1000-Article Text-2416-1-10-20190906
1000-Article Text-2416-1-10-20190906
1000-Article Text-2416-1-10-20190906
ABSTRACT
Background: Cerebral Palsy (CP) is the most common form of physical disability in childhood,
it caused by a static lession in the immature brain. CP spastic diplegic is one of the most
common clinical subtypes of CP that lower limbs are more severely affected than the upper
limbs. Different methods have been used to improve standing function in children with CP
spasic diplegic, but still little is known regarding the effect of trunk strengthening exercise on
standing function in children with CP spastic diplegic. This study aims to compare the effect of
bridging and quadruped position with lower extremity lift exercise versus unilateral bridge and
prone bridge exercise on standing function in children with CP spastic diplegic. Methods: An
experimental study with pre and post test design on 10 children with CP spastic diplegic, ages 8
to 13 years. The children were divided into 2 groups: (1) group treated with bridging and
quadruped position with lower extremity lift exercise (Group-1), (2) group treated with
unilateral bridge and prone bridge exercise (Group-2). The treatments were given for 6 weeks, 3
days per week. Standing function was measured by Gross Motor Function Measurement
(GMFM). Results: The result showed that there were significant differences on standing function
in Group-1 (p=0,001) and Group-2 (p=0,002), but there were no significant differences on
standing function between Group-1 and Group-2 (p=0,302). Conclusion: There were no
differences between the group treated with bridging & quadruped position with lower extremity
lift exercise and group treated with unilateral bridge & prone bridge exercise on standing
function in children with CP spastic diplegic.
Keywords: bridging, quadruped position with lower ekstremity lift, unilateral bridge, prone
bridge, standing function
ABSTRAK
Latar Belakang: Cerebral Palsy (CP) adalah kondisi yang paling umum dari disabilitas fisik
pada anak, yang disebabkan oleh kerusakan pada otak yang belum matur. CP spastik diplegi
merupakan salah satu subtipe klinis CP yang sering terjadi dengan anggota gerak bawah lebih
berat daripada anggota gerak atas. Berbagai metode telah digunakan untuk meningkatkan
fungsional berdiri pada anak CP spastik diplegi, namun masih sedikit diketahui pengaruh
latihan penguatan trunk terhadap fungsional berdiri pada anak CP spastik diplegi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh latihan bridging dan quadruped position with
lower extremity lift exercise dengan unilateral bridge dan prone bridge exercise pada fungsional
berdiri anak CP spastik diplegi. Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian
eksperimental dengan desain pre dan post test pada 10 anak CP spastik diplegi, yang berusia 8
hingga 13 tahun. Sampel dikelompokan menjadi dua kelompok: (1) Kelompok perlakuan
pertama yang diberikan bridging dan quadruped position with lower extremity lift exercise
(kelompok 1), (2) Kelompok perlakuan kedua yang diberikan unilateral bridge dan prone bridge
exercise (kelompok 2). Intervensi diberikan selama 6 minggu, 3 hari per minggu. Fungsional
berdiri dinilai dengan menggunakan Gross Motor Function Measurement (GMFM). Hasil:
Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada fungsional berdiri kelompok 1
(p=0,001) dan kelompok 2 (p=0,002), namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada
fungsional berdiri antara kelompok 1 dan kelompok 2 (p=0,302). Kesimpulan: Tidak ada
perbedaan pengaruh antara pemberian bridging dan quadruped position with lower extremity
lift exercise dengan unilateral bridge dan prone bridge exercise dalam meningkatkan fungsional
berdiri anak cerebral palsy spastik diplegi.
Kata kunci: bridging, quadruped position with lower ekstremity lift, unilateral bridge, prone
bridge, fungsional berdiri
67
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
68
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
palsy dapat memiliki dampak yang baik postur statis maupun dinamis. Hip,
signifikan pada kemampuan fungsional knee, trunk, dan neck extensor merupakan
mereka [11]. otot antigravitasi utama. Otot terkait
Kim et al (2015) menyebutkan lainnya termasuk neck flexors dan lateral
bahwa bahkan anak-anak yang sangat benders, trunk flexors dan lateral
fungsional dengan CP spastik cenderung benders, hip abductors dan adductors,
memiliki kelemahan yang cukup besar ankle pronators dan supinators.
