Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

1000-Article Text-2416-1-10-20190906

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

PERBEDAAN PENGARUH BRIDGING DAN QUADRUPED POSITION WITH LOWER


EKSTREMITY LIFT EXERCISE DENGAN UNILATERAL BRIDGE DAN PRONE
BRIDGE EXERCISE TERHADAP FUNGSIONAL BERDIRI PADA ANAK CEREBRAL
PALSY SPASTIK DIPLEGI
Sari Triyulianti
Program Studi D-III Fisioterapi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Abdurrab
Jl. Riau Ujung no. 73 Pekanbaru
Email : sari.tri.y@univrab.ac.id

ABSTRACT
Background: Cerebral Palsy (CP) is the most common form of physical disability in childhood,
it caused by a static lession in the immature brain. CP spastic diplegic is one of the most
common clinical subtypes of CP that lower limbs are more severely affected than the upper
limbs. Different methods have been used to improve standing function in children with CP
spasic diplegic, but still little is known regarding the effect of trunk strengthening exercise on
standing function in children with CP spastic diplegic. This study aims to compare the effect of
bridging and quadruped position with lower extremity lift exercise versus unilateral bridge and
prone bridge exercise on standing function in children with CP spastic diplegic. Methods: An
experimental study with pre and post test design on 10 children with CP spastic diplegic, ages 8
to 13 years. The children were divided into 2 groups: (1) group treated with bridging and
quadruped position with lower extremity lift exercise (Group-1), (2) group treated with
unilateral bridge and prone bridge exercise (Group-2). The treatments were given for 6 weeks, 3
days per week. Standing function was measured by Gross Motor Function Measurement
(GMFM). Results: The result showed that there were significant differences on standing function
in Group-1 (p=0,001) and Group-2 (p=0,002), but there were no significant differences on
standing function between Group-1 and Group-2 (p=0,302). Conclusion: There were no
differences between the group treated with bridging & quadruped position with lower extremity
lift exercise and group treated with unilateral bridge & prone bridge exercise on standing
function in children with CP spastic diplegic.
Keywords: bridging, quadruped position with lower ekstremity lift, unilateral bridge, prone
bridge, standing function
ABSTRAK
Latar Belakang: Cerebral Palsy (CP) adalah kondisi yang paling umum dari disabilitas fisik
pada anak, yang disebabkan oleh kerusakan pada otak yang belum matur. CP spastik diplegi
merupakan salah satu subtipe klinis CP yang sering terjadi dengan anggota gerak bawah lebih
berat daripada anggota gerak atas. Berbagai metode telah digunakan untuk meningkatkan
fungsional berdiri pada anak CP spastik diplegi, namun masih sedikit diketahui pengaruh
latihan penguatan trunk terhadap fungsional berdiri pada anak CP spastik diplegi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh latihan bridging dan quadruped position with
lower extremity lift exercise dengan unilateral bridge dan prone bridge exercise pada fungsional
berdiri anak CP spastik diplegi. Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian
eksperimental dengan desain pre dan post test pada 10 anak CP spastik diplegi, yang berusia 8
hingga 13 tahun. Sampel dikelompokan menjadi dua kelompok: (1) Kelompok perlakuan
pertama yang diberikan bridging dan quadruped position with lower extremity lift exercise
(kelompok 1), (2) Kelompok perlakuan kedua yang diberikan unilateral bridge dan prone bridge
exercise (kelompok 2). Intervensi diberikan selama 6 minggu, 3 hari per minggu. Fungsional
berdiri dinilai dengan menggunakan Gross Motor Function Measurement (GMFM). Hasil:
Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada fungsional berdiri kelompok 1
(p=0,001) dan kelompok 2 (p=0,002), namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada
fungsional berdiri antara kelompok 1 dan kelompok 2 (p=0,302). Kesimpulan: Tidak ada
perbedaan pengaruh antara pemberian bridging dan quadruped position with lower extremity
lift exercise dengan unilateral bridge dan prone bridge exercise dalam meningkatkan fungsional
berdiri anak cerebral palsy spastik diplegi.
Kata kunci: bridging, quadruped position with lower ekstremity lift, unilateral bridge, prone
bridge, fungsional berdiri

67
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

1. Pendahuluan gram [6]. Faktor resiko perinatal seperti


hypoxia atau trauma saat lahir seperti
Masa bayi dan anak merupakan haemmorrhage otak selama komplikasi
masa mereka mengalami pertumbuhan saat lahir. Penyebab postnatal termasuk
dan perkembangan yang cepat dan sangat trauma kepala, meningitis, encephalitis,
penting, sehingga nantinya menjadi dan infark pada otak [7].
landasan yang menentukan kualitas CP sering diklasifikasikan
penerus generasi bangsa. Pembentukan berdasarkan sifat tonus (spastisitas,
kualitas SDM yang optimal, baik sehat ataksia, dystonia, dan athetosis) dan pola
secara fisik maupun psikologis sangat distribusi anatomis umumnya
bergantung dari proses tumbuh dan diklasifikasikan sebagai hemiplegi,
kembang pada usia dini. Tumbuh diplegi dan quadriplegi. Dalam sebuah
kembang anak berlangsung secara teratur, studi berbasis populasi yang besar dari
saling berkaitan, dan berkesinambungan anak-anak berat lahir sangat rendah
dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. dengan kondisi CP, 25% anak dengan CP
Walaupun terdapat variasi, namun setiap spastik mengalami hemiplegi, 37,5%
anak akan melewati suatu pola tertentu. mengalami quadriplegi, dan 37,5%
Sejak lahir anak belajar bagaimana mengalami diplegi [8]. Beberapa bentuk
untuk mengontrol gerakan tubuh dan keterbatasan motorik terdapat pada semua
bagaimana untuk berinteraksi dengan anak dengan kondisi CP, mayoritas 72-
dunia sekitar mereka. Proses 91% dilaporkan menunjukkan spastisitas.
pembelajaran ini disebut perkembangan Bentuk spastik pada anak CP yang paling
skill motorik [1]. Namun tidak semua anak umum terjadi biasanya disertai tanda-
memiliki skill motorik yang baik. tanda klinis seperti pemendekan otot,
Gangguan tumbuh kembang termasuk kurangnya kontrol selektif, dan
gangguan motorik dapat terjadi pada anak kelemahan. Termasuk salah satunya pada
yang memiliki masalah didalam masa CP spastik diplegi [9].
pertumbuhan dan perkembangannya. CP spastik diplegi merupakan jenis
Disamping adanya keterlambatan tipe subklinis dari cerebral palsy yang
perkembangan motorik yang merupakan paling umum terjadi. Anak dengan CP
masalah yang paling penting, juga harus spastik diplegi memiliki gangguan
dipertimbangkan bahwa integritas sensori terutama kelemahan pada trunk dan
juga bisa terpengaruh. Perkembangan spastisitas pada ekstremitas bawah.
respon motorik dan sensorik pada lesi Kebanyakan dari mereka mengalami
sistem saraf pusat umumnya berpengaruh kekakuan otot (stiffness), spastisitas,
dan efek ini menyebabkan masalah kontraktur, kokontraksi otot,
perkembangan pada anak dengan abnormalitas refleks, gangguan postur
cerebral palsy [2]. dan kelemahan otot. Hal ini apabila tidak
Cerebral palsy (CP) adalah segera mendapat penanganan akan
gangguan perkembangan gerak dan mengakibatkan terjadinya deformitas.
postur serta keterbatasan aktivitas yang Sehingga menyebabkan terhambatnya
bersifat nonprogresif akibat lesi di otak fungsional sehari-hari yang selanjutnya
yang terjadi pada masa pertumbuhan dan mengakibatkan menurunnya kualitas
perkembangan [3]. Didunia, CP adalah hidup pada anak dengan kondisi CP
salah satu penyebab paling umum dari spastik diplegi [10].
disabilitas kronis pada anak. Prevalensi Berdasarkan bukti dari database
CP terjadi sekitar 2-3 per 1000 kelahiran besar yang mengkaji tentang karakteristik
hidup [4]. Data populasi CP di Indonesia penyakit, diperkirakan bahwa sekitar
sendiri belum dapat dikaji secara pasti. 35% dari anak-anak tidak dapat berdiri
Data laporan jumlah anak dengan kondisi secara mandiri, 4% tidak dapat berdiri
CP di YPAC (Yayasan Pendidikan Anak sama sekali, dan hampir sepertiga dari
Cacat) Semarang yang mengikuti anak-anak non ambulasi. Anak-anak
program rehabilitasi fisioterapi pada tersebut menghabiskan sebagian besar
tahun 2013 adalah sebanyak 75 anak [5]. hidup mereka dalam posisi duduk atau
Anak dengan kondisi CP biasanya berbaring sehingga hal ini akan beresiko
memiliki satu atau lebih faktor resiko, buruk terhadap perkembangannya dan
yang artinya sulit untuk ditentukan bertambahnya gangguan seperti
penyebab pastinya. Faktor prenatal meningkatnya kekakuan otot,
seperti infeksi, obat-obatan atau alkohol, meningkatnya kelemahan, dan
hipertiroid, keracunan berat, dan berat keterbatasan ROM. Defisit primer dan
badan bayi rendah yaitu dibawah 1500 gejala sisa yang dialami anak cerebral

