GI Produk Ubi Ungu
GI Produk Ubi Ungu
GI Produk Ubi Ungu
(Skripsi)
Oleh
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
Venni Elsa Melinda Manik
ABSTRACT
By
functional food. Purple sweet potato could be boiled and consumed as snack or
processed into intermediate products such as flour. Further more purple sweet
sweet potato flour which has a physiological effect of lowering the glycemic
response. Resistant starch rich-purple sweet potato flour can used as the main
ingredient for noodle products. The aim of this research was to obtain glycemic
response values of purple sweet potato products such as boiled purple sweet
potatoes, purple sweet potato noodles, and resistant starch rich-purple sweet
potato noodles. So that we found the lowest glycemic response value. The
parameters observed were the proximate analysis (mouisture, ash, protein, fat, and
determined by the area under curve (AUC) of the blood glucose after consumption
Venni Elsa Melinda Manik
of the products and glucose syrup was used as a reference. The glycemic
response data of products were analyzed using analysis of variance (ANOVA) and
further tested using Duncan's multiple range to know the mean differences among
products at P < 0,05. The results showed the resistant starch rich-purple sweet
potato noodles had the lowest glycemic response with total moisture of 44,13 % ±
0,34, ash 1,38% db ± 0,16, protein 1,70% db ± 0,36, fat 0,63% db ± 0,02,
GAE/100g db, anthocyanin content 93,94 ± 0,43 mg/100g db, resistant starch
52,26% ± 1,40, area under curve 3039,00, and predicted glycemic index 58,74.
Keywords: glycemic response, purple sweet potato, purple sweet potato noodle,
resistant starch
Venni Elsa Melinda Manik
ABSTRAK
Oleh
Ubi jalar ungu segar dapat diolah menjadi produk ubi jalar ungu rebus dan tepung
ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar ungu dimodifikasi melalui proses gelatinisasi
sebagian dan retrogradasi menghasilkan tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten
yang memiliki efek fisiologis menurunkan respon glikemik. Tepung ubi jalar
ungu kaya pati resisten dapat diolah menjadi produk mie ubi jalar ungu kaya pati
resisten. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai respon glikemik pada
produk olahan ubi jalar ungu seperti ubi jalar ungu rebus, mie ubi jalar ungu, dan
mie ubi jalar ungu kaya pati resisten, serta menentukan satu produk olahan ubi
jalar ungu yang memiliki respon glikemik terendah. Pengamatan yang dilakukan
meliputi proksimat (air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat), total fenol, kadar
antosianin, kadar pati resisten, tingkat konversi tepung menjadi gula oleh enzim α-
Data respon glikemik dianalisis dengan sidik ragam dan uji lanjut Duncan pada
taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan respon glikemik produk mie ubi jalar
ungu kaya pati resisten memiliki respon glikemik terendah dengan kadar air
Venni Elsa Melinda Manik
44,13 % ± 0,34, kadar abu 1,38% bk ± 0,16, kadar protein 1,70% bk ± 0,36, kadar
lemak 0,63% bk ± 0,02, kadar karbohidrat 96,29% bk ± 0,38, total fenol 327,10 ±
2,78 mg GAE/100g bk, kadar antosianin 93,94 ± 0,43 mg/100g bk, kadar pati
resisten 14,29% bk ±0,17, tingkat konversi tepung menjadi glukosa oleh enzim α-
amilase 52,26% ± 1,40 dari total bahan, luas area di bawah kurva 3039,00, dan
Kata kunci : mie ubi jalar ungu, pati resisten, respon glikemik, ubi jalar ungu
KAJIAN RESPON GLIKEMIK BEBERAPA PRODUK OLAHAN
UBI JALAR UNGU
Oleh
Skripsi
Pada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 05 April 1996 sebagai anak keempat
dari lima beraudara, pasangan bapak Mangasi Manik dan ibu Pestaria
Swasta Katolik Budi Murni 2 pada tahun 2001, Sekolah Dasar di SD Swasta
Katolik Budi Murni 2 pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Swasta Katolik Budi Murni 2 pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas di
SMA Swasta Katolik Budi Murni 1 kota Medan pada tahun 2013.
Asisten Dosen matakuliah Fisiologi Pasca Panen pada tahun 2015/2016. Pada
Barat, dengan tema “ Implementasi Keilmuan dan Teknologi Tepat Guna dalam
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih karuniaNya yang
berlimpah dan penyertaanNya yang tidak pernah berakhir sehingga penulis dapat
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc, selaku dosen Pembimbing Utama yang telah
2. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si, selaku Pembimbing Kedua yang telah banyak
memberikan arahan, saran dan masukan yang sangat membangun dan telah
3. Bapak Dr. Ir. Samsu Udayana Nurdin, M.Si selaku dosen Pembahas atas
saran, bimbingan, dan evaluasi yang telah diberikan kepada penulis dalam
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S.i, Selaku Dekan Fakultas
7. Keluarga tercinta ibu Pestaria Pangaribuan, bapak Mangasi Manik, kakak Sari
Adinata, dan adik Gabe Johanes yang selama ini selalu memberikan doa,
semangat dan dukungan kepada penulis dalam hal moril dan materil dalam
8. Rekan penelitian Danita Aprisia dan Mba Eka Nurjanah yang telah membantu
Penulis mendoakan, agar Tuhan memberikan balasan yang terbaik kepada semua
pihak yang telah membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga
Penulis,
Halaman
I. PENDAHULUAN
5.1. Kesimpulan................................................................................... 73
5.2. Saran............................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 74
LAMPIRAN................................................................................................ 86
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5. Uji Duncan luas area rata-rata sirup glukosa dan produk olahan
ubi jalar ungu ..................................................................................... 67
6. Prediksi nilai Indeks Glikemik produk olahan ubi jalar ungu ........... 71
13. Nilai absorbansi total fenol produk olahan ubi jalar ungu................. 96
14. Total fenol produk olahan ubi jalar ungu (mg/100 g bk)................... 96
15. Nilai absorbansi kadar antosianin produk olahan ubi jalar ungu
pH 1 ................................................................................................... 97
16. Nilai absorbansi kadar antosianin produk olahan ubi jalar ungu
pH 4,5 ................................................................................................ 97
xvi
17. Total antosianin produk olahan ubi jalar ungu (mg/100 g bk) .......... 97
21. Hasil perhitungan pati resisten produk olahan ubi jalar ungu (%bk) 98
22. Standar glukosa metode pereaksi DNS (100 mg/100 mL) ................ 99
23. Data absorbansi rata-rata tiap waktu produk olahan ubi jalar ungu .. 99
31. Data pengukuran gula darah puasa (GDP) subjek ............................. 104
33. Hasil uji anova dan duncan luas area di bawah kurva sirup glukosa
dan produk olahan ubi jalar ungu ...................................................... 105
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
11. Kadar total fenol produk olahan ubi jalar ungu ................................. 51
13. Kadar pati resisten produk olahan ubi jalar ungu .............................. 56
26. Tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten ........................................... 109
27. Adonan kalis yang digunakan untuk pembuatan mie ........................ 109
33. Mie ubi jalar ungu kaya pati resisten kering...................................... 110
35. Mie ubi jalar ungu kaya pati resisten siap konsumsi ......................... 111
39. Sampel darah responden untuk pembacaan kadar gula darah ........... 111
I. PENDAHULUAN
Ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) merupakan salah satu komoditas tanaman ubi
jalar yang memiliki warna ungu kemerahan hingga ungu kehitaman (ungu pekat)
pada bagian kulit dan daging umbi. Ubi jalar ungu berpotensi dikembangkan
sebagai pangan fungsional. Hal ini karena ubi jalar ungu mengandung komponen
Salah satu komponen fungsional ubi jalar ungu adalah antosianin sebesar 20-924
berfungsi sebagai antioksidan, penangkal radikal bebas (Kano et al., 2005; Oki et
al,. 2002), anti kanker (Lim et al., 2013), anti hiperglikemik (Jawi et al., 2012),
Manfaat ubi jalar ungu yang besar membuat umbi ini berpeluang menjadi
komoditas pertanian unggul, namun ubi jalar ungu merupakan komoditi yang
mudah rusak karena kandungan air tinggi sekitar 67%- 80% (Widjanarko, 2008).