pada ekstremitas mereka dibandingkan Kelemahan otot yang bertugas pada
dengan anak normal seusianya, dengan postur berdiri ini dialami oleh anak
tingkat kelemahan meningkat pada level dengan kondisi CP spastik diplegi, yang
keterlibatan neurologis. Namun menyebabkan mereka tidak mampu
terbatasnya kinerja fungsional pada anak berdiri secara mandiri, sehingga dapat
dengan cerebral palsy dapat ditingkatkan mengganggu kemampuan fungsional
melalui latihan [12]. berdiri. Oleh karena itu penting untuk
Anak-anak dengan kondisi CP menentukan jenis intervensi yang tepat
spastik diplegi mengalami banyak agar hasil yang diperoleh bisa maksimal
permasalahan pada motorik kasar seperti yang selanjutnya dapat meningkatkan
fungsional berdiri. Kemampuan berdiri kualitas hidup dan partisipasi dalam
menjadi penting agar anak mampu kegiatan sosial dan rekreasi pada anak-
mandiri melakukan fungsional sehari- anak dengan kondisi CP spastik diplegi.
hari. Berdiri merupakan posisi yang Berdasarkan hal ini maka dapat
sangat penting karena menjadi persiapan digunakan dua jenis intervensi yang bisa
sebelum tahap berjalan maupun sejumlah dilakukan agar prognosis menjadi lebih
aktifitas fungsional lainnya sehingga baik, diantaranya bridging dan quadrup
apabila anak memiliki masalah pada position with lower extremity lift exercise
posisi berdiri maka akan berimplikasi dengan unilateral bridge dan prone
pada gangguan aktifitas sehari-hari yang bridge exercise. Berdasarkan hasil
dapat mengarah pada keterbatasan fungsi penelitian yang dilakukan oleh Kim
dan disabilitas. Berdasarkan (2015), unilateral bridge dan prone
permasalahan yang timbul pada CP bridging exercise dapat digunakan
spastik diplegi maka fisioterapis sebagai treatment untuk mengaktivasi
mempunyai peranan dalam meningkatkan kelompok otot yang meningkatkan postur
kemampuan fungsional berdiri yang berdiri pada anak-anak dengan cerebral
menjadi keterbatasan pada anak dengan palsy spastik diplegi [12].
kondisi CP spastik diplegi. Banyaknya anak CP spastik diplegi
Posisi berdiri membutuhkan yang masih belum mencapai fungsional
pertahanan axis yang bagus dari kepala berdiri padahal sudah diberikan latihan.
hingga ke kaki, tumpuan beban pada kaki Sehingga diperlukan latihan yang
dan juga weight transfer ke lateral saat melibatkan komponen elemen berdiri
meraih, yang menjadi gerak persiapan untuk mencapai fungsional berdiri. Peran
sebelum berjalan. Namun permasalahan fisioterapi pada kasus CP spastik diplegi
berdiri banyak dialami oleh anak yang adalah meningkatkan fungsional berdiri
mengalami CP spastik diplegi. Hal ini dengan cara merangsang aktivasi otot
disebabkan karena anak cerebral palsy trunk dan hip, mengurangi anterior pelvic
spastik diplegi memiliki kelemahan yang tilt yang berlebihan, dan meningkatkan
signifikan pada trunk dan spastisitas koordinasi dan keseimbangan yang
terutama pada ekstremitas bawah. dilakukan melalui pemberian latihan
Deviasi alignment pelvic dalam posisi stabilisasi trunk. Metode latihan yang
berdiri adalah masalah umum pada anak- digunakan dalam penelitian ini adalah
anak dengan cerebral palsy, seperti anak- bridging dan quadruped position with
anak mempertahankan anterior pelvic tilt lower extremity lift exercise dengan
karena kontraktur otot iliopsoas serta unilateral bridge dan prone bridge
kelemahan pada trunk fleksor dan hip exercise. Latihan ini dipilih karena
ekstensor. Masalah yang terkait dengan hingga saat ini pengaruh bridging dan
anterior pelvic tilt termasuk antetortion quadruped position with lower extremity
femoral dan pergeseran medial patella lift exercise dengan unilateral bridge dan
pada sagittal plane bisection dari sendi prone bridge exercise belum
lutut [12]. diidentifikasi.