68
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

palsy dapat memiliki dampak yang baik postur statis maupun dinamis. Hip,
signifikan pada kemampuan fungsional knee, trunk, dan neck extensor merupakan
mereka [11]. otot antigravitasi utama. Otot terkait
Kim et al (2015) menyebutkan lainnya termasuk neck flexors dan lateral
bahwa bahkan anak-anak yang sangat benders, trunk flexors dan lateral
fungsional dengan CP spastik cenderung benders, hip abductors dan adductors,
memiliki kelemahan yang cukup besar ankle pronators dan supinators.
pada ekstremitas mereka dibandingkan Kelemahan otot yang bertugas pada
dengan anak normal seusianya, dengan postur berdiri ini dialami oleh anak
tingkat kelemahan meningkat pada level dengan kondisi CP spastik diplegi, yang
keterlibatan neurologis. Namun menyebabkan mereka tidak mampu
terbatasnya kinerja fungsional pada anak berdiri secara mandiri, sehingga dapat
dengan cerebral palsy dapat ditingkatkan mengganggu kemampuan fungsional
melalui latihan [12]. berdiri. Oleh karena itu penting untuk
Anak-anak dengan kondisi CP menentukan jenis intervensi yang tepat
spastik diplegi mengalami banyak agar hasil yang diperoleh bisa maksimal
permasalahan pada motorik kasar seperti yang selanjutnya dapat meningkatkan
fungsional berdiri. Kemampuan berdiri kualitas hidup dan partisipasi dalam
menjadi penting agar anak mampu kegiatan sosial dan rekreasi pada anak-
mandiri melakukan fungsional sehari- anak dengan kondisi CP spastik diplegi.
hari. Berdiri merupakan posisi yang Berdasarkan hal ini maka dapat
sangat penting karena menjadi persiapan digunakan dua jenis intervensi yang bisa
sebelum tahap berjalan maupun sejumlah dilakukan agar prognosis menjadi lebih
aktifitas fungsional lainnya sehingga baik, diantaranya bridging dan quadrup
apabila anak memiliki masalah pada position with lower extremity lift exercise
posisi berdiri maka akan berimplikasi dengan unilateral bridge dan prone
pada gangguan aktifitas sehari-hari yang bridge exercise. Berdasarkan hasil
dapat mengarah pada keterbatasan fungsi penelitian yang dilakukan oleh Kim
dan disabilitas. Berdasarkan (2015), unilateral bridge dan prone
permasalahan yang timbul pada CP bridging exercise dapat digunakan
spastik diplegi maka fisioterapis sebagai treatment untuk mengaktivasi
mempunyai peranan dalam meningkatkan kelompok otot yang meningkatkan postur
kemampuan fungsional berdiri yang berdiri pada anak-anak dengan cerebral
menjadi keterbatasan pada anak dengan palsy spastik diplegi [12].
kondisi CP spastik diplegi. Banyaknya anak CP spastik diplegi
Posisi berdiri membutuhkan yang masih belum mencapai fungsional
pertahanan axis yang bagus dari kepala berdiri padahal sudah diberikan latihan.
hingga ke kaki, tumpuan beban pada kaki Sehingga diperlukan latihan yang
dan juga weight transfer ke lateral saat melibatkan komponen elemen berdiri
meraih, yang menjadi gerak persiapan untuk mencapai fungsional berdiri. Peran
sebelum berjalan. Namun permasalahan fisioterapi pada kasus CP spastik diplegi
berdiri banyak dialami oleh anak yang adalah meningkatkan fungsional berdiri
mengalami CP spastik diplegi. Hal ini dengan cara merangsang aktivasi otot
disebabkan karena anak cerebral palsy trunk dan hip, mengurangi anterior pelvic
spastik diplegi memiliki kelemahan yang tilt yang berlebihan, dan meningkatkan
signifikan pada trunk dan spastisitas koordinasi dan keseimbangan yang
terutama pada ekstremitas bawah. dilakukan melalui pemberian latihan
Deviasi alignment pelvic dalam posisi stabilisasi trunk. Metode latihan yang
berdiri adalah masalah umum pada anak- digunakan dalam penelitian ini adalah
anak dengan cerebral palsy, seperti anak- bridging dan quadruped position with
anak mempertahankan anterior pelvic tilt lower extremity lift exercise dengan
karena kontraktur otot iliopsoas serta unilateral bridge dan prone bridge
kelemahan pada trunk fleksor dan hip exercise. Latihan ini dipilih karena
ekstensor. Masalah yang terkait dengan hingga saat ini pengaruh bridging dan
anterior pelvic tilt termasuk antetortion quadruped position with lower extremity
femoral dan pergeseran medial patella lift exercise dengan unilateral bridge dan
pada sagittal plane bisection dari sendi prone bridge exercise belum
lutut [12]. diidentifikasi.
Secara umum, kontraksi otot Berdasarkan permasalahan tersebut
antigravity bertanggung jawab terutama maka penulis tertarik untuk meneliti
untuk menjaga tubuh dalam posisi tegak tentang perbedaan pengaruh bridging dan

