Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Analysis of Supply Chain Management and Industrial

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

ANALISIS KLASTER INDUSTRI DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI SUMATERA UTARA


(Industrial Cluster Analysis in Perspective of Management
Supply Chain Oil Palm in North Sumatera Province)
Saut H. Siahaan
Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (PAPPIPTEK), LIPI
Gedung A PDII - LIPI Lt. 4, Jl. Jend. Gatot Subroto No. 10, Jakarta, 12710
Email: sautsiahan@yahoo.com
Naskah diterima: 31 Agustus 2016
Naskah direvisi: 4 Oktober 2016
Naskah diterbitkan: 30 Desember 2016

Abstract
Downstream palm oil industry development through the application of cluster concept in North Sumatera Province is targetted to
increase added value and competitiveness of product. However, whether this concept can boost the competitiveness of the palm
oil industry or not it remains a challenge. The diversity of actors in the supply chain industry and competition in a global market
that includes environmental aspects relates to this issue. Therefore, industry cluster analysis from perspective of the supply chain of
palm oil processing industry becomes interesting. This study uses a qualitative exploratory approach, and primary data obtained by
in-depth interviews of actors in the supply chain of palm oil processing industry in the North Sumatera Province in 2015. The result
showed that smallholder plantations have a considerable contribution in supplying Fresh Fruit Bunches (FFB) raw materials for palm
oil processing industry, hence the existence of smallholder plantations can not be excluded in the development of downstream palm
oil industry. Furthermore, the results of this study also indicate that there should be encouragement for the establishment of supply
chain structure of the palm oil industry, improvement strategies, distribution, and justice so that the distribution of benefits for the
actors in the supply chain can be developed. In this regard, efforts to promote sustainable plantation industry business is still needed,
especially to preserve the biodiversity and beneficial for all actors in the supply chain of palm oil industry.
Keywords: cluster industry, supply chain, palm oil, downstream industry

Abstrak
Pengembangan industri hilir kelapa sawit melalui penerapan konsep klaster di Provinsi Sumatera Utara menjadi harapan pemerintah
untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk. Namun demikian, apakah konsep ini dapat mendorong daya saing industri
kelapa sawit yang berdaya saing ternyata masih menjadi tantangan. Hal ini terutama terkait dengan kondisi keragaman para pelaku
dalam rantai pasokan industrinya serta adanya tuntutan persaingan usaha dalam pasar global yang mengikutkan aspek lingkungan.
Oleh karena itu, analisis klaster industri yang dilihat dari perspektif rantai pasokan industri pengolahan kelapa sawit menjadi
menarik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif eksploratif dan memperoleh data primer dari wawancara mendalam
dengan para pelaku dalam rantai pasokan industri pengolahan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015. Hasil
analisis menunjukkan bahwa perkebunan rakyat mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam memasok bahan baku Tandan Buah
Segar untuk industri pengolahan kelapa sawit, oleh karenanya keberadaan perkebunan rakyat tidak dapat dikesampingkan dalam
pengembangan industri hilir kelapa sawit. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa masih perlu didorong pembangunan struktur
tata kelola rantai pasokan industri kelapa sawit, strategi peningkatan, distribusi, dan keadilan agar distribusi manfaat bagi para pelaku
dalam rantai pasokan dapat dirasakan. Berkenaan dengan hal ini maka upaya untuk mempromosikan usaha industri perkebunan
yang berkelanjutan masih sangat perlu, terutama untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan menguntungkan para pelaku
dalam rantai pasokan industri kelapa sawit.
Kata kunci: klaster industri, rantai pasokan, kelapa sawit, industri hilir

I. PENDAHULUAN tahun 2008 mencapai 42,7 juta ton atau 34,3 persen
A. Latar Belakang dari konsumsi minyak nabati dunia, dan pada tahun
Data statistik produksi dan konsumsi dunia untuk 2012 mencapai 51,29 juta ton atau 31,9 persen dari
minyak nabati (Kustiana, 2016) menunjukkan bahwa konsumsi minyak nabati. Berdasarkan data tersebut,
komoditas minyak kelapa sawit merupakan minyak Crude Palm Oil (CPO) merupakan komoditi penting
nabati yang paling banyak diproduksi dan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati di dunia,
masyarakat dunia. Menurutnya, produksi minyak sementara pemasok terbesar CPO dunia adalah
sawit dunia pada tahun 2008 sebesar 43,10 juta ton Indonesia yang diikuti oleh Malaysia sebagai pesaing
atau 38,9 persen dari produksi minyak nabati dunia, pasar CPO. Hal ini dapat dimengerti karena luas lahan
pada tahun 2012 produksinya mencapai 51,59 jutan perkebunan kelapa sawit di Indonesia relatif lebih besar
ton atau 34,3 persen dari produksi minyak nabati dibandingkan Malaysia dan negara lainnya. Walaupun
dunia. Adapun konsumsi minyak sawit dunia pada demikian produktivitas rata-rata perkebunan kelapa

