Identifikasi Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muara Jambi Sebagai Pusat Pendidikan Di Asia Tenggara Pada Masa Melayu Kuno Abad VII Sampai XII
Identifikasi Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muara Jambi Sebagai Pusat Pendidikan Di Asia Tenggara Pada Masa Melayu Kuno Abad VII Sampai XII
Identifikasi Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muara Jambi Sebagai Pusat Pendidikan Di Asia Tenggara Pada Masa Melayu Kuno Abad VII Sampai XII
ABSTRAK
Perkembangan ajaran Buddha di Sumatera, khususnya di Jambi telah
berlangsung setidaknya sejak abad ke-7 M, dibuktikan dengan
tinggalan arkeologi berupa sebaran struktur candi di Kawasan
Percandian Muarajambi seluas 3.981 Ha. Upaya rekonstruksi telah
dilakukan sejak tahun 1975, namun interpretasi fungsi bangunan
belum banyak diteliti, sehingga hanya dikaitkan dengan bangunan
peribadatan agama Buddha. Perkembangan data penelitian
menunjukkan hal berbeda, ada kemungkinan fungsi lain, yakni sebagai
pusat pendidikan. Asumsi tersebut diungkapkan melalui dua
pertanyaan penelitian; Apa saja ragam data arkeologi pendukung
percandian Muarajambi sebagai pusat pendidikan? Bagaimana sarana-
prasarana pendukung pendidikan di Percandian Muarajambi pada abad
ke-7 -12 M? Untuk menjawab pertanyaan penelitian digunakan metode
arkeologi, melalui tahapan sistimatis meliputi; pengumpulan data,
pengolahan data dalam betuk identifikasi dan klasifikasi, serta
interpretasi data. Pada bagian ahir diambil kesimpulan terkait fungsi
masing-masing bangunan candi serta struktur pendukung lain sebagai
sarana prasarana pendidikan di Asia Tenggara pada abad ke-7 – 12 M.
Kata kunci: Mahavihara, Candi, Muarajambi.
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 133
PENDAHULUAN penting obat-obatan. Demikian juga
Sumatera dalam beberapa sumber dengan catatan dari penjelajah asing lain,
tertulis menjelang awal abad masehi, seperti dari Arab, maupun India,
disebutkan sebagai pulau yang memiliki menyebutkan hal yang sama. Sehingga
peranan penting dalam pertemuan dua setidaknya dapat diperkirakan bahwa
peradaban tua dunia, India, dan China. kapur barus diburu para pedagang asing
Bahkan Herodutus, sejarawan dan ahli ke Sumatra setidaknya sejak abad ke-4
geografi yang hidup di masa Yunani kuno M. Catatan tertua mengenai kamper atau
menyebutkan Sumatera sebagai salah satu kapur Barus yang berasal dari abad ke-4
pulau dengan lokasi paling strategis M, terdapat dalam kumpulan dokumen
dengan segela kekayaan alamnya. Bentang yang disebut “Surat-Surat Lama”,
alam yang khas dengan pegunungan bukit ditemukan di Dunhang, China dan ditulis
barisan yang membentang dari barat oleh pedagang Sogdian yang menelusuri
hingga ke timur, dan diantara kedua jalur sutera (Guillot, 2008: 35).
sisinya mengalir sungai-sungai besar yang Kebutuhan akan kapur barus, dan
memberikan kehidupan dan melahirkan lada menjadi faktor utama yang membawa
peradaban berciri khas Sumatera kapal dagang dari India berlayar menuju
(Marsden, 2016: 29). Merujuk pada Sumatera. Semakin ramai setelah abad ke-
sumber lain, terutama hasil ekskavasi 4 M. Faktor kedua yang menarik kapal-
arkeologi di pantai barat Sumatera, kapal India untuk berlayar ke Sumatera
terindikasikan bahwa sejak masa Mesir adalah kebutuhan akan emas, dengan data
kuno, Sumatera telah menjadi tujuan yang mengatakan bahwa pada awalnya
utama kapal-kapal dari Mesir dan belahan kebutuhan emas India, disuplai dari
benua lain untuk bertukar komoditi yang daratan Siberia, namun di awal abad ke-3
paling dicari yakni kapur barus, emas, M, terjadi migrasi besar-besaran dari
dan lada. Data artefak dan catatan kuno Siberia ke Asia Tengah, sehingga jalur
seperti karya Acitus, seoarang ahli dagang kontinen terputus. Desakan yang
pengobatan dari Mesopotamia yang hidup begitu tinggi dari masyarakat India,
sekitaran abad ke-6 M, menyebutkan memaksa pa r a pe nc a r i e ma s
penggunanan kapur barus sebagai bahan me la ya r ka n kapal-kapal-nya ke
134 Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muarajambi, Asyhadi M. Sadzali dan Yundi Fitrah
Swarnadwipa atau ke pulau emas (Codes, pemerintahan Raja Zabag atau Sabak, baik
2017: 48). Swarnadwipa sendiri oleh para dalam berita Arab, berita China, maupun
sarjana yang banyak meneliti peradaban prasasti sejauh ini belum ditemukan.
Sumatera masa Klasik, seperti Codes, Beberapa catatan yang menggambarkan
Wolters, dan Utomo, dalam karya lokasi Zabag banyak diberitakan para
besarnya sepakat merupakan nama lain pedagang Arab, yang kemudian dikutip
dari Sumatera. Hippotesa ini diperkuat dari Wolters, dan diinterpretasikan sebagai
hasil interpretasi Codes atas prasasti Sumatera (Wolters, 2011: 199).