69
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

quadruped position with lower extremity lutut menekuk dan tungkai yang
lift exercise dengan unilateral bridge dan kaku, pada kasus yang berat
prone bridge exercise terhadap terdapat pola jalan menggunting
fungsional berdiri pada anak cerebral (scissor gait). Spastisitas
palsy spastik diplegi. Dalam hal ini, berhubungan dengan kokontraksi,
pengukuran fungsional berdiri dilakukan klonus dan hiper refleks. Anak
dengan gross motor function dengan cerebral palsy secara umum
measurement (GMFM). memiliki pola tipikal seperti
kelemahan otot, gangguan kontrol
2. Tinjauan Pustaka motor selektif dan gangguan
sensori [15].
2.1. Cerebral Palsy Spastik Diplegi Diplegi didefinisikan sebagai
Istilah cerebral palsy keterlibatan seluruh tubuh, dimana
dipublikasikan pertama oleh kedua tungkai mengalami
Willam Little pada tahun 1843 keterbatasan fungsional yang lebih
dengan istilah “cerebral diplegia”, terkena daripada lengan. Kontrol
sebagai akibat dari prematuritas kepala dan kontrol pada ektremitas
atau asfiksia neonatorum. Istilah atas biasanya sedikit terkena dan
cerebral palsy diperkenalkan kemampuan bicara biasanya
pertama kali oleh Sir William Osler normal. Anak dengan cerebral
[13]
. palsy tipe diplegi mengalami hip
Cerebral berarti mengenai sedikit fleksi dan rotasi internal dan
otak dan palsy berarti kelumpuhan femoral anteversion, lutut semi
atau ketidakmampuan untuk fleksi, dan tergantung pada
bergerak. Cerebral palsy (CP) keterlibatan yang terkena dan
adalah gangguan perkembangan penanganan yang efektif, beberapa
gerak dan postur serta keterbatasan area berpotensi kontraktur seperti
aktivitas yang bersifat menetap dan hip, lutut, dan ankle. Selain itu,
nonprogresif akibat lesi di otak terdapat beberapa postur yang ikut
yang terjadi pada masa terpengaruh seperti ekstremitas atas
pertumbuhan dan perkembangan pada posisi internal rotasi bahu,
[13]
. siku fleksi, tangan dan jari-jari
Spastisitas adalah gangguan adduksi. Pola ini sering terlihat
yang diakibatkan oleh lesi pada setelah umur dua tahun dan terlihat
Upper Motor Neuron (UMN), Pada lebih jelas setelah tiga atau empat
cerebral palsy, spastisitas sering tahun [15].
dianggap sebagai gangguan motor
yang paling umum. Regulasi tonus 2.2. Gangguan Fungsional Berdiri
otot membantu untuk Cerebral palsy Spastik Diplegi
mempertahankan postur normal dan Cerebral palsy adalah
untuk memfasilitasi gerakan. gangguan motorik yang paling
Ketika otot meregang, sistem umum di negara berkembang dan
neuromuscular dapat merespon menggambarkan gangguan
secara otomatis mengubah tonus permanen pada perkembangan
otot. Modulasi refleks regang gerak dan postur. Kelainan motorik
penting dalam kontrol gerak dan sering disertai oleh gangguan
mempertahankan keseimbangan. sensasi, persepsi dan kognisi [16].
Spastisitas ditandai oleh Dibandingkan pada anak dengan
peningkatan refleks regang yang typical development (TD), anak
diintensifkan dengan kecepatan dengan CP diplegi sering
gerak. Hal ini menyebabkan memperlihatkan postur berdiri
aktivasi otot yang berlebihan yang dalam keadaan fleksi. Peneliti
bisa berkontribusi pada hipertonus mengungkapkan bahwa penilaian
otot. Pada cerebral palsy spastik, postur berdiri pada anak-anak
juga dikenal dengan gangguan dengan cerebral palsy bilateral
motor pyramidal, yang ditandai memperlihatkan alignment
dengan adanya hipertonus dan asimetris yang lebih jelas pada
aktivasi refleks patologis [14] anak-anak yang berdiri secara
Anak dengan cerebral palsy mandiri dibandingkan dengan
spastik menunjukkan adanya mereka membutuhkan support [17]
muscle imbalance, berdiri dengan

70
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

Posisi berdiri membutuhkan co-aktivasi yang harmonis dari


koneksi dari kepala hingga ke kaki, seluruh bagian.
sehingga setiap bagian dapat 3) Kontrol pelvis. Saat berdiri
bekerja secara simultan dan diimajinasikan terdapat dua garis
menambah kemampuan yang horizontal, yang satu terletak
berkembang dalam aktivitas diantara punggung bawah dan
lainnya. Koneksi pusat dari pelvis pelvis, dan yang satu lainnya
terhadap bagian tubuh atas dan terletak dibawah gluteus
bawah membutuhkan kerja yang maksimus, yaitu batas pelvis dan
harmonis melawan gravitasi. paha. Garis tersebut tidak ada
Adapun elemen prasyarat yang sebenarnya namun mereka
penting untuk berdiri adalah menunjukkan posisi anatomi
sebagai berikut: [18] yang benar pada pelvis. Awal
1) Kontrol kepala. Kontrol kepala gerakan pelvis pada posisi
adalah elemen yang sangat pronasi melibatkan turunnya
penting pada kontrol postur, kearah lantai, atau dalam kata
yang mengantarkan segala jenis lain pelvis menjadi posisi
gerakan manusia. Secara midline, dengan arah otot-otot
spesifik, otot kepala dan leher tungkai berubah dari proksimal
menghantarkan bagian lain pada menuju distal. Banyak anak
tubuh untuk bergerak dalam dengan CP spastik diplegi yang
aktivitas yang meliputi memiliki spine kifosis dengan
keseimbangan. Untuk mampu tonus rendah pada bagian
berdiri, salah satu yang paling proksimal tubuh dan retraksi
penting adalah kerja yang baik pelvis tidak memiliki garis
dari otot kepala dan leher. Leher imajinasi yang memisahkan
harus memiliki panjang yang pelvis dari trunk.
adekuat dan kepala harus segaris 4) Gerakan kaki dan tungkai. Untuk
dengan trunk yang tegak lurus. memindahkan kedua tungkai dan
2) Kontrol trunk. Selama gerakan kaki, terutama berdiri, hal yang
diatas lantai, berguling, dan sangat penting untuk
duduk, otot abdominal seperti diperhatikan adalah struktur dan
rektus abdomini dan obliqus gerakan pelvis. Dalam hal
abdominis berkembang untuk struktur tulang, pelvis yang
stabilisasi bagian proksimal stabil mempengaruhi dan
tubuh. Saat berdiri, stabilitas menetukan sudut sendi hip,
bagian proksimal menjaga femur, sendi lutut, tibia dan
alignment yang baik pada fibula, serta sendi ankle dengan
kepala, trunk, dan pelvis dan baik. Jika pelvis tertarik
menginisiasi kerja fleksor kebelakang sendi hip berubah ke
tungkai dan weight transfer ke internal rotasi dan adduksi dan
lateral. Namun anak dengan CP menekan femur dan tibia
spastik diplegi memperlihatkan kedalam, arah otot tertarik
kontrol kepala yang buruk menuju sendi hip. Gerakan ini
dikarenakan tonus yang rendah gerakan yang terbalik yang
dari bagian proksimal tubuh. dibutuhkan untuk membuat
Trunk yang inaktif menyebabkan ektensi yang baik. Quadrisep
kifosis trunk dengan abduksi adalah ekstensor lutut yang
scapula atau dengan kurva bekerja pada dua kelompok
lordosis dengan adduksi scapula sendi dan juga penggerak sendi
dan dengan elevasi tulang dada. hip. Perubahan pada sudut sendi
Ditambah lagi kebanyakan anak hip mempengaruhi sudut femur,
dengan CP tidak memiliki dan merubah aktivitas otot
kesempatan untuk weight quadrisep. Anak dengan CP
transfer atau berguling , dan spastik diplegi berdiri dengan
itulah mengapa mereka beban pada bagian medial kaki.
memperlihatan perkembangan Kelompok otot ektensor bekerja
yang buruk dari otot-otot pada ankle dan jari kaki tidak
proksimal, terutama bagian bisa bekerja dengan tepat.
lateral. Stabilitas yang benar dari Karenanya, anak berdiri pada
bagian tubuh proksimal adalah