Saut H. Siahaan, Analisis Klaster Industri dalam Perspektif Manajemen Rantai Pasokan Perkebunan Kelapa Sawit... | 201
sawit di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan Penelitian rantai pasokan atau klaster industri di
negara Malaysia dan Thailand. Produktivitas rata-rata Sumatera sudah cukup banyak, di antaranya adalah
tanaman kelapa sawit antara tahun 2008 s.d 2012 di penelitian rantai pasokan industri kelapa sawit di Aceh
Malaysia sudah mencapai 21,77 ton/ha, sedangkan (Jakfar, F., Romano, & Nurcholis, 2015). Penelitian ini
di Thailand mencapai 17,12 ton/ha dan di Indonesia mengungkapkan pengelolaan rantai pasok dan daya
baru mencapai 16,87 ton/ha. Berdasarkan data ini, saing industri kelapa sawit. Demikian pula dengan
maka tidak dapat dipungkiri bahwa nilai ekspor CPO klaster industri, di antaranya. mengungkapkan klaster
Indonesia lebih tinggi dari Malaysia. industri sebagai strategi peningkatan daya saing
Pada sisi yang lain, dapat pula ditunjukkan bahwa agroindustri bioenergi berbasis kelapa sawit (Papilo &
nilai ekspor produk turunan CPO Malaysia lebih Bantacut, 2016) .
unggul dibandingkan Indonesia (Pusat Kebijakan Adapun penelitian rantai pasokan dan
Perdagangan Luar Negeri, 2013). Hal mana perlu klaster industri kelapa sawit oleh Maryanie dkk
menjadi perhatian karena ekspor produk turunan mengungkapkan tentang rantai pasokan untuk
CPO lebih menguntungkan terkait perolehan nilai menentukan pengembangan komoditas yang paling
tambahnya yang lebih tinggi. Kebijakan pemerintah menguntungkan dari industri hilir kelapa sawit melalui
untuk meningkatkan ekspor produk turunan CPO jelas konsep klaster industri di Provinsi Riau (Maryanie,
terlihat dari penerapan bea keluar progresif untuk Sutopo, & Yuniaristanto, 2013). Penelitian tersebut
CPO. Pada saat ini, kebijakan bea keluar sawit juga menghasilkan atau membangun kerangka kerja
diikuti oleh kebijakan dana pengelolaan perkebunan penentuan komoditas yang paling potensial untuk
kelapa sawit atau CPO Supporting Fund (CSF) untuk dikembangkan pada industri sawit melalui konsep
pengembangan industri kelapa sawit dari hulu rantai pasokan pertanian pangan dan struktur dasar
sampai hilir. Dana CSF ini merupakan sebagian dari kelayakan, sehingga dapat dipilih klaster industri
bea keluar sawit yang pengelolaannya oleh Badan turunan kelapa sawit yang paling potensial.
Layanan Umum Sawit (BLU) dilingkup Kementerian Berlainan halnya dengan penelitian tersebut, pada
Keuangan. Kebijakan untuk meningkatkan ekspor penelitian ini akan dibahas pengembangan industri
produk turunan sawit juga tercermin dari kebijakan hilir melalui konsep klaster industri dari perspektif
