Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Skripsi Tanpa Bab Pembahasan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 51

PERFORMA AYAM KUB PERIODE STARTER PADA PEMBERIAN

RANSUM DENGAN PROTEIN KASAR YANG BERBEDA

(Skripsi)

Oleh:

Windara Insan Mayora

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
ABSTRAK

PERFORMA AYAM KUB PERIODE STARTER PADA PEMBERIAN


RANSUM DENGAN PROTEIN KASAR YANG BERBEDA

Oleh

Windara Insan Mayora

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui pengaruh kadar protein kasar


ransum terhadap performa ayam KUB periode starter (umur 0--4 minggu);
2) mengetahui kadar protein kasar ransum terbaik yang berpengaruh terhadap
performa ayam KUB periode starter (umur 0--4 minggu). Penelitian ini
dilaksanakan pada Mei--Juni 2017 di Kandang Unggas Laboratorium Lapang
Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Metode penelitian yang
digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 3 perlakuan dan 8
ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 4 ekor ayam. Perlakuan yang
diberikan yaitu: ransum dengan kadar protein kasar 21,50%; 18,50%; dan 15,57%.
Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf 5%, uji lanjut yang digunakan
adalah uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan
kadar protein kasar berbeda, berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi
ransum, konsumsi protein, pertambahan berat tubuh, konversi ransum, dan
Income Over Feed Cost Ayam KUB periode starter.

Kata kunci: Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB), periode starter, kadar
protein, ransum, performa.
ABSTRACT

PERFORMANCE OF THE STARTER ON CHICKEN KUB RATIONING


CRUDE WITH DIFFERENT PROTEIN

By

Windara Insan Mayora

This aims of this research: 1) to know the effect of feed crude protein ration on
KUB chicken’s performance in starter period (age 0--4 weeks); 2) to know the
best crude protein ratio levels that has affect on KUB chicken’s performance in
starter period (age 0--4 weeks). The research was conducted in May--June 2017
in Poultry Cage Integrated Field Laboratory, Faculty of Agriculture, University of
Lampung. The method is used is completely randominted design (CRD) with
three treatments and eight replications. Each trial unit consists of four chickens
and quantity of ninety six chickens. Treatments are: diet with high levels of
coarse protein 21.50%; 18.50%; and 15.57%. The data obtained were analyzed by
using anova at 5% level and continue with BNT. The results showed that the
ration with different levels of crude protein, an effect was not significant
(P> 0.05) on feed consumption, protein consumption, body weight gain, feed
conversion, and Income Over Feed Cost (IOFC).

Keywords: Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB), starter period, protein


content, ration, performance.
PERFORMA AYAM KUB PERIODE STARTER PADA PEMBERIAN
RANSUM DENGAN PROTEIN KASAR YANG BERBEDA

Oleh

WINDARA INSAN MAYORA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar


SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandungbaru, Lampung 02 September 1995. Merupakan anak

pertama dari dua bersaudara, putri pasangan Bapak M. Ulhadi dan Ibu Imas.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Islam Dharma Wanita Bandungbaru

(2001), SD N 5 Bandungbaru (2006), SMP N 1 Adiluwih (2010), SMA N 1

Gadingrejo (2013). Pada 2013, penulis diterima di Jurusan Peternakan, Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan

Tinggi Negri (SBMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan dan

Organisasi eksternal kampus Mahasiswa Pecinta Islam (MPI) Lampung. Penulis

juga menjadi asisten dosen pada mata kuliah Agama Islam, Ilmu Nutrisi Ternak

Unggas, Produksi Ternak Perah, dan Teknik Penelitian. Penulis melakukan

Praktik Umum di PT Juang Jaya Abdi Alam, Lampung Selatan pada Juli--Agustus

2016 dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik di Desa Rama Gunawan,

Kecamatan Seputih Raman, Lampung Tengah pada Januari--Februari 2017.


MOTTO

“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah


petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya.”
(QS. Muhammad: 17)

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim, no. 2699)

“Bersegeralah menuju ampunan dari Rabb kalian dan menuju surga


yang luasnya seluas langit dan bumi, yang dipersiapkan bagi orang-
orang yang beriman”
(QS. Ali ‘Imran : 133).

“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian.”


[HR Ibnu Majah, no. 4.258; Tirmidzi; Nasai; Ahmad].

Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang
paling pahit ialah berharap kepada manusia
[Ali bin Abi Tholib].
PERSEMBAHAN

Alhamdulillaah, segala puji bagi Robb Semesta Alam, yang hidup dan
matiku berada dalam kuasa-Nya atas segala limpahan rahmat dan
nikmat-Nya disetiap denyut nadiku. Sholawat dan salam teruntuk
seorang yang paling mulia akhlaknya, Rasulullaah shalallaahu ‘alayhi wa
salam serta para sahabatnya, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, dan orang-orang
yang tetap siqoh dalam sunnah beliau.

Dengan segala kerendahan hati, kupersembahkan karya kecilku untuk


orang tuaku, yang tak sebanding dengan segala pengorbanan dan cinta
kasih mereka kepadaku, menafkahkan materi dan selalu memberikan
do’anya kepadaku. Terimakasih atas segalanya, yang sama sekali tak
sanggup ku tebus dengan apapun di dunia ini.

Untuk Mahanida Anggala Mayora, adikku yang manis, atas segala tawa,
canda, semangat, dan kebersamaannya

Teruntuk keluarga besar, pendidik, sahabat, dan teman-teman atas


dukungan dan motivasinya

Almamater dan kampung halaman

Seluruh Sahabat Muslimah MPI Lampung, atas segala nasihat-nasihat


terbaiknya

Bidik Misi dan Dirjen Dikti yang telah membiayai beasiswa hingga
penulis dapat menyelesaikan masa study
SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah ‘Azza wa Jalla, karena atas segala

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini ucapan terima kasih penulis

sampaikan kepada :

1. Bapak Ir. Syahrio Tantalo YS, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas

bimbingan, arahan, dan nasehatnya;

2. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan,

arahan, dan nasehatnya;

3. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S.--selaku Pembahas--atas bimbingan,

saran, dan bantuannya;

4. Kepada PT Charoen Phokpand --atas bantuan ransum Hi-pro 511 selama

penelitian;

5. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Pembimbing Akademik--atas

perhatian dan nasehat yang diberikan;

6. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin,

arahan, dan bantuannya;


7. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.--selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang diberikan;

8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan atas motivasi, bimbingan,

saran, dan ilmu yang diberikan selama di bangku kuliah;

9. Orangtuaku tercinta, Ayah M. Ulhadi dan Ibu Imas, serta adik tersayang

Mahanida Anggala Mayora--atas segala limpahan kasih sayang, do’a restu,

nasehat, motivasi, dan bimbingan yang telah diberikan;

10. Teman satu tim penelitian, Made Lupita Sari, Hery Irawan dan Lukman

Hakim--atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian;

11. Teman- teman seperjuangan Irma, Shinta, Pipit, Elsa, Fafa, Jeje, Silfia,

Tika, Okti, Lara, Arum, Leni, Tiara, Widya, Semi, Tri, Aje, Hani, Erlina,

Dea, St, Elly, para pria PTK’13, kyay atu PTK’11, PTK’12, dan Bude

Rajino--atas rasa kekeluargaan, kehangatan, motivasi, kebersamaan, dan

semangatnya;

12. Keluarga Besar MPI Lampung -- para ukhty--atas rasa motivasi, kehangatan,

dan kekeluargaannya;

13. Almamater tercinta.

Semoga semua bantuan dan jasa yang telah diberikan kepada penulis mendapat

pahala dari Allah subhanallaahu wa ta’ala. Penulis berharap semoga karya ini

dapat memberi manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandarlampung, Desember 2017


Penulis,

Windara Insan Mayora


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. v

I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang dan Masalah .................................................. 1

