson, 1989)

Banyak mol basa yang teradsorpsi pada cuplikan dapat dihitung pada

persamaan berikut ini:

( − )
= × 1000 /
( − )

Dimana W1 = Berat wadah kosong

W2 = Berat wadah + cuplikan

W3 = Berat wadah + cuplikan yang telah mengadsorsi piridin

BM = Bobot molekul piridin

b. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah spektrofotometer yang

memanfaatkan sinar inframerah dekat, ialah sinar yang berada pada

jangkauan panjang gelombang 2,5-25 µm atau jangkauan frekuensi 400-4000

cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom pada posisi kesetimbangan

molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi menghasilkan spektrum vibrasi

rotasi (Harley and Wiberley, 1954).


31

Prinsip kerja dari FTIR adalah sebagai berikut: Sinar dari sumber dibagi

menjadi dua berkas, yakni satu berkas melalui cuplikan (berkas cuplikan) dan

satu berkas lainnya sebagai baku, kedua berkas itu dipantulkan oleh chopper

yang berupa cermin berputar (~10 x perdetik). Hal ini menyebabkan berkas

cuplikan dan berkas baku dipantulkan secara bergantian ke kisi difraksi. Kisi

difraksi berputar lambat, dan setiap frekuensi dikirim ke detektor yang

mengubah energi panas menjadi energi listrik. Jika pada frekuensi cuplikan

menyerap sinar, detektor akan menerima intensitas berkas baku yang besar

dan berkas cuplikan yang lemah secara bergantian. Hal ini menimbulkan arus

bolak-balik dalam detektor lalu akan diperkuat oleh amplifer. Arus bolak-

balik yang terjadi digunakan untuk menjalankan suatu motor yang

dihubungkan dengan suatu alat penghalang berkas sinar yang disebut baji

optik. Gerakan baji dihubungkan pena alat rekorder sehingga gerakan baji ini

merupakan pita serapan pada spektra (Harley and Wiberley, 1954). Skema

alat FTIR ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema FTIR (Harley and Wiberley, 1954).


32

Spektra yang dihasilkan dari FTIR, jenis situs asam (Brønsted-Lowry dan

Lewis) yang terdapat pada katalis dapat diketahui melalui puncak-puncak

serapan yang dihasilkan dari interaksi basa adsorbat dengan situs-situs asam

tersebut. Pada penggunaan piridin sebagai basa adsorbat, situs asam

Bronsted-Lowry akan ditandai dengan puncak serapan pada bilangan-

bilangan gelombang 1485-1500, ~1620 dan ~1640 cm -1, Sedangkan situs

asam Lewis ditandai dengan puncak-puncak serapan pada bilangan –

bilangan gelombang 1447-1460, 1488-1503, ~1580, dan 1600-1633 cm-1

(Parry, 1963).

2. Penentuan Fasa Kristalin Katalis

Analis struktur kristal katalis dilakukan menggunakan instrumentasi difraksi

sinar-X (X-ray Difraction/XRD). Dalam karakteristik katalis, pola difraksi

terutama digunakan untuk mengidentifikasi fase kristalografi yang hadir dalam

katalis. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu material berdasarkan

fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter kisi serta untuk

mendapatkan ukuran partikel suatu material.

Metode XRD didasarkan pada fakta bahwa pola difraksi sinar-X untuk masing-

masing material kristalin adalah spesifik. Dengan demikian, bila pencocokan

yang tepat dapat dilakukan antara pola difraksi sinar-X dari sampel yang tidak

diketahui dengan sampel yang telah diketahui, maka identitas dari sampel yang

tidak diketahui itu dapat diketahui ( Skoog and West, 1982).


33

Pada difraksi sinar-X terjadi hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom

dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut

memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan XRD untuk

mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg (Cullity, 1978).

2d.sinθ = n λ

Dimana:

d : Jarak antara dua bidang kisi (nm)


θ : Sudut antara sinar datang dengan bidang normal
n : Bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan
λ : Panjang gelombang sinar-X yang digunakan (nm)

Gambar 9 berikut menunjukan proses terjadinya pembentukan puncak-puncak

difraksi pada XRD.

Gambar 9. Proses pembentukan puncak pada XRD.

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel

kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang

gelombang yang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang

dibiaskan akan ditangkap oleh detektor, kemudian diterjemahkan sebagai puncak

difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang sama terdapat dalam sampel,

semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul
34

pada pola XRD mewakili satu puncak bidang kristal yang memiliki orientasi

tertentu dalam sumbu tiga dimensi.

4. Penentuan Morfologi Permukaan Katalis

Analisis morfologi kristalin katalis dilakukan menggunakan instrumentasi

Transmission Electron Microscopy (TEM). TEM merupakan salah satu dari

banyak alat nanoteknologi yang sangat penting untuk menggambarkan bentuk,

struktur, serta distribusi pori padatan dari material nano dengan resolusi sub-

nanometer (High-Resolution TEM). Pada teknik ini sebuah spesimen tipis

digambarkan oleh sebuah sinar elektron, yang mana diradiasikan melalui sampel

dengan ketebalan yang seragam. Tipe tegangan dalam pengoperasian TEM

biasanya sekitar 80-200 KV. Sumber elektron yang diemisikan bersumber dari

sebuah thermionic [filament tungsten (W) atau lantanum heksaborida (LaB6)].

Celah cahaya dan area spesimen yang disinari dikontrol oleh serangkaian lensa

kondensor. Fungsi dari lensa objektif adalah untuk menggambarkan maupun

membentuk pola difraksi dari sebuah spesimen.

Pola difraksi elektron berfungsi untuk mengidentifikasi struktur kristalografi

dari sebuah material. Biasanya dalam hal karakterisasi nanopartikel, untuk

mengidentifikasi ukuran dan distribusi nanopartikel dapat digunakan mode

penggambaran, sedangkan untuk mengetahui struktur kristalin dapat digunakan

mode difraksi. Distribusi intensitas elektron dibalik spesimen diperbesar dengan

tiga atau empat lensa bertingkat dan digambarkan pada lensa fluorescent. Gambar

yang dihasilkan ditangkap diatas pelat fotografi atau kamera CCD. Kapasitas

analisis pada TEM telah ditingkatkan dengan integrasi dengan beberapa teknik
35

yang unggul pada instrument. Teknik ini termasuk spektroskopi, seperti analisis

energy dispersive X-rays (EDX) dan electron energy loss spectroscopy (EELS)

(Ayyad, 2011).