Secara umum, kontraksi otot Berdasarkan permasalahan tersebut
antigravity bertanggung jawab terutama maka penulis tertarik untuk meneliti
untuk menjaga tubuh dalam posisi tegak tentang perbedaan pengaruh bridging dan
69
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
quadruped position with lower extremity lutut menekuk dan tungkai yang
lift exercise dengan unilateral bridge dan kaku, pada kasus yang berat
prone bridge exercise terhadap terdapat pola jalan menggunting
fungsional berdiri pada anak cerebral (scissor gait). Spastisitas
palsy spastik diplegi. Dalam hal ini, berhubungan dengan kokontraksi,
pengukuran fungsional berdiri dilakukan klonus dan hiper refleks. Anak
dengan gross motor function dengan cerebral palsy secara umum
measurement (GMFM). memiliki pola tipikal seperti
kelemahan otot, gangguan kontrol
2. Tinjauan Pustaka motor selektif dan gangguan
sensori [15].
2.1. Cerebral Palsy Spastik Diplegi Diplegi didefinisikan sebagai
Istilah cerebral palsy keterlibatan seluruh tubuh, dimana
dipublikasikan pertama oleh kedua tungkai mengalami
Willam Little pada tahun 1843 keterbatasan fungsional yang lebih
dengan istilah “cerebral diplegia”, terkena daripada lengan. Kontrol
sebagai akibat dari prematuritas kepala dan kontrol pada ektremitas
atau asfiksia neonatorum. Istilah atas biasanya sedikit terkena dan
cerebral palsy diperkenalkan kemampuan bicara biasanya
pertama kali oleh Sir William Osler normal. Anak dengan cerebral
[13]
. palsy tipe diplegi mengalami hip
Cerebral berarti mengenai sedikit fleksi dan rotasi internal dan
otak dan palsy berarti kelumpuhan femoral anteversion, lutut semi
atau ketidakmampuan untuk fleksi, dan tergantung pada
bergerak. Cerebral palsy (CP) keterlibatan yang terkena dan
adalah gangguan perkembangan penanganan yang efektif, beberapa
gerak dan postur serta keterbatasan area berpotensi kontraktur seperti
aktivitas yang bersifat menetap dan hip, lutut, dan ankle. Selain itu,
nonprogresif akibat lesi di otak terdapat beberapa postur yang ikut
yang terjadi pada masa terpengaruh seperti ekstremitas atas
pertumbuhan dan perkembangan pada posisi internal rotasi bahu,
[13]
. siku fleksi, tangan dan jari-jari
Spastisitas adalah gangguan adduksi. Pola ini sering terlihat
yang diakibatkan oleh lesi pada setelah umur dua tahun dan terlihat
Upper Motor Neuron (UMN), Pada lebih jelas setelah tiga atau empat
cerebral palsy, spastisitas sering tahun [15].
dianggap sebagai gangguan motor
yang paling umum. Regulasi tonus 2.2. Gangguan Fungsional Berdiri
otot membantu untuk Cerebral palsy Spastik Diplegi
mempertahankan postur normal dan Cerebral palsy adalah
untuk memfasilitasi gerakan. gangguan motorik yang paling
Ketika otot meregang, sistem umum di negara berkembang dan
neuromuscular dapat merespon menggambarkan gangguan
secara otomatis mengubah tonus permanen pada perkembangan
otot. Modulasi refleks regang gerak dan postur. Kelainan motorik
penting dalam kontrol gerak dan sering disertai oleh gangguan
mempertahankan keseimbangan. sensasi, persepsi dan kognisi [16].