pengembangan industri hilir sawit melalui konsep manajemen rantai pasokan industri, sehingga dapat
klaster. ditunjukkan peran dan interaksi para pelaku mulai dari
Klaster industri Sei Mangkei sudah ditetapkan pasokan bahan baku TBS dari perkebunan, terutama
menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dari perkebunan rakyat yang didukung oleh kebijakan
pembangunannya berdasarkan Undang-Undang No. pemerintah, ketersediaan infrastruktur, dan penguatan
39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus dan kelembagaan.
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2012 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei. Adapun B. Permasalahan
pembangunan KEK Sei Mangkei dikoordinasikan oleh Pengembangan industri perkebunan, khususnya
Dinas Perindag Prov. Sumatera Utara untuk industri kelapa sawit, memerlukan kebijakan pemerintah dalam
hilir berbasis kelapa sawit yang terintegrasi. Pemasok pengelolaan sumber daya alam yang tersedia untuk
bahan baku CPO untuk industri hilir di kawasan pencapaian hasil yang optimal dan berkesinambungan.
ini adalah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PTPN III Kebijakan ini untuk mendorong penggunaan produk
yang memperoleh bahan baku Tandan Buah Segar dan pemanfaatan produk industri perkebunan yang
(TBS) dari kebun sendiri dan perkebunan rakyat di lebih luas. Dalam hal ini, perlu memperhatikan
sekitarnya. keseimbangan struktur dalam rantai pasokan dan
Pasokan bahan baku dari kebun sendiri (milik struktur pasar. Keseimbangan struktur rantai pasokan
industri/holding company) akan lebih mudah untuk memperoleh manfaat rantai pasokan yang efektif
dikendalikan terkait mutu dan kuantitas pasokannya, dan distribusi nilai tambah yang adil dan keseimbangan
berlainan halnya dengan pasokan bahan baku dari struktur pasar untuk menjamin adanya kecukupan
perkebunan rakyat yang umumnya memiliki rantai kebutuhan di dalam negeri, baik untuk kebutuhan
pasokan lebih panjang sebelum sampai pada PKS. industri maupun rumah tangga serta kestabilan harga
Peran dan interaksi para pelaku, mulai dari produsen di dalam negeri. Oleh karena itu, melihat konsep klaster
hulu di perkebunan sampai dengan industri hilirnya, industri dari perspektif rantai pasokan menjadi penting
menjadi penting dalam mendukung keberhasilan terkait pada permasalahan pasokan bahan baku, interaksi
pengembangan industri hilir dan terbaginya nilai para pelaku, ketersediaan infrastruktur dan kebijakan
tambah di industri ke masyarakat petani pada yang mendorong terbangunnya rantai pasokan yang
perkebunan rakyat. efektif, dan terdistribusinya nilai tambah di antara para
pelaku. Berdasarkan uraian tersebut maka pertanyaan