Kadaram yang dikeluarkan dinasti Cola, Letak strategis di pantai timur
India Selatan, serta syair kuno dari Tamil Sumatera dan menghadap langsung Selat
yang dikenal dengan Kalinggattuparani, Malaka, serta dukungan komoditi utama
menyebutkan Swarnadwipa nama dalam dunia; kapur barus, lada, emas, damar, dan
syair itu mungkin sekali dimaksudkan hasil hutan, membawa Pelabuhan Sabak
Sumatera (Codes, 2014: 23). menuju puncak kejayaannya. Berdasarkan
Satu diantara pelabuhan utama di data arkeologi, masa keemasan Zabag
Swarnadiwipa atau Sumatera pada masa berlangsung di abad ke-7 sampai 13 M.
klasik adalah Zabag, atau Sabak. Nama Kejayaan dan kemakmuran perekonomian
Pelabuhan Sabak ini banyak disebutkan yang kemudian menyokong aktifitas
dalam catatan penjelajah Arab. Beberapa keagamaan dan pengembangan pendidikan
diantaranya; Ibn Khurdadjabah (913 M) Budha di wilayah hilir Sungai Batanghari,
dalam karya berjudul Al-Masalik wal Sumatera, sedangkan sebagian besar
Mamalik. Selain itu, Abu Zayd Al-Siraf wilayah lain di Asia Tenggara masih
(916 M) dalam karya yang telah memeluk ajaran Hindu Siwa (Utomo,
diterjemahkan berjudul Ancient Accounts 2011: 35).
of China and India. Berdasarkan sumber- Berdasarkan dari catatan biksu
sumber Arab, dikatakan bahwa penguasa Itsing, pada pusat pendidikan ini belajar
Zabak, Sri Maharaja, yang juga diartikan lebih dari seribu biksu, dan bahkan Ia
sebagai „Raja Pulau-Pulau‟ yang merekomendasikan kepada siapapun yang
berkedudukan pada lokasi tempat masuk hendak belajar Budha lebih lanjut sebelum
selat-selat (Codes, 2014: 121). Gambaran ke Nelanda, hendaknya belajar terlebih
secara spesifik mengenai lokasi pusat dahulu di Swranadwipa (Takakusu, 1896:
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 135
38). Oleh banyak ahli berasumsi loksi peneleitian Disertasi tersebut
tersebut adalah kawasan percandian menyimpulkan bahwa Percandian
Muarajambi. Pembuktian terus dilakukan Muarajambi merupakan Mahavihara
melalui penelitian baik dari Balai tempat belajar para biksu dari berbagai
Arkeologi Sumatera Selatan, Pusat wilayah di Asia, satu diantara muridnya
Penelitian Arkeologi Nasional, Balai termasuk Itsing. Poin kedua diambil
Pelestarian Cagar Budaya Jambi, maupuan kesimpulan bahwa secara arsitektural
dari Program Studi Arkeologi Universitas bangunan diklasifikasikan ke dalam dua
Jambi, untuk terus mengidentifikasi serta jenis bentuk dan fungsi bangunan
menginterpretasi tinggalan arkeologi di berdasarkan jumlah halaman. Dimana
kawasan percandian Muarajambi, sebagai candi yang berhalaman satu disimpulkan
lokasi yang diperkirakan tempat biksu sebagai tempat religi yang sifatnya sakral,
Itsing, dan Atisa pada tahun 1012 dan bangunan candi berhalaman banyak
menimba ilmu kepada Maha Guru Agung disimpulkan sebagai tempat untuk
Dharmakirti di Swarnadwipa (Tansen, pembelajaran atau mahavihara yang
2014: 51). sifatnya profan (Widiatmoko, 2015: 338-
Catatan kuno ini banyak 339).
mendorong penelitian awal Muarajambi Kajian arkeologi yang
pada dekade 1975 oleh Pusat Penelitian menginterpretaskan Percandian
Arkeologi Nasional, hingga di Tahun Muarajambi sebagai pusat pendidikan
2014, Adapun asumsi terkiat fungsi dan hanya pada Disertasi berjudul; Situs
perananan percandian yang tersebar di Muarajambi Sebagai Mahavihara Abad
kawasan seluas 3.950 Ha, adalah komplek Ke-7 – 12 M, yang ditulis oleh Agus
religius Budha, kerajaan Melayu Kuno. Widiatmoko. Pada umumnya masyarakat
Pada tahun 2015 pada Disertasi Arkeologi akademis dan awam, masih banyak yang
Universitas Indonesia, muncul asumsi baru berpandangan bahwa Percandian
yang menginterpretasikan percandian Muarajambi sebatas tempat peribadatan
Muarajambi bukan sebagai pusat berlatarbelakang agama Budha. Bahkan
peribadatan, namun merupakan sebuah Outstanding Universal Value, atau OUV
Mahavihara, atau pusat pendidikan di abad pada dokumen pengajuan Percandian
ke-7 sampai dengan 13 M. Hasil Muarajambi sebagai Warisan Dunia
136 Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muarajambi, Asyhadi M. Sadzali dan Yundi Fitrah
dengan No Ref; 5465, juga masih dan dijawab dengan menggunakan
bepandagan Percandian Muarajambi pendekatan metode arkeologi dengan
sebagai komplek bangunan peribadatan bentuk penalaran bersifat deduktif atau
Budhisme dari umum kepada kajian lebih spesifik
(https://whc.unesco.org/en/tentativelists/5465). yakni fungsi dari delapan bagunan
Penelitian ini dilatarbelakangi atas percandian Muarajambi yang telah
minimnya kajian identifikasi dan melewati tahapan ekskavasi dan
interpretasi atas Percandian Muarajambi. pemugaran. Secara lebih terperinci,
Sedangkan di sisi lain temuan baru hasil metode penelitian dengan judul;
ekskavasi terus berkembang. Oleh karena Identifikasi Arkeologi Sarana dan
itu penting mempertanyakan kembali Prasarana Mahavihara Muarajambi
sarana prasarana Percandian Muarajambi sebagai Pusat Pendidikan di Asia Tenggara
sebagai Mahavihara pusat pendidikan pada Masa Melayu Kuno Abad VII-XII,
Buddha. Hal ini bukan pertama, penelitian diuraikan dalam sub selanjutnya.