Analisis TEM juga dapat melihat perbesaran dengan resolusi tinggi hingga

diatas perbesaran 500 ribu kali. Analisis ini dapat melihat perbesaran sampai

kristal ataupun kolom atom suatu molekul sehingga penglihatan perbesaran dapat

dilakukan secara tembus gambar. Karakterisasi TEM dapat meningkatkan

penggambaran sehingga jika terjadi penumpukan pada perbesaran sampel tetap

dapat dilihat ukuran dan bentuknya (Harahap, 2012). Skema alat Transmission

Electron Microscope disajikan pada gambar 10.

Gambar 10. Skema alat Transmission Electron Microscope.


36

5. Analisis Band-gap

Istilah "Band gap" mengacu pada perbedaan energi antara bagian atas pita valensi

ke bagian bawah pita konduksi. Elektron dapat melompat dari satu pita ke pita

yang lain. Agar elektron dapat melompat dari pita valensi ke pita konduksi,

dibutuhkan jumlah energi minimum untuk terjadinya transisi, yang disebut energi

band-gap . Diagram yang menggambarkan band-gap dapat dilihat pada gambar

11.

Gambar 11. Daerah energi pada semikonduktor (Licciulli, 2002).

Pengukuran band-gap sangat penting dalam industri nanomaterial dan

semikonduktor. Spektrum penyerapan optik telah banyak digunakan sebagai

salah satu alat yang paling penting untuk menyelidiki energi band-gap (Eg) dan

struktur pita semikonduktor. Ada beberapa metode yang bisa digunakan, salah

satunya adalah dengan diffuse reflectance spectroscopy (DRS). Pada metode

DRS, saat bahan yang terdiri dari banyak partikel, atau nanopartikel diberi cahaya,

maka radiasi cahaya akan menembus sampel dan beberapa akan dipantulkan dari

permukaannya. Hanya bagian dari radiasi ini yang dikembalikan ke permukaan

sampel dan kembali keluar dianggap sebagai pantulan yang terdifusi. DRS adalah

metode yang cocok, tidak merusak bahan, dan sederhana. DRS penting terutama

dalam analisis material nanokristalin yang berpori (Nowak et al., 2009).


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung pada bulan

Maret- Desember 2017. Proses Freeze-drying dilakukan di Laboratorium Balai

Bioteknologi Pertanian dan Laboratorium Nanoteknologi, Balai Pasca Panen,

Bogor. Analisis FTIR dilakukan di Laboratorium Politeknik AKA, Bogor.

Analisis XRD dan analisis PSA dilakukan di Laboratorium Nanoteknologi, Balai

Pasca Panen, Bogor dan Laboratorium Universitas Padjajaran, Bandung. Analisis

TEM dilakukan di Laboratorium TEM jurusan Kimia FMIPA UGM. Analisis

band-gap dengan DRS dilakukan di Laboratorium UI-Chem, Universitas

Indonesia. Uji konversi selulosa dilakukan di Laboratorium Kimia

Anorganik/Fisik FMIPA Unila, uji gula pereduksi dengan Spektrofotometri

Visible dilakukan di Laboratorium Instrumen, SMK-SMTI Bandar Lampung dan

kadar gula alkohol dianalisa dengan KCKT di Laboratorium Politeknik AKA,

Bogor.
38

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, pengaduk magnetik,

freeze dryer, furnace, neraca analitik, desikator, lampu UV, reaktor katalitik,

spektrofotometer FTIR, difraktometer sinar-X, Transmission Electron

Microscope, spektrofotometer DRS, alat kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

dan alat gelas laboratorium.

Bahan yang digunakan yaitu tongkol jagung, nikel nitrat Ni(NO3)2.6H2O, Besi

(III) nitrat nonahidrat Fe (NO3)3.9H2O, seng nitrat tetrahidrat Zn(NO3)2. 4H2O

(Merck, 99%), pektin, ammoniak, natrium hipoklorit, NaOH 4%, H2SO4 50%,

reagen DNS, standar glukosa, sorbitol, xylitol dan mannitol.

C. Prosedur Penelitian

1. Sintesis Nanokatalis

Pembuatan nanokatalis Ni0,9Zn0,1Fe2O4 dilakukan dengan cara melarutkan 8 gram

pektin dalam 400 ml aquades. Larutan pektin diaduk menggunakan pengaduk

magnet pada suhu ruang sampai larutan homogen, kemudian diberi amoniak

hingga pH menjadi 11. Kedalam larutan tersebut kemudian ditambahkan tetes

demi tetes secara perlahan sebanyak 40 mL larutan yang mengandung 2,2267 gr

Ni(NO3)2.6H2O, 400 mL larutan yang mengandung 6,8716 gram Fe(NO3)3.9H2O

dan 120 mL larutan yang mengandung 0,2224 gr Zn(NO3)3.4H2O yang dilarutkan

dalam aquades menggunakan pengaduk magnetik pada suhu ruang sampai

campuran homogen.
39

Sistem larutan tersebut selanjutnya dipanaskan pada suhu 100oC hingga volume

larutan menyusut dan membentuk gel. Gel yang didapatkan di frezee dry untuk

menghilangkan molekul air sampai terbentuk serbuk kering. Serbuk kering

tersebut kemudian dikalsinasi sampai suhu 600oC dengan laju temperatur

10oC/menit. Katalis digerus hingga halus menggunakan mortar agate, ditimbang

dan dilanjutkan untuk uji karakterisasi katalis. Hal yang sama dilakukan untuk

x=0,2 dan x=0,3.

2. Karakterisasi Katalis

a) Analisis Struktur

Penentuan struktur kristal dilakukan menggunakan difraktometer sinar-X.