202 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 201 - 213
penelitian adalah bagaimana pengembangan industri Adapun konsep manajemen rantai pasokan
hilir sawit melalui konsep klaster industri dari perspektif industri menurut Anatan dan Ellitan adalah sinkronisasi
rantai pasokan industri kelapa sawit?. dan koordinasi dari kegiatan aliran material, biaya,
dan informasi di dalam suatu organisasi maupun
C. Tujuan antarorganisasi (Anatan & Ellitan, 2009). Lebih jauh,
Pengembangan industri hilir sawit berdasarkan Marimin menyatakan bahwa keberhasilan kelembagaan
konsep klaster industri dicirikan dengan adanya rantai pasokan dari komoditas pertanian bergantung
kelompok perusahaan atau industri yang saling pada beberapa elemen kunci (Marimin & Maghfiroh,
berhubung­ an, berdekatan secara geografis dengan 2010). Elemen kunci tersebut adalah trust building
institusi terkait dalam pengolahan produk kelapa antar para pelaku terkait komitmen pada kesepakatan
sawit untuk ke­bersamaan dan saling melengkapi. Hal dan standar yang sama, koordinasi dan kerja sama
mana jika dipandang dari perspektif rantai pasokan yang terbangun, kemudahan akses pembiayaan pada
industri perkebunan seiring dengan interaksi para transaksi antara para pelaku sehingga pengembangan
pelaku dari hulu sampai dengan industri hilirnya. Oleh usaha berjalan dengan baik, dan dukungan pemerintah
karena itu peran para pelaku dan interaksinya dalam sebagai fasilitator, regulator, dan motivator terkait
rantai pasokan industri kelapa sawit menjadi penting. ketersediaan infrastruktur dan kebijakan yang mengatur
Tujuan penelitian adalah untuk menunjukkan perlunya rantai pasokan komoditas pertanian tersebut.
membangun manajemen rantai pasokan industri kelapa Dari konsep tersebut di atas maka keberhasilan
sawit dalam satu sistem klaster industri hilir kelapa sawit pengembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia
dengan dukungan kebijakan pemerintah yang konsisten melalui konsep klaster dari perspektif manajemen
terkait dengan pengembangan di perkebunan kelapa rantai pasokan sangat bergantung pada keberhasilan
sawit (termasuk perkebunan rakyat). pengelolaan rantai pasokan terkait sinkronisasi dan
koordinasi dari kegiatan aliran material, biaya, dan
II. KERANGKA TEORI informasi antara para pelaku secara menyeluruh. Hal
Konsep klaster industri sudah cukup banyak ini juga mengungkapkan bahwa rantai pasokan dari
dibahas pada literatur. Salah satunya adalah konsep perkebunan kelapa sawit ke industri CPO atau pabrik
klaster menurut Anderson yang mengungkapkan kelapa sawit menjadi penting bagi pengembangan
tujuh elemen penting dalam konsep klaster, yaitu industri hilirnya.
konsentrasi geografis perusahaan; spesialisasi yang
berpusat di sekitar kegiatan inti dan para pelakunya III. METODOLOGI
terkait; adanya para pelaku dari kegiatan termasuk A. Jenis dan Sumber Data
masyarakat dan kelembagaan lain untuk kolaborasi; Jenis data penelitian dibedakan berdasarkan
kompetisi dan kerja sama yang mencirikan interaksi per­olehan­ nya. Hasil pengumpulan data lapangan
antara para pelaku; massa kritis (critical mass) yang merupakan data yang dominan pada penelitian ini.
diperlukan agar terjadi dinamika dalam kelompok; Data ini (data primer) diperoleh dari hasil wawancara
siklus hidup klaster bukan sementara tetapi dalam mendalam dengan para pelaku terkait klaster industri
jangka waktu pendek dengan perspektif jangka Sei Mangkei dan para pelaku rantai pasokan industri
waktu panjang; inovasi perusahaan dalam kelompok perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara
yang terlibat dalam proses teknologi, komersial, tahun 2015. Selanjutnya, data dokumentasi kegiatan
dan perubahan (Anderson, T., e2004). Selanjutnya penting dari para pelaku rantai pasokan industri
dinyatakan pula bahwa elemen klaster tidak perlu perkebunan melengkapi data untuk keperluan analisis.
semua ada dalam satu klaster karena tiap klaster dapat Demikian pula pengumpulan data dari berbagai
berbeda, misalnya kasus inovasi paling bermanfaat literatur (data sekunder) atau kepustakaan, seperti:
untuk menghasilkan potensi manfaat dari klaster. publikasi buku, artikel jurnal/journal-online, prosiding,
Sementara itu menurut Kemenperin, keberhasilan artikel dalam media masa, dan sebagainya mendukung
pengembangan klaster industri agro sangat analisis. Penelusuran data sekunder dilakukan mulai
bergantung pada empat elemen kunci (Kemenperin, awal tahun 2015 sampai dengan awal tahun 2016.
2013). Keempat elemen kunci ini di antaranya adalah
aglomerasi perusahaan, nilai tambah dan mata B. Metode Penelitian
rantai nilai, jejaring kerja sama, dan infrastruktur Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
ekonomi. Hasil evaluasi Tim Kemenperin pada tahun untuk memperoleh gambaran pengelolaan KEK Sei
2012 menunjukkan bahwa belum terbangunnya nilai Mangkei dan rantai pasokan industri perkebunan
tambah yang signifikan dan masih mengharapkan sawit di Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan data
ketersediaan bahan baku serta berkembangnya melalui wawancara mendalam pada manajemen
industri jasa terkait. KEK Sei Mangkei dan Dinas Perindustrian Provinsi