B. Tujuan Penelitian .................................................................... 3

C. Kegunaan Penelitian ............................................................... 3

D. Kerangka Pemikiran ............................................................... 4

E. Hipotesis ................................................................................. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 7

A. Ayam Kampung ................................................................... 7

B. Ayam KUB........................................................................... 8

C. Ransum Ayam Kampung ..................................................... 10

D. Konsumsi Ransum................................................................ 14

E. Konsumsi Protein ................................................................. 16

F. Pertambahan Berat Tubuh .................................................... 17

G. Konversi Ransum ................................................................. 18

H. Income Over Feed Cost (IOFC) ........................................... 19


III. METODE PENELIAN ................................................................ 21

A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................. 21

B. Bahan Penelitian ................................................................... 21

1. Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) .................. 21

2. Ransum ....................................................................... 21

C. Alat Penelitian ...................................................................... 23

D. Metode Penelitian ................................................................. 24

1. Rancangan penelitian .................................................. 24

2. Analisis data................................................................ 25

E. Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 25

1. Persiapan kandang ...................................................... 25

2. Tahapan penelitian ...................................................... 25

3. Pembuatan ransum ...................................................... 26

4. Air minum ................................................................... 27

5. Vaksin ......................................................................... 27

F. Peubah yang Diamati ........................................................... 27

1. Konsumsi ransum ....................................................... 27

2. Konsumsi protein ........................................................ 28

3. Pertambahan berat tubuh ............................................ 28

4. Konversi ransum ......................................................... 28

5. Income over feed cost (IOFC) ..................................... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 29

A. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum ................ 29


B. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Protein ................. 31

C. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan


Berat Tubuh .......................................................................... 32

D. Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum ................. 34

E. Pengaruh Perlakuan terhadap Income Over Feed


Cost (IOFC) .......................................................................... 36

V. SIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 39

A. Simpulan............................................................................... 39

B. Saran ..................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 40

LAMPIRAN ..................................................................................... 45
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan gizi yang dibutuhkan ayam kampung pada berbagai


tingkatan umur ................................................................................ 11

2. Contoh pemberian ransum pada ayam KUB pedaging ................... 15

3. Bobot tubuh ayam KUB ................................................................. 18

4. Nutrisi bahan ransum....................................................................... 22

5. Formulasi ransum penelitian ........................................................... 22

6. Harga untuk ransum penelitian........................................................ 23

7. Jadwal vaksin ayam ......................................................................... 27

8. Rata-rata konsumsi ransum ayam KUB periode starter.................. 29

9. Rata-rata konsumsi protein ayam KUB........................................... 31

10. Rata-rata pertambahan berat tubuh ayam KUB............................... 33

11. Rata-rata konversi ransum ayam KUB ............................................ 35

12. Rata-rata IOFC ayam KUB ............................................................. 36

13. Rata-rata bobot badan akhir ayam KUB.......................................... 37

14. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum..... 46

15. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein ..... 46

16. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan


berat tubuh ....................................................................................... 46
17. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konversi ransum ...... 47

18. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap IOFC........................ 47

19. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot badan akhir .... 47

20. Suhu dan kelembaban kandang selama penelitian........................... 48

21. Rata-rata bobot tubuh ayam KUB ................................................... 49

22. Rata-rata biaya pendapatan.............................................................. 49


DAFTAR GAMBAR

Gambar : Halaman

1. Tata letak percobaan .............................................................................. 24


1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Ayam kampung atau biasa disebut ayam buras (bukan ras) merupakan ayam lokal

Indonesia yang mudah beradaptasi. Ayam kampung bersifat adaptif yang dapat

menyesuaikan diri pada situasi serta perubahan iklim dan cuaca. Selain itu,

tekstur daging yang berbeda daripada ayam ras pedaging (broiler) banyak disukai

oleh konsumen. Hal ini membuat ayam kampung banyak dibudidayakan oleh

berbagai kalangan masyarakat.

Potensi yang baik ini perlu diupayakan untuk meningkatkan produktivitas oleh

pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Peran pemerintah sudah

mengantisipasinya dengan pengadaan program pemuliaan ternak oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian bertempat di Ciawi (Bogor), dengan

melakukan seleksi untuk menghasilkan ayam kampung unggul yang diberi nama

ayam KUB (Kampung Unggul Hasil Seleksi Balai Penelitian Ternak). Ayam

KUB mempunyai keunggulan dalam produksi telur yang lebih banyak,

pertumbuhan yang lebih seragam, dan penggunaan ransum yang lebih efisien

dibandingkan dengan ayam kampung pada umumnya. Hal ini sudah dibuktikan

dari beberapa uji coba yang dilakukan di kandang percobaan dan di lokasi

peternak di beberapa provinsi di Indonesia. Ayam KUB sudah menyebar di 10

provinsi di Indonesia sejak 2012 (Sartika et al., 2013). Provinsi Lampung


2
menjadi salah satu tempat peternakan ayam KUB, yang bertempat di Kabupaten

Tulang Bawang Barat dengan nama ayam kampung Mano-Q Tubaba yang

diternakkan oleh BUMT (Badan Usaha Milik Tiuh).

Produktivitas ayam KUB dipengaruhi oleh manejemen pemeliharaan yang baik.

Manajemen yang baik tersebut salah satunya adalah manajemen pemberian

ransum. Ransum merupakan aspek terbesar dalam penyediaan modal usaha

peternakan, karena biaya yang dibutuhkan dari segi ransum dapat mencapai

60--70% dari total biaya produksi (Siregar, 1994). Oleh sebab itu, penggunaan

ransum yang efisien akan meningkatkan produktivitas ternak, sehingga biaya

produksi dapat berkurang. Salah satu penentu harga ransum terletak pada kadar

protein kasar dalam ransum tersebut. Semakin tinggi kadar protein ransum, maka

semakin tinggi pula harga ransum yang dijual.

Salah satu cara untuk dapat meningkatkan efisiensi ransum adalah dengan

memberikan ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Pemberian ransum

pada salah satu peternakan ayam KUB di BUMT Kabupaten Tulang Bawang

Barat pada masa periode starter menggunakan 100% ransum Hi-pro 511 dari PT.

Charoen Pokphand berkadar protein kasar 21,50% dan energi metabolis

3.025 kkal/kg. Pemberian ransum broiler selain harganya yang mahal, kebutuhan

protein ayam pada setiap periode pemeliharaan berbeda-beda. Ayam kampung

memiliki kebutuhan protein yang sedikit jika dibandingkan dengan broiler. Ayam

broiler periode starter umur 0--3 minggu memerlukan energi metabolis sebesar

3.080 kkal/kg dengan protein antara 23--24%. Ayam periode finisher umur 3--6

minggu memerlukan energi metabolis sebesar 3.080--3.190 kkal/kg dan protein


3
antara 19--21% (Wahyu, 1992). Ayam kampung periode starter

(0--4 minggu) membutuhkan protein sekitar 19--20% dengan energi metabolis

sebesar 2.850 kkal/kg, periode grower I memerlukan protein sekitar 18--19%,

energi 2.900 kkal/kg, dan pada periode grower II energi metabolis sekitar 3.000

kkal/kg dengan protein sebesar 16--18% (Nawawi dan Nurrohmah, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya penelitian yang membahas tentang

performa ayam KUB periode starter dengan pemberian protein kasar berbeda

dalam ransum, sehingga dapat diketahui kadar protein kasar terbaik dalam ransum

terhadap performa ayam KUB.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh kadar protein kasar ransum terhadap performa ayam

KUB periode starter (umur 0--4 minggu).

2. Mengetahui kadar protein kasar ransum terbaik yang berpengaruh terhadap

performa ayam KUB periode starter (umur 0--4 minggu).

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi tentang

pemberian kadar protein kasar dalam ransum yang terbaik dalam menghasilkan

performa ayam KUB.