71
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

dua kaki tetapi dengan BOS Perubahan alignment pelvis dan


yang unstabil. sudut sendi hip merubah arah dan
5) Weight transfer dari sisi ke sisi. peran setiap otot. Otot-otot
Anak mempraktekkan weight proksimal, terutama gluteus
transfer dari sisi ke sisi, yang maksimus, memberikan kestabilan
mirip dengan menjelajah saat ekstensi hip yang berkontribusi
berpegangan pada perabotan. pada stabilisasi pelvis dan sendi
Dengan meningkatnya hip, dan demikian pula quadrisep
perkembangan kontrol postur secara normal berkontraksi untuk
anak mampu berdiri sendiri ekstensi lutut.
tanpa berpegangan.
2.3. Bridging dan Quadruped Position
Kesulitan dalam With Lower Extremity Lift Exercise
menghasilkan reaksi antigravity Pelvic bridging adalah satu
selama berdiri juga berhubungan aktifitas dimana kaki mengontrol
dengan masalah persepsi [19]. gerakan pelvis dan juga
Selanjutnya, Damiano dkk mengaktivasi kontraksi otot gluteus
menemukan bahwa defisit maksimus dan quadrisep tanpa
propioseptif dengan gangguan aktivitas otot adduktor [18].
posisi sendi pada ekstremitas Latihan bridging memerlukan
bawah berhubungan dengan stabilisasi pada otot fleksor dan
instabilitas postur pada posisi ekstensor trunk yang berkaitan
berdiri kondisi cerebral palsy. dengan penguatan gluteus maximus
Gangguan propioseptif pada dan otot quadriceps dalam
ekstremitas bawah yang persiapan aktifitas saat menaikkan
berhubungan dengan instabilitas pinggul. Fungsi abdominal dengan
postur ini menyebabkan anak-anak gluteus maximus untuk mengontrol
kesulitan untuk meluruskan kaki pelvic tilt dan ekstensor lumbar
mereka dalam melawan gravitasi menstabilkan spine melawan
[20] tarikan gluteus maksimus [18].

Gambar 2 : Bridging exercise


Gambar 1. Posisi berdiri anak
dengan CP spastik diplegi [20] Quadruped position with
lower extremity lift menghasilkan
Karena perbedaan pada aktivitas terbesar pada erector spine
distribusi hipertonus dan stabilitas pada sisi tungkai yang diangkat
dinamis proksimal yang buruk, [21]. Posisi quadrup sering
adanya adduksi yang kuat dan disarankan pada praktik klinis
rotasi internal dari tungkai dengan sebagai posisi antigravitasi yang
pelvic backward. Disertai dengan mampu secara relatif mengurangi
perubahan panjang dan arah dari beban pada spine dan
semua otot yang terletak pada mempertahankan keseimbangan
sekitar pelvis dan sendi hip, yang dengan mudah dibandingkan
berkontribusi pada imobilisasi dengan posisi lain karena posisi ini
kedua tungkai dan menyebabkan membuat lebih mudah dalam
tungkai selalu bergerak bersama mempertahankan tulang belakang
dan hanya pada lingkup gerak yang pada posisi netral [22].
kecil. Kebanyakan anak dengan
cerebral palsy spastik diplegi tidak
pernah memiliki kesempatan untuk
mengalami dan merasakan
kontraksi otot gluteus maksimus,
quadrisep termasuk hamstring.
72
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

2.5. Pengukuran Fungsional Berdiri


Dengan Gross Motor Function
Gambar 3 : Quadruped position
Measurement (GMFM)
with lower ekstremity lift exercise
Fungsi motorik secara
intrinsik berkaitan dengan kapasitas
2.4. Unilateral Bridge dan Prone
untuk menghasilkan kekuatan dan
Bridge Exercise
dapat diukur melalui skala
Unilateral bridge exercise
fungsional, diantaranya yang paling
adalah latihan bridging dengan
banyak digunakan adalah
gerakan tahanan unilateral pada
instrument evaluasi Gross Motor
tungkai saat latihan akan
Function Measurementment
menyebabkan torsi yang
(GMFM) yang digunakan dalam 88
mengganggu tubuh, hal ini
aktivitas motorik untuk mencapai
menyebabkan kondisi yang tidak
hasil numerik sesuai dengan
stabil pada tubuh. Sehingga strategi
persentase pada pasien terkait.
ini efektif untuk merangsang
(Russel dan Gorter, 2005).
stabilisator tulang belakang [23].
Beberapa studi penelitian
menggunakan pengukuran Gross
Motor Function Measurementment
(GMFM) untuk melihat skor yang
dihasilkan berdasarkan kemampuan
fungsi motorik kasar sebagai
evaluasi terhadap latihan yang
diberikan pada anak dengan
cerebral palsy [25].
Gambar 4 : Unilateral bridge
GMFM telah menjadi gold
exercise.
standard untuk mengukur fungsi
motorik kasar pada pasien dengan
Prone bridge exercise yang
cerebral palsy. Gross Motor
diketahui sebagai intervensi utama
Function Measurement (GMFM)
yang secara klinis mengontrol
merupakan pengukuran pada 88
postur selama latihan yang efektif
item yang juga disebut dengan
mempengaruhi otot-otot trunk.
GMFM-88, yaitu suatu kriteria
Pada prone bridge exercise, terjadi
yang didasari pengukuran observasi
aktivasi pada rektus abdominis
secara spesifik yang dikembangkan
yang diikuti dengan otot oblique
untuk mengevaluasi perubahan
[24].
fungsi motorik kasar dari waktu ke
Latihan unilateral bridge dan
waktu pada anak dengan seluruh
prone bridge exercise adalah
spectrum yang luas dari tingkat
latihan yang bertujuan untuk
kemampuan pada cerebral palsy.
mengaktivasi otot berdasarkan core
GMFM-88 memiliki 5 dimensi: A-
strength exercise untuk orang
berbaring dan berguling; B-duduk;
dewasa dan disesuaikan dengan
C-kneeling dan merangkak; D-
anak. Latihan ini dapat mengurangi
berdiri; dan E-berjalan, berlari, dan
aktivasi berlebihan hip fleksor dan
melompat. Skor item dinilai dari 0
meningkatkan aktivasi ekstensor
sampai 3. Seluruh item dirangkum
pinggul [12]. Unilateral bridge dan
dan dinyatakan sebagai nilai dari
prone bridge exercise dirancang
total poin untuk setiap dimensi pada
berdasarkan core trength exercise
GMFM-88. Skor GMFM telah
untuk orang dewasa dan
menjadi pengukuran yang paling
disesuaikan dengan anak.
sering dipilih untuk mendeteksi
perubahan pada fungsi motorik
kasar terkait dengan evaluasi dari
berbagai jenis intervensi [26].