Spastisitas ditandai oleh Dibandingkan pada anak dengan
peningkatan refleks regang yang typical development (TD), anak
diintensifkan dengan kecepatan dengan CP diplegi sering
gerak. Hal ini menyebabkan memperlihatkan postur berdiri
aktivasi otot yang berlebihan yang dalam keadaan fleksi. Peneliti
bisa berkontribusi pada hipertonus mengungkapkan bahwa penilaian
otot. Pada cerebral palsy spastik, postur berdiri pada anak-anak
juga dikenal dengan gangguan dengan cerebral palsy bilateral
motor pyramidal, yang ditandai memperlihatkan alignment
dengan adanya hipertonus dan asimetris yang lebih jelas pada
aktivasi refleks patologis [14] anak-anak yang berdiri secara
Anak dengan cerebral palsy mandiri dibandingkan dengan
spastik menunjukkan adanya mereka membutuhkan support [17]
muscle imbalance, berdiri dengan
70
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
71
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
3. Metode Penelitian
74
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
75
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
4.4. Analisis Uji Beda Nilai GMFM terlihat pengaruh yang lebih besar
Setelah Intervensi pada dibandingkan kelompok 1 pada
Kelompok 1 dan Kelompok 2 peningkatan fungsional berdiri. Jika
Untuk mengetahui ada dilihat dari pengujian deskriptif
perbedaan pengaruh antara pada kedua kelompok tersebut
pemberian bridging dan quadruped didapatkan perbedaan selisih mean
position with lower extremity lift nilai GMFM dimana pada
exercise dengan unilateral bridge kelompok 1 selisih mean yang
dan prone bridge exercise dalam didapat adalah 4,60 dan pada
meningkatkan fungsional berdiri kelompok 2 didapat mean 5,60
pada anak cerebral palsy spastik yang dapat disimpulkan terjadi
diplegi maka dilakukan uji statistik peningkatan nilai fungsional berdiri
menggunakan independent sample tetapi tidak signifikan.
t-test. Nilai selisih GMFM Pada kelompok 1 dengan
kelompok 1 dan 2 dapat dilihat pemberian bridging dan quadruped
pada tabel 4. position with lower extremity lift
exercise di peroleh nilai GMFM
Tabel 4 yang terdapat pada tabel 2 pada
Nilai Selisih GMFM awal pengukuran sebelum
Kelompok 1 dan Kelompok 2 pemberian bridging dan quadruped
position with lower extremity lift
exercise didapat nilai dengan mean
23,40 dan SD 3,435 kemudian pada
akhir pengukuran setelah
Berdasarkan hasil uji pemberian bridging dan quadruped
independent sample t-test dari data position with lower extremity lift
tersebut didapatkan nilai p = 0,302 exercise didapat mean 28,00 dan
di mana p> 0,05. Hal ini berarti SD 4,301. Kemudian dilakukan
bahwa tidak ada perbedaan pengujian dengan T-test related
pengaruh antara pemberian pada kelompok perlakuan pertama
bridging dan quadruped position dengan hasil P value 0,001 dimana
with lower extremity lift exercise P<α 0.05, sehingga dapat
dengan unilateral bridge dan prone disimpulkan bahwa ada
bridge exercise dalam peningkatan fungsional berdiri anak
meningkatkan fungsional berdiri cerebral palsy spastik diplegi pada
anak cerebral palsy spastik diplegi. pemberian bridging dan quadruped
position with lower extremity lift
5. Pembahasan exercise.
Hal tersebut terjadi karena
5.1. Analisis Pengaruh Pemberian pada bridging exercise akan terjadi
Bridging dan Quadruped Position rangsangan propioseptif yang
With Lower Extremity Lift masuk ke cerebelum dan korteks
Exercise dengan Unilateral Bridge serebri, respon yang terjadi akan
dan Prone Bridge Exercise mengaktifasi otot agonis dan
Berdasarkan hasil penelitian antagonis sehingga akan
yang telah dilakukan pada 10 orang mengontrol gerakan pelvis dan juga
sampel yang terbagi kedalam dua mengaktivasi kontraksi otot gluteus
kelompok yaitu kelompok 1 dan maksimus dan quadrisep tanpa
kelompok 2 dengan masing-masing aktivitas otot adduktor hip.
berjumlah lima orang sampel. Sebagaimana yang diketahui bawa
Dimana pada kelompok 1 diberikan anak cerebral palsy spastik diplegi
bridging dan quadruped position tidak pernah memiliki kesempatan
with lower extremity lift exercise untuk mengalami dan merasakan
dan kelompok 2 diberikan kontraksi otot gluteus maksimus,
unilateral bridge dan prone bridge quadrisep termasuk hamstring.
exercise. Pada kedua kelompok Otot-otot proksimal, terutama
tersebut didapatkan hasil pada uji gluteus maksimus, memberikan
mean berupa peningkatan kestabilan ekstensi hip yang
fungsional berdiri pada kelompok 1 berkontribusi pada stabilisasi pelvic
dan 2 dengan melihat hasil rata- dan sendi hip, dan demikian pula
rata, namun pada kelompok 2 quadrisep secara normal
76
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
77
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
78
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
79
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019
80