Analisis dilakukan menggunakan radiasi CuKα (1,5425 A◦), tabung sinar-X

dioperasikan pada 40 kV dan 200 mA. Rentang difraksi yang diukur (2θ)

dalam rentang 20-80o, dengan scan step size 0,02o/menit (Maiti et al, 1973).

Puncak-puncak yang terdapat pada difraktogram kemudian diidentifikasi

menggunakan metode Search Match dengan standar file data yang terdapat

dalam program Match Crystal Impact dan data standar pada JCPDF. Ukuran

partikel dihitung menggunakan persamaan Debye-Scherrer.

b) Analisis Morfologi

Penentuan morfologi permukaan katalis dilakukan menggunakan

Transmission Electron Microscopy (TEM). Sampel nanokatalis (±5 mg)

disiapkan dan diletakan pada thin membran foil dan ditutup dengan logam

tungsten atau platina. Kemudian sampel di cutting oleh ion beam. Membran
40

tipis selanjutnya ditransfer kedalam carbon-coated TEM grid menggunakan

in-situ atau ex-situ micromanipulator untuk melihat pengamatan pada TEM.

c) Analisis Distribusi Ukuran Partikel

Analisis distribusi ukuran partikel katalis dilakukan dengan menggunakan

Particle Size Analyzer (PSA) dengan pengukuran wet dispersion unit

menggunakan metanol sebagai pendispersi. Sampel katalis yang diperoleh di

masukan ke dalam chamber yang berisi aquades hingga warna indikator pada

control PC menunjukan warna hijau pada skala 10-12 secara stabil dan

ditunggu beberapa menit selama proses berlangsung.

d) Analisis Keasaman

Menentukan sifat keasaman katalis dalam penelitian ini dilakukan dengan

metode gravimetri dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Metode

gravimetri dilakukan dengan cara menimbang wadah kosong yang kemudian

diisi dengan 0,25 gram serbuk katalis dan dimasukan ke dalam desikator

yang telah divakum dan diisi piridin. Proses ini dibiarkan selama 24 jam

dalam desikator. Wadah yang berisi katalis selanjutnya dikeluarkan dan

didiamkan di tempat terbuka selama 2 jam agar basa yang terikat secara

adsorpsi fisika terlepas kembali. Wadah selanjutnya ditimbang kembali, dan

selisih berat katalis tersebut merupakan banyaknya basa yang teradsorpsi

pada permukaan katalis.


41

Banyaknya mol basa yang teradsorbsi pada cuplikan dapat dihitung dengan

( )
rumus: = ( )
× 1000 /

Dimana W1 = Berat wadah kosong

W2 = Berat wadah + cuplikan

W3 = Berat wadah + cuplikan yang telah mengadsorpsi piridin

BM = Bobot molekul piridin

Serbuk katalis hasil dari metode gravimetri selanjutnya dianalisis dengan

FTIR untuk penentuan jenis situs asam Brønsted-Lowry dan situs asam Lewis.

Sampel katalis sebanyak 20 mg dicampur dengan 100 mg KBr. Sampel yang

sudah dicampur dengan KBr dibentuk menjadi pelet dengan tekanan hidrolik.

Sampel kemudian diukur dengan menggunakan FTIR.

e) Analisis Energi Band-gap

Analisis band gap dilakukan dengan UV-Vis spektrofotometer yang

diintegrasi untuk dapat mengukur diffuse reflectance. Absorbsi diukur pada

kisaran panjang gelombang 200-800 nm.

3. Preparasi Nanoselulosa Tongkol Jagung

Tongkol jagung dicuci lalu dihaluskan sampai menjadi butiran yang lebih kecil

menggunakan blender. Butiran tongkol jagung selanjutnya dikeringkan. Setelah

kering, tongkol jagung dihaluskan kembali menggunakan blender sampai menjadi

serbuk dan diayak dengan ukuran 125 mesh.


42

Tepung tongkol jagung diambil sebanyak 50 g, dimasukan ke dalam labu bulat.

Kedalam labu tersebut ditambahkan larutan NaOH 4% sampai semua bagian

tepung berada dalam larutan. Selanjutnya, dilakukan refluks pada suhu 100-120oC

selama 2 jam. Campuran kemudian disaring dan dicuci dengan air destilata untuk

menghilangkan lignin dan hemiselulosa. Serat hasil pencucian dikeringkan

sebelum dilakukan proses bleaching.

Proses bleaching dilakukan dengan cara 50 gram serat ditambahkan 400 ml

larutan 5,25% NaClO kemudian direfluks pada suhu 110-130oC selama 4 jam.

Campuran setelah refluks didinginkan sampai suhu kamar, disaring dan dicuci

sampai didapatkan padatan putih selulosa.

Nanoselulosa didapatkan dengan cara hidrolisis asam sulfat. 10 gram selulosa

dimasukan ke dalam labu dan ditambahkan 50% H2SO4 pada suhu 45oC selama

45 menit. Selulosa yang telah dihidrolisis dicuci dengan cara sentrifugasi ( 5000

rpm selama 5 menit) untuk menghilangkan kelebihan asam sulfat dan dicuci

dengan air destilata sampai pH cairan mendekati 7. Suspensi selulosa nanokristal

kemudian dikeringkan dengan cara freeze-dry (Zain et al, 2014).

4. Analisis Proksimat Selulosa

Analisis komponen lignoselulosa menggunakan metode Chesson dalam Datta

(1981). Sampel yang dianalisis adalah tongkol jagung sebelum perlakuan dan

nanoselulosa yang telah dipreparasi. Pertama sampel tongkol jagung dikeringkan

dengan oven pada suhu 70C hingga kadar airnya maksimal 5%. Tongkol jagung

sebanyak 1 g dimasukan dalam erlenmeyer 250 ml dan diberi penambahan air


43

suling sebanyak 150 ml lalu dipanaskan dengan menggunakan hot plate suhu

100oC selama 2 jam. Sampel disaring dengan kertas saring dengan penambahan

air suling sampai dengan volume filtrat 300 ml lalu residu dikeringkan dengan

oven pada suhu 105C sampai dengan berat konstan. Setelah didapat berat

konstan, maka didapatlah berat a. Residu (a) dimasukkan ke dalam erlenmeyer

250 ml lalu ditambahkan H2SO4 1 N sebanyak 150 ml dan dipanaskan dengan hot

plate suhu 100C selama 1 jam. Selanjutnya residu disaring, dicuci dengan air

suling sampai dengan volume filtrat 300 ml, dan dikeringkan dengan suhu 105C

sampai berat konstan. Maka didapatlah berat b.