4
D. Kerangka Pemikiran

Badan Usaha Milik Tiuh (BUMT) yang berada di Kabupaten Tulang Bawang

Barat memelihara ayam KUB (Ayam Kampung Unggul Hasil Seleksi Balai

Penelitian Ternak) yang berasal dari Ciawi (Bogor) diberi nama Mano-Q Tubaba.

Ayam unggulan tersebut dipelihara menggunakan sistem yang sama dengan

pemeliharan broiler. Selain peternakan ayam kampung Mano-Q Tubaba, terdapat

beberapa peternakan ayam kampung memilih menggunakan ransum broiler dalam

pemeliharaannya karena dirasa lebih mudah.

Keberhasilan suatu peternakan ayam sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ayam

yang baik. Menurut Kurtini et al., (2011), pertumbuhan ternak merupakan

kumpulan dari pertumbuhan bagian-bagian komponennya dan pertumbuhan setiap

komponen tersebut berlangsung dengan laju yang berbeda. Pertumbuhan ini

dipengaruhi oleh hereditas (30%) dan lingkungan (70%). Hereditas dipengaruhi

oleh gen yang diwariskan dari orang tua, sedangkan faktor lingkungan

dipengaruhi oleh peternak secara langsung. Manajemen pemberian ransum

merupakan salah satu yang memengaruhi pertumbuhan ternak dari lingkungan.

ayam KUB yang dipelihara BUMT Tulang Bawang Barat pada pemeliharaan

periode starter, diberikan ransum dengan kadar protein kasar 21,50%

umur 0--4 minggu yang berasal dari 100% Hi-pro 511 PT. Charoen Pokphand.

Menurut Sartika (2016), kebutuhan protein kasar ayam KUB untuk penggemukan

umur 0--12 minggu adalah 17,50%. Manajemen pemberian ransum ini masih

didasarkan pada kebutuhan broiler, padahal kebutuhan antara ayam ras dan buras

tentulah berbeda. Akibat yang ditimbulkan apabila pemberian ransum tidak


5
sesuai dengan kebutuhan, maka berpengaruh terhadap pertumbuhan, konversi

ransum, dan biaya ransum. Biaya ransum berpengaruh, karena semakin tinggi

kadar protein kasar dalam ransum, maka semakin mahal harga ransum tersebut.

Pemberian protein kasar yang terlalu tinggipun akan mengakibatkan terbuangnya

energi ayam dalam merombak asupan protein kasar ke dalam tubuh.

Sampai saat ini belum ada hasil penelitian mengenai kadar protein kasar dalam

ransum yang terbaik terhadap performa ayam KUB. Penelitian Astuti (2012),

menyatakan bahwa penggunaan ransum broiler 100% dan 75% untuk ayam

kampung memberikan kinerja yang terbaik, yaitu konsumsi ransum yang lebih

rendah, pertambahan berat badan yang lebih tinggi, dan konversi ransum yang

lebih rendah. Alwi (2012) menambahkan energi dan protein dalam ransum pada

ransum di level protein 18% dan energi 2.800 kkal/kg memberikan performa

ayam arab yang lebih baik walaupun tidak berbeda nyata dengan protein 17%

dengan energi 2.700 kkal/kg.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, penulis akan melakukan penelitian tentang

pengaruh pemberian ransum dengan tingkat protein kasar yang berbeda untuk

mengetahui performa ayam KUB. Pemberian protein kasar yang berbeda dalam

ransum dipenelitian ini untuk mendapatkan hasil yang terbaik dengan

menggunakan ransum Hi Pro 511 yang bersal dari PT Charoen Pokphand, jagung

kuning yang telah digiling halus, dan dedak halus. Penggunaan ransum Hi-Pro

511 untuk memudahkan dalam menaikkan kadar protein kasar dalam ransum,

sedangkan untuk jagung dan dedak dipakai karena kuantitas yang cukup banyak,

sehingga memudahkan peternak ayam KUB dalam mengaplikasikannya. Bahan-


6
bahan tersebut akan dicampur dengan 3 formulasi yang berbeda, yaitu ransum

dengan kadar protein kasar 21,50%, 18,60% dan 16,57%. Peubah performa yang

diukur meliputi konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, konversi ransum, dan

IOFC (Income Over Feed Cost).

E. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh pemberian ransum dengan kadar protein kasar yang berbeda

terhadap performa ayam kampung KUB periode starter (umur 0--4 minggu).

2. Terdapat ransum dengan kadar protein kasar terbaik yang berpengaruh

terhadap performa ayam KUB periode starter (umur 0--4 minggu).


7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Kampung

Ayam kampung merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah (red jungle fowl/

Gallus gallus) yang telah dipelihara oleh nenek moyang secara turun temurun dan

menyebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Berdasarkan Fumihito et al.,

(1996) dan Pramual et al., (2013) ayam kampung Indonesia berasal dari

subspesies Gallus gallus bankiva yang berasal dari Lampung, Jawa, dan Bali.

Penelaahan dengan teknologi molekuler dapat dibuktikan bahwa ayam kampung

mempunyai kekerabatan (jarak genetik) yang dekat dengan ayam hutan merah

(Pramual et al., 2013). Demikian halnya Cresswell et al., (1982) mengemukakan

bahwa ayam yang terdapat di pedesaan di Indonesia adalah keturunan ayam hutan

(Gallus gallus) yang sebagian telah didomestikasi, dikenal sebagai ayam

lokal/kampung atau ayam sayur. Ayam Hutan Hijau (Gallus varius) tidak

mempunyai kontribusi terhadap domestikasi ayam lokal Indonesia (Sulandari et

al., 2007). Hal tersebut dibuktikan bahwa persilangan ayam hutan hijau dengan

ayam kampung menghasilkan F1 infertil yang diduga disebabkan oleh adanya

missmatch kromosom.

Berdasarkan taksonominya, ayam termasuk kelas Aves, ordo Galliformes, dan

famili Phasianidae. Ayam mempunyai jengger (comb) di atas kepala dan dua
8
gelambir (wattles) di bawah dagu. Dalam bahasa Latin, gallus artinya comb, jadi

ayam hasil domestikasi dinamakan Gallus gallus domesticus. Spesies lain yang

masih hidup liar di hutan dari genus Gallus adalah Gallus gallus (Red jungle fowl)

sebarannya meliputi China, India, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Gallus

varius (Green jungle fowl hanya terdapat di Indonesia) distribusinya meliputi

Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan pulau kecil di sekitarnya. Gallus

lafayettii (Sri Lanka jungle fowl) distribusinya hanya di Sri Lanka. Sementara itu

Gallus sonneratii (Grey jungle fowl) distribusinya meliputi India bagian Selatan

dan Barat (Sulandari et al., 2007).

B. Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB)

ayam KUB (ayam Kampung Unggul Balai Penelitian Ternak) merupakan salah

ayam kampung hasil pemuliabiakan yang dilakukan oleh Balitnak (Balai

Penelitian Ternak) yang bertempat di Ciawi (Bogor). Proses pembentukan ayam

KUB pada 1997--1998, Balitnak berinisiatif melakukan penelitian breeding ayam

kampung dengan mendatangkan indukan ayam kampung dari beberapa daerah di

Jawa Barat yakni dari Kecamatan Cipanas/Kabupaten Cianjur, Kecamatan

Jatiwangi/Kabupaten Majalengka, Kecamatan Pondok Rangon/ Kota Depok,

Kecamatan Ciawi/Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Jasinga/Kabupaten Bogor

(Sartika et al., 2013).