Menurut Narullita et al. (2013) ubi jalar sebaiknya disimpan pada suhu 25-26°C
dikendalikan. Hal ini membuat ubi jalar mudah mengalami kemunduran mutu
atau penurunan kualitas selama penyimpanan pada ubi jalar ungu dapat dihindari
dengan melakukan penanganan lanjut yaitu pengolahan. Ubi jalar ungu dapat
diolah dalam bentuk segar dan diolah menjadi produk intermediet seperti tepung
ubi jalar ungu (Sukerti et al., 2013). Tepung ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku ataupun bahan substitusi dalam pembuatan beberapa produk
olahan seperti roti, kue kering, kue basah, dan mie (Ginting et al., 2011). Mie
merupakan salah satu jenis produk olahan yang banyak digemari masyarakat.
Tepung ubi jalar ungu mempunyai kandungan karbohidrat dan kalori hampir
setara dengan tepung terigu (Zuraida dan Suprapti, 2001). Hal ini karena
komponen utama ubi jalar yaitu karbohidrat sebesar 80-90% dari bobot kering dan
sebagian besarnya berbentuk pati (Banks and Greenwood, 1975). Pati ubi jalar
ungu dapat dimodifikasi agar sifat fisikokimianya menjadi lebih baik dan
proses pengolahan dapat meningkatkan kadar pati resisten (RS) (Herawati, 2011).
Pati resisten yang banyak dijadikan bahan baku pangan fungsional adalah pati
resisten tipe 3. Pati resisten tipe ketiga (RS III) dihasilkan dari modifikasi secara
Tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten yang dihasilkan dari proses gelatinisasi
sebagian pada suhu 90°C selama 30 menit dan diretrogradasi pada suhu 5°C
selama 48 jam meningkatkan kadar pati resisten tepung ubi jalar ungu dari
18,65% menjadi 31,89% (Ningsih, 2015). Tepung ubi jalar ungu berkadar pati
resisten tinggi sudah diuji secara in vivo menggunakan mencit. Pemberian ransum
3
ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi mampu menormalkan kadar gula
darah, menstabilkan berat badan, dan meningkatkan berat feses baik pada mencit
sehat maupun mencit diabetes (Limbong, 2016). Saat ini belum diketahui respon
glikemik pada produk olahan ubi jalar ungu seperti ubi jalar ungu rebus, mie ubi
jalar ungu, dan mie ubi jalar ungu kaya pati resisten. Oleh karena itu pada
penelitian ini akan dievaluasi respon glikemik pada beberapa produk olahan ubi
jalar ungu.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan satu produk olahan ubi jalar ungu yang
Nilai indeks glikemik bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya proses pengolahan (Ragnhild et al., 2004). Pangan yang sama bila diolah
dengan cara bervariasi akan memiliki indeks glikemik berbeda (Rimbawan, 2007).
fisikokimia bahan pangan (Arif et al., 2013). Struktur bahan lebih mudah dicerna
dan diserap sehingga kadar gula darah naik secara cepat (Rimbawan dan Siagian,
sempurna menyebabkan granula rusak dan pecah sehingga mudah dicerna akibat
2007). Nilai IG ubi jalar yang diolah dengan cara digoreng lebih rendah daripada
ubi jalar yang dipanggang dan direbus (Astawan dan Widowati, 2005).
4
Hal lain yang mempengaruhi nilai IG adalah modifikasi pati. Pati dapat
parsial merupakan modifikasi fisik dengan jumlah air dan panas tidak mencukupi,
merupakan metode modifikasi fisik yang dapat meningkatkan kadar pati resisten
(Nurdjanah dan Yuliana, 2013). Pati yang diberi perlakuan siklus pemanasan
meningkatkan kadar serat pangan total (Sajilata et al., 2006), dan menurunkan
Kadar pati resisten dalam bahan pangan dipengaruhi oleh proses pengolahan serta
adanya bahan tambaan lain. Ningsih (2015) melaporkan tepung ubi jalar ungu
yang diolah dengan pemanasan suhu 90°C selama 30 menit dilanjutkan dengan
pendinginan suhu 5°C selama 48 jam menghasilkan kadar pati resisten sebesar
31,89%. Pati resisten memiliki sifat dan fungsi seperti serat pangan yaitu mampu
mengandung kadar pati resisten tinggi dapat mengontrol tingkat kenaikan kadar
glukosa darah. Pati resisten memiliki efek hipoglikemik karena hidrolisis pati
pelepasan glukosa menjadi lambat (Sajilata et al., 2006). Zhang et al. (2007)
tipe 2. Makanan berkadar pati resisten juga mampu menurunkan kadar glukosa
nasi putih kemarin menyebabkan penurunan kadar glukosa darah mulai dari 1 jam
postprandial akibat adanya efek fisologis positif pati resisten. Efek fisologis yang
lemak rantai pendek terutama jenis asam propionat yang berfungsi meningkatkan
Penelitian mengenai respon glikemik pangan olahan dari umbi-umbian seperti ubi
jalar ungu yang diolah menjadi mie ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah produk olahan ubi jalar ungu
yaitu mie ubi jalar ungu kaya pati resisten memiliki nilai respon glikemik
terendah.
6
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) adalah salah satu jenis ubi jalar yang
memiliki daging umbi berwarna ungu kehitaman (ungu pekat), ungu kemerahan,
hingga ungu muda (Juanda dan Cahyono, 2009). Klasifikasi lengkapnya adalah
(Lawrence, 1964). Tanaman ubi jalar berbentuk herbaceous, yaitu tidak berkayu,
berwarna hijau atau ungu. Ubi jalar ungu memiliki bentuk bulat hingga lonjong
tegak dengan panjang 1-5 meter dengan diameter 3-10 mm. Batang ubi jalar ungu
berwarna hijau atau sedikit ungu,daunnya seperti bentuk jantung, dan bagian
tunasnya hampir terlihat ungu. Tepi daun ada yang bergerigi, berombak, dan ada
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas ayamurasaki) memiliki kulit dan daging
umbi berwarna ungu kehitaman (ungu pekat) biasa disebut Ipomoea batatas
blackie (Kumalaningsih, 2006). Ubi jalar ungu dapat tumbuh dengan baik di
daerah beriklim panas dan lembab dengan suhu optimal 27ºC, kelembaban udara
(RH) 50-60%, curah hujan 750 mm-1500 mm per tahun, dan lama penyinaran
7
sekitar 11-12 jam per hari. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran dengan
ketinggian sampai 1.000 meter dari permukaan laut. Pertumbuhan dan produksi
ubi jalar tercapai pada musim kemarau (Rukmana, 1997). Ubi jalar mulai dapat
dipanen pada saat berumur 3–4 bulan setelah ditanam, tergantung pada jenis atau
Beberapa jenis ubi jalar ungu yang telah diusahakan secara komersial di Indonesia
yaitu varietas ubi jalar ungu asal Jepang Ayamurasaki, Yamagawamurasaki, dan
varietas lokal lainnya seperti MSU 01022-12, MSU 03028-10, dan RIS 03063-05
(Juanda dan Cahyono, 2009). Ubi jalar merupakan tanaman yang memiliki
kandungan nutrisi tinggi. Ubi jalar ungu memiliki kandungan serat (dietary fiber)
sebanyak 3 g / 100 g berat basah (Ginting et al., 2011) , karbohidrat bukan serat
(Suda et al., 2003), serta memiliki pigmen antosianin yang tinggi (Oki et al.,
2002). Komposisi kimia dan fisik ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 1.
Komponen Jumlah
a
Kadar air (%) 67,77
Kadar abu (%)a 3,28
b
Kadar protein (%) 1,80
Kadar lemak (%)a 0,43
b
Karbohidrat (%) 27,90
Kadar pati (%)a 55,27
a
Gula pereduksi (%) 1,79
Kadar antosianin (mg/100 g) a 923,65
Aktivitas antioksidan (%)a 61,24
b
Bagian daging (%) 86,00
Kalori (kal)b 123,00
Sumber : a) Widjanarko (2008); b) Direktorat Gizi (1993) dalam Husnah (2010)
Ubi jalar ungu segar memiliki komposisi kandungan air yang cukup tinggi. Hal
ini menyebabkan ubi jalar ungu segar mudah mengalami kerusakan (Jusuf et al.,
8
2008). Akibatnya jumlah ubi jalar yang terbuang karena rusak ataupun busuk saat
penyimpanan selama panen raya semakin besar (Sukerti et al., 2013). Kandungan
air ubi jalar yang tinggi dapat dikurangi dengan mengolah ubi jalar ungu segar
Tepung ubi jalar merupakan produk intermediet yang diperoleh dari beberapa
bahwa pembuatan tepung ubi jalar dibagi dua cara. Cara pertama ubi diiris tipis
dan dikeringkan (chips/ sawut kering) kemudian ditepungkan. Cara kedua ubi
diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan kemudian ditepungkan dan diayak.