3. Metode Penelitian

3.1. Rancangan Penelitian


Gambar 5 : Prone bridge exercise.
73
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

Penelitian yang dilakukan dan lima orang pada perlakuan


bersifat eksperimental dengan kedua.
desain penelitian berupa pretest – Secara keseluruhan pasien
posttest group design untuk melihat berjumlah 10 (sepuluh) orang,
perbedaan pengaruh pemberian berusia antara 8 (delapan) sampai
bridging dan quadruped position dengan 13 (tiga belas) tahun yang
with lower extremity lift exercise diperoleh melalui proses
dengan unilateral bridge dan prone penatalaksanaan fisioterapi yang
bridge exercise dalam kemudian diberikan penjelasan
meningkatkan fungsional berdiri tentang tujuan serta maksud dari
pada anak cerebral palsy spastik penelitian tersebut hingga sampel
diplegi yang diterapkan pada menandatangani lembar persetujuan
kelompok perlakuan pertama dan menjadi sampel sebagai bentuk
perlakuan kedua. Perlakuan informed consent untuk menjadi
pertama diberikan bridging dan sampel penelitian. Dari hasil
quadruped position with lower pemeriksaan, sampel yang positif
extremity lift exercise dan mengalami gangguan dalam
kelompok perlakuan dua diberikan fungsional berdiri kemudian
unilateral bridge dan prone bridge diminta persetujuannya melalui
exercise. Kedua perlakuan ini orang tua sampel untuk dijadikan
bertujuan untuk meningkatkan sampel penelitian ini.
fungsional berdiri pada anak
cerebral palsy spastik diplegi. 3.4. Prosedur Intervensi
Instrumen pengukuran yang 1) Kelompok Perlakuan Pertama
digunakan untuk mengetahui Pada kelompok perlakuan
peningkatan fungsional berdiri pertama, sebelum diberikan
dengan Gross Motor Function latihan terlebih dahulu dilakukan
Measurementment (GMFM). pengukuran fungsional berdiri
Sebelum diberikan latihan, terlebih pada anak cerebral palsy spastik
dahulu dilakukan pengukuran diplegi dengan Gross Motor
fungsional berdiri menggunakan tes Function Measurement (GMFM)
tersebut. Selanjutnya sampel dimensi D. Setelah itu sample
diberikan latihan sebanyak 12 kali diberikan bridging dan
selama empat minggu dengan quadruped position with lower
frekuensi tiga kali seminggu. extremity lift exercise. Latihan
ini diberikan sebanyak tiga kali
3.2. Tempat dan Waktu dalam seminggu selama empat
Penelitian dilakukan Yayasan minggu. Dan pada akhir
Pembinaan Anak Cacat (YPAC) penelitian dilakukan pengukuran
Jakarta, Jalan Hang Lekiu III, No kembali untuk melihat
19 keluruhan Gunung, Kecamatan peningkatan kemampuan berdiri
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. melalui Gross Motor Function
Penelitian dilakukan pada bulan 29 Measurement (GMFM).
maret hingga 2 April 2016
2) Kelompok Perlakuan Kedua
3.3. Teknik Pengambilan Sampel Pada kelompok perlakuan
Pengambilan sample kedua, sampel diberikan
dilakukan dengan menggunakan unilateral bridge dan prone
teknik purposive sampling. bridge exercise. Latihan
Berdasarkan penelitian terdahulu diberikan sebanyak tiga kali
yang dilakukan oleh Joong-Hwi seminggu selama empat minggu.
Kim, PhD, PT dan Hye-Jung Seo, Sebelum intervensi sampel
MPH, PT tahun 2015 dalam Journal diperiksa untuk melihat
of Physical Therapy Science, Vol. kemampuan fungsional berdiri
27 Issue 5, p1337 yang berjudul dengan Gross Motor Function
“Effects of trunk-hip strengthening Measurement (GMFM) dimensi
on standing in children with spastic D, kemudian diberikan
diplegia” pada pilot studi unilateral bridge dan prone
komparatif didapatkan bahwa bridge exercise dan diukur
terdapat jumlah sampel sebanyak kembali nilai outcomenya untuk
lima orang pada perlakuan pertama melihat peningkatan fungsional

74
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

berdiri melalui Gross Motor dan setelah pemberian intervensi


pada kelompok 1 dapat dilihat pada
Perlakuan Shapiro Lavene’s Test
tabel 2.
Wilk Test
p-value p-value
Sebelum 1 0,419 0,092 Tabel 2 Uji Beda Nilai GMFM
Sesudah 1 0,335 pada Kelompok 1
Data1
Selisih Mean
0,814 SD P
Sebelum
Sebelum 2 23,40
0,440 3,4350,092
Sesudah 2 0,794 0,001
Selisih 2
Sesudah 0,314
28,00 4,301
F
unction Measurement (GMFM)
dimensi D.
Berdasarkan hasil uji paired
4. Hasil Percobaan sample t-test dari data tersebut
d Data Mean SD p
4.1. Analisis Uji Normalitas dan i
Kelompok 1 4,60 1,140
Homogenitas Data Sampel d 0,302
Uji normalitas ini digunakan Kelompok
a 2 5,60 1,673
sebagai awal perhitungan untuk p
mengetahui sampel yang telah atkan nilai p= 0,001 di mana p<
diperoleh berdistribusi normal, 0,05. Hal ini berarti bahwa
maka digunakan uji normalitas pemberian bridging dan quadruped
dengan menggunakan uji Saphiro position with lower extremity lift
Wilk Test. Hasil uji normalitas dan exercise meningkatkan fungsional
homogenitas dapat dilihat pada berdiri anak cerebral palsy spastik
tabel 1. diplegi.
Tabel 1.
Uji Normalitas dan Homogenitas 4.3. Analisis Uji Beda Nilai GMFM
Sebelum dan Setelah Pemberian
Berdasarkan tabel 1 di atas Unilateral Bridge dan Prone
dapat di lihat hasil pengujian Bridge Exercise
normalitas pada kelompok 1 dan 2 Untuk mengetahui apakah
maka didapatkan hasil bahwa ada peningkatan fungsional berdiri
seluruh kelompok data berdistribusi anak cerebral palsy spastik diplegi
normal. Sedangkan untuk hasil pada pemberian unilateral bridge
penghitungan uji homogenitas pada dan prone bridge exercise maka
kelompok 1 dan 2 didapatkan hasil dilakukan uji statistic menggunakan
uji statistik dengan levene’s test paired sample t-test. Hasil uji beda
pada kelompok perlakuan pertama nilai GMFM sebelum dan setelah
dan kelompok perlakuan kedua pemberian intervensi pada
yaitu nilai p= 0,092 (p>0,05), yang kelompok 2 dapat dilihat pada tabel
berarti bahwa pada awal penelitian 3.
antara kelompok 1 dan kelompok 2
tidak terdapat nilai GMFM yang Tabel 3 Uji Beda Nilai GMFM
bermakna sehingga dapat pada Kelompok 2
disimpulkan bahwa data tersebut
adalah homogen. Data Mean SD P
Sebelum 24,00 2,000
0,002
4.2. Analisis Uji Beda Nilai GMFM
Sesudah 29,60 3,209
Sebelum dan Setelah Pemberian
Bridging dan Quadruped Position
with Lower Extremity Lift Exercise Berdasarkan hasil uji paired
Untuk mengetahui apakah sample t-test dari data tersebut
ada peningkatan fungsional berdiri didapatkan nilai p= 0,002 di mana
anak cerebral palsy spastik diplegi p< 0,05. Hal ini berarti bahwa
pada pemberian bridging dan pemberian unilateral bridge dan
quadruped position with lower prone bridge exercise
extremity lift exercise (kelompok 1) meningkatkan fungsional berdiri
maka dilakukan uji statistik anak cerebral palsy spastik diplegi.
menggunakan paired sample t-test.
Hasil uji beda nilai GMFM sebelum