Saut H. Siahaan, Analisis Klaster Industri dalam Perspektif Manajemen Rantai Pasokan Perkebunan Kelapa Sawit... | 203
Sumatera Utara. Selanjutnya untuk memberikan teknologi dan modal besar. Budidaya kelapa sawit
gambaran rantai pasokan industri perkebunan, tidak menarik bagi masyarakat petani pada saat
dilakukan wawancara mendalam dengan para itu, bukan karena mereka (petani) tidak sanggup
pelaku rantai pasokan industri perkebunan, baik dari menanam pohon sawit, akan tetapi karena kesulitan
kelompok tani, pedagang pengumpul, pedagang besar untuk memasarkan hasil panen TBS (Baswir, 2009).
pemasok TBS, Pabrik Kelapa Sawit (PKS), dan industri Perkebunan rakyat swadaya tumbuh seiring dengan
hilir minyak goreng. Hasil pengumpulan data tersebut PKS yang bertumbuh dan membutuhkan bahan baku
kemudian dinarasikan dan dikategorikan, hasilnya TBS (Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2015).
ditabulasikan dalam format tabel untuk analisis PKS Indonesia bertumbuh dengan cepat sehingga
terkait dengan dukungan kebijakan, ketersediaan Indonesia menjadi negara utama penyedia minyak
infrastruktur, dan interaksi kelembagaan untuk nabati dunia melalui ekspor CPO, akan tetapi
mendorong pengembangan industri hilir kelapa terlambat untuk pengembangan industri hilirnya. Lain
sawit melalui konsep klaster dari perspektif rantai halnya dengan negara Malaysia, mereka (Malaysia)
pasokan. Validasi data menggunakan teknik fokus untuk mengembangkan perkebunan kelapa
triangulasi, yaitu membandingkan pernyataan satu sawit pada tahun 1970 sampai sekarang (Sime Darby
narasumber dengan lainnya. Penelitian ini dilakukan Plantation, 2009). Pengembangan industri hilir dan
di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015. pengembangan pasarnya melalui program Industrial
Master Plan 1 pada tahun 1986 dan Industrial Master
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Plan 2 pada tahun 1996 yang menumbuhkan industri
A. Klaster Industri dan Rantai Pasokan Industri hilir kelapa sawit.
Kelapa Sawit Kebijakan pengembangan industri hilir sawit di
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sejak Indonesia pada dasarnya sudah tertuang pada Peraturan
masa kolonial Belanda seluruhnya dikuasai oleh Menteri Perindustrian No. 13 Tahun 2010. Peraturan ini
perusahaan besar swasta asing yang memiliki menetapkan kebijakan hilirisasi industri kelapa sawit