Tepung ubi jalar memiliki keunggulan yaitu dapat disimpan dalam waktu lama
Rendemen tepung ubi jalar yang dihasilkan kecil berkisar antara 12%-37% (Van
Hal, 2000).
Tepung ubi jalar banyak digunakan sebagai bahan baku industri secara langsung.
Tepung ubi jalar berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi berbagai produk
olahan (Jiang, 2001). Tepung ubi jalar sering digunakan sebagai substituen terigu
dalam pembuatan produk bakery, puding, mie dan lainnya, karena mempunyai
kadar abu dan serat tinggi serta kandungan karbohidrat dan kalori yang hampir
setara dengan tepung terigu (Zuraida dan Supriapti, 2001). Selain tepung ubi jalar
berdaging putih, ubi jalar ungu juga sudah banyak diproduksi menjadi tepung ubi
jalar ungu. Tepung ubi jalar ungu baik digunakan dalam pembuatan produk
9
pangan dan sudah diaplikasikan dalam pembuatan roti tawar (Husnah, 2010),
(Kristiyani, 2012). Tepung ubi jalar ungu juga dapat diaplikasikan pada
Mie merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau tepung lainnya
sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lainnya
serta dapat diberi perlakuan dengan bahan alkali (Dewan Standarisasi Nasional
Indonesia, 2000). Mie ada 2 jenis yaitu mie basah dan mie kering. Mie basah
memiliki umur simpan yang lebih singkat yaitu hanya 36 jam. Mie kering
memiliki umur simpan yang cukup lama hingga berbulan-bulan tergantung pada
Mie ubi jalar ungu merupakan mie yang dibuat dengan bahan utama hasil olahan
ubi jalar ungu yaitu tepung ubi jalar ungu yang telah dimodifikasi ataupun tidak.
Mie ubi jalar ungu dapat dihasilkan dari 100% tepung ubi jalar ungu atau
substitusi dalam tepung terigu. Menurut Sugiyono et al. (2011), tepung ubi jalar
pembuatan mie dari tepung ubi jalar. Modifikasi proses pembuatan mie tersebut
dilakukan dengan penambahan bahan pengikat seperti CMC pada tepung ubi jalar
untuk memperkuat tekstur mie, memperkuat fleksibilitas dan elastisitas mie, serta
Ubi jalar ungu mengandung antosianin dalam jumlah yang tinggi. Menurut
berkisar antara 20 mg/100 g sampai 924 mg/100 g bb. Antosianin ubi jalar ungu
lebih stabil terhadap panas dan iradiasi sinar ultraviolet dibandingkan dengan
antosianin dari strawberi, raspberri, apel, dan kedelai hitam (Hayashi et al., (1996)
dalam Suda et al., 2003). Hal ini karena pigmen antosianin pada ubi jalar ungu
ada dalam bentuk mono- atau di-asetil dari sianidin dan peonidin (Goda et al.,
(1997) dalam Suda et al., 2003). Menurut Markakis (1982), struktur dari
antosianin.
Faktor lain yang mempengaruhi stabilitas antosianin adalah pH. Antosianin ubi
jalar ungu akan berwarna merah pada kondisi pH asam, ungu pada kondisi pH
netral, dan hijau pada kondisi pH basa (Suda et al., 2003). Warna yang cenderung
merah dan stabil pada pH 2-4.5 disebabkan oleh jumlah gugus metoksi yang
dominan. Warna yang cenderung biru atau relatif tidak stabil disebabkan oleh
jumlah gugus hidroksi yang dominan (Montilla et al., 2011). Oksigen, asam
askorbat, enzim, cahaya, senyawa kopigmen, gula dan senyawa turunannya juga
(1982).
11
Karakteristik umum dari semua tipe antosianin ubi jalar ungu adalah antosianin
terikat pada satu gugus kafeoil terkecil yang membuatnya menjadi penangkap
radikal bebas yang sangat baik (Oki et al., 2002). Antosianin ubi jalar ungu juga
antihipertensi (Suda et al., 2003), menurunkan total kolestrol darah (Jawi dan
Budiasa, 2011), dan antihiperglikemik (Jawi et al., 2012). Antosianin pada ubi
ekstrak air umbi ubi jalar ungu 3 mL/hari pada tikus selama 60 hari dapat
dalam darah tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin (Jawi et al., 2012).
Selain antosianin, komponen utama dalam ubi jalar yang juga penting adalah
Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati tersusun paling
sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara
seperti protein dan lemak (Banks and Greenwood, 1975). Amilosa mempunyai
(Winarno, 1991). Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1.
12
(a) (b)
Pati ubi jalar memiliki komposisi yang berbeda tergantung pada varietasnya.
Faizah (2004) melaporkan bahwa kadar pati ubi jalar ungu varietas ayamurasaki
sebesar 89,78% dan kadar amilosa sebesar 34,70%. Pati terdiri dari butiran-
butiran kecil yang disebut granula. Granula pati ubi jalar berdiameter 2-25 μm.
Granula pati ubi jalar berbentuk poligonal dengan kandungan amilopektin 60-
70%, amilosa10-25%, dan 5-10% material antara. Pati ubi jalar memiliki derajat
pembengkakan 20-27 mL/g, kelarutan 15-35%, dan tergelatinisasi pada suhu 75-
akibat adanya perlakuan termal dan bersifat irreversible (Winarno, 1991). Holm
dan gugus hidroksil lepas. Pati ubi jalar varietas ayamurasaki tergelatinisasi pada
suhu 73,5°C dengan lama waktu 29 menit (Ginting et al., 2005), dan granulanya
13
pecah pada suhu 88,5°C setelah 39 menit (Faizah, 2004). Pati ubi jalar memiliki
kandungan gula yang didominasi oleh sukrosa. Total gula ubi jalar berkisar antara
Granula pati yang diproses dibawah suhu gelatinisasinya dan kebutuhan air saat
berputar. Pati ubi jalar ungu dengan proses gelatinisasi sebagian menghasilkan
pati tergelatinisasi dan pati yang tidak tergelatiniasi. Proses gelatinisasi sebagian
pada suatu bahan dapat menyebabkan terbentuknya lapisan gel tipis (film) karena
perubahan pada struktur amilosa granula pati (Piyada et al., 2013). Menurut
membentuk struktur heliks ganda yang distabilkan oleh ikatan hidrogen (Sajilata
amilosa yang telah keluar dari granula berikatan kembali dan menggabungkan
waktu juga membuat gel pati akan mengalami perluasan daerah kristal sehingga
satu tanda penurunan kualitas pati karena apabila pati alami digunakan pada
produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah maka teksturnya akan
banyaknya air yang keluar dari gel pati menyebabkan kejernihan pasta pati rendah
(Haryanti et al., 2014). Kebalikan dari proses sineresis yang tidak diinginkan
dalam produk pangan, saat ini teknik retrogradasi merupakan teknik yang banyak
perubahan sifat gel pati yaitu meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis
Pati termodifikasi (modified starch) adalah pati alami yang dimodifikasi dengan
perlakuan fisik (Lehmann et al., 2003), kimia (Wulan et al., 2007), dan enzimatis
(Zhang and Jin, 2011) yang bertujuan merubah sifat fungsional dan amilografi
pati alami sesuai dengan kebutuhan (Herawati, 2011). Pati ubi jalar alami
memiliki sifat fungsional dan amilografi yang kurang baik seperti pembengkakan
yang besar, gel yang dihasilkan tidak padat, tidak stabil pada suhu tinggi,
perlakuan asam, dan perlakuan proses mekanis (Pranoto et al., 2014). Pati ubi
jalar sebaiknya dimodifikasi agar sifat fisikokimia pati menjadi lebih baik.