Pemeliharaan ayam kampung dibagi menjadi 4 periode, yaitu periode starter

(0--4 minggu), periode grower 1 (4--6 minggu), periode grower 2 (6--8 minggu),

dan periode finisher (8--10 minggu) (Iswanto, 2002), sedangkan berdasarkan


9
tingkat pemberian makan ayam KUB dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode

starter dan finisher (Sartika,2016). Karakterisasi sifat-sifat produktivitas

merupakan langkah awal dalam menentukan kriteria seleksi yang tepat untuk

pelaksanaan program seleksi/perbaikan mutu ayam kampung yang berkelanjutan,

hingga akhirnya mendapatkan ayam KUB. Pengukuran produktivitas ayam

kampung untuk menentukan kriteria seleksi dilakukan terhadap umur pertama

bertelur (UPB), bobot induk pertama bertelur (BIPB), bobot telur pertama (BTP),

rata-rata bobot telur (RBT), dan produksi telur selama 6 bulan (PT). Hasil

penelitian sekitar 15 tahun dan sampai dengan sekarang telah menjadikan KUB

sebagai jenis ayam kampung unggul yang telah banyak dibudidayakan (Sartika,

2016).

Keunggulan ayam KUB yang merupakan ayam kampung murni hasil seleksi galur

betina (female line) selama 6 generasi dibandingkan dengan ayam kampung

adalah produksi telur yang tinggi dengan produktivitas mencapai 44--70%,

sedangkan untuk ayam kampung hanya 40%. Keunggulan selanjutnya sifat

mengeram yang sangat rendah, yaitu 10%. Sifat mengeram yang sangat rendah

muncul disebabkan oleh hasil seleksi dengan membuang (culling) ayam yang

mengalami masa pengeraman panjang lebih dari 21 hari. Tampilan luar layaknya

ayam kampung pada umumnya merupakan salah satu keunggulan ayam KUB,

tampilan yang sama dengan ayam kampung pada umumnya memudahkan

pemasaran karena masyarakat sudah sangat familiar dengan ayam kampung

(Sartika, 2016).
10
Ayam KUB betina dapat dijadikan parent stock untuk dikawinkan dengan

pejantan ayam lokal yang mempunyai bobot besar seperti pelung, gaok, sentul,

dan nunukan. Hasil dari perkawinan ini dapat menghasilkan DOC (day old chick)

final stock ayam kampung pedaging bobot badan 1 kg pada umur >2 bulan.

Keunggulan lain dari ayam KUB diantaranya konsumsi ransum rendah, mortalitas

rendah, daya tetas telur yang tinggi, dan pertumbuhan lebih cepat (Sartika, 2016).

Ayam KUB (Kampung Unggul Hasil Seleksi Balai Penelitian Ternak) sudah

menyebar di 10 provinsi di Indonesia sejak 2012. Provinsi Lampung menjadi

salah satu tempat peternakan ayam KUB, yang bertempat di Kabupaten Tulang

Bawang Barat dengan nama Mano-Q Tubaba (Sartika et al., 2013).

C. Ransum Ayam Kampung

Ransum adalah campuran bahan pakan yang dapat diberikan kepada ternak untuk

memenuhi kebutuhannya selama 24 jam (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Ransum yang baik mengandung nutrisi yang mampu memenuhi kebutuhan ayam

secara tepat sehingga proses metabolisme dan produksi berlangsung optimal

sesuai tujuan (Rasyaf, 1994). Secara umum ayam membutuhkan nutrisi yaitu

protein, karbohidrat, dan lemak sebagai sumber energi, serta vitamin mineral yang

penting untuk pertumbuhan dan perkembangan ayam (Nawawi dan Nurrohmah,

1997). Untuk mengetahui kandungan nutrisi yang dibutuhkan ayam kampung

pada berbagai umur menurut Nawawi dan Nurrohmah (2011) dapat dilihat pada

Tabel 1.
11
Tabel 1. Kandungan gizi yang dibutuhkan ayam kampung pada berbagai
tingkatan umur

Umur (minggu)
Nutrisi
0--12 12--22 >22
Energi metabolis (kkal/kg) 2.600 2.400 2.400--2.600
Protein kasar (%) 15,00--17,00 14,00 14,00
Kalsium/Ca (%) 0,90 1,00 3,4
Fosfor (%) 0,45 0,45 0,34
Metionin 0,37 0,21 0,22--0,30
Lisin 0,87 0,45 0,68
Sumber: Nawawi dan Nurrohmah (2015)

1. Protein ransum

Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi.

Seperti halnya karbohidrat dan lipida, protein mengandung unsur-unsur karbon,

hidrogen, dan oksigen, tetapi protein juga mengandung nitrogen. Hampir lima

puluh persen dari berat kering suatu sel hewan adalah protein. Penyusun struktur

sel-sel, antibodi-antibodi dan banyak hormon adalah protein. Melekul protein

adalah sebuah polimer dari asam-asam amino yang digabungkan dengan ikatan

peptide-peptide. Asam-asam amino adalah unit dasar dari struktur protein

(Tillman et al., 1998). Protein dalam ransum sebagai zat pembangun untuk

pertumbuhan, mengganti jaringan sel rusak, dan membentuk telur. Protein terdiri

dari asam amino esensial dan nonesensial, asam amino esensial tidak dapat dibuat

dalam tubuh ayam, sehingga harus disediakan dalam ransum (Sarwono, 2007).

Bahan sumber protein ransum dapat berasal dari protein hewani (dari hewan) atau

protein nabati (dari tumbuhan). Bahan sumber protein hewani antara lain tepung

ikan, tepung cacing, tepung bulu, dan tepung darah. Protein hewani dibutuhkan

ayam kampung sebesar 3--10% dari jumlah ransumnya. Bahan sumber protein
12
nabati terdiri atas bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, dan

ampas tahu. Protein nabati yang dibutuhkan ayam kampung sebesar 10--30% dari

jumlah ransumnya (Nawawi dan Nurrohmah, 2015). Contoh komposisi ransum

pertumbuhan untuk ayam KUB pedaging adalah 610 g/kg ransum broiler starter,

110 g/kg jagung kuning, 270 g/kg dedak padi, dan 10 g/kg mix komersil

(Sartika, 2016).

2. Energi ransum

Bahan pembentuk ransum yang merupakan sumber energi bagi ayam dibutuhkan

dalam jumlah banyak, sekitar 25--60 % dari total ransum yang diberikan (Nawawi

dan Nurrohmah, 2015). Menurut Anggorodi (1985), unggas mengonsumsi

ransum terutama untuk memenuhi kebutuhan energinya. Kelebihan energi dalam

ransum terjadi bila perbandingan energi dan protein, vitamin serta mineral dalam

keadaan berlebihan daripada yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal,

produksi, aktivitas, dan untuk memelihara fungsi-fungsi vital (Wahju, 2004).

Kebutuhan energi metabolis untuk ayam kampung umur 0-->22 minggu berkisar

antara 2.400--2.600 kkal/kg (Nawawi dan Nurrohmah, 2015).

Jika ayam kekurangan energi, maka zat lain yang terdapat dalam tubuh ayam

seperti protein dan lemak akan diubah menjadi energi. Bahan pembentuk ransum

sumber energi cukup banyak dan relatif mudah didapatkan, diantaranya jagung,

ubi kayu, sagu, bungkil kedelai, dedak, atau bekatul, dan bungkil kelapa (Nawawi

dan Nurrohmah, 2015).


13
3. Hubungan antara protein kasar dan energi dalam ransum

Protein merupakan zat organik yang tersusun dari unsur karbon, nitrogen, oksigen

dan hidrogen. Fungsi protein untuk hidup pokok, pertumbuhan jaringan baru,

memperbaiki jaringan rusak, metabolisme untuk energi, dan produksi (Anggorodi,

1994). Protein merupakan senyawa biokimia kompleks yang terdiri atas polimer

asam-asam amino dengan ikatan-ikatan peptida. Ada 20 asam amino yang

dibutuhkan tubuh, 10 di antaranya dapat disintesis tubuh, sedangkan 10 asam

amino lainnya merupakan asam amino esensial yang harus disediakan dari luar

tubuh. Protein diperlukan tubuh untuk mempertahankan hidup pokok dalam

menjalankan fungsi-fungsi sel dan produktivitas, seperti pertumbuhan otot, lemak,

tulang, telur, dan semen (Leeson dan Summers, 1991).