terdahulu telah dilakukan Widiatmoko
Penelitian ini bersifat kualitatif
(2015). Adapun pembedanya pada upaya
dengan pendekatan metodologi arkeologi
identifikasi fungsi setiap bangunan
yang dalam proses pengungkapan
percandian yang telah dipugar berdasarkan
pertanyaan penelitian melewati tahapan
data hasil ekskavasi arkeologi, serta
sistimatis yang meliputi tiga tahap utama;
menganalisis bentuk dan posisi
yakni tahap observasi atau pengumpulan
penempatan bangunan percandian di
data, pengolahan data dalam bentuk
Muarajambi. Berdasarkan rumusan
identifikasi dan klasifikasi, serta tahapan
masalah tersebut, maka muncul dua
eksplanasi atau interpretasi data (Deetz,
pertanyaan penelitian, yakni; 1) apa saja
1967: 8). Penelitian ini dalam upaya untuk
ragam data arkeologi pendukung
menjawab pertanyaan penelitian juga
percandian Muarajambi sebagai pusat
berusaha melihat relevansi atau keterkaitan
pendidikan? 2) bagaimana sarana
antara data primer; artefak temuan
prasarana pendukung pendidikan yang
ekskavasi, struktur bangunan candi, arca
terdapat di Percandian Muarajambi pada
temuan dipermukaan, posisi penempatan dan
abad ke-7 -12 M?. Kedua uraian
jumlah ruang candi, dengan data sekunder
pertanyaan penelitian ini akan diuraikan
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 137
berupa sumber pustaka terkait dengan Disamping menggunakan data hasil
penalaran bersifat induktif hingga kepada ekskavasi, juga dilakukan analisis posisi
satu kesimpulan penelitian yang disajikan penempatan candi dan hubunganya dengan
secara sistimatis dalam publikasi ilmiah data arkeologi yang ada di sekitarnya,
(bagan 1.). Pada tahapan pengumpulan data, sehingga memungkinkan untuk
penelitian ini menitik beratkan pengumpulan merekonstruksi bagaimana sarana prasana
laporan ekskavasi arkeologi yang dilakukan pendidikan di Percandian Muarajambi masa
di Kawasan Percandian Muarajambi, mulai klasik abad ke-7 sapai dengan abad ke-12
dari tahun 1995 hingga 2019, baik yang M. Adapun analisis terkait jumlah
dilakukan Balai Arkeologi Sumatera Selatan ruang/halaman dalam bangunan candi selain
bersama melibatkan Program Studi menggunakan hasil observasi, juga didukung
Arkeologi Universitas Jambi (2016-2019) dengan data pemetaan. Sehingga pada
maupun laporan ekskavasi penyelamatan tahapan interpretasi data dapat menjawab
yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar pertanyaan penelitian dan mengambil
Budaya Jambi. Data temuan artefak pada kesimpulan dan saran penelitian lanjutan.
setiap kotak ekskavasi di masing-masing
candi kemudian dilakukan analisis data HASIL dan PEMBAHASAN
138 Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muarajambi, Asyhadi M. Sadzali dan Yundi Fitrah
klasik hanya delapan sruktur yang telah Barat, dan satu-satunya bukit pada kawasan
dilakukan pemugaran, beserta kanal
disekitarnya yang oleh masyarakat lokal Muarajambi. Adapun delapan
disebut sungai. Secara keseluruhan kawasan struktur bangunan candi yang menjadi fokus
ini dipisahkan oleh kanal-kanal kuno kajian, tersebar memanjang dari barat ke
sehingga membentuk grid atau serupa kotak timur, yakni berada pada grid 6 dan 7 (Bukit
areal yang didalamnya terdapat struktur Perak sebagai Grid 1) yang dipisahkan oleh
candi, kanal, serta menapo, seperti pada peta kanal „Sungai Melayu‟.
1 berikut.
Adapun pembagian areal grid, bangunan, juga akan diuraikan data temuan
dimulai dari titik tertingggi pada kawasan permukaan maupun data hasil ekskavasi
ini, yakni bukit perak, dengan tinggi bukit yang pernah dilakukan disekitar candi.
18,2 m serta diameter 50 m, berada di sisi Secara lebih terperinci diuraikan sebagai
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 139
berikut. Candi Gedong I, dan Candi Gedong II.