Residu (b) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dengan penambahan H2SO4

72% sebanyak 10 ml lalu residu (b) direndam dan dibiarkan selama 4 jam pada

suhu ruang. Residu (b) diberi penambahan H2SO4 1 N sebanyak 150 ml dan

dipanaskan dengan suhu 100oC selama 2 jam. Sampel tersebut disaring dengan

penambahan air suling sampai dengan volume filtrat 400 ml dan dikeringkan

dalam oven pada suhu 105oC sampai berat konstan. Maka didapatlah

berat c. Setelah didapat berat c, maka dilakukan pengukuran kadar abu dengan

memasukkan residu (c) ke dalam furnace suhu 600 untuk mendapatkan berat d.

Kadar Hemiselulosa dapat dihitung dengan rumus :

Hemiselulosa (%) = 100

Kadar Selulosa dapat dihitung dengan rumus :

Selulosa (%) = 100


44

Kadar Lignin dapat dihitung dengan rumus :

Lignin (%) = 100

prosedur yang sama dilakukan untuk analisis proksimat nanoselulosa.

5. Karakterisasi Nanoselulosa

a. Analisis Derajat Kristalinitas

Analisis derajat kristalinitas dilakukan dengan menggunakan difraktometer

sinar X / X-ray difractometer (XRD). Sampel nanoselulosa dipindai dengan

monokromator sumber radiasi Cu-Kα (λ = 1,5425 A◦) dengan sudut 2 dari

0-70 . Indeks kristalinitas dihitung pada puncak 200 (I002, 2 = 22,6) dan

intensitas minimum diantara puncak 200 dan 110 (Iam, 2 = 18)

menggunakan metode Segal (Zain et al., 2014). I002 menunjukkan material

kristalin, sedangkan Iam menunjukkan material amorf.

Derajat Kristalinitas CrI (%) = [(I002 - Iam) / I002 ] x 100

b. Analisis Ukuran Partikel Nanoselulosa

Nanoselulosa tongkol jagung dikarakterisasi dengan menggunakan Particle

Size Analyzer untuk mengetahui distribusi ukuran partikelnya. Suspensi

sampel dalam aquade dimasukkan kedalam chamber pada wet dispersion unit

hingga indikator menunjukkan angka 10-12 (berwarna hijau).


45

c. Analisis Morfologi Nanoselulosa

Penentuan morfologi permukaan katalis dilakukan menggunakan

Transmission Electron Microscopy (TEM). Sampel nanoselulosa (±5 mg)

disiapkan dan diletakan pada thin membran foil dan ditutup dengan logam

tungsten atau platina. Kemudian sampel di cutting oleh ion beam. Membran

tipis selanjutnya ditransfer kedalam carbon-coated TEM grid menggunakan

in-situ atau ex-situ micromanipulator untuk melihat pengamatan pada TEM.

6. Uji Katalitik

Katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 yang dihasilkan pada penelitian ini selanjutnya digunakan

dalam proses uji katalitik konversi selulosa menjadi gula alkohol . Sebanyak 0,5 g

selulosa dan 100 mL aquades diultrasonik selama 1 jam. Selanjutnya,

ditambahkan katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 sebanyak 0,1 g kemudian dilakukan irradiasi

dengan sinar UV dan penambahan gas H2 pada reaktor fotokatalitik. Posisi lampu

sinar UV diatur dengan jarak 10-15 cm dari permukaan reaktor dan kekuatan

energi lampu UV 125 Watt. Waktu lamanya irradiasi UV divariasikan menjadi 3

yaitu: 30, 60, dan 90 menit. Setelah konversi selesai, sisa nanoselulosa dan katalis

disaring untuk menghitung berapa persen nanoselulosa yang terkonversi. Cairan

hasil konversi selanjutnya dianalisis adanya gula pereduksi dengan pereaksi

fehling dan pereaksi DNS. Analisis gula pereduksi dilakukan dengan

instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).


46

7. Analisis Gula Reduksi Dengan Metode DNS

Sebanyak 0,5 mL sampel hasil uji konversi ditambahkan 1 mL pereaksi asam

dinitrosalisilat, dididihkan selama 10 menit pada penangas air dan didinginkan.

Setelah dingin serapannya diukur pada panjang gelombang 540 nm. Kadar

glukosa yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan kurva standar glukosa.

Pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels et al., 1976) terdiri dari: asam

dinitrosalisilat 1%, fenol 0,2%, Na2SO3 0,05%, NaOH 1%, garam Rochel (NaK-

tartrat) 40% 1 mL yang dicampurkan dan ditambahkan aquades sampai

volumenya 100 mL.

8. Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Hasil uji katalitik dianalisa dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) Shimadzu dengan parameter fase gerak air, kolom Shimp-Pack

SCR 101 C (7,8 x 250 mm) detektor indeks refraksi, laju air 0,6 mL/menit, dan

suhu kolom 80oC (Shimadzu, 2015). Hal ini bertujuan untuk mengetahui

kandungan gula alkohol yang terbentuk dari hasil konversi nanoselulosa.

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi puncak yang

muncul dari sampel dengan puncak gula alkohol standar yang digunakan

(glukosa, sorbitol, mannitol dan xylitol). Analisis kuantitatif dilakukan dengan

membuat kurva standar hubungan antara luas area dengan konsentrasi deret

standar, kemudian memasukkan nilai luas area yang didapat dari sampel kedalam

kurva standar tersebut, hingga didapat konsentrasi glukosa dan gula alkohol dalam

sampel.
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa :

1. Metode sol gel menggunakan pektin sebagai agen pengemulsi dapat

menghasilkan katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 (x = 0.1, 0.2, dan 0.3) dengan ukuran

partikel skala nano.