Energi metabolis merupakan energi yang siap untuk dimanfaatkan oleh ternak

dalam berbagai aktifitas seperti aktifitas fisik, mempertahankan suhu tubuh,

metabolisme, pembentukan jaringan, reproduksi dan produksi. Energi metabolis

sangat penting diketahui dalam proses penyusunan ransum dan nilainya

dipengaruhi oleh kandungan dan keseimbangan nutrisi bahan makanan, dan

kandungan serat kasar yang merupakan faktor utama dalam yang menentukan

besarnya energi metabolis yang mungkin dapat dicapai (McDonald et al., 1994),

Optimalisasi protein kasar dan energi ransum merupakan upaya untuk

meningkatkan efisiensi ekonomis penggunaan ransum oleh ternak sesuai dengan

kapasitas laju pertumbuhan genetis ternak itu sendiri. Kekurangan asupan protein

dan energi menyebabkan tertahannya kapasitas genetik tumbuh sehingga ternak

tumbuh kurang optimal. Sebaliknya, apabila asupan protein dan energi


14
berlebihan, ternak akan mengeluarkan kelebihan protein tersebut sehingga

merupakan pemborosan. Jika kebutuhan energinya sudah terpenuhi, ayam akan

berhenti makan. Kandungan energi yang tinggi dalam ransum akan membuat

ayam lebih cepat berhenti makan (Iskandar, 2012).

D. Konsumsi Ransum

Menurut Nova et al., (2002), konsumsi ransum diukur dalam satu minggu,

sedangkan konsumsi ransum menurut standar produksi dihitung per hari, per

minggu, atau konsumsi kumulatif setiap kali produksi. Rasyaf (2011) menyatakan

bahwa konsumsi ransum broiler merupakan cermin dari masuknya sejumlah

unsur nutrient ke dalam tubuh ayam.

Faktor yang memengaruhi konsumsi ransum adalah bangsa ayam, suhu

lingkungan, tahap produksi, dan energi ransum. Selain itu, bentuk ransum, ukuran

ransum, penempatan ransum, dan cara pengisian ransum juga berpengaruh

terhadap konsumsi ransum (Aksi Agraris Kanisius, 2003). North dan Bell (1990)

mengatakan bahwa selain dikendalikan oleh kebutuhan energi, konsumsi ransum

juga diatur oleh mekanisme lain yang berlangsung terus menerus sampai batas

toleransi tembolok. Apabila batas toleransi tersebut tercapai, maka kegiatan

konsumsi ransum tersebut terhenti. Jumlah konsumsi ransum tergantung pada

kebutuhan yang dipengaruhi oleh besar badan dan pertambahan bobot badannya

(Rahayu et al., 2010).

Konsumsi ransum tiap ekor ternak berbeda-beda. Konsumsi ransum pada ayam

kampung dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain umur, jenis ternak,
15
aktifitas ternak, energi dalam ransum, dan bobot badan. Selain hal tersebut, suhu

lingkungan juga memengaruhi konsumsi ransum, suhu lingkungan yang tinggi

dapat menurunkan konsumsi ransum, sehingga tingkat produksi ternak menurun

(Yousef, 1985). Menurut Al-Fataftah dan Abu-Dieyeh (2007), suhu lingkungan

yang tinggi merangsang reseptor termal perifer untuk mengirimkan impuls saraf

penekan ke pusat nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan penurunan

konsumsi ransum. Menurut Sartika (2016), contoh pemberian ransum pada KUB

pedaging di Tabel 2.

Tabel 2. Contoh pemberian ransum pada ayam KUB pedaging

Umur Pemberian Umur Konsumsi


(minggu) (g/ekor/hari) (minggu) (g/ekor/hari)
1 5 6 35
2 10 7 45
3 15 8 55
4 20 9 65
5 25 10 75
Sumber: Sartika (2016)

Konsumsi ransum tiap umur ayam akan berbeda-beda. Semakin tinggi umur ayam

maka semakin banyak ransum yang dikonsumsi. Konsumsi ransum pada

penelitian Alwi (2014) tentang ayam arab yang diberi protein kasar 18% dan

energi metabolis 2.800 kkal/kg adalah 84,88 g/ekor/hari, sedangkan pada

penelitian Astuti (2012), menyatakan bahwa konsumsi ayam kampung yang di

beri 25--100% ransum broiler pada penelitiannya berkisar antara

310,29--398,38 g/ekor/minggu.
16
E. Konsumsi Protein

Konsumsi protein adalah konsumsi zat-zat organik yang mengandung karbon,

hidrogen, nitrogen sulfur, dan fosfor (Anggorodi, 1995). Gultom (2014)

menyatakan bahwa konsumsi protein yang tinggi akan memengaruhi asupan

protein ke dalam daging dan asam-asam amino tercukupi di dalam tubuhnya

sehingga metabolisme sel-sel dalam tubuh berlangsung secara normal. Hal ini

sesuai dengan pendapat Tampubolon dan Bintang (2012) yang menyatakan bahwa

asupan protein dipengaruhi oleh jumlah konsumsi ransum. Asupan protein

berperan penting dalam proses deposisi protein melalui sintesis dan degradasi

protein (Suthama et al., 2010).

Gultom (2014) menyatakan bahwa konsumsi protein dipengaruhi oleh konsumsi

ransum dalam pakan sehingga konsumsi ransum yang baik akan menunjukkan

konsumsi protein yang baik pula. Konsumsi protein, yaitu jumlah protein yang

dikonsumsi oleh ayam. Konsumsi protein dinyatakan dalam satuan gram, dihitung

dengan rumus menurut Tillman et al., (1998) adalah dengan cara mengalikan

jumlah konsumsi ransum (g) dengan kadar protein kasar dalam ransum (%).

Sari et al., (2014) menyatakan bahwa pada penelitian broiler yang diberi ransum

dengan mengandung tepung daun kayambang, konsumsi protein ransum

menunjukkan nilai 12,83--13,21 g/ekor/hari. Aisjah et al., (2007) menyatakan

bahwa energi metabolis yang diberikan sama dalam ransum akan menghasilkan

konsumsi ransum yang sama, dengan kata lain ransum mengandung protein yang

sama sehingga konsumsi protein juga sama. Hal ini sesuai dengan pendapat
17
Wahju (1997) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dalam jumlah besar

akan diikuti oleh konsumsi protein yang besar pula.

Kelebihan konsumsi protein dari ransum akan disimpan dalam bentuk energi,

sedangkan kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pemeliharaan

jaringan tubuh, pertumbuhan terganggu, dan penimbunan daging menurun.

Pendekatan yang dilakukan untuk menentukan efisiensi pemanfaatan protein

adalah retensi protein dan rasio efisiensi protein (Protein Efficiency Ratio)

(Anggorodi, 1995). Tuslam (2010) menyatakan bahwa lingkungan yang panas

dapat menurunkan konsumsi pakan sehingga protein yang dikonsumsi juga akan

mengalami penurunan.

F. Pertambahan Berat Tubuh (PBT)

Pertambahan berat tubuh adalah selisih antara bobot tubuh saat tertentu dengan

bobot tubuh semula (Rasyaf, 2002). Menurut North dan Bell (1990), variasi

kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh tipe unggas, jenis kelamin, umur, galur,

tata laksana, suhu lingkungan, serta kualitas ransum, sedangkan Jull (1992)

menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh genetik, pola

pemeliharaan, makanan, dan cara pemberiannya serta pengendalian penyakit.

Bobot tubuh rata-rata ayam KUB dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut penelitian

Astuti (2012), pertambahan berat tubuh ayam kampung dari pemberian ransum

broiler 25--100% berkisar antara 87,29--120,91 g/ekor/minggu.