1) Identifikasi Candi dan Kanal adapun uraian deksriptif terkait dimensi
Wilayah Grid VI bentuk, ukuran, bahan dan posisi ketiga
Pada areal grid VI terdapat beberapa strktur candi dipaparkan dalam tabel 2
struktur bangunan candi yang telah berikut.
dilakukan pemugaran yakni; Candi Kedaton,
N Candi Letak Arah Ukuran Komponen Bangunan Jumlah
o /Kanal Astronomis Hadap Keseluruhan Ruang
140 Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muarajambi, Asyhadi M. Sadzali dan Yundi Fitrah
N Candi Letak Astronomis Arah Ukuran Komponen Bangunan Jumlah
o /Kanal Hadap keseluruhan Ruang
1 Gumpung I 01 028‟37.93” LS T imur 150 x 155 m 1. Candi induk berukuran 17,9 x 17.3 m 6 ruang
dan 103 040‟1.65” 2. 1 candi perwara berukuran 9.85 x 9.75 m
BT 3. Pagar keliling berukuran 150 x 155 m
4. I gapura
2 Gumpung II 01 028‟39.05” LS T imur 73.70 x 1. 11 struktur candi menyerupai mandapa, 1 ruang
dan 103 040‟0.2” 71.50 m Struktur 1 berada dibagian tengah dan utama
BT berukuran 13 x 8.85 m. 10 struktur lain
mengelilingi struktur utama, dengan rata-rata
ukuran 5-10 x 5 x10 m.
3 T inggi I 01 028‟33.6”LS Selatan 90 x 74 m 1. Candi induk berukran 16 x 16 m 1 ruang
dan 2. 6 candi perwara
103 040‟7.3”BT 3. Pagar keliling berukuran 90 x 74 m
4. 2 gapura (sisi timu dan barat)
4 T inggi II 01 028‟39.5”LS T imur 52.5 x 36.24 1. Candi induk berukuran 18.29 x 8.99 m 1 ruang
dan 103 040‟02.0” m 2. 3 candi perwara
BT 3. Pagar keliling 52.5 x 36.24 m
4. 1 Gapura disisi timur
5 Kembar 01 028‟39.7”LS T imur 59 x 63 m 1. parit buatan berbentuk persegi empat. 1 ruang
Batu dan 103 040‟15.2” Berukuran 59 x 63 m.
BT 2. .pagar keliling berbahan bata berkuran 58 dan
x 62 m. memilik
3. 1 gapura berbahan bata di sisi timur
4. Satu candi induk berbentuk bujursangkar i parit
berukuran 11,5 x 11,5 m. keliling.
5. T ujuh candi perwara
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 141
areal grid VI dipaparkan dalam tabel 4
berikut.
No Candi di Judul Laporan T emuan Ekakavasi
kawasan Grid T embikar Keramik Manik-
VI manik/Kaca/log
am
1 Kedaton Laporan Penelitian Fungsi Halaman 1. Fragmen periuk 1. Fragmen 1. terak besi
Candi Kedaton Situs Muarajambi, 2. Fragmen wadah mangkuk
Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. 3. 2. Fragmen guci
T ahun 2010 3. Fragmen
piring
Laporan Penelitian Arkeologi Fungsi 1. Fargmen 1. fragmen 1. fragmen ibu
Halaman Candi Kedaton Situs tempayan mangkuk jari sebuah
Muarajambi T ahap II Kabupaten 2. Bata bergambar 2. fragmen arca
Muarajambi, Provinsi Jambi T ahun (ikan, piring 2. Kolam kuno
2011 menyerupai 3. fragmen
huruf m. cepuk
3. Pipa tanah liat rata-rata dari
Dinasti T ang
abad ke-7 hingga
Dinasti Song
abad ke-12
Laporan Penelitian Arkeologi Fungsi 1. Fragmen wadah 1. Fragmen T idak ada
Halaman Halaman Candi Kedaton Situs 2. kendi mangkuk
Muarajambi T ahap III T ahun 2012 2. Fragmen guci
Laporan Penelitian Arkeologi 1. Fragmen wadah 1. Fragmen Belanga
Kehidupan Keagamaan Pada Masa 2. kendi mangkuk perunggu
Klasik di Situs Muarajambi T ahap II 2. Fragmen guci berukuran
T ahun 2006 diameter 1,2 m
2 Gedong I 1. Fragmen kendi 1. Fragmen 1. Fragmen arca
2. Fragmen mangkok batu berupa
genteng 2. Guci kepala Budha
3. tempayan 2. Bata bertulis
3. 6 buah
Umpak batu
3 Gedong II Laporan Ekskavasi Pagar Keliling, 1. Fragmen Kendi 1. Mangkok T idak ada
Gapura dan Perwara, di Candi Gedong 2. Fragmen 2. Guci
II T ahun 2000 genteng 3. Pasu
3. Fragemen 4. Piring
wadah 5. Botol kaca
4. periuk rata-rata dari
Dinasti T ang
abad ke-7 hingga
Dinasti Song
abad ke-12
Laporan Penelitian Arkeologi 1. Kendi 1. Fragmen 1. mata uang
Kehidupan Keagamaan Pada Masa 2. Fragmen mangkuk kuno (China)
Klasik di Situs Muarajambi T ahap II genteng 2. Botol 2. arca
T ahun 2006 3. Guci dwarapala
4 T epian Sungai Laporan Penelitian Arkeologi, Struktur 1. Fragmen periuk 1. Fragmen T idak ada
Jambi/Menapo Bata Menapo Ujung T anjung II, Mangkuk
Ujung T anjung Percandian Murajambi, T ahun 2019 2. Fragmen
piring
3. Buli-buli
142 Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muarajambi, Asyhadi M. Sadzali dan Yundi Fitrah
Adapun analisis data hasil ekskavasi
yang ditemukan pada Candi Gumpung I, II,
areal grid VII, dipaparkan dalam tebel 5
Tinggi I, II, Astano, dan Kembar Batu pada berikut.