2. Hasil analisis difraksi sinar-X (XRD) menunjukan terbentuknya struktur

katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 dengan fasa kristalin utama NiFe2O4 dan ZnFe2O4.

3. Katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 memperlihatkan pita serapan yang menunjukkan jenis

situs asam Lewis dan Brønsted Lowry

4. Nilai energi band-gap untuk katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 semakin besar seiring

semakin banyak mol Zn yang ditambahkan.

5. Selulosa hasil preparasi dari tongkol jagung didapatkan dengan kadar sebesar

92,2%.

6. Berdasarkan hasil analisis XRD, nanoselulosa yang didapatkan adalah

selulosa type I dengan derajat kristalinitas sebesar 66,12%.

7. Nanoselulosa tongkol jagung berbentuk nanofibril selulosa dengan diameter

20-25 nm dan panjang dengan satuan mikrometer.


87

8. Katalis Ni(1-x)ZnxFe2O4 memiliki aktivitas katalitik untuk mengkonversi

selulosa menjadi glukosa dengan konsentrasi sebesar 0,05-0,10 gram/100 ml

larutan.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka pada penelitian selanjutnya

disarankan untuk :

1. Melakukan uji fotokatalitik dengan menggunakan lampu sinar tampak.

2. Mengoptimalkan aliran gas H2 pada saat konversi berlangsung, agar hasil

dari konversi nanoselulosa lebih optimal.

3. Melakukan analisis hasil konversi dengan metode KCKT menggunakan

senyawaan standar lain seperti maltosa, dan gliserol.

4. Melakukan analisis hasil konversi dengan metode KCKT-MS atau

kromatografi gas untuk menguji adanya senyawaan lain yang mungkin

terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., V.Yudistira, Nirmin, dan Khairurrijal. 2008. Sintesis nanomaterial.


Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi, 1, 33-36.

Almeida, J. M. A., C. T. Meneses, A. S. de Menezes, R. F. Jardim, and J. M.


Sasaki. 2008. Synthesis and Characterization of NiMn2O4 Nanoparticles
using Gelatin as Organic Precursor. Journal of Magnetism and
Magnetic Materials, 320, 304 - 307.

Ayyad, O.D . 2011 . Novel Strategies The Synthesis of Metal Nanoparticle and
Nanostructure. Thesis. Univesitas de Barcelona. Barcelona.

Ashour, A., A. Amer, A. Marzouk, K. Shimizu, R. Kondo, and S. El-Sharkawy.


2013. Corncob as a potential source of functional chemicals. Molecules,
18, 13823-13830.

Badger, P.C. 2002. Ethanol From Cellulose : A General Review. ASHS Press.
Alexandria. 17-21.

Barbieri, G., C. Barone, A. Bhagat, G. Caruso, Z. R. Conley, and S. Parisi. 2014.


Sweet compounds in foods: sugar alcohols. In: Springer (ed) The
influence of chemistry on new foods and traditional products. Springer
International Publishing, Berlin

Beall, D.S. and L.O. Ingram. 1992. Conversion of hydrolysates of corn cobs and
hulls into ethanol by recombinant Eschericia coli containing integrated
genes for ethanol production. Biotechnology Letters, 14(9), 857-862.

Campanati, M., G. Fornasari, and A. Vaccari. 2003. Fundamentals in the


preparation of heterogeneous catalyst. Catalysis Today, 77, 299-314.

Caruel, H., L.Rigal, and A. Gaset. 1991. Carbohydrate separation by ligand-


exchange liquid chromatography, correlation between the formation of
sugar-cation complexes and the elution order. Journal of
Chromatography, 558, 89-104.

Casbeer, E., V.K. Sharma, and X.Z. Li. 2012. Synthesis and photocatalytic
activity of ferrites under visible light: A review. Separation and
Purification Technology, 87, 1-14.
89

Chantarasupawong, P., R. Philip, T. Endo, and J. Thomas. 2012. Enhanced


Optical Limiting in Nanosized Mixed Zinc Ferrites. Applied Physics
Letters, 100, 22108 1-4.

Chavan, S.M., M.K. Babrekar, S.S More, and K.M. Jadhav. 2010. Structural and
Optical Properties of Nanocrystalline Ni-Zn Ferrite Thin Films. Journal
of Alloys and Compounds, 507, 21-25.

Chen, Y., B. Dong, W. Qin, and D. Xiao. 2010. Xylose And Cellulose
Fractionation From Corncob With Three Different Strategies And
Separate Fermentation Of Them To Bioethanol. Bioresource
Technology, 101, 6994-6999

Chorkendroff, I. and J. W. Niemantsverdriet. 2003. Concept of Modern Catalysis


and Kinetics. Wiley-VCH GmbH & Co. New York. 2 – 4.

Costa, A.C.F.M., A.P. Diniz, V.J. Silva, R.H.G.A. Kiminami, D.R. Cornejo,
A.M.Gama, M.C. Rezende, and L.Gama. 2009. Influence of calcination
temperature on the morphology and magnetic properties of Ni-Zn ferrite
applied as an electromagnetic energy absorber. Journal of Alloys and
Compounds, 483, 503-505.

Cullity, B. D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction. Addison-Wesley Publishing


Company, Inc. New Jersey, USA. 84.

Data Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Tanaman Pangan Indonesia.


https://data.go.id/dataset/tanaman-jagung-per-provinsi

Datta, R. 1981. Acidogenic fermentation of lignocellulose-acid yield and


conversion of components. Biotechnology and Bioenggineering, 23(9),
2167-2170.

Deng, W., X. Tan, W. Fang, Q. Zhang, and Y.Wang. 2009. Conversion of


cellulose into sorbitol over carbon nanotube-supported ruthenium
catalyst. Catalysis Letters, 133, 167-174.

Deraz, N.M., A. Ahmed, M.M. Abdeltawab, O. Selim, A.A. El-Shafey, El-Asmy,


S. Salem, and Al-Deyab. 2013. Precipitation-deposition assisted
fabrication and characterization of nano-sized zink manganite. Journal
of Industrial and Engineering Chemistry , 4, 226.