Industri Terkait
(Industri Margarin, Surfaktan, Kosmetik, Sabun, dll)
Fasilitas umum
(air bersih,
penanganan
limbah, rumah
Industri Inti
Regulasi dan Pembeli sakit, training
Industri Pemasok (Industri Olein, Stearin,
insentif (Pasar Domestik, center, dll),
(CPO dan CPKO) Fatty Acid, Fatty Alcohol,
(Pusat, Daerah) Internasional) settlement
& Biodiesel)
facility, lembaga
promosi &
pemasaran
bersama
Industri Pendukung
(Industri bahan kimia, kemasan,
mesin & peralatan)

Institusi Pendukung
(pendidikan, keuangan, litbang)

Infrastruktur
(Jalan, pelabuhan, listrik, tangki timbun, dll)
Sumber: Peraturan Menteri Perindustrian No. 13/M IND/PER/1/2010.
Gambar 1. Klaster Industri Kelapa Sawit di Provinsi Sumatera Utara

204 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 201 - 213
dengan pendekatan klaster yang bertumpu pada B. Kebijakan Pengembangan Industri Hilir Kelapa
penciptaan comparative advantages dan competitive Sawit
advantages (Gambar 1). Klaster industri merupakan Salah satu permasalahan klaster industri KEK
konsentrasi geografis dari industri yang bersaing Sei Mangkei di Provinsi Sumatera Utara adalah
dalam jaringan rantai pasokan. Pada sisi yang lain pembangunan industri hilir dan pendukungnya masih
rantai pasokan (tunggal) merupakan satu kesatuan/ terkendala izin lahan industri dan kebijakan fiskal.
sistem (dapat dalam bentuk organisasi atau individu) Hasil wawancara yang divalidasi dari tiga nara sumber
yang terlibat langsung dalam aliran produk atau jasa, (Siahaan, Manalu, dan Santoso, 2015) menunjukkan hal
keuangan, dan informasi dari industri hulu ke industri tersebut (Tabel 1 dan Tabel 2).
hilir dan pelanggan akhir, atau dari sumber bahan Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas
baku sampai dengan pelanggan. Rantai pasokan yang maka kemudahan pemberian izin perlu menjadi
paling sederhana terdiri dari pemasok bahan baku, prioritas. Saat ini kebijakan untuk pemberian izin
perusahaan pengolahan, dan pelanggan langsung. sudah ada dan diundangkan pada akhir tahun
Hal mana dapat diperluas dan lebih kompleks terkait 2015, yaitu Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun
dengan semua organisasi dari industri hulu sampai 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan
dengan hilirnya atau dari pemasok bahan baku ke Ekonomi Khusus. Dengan adanya peraturan ini maka
pelanggan akhir. Rantai posokan tunggal dari suatu harapannya pengusaha akan lebih mudah dan cepat
perusahaan minyak goreng di Provinsi Sumatera Utara untuk memperoleh izin prinsip yang dapat mereka
yang bahan baku TBS diperoleh dari perkebunan rakyat peroleh dari administratur KEK (pendelegasian dari
swadaya ditunjukkan pada Gambar 2 (Siahaan, Manalu, gubernur/menteri). Pemerintah juga memberikan
dan Santoso, 2015). fasilitasi dan kemudahan di bidang pertanahan.
Gambar ini menunjukkan peran perkebunan Dalam hal ini menteri yang menyelenggarakan
rakyat untuk mendukung industri hilirnya dalam urusan bidang pertanahan memberikan kewenangan
hal pasokan bahan baku. Peran perkebunan rakyat di bidang pertanahan kepada Administrator KEK atau
ini cukup besar karena berdasarkan buku statistik menugaskan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang
perkebunan Indonesia (Badan Pusat Statistik Provinsi berlokasi di kantor Administrator KEK.
Sumatera Utara, 2015), luas area perkebunan rakyat Hasil wawancara dengan beberapa nara sumber
sebesar 356.355 ha dengan produksi TBS sebesar di industri hilir sawit menunjukkan pula bahwa pada
1.339.460 ton, relatif lebih besar dibandingkan luas saat ini ketersediaan teknologi pengolahan di dalam
perkebunan negara sebesar 261.028 Ha dengan negeri masih relatif terbatas. Hal mana menyebabkan
produksi TBS sebesar 1.103.237 ton. Sementara itu investasi mesin dan alat menjadi besar terkait impor
luas perkebunan besar swasta sebesar 578.947 Ha mesin dan peralatan. Berlainan halnya dengan PKS,
dengan produksi TBS sebesar 2.516.430 ton masih teknologi pengolahannya sebagian besar sudah
kurang untuk memenuhi kapasitas pabrik CPO. Oleh dapat diproduksi di Indonesia. Walaupun untuk
karena itu peran dari perkebunan rakyat cukup beberapa mesin, pajak impor mesin dibebaskan akan
signifikan untuk memenuhi kebutuhan pasokan tetapi harga mesin masih besar karena perlu ongkos
bahan baku. untuk transportasi dan kebutuhan pabean lainnya
(gudang). Beberapa alternatif yang menjadi usulan

Petani Perkebunan Pedagang Pedagang Besar DO


Pengumpul (Pemasok TBS) kelapa sawit Industri (CPO) Pasar lelang
Rakyat/Kelompok Tani

DO
Industri Hilir
(Minyak goreng)

Konsumen
Ekspor
Lokal
Keterangan:
Mengirim produk (aliran produk).

Mengirim produk dengan menggunakan Delivery Order (DO) dari pedagang besar (agen).