N Candi di Judul Laporan T emuan Ekakavasi
o kawasan T embikar Keramik Manik-
Grid VII manik/Kaca/logam/arca
1 Gumpung I Laporan Penelitian Arkeologi Muara 1. Kendi 1. Fragmen T idak ada
Jambi T ahun 1984 2. Periuk mangkuk
3. T ungku 2. Fragmen
guci
Laporan Studi T eknis Gugusan 1. Kendi 1. Fragmen 1. 34 Lempengan emas
Candi-Candi Muara Jambi; Candi 2. Belanga mangkuk bertulis
Gumpung-Candi T inggi T ahun 13-22 3. Periuk 2. Fragmen 2. Bata bertulis
Oktober 1984 4. Cawan guci 3. Fragmen bata stupa
kebanyakan dari 4. Arca makara dengan
Dinasti T ang ikon seoarang laki-laki
abad ke-7 hingga sedang duduk
Dinasti Song 5. Arca prajnaparamita
abad ke-12 6. Padmasana
7. Batu mulia
8. Botol mercury
9. Lantai halaman
berbahan bata
10. Lubang-lubang peripih
11. 11 sumuran
12. Kolam kuno
Laporan Ekskavasi Penyelamatan 1. Fragmen 1. fragmen 1. 3 buah Vajra Besi
Komplek Candi Gumpung Muara wadah mangkok 2. Fragmen gelang
Jambi T ahun 1992 2. Kendi 2. guci perunggu
3. batuan porselin 3. Kolam berdinding
bata
2 Gumpung II Laporan Pemugaran Bangunan I 1. Fragmen 1. Fragmen 1. Fragmen bata stupa
Candi Gumpung II, Kawasan Cagar wadah Mangkuk 2. Lantai halaman candi
Budaya Muarajambi T ahun 2015 2. Kendi 2. Guci berahan bata
3. Genteng Umumnya Dinasti
T ang abad ke-7
hingga Dinasti
Song abad ke-12
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 143
Laporan Studi T eknis Gugusan 1. T empayan 1. Fragmen 1. fragmen arca batu dan
Candi-Candi Muara Jambi; Candi 2. Pasu mangkuk arca perunggu
Gumpung-Candi T inggi T ahun 13-22 3. kendi 2. Buli-buli 2. bata bertulis dan bata
Oktober 1984 Banyak dari Dinasti bergambar
T ang abad ke-7 3. fragmen bata stupa
hingga Dinasti 4. lempeng emas bertulis
Song abad ke-12 5. batu mulia
6. lantai halaman candi
berbahan bata
7. sumuran bersisi benda
upacara
4 T inggi II Laporan Ekskavasi Menapo Candi 1. Fragmen 1. Fragmen T idak ada
T inggi Situs Candi Muara Jambi wadah mangkok
T ahun 1995 2. Pasu
3. Guci
4. Cepuk
5 Astano Laporan Ekskavasi Penyelamatan di 1. Fragmen 1. Fragmen Buli- 1. Manik-manik
Muara Jambi T ahun 1991 periuk buli (berwarna hijau, biu,
2. Fragmen cepuk kuning, coklat, putih)
2. Kaca
3. Padmasana
4. Fragmen arca
6 Kembar Laporan Studi Pra-Pemugaran 1. fragmen 1. fragmen pasu 1. Gong perunggu
Batu Kompleks Kembar Batu T ahap IV tempayan 2. cepuk berangka tahun 1231 M
T ahun Anggaran 1994/1995 rata-rata dari (Song)
Dinasti T ang abad 2. Manik-manik
ke-7 hingga Dinasti 3. Kaca
Song abad ke-12 4. Fragmen arca batu
5. Fragmen arca perunggu
Laporan T emuan Lempangan Emas 1. Ditemukan 12
Dari Kompleks Kembar Batu, lempengan emas
Percandian Muara Jambi, T ahun 1994 bertulis huruf jawa
kuno
2. 11 peripih berbentuk
bujursangkar
3. Wadah perunggu
4. Batu mulia
5. Bata bertulis dan
berhias
144 Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muarajambi, Asyhadi M. Sadzali dan Yundi Fitrah
terdiri dari satu ruangan besar untuk Budha, padmasana, kolam kuno, dan
kegiatan bersama pada bagian tengah, lalu di ditemukan juga pipa tanah liat. Interpretasi
kelilingi ruang lebih kecil untuk keperluan fungsi Candi Kedaton adalah sebagai asrama
lain (Purwanti, 2014: 32). dan tempat pembelajaran para biksu yang
Terkait lokasi penempatan vihara, terdiri dari 1 ruang besar/utama untuk
diambil perbandingan dengan Vihara kegiatan bersama, dan 15 ruang lebih kecil
Saravasti, Sanchi, dan Dharmacakra Sarnath untuk kegiatan pendukung lain. Artefak
di India. Berlokasi jauh dari keramaian, serta belanga perunggu berdiamter 1,2 m menjadi
berada diantara pertemuan aliran sungai, data penguat adanya aktifitas sehari-hari.
baik sungai besar maupun kecil, dan sungai Hipotesa dari penelitian Balai Arkeologi
tersebut terhubung dengan akses pelabuhan. Palembang (2012) adanya inskripsi pada
Hal ini bertujuan memudahkan para makara pada gerbang utara dengan inskripsi
pedagang berkunjung ke vihara untuk ber- [1] pamursitanira mpu ku [2] suma, artinya
dharma/memberikan sumbangan dan “tempat meditasinya Mpu Kusuma” juga
melakukan puja (Deswani, 2006: 24). Vihara banyak nya temuan bata bergores
di India masa klasik memiliki kemiripan mengindikasikan sebagai media bantu
dengan di Muarajambi, terlebih lagi setelah melakukan pembelajaran meditasi
dilakukan analisis data ekskavasi, sehingga (Purwanti, 2012: 43-44).