Dhepe, P.L. and A. Fukuoka. 2008. Cellulose conversion under heterogeneous


catalysis. Chemistry and Suistanibility, 1, 969 – 975.

Ding, L.N., A.Q. Wang, M.Y. Zheng, and T. Zhang. 2010. Selective
transformation of cellulose into sorbitol by using a bifunctional nickel
phosphide catalyst. Chemistry and Suistanibility, 3, 818-821.
90

El-Kherbawi, M. A. 2010. Physical and catalytic properties of solids produced


from solid-solid interactions between NiO and Fe2O system doped with
Ag2O3. Journal of American Science, 6(10), 470-478

Fairus , S., R. Kurniawan, R. Taufana, dan A.S. Nugraha. 2013. Kajian


pembuatan xilitol dari tongkol jagung melalui proses fermentasi. Jurnal
Biologi, 6(2), 91-100.

Fan, H., G. Li, F. Yang, L.Yang, and S. Zhang. 2011. Photodegradation of


cellulose under UV light catalysed by TiO2. Journal Chemistry
Technology Biotechnology, 86, 1107-1112.

Fessenden, R. J. and J. S. Fessenden. 1995. Kimia Organik Jilid II Edisi Ketiga.


Erlangga. Jakarta. 319 – 337

Fukuoka, A. and P.L. Dhepe. 2006. Catalytic conversion of cellulose into sugar
alcohols. Angewandte Chemie, 45, 5161-5163.

Garrow, J.S. and W.P.T. James .1993. Human nutrition and dietetics. 9 th
ed.Singapore: Longman Singapore. 40–1, 340–1, 570–7

Ghasemi, A. and M. Mousavina. 2013. Structural and magnetic evaluation of


substituted NiZn Fe2O4 synthesized by conventional sol-gel method.
Ceramic Internasional, 40(2), 2825-2834.

Ghoreishi, S.M. and R.G. Shahrestani. 2009. Innovative strategies for


engineering mannitol production. Trends in Food Science and
Technology, 20, 263-270.

Gibson, S., P. Gunn, A. Wittekind, and R. Cottrell. 2013. The effect of sucrose on
metabolic health: A systematic review of human intervention studies in
healthy adults. Critical Review in Food Science and Nutrition, 53, 591-
614.

Grembecka, M. 2015. Sugar alcohols-their role in the modern world of sweetener:


a review. European Food Research and Technology, 241(1), 1-14.

Hadjikinova, R., N. Petkova., D. Hadjikinov., P. Denev., and D. Hrusanov. 2017.


Development and validation of HPLC-RID method for determination of
sugar and polyols. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research,
9(8), 1263-1269.

Hang, Y. and E. Woodams. 1999 Enzymatic production of soluble sugars from


corn husks. LWT-Food Science and Technology, 32, 208–210.

Hang, Y. and E. Woodams. 2001. Enzymatic enhancement of citric acid


production by Aspergillus niger from corn cobs. LWT-Food Science and
Technology, 42, 484–486.
91

Harley, J. H. and S.E. Wiberley. 1954. Instrumental Analysis. John Wiley &
Son, Inc. New York. 440.

Harahap, Y. 2012. Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel Kitosan dengan


Variasi Asam. Skripsi. Fakultas Teknik Kimia, Universitas Indonesia.
Jakarta.

Herrmann, J.M. 1999. Heterogeneous photocatalysis: fundamental and


applications to the removal of various types of aqueous pollutans.
Catalysis Today, 55, 155-129.

Ibhadon, A.O. and P.Fitzpatrick. 2013. Heterogeneous photocatalysis: recent


advances and applicatons. Catalysis, 3, 189-218.

Iftimie, N., E. Rezlescu, P.D. Popa, and N. Rezlescu. 2006. Gas sensitivity
nanocrystalline nickel ferrite. Journal of photoelectronics and Advanced
Materials, 8, 1016 - 1018.

Ismunandar. 2006. Padatan Oksida Logam: Struktur, Sintesis dan Sifat-Sifatnya.


Penerbit ITB. Bandung. Indonesia. 8 – 23.

Jiang, C. 2014. Hydrolytic hydrogenation of cellulose to sugar alcohol by nickel


salts. Cellulose Chemistry and Technology, 48, 75-78.

Kaneko, M., R. Saito, H. Ueno, J. Nemoto, and A. Izuoka. 2011. Efficient


photocatalytic decomposition of glucose, starch, and cellulose to CO2
using a mesoporous semiconductor thin film. Catalytic Letter, 141,
1199-1206.

Kasapoglu, N., A. Baykal, M. S. Toprak, Y. Koseoglu, and H. Bayrakdar. 2007.


Synthesis and characterization of NiFe2O4 nano-octahedrons by EDTA-
assisted hydrothermal method. Turkish Journal of Chemistry, 31, 659-
666.

Khalil, H.P.S.A., Y. Davoudpour, Md.N. Islam, A. Mustapha, K. Sudesh, R.


Dungani, and M. Jawaid. 2014. Production and modification of
nanofibrillated cellulose using various mechanical processes: A review.
Carbohydrate Polymers, 99, 649-665.

Kusserow B., S. Schimpf, and P Claus. 2003. Hydrogenation of glucose to


sorbitol over nickel and ruthenium catalyst. Advanced Synthesis and
Catalysis, 345, 289-299.

Latif, F. and M. I. Rajoka. 2001. Production of ethanol and xylitol from corn cob
by yeast. Bioresources Technology, 77, 57-63.

Lee, B.D. and M.K. Park. 2014. Effect and safety of xylitol on middle ear
epithelial cell. The Journal of International Advanced Otology, 10,
19-24.
92

Li, J., X. Wei, Q. Wang, J. Chen, G. Chang, L. Kong, J. Su, and Y. Liu. 2012.
Homogenous isolation of nanocellulose from sugarcane baggase by high
pressure homogenization. Carbohydrate Polymer, 90, 1609-1613.

Liapis A.I. and R. Bruttini. 1994. A Theory for the primary and secondary
drying stages of the freeze-drying of pharmaceutical crystalline and
amorphous solutes: comparison between experimental data and theory.
International Journal of Heat and Mass Transfer, 48, 1675 –1687.