75
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

4.4. Analisis Uji Beda Nilai GMFM terlihat pengaruh yang lebih besar
Setelah Intervensi pada dibandingkan kelompok 1 pada
Kelompok 1 dan Kelompok 2 peningkatan fungsional berdiri. Jika
Untuk mengetahui ada dilihat dari pengujian deskriptif
perbedaan pengaruh antara pada kedua kelompok tersebut
pemberian bridging dan quadruped didapatkan perbedaan selisih mean
position with lower extremity lift nilai GMFM dimana pada
exercise dengan unilateral bridge kelompok 1 selisih mean yang
dan prone bridge exercise dalam didapat adalah 4,60 dan pada
meningkatkan fungsional berdiri kelompok 2 didapat mean 5,60
pada anak cerebral palsy spastik yang dapat disimpulkan terjadi
diplegi maka dilakukan uji statistik peningkatan nilai fungsional berdiri
menggunakan independent sample tetapi tidak signifikan.
t-test. Nilai selisih GMFM Pada kelompok 1 dengan
kelompok 1 dan 2 dapat dilihat pemberian bridging dan quadruped
pada tabel 4. position with lower extremity lift
exercise di peroleh nilai GMFM
Tabel 4 yang terdapat pada tabel 2 pada
Nilai Selisih GMFM awal pengukuran sebelum
Kelompok 1 dan Kelompok 2 pemberian bridging dan quadruped
position with lower extremity lift
exercise didapat nilai dengan mean
23,40 dan SD 3,435 kemudian pada
akhir pengukuran setelah
Berdasarkan hasil uji pemberian bridging dan quadruped
independent sample t-test dari data position with lower extremity lift
tersebut didapatkan nilai p = 0,302 exercise didapat mean 28,00 dan
di mana p> 0,05. Hal ini berarti SD 4,301. Kemudian dilakukan
bahwa tidak ada perbedaan pengujian dengan T-test related
pengaruh antara pemberian pada kelompok perlakuan pertama
bridging dan quadruped position dengan hasil P value 0,001 dimana
with lower extremity lift exercise P<α 0.05, sehingga dapat
dengan unilateral bridge dan prone disimpulkan bahwa ada
bridge exercise dalam peningkatan fungsional berdiri anak
meningkatkan fungsional berdiri cerebral palsy spastik diplegi pada
anak cerebral palsy spastik diplegi. pemberian bridging dan quadruped
position with lower extremity lift
5. Pembahasan exercise.
Hal tersebut terjadi karena
5.1. Analisis Pengaruh Pemberian pada bridging exercise akan terjadi
Bridging dan Quadruped Position rangsangan propioseptif yang
With Lower Extremity Lift masuk ke cerebelum dan korteks
Exercise dengan Unilateral Bridge serebri, respon yang terjadi akan
dan Prone Bridge Exercise mengaktifasi otot agonis dan
Berdasarkan hasil penelitian antagonis sehingga akan
yang telah dilakukan pada 10 orang mengontrol gerakan pelvis dan juga
sampel yang terbagi kedalam dua mengaktivasi kontraksi otot gluteus
kelompok yaitu kelompok 1 dan maksimus dan quadrisep tanpa
kelompok 2 dengan masing-masing aktivitas otot adduktor hip.
berjumlah lima orang sampel. Sebagaimana yang diketahui bawa
Dimana pada kelompok 1 diberikan anak cerebral palsy spastik diplegi
bridging dan quadruped position tidak pernah memiliki kesempatan
with lower extremity lift exercise untuk mengalami dan merasakan
dan kelompok 2 diberikan kontraksi otot gluteus maksimus,
unilateral bridge dan prone bridge quadrisep termasuk hamstring.
exercise. Pada kedua kelompok Otot-otot proksimal, terutama
tersebut didapatkan hasil pada uji gluteus maksimus, memberikan
mean berupa peningkatan kestabilan ekstensi hip yang
fungsional berdiri pada kelompok 1 berkontribusi pada stabilisasi pelvic
dan 2 dengan melihat hasil rata- dan sendi hip, dan demikian pula
rata, namun pada kelompok 2 quadrisep secara normal