Modifikasi fisik merupakan salah satu metode yang mudah dan aman dilakukan
dibandingkan dengan cara kimia dan enzimatis (Sunyoto et al., 2016). Modifikasi
secara fisik dapat menghasilkan pati resisten atau pati tahan cerna (Tanak, 2016).
15
Prinsip proses modifikasi fisik secara umum adalah dengan pemanasan. Proses
modifikasi fisik ubi jalar ungu pada penelitian ini dilakukan dengan gelatinisasi
antara medium pemanas dengan bahan. Medium yang digunakan adalah uap, air
atau cairan pemindah panas khusus bersuhu tinggi. Pemanasan bahan pada
pemanas berputar terjadi secara bertahap yaitu panas akan melalui dinding
Prinsip pemanas berputar yaitu merubah struktur pati menjadi polimer yang lebih
dibanding pemanas jenis lain, lebih mudah dan efektif untuk digunakan dalam
pemanasan dilakukan dengan suhu dan air yang terbatas maka pati akan
(2013), ubi jalar ungu yang dimodifikasi dengan single drum dryer dapat
tepung ubi jalar ungu. Selain itu, proses gelatinisasi parsial menyebabkan
16
terbentuknya lapisan karena perubahan pada struktur amilosa granula pati (Piyada
et al., 2013) dan menjadi lapisan pelindung antosianin pada tepung ubi jalar ungu.
Pati resisten (resistant starch atau RS) merupakan fraksi pati hasil degradasi pati
yang tidak terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat (Englyst et al.,1992;
Marsono, 1998; Shin et al., 2004). Pati resisten (RS) memiliki sifat yang mirip
dengan serat pangan. Pati resisten memiliki efek fisiologis bermanfaat bagi
2010). Pati resisten yang dikonsumsi memiliki efek lambat dalam pelepasan
glukosa, sehingga asupan energi berkurang pada sel-sel usus, yang terbukti
Pati resisten (RS) dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu RS1, RS2, RS3, dan RS4.
Pati resisten tipe I (RS1) adalah pati yang terdapat secara alamiah dan secara fisik
terperangkap dalam sel-sel tanaman dan matriks dalam bahan pangan kaya pati,
terutama dari biji-bijian dan sereal. Jumlah RS1 dipengaruhi proses pengolahan
dan berkurang atau hilang dengan penggilingan. Pati resisten tipe II (RS2) adalah
pati yang secara alami sangat resisten terhadap pencernaan oleh enzim α-amilase
dan granulanya berbentuk kristalin. Sumber RS2 antara lain pisang dan kentang
yang masih mentah, serta jenis pati jagung dengan kadar amilosa yang tinggi
(Musita, 2009)
17
Pati resisten tipe III (RS3) adalah pati hasil pemanasan dan dilanjutkan dengan
pendinginan pada suhu rendah maupun pada suhu ruang secara berulang sehingga
pati termodifikasi secara kimia seperti pati ester maupun pati ikatan silang
(Sajilata et al., 2006). Pati resisten tipe 3 merupakan pati resisten yang paling
menarik dan paling banyak digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional.
organoleptik makanan (Lehmann et al., 2002), serta relatif tahan panas sehingga
Respon glikemik adalah ukuran seberapa cepat dan seberapa tinggi kadar glukosa
darah naik sebagai respon terhadap konsumsi pati dalam jumlah dan waktu
dan penyerapan nutrisi dalam perubahan glukosa darah (Whelan et al., 2010).
Kurva respons glikemik pangan diperoleh dari data pengukuran kadar glukosa
darah subjek setelah makan dengan interval 30 menit selama kurun waktu 2 jam.
Kurva akan menggambarkan efek glikemik dari pangan, yaitu ukuran seberapa
18
cepat dan tinggi kadar glukosa darah naik, dan seberapa cepat tubuh merespon
kadar glukosa darah normal kembali setelah makan (Waspadji et al., 2003).
Makanan yang lambat dicerna akan menghasilkan kurva respon gula darah dengan
puncak yang rendah (Widowati et al., 2007). Hal ini karena penyerapan makanan
glikemiknya lebih rendah (Willet et al., 2002). Ray and Singhania (2014)
respon glikemik yang lebih tinggi karena puncak respon kurva gula darah juga
glikemik nasi kontrol lebih tinggi dibanding nasi yang diberi sodium tripolipospat
sehingga menjadi nasi lambat dicerna. Respon glikemik berkaitan dengan nilai
indeks glikemik (IG) pangan. Indeks Glikemik adalah indeks (tingkatan) pangan
menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah pada seorang subjek yang
al., 2002). Pangan yang mampu menaikkan kadar gula darah secara cepat adalah
pangan yang memiliki nilai IG yang tinggi, sedangkan pangan yang menaikkan
kadar gula darah dengan lambat memiliki IG yang rendah (Rimbawan dan
70, 3) IG tinggi, rentang IG > 70 (Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan
Siagian, 2004).
19
Perbedaan nilai IG dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu cara pengolahan
(tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan kadar amilosa dan
amilopektin, kadar gula dan daya osmotik pangan, kadar serat pangan, kadar
lemak dan protein pangan, serta zat anti gizi pangan (Arif et al., 2013). Proses
pengolahan terhadap pangan dapat merubah nilai indeks glikemiknya. Hal ini
mudah dicerna dan diserap sehingga kadar gula darah naik dengan cepat
(Rimbawan, 2007). Selain itu ukuran partikel menjadi semakin kecil dan
Indeks glikemik pada ubi jalar goreng lebih rendah daripada ubi jalar rebus dan
ubi jalar panggang karena pada ubi jalar goreng terdapat lemak dari minyak
bahwa, pangan berlemak tinggi cenderung memiliki indeks glikemik rendah dan
menghasilkan banyak energi. Hal ini karena satu gram lemak akan menghasilkan
20
9 kkal energi. Pangan dengan kadar lemak yang tinggi cenderung memperlambat
laju pengosongan lambung, sehingga laju pencernaan makanan pada usus halus
lambat. Menurut Wolever and Bolognesi (1996), lemak dalam jumlah besar (50
kelemahannya, jumlah konsumsi harus dibatasi tidak boleh melebihi 30% dari
total energi dan total konsumsi lemak jenuh tidak melebihi 10% dari total energi
(Nisviaty, 2006). Proses pengolahan ubi cilembu menjadi ubi kukus dan
panggang membuat nilai indeks glikemiknya meningkat (Maulana, 2012). Hal ini
meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Faktor lain penentu nilai indeks glikemik adalah tinggi rendahnya kadar amilosa.
Amilosa sukar dihidrolisis oleh enzim pencernaan karena memiliki struktur tidak
bercabang sehingga ikatan hidrogen lebih kuat (Behall and Hallfrisch, 2002).
Widowati, 2009 ; dan Richana, 2012). Serat menurunkan respon glikemik secara
akhirnya respon gula darah rendah (Brennan, 2005). Pencernaan lambat juga
(2011) membuktikan bahwa pemberian produk olahan ubi jalar dalam keadaan
dingin dapat mempengaruhi struktur pati ubi jalar, sehingga terjadi lambatnya
proses penyerapan dan daya cerna pati pada tubuh. Hal tersebut mengakibatkan
bahan pangan yang disebut sebagai beban glikemik (Glycemic Load) (Atkinson et
al., 2008). Beban glikemik mencerminkan ukuran saji pangan secara realistis
pangan yang dikalikan dengan kandungan karbohidrat tersedia dari pangan saji
semakin kecil makanan saji dapat memicu peningkatan kadar glukosa darah
dikategorikan menjadi tiga, yaitu 1) rendah = <11 , 2) sedang 10-20, 3) tinggi > 26
(Venn and Green, 2007). Nilai beban glikemik tinggi belum tentu menunjukkan
nilai indeks glikemik tinggi. Contohnya produk mi instan Udon (Jepang) dan
makaroni memiliki beban glikemik yang tergolong tinggi yaitu 23 dan 22 dengan
mengontrol respon glikemik. Nilai respon glikemik, indeks glikemik, dan beban
glikemik pangan berpati berkaitan dengan daya cerna patinya. Indeks Glikemik
pangan yang tinggi menunjukkan daya cerna pati yang tinggi dan sebaliknya
Daya cerna pati adalah tingkat kemampuan hidrolisis pati oleh enzim pemecah
pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana. Daya cerna pati in vitro dihitung
sebagai persentase relatif terhadap pati murni (soluble starch) yang diasumsikan
2002). Penentuan daya cerna pati dalam sampel dapat dianalisis secara in vitro
yaitu dengan memberikan perlakuan tertentu agar pati dalam bahan pangan
terhidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit yang lebih kecil (gula
dicerna secara cepat (rapidly digestible starch atau RDS), pati yang dicerna secara
lambat (slowly digestible starch atau SDS), dan pati resisten (resistant starch atau
RS) (Englyst et al., 1992). Pati cepat terhidrolisis merupakan pati yang
darah secara cepat setelah masuk ke dalam saluran pencernaan. Pati lambat cerna
(SDS) adalah fraksi pati yang dicerna sempurna dalam usus halus dengan
kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan RDS waktu yang diperlukan
biasanya 20-100 menit (Sajilata et al., 2006; Zhang and Hamaker, 2009). Pati
resisten merupakan pati yang tahan terhadap hidrolisis enzim pencernaan amilase
dan perlakuan pulunase secara in vitro (Englyst et al. 1982 dalam Herawati,
2011).