18
Tabel 3. Bobot tubuh ayam KUB

Rata-rata bobot tubuh (g)


Umur
Rata-rata bobot Rata-rata bobot
(minggu) Rata-rata
maksimal minimal
1 41,02 62,50 24,50
2 71,77 105,50 34,50
3 116,20 171,50 61,50
4 172,92 249,00 86,00
Sumber: Sartika (2016)

G. Konversi Ransum

Konversi ransum merupakan perbandingan antara konsumsi ransum pada minggu

ini dengan pertambahan berat tubuh yang dicapai pada kurun waktu tertentu

(Nova et al., 2002). Konversi ransum dapat digunakan sebagai gambaran untuk

mengetahui tingkat efisiensi produksi. Angka konversi ransum yang kecil berarti

banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan 1 kg daging semakin

sedikit (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Proses konversi zat gizi dalam sistem metabolisme ayam juga dipengaruhi oleh

kemampuan nutrisi mengaktifkan enzim dan hormon pencernaan (Guernec et al.,

2004). Campbell dan Lasley (1985) mengatakan bahwa faktor-faktor yang

memengaruhi konversi ransum adalah genetik, umur, berat badan, tingkat

konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, palatabilitas, dan hormon. Konversi

ransum ayam buras yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan intensif berkisar

antara 4,9--6,4. Pemeliharaan ayam dengan sistem pemeliharaan secara

tradisional, semi intensif dan intensif dihasilkan konversi ransum berbeda.

Konversi ransum pada sistem pemeliharaan tradisional sekitar >10, pada sistem

pemeliharaan secara semi intensif didapatkan hasil berkisar 8--10 dan sistem
19
pemeliharaan secara intensif didapatkan hasil konversi ransum berkisar antara

4,9--6,4 (Suryana dan Hasbianto, 2008).

Astusi (2012) mengatakan bahwa konversi ransum hasil penelitian ayam kampung

yang diberikan ransum broiler 25--100% berkisar antara 2,57--3,74. Menurut

Rusdiansyah (2014), rata-rata konversi ransum pada penelitian pemberian level

energi dan protein berbeda terhadap konsumsi ransum dan air serta konversi

ransum ayam buras periode layer yaitu 3,40--4,43. Konversi ransum bernilai 1

artinya untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan ransum sebanyak 1 kg

(Rasyaf, 2011).

H. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed cost (IOFC) merupakan indikasi ekonomis dalam

pemeliharaan suatu peternakan. Pendapatan usaha merupakan perkalian antara

hasil produksi peternakan dalan kilogram hidup, sedangkan biaya ransum adalah

jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot ayam hidup (Nova et

al., 2002). Menurut Rasyaf (2011), nilai IOFC adalah perhitungan dengan cara

membandingkan jumlah penerimaan rata-rata dari hasil penjualan ayam dan

jumlah biaya pengeluaran untuk ransum. Nilai IOFC yang dihasilkan akan

memperlihatkan keterpaduan antara segi teknis dan ekonomis. Hasil perhitungan

IOFC berkaitan dengan pegangan produksi dari segi teknis, sehingga dapat diduga

tingkat efisiensi ayam mengubah makanan menjadi daging (Nova et al., 2002).

Nilai IOCF dipengaruhi oleh bibit ayam, ransum, dan harga (Nova et l., 2002).

Biaya ransum memegang peran penting karena merupakan biaya terbesar dari
20
total biaya yang dikeluarkan selama pemeliharaan ayam. Menurut Yahya (2003),

penggunaan ransum yang berkualitas baik dan harganya yang relatif murah

merupakan tuntutan ekonomis untuk mencapai tingkat efisiensi ransum. Hasil

penelitian Andriani (2012) menunjukkan bahwa nilai IOFC broiler berkisar

1,91--2,18, artinya setiap pengeluaran Rp1,00 akan mendapatkan penerimaan

sebesar Rp1,91--2,18. Besarnya nilai IOFC yang baik untuk usaha peternakan

adalah >1 (Rasyaf, 2011)


21

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 4 minggu pada Mei 2017--Juni 2017,

bertempat di Kandang Unggas Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

Unviersitas Lampung. Analisis proksimat bahan ransum dilaksanakan di

Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian,

Politeknik Negeri Lampung.

B. Bahan Penelitian

1. Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB)

Bahan yang digunakan adalah 96 ekor ayam KUB berumur 1 hari dengan rata-rata

bobot tubuh sekitar 30,85 ± 3,67 g/ekor (KK: 11,90%) dengan tidak memisahkan

jantan dan betina dalam 1 petak (unsex). Ayam KUB yang digunakan produksi

PT. Sumber Unggas Indonesia, Ciawi, Bogor.

2. Ransum

Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum berbentuk mash

dengan kadar protein kasar 21,50%, 18,60%, dan 15,57%. Bahan ransum
22
terdiri atas dedak padi, jagung kuning, dan ransum komersil Hi-pro 511 produksi

PT. Charoen Pokphand. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum penelitian

dan formulasi ransum penelitian disajikan pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4. Nutrisi bahan ransum.

Bahan penyusun ransum


Kandungan nutrisi
Jagung* Dedak halus* Ransum 511**
Berat kering (%) 89,83 90,50 87,00
Protein kasar (%) 6,41 7,09 21,50
Lemak (%) 4,70 14,50 5,00
Serat kasar (%) 2,02 13,10 5,00
Abu (%) 1,50 10,62 7,00
Ca (%)*** 0,23 0,07 0,90
P (%)*** 0,41 1,50 0,60
Energi metabolis (kkal/kg)*** 3.370 2.980 3.025
BETN 75,20 41,56 48,50
Sumber: * Hasil analisis Laboratorium Teknik Hasil Pertanian, Politeknik
Negeri Lampung berdasarkan bahan kering (2017)
** Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung berdasarkan bahan kering (2017)
*** Fathul et al., (2014)

Tabel 5. Formulasi ransum penelitian.

Perlakuan
Bahan
P0 P1 P2
Ransum 511 (%) 100 80,30 60,00
Jagung (%) 0 10,00 16,20
Dedak padi (%) 0 9,70 23,80
Protein kasar ransum (%) 21,50 18,60 15,57
Serat kasar (%) 5,00 5,50 6,50
Energi metabolis ransum (kkal/kg) 3.025 3.089 3.006

Menurut Nawawi dan Nurrohmah (2011) ayam kampung periode starter

(0--4 minggu) membutuhkan protein sekitar 19--20% dengan energi metabolis

sebesar 2.850 kkal/kg. Sartika (2016) menambahkan bahwa kebutuhan protein

kasar ayam KUB untuk penggemukan umur 0--12 minggu sebesar 17,50%.
23
Penelitian ini menggunakan kadar protein kasar 21,50% dalam ransum sebagai

kontrol perlakuan. Harga untuk ransum penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Harga untuk ransum penelitian

Ransum Harga (Rp/kg)*


P0 6.000,00
P1 5.560,50
P2 5.005,00
Keterangan: Harga ransum 511 : Rp6.000,00
Harga Jagung : Rp5.000,00
Harga Dedak : Rp2.500,00
*) Data harga diambil pada Mei--Agustus 2017

C. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sapu lidi untuk

membersihkan kandang; kuas digunakan untuk mengecat kandang dengan kapur;

plastik sampah untuk memudahkan dalam pembuangan sampah; waring sebagai

jaring pemisah antar sekat kandang; gunting untuk memotong; tali rafia untuk

mengikat antar sekat dengan waring; wing web untuk memberi tanda pada ayam;

sekat besi digunakan untuk membuat sekat-sekat kandang; sekam digunakan

untuk alas (litter) kandang; koran digunakan untuk pelapis sekam saat ayam baru

datang; plastik terpal sebagai tirai penutup kandang; brooder sebagai pemanas

area brooding, pada penelitian ini brooder menggunakan pemanas gasolex;tabung

gas 3 kg, tempat ransum baki (chick feeder tray) digunakan sebagai tempat

ransum ayam umur 1--14 hari; tempat ransum gantung(hanging feeder) digunakan

sebagai tempat ransum ayam berumur 15--30 hari; tempat air minum gantung

digunakan untuk tempat air minum; timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian

10 g untuk menimbang DOC (day old chick) dan ransum; thermohygrometer


24
untuk mengukur suhu dan kelembapan kandang; alat tulis dan kertas untuk

mencatat data yang diperoleh.

D. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 3 perlakuan

dengan 8 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 4 ekor ayam KUB sebagai

satuan percobaan, dengan rincian perlakuan sebagai berikut

P0 : ransum dengan kadar protein 21,50% (ransum kontrol)

P1 : ransum dengan kadar protein 18,60%

P2 : ransum dengan kadar protein 15,57%

Tata letak dalam percobaan ini berukuran 25x25x50 cm dengan pemisah antar

satuan petak berupa sekat dengan jaring. Tata letak percobaan dapat dilihat pada

Gambar 1.

P0U2 P0U1 P2U1 P1U3


P1U1 P2U2 P2U8 P0U4
P0U3 P1U5 P2U2 P2U7
P1U6 P2U6 P0U8 P0U7
P2U5 P1U4 P1U2 P2U3
P0U6 P1U8 P1U7 P0U5

Gambar 1. Tata letak rancangan perlakuan penelitian


25
2. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5%. Apabila setelah

dilakukan analisis ragam diperoleh hasil yang berbeda nyata maka dilakukan uji

lanjut dengan menggunakan uji BNT (Steel dan Torrie 1993).

E. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan kandang

Kandang dibersihkan seminggu sebelum DOC (day old chick) datang (chick in),

kemudian didesinfeksi dengan desinfektan. Tahapan persiapan kandang meliputi :

1. Merakit kandang dari sekat dan waring dengan ukuran 25x25x50 cm untuk

kepadatan kandang 4 ekor sebanyak 24 petak;

2. Mencuci peralatan kandang (feeder tray, hanging feeder, dan tempat air

minum);

3. Menyemprot kandang dengan desinfektan;

4. Mengapur dinding, tiang, dan lantai kandang;

5. Memasang sekat;

6. Menaburi lantai kandang dengan sekam setebal 5--10 cm apabila kapur telah

kering.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

DOC yang telah tiba ditimbang untuk mengetahui bobot tubuh awalnya,

kemudian membagi DOC ke dalam 24 kandang secara acak dan memberikan


26
larutan gula 5%. Ayam diberikan pemanas setiap hari dari 17.00--07.00 WIB

selama 24 jam. Setiap unit percobaan terdiri dari 4 ekor ayam. Semua petak

kandang diberi nomor untuk memudahkan pelaksanaan penelitian. Selanjutnya,

diberikan air minum dan ransum secara ad libitum.

Konsumsi ransum dihitung setiap minggu. Selain itu, juga diukur suhu dan

kelembapan lingkungan kandang setiap hari pada pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB,

dan 17.00 WIB. Suhu dan kelembaban lingkungan kandang diukur menggunakan

thermohygrometer yang diletakkan di dalam kandang.

3. Pembuatan Ransum

Tahapan pembuatan ransum meliputi :

1. Menyiapkan pakan yang akan dijadikan ransum, pada penelitian ini berupa

ransum 511, jagung, dan dedak;

2. Menimbang setiap bahan ransum sesuai perlakuan setiap seminggu.

3. Mencampur bahan ransum hingga homogen pada setiap perlakuan. Bahan

penyusun ransum yang terbanyak diletakkan pada bagian dasar, kemudian

ransum dengan jumlah yang lebih sedikit diletakkan di atasnya, setelah itu

diaduk dari dasar ke atas menggunakan tangan hingga homogen. Contohnya

ransum perlakuan P1 pada minggu pertama, pengadukan dilakukan dengan

cara memberikan alas terpal pada lantai tempat pengadukan ransum,

menuangkan ransum 511 terlebih dahulu sebanyak 2.735,04 g dan

meratakannya, lalu menuangkan jagung sebanyak 624,96 g. Mengaduk

kedua bahan tersebut dari dasar ke atas beberapa kali hingga homogen.
27
4. Air minum

Air minum yang digunakan dalam penelitian ini berupa air sumur yang diberikan

secara ad libitum. Pemberian air minum dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari.

5. Vaksin

Vaksin yang diberikan pada penlitian ini disajikan dalam Tabel 7. Vaksinasi AI

bagi daerah bebas flu burung tidak diperlukan. Namun, bagi daerah yang positif

flu burung, vaksinasi AI diperlukan pada umur 2 minggu dan 5 minggu dengan

cara disuntik subkutan sebanyak 0,2 cc.

Tabel 7. Jadwal vaksin ayam

Umur
Vaksin Aplikasi
Pemberian
Medivac ND® Tetes mata 3 hari
Medivac Gumboro® Tetes mulut 7 hari
ND Lasota® Tetes mata 21 hari
Sumber: Sartika (2016)

F. Peubah yang diamati

1. Konsumsi ransum (g/ekor/minggu)

Konsumsi ransum diukur setiap minggu berdasarkan selisih antara jumlah ransum

yang diberikan pada awal minggu (g) dengan sisa ransum pada akhir minggu

(Rasyaf, 2005).
28
2. Konsumsi protein (g/ekor/minggu)

Konsumsi protein yaitu jumlah protein yang dikonsumsi oleh ayam dengan cara

mengalikan jumlah konsumsi ransum setiap minggu (g) dengan kadar protein

kasar dalam ransum (%) (Tillman el al, 1998).

3. Pertambahan berat tubuh (g/ekor/minggu)

Pertambahan berat tubuh diperoleh setiap pengukuran seminggu sekali

berdasarkan selisih berat ayam pada hari akhir penimbangan pada setiap minggu

dengan bobot tubuh pada awal penimbangan (Nova et al., 2002).

4. Konversi ransum

Konversi ransum merupakan pembagian antara konsumsi ransum pada minggu

awal dengan pertambahan berat tubuh yang dicapai pada kurun waktu tertentu

(Nova et al., 2002).

5. Income Over Feed Cost (IOFC)

Nilai Income Over Feed cost (IOFC) diperoleh dengan cara membandingkan

pendapatan dari penjualan ayam dengan jumlah biaya ransum selama

pemeliharaan (Nova et al., 2002).


39

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pemberian ransum dengan kadar protein kasar berbeda pada ayam KUB periode

starter berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, konsumsi

protein, pertambahan berat tubuh, konversi ransum, income over feed cost.

B. Saran

1. Peternakan BUMT Tulang Bawang Barat disarankan dapat memilih

alternatif ransum memakai ransum dengan kadar protein kasar 18,60%

untuk ayam KUB periode starter karena nilai konversi ransum yang rendah

dan IOFC yang tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan protein kasar

dalam ransum dengan selang yang lebih besar dalam ransum. Untuk

mengetahui protein kasar yang berpengaruh terhadap peningkatan performa

ayam KUB.

3. Perlu dilakukannya penelitian lanjutan mengenai pengaruh pemberian

ransum dengan protein kasar berbeda dalam ransum terhadap kecernaan

protein kasar ayam KUB.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan membedakan jenis kelamin.


40

DAFTAR PUSTAKA

Aisjah, T., R.Wiradimadja dan Abun. 2007. suplementasi metionin dalam ransum
berbasis lokal terhadap imbangan efisiensi protein pada ayam pedaging.
Artikel Ilmiah Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Bandung.

Aksi Agraris Kanisius.2003. Berternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-18. Kanisius.


Jakarta.