Licciulli A. and D. Lisi. 2002. Self-Cleaning Glass. Corso di laurea in Ingegneria


dei Materiali. Universita Degli Studio Di Lecce. 10.

Lima, K.G.C., C.M. Takahashi, and A. Alterthum . 2002. Ethanol production from
corn cob hydrolysates coli KO11. Journal of Industrial Microbiology &
Biotechnology, 29, 124 – 128.

Liu, R. and H.T. Ou. 2015. Synthesis and application of magnetic photocatalyst of
Ni_Zn ferrite/TiO2 from IC lead frame scraps. Journal of
Nanotechnology, 2015, 727210, 1-7.

Livesey, G. 2003. Health potencial of polyols as sugar replacers, with emphasis


on low glycaemic properties. Nutrition Research Reviews,16, 163-191

Luo, C., S. Wang, and H.C. Liu 2007. Cellulose Conversion into Polyols
Catalyzed by Reversibly Formed Acids and Supported Ruthenium
Clusters in Hot Water. Angewandte Chemie, 46, 7636-7639.

Ma, L., L. Chen, and S. Chen. 2009. Study on the characteristics and activity of
Ni–Cu–Zn ferrite for decomposition of CO2 . Materials Chemistry and
Physics, 114, 692–696.

Maensiri, S., C. Masingboon, B. Bonochom, and S. Seraphin. 2007. A Simple


Route to Synthesize Nickel Ferrite (NiFe2O4) Nanoparticles using Egg
White. Scripta Materialia, 56, 797 - 800.

Mahaleh, Y.B.M., S. K. Sadrnezhaad. and D. Hosseini. 2008. NiO Nanoparticles


Synthesis by Chemical Precipitation and Effect of Applied Surfactant on
Distribution of Particle Size. Journal of Nanomaterials, 4705954, 1-4.

Mahian, R.A. and V.Hakimzadeh. 2016. Sugar alcohol: A review. International


Journal of PharmTech Research, 9(7), 407-413.

Mahmoodi, N.M., M. Bashiri, and S.J. Moeen. 2012. Synthesis of nickel-zink


ferrite magnetic nanoparticle and dye degradation using photocatalytic
ozonation. Material Research Bulletin, 47, 4403-4408.

Mandels, M., R. Andreotti, and C. Roche. 1976. Measurement of Saccarifying


cellulase. Biotechnology Bioenginering, 6, 21-33.
93

Manova, E., T. Tsoncheva, C. Estournes, D. Paneva, K. Tenchev, I. Mitov, L.


Petrov. 2005. Nanosized Iron and Iron – Cobalt Spinel Oxides as Catalysts
for Methanol Decomposition. Journal Apcata, 11, 1- 5.

Mohanraj, V.J. and Y. Chen. 2006. Nanoparticles-A review. Tropical Journal of


Pharmaceutical Research, 5, 561-573.

Morales, E.A., E. S´anchez Mora, and U. Pal. 2007. Use of Diffuse Reflectance
Spectroscopy for Optical Characterization of Un-Supported
Nanostructures. Revista Mexicana de F´Isica S, 53(5), 18-22.

Nowak, M., B. Kauch, and P. Szperlich. 2009. Determination of energy band gap
of nanocrystalline SbSi using diffuse reflectance spectroscopy. Review of
Scientific Instruments, 80, 046107.

Parizi, M.K., Z.K. Bohlouli, M.K. Parizi, and A.M. Nazeri. 2015. Sugar alcohols
efficiacy on dental caries incidence: A review article. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 6(3), 1871-1874.

Parry, E.P. 1963. An infrared study of pyridine adsorbed on acidic solids.


Characterization of Surface Acidity. Journal of Catalysis, 2, 371-379.

Patil, R.P., S.D. Delekar, D.R. Mane, and P.P Hankare. 2013. Synthesis, structural
and magnetic properties of different metal ion substitud nanocrystalline
zink ferrite. Result in Physics, 3, 129-133.

Paveena, L., A. Vittaya, S. Supapan, and M. Santi. 2010. Characterization and


magnetic properties of nanocrystalline CuFe2O4, NiFe2O4, Zn Fe2O4
powders prepared by aloe vera extract solution, Current Applied Physics,
11, 101-108.

Perego, C. and P. Villa. 1997. Catalyst preparation method. Catalysis Today, 34,
281-305.

Pinna, F. 1998. Supported Metal Catalyst Preparation. Catalysis Today, 41, 129-
137.

Putz, H., J.C. Schön, and M. Jansen. 2001. Combined method for ab initio
structure solution from powder diffraction data. Journal of Applied
Crystallography, 32, 864–870.
Raghavender, A.T., N. Biliskov, and Z. Skoko. 2011. XRD and IR analysis of
nanocrystalline Ni-Zn ferrite synthesized by sol-gel method. Material
Letters,65, 677-680.

Ramankutty, C.G. and S. Sugunan. 2001. Surface Properties and Catalytic


Activity of Ferospinel of Nickel, Cobalt, and Coper, Prepared by Soft
Chemical Methods. Applied Catalysis. A: General, 218, 39-51.
94

Ramirez, H., Aracely, and M. Ramirez, 2015. Photocatalytic Semiconductors.


Springer. Switzerland.

Reddy, C.V.G., S.V. Manorama, and V.J. Rao. 1999. Semiconducting Gas Sensor
for Chlorine Based on Inverse Spinel Nickel Ferrite. Sensors and
Actuators B: Chemical, 55, 90 - 95.

Richardson, T. J. 1989. Principles of Catalyst Development. Plenum Press.


New York and London. 171.

Rivas, B., J.M. Dominguez, H. Dominguez, and J.C. Parajo. Bioconversion of


posthydrolysed autohydrolysis liquors: an alternative for xylitol
production from corn cobs. Enzyme and Microbial Technology, 31, 431–
438.

Rosita, R. and R. Safitri. 2012. Influence of Fish Feed Containing Corn-Cob Was
Fermented By Trichoderma Sp, Aspergillus Sp, Rhizopus Oligosporus
To The Rate of Growth of Java Barb (Puntius Gonionitus). APCBEE
Procedia, 2, 148 – 152

Saha, B.C. 2003. Hemicellulose Bioconversion. Journal of Industrial


Microbiology and Biotechnology, 30, 279-291.