23
Daya cerna pati in vitro dipengaruhi oleh laju reaksi hidrolisis secara enzimatis.
ukuran granula pati, komposisi amilosa dan amilopektin, kadar fosfat dan sifat
amilografi pasta pati (Noda et al., 1999). Daya cerna pati juga dipengaruhi oleh
resisten yang membuat daya cerna pati menjadi rendah dan lambat. Daya cerna
pati yang rendah menentukan aktivitas hipoglikemik karena jumlah pati yang
glukosa lebih sedikit dan lebih lambat. Hal ini membuat insulin yang diperlukan
lebih sedikit untuk mengubah glukosa menjadi energi (Arif et al., 2013).
24
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April sampai Agustus 2017.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah ubi jalar ungu varietas
Lokal (Ipomoea batatas L.) yang diperoleh dari pasar tradisional Way Kandis,
Bandar Lampung. Bahan kimia untuk analisis yaitu aquades, NaOH, HgO,
K2SO4, H2SO4, alkohol 95%, indikator metil merah dan metil biru 0,2%, HCL
0,02 N, H3BO3, Na2CO3, reagen Folin Ciocalteu, asam galat, asam sulfat, asam
sitrat 0,2%, buffer KCl, buffer sodium asetat pH 4,75, buffer KCl-HCl pH 1,5,
fenol, KOH 4M, pepsin, glukosa, enzim α- amylase from Aspergillus oryzae
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan produk olahan ubi jalar ungu yaitu
pemanas drum berputar hasil modifikasi, refrigerator, peeler knife, cabinet dryer,
alat penyawut, baskom, timbangan, pisau, talenan, panci, peniris, sendok, dan
panci pengukus. Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu cawan porselen,
oven, desikator, neraca analitik, penjepit, tanur, labu kjeldahl, labu lemak, soxhlet,
25
vorteks, kuvet, spektrofotometer, tabung reaksi, rak tabung reaksi, corong
foil, mikropipet, spatula, dan seperangkat alat cek gula darah Accu Check
Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan produk olahan ubi jalar ungu yaitu ubi
jalar ungu rebus (UR), mie ubi jalar ungu (MU), dan mie ubi jalar ungu kaya pati
kadar pati resisten, tingkat konversi tepung menjadi gula dengan enzim α-amilase
dan menggunakan sirup glukosa sebagai pembanding (El, 1999 yang telah
dimodifikasi). Subjek harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu berusia
18-30 tahun pria atau wanita, memiliki indeks masa tubuh normal (18,5-22,9
kg/m2), dalam keadaan sehat, tidak memiliki riwayat penyakit diabetes, tidak
Pengukuran kadar gula darah responden dilakukan setiap selang 30 menit sekali
yaitu 0 menit (kadar gula darah puasa selama ± 10 jam), 30 menit, 90 menit, dan
26
120 menit setelah konsumsi. Data hasil pengujian respon glukosa darah masing-
masing subjek dibuat pada sumbu x (waktu) dan sumbu y (kadar glukosa),
kemudian dibandingkan luas area dibawah kurva antara data pengujian respon
glikemik glukosa murni dan 3 perlakuan olahan ubi jalar ungu dengan bantuan
Microsoft Excel 2010. Respon glikemik 10 subjek tiap masing-masing olahan ubi
dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (one way anova) dan uji lanjut
Penelitian ini diawali dengan membuat produk olahan ubi jalar ungu yaitu ubi
jalar ungu rebus (Husna et al., 2013 yang dimodifikasi), tepung ubi jalar ungu dan
tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten (Nurdjanah dan Yuliana, 2013) sebagai
bahan baku untuk membuat mie ubi jalar ungu dan mie ubi jalar ungu kaya pati
beberapa analisis.
Pembuatan ubi jalar ungu rebus dilakukan dengan menggunakan metode Husna et
al. (2013). Ubi jalar ungu segar yang telah disortasi, dicuci, dan ditiriskan. Ubi
jalar ungu ditimbang sebanyak 200 g. Ubi jalar ungu dimasukkan ke dalam air
kemudian ubi jalar ungu rebus diangkat, ditiriskan, dan dikupas kulitnya. Ubi jalar
ungu dipotong dengan ukuran 4x4x8 cm untuk disajikan ke responden. Ubi jalar
27
ungu rebus dianalisis proksimat, kadar antosianin, total fenol, kadar pati resisten,
tingkat konversi tepung menjadi gula oleh enzim α-amilase, dan uji respon
glikemik. Diagram alir pembuatan ubi jalar ungu rebus disajikan pada Gambar 2.
Penyortiran
Pencucian
Penirisan
Penimbangan 200 g
Analisis :
Penirisan - Uji Proksimat
- Kadar Antosianin
- Total Fenol
Ubi Jalar Ungu Rebus - Pati Resisten
- Tingkat Konversi
Tepung menjadi
Pengupasan kulit Glukosa oleh Enzim
α-Amilase.
Pembuatan tepung ubi jalar ungu dilakukan dengan metode oleh Nurdjanah dan
Yuliana (2013). Ubi jalar ungu disortasi, dicuci sampai bersih, dan ditiriskan.
Ubi jalar ungu dikupas kulitnya lalu disawut dengan ketebalan 1 mm secara
manual dengan alat penyawut. Ubi jalar ungu hasil penyawutan kemudian
dikeringkan dengan menggunakan cabinet dryer pada suhu 60°C selama ± 16 jam
28
sampai mencapai kadar air 10%. Sawut kering ubi jalar ungu kemudian
mesh. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar ungu disajikan pada Gambar 3.
Penyortiran
Pencucian
Penirisan
Pengupasan kulit
luar
Penyawutan setebal 1 mm
Pembuatan tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten dilakukan dengan metode oleh
Nurdjanah dan Yuliana (2013). Ubi jalar ungu disortasi, dicuci sampai bersih, dan
ditiriskan. Ubi jalar ungu dikupas kulitnya lalu disawut dengan ketebalan 1 mm
secara manual dengan alat penyawut. Sawut ubi jalar ungu dipanaskan pada suhu
kemudian didinginkan di suhu ruang selama 1 jam. Sawut ubi jalar ungu
dryer pada suhu 60°C selama ± 16 jam sampai mencapai kadar air 10%. Sawut
Penyortiran
Pencucian
Penirisan
Pengupasan kulit
luar
Penyawutan setebal 1 mm
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten
Sumber : Nurdjanah dan Yuliana (2015)
30
3.4.4. Pembuatan Mie Ubi Jalar Ungu dan Mie Ubi Jalar Ungu Kaya Pati
Resisten
Pembuatan mie ubi jalar ungu dan mie ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi
dilakukan dengan memodifikasi metode oleh Sugiyono et al. (2011). Tepung ubi
jalar ungu atau tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten ditimbang sebanyak 200 g
sebanyak 1% dari total tepung ubi jalar. Air kemudian ditambahkan dengan
perbandingan sebanyak 1:1 dari total tepung, kemudian diadon hingga adonan
homogen. Adonan tersebut kemudian dikukus selama 3 menit pada suhu 100ºC.
terbentuk pilinan mie. Pilinan Mie kemudian dimasukkan dalam cup kecil dan
°C selama 12 jam sehingga dihasilkan mie kering. Mie yang telah kering
dikukus selama 10 menit. Mie ubi jalar ungu dan mie ubi jalar ungu kaya pati
resisten dianalisis proksimat, kadar antosianin, total fenol, kadar pati resisten,
tingkat konversi tepung menjadi gula oleh enzim α-amilase, dan uji respon
glikemik. Diagram alir pembuatan mie ubi jalar ungu kaya pati resisten disajikan
pada Gambar 5.