Gambar 2. Rantai Pasokan Industri Kelapa Sawit di Provinsi Sumatera Utara

Saut H. Siahaan, Analisis Klaster Industri dalam Perspektif Manajemen Rantai Pasokan Perkebunan Kelapa Sawit... | 205
Tabel 1. Kendala Izin Pengembangan Industri Hilir Kelapa untuk kapasitas rendah sudah tersedia akan tetapi
Sawit di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 efisiensi produksinya juga masih relatif rendah.
Kendala Izin Pembahasan Selanjutnya, permasalahan bea keluar, rencana
awal dari pungutan ini adalah sebagian untuk
• Kawasan Ekonomi Khusus Pengembangan industri
(KEK) Sei Mangkei sudah mulai kelapa sawit di Provinsi pengembangan industri kelapa sawit, baik di on
dibangun. Pembangunan KEK Sumatera Utara di­rancang farm maupun untuk industrinya, akan tetapi hal ini
Sei Mangkei dikoordinasikan menurut konsep klaster masih belum terwujud dengan baik. Masih perlu
oleh Dinas Perindag Provinsi industri. Pem­bangun­an dibangun mekanisme yang baik untuk penyaluran
Sumatera Utara Kawasan Ekonomi Khusus dana tersebut ke pelaku industri perkebunan, baik
• Dalam kawasan ekonomi (KEK) Sei Mangke dengan
khusus ini dibangun industri koordinasi Pemerintah
di on farm, lembaga pendukung (litbang, asosiasi),
berbasis kelapa sawit yang Daerah Sumatera Utara maupun industrinya, agar memperoleh hasil yang
terintegrasi dan pada saat ini (Dinas Perindustrian diharapkan. Hal ini masih perlu menjadi perhatian
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang Provinsi Sumatera Utara) walaupun dana tersebut sudah dikelola oleh Badan
beroperasi di KEK milik PTPN III masih ber­langsung. Dalam Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit.
• Pabrik Kelapa Sawit/PKS kawasan ekonomi khusus
Hal yang sama terkait dengan penerapan pajak
menerima juga bahan baku ini akan di­bangun industri
dari perkebunan rakyat di berbasis kelapa sawit pertambahan nilai yang terkesan berulang pada satu
lingkungan sekitar KEK yang ter­integrasi. Adapun komoditas (sebelum produk akhir) walaupun pada
• KEK Sei Mangkei sudah kendala pengem­bang­an akhirnya dapat direstitusi. Bagi petani rakyat swadaya,
beroperasi akan tetapi belum industri hilir kelapa sawit proses restitusi pajak ini hampir tidak mungkin
sepenuhnya bermanfaat bagi di Sumut ter­kait kebijakan dilakukan karena terkendala kemampuan administrasi
perkebunan kelapa sawit adalah pem­ berian izin
rakyat. Hal ini karena petani lahan untuk kawasan
individu petani yang belum tertata dengan baik,
rakyat hanya menjual Tandan industri berlainan halnya bagi perusahaan perkebunan swasta
Buah Segar (TBS) ke PKS milik yang besar, mereka relatif dapat melakukan restitusi
PTPN III sesuai standar harga pajak walaupun hasilnya tidak langsung kembali
yang sudah ditetapkan (memerlukan waktu sampai 1 tahun). Oleh karena itu
• Pada kawasan ini juga sudah
pajak pertambahan nilai ini sebaiknya tidak dibeban­
terbangun Pembangkit Listrik
Tenaga (PLT) biomassa dengan kan pada petani swadaya di perkebunan rakyat secara
luaran daya sebesar 7 MW. PLT langsung atau perlunya insentif pajak pertambahan
biomassa ini memasok energi nilai dengan pemberian subsidi harga saprodi untuk
listrik bagi industri di KEK. petani perkebunan rakyat.
Bahan bakar untuk pembangkit Pada sisi yang lain, perlu juga diperhatikan bahwa
listrik menggunakan limbah
padat dari Pabrik Kelapa Sawit,
perkebunan rakyat di Provinsi Sumatera Utara tersebar
seperti cangkang dan cacahan di beberapa kabupaten, demikian juga dengan pabrik
tandan kosong kelapa sawit kelapa sawit-nya. Oleh karena itu mekanisme lelang
• Saat ini baru sebagian saja CPO untuk pasokan bahan baku industri hilir menjadi
yang mereka gunakan untuk pilihan yang cukup baik, agar industri hilir lainnya
memasok energi listrik di
yang berada di Kawasan lain seperti Kawasan Industri
kawasan (3 MW), sedangkan
sisanya rencananya akan Medan atau daerah lainnya dapat menerima pasokan
dijual ke PLN namun belum bahan baku dengan harga yang bersaing. Konsep
terealisasi karena belum ada klaster industri sebaiknya tidak hanya ditetapkan
kesepakatan dengan PLN pada satu kawasan saja, seperti halnya dengan konsep
• Sampai saat ini baru PT Unilever klaster industri yang sedianya dibangun di KEK Sei
yang bersedia membangun
industri hilir di KEK Sei Mankei
Mangkei, akan tetapi memperhatikan potensi dari
karena terkendala izin lahan Provinsi Sumatera Utara secara utuh. Dalam hal ini
untuk kawasan industri. UKM maka interaksi antarpelaku dalam industri perkebunan
belum tumbuh di KEK mulai dari