setiap bangunan candi dapat diketahui Candi Gedong I, dan Candi Gedong
fungsinya sebagai sarana-prasarana II, merupakan candi yang berada di areal
pendidikan Budha masa lampau. grid VI dan terletak disisi Timur Candi
Candi Kedaton yang terletak di sisi Kedaton dengan jarak ± 40 m. Pola ruang
barat grid VI, di keliling tembok seluas 250 areal Gedong I, memiliki 4 ruang,
x 250 m, 1 candi induk, 1 candi perwara, sedangkan Gedong II memiliki 1 ruang.
memiliki 16 ruuag, dan berdasarkan analisis Keduanya berhadapan dan berpagar keliling
data hasil ekskavasi (tabel 4), banyak (tabel 2). Data temuan Gedong I,
ditemukan peralatan berbahan keramik dan menunjukan aktifitas sebagai sarana
tembikar yang sifatnya profan. Ditemukan pendidikan yang tergambar dari banyaknya
juga belanga perungggu berdiamter lebih 1,2 temuan peralatan berbahan keramik dan
m yang diperkirakan wadah untuk memasak tembikar bersifat profan. Namun juga
dalam skala besar. Fragmen kepala arca ditemukan lesung batu, 4 umpak batu
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 145
kemungkinan penempatan tiang, pecahan dan Pembinaan Peniggalan Sejarah dan
genteng, bata bergambar, serta fragmen arca Purbakala, 1984: 19-21). Menjadi menarik
kepala budha berbahan batu yang mengarah dengan adanya temuan lubang-lubang
kepada sarana pendukung pendidikan. peripih, 11 sumuran berisi batu mulia, 22
Sedikit berbeda dengan temuan ekskavasi di fragmen stupa, arca prajnaparamita, kolam
Gedong II; mangkok, piring, guci serta kuno, maka diasumsikan candi Gumpung,
ditemukan uang logam kuno, arca gajah juga sebagai lokasi untuk melakukan ritual
singa, dan arca dwarapala dengan wajah paradaksina. Asumsi adanya ritual
tersenyum (lihat tabel 4). Arca dwarapala paradaksina diperkuat temuan lantai bata
yang tidak biasa (biasanya berwajah seram), untuk paradaksinapattah.
sehingga diasumsikan Candi Gedong II juga Candi Gumpung II, berada di
sebagai sarana pendidikan. samping Gumpung I (± 5 m), tepatnya di sisi
Candi Gumpung, yang berada disisi Tenggara, serta berada pada areal 73.70 x
paling barat grid VII dan paling dekat 71.50 m, dan memiliki 11 struktur candi
dengan kanal Sungai Melayu, memiliki (mendapa) dan 1 ruang utama pada bagian
pagar keliling seluas 150 x 155 m, 1 candi tengah. Berdasar data analisis temuan
induk, 1 candi perwara dan 6 ruang. ekskavasi (tabel 5), banyak ditemukan
Berdasar kepada hasil analisis data peralatan berbahan keramik, tembikar yang
ekskavasi (tabel 5) banyak ditemukan berfungsi sebagai pendukung aktifitas
artefak perlengkapan berbahan keramik, pendidikan dan ritual paradaksina. Dugaan
kaca dan tembikar, botol mercury yang adanya aktifitas ritual diperkuat temuan
diperkirakan sebagai pendukung kegiatan fragmen bata stupa, serta lantai bata untuk
pendidikan. Diperkuat juga dengan temuan paradaksinapattah. Sehingga diperkirakan
makara dengan ikon laki-laki bermiditasi, Candi Gumpung II berfungsi ganda, sebagai
bata bertuliskan huruf (si, ma,na,naya, sra, saranan pendidikan dan juga untuk ritual.
se,e), 34 lempeng emas bertulis; [1] om Asumsi ini diperkuat dari kajian Musawira
wajrakarma [2] hun. Lempeng lain [1] om (2019) yang berpandangan adanya kegiatan
wajrapasa [2] hun, mengindikasikan ajaran paradaksina pada Candi Gumpung II di
dalam Budha, serta beberapa lempeng masa lalu ( Musawira, 2019: 94).
menyebutkan nama tatagtha, 16 tokoh Candi Tinggi I, dan Tinggi II secara
wajrabodhisatva (Direktorat Perlindungan arsitektur, masing-masing memiliki 6 dan 3
146 Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muarajambi, Asyhadi M. Sadzali dan Yundi Fitrah
perwara serta 1 ruang halaman. Temuan Jambi dari Pejabat Tinggi Tiongkok Dinasti
pada Candi Tinggi I menunjukkan adanya Song (Utomo, 2011: 153). Keberadaan gong
aktifitas pendidikan serta ritual paradaksina. ini juga didukung berita China yang
Hal ini ditandai dengan banyaknya temuan menyatakan bahwa kaisar China masa
perlengkapan berbahan keramik, tembikar, Dinasti Song menghadiahkan gong atas
bata bertulis, fragmen arca, fragmen bata dibangunnya satu candi di Muarajambi
stupa, lantai bata untuk paradaksinapattah, untuk sarana puja doa kepada kaisar
juga sumuran berisi alat-alat upacara (tabel (Utomo, 2016: 35). Selain itu parit
5). Berbeda dengan Candi Tinggi II, yang kelilingnya akan terisi penuh saat DAS
tidak menunjukkan adanya aktititas upacara, Batanghari meluap, seolah penggambaran
namun temuannya berupa perkakas keramik semeru dikelilingi air tujuh samudera,
dan tembikar pendukung aktiftas sebagaimana terkait kosmologi budhisme
pendidikan. Kemungkinan Candi Tinggi II dalam penerapan konsep jalamandala dan
difungsikan hanya sebagai sarana kancamandala sebagaimana yang diuraikan
pendidikan. dalam kitab Abhidharmakosa. Air dan angin
Candi Astano, dan Kembar Batu, mengelilingi semeru yang dianggap areal
masing-masing berpagar keliling, memiliki 1 suci. Elemen air dan angin berperan sebagai
ruang, dan memiliki parit keliling. media penyucian (Sadakata, 1997: 25-26).