31
Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan mie ubi jalar ungu dan mie ubi jalar
ungu kaya pati resisten
Sumber : Sugiyono et al. (2011) yang dimodifikasi
32
3.5. Pengamatan
produk olahan ubi jalar ungu (ubi jalar ungu rebus, mie ubi jalar ungu, dan mie
ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi) meliputi analisis proksimat (kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat by different) (AOAC,
2005), kadar antosianin (Guisti dan Worldstad, 2001), total fenol (Ismail et al.,
2012), kadar pati resisten (Goni et al., 1996), tingkat konversi tepung menjadi
gula oleh enzim α-amilase (Muchtadi et al. 1992). Tahap II adalah pengamatan
respon glikemik terhadap sirup glukosa murni sebagai pembanding dan produk
olahan ubi jalar ungu (ubi jalar ungu rebus, mie ubi jalar ungu siap konsumsi,dan
mie ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi siap konsumsi) yang diujikan pada
10 orang responden.
Pengujian kadar air pada produk olahan ubi jalar ungu menggunakan metode
gravimetri AOAC No. 945.38 (AOAC, 2005). Cawan porselin dikeringkan dalam
oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (A).
beratnya dan dikeringkan di dalam oven (B) pada suhu 105-110oC selama 6 jam,
hasil penimbangan pertama, lalu cawan yang berisi sampel dikeringkan kembali
selama 30 menit setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit, lalu
33
ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan.
Pengujian kadar abu produk olahan ubi jalar ungu menggunakan metode
gravimetri AOAC No. 936.07 (AOAC, 2005).Prosedur analisis kadar abu yaitu
cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu
cawan yang sudah dikeringkan, kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai
tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-
600ºC selama 3 jam. Sampel yang sudah diabukan didinginkan selama 15 menit
didapat bobot yang konstan. Penentuan kadar abu dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Analisis kadar protein pada produk olahan ubi jalar ungu menggunakan metode
kjeldahl AOAC No. 2001.11 (AOAC, 2005). Prosedur analisis kadar protein
yaitu produk olahan ubi jalar ungu ditimbang sebanyak 0,1-0,5 g, dimasukkan ke
mL H2SO4, batu didih, dan didihkan selama 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih.
dengan Erlenmeyer yang telah berisi 5 mL H3BO3 dan 2-4 tetes indikator
(campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru
0,2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan
HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang
sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N,
yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6,25. Kadar protein dihitung
dengan rumus :
Uji kadar lemak pada produk olahan ubi jalar ungu menggunakan metode
ekstraksi soxhlet AOAC No. 2003.05 (AOAC, 2005). Prosedur analisis kadar
35
lemak yaitu labu lemak yang akan digunakan dioven selama 30 menit pada suhu
kertas saring, ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam
Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan
dilakukan ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai pelarut lemak yang turun ke
labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan
ditampung. Ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven
bersuhu 100-105ºC selama 1 jam. Labu lemak didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang
Kadar karbohidrat pada produk olahan ubi jalar ungu dihitung secara by
difference,yaitu dengan cara mengurangkan 100 % dengan nilai total dari kadar
Kadar karbohidrat (%bb) = 100 % - (% kadar air + % kadar abu + % kadar protein
+ % kadar lemak)
Kadar karbohidrat (%bk) = 100 % - kadar abu (%bk) - kadar protein (%bk) - kadar
lemak (%bk)
36
3.5.1.6. Total Antosianin
Antosianin dari produk olahan ubi jalar ungu untuk analisis diekstrak dahulu.
Produk olahan ubi jalar ungu dihaluskan, ditimbang sebanyak 25 g, dan dilakukan
maserasi dengan pelarut asam sitrat 0,2% dalam beaker gelas 250 mL yang
ditutup aluminium foil. Larutan dihomogenkan dan dibiarkan selama 24 jam pada
ruang gelap dan suhu ruang. Hasil ekstraksi disentrifuse dengan kecepatan 2000
Buchner, dan filtrat antosianin produk olahan ubi jalar ungu dipekatkan dengan
rotary evaporator (35ºC). Larutan buffer yang digunakan ada 2 yaitu larutan
buffer KCl pH 1,0 dan buffer Na-Asetat pH 4,5, disiapkan terlebih dahulu.
Sebanyak 1 mL ekstrak antosianin produk olahan ubi jalar ungu diambil dan
absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm dan 700 nm. Nilai absorbansi
A = (A –A ) , – (A –A ) ,
A x MW x DF x 1000
Total Antosianin (mg/L) = ɛxb
Keterangan:
A = Absorbansi
MW = MW Sianidin 3-glukosida = 449,2 g/mol
DF = Dilution Factor (Faktor Pengenceran)
37
ɛ = Konstanta absortivitas molar = 26.900 Lmol-1 cm-1
b = Tebal Kuvet (1 cm)
2012 yang telah dimodifikasi). Produk olahan ubi jalar ungu ditimbang sebanyak
25 g dalam Erlenmeyer, dimaserasi dengan asam sitrat 0,2% dalam 250 mL.
Larutan dishaker selama 15 menit, disaring, dan diambil filtratnya. Sebanyak 0,2
mL filtrat sampel, ditambah dengan 0,2 mL aquades, dan 0,2 mL reagen Folin
natrium karbonat (Na CO ) 2% dan divortex kembali selama satu menit lalu
didiamkan dalam ruang gelap pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu
pengenceran tingkat 1 (1/10). Selain itu, dibuat pula blanko dengan prosedur
yang sama seperti prosedur untuk sampel. Hasil absorbansi diplotkan terhadap
larutan asam galat adalah menimbang sebanyak 1 mg asam galat dan dilarutkan
dalam akuades sampai volume 100 mL. Selanjutnya dibuat seri pengenceran
larutan induk asam galat 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dan dilakukan
yaitu:
38
Y = ax + c
Keterangan :
Y = Absorbansi Sampel
a = Gradien
x = Konsentrasi Ekivalen Asam Galat
c = Intersef
Penentuan pati resisten dilakukan dengan modifikasi metode Goni et al. (1996).
HCl buffer pH 1,5 dan pengaturan pH 1,5 dilakukan dengan menambah HCl (2
ruang, pH campuran diatur hingga 6,9 dengan menambahkan NaOH (0,5 M) lalu
7 0,05 M). Campuran diinkubasi selama 16 jam pada water bath suhu 37°C
lalu supernatan yang diperoleh dibuang. Residu ditambah 10 ml air destilat, lalu
shaker waterbath selama 30 menit pada suhu ruang dengan pengadukan konstan.
disimpan terpisah, dan residu ditambah dengan air destilat sebanyak 10 mL lalu
dengan memplotkan kurva standar glukosa dan glukosa yang telah didapat.