Saha, B.C. 2004. Lignocellulose Biodegradation and Application in


Biotechnology. ACS Symposium Series. American Chemical Society.
Washington, DC. 2-14.

Sakurai, S., S. Sasaki, M.Okube, H. Ohara, and T. Toyoda. 2008. Cation


distribution and valence state in Mn-Zn ferrite examined by synchrotron
X-rays. Physica B, 403, 3589-3595.

Schwietzke, S., Y. Kim, E. Ximenes, N. Mosier, and M. Ladisch,. 2009. Ethanol


Production from Maize. A.L. Kriz, B.A. Larkins (eds.), Molecular
Genetic Approaches to Maize Improvement Biotechnology in
Agriculture and Forestry, Vol. 63. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
347-364.

Segal, L., J.J Creely, A.E. Martin, and C.M. Conrad. 1959. An empirical method
for estimating the degree of crystalinity of native cellulose using the X-
ray diffractometer. Textile Research Journal, 786-794.

Shimadzu, 2015. Analysis of sugar alcohol in energy drink by prominence-I with


differencial refractive-index detector. Application News, L481.
Shimadzu Corporation.
95

Sietsma, J.R.A., J.D. Meeldijk, J.P. de Breejen, M. Verluijs-Helder, A.J. van


Dillen, P.E. de Jongh, and K.P. de Jong. The preparation of supported
NiO and Co3O4 nanoparticles by the nitric oxide controlled thermal
decomposition of nitrates. Angewandte Chemie International Edition,
46(24), 4547-4549.
Silveira, M.M. and R. Jonas. 2002. The biotechnological production of sorbitol.
Applied Microbiology Biotechnology, 59, 400-408

Situmeang, R., R. Supriyanto, Sukmawibowo, J. Fitri, and A. Sarah. 2010.


Fe1xNixO3±ᵹ Catalyst For Converting CO2/H2 To Alcohols Compounds.
Proceedings of The International Conference on Materials Science and
Technology. Batan, Serpong, Indonesia.October 19-23, 2010 Pp. 173 –
179.

Skoog, D.A. dan J.J. Leary. 1992. Principle of Instrument Analysis 4th Ed.
Saunders College Pub.

Soderlind, F. 2008. Colloidal Synthesis of Metal Oxides Nanocrystals and Thin


Films. Dissertation. Linkoping, Sweden. Linkoping University.

Syawala, D.S., T. Wardiyati, and M.D. Maghfoer. 2013. Production of bioethanol


from corncob and sugarcane bagasse with hydrolysis process using
Aspergillus niger and Trichoderma viride. IOSR Journal of
Environmental Science, Toxicology and Food Technology, 5(4), 49-56.

Tanabe, K. 1981. Solid Acid and Base Catalyst in Catalysis Science and
Technology. John R. Anderson and Michael Boudart (Eds) Vol. 2.
Springer-Link. Berlin. 231 - 273.

Van de Vyver, S., J. Geboer, Dusselier, L. Zhang, T.G. Van, P. Jacobs, and B.F.
Sels. 2010. Selective Bifunctional Catalytic Conversion of Cellulose
over Reshaped Ni Particles at the Tip of Carbon Nanofibers. Chemistry
and Suistanibility, 3, 698-701.

Ward, D.A. and E.I Ko. 1995. Preparing catalytic materials by the sol-gel method.
Industrial and Engineering Chemistry Research, 34, 421-433

Widegren, J.A. and R.G. Finke. 2003. A review of soluble transition-metal


nanocluster as arene hydrogenation catalysts. Journal of Molecular
Catalysis A: Chemical, 191, 187.

Wu, R.L., X.L Wang, F. Li, H.Z. Li, and Y.Z. Wang. 2009. Green composite
films prepared from cellulose, starch, and lignin in room-temperature
ionic liquid. Bioresource Technology, 100, 2569-2574.
96

Zahi, S., A.R. Daud, and M. Hashim. 2007. A comparative study of nickel-zinc
ferrites by sol-gel route and solid-state reaction. Material Chemistry and
Physics, 106, 452-456

Zain, N.F.M., S.M. Yusop, and I. Ahmad . 2014. Preparation and


Characterization of Cellulose and Nanocellulose From Pomelo (Citrus
grandis) Albedo. Journal of Nutrition and Food Science, 5(1), 1-4.

Zhang, Y.H.P. and L.R. Lynd. 2004. Toward an aggregated understanding of


enzymatic hydrolysis of cellulose: Noncomplexed cellulose systems.
Biotechnology and Bioengineering, 88(7), 797-824.

Zhang, L. and Y. Wu. 2013. Sol-gel synthesized magnetic MnFe2O4 spinnel ferrite
nanoparticles as novel catalyst for oxidative degradation of methyl
orange. Journal of Nanomaterials, 2013, 640940, 1-6.

Zhang, J., S. Wu, and Y. Liu. 2014. Direct Conversion of Cellulose into Sorbitol
over a Magnetic Catalyst in an extremely Low Concentration Acid
System. Energy Fuels, 28, 4242-4246.

Zhang, G., C. Ni, X. Huang, A. Welgamage, L.A. Lawton, P.K.J. Robertson, and
J.T.S. Irvine. 2016. Simultaneous cellulose conversion and hydrogen
production assisted by cellulose decomposition under UV-light
photocatalysis. Chemical Communications The Royal Society of
Chemistry, 52, 1673-1676.

Zhou, C.H., X. Xia, C.X. Lin, D.S. Tong, and J. Beltramini . 2011. Catalytic
conversion of lignocellulosic biomass to fine chemicals and fuels.
Chemical Society. Reviews, 40, 5588–5617.

Zielinski A.F., C. M. Braga, I.M. Demiate, F.L. Beltrame, A.Nogueira, and G.


Wosiacki. 2014. Development and optimization of a HPLC-RI method
for the determination of major sugars in apple juice and evaluation of the
effect of the ripening stage. Food Science and Technology, 34(1), 38-43.

You might also like