76
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

berkontraksi untuk ekstensi. exercise meningkatkan fungsional


Sehingga otot akan bekerja secara berdiri pada anak cerebral palsy
sinergis antara agonis dan antagonis spastik diplegi.
dan fungsional berdiri dapat Hasil tersebut diperoleh
tercapai. Adapun terjadi mekanisme karena pada saat unilateral bridge
stretch refleks dimana terjadi exercise dan prone bridge exercise
stimulus pada muscle spindle adanya stretch refleks melalui
berjalan sepanjang nervus spinal muscle spindle sebagai reseptor
dan memasuki medulla spinalis sensorik proprioseptif memberikan
melalui akar dorsal dan mengirim informasi yang disalurkan ke otak
cabang ke setiap α motor neuron tentang perubahan posisi sendi pada
yang menuju otot dan tiap gerakan. Pada prone bridge
meninggalkan medulla spinalis exercise, terjadi propioseptif yang
melalui akar ventral dan mensuply berasal dari support berupa handuk
serabut otot skelet. Quadruped yang terletak antara dada dan pelvic
position with lower extremity lift yang menghasilkan tekanan
exercise yang posisi tidak stabil informasi proprioseptif disalurkan
saat gerakan selama latihan, hal ini ke otak melalui kolumna dorsalis
akan berkontribusi terhadap medula spinalis. Sebagian besar
kestabilan tulang belakang dan masuk (input) proprioseptif menuju
pelvis. cerebellum, tetapi ada juga yang
Penelitian yang menggunakan menuju korteks cerebri melalui
bridging dan quadruped position lemnikus medialis dan thalamus.
with lower extremity lift exercise Karena unilateral bridge
untuk dapat meningkatkan merupakan gerakan yang
fungsional berdiri juga telah bergantian, maka ada suatu respon
dilakukan sebelumnya oleh Joong- ke corpus callosum. Input
Hwi Kim, PhD, PT dan Hye-Jung proprioseptive menstimulasi otot,
Seo, MPH, PT tahun 2015 dalam stimulasi dibawa ke spinal cord.
Journal of Physical Therapy Dari spinal cord stimulasi menuju
Science, Vol. 27 Issue 5, p1337 dua cabang, satu menuju
yang berjudul “Effects of trunk-hip cerebellum dan yang satu
strengthening on standing in diteruskan ke thalamus. Pada
children with spastic diplegia” [12]. cerebellum bertujuan untuk
Dimana pemberian latihan ini kontraksi otot agonis – antagonis
menemukan bahwa adanya yang mempertahankan
peningkatan fungsional berdiri anak keseimbangan tubuh dan mengatur
cerebral palsy spastik diplegi jika postur tubuh. Unilateral bridge dan
diberikan bridging dan quadruped prone bridge exercise mengurangi
position with lower extremity lift aktivasi berlebihan hip fleksor dan
exercise sehingga memperkuat meningkatkan aktivasi hip
penulis dalam penelitian ini. ekstensor. Latihan unilateral bridge
Pada kelompok perlakuan dapat merangsang aktivasi otot
kedua yang berjumlah lima orang stabilisator tulang belakang, dimana
sampel dengan pemberian otot akan saling berkontraksi secara
unilateral bridge dan prone bridge simultan dalam mempertahankan
exercise diperoleh nilai GMFM trunk pada posisi stabil tanpa
pada fungsional berdiri pada awal adanya rotasi yang diakibatkan
pengukuran sebelum pemberian ketidakstabilan trunk selama pada
unilateral bridge dan prone bridge unilateral bridge exercise. Karena
exercise yang ada pada tabel 3 ketidakstabilan pada unilateral
mean 24,00 dan SD 2,00 kemudian bridge exercise, otot-otot yang
pada akhir pengukuran setelah melintasi dinding abdomen perlu
pemberian unilateral bridge dan kokontraksi yang lebih untuk
prone bridge exercise didapat mean mempertahankan unilateral pelvic
29,60 dan SD 3,209. Kemudian bridging tanpa adanya rotasi pada
dilakukan pengujuan dengan T-test tulang belakang, fleksi hip dan
related pada kelompok 2 dengan pelvic tilt. Sehingga dalam
hasil p value 0,002 dimana P < α mempertahankan stabilitas tulang
0.05 yang berarti bahwa pemberian belakang terjadi peningkatan intra
unilateral bridge dan prone bridge abdominal oleh kokontraksi otot-

77
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

otot trunk secara simultan. dan semitendinosus serta


Ditambah dengan pemberian prone peningkatan yang signifikan pada
bridge exercise yang menghasilkan aktivasi gluteus maksimus dalam
peningkatan aktivasi dari otot kelompok latihan modifikasi hip
multifidus yang menjadi stabilisasi dan trunk. Oleh karena itu,
tulang belakang dalam posisi netral unilateral bridge dan prone bridge
serta menurunkan aktivasi exercise dapat mengurangi aktivasi
berlebihan dari otot erector spine berlebihan aktivasi fleksor hip dan
karena trunk dan sendi hip tetap meningkatkan aktivasi ekstensor
selama prone bridge exercise. hip [12].
Terjadinya interaksi koordinasi dan Berdasarkan data yang
kekuatan antara otot abdominal, diperoleh didapat nilai mean selisih
trunk, dan otot hip selama aktifitas 4,60 dan SD 1,140 pada kelompok
untuk memastikan vertebra agar perlakuan pertama sedangkan
tetap stabil dan kuat dalam mean selisih 5,60 dan SD 1,673
pergerakannya sehari-hari dan pada kelompok perlakuan kedua.
memberikan suatu pola adanya Dengan menggunakan uji T-Test
stabilitas proksimal yang Independent maka didapatkan hasil
digunakan untuk mobilitas pada dengan nilai p value 0,302 yang
distal. Pola proksimal ke distal artinya tidak ada perbedaan
merupakan gerakan pengaruh yang signifikan antara
berkesinambungan yang pemberian bridging dan quadruped
melindungi sendi pada distal yang position with lower extremity lift
digunakan untuk mobilisasi saat exercise dengan unilateral bridge
bergerak. dan prone bridge exercise dalam
Saat bergerak otot-otot core meningkatkan fungsional berdiri
meliputi trunk dan pelvic yang pada anak cerebral palsy spastik
bertanggung jawab untuk diplegi.
memelihara stabilitas spine dan Berdasarkan uraian diatas
pelvic, sehingga membantu dalam pada akhir penelitian dapat dilihat
aktifitas. Melalui aktivasi otot bahwa baik pada kelompok 1
inilah tercapainya peningkatan maupun kelompok 2 keduanya
fungsional berdiri. Sehingga sama-sama terjadi peningkatan
unilateral bridge dan prone bridge fungsional berdiri. Namun hasil
exercise dapat mengaktivasi tersebut tidak memiliki perbedaan
kelompok otot yang paling lemah pengaruh yang signifikan di antara
pada anak-anak dengan masalah kelompok 1 dan perlakuan 2. Jika
kemampuan berdiri dan dilihat dari perbandingan nilai
menurunkan aktivasi otot yang selisih GMFM terdapat perbedaan
berlebihan pada anak cerebral selisih antara kelompok perlakuan
palsy spastik diplegi. pertama dan perlakuan kedua
Hal ini terbukti dengan hasil namun tidak memiliki perbedaan
penelitian yang dilakukan oleh Kim pengaruh yang signifikan. Hasil
et al (2015), dimana adanya tersebut diperoleh disebabkan
penurunan aktivasi yang berlebihan karena adanya berbagai faktor-
dari erector spinae, yang menjadi faktor lain yang berpengaruh,
alasan terhadap terjadinya seperti aktivitas sehari-hari yang
penurunan anterior pelvic tilt pada dilakukan oleh sampel yang tidak
pemberian unilateral bridge dan bisa peneliti kontrol, pemakaian
prone bridge exercise. Dalam sepatu khusus, serta pemahaman
penelitiannya, Kim (2015) sampel terhadap instruksi yang
menemukan adanya penurunan diberikan oleh peneliti. Visual juga
yang signifikan pada pelvic berpengaruh yang menyebabkan
anterior tilt selama berdiri setelah pandangan tidak fokus terhadap
intervensi 6 minggu bisa latihan yang diberikan dan juga
disebabkan aktivasi meningkat dari berdampak terhadap konsentrasi
ekstensor hip dan aktivasi anak saat diberikan instruksi saat
berkurang dari fleksor hip. Hasil latihan. Motivasi juga sangat
EMG menunjukkan penurunan berpengaruh untuk dapat
yang signifikan pada aktivasi dari melakukan gerakan dengan benar
otot erector spine, rectus femoris,