Sebelum penentuan kadar glukosa sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar
reaksi bersih, masing - masing diisi dengan 1 mL larutan glukosa standar tersebut.
pekat 5 mL, setelah selesai dipanaskan dengan penangas air pada suhu 30°C.
tersebut dibaca dengan panjang gelombang 490 nm. Penentuan kadar pati resisten
40
sampel dilakukan sama seperti mengukur kurva standar glukosa, perbedaan hanya
terletak pada jumlah sampel yaitu 5 mL. Jumlah kadar pati resisten dapat dihitung
produk ubi jalar ungu yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan, ditimbang 50
divortex, dipanaskan pada suhu 90oC selama 30 menit hingga terbentuk gel sambil
buffer fosfat 0,1 M pH 7 kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit,
0,05 M), diinkubasi kembali pada suhu 37ºC selama selama 0 menit, 30 menit, 60
menit, 120 menit, disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Sampel
dipipet kemudian diencerkan 1ml (0.5 larutan bahan +0.5 akuades) ditambah 3
salisilat dan 1,98 g NaOH, 30,6 g K.N. Tartrat Tetrahidrat, 0,0076 g fenol, dan
pada suhu 1000C selama 5 menit, lalu didinginkan. Sampel dimasukan kedalam
kuvet dan diukur absorbsinya pada panjang gelombang 550 nm. Hasil
jumlah glukosa dalam sampel. Tingkat konversi tepung menjadi gula oleh enzim
komisi etik penelitian dari lembaga yang mengeluarkan komisi etik. Perekrutan
calon subjek dan seleksi calon subjek dilakukan dengan metode purposive sampel
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah subjek
berumur 18-30 tahun baik pria atau wanita, memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT)
normal (18.5-22.9 kg/m2), dan dalam keadaan sehat. Penentuan Indeks Massa
penelitian ini dan mengisi informed consent untuk mengetahui kesediaan menjadi
produk olahan ubi jalar ungu untuk menentukan jumlah sampel yang harus
penuh kecuali air putih selama kurang lebih 10 jam (dari malam hari jam 20.00
hingga keesokan paginya). Pengujian dilakukan pada pagi hari (jam 08.00)
ungu siap dikonsumsi dan sirup glukosa. Masing-masing responden diuji respon
Pada hari pertama responden diberi sirup glukosa sebanyak 50 g yang dilarutkan
pada air 200 ml sebagai pembanding. Subjek meminum larutan sirup glukosa
Pengujian selanjutnya pada 3 hari berikutnya responden diberi ubi jalar ungu
rebus dan dianalisis respon glikemiknya, pada hari ke 6 responden diberi mie ubi
jalar ungu dan dianalisis respon glikemiknya, dan pada hari terakhir responden
diberi mie ubi jalar ungu berkadar pati resisten tinggi dan dianalisis respon
dilakukan pada jari kelingking dan ibu jari untuk menghindari terjadinya infeksi
yang bersifat sistemik. Hal ini karena secara anatomi aliran darah arteri ulnaris
mengalir pada jari kelingking dan arteri radialis mengalir pada ibu jari (Snell,
ke-0 (sebelum pemberian masing-masing produk olahan ubi jalar ungu/ kadar gula
darah puasa normal), menit ke-30, menit ke-60, menit ke-90, dan menit ke-120
setelah pemberian produk olahan ubi jalar ungu. Selama pengambilan darah
pekerjaan berat. Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan sampel)
yang telah diperoleh setelah pengambilan darah kemudian ditebar pada dua
sumbu, yaitu sumbu x (waktu dalam menit) dan sumbu y (kadar glukosa darah).
Kemudian kadar gula darah subjek diplotkan ke dalam grafik dan dicari luas
permukaan dibawah kurva dengan metode incremental area under curve (IAUC)
(FAO, 1998 dalam Brouns et al., 2005). Perhitungan dengan metode ini
dilakukan dengan cara membagi area di bawah kurva menjadi beberapa bagian
yang dibatasi 1 garis horizontal (kadar glukosa darah puasa), dan beberapa garis
vertikal sesuai batas waktu pengambilan darah. Bagian yang terbentuk dihitung
masing-masing luasnya dengan rumus luas bangun sesuai bentuknya. Luas area
hasil akhirnya yaitu penjumlahan semua luas bangun tersebut (Waspadji et al.,
5.1. Kesimpulan
glikemik produk mie ubi jalar ungu kaya pati resisten memiliki respon glikemik
terendah dengan kadar air 44,13 % ± 0,34, kadar abu 1,38% bk ± 0,16, kadar
protein 1,70% bk ± 0,36, kadar lemak 0,63% bk ± 0,02, kadar karbohidrat 96,29%
bk ± 0,38, total fenol 327,10 ± 2,78 mg GAE/100g bk, kadar antosianin 93,94 ±
0,43 mg/100g bk, kadar pati resisten 14,29% bk ±0,17, tingkat konversi tepung
menjadi glukosa oleh enzim α-amilase 52,26% ± 1,40, luas area di bawah kurva
5.2. Saran
sehingga diperoleh nilai indeks glikemik produk olahan ubi jalar ungu. Sebaiknya
DAFTAR PUSTAKA
Arif, A.B., A. Budiyanto, dan Hoerudin. 2013. Nilai Indeks Glikemik Produk
Pangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Litbang
Pertanian. 32(3):91-99.
Astawan, M. dan S. Widowati. 2005. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik
Ubi Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan Hasil
Penelitian Rusnas Diversifikasi Pangan Pokok. Institut Pertanian Bogor
Banks, W., and C.T. Greenwood. 1975. Starch Its Components. Halsted Press,
John Wiley and Sons. New York.
Behall, K.M, and J. Hallfrisch. 2002. Plasma Gluce and Insulin Reduction After
Consumption of Bread Varying in Amylose Content. Europe Journal
Clinical Nutrition. 47: 428-432.
Bellail, A.A, O.E. Shaltout, M.M. Youssef, and A.M.A. El Gamal. 2012. Effect
of Homecooking Methods of Phenolic Composition and Antioxidant
Activity of Sweetpotato (Ipomoea batatas Lam.) Cultivars Grown in Egypt.
Food and Nutrition Science. 3:490-499.
Bodinham, C.L., L. Smith, E.L. Thomas, J.D. Bell, J.R. Swann, A. Costabile, D.
Russel, A.M. Umpleby, and M.D. Robertson. 2014. Efficacy of Increased
Resistant Starch Consumption in Human Type 2 Diabetes. Endocrine
Connections. 3(2):75–84.
Brouns, F., I. Bjorck, K.N. Frayn, A.L. Gibs, V. Lang, G. Slama, and T.M.
Wolever. 2005. Glycemic Index Methodology. Nutrition Research
Reviews. 18:145-171.
Chung, H.J., H.S. Lim, and S.T. Lim. 2006. Effect of Partial Gelatinization and
Retrogradation on the Enzymatic Digestion of Waxy Rice Starch. Journal
of Cereal Science. 43:353-359.
Collison, G.K. 1968. Sweeling and Gelation of Starch and It’s Devirates.
Chapman and Hall Ltd. London.
Dalilah, E. 2006. Evaluasi Nilai Gizi dan Karakteristik Protein Daging Sapi dan
Hasil Olahannya. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dewi, A.P. dan M. Isnawati. 2013. Pengaruh Nasi Putih Baru Matang dan Nasi
Putih Kemarin (Teretrogradasi) Terhadap Kadar Glukosa Darah
Postprandial pada Subjek Wanita Pra Diabetes. Journal of Nutrition
College. 2(3):411-418.
76
El, S.N. 1999. Determination of Glicemic Index for Some Breads. Food
Chemistry. 67:67-69
Englyst, H.N., S.M. Kingman, and J.H. Cummings. 1992. Classification and
Measurement of Nutritionally Important Starch Fractions. In: Asp (ed):
Resistant Starch: Proceeding from the 2nd Plenary Meeting of EURESTA.
Europe Journal Clinical Nutrition. 46:33-50
Erawati, C.M. 2006. Kendali Stabilitas Beta Karoten Selama Proses Produksi
Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). (Tesis). Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 76 Hlm.
Faizah, N. 2004. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas)
Varietas Ayamurasaki dan Pakhong. (Skripsi). Universitas Muhammadyah
Malang. Malang.
Faridah, D. N., W.P. Rahayu, dan M. S.Apriyadi. 2013. Modifikasi Pati Garut
(Marantha Arundinacea) dengan Perlakuan Hidrolisis Asam dan Siklus
Pemanasan-Pendinginan untuk Menghasilkan Pati Resisten Tipe 3. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian. 23 (1):61-69.
Foster-Powell, K., S.H.A. Holt, and J.C.B. Miller. 2002. International Table of
Glycemic Index and Glycemic Load Values. The American Journal of
Clinical Nutrition. 76:5-56.
Ginting, E., J.S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Jusuf. 2011. Potensi Ubi Jalar
Ungu sebagai Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan. 6(1) :116-138.
Goni, I., L.G. Diz, E. Manas, and F.S. Calixto. 1996. Analysis of Resistant
Starch: a Method for Food and Food Products. Journal of Food Chemistry.
56(4):445–449.
Haryanti, P., R. Setyawati, dan R. Wicaksono. 2014. Pengaruh Suhu dan Lama
Pemanasan Suspensi Pati terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati Tinggi
Amilosa dari Tapioka. Agritech. 34(3):308-315.
Hasan, V., S. Astuti, dan Susilawati. 2011. Indeks Glikemik dari Umbi Garut,
Suweg, dan Singkong. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.