Al-Fataftah AA, A Dieyeh. 2007. Effect of chronic heat stress on broiler


performance in Jordan. Int J Poult Sci 6 (1) : 64-70

Alwi, W. 2014. Pengaruh imbangan energi-protein terhadap performa ayam arab.


Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Seri Beternak Mandiri. Lembaga


Satu Gunungbudi, Bogor.

Andriani, D. 2012. Pengaruh kepadatan kandang terhadap performan broiler di


semi closed house. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Pakan Ternak Unggas. UI-Press. Jakarta.

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.


UI Press. Jakarta.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Gramedia,


Jakarta.

Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Umum,


Jakarta.

Aryanti F, Aji, Budiono. 2013. Pengaruh pemberian air gula merah terhadap
performans ayam kampung pedaging. Jurnal Sains Veteriner. ISSN : 31 (2) :
0126-0421

Astuti, N. 2012. Kinerja ayam kampung dengan ransum berbasis konsentrat


broiler. Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5. ISSN : 2086-7719
41
Campbell, J.R. dan J.F. Lasley. 1985. The Science of Animal that Serve
Humanity. 2nd Ed., Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi.

Cherry, J. A. 1982. Non caloric effect of dietary fat and cellulose on the voluntary
feed consumtionof white leghorn chicken. Poult. Sci. 61: 345-350

Creswell, J, Wheeler, Seagren, Egly, Beyer.1992. The academic chairperson’s


handbook. New England (USA); University of Nebraska Press.

Fathul, F, Liman, N Purwaningsih, dan S Tantalo. 2014. Pengetahuan Pakan dan


Formulasi Ransum. Buku Ajar. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Fumihito AS, Miyake, Takada, Singu, Endo, Gojobori, Kondo, Ohno. 1996.
Monophyletic origin and unique dispersal patterns of domestic fowis. Proc
Nati Acad Soi. 93:6792-6795

Guernec, A., B. Chevalier, and M. J. Duclos. 2004. Nutrient supply enhances both
IGF-1 and MSTN mRNA Levels in chicken skeletal muscle. Domes. Anim.
Endocrinol. 26(2):143-154.

Gultom, S.M., Supratman, Abun. 2014. Pengaruh Imbangan energi dan protein
ransum terhadap bobot karkas dan bobot lemak abdominal ayam broiler umur
3--5 minggu. Jurnal Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung.

Hakim, L. 2005. Evaluasi pemberian feed additive alami berupa campuran herbal,
probiotik, dan prebiotik terhadap performa, karkas dan lemak abdominal serta
hdl dan ldl daging broiler. skripsi. fakultas peternakan. institut pertanian
bogor. Bogor

Iskandar, S. 2012. Optimalisasi Protein Dan Energi Ransum Untuk Meningkatkan


Produksi Daging Ayam Lokal. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor

Iswanto, H. 2002. Ayam Kampung Pedaging. AgroMedia Pustaka. Jakarta

Jull, M.A. 1992. Poultry Husbandry. 3 Edition. McGraw Hill Publishing


Company. New Delhi

Kartasudjana dan Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya. Jakarta

Ketaren, P.P. 2007. Peran itik sebagai penghasil telur dan daging nasional.
Wartazoa 17(3): 117 – 127

Kurtini, T., K. Nova, dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Buku
Ajar. AURA Printing dan Publishing. Bandar Lampung

Lesson, S. and J. D. Summers 1991. Commercial Poultry Nutrition. University


Books. Guelph. Canada.
42

McDonald, P., R. A. Edwards. and J. F. D. Greenhalgh. 1994. Animal nutrition.


4th edition. Longman Scientific and Technical. New York.

Murtidjo, B.A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

Nawawi, N. T. dan Nurrohmah. 2011. Ransum Ayam Kampung. Penebar


Swadaya. Jakarta

North, M.O. and D.D Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual.
4 Edition. Van Nostrand Rainhold. New York.

Nova, K., T. Kurtini, dan Riyanti. 2002.Manejemen Usaha Ternak Unggas. Buku
Ajar. Universitas lampung. Bandar Lampung.

Parakasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB,
Bandung.

Parakasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan


Pertama. Angkasa. Jakarta.

Pramual P, Meeyen, Wongpakam, Klinhom. 2013. Genetic diversity of thai native


chicken inferred from mitocondrial DNA sequences. Trop Nat Hist. 13:97-
106.

Rahayu, S, MT. Suhartono, D. Syah, A. Suwanto. 2010. Preliminary studi on


keratinase from two Indonesian isolates. Journal of Animal Production 12 (1):
60-68

Rasyaf, M 2011. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf, M. 1994. Bahan Makanan Unggas Di Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

Rasyaf, M. 2005. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Kampung. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Rusdiansyah, Muh. 2014. Pemberian level energi dan protein berbeda terhadap
konsumsi ransum dan air serta konversi ransum ayam buras fase layer.
Skripsi. Universitas Hasanudin. Makasar.

Sari, K, A., B Sukamto, dan B Dwiloka.2014. Efisiensi penggunaan protein pada


ayam broiler dengan pemberian pakan mengandung tepung daun kayambang
(Salvinia molesta). Thesis. Universitas Dipenogoro. Semarang. Agripet Vol
14, No. 2

Sartika, T, Desmayati, S Iskandar, H Resnawati, A R Setiko, Sumanto, A P


Sinurat, Isbandi, Bess, Endang . 2013. Ayam KUB-1. IAARD Press. Jakarta
43
Sartika, T. 2016. Panen Ayam Kampung 70 Hari. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sarwono, B. 2007. Beternak Ayam Buras: Pedaging dan Petelur Edisi Revisi.
Penebar Swadaya, Jakarta

Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar swadaya. Jakarta

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia
ustaka Utama. Jakarta.

Suci, D. M; E. Mursyida; T. Setianah; dan R. Mutia. 2005. Program pemberian


makanan berdasarkan kebutuhan protein dan energi pada setiap fase
pertumbuhan ayam poncin. Vol. 28 No. 2. ISSN 0126-0472

Sulandari S, Zein MSA, Paryanti S, Sartika T, Astuti M, Widjistuti T, Sujana E,


Darana S, Setiawan I, Garnida D. 2007. Sumber daya genetik ayam lokal
Indonesia. dalam: keragaman sumber daya hayati ayam lokal Indonesia,
potensi dan pemanfaatannya. LPI Press. Jakarta.

Suryana dan A. Hasbianto. 2008. Usaha tani ternak ayam buras di Indonesia
permasalahan dan tantangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Kalimantan Selatan, J. Litbang Pertanian 27(3): 75 – 83.

Suthama, N., Wahyuni, H.I., dan Mangitsah, I., 2010. Laju pertumbuhan
berdasarkan degradasi protein tubuh pada ayam kedu dipelihara ex situ.
Prosiding Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal ke-IV. Semarang 7
Oktober 2010. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Hal.
138 – 146

Tampubolon., Bintang, P.P., 2012. Pengaruh imbangan energi dan protein ransum
terhadap energi metabolis dan retensi nitrogen ayam broiler. Jurnal Fakultas
Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.

Tillman, A. D, H. Hartadi; S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan


S.Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Keenam.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tuslam, 2010. Pengaruh pembatasan waktu pemberian pakan pada siang hari
terhadap efisiensi penggunaan protein ayam broiler. Skripsi. Universitas
Diponegoro, Semarang

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-V. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Konteksual. UMM. Malang


44
Yatno. 2009. Isolasi protein bungkil inti sawit dan kajian nilai biologinya sebagai
alternative bungkil kedelai pada puyuh. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Yahya, A. 2003. Pengaruh penambahan saccharomyces cerevisiae dalam ransum


terhadap pertumbuhan broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.

Yousef, M.K. 1985. Stress Physiologi in Livestock. Vol 1. CRC Press. Boca
Raton. Florida.

You might also like