Berdasarkan analisis temuan ekskavasi Hal ini juga memperkuat asmsi fugsi sakral
(tabel 5) banyak ditemukan perlengkapan dari Candi Astano dan Kembar Batu.
terkait upacara bersifat sakral; seperti arca, Kolam Telago Rajo, Kanal; Sungai
padmasana, wadah perunggu, manik-manik, Melayu, Sungai Jambi, Sungai Selat,
sehingga diasumsikan sebagai sarana berdasarkan data ekskavasi, banyak
pelaksanaan ritual. Data penguatnya berupa ditemukan pecahan keramik perkakas
11 lubang peripih berbentuk bujursangkar, kehdupan sehari-hari yang mengindikasikan
serta 12 lempengan emas bertuliskan huruf disekitar kanal difunsgikan sebagai
jawa kuno yang tersimpan dibawah lapisan pemukiman, terutama ditepian Sungai Jambi
struktur bata Candi Kembar Batu. Terlebih di areal Grid VI sisi barat Candi Kedaton.
lagi adanya temuan gong perunggu (1231 Selain itu temuan perahu didalam kanal
M) dengan inskrispsi aksara Tionghoa Sungai Jambi pada kegiatan normalisasi
berbunyi; persembahan kepada penguasa kanal di tahun 2011, mengindikasikan kanal
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 147
juga digunakan sebagai sarana transportasi Batu. Kesimpulan kedua, selain sarana-
yang menghubungkan seluruh candi pada prasarana pendidikan dan ritual, juga
kawasan Muarajambi. Secara spesifik terdapat saluran kanal yang berfungsi
Kolam Telago Rajo berperan sebagai sebagai jalan air penghubung antar candi,
penampung dan pengolahan air yang antar wilayah, pembatas/pembagi areal
menyuplai kebutuhan air bersih di kawasan sakral/profan, serta digunakan untuk
Muarajambi sepanjang musim, baik musim keperluan sehari-hari. Adapun sarana lain
kemarau maupun musim banjir dari DAS yakni Kolam Telago Rajo yang berada disisi
Batanghari. Sedangkan Sungai Melayu dan timur grid VII, berperan sebagai reservoir
Sungai Jambi, diinterpretasikan sebagia atau penampung sekaligus pengolah air
sarana trasportasi penghubung serta pembagi bersih yang mensuplai kebutuhan kehidupan
areal Grid VI dengan Grid VII, dan Sungai sehari-hari dan keperluan ritual.
Selat adalah saluran penyuplai air ke parit Kesimpulan ke-empat, bahwa candi
Candi Astano dan Kembar Batu. dengan temuan fragmen stupa, umumnya
berada diantara bangunan sarana-prasarana
PENUTUP pendidikan, sebagaimana pada areal Candi
Dari keseluruhan bangunan candi, Gedong I, Gumpung I, II dan Tinggi I.
dan struktur pendukungya, serta hasil Kesimpulan ke-lima, bahwa keletakan
analisis data ekskavasi, dapat diambil Kawasan Percandian Muarajambi, dapat
kesimpulan pertama, bahwa di areal grid VI dikategorikan sebagai lokasi yang ideal
dan VII Kawasan Percandian Muarajambi untuk pendidikan, sebagaimana merujuk
terdapat 3 fungsi bangunan; a) Bangunan kepada kajian terdahulu (Mookerji, 1960.
sebagai asrama sekaligus pembelajaran Desawani, 2016. Puwanti, 2014.
yakni; Candi Kedaton. b) Bangunan sebagai Widiatmoko, 2015), yakni berlokasi jauh
sarana pendidikan yakni Candi Gedong I, dari pusat keramaian, namun aksesnya
Gedong II, dan Tinggi II, c) Bangunan mudah untuk dijangkau, pada siang hari
sebagai sarana pusat pendidikan dan ritual suasananya tidak ramai oleh aktifitas
paradaksina, yakni Candi Gumpung I, manusia, dan malam hari tidak gaduh oleh
Gumpung II dan Tinggi I, c) Bangunan bunyi-bunyi hewan liar (Mookerji, 1960:
sebagai sarana ritual pemujaan, doa dan 442). Kesimpulan ke-enam, bahwa jumlah
meditasi yakni Candi Astano dan Kembar ruang atau halaman candi menunjukkan
148 Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muarajambi, Asyhadi M. Sadzali dan Yundi Fitrah
adanya keberagaman aktifitas di lokasi pendidikan Muarajambi, sehingga
tersebut, seperti Candi Kedaton selain disarankan penelitian selanjutnya dilakukan
sebagai asrama, juga sebagai lokasi di menapo yang tersebar disepanjang tepian
pembelajaran yang dilengkapi bangsal dan kanal-kanal kuno; Sungai Jambi, Sungai
ruang-ruang pendukung. Kesimpulan ke-7, Melayu, Sungai Selat, Parit Johor, dan Parit
di tepian kanal Sungai Jambi sisi barat Candi Sekapung.