16 (1):34-50.
Holm, J., I. Lundquist, I. Bjorck, A.C. Eliasson, and N.G. Asp. 1988. Degree of
Starch Gelatinization, Digestion Rate of Starch in Vitro, and Metabolic
Response in Rats. American Journal of Clinical Nutrition.
47(1):1010-1016.
Husnah, S. 2010. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas
Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar. (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ikeda, S., K. Tomural, M. Miyal, and I. Kreft. 2003. Changes in the Solubility of
the Minerals and Protein in Buckwheat Noodles Occurring by Processing,
Cooking and Enzymatic Digestion. Fagopyrum. 20: 67-71.
Ismail, J., M.R.J. Runtuwene, dan F. Fatimah. 2012. Penentuan Total Fenolik
dan Uji Aktivitas Antioksidan pada Biji dan Kulit Buah Pinang Yaki (Areca
vestiaria Giseke). Jurnal Ilmiah Sains. 12(2):84-88.
Jawi, I.M., I.W.P. Sutirta-Yasa, and A.N. Mahendra. 2012. Hypoglycaemic and
Antioxidant Activity of Balinese Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas L.)
in Diabetes Induced Rats. International Confrence of TCM. Solo.
Jiang, X. 2001. Sweet Potato Processing and Product Research and Development
at the Sichuan Academy of Agricultural Sciences. Di dalam: Sweet Potato
Post Harvest Research and Development in China. Workshop at
International Potato Center. Pp: 114-126.
Juanda, D. dan B. Cahyono. 2009. Ubi Jalar Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta. 82 hlm.
Jusuf, M., St.A. Rahayuningsih, dan E. Ginting. 2008. Ubi Jalar Ungu. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 30(4):13-14.
Kafiya, M. 2016. Perubahan Mutu Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Segar pada
Sistem Penyimpanan Skala Pedesaan. (Tesis). Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Limbong, S.M. 2016. Kajian Pengaruh Pemberian Tepung Ubi Jalar Ungu
Berkadar Pati Resisten Tinggi Terhadap Kadar Gula Darah, Berat Badan,
Berat Feses dan Histologi Pankreas Mencit. (Skripsi). Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 76 hlm.
Liu, Q. 2005. Understanding Starches and Their Role in Foods. Di dalam: Food
Carbohydrates : Chemistry, Physical Properties and Applications. Cui
(Editor). RC Taylor and Francis. Boca Raton FL.
Meutia, Y.R. 2010. Review Resistant starch (RS): Formation, Preparation, and
it’s Physiological Effects. Journal of Agro-Based Industry. 27(1):72-84.
Muchtadi, D. 1992. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB.
Bogor. 48-49 hlm.
Mulyadi, A.F., S. Wijana, I.A. Dewi, dan W.I. Putri. 2014. Studi Pembuatan Mie
Kering Ubi Jalar Kuning (Ipomoea Batatas) (Kajian Penambahan Telur dan
CMC). Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Barat. Bandar Lampung.
1186-1194.
Narullita, A., S. Waluyo, dan D.D. Novita. 2013. Sifat Fisik Ubi Jalar (Ubi Jalar
Gisting Kabupaten Tanggamus dan Jati Agung Kabupaten Lampung
Selatan) pada Dua Metode Penyimpanan. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung. 2(3):133-146.
Purwaningsih, S., E. Salamah, dan T.Y. Sari. 2012. Kandungan Gizi Fasciolaria
Salmo akibat Metode Pengolahan. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 15(2):101-109
Ragnhild, A.L., N.L. Asp, M. Axelsen, and A. Raben. 2004. Glycemic Index
Relevancefor Health, Dietary Recommendation, and Nutritional Labeling.
Scandinavian Jorunal Nutrition. 48(2):84-94.
82
Rasdiyanti, R.F.K. 2011. Nilai Indeks Glikemik berbagai Produk Olahan Sukun.
(Skripsi). Departemen Gizi masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ray, K.S. and P.R. Singhania. 2014. Glycemic and Insuline Responses to
Carbohydrate Rich Whole Foods. Journal Food Science Technology.
51(2):347-352.
Robertson, M. D., A.S. Bickerton, A.L. Dennis, and H. Vidal. 2005. Insulin-
Sensitizing Effects of Dietary Resistant Starch and Effects on Skeletal
Muscle and Adipose Tissue Metabolism. American Journal Clinical
Nutrition. 82:559–567.
Sajilata, M.G., R.S Singhal, and P.R Kulkarni. 2006. Resistant Starch a Review.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 5(1):1-17.
Sarwono, B. 2005. Ubi Jalar : Cara Budi Daya yang Tepat, Efisien dan
Ekonomis. Penebar Swadaya. Jakarta. 84 hlm.
Shin, S., J. Byun, K.H. Park, and T.W. Moon. 2004. Effect of Partial Acid
Hydrolysis and Heat-Moisture Treatment on Formation of Resistant Tuber
Starch. Cereal Chemistry. 81(2):194-198.
Sugiyono, R. Pratiwi, dan D.N. Faridah. 2009. Modifikasi Pati Garut (Marantha
arundinacea) dengan Perlakuan Siklus Pemanasan Suhu Tinggi-
Pendinginan (Autoclaving-Cooling Cycling) untuk Menghasilkan Pati
Resisten Tipe III. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 20(1):17-61
Sunyoto, M., R. Amdoyo, H. Radiani, dan C.T. Michelle. 2016. Kajian Sifat
Fungsional Pati Ubi Jalar melalui Perlakuan Modifikasi Heat Moisture
Treatment sebagai Sediaan Pangan Darurat. Jurnal Sains dan Teknologi.
5(2):808-816
Tejasari, 2005. Nilai Gizi Pangan. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
242 hlm.
Truong, V.D., N. Deighton, R.T. Thompson, R.F. Mc Feeters, L.O. Dean, K.V.
Pecota, and G.C. Yencho. 2010. Characterization of Anthocyanins and
Anthocyanidins in Purple Fleshed Sweetpotatos by HPLC. Jurnal of
Agriculture and Food Chemistry. 58:404-410.
Van Hal, M. 2000. Quality of Sweetpotato Flour During Processing and Storage.
Food Reviews International. 16 (1):1-37.
84
Venn,.B.J., and T.J. Green. 2007. Glycemic Index and Glycemic Load:
Measurement Issues and Their Effect on Diet Disease Relationships.
European Journal of Clinical Nutrition. 61(1):122–131.
Whelan, W.J., D. Hollar, A. Agatston, H.J. Dodson, and D.S. Tahal. 2010. The
Glycemic Response is a Personal Attribute. Research Communication.
62(8):637-641.
Widjanarko, S. 2008. Efek Pengolahan terhadap Komposisi Kimia dan Fisik Ubi
Jalar Ungu dan Kuning. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Widowati, S., B.A.S. Santosa, dan A. Budiyanto. 2007. Karakterisasi Mutu dan
Indeks Glikemik Beras Beramilosa Rendah dan Tinggi. Makalah Seminar
Padi di BB Padi. Sukamandi.
Willet, W., J. Manson, and S. Liu. 2002. Glycemic Index, Glycemic Load, and
Risk of Type 2 Diabetes. American Journal Clinical Nutrition.
76(1):274-280.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kelima. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Woolfe, J.A. 1999. Sweet Potato: An Untapped Food Resource. New York:
Cambridge University Press.
Wrolstad, R.E., R.W. Durst, and J. Lee. 2005. Tracking Color and Pigment
Changes in Anthocyanin Products. Trends in Food Science and
Technology. 16:433-428.
Wulan, S.N., T.D. Widyaningsih, dan D. Ekasari. 2013. Modifikasi Pati Alami
dan Pati Hasil Pemutusan Rantai Cabang dengan Perlakuan Fisik/Kimia
untuk Meningkatkan Kadar Pati Resisten pada Pati Beras. Jurnal
Teknologi Pertanian. 8(2): 80-87
Zhang, W.Q., H.W. Wang, Y.M. Zhang, and Y.X. Yang. 2007. Effects of
Resistant Starch on Insulin Resistance of Type 2 Diabetes Mellitus Patients.
Chinese Journal of Preventive Medicine. 41(2):101-104.
Zuraida, N dan Y. Suprapti. 2001. Usaha Tani Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan
Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Buletin Agrobio.
4(1):13-123