78
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

sesuai dengan instruksi yang [8] T. M. O. Shea, “Diagnosis, treatment,


diberikan oleh fisioterapis. and prevention of cerebral p... [Clin
Obstet Gynecol. 2008] - PubMed
6. Kesimpulan result,” vol. 51, no. 4, pp. 816–828,
2008.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan di atas maka kesimpulan [9] E. Odding, M. E. Roebroeck, and H.
yang dapat di ambil adalah bahwa J. Stam, “The epidemiology of
pemberian bridging dan quadruped cerebral palsy: Incidence,
position with lower extremity lift exercise impairments and risk factors,”
maupun pemberian unilateral bridge dan Disabil. Rehabil., vol. 28, no. 4, pp.
prone bridge exercise dapat 183–191, 2006.
meningkatkan fungsional berdiri pada
anak cerebral palsy spastik diplegi. Serta [10] M. K. G nel, T. Duygu, C. Ozal, and
tidak ada perbedaan pengaruh antara O. K. Kara, “Physical Management of
pemberian bridging dan quadruped Children with Cerebral Palsy,” Long-
position with lower extremity lift exercise Haul Travel Motiv. by Int. Tour. to
dengan unilateral bridge dan prone Penang, 2014.
bridge exercise dalam meningkatkan
[11] J. Freeman, “The Clinical
fungsional berdiri pada anak cerebral
Effectiveness and Personal
palsy spastik diplegi
Experience of Supported Standing for
Children with Cerebral Palsy : a
REFERENSI Comprehensive Systematic Review
[1] N. Shenouda, L. Gabel, and B. W. Protocol,” 2014.
Timmons, “Preschooler focus:
[12] J.-H. Kim and H.-J. Seo, “Effects of
Physical Activity and Motor Skill
trunk-hip strengthening on standing in
Development,” Child Heal. Exerc.
children with spastic diplegia: a
Med. Progr., no. 3, 2011. comparative pilot study,” J. Phys.
[2] R. Dewar, S. Love, and L. M. Ther. Sci., vol. 27, no. 5, pp. 1337–
Johnston, “Exercise interventions 1340, 2015.
improve postural control in children
[13] J. L. Pedroso and O. G. P. Barsottini,
with cerebral palsy: A systematic
“Neurological contributions from
review,” Dev. Med. Child Neurol.,
William Osler,” Arq. Neuropsiquiatr.,
vol. 57, no. 6, pp. 504–520, 2015.
vol. 71, no. 4, pp. 258–260, 2013.
[3] A. Opheim, R. Jahnsen, E. Olsson,
[14] L. Bar-on et al., “Spasticity and Its
and J. K. Stanghelle, “Walking
Contribution to Hypertonia in
function, pain, and fatigue in adults
Cerebral Palsy,” vol. 2015, 2015.
with cerebral palsy: A 7-year follow-
up study,” Dev. Med. Child Neurol., [15] E. Svraka, Cerebral Palsy:
vol. 51, no. 5, pp. 381–388, 2009. Challenges for the Future. Croatia:
InTech, 2014.
[4] R. M. Mcadams and S. E. Jull, “and
Parental Counseling Cerebral [16] P. Rosenbaum, Cerebral Palsy: What
Palsy :,” vol. 12, no. 10, 2011. parents and doctors wants to know.
BMJ, 2003.
[5] YPAC, Data Pasien Menjalani
Fisioterapi. 2013. [17] C. M. Lidbeck and E. M. Gutierrez-
farewik, “Postural Orientation During
[6] A. T. Pakula, K. Van Naarden Braun,
Standing in Children With Bilateral,”
and M. Yeargin-Allsopp, “Cerebral
pp. 223–229, 2014.
Palsy: Classification and
Epidemiology,” Phys. Med. Rehabil. [18] J. Hong, From The Development
Clin. N. Am., vol. 20, no. 3, pp. 425– Cerebral Palsy Treatment
452, 2009. Ideas.Korea. Koonja publishing,
2011.
[7] M. W. Jones, E. Morgan, J. E.
Shelton, and C. Thorogood, “Cerebral [19] A. Ferrari, A. Sghedoni, S. Alboresi,
Palsy: Introduction and Diagnosis E. Pedroni, and F. Lombardi, “New
(Part I),” J. Pediatr. Heal. Care, vol. definitions of 6 clinical signs of
21, no. 3, pp. 146–152, 2007. perceptual disorder in children with

79
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 02, Agustus 2019

cerebral palsy: An observational Sari Triyulianti, memperoleh Ahli Madya


study through reliability measures.,” Fisioterapi pada tahun 2015 di Universitas
Eur. J. Phys. Rehabil. Med., no. 50, Abdurrab. Kemudian tahun 2017
pp. 707–716, 2014. memperoleh gelar Sarjana Fisioterapi di
Universitas Esa Unggul dan pada tahun
[20] L. Damiano, D., Wingert, J. R., 2020 telah menyelesaikan program Magister
Stanley, C. J., & Curatalo, Ilmu Biomedik di Universitas Indonesia.
“Contribution of hip joint Saat ini sebagai Dosen Tetap Prodi D-III
proprioception to static and dynamic Fisioterapi Universitas Abdurrab.
balance in cerebral palsy: A case
control study,” J. Neuroeng. Rehabil.,
vol. 10, no. 1, p. 57, 2013.
[21] M. P. García-vaquero, J. M.
Moreside, E. Brontons-gil, N. Peco-
gonzález, and F. J. Vera-garcia,
“Trunk muscle activation during
stabilization exercises with single and
double leg support,” vol. 22, pp. 398–
406, 2012.
[22] B. C. Queiroz, M. F. Cagliari, C. F.
Amorim, and I. C. Sacco, “Muscle
Activation During Four Pilates Core
Stability Exercises in Quadruped
Position,” YAPMR, vol. 91, no. 1, pp.
86–92, 2010.
[23] D. Behm and J. C. Colado, “The
effectiveness of resistance training
using unstable surfaces and devices
for rehabilitation,” vol. 7, no. 2, pp.
226–241, 2012.
[24] R. a. Ekstrom, R. a Donatelli, and K.
Carp, “Electromyographic Analysis
of Core Trunk, Hip, and Thigh
Muscles During 9 Rehabilitation
Exercises,” vol. 37, no. 12, pp. 754–
762, 2007.
[25] V. A. Scholtes, J. G. Becher, Y. J.
Janssen-potten, H. Dekkers, L.
Smallenbroek, and A. J. Dallmeijer,
“Research in Developmental
Disabilities Effectiveness of
functional progressive resistance
exercise training on walking ability in
children with cerebral palsy : A
randomized controlled trial,” Res.
Dev. Disabil., vol. 33, no. 1, pp. 181–
188, 2012.
[26] A. L. Josenby, G.-B. Jarnlo, C.
Gummesson, and E. Nordmark,
“Longitudinal Construct Validity of
the GMFM-88 Total Score and Goal
Total Score and the GMFM-66 Score
in a,” vol. 89, no. 4, 2009.

80

You might also like