Kedaton juga diindikasikan sebagai
pemukiman pendukung kawasan pusat
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pelestaraian Cagar Budaya Jambi. 2015. Laporan Pemugaran Bangunan I Candi Gumpung
II, Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Jambi: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi. 2017. Laporan Pemugaran Candi Gumpung II Tahap III.
Jambi: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi. 2018. Laporan Pemugaran Candi Gumpung II Tahap IV.
Jambi: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Codes, George. 2014. Kedatuan Sriwijaya. Depok: Komunitas Bambu.
Codes, George. 2017. Asia Tenggara Masa Hindu-Buddha. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia.
Deetz, James. 1967. Invitation To Archaeology. New York: Natural History Press. Hlm. 8.
Deswani, R. 2006. Buddhist Monasteries and Monastic Life in Ancient India . Delhi: Rajkamal
Electric Press.
Direktorat Perlindungan Dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. 1984. Laporan
Studi Teknis Gugusan Candi-Candi Muara Jambi; Candi Gumpung-Candi Tinggi
13-22 Oktober 1984. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Marsden, William. 2016. Sejarah Sumatera. Yogyakarta: Penerbit Indoliterasi.
Musawira, A. 2019. Tinjauan Keagamaan Terhadap Struktur Keruangan Komplek Candi
Gumpung II Muarajambi. Skripsi Program Studi Arkeologi Universitas Jambi.
Mookerji, R.K. 1960. Ancient Indian Education (Brahmatical and Budhist). Motilal Banarsidass.
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 149
Delhi: Variasi.Patna.
Purwanti, Retno. 2010. Laporan Penelitian Fungsi Halaman Candi Kedaton Situs Mu arajambi,
Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Palembang: Balai Arkeologi Palembang.
Purwanti, Retno. 2011. Laporan Penelitian Arkeologi Fungsi Halaman Candi Kedaton Situs
Muarajambi, Tahap II Kabupaten Muara Jambi, Provinsi Jambi. Palembang: Balai
Arkeologi Palembang
Purwanti, Retno. 2012. Laporan Penelitian Arkeologi Fungsi Halaman Candi Kedaton Situs
Muarajambi Tahap III Kabupaten Muara Jambi, Provinsi Jambi. Palembang; Balai
Arkeologi Palembang.
Purwanti, Retno. 2014. Laporan Penelitian Arkeologi Permukiman Candi Kedaton Situs
Muarajambi Tahap II, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi. Palembang: Balai
Arkeologi Palembang.
Purwanti, Retno. 2019. Laporan penelitian Arkeologi Struktur Bata Menapo Ujung Tanjung II
Percandian Muarajambi. Palembang: Balai Arkeologi Sumatera Selatan.
Sadakata, Akira. 1997. Budhist Cosmology; Philosophy and Origin. Tokyo: Kosei Publishing.
C.O.
Suharno, Ignatius. 1995. Laporan Ekskavasi Menapo Candi Tinggi Situs Muara Jambi
Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Jambi: Suaka Peninggalan Sejarah dan
Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu.
SPSP Jambi. 1994/1995. Laporan Studi Pra-Pemugaran Komplek Kembar Batu Tahap IV Tahun
Angaran 1994/1995. Jambi: SPSP Provinsi Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu.
SPSP Jambi. 1994. Laporan Temuan Lempengan Emas Dari Candi Kembar Batu, Percandian
Muara Jambi, Propinsi Jambi. Jambi: SPSP Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan
Bengkulu.
SPSP Jambi. 2000. Laporan Ekskavai Pagar Keliling, Gapura, dan Perwara di Candi Gedong II
Situs Muarajambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muara Jambi, Propinsi Jambi.
Jambi: SPSP Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu.
Herrystiadi, Anton. 1992. Ekskavasi Penyelamatan Komplek Candi Gumpung Muara Jambi.
Jambi: Suaka Peninggalan Sejarah dan purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan
dan Bengkulu.
Guillot, Claude. 2008. Barus Seribu Tahun Yang Lalu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
150 Arkeologi Sarana Dan Prasarana Mahavihara Muarajambi, Asyhadi M. Sadzali dan Yundi Fitrah
Utomo, Bambang Budi. 1984. Laporan Penelitian Arkeologi Muara Jambi 1984. Jakarta: Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional.
Utomo, Bambang Budi. 2011. Kebudayaan Zaman Klasik Indonesia di Batanghari. Jambi: Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan provinsi Jambi.
Utomo, Bambang Budi. 2016. Pengaruh Kebudayaan India dalam Bentuk Arca di Sumatera .
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Tansen, Sen. 2014. Budhism Across Asia: Network of Material, Intelectual and Cultural
Excahange Volume 1. Singapore: Institute Of Southeast Asia Studie.
Takakusu. 1896. Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma Dari Lautan Selatan. Terjemahan dari
A Record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago .
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Widiatmoko, Agus. 2015. Situs Muarajambi sebagai Mahavihara Abad Ke-7 – 12 Masehi.
Disertasi Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Depok:
Universitas Indonesia.
Wolters, O.W. 2011. Kemaharajaan Maritim Sriwijaya Dan Perniagaan Dunia Abad III-Abad
VII. Depok: Komunitas Bambu.
https://whc.unesco.org/en/tentativelists/5465, diunduh pada tanggal 14 Agutus 2020, pukul 15.00
WIB.
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 133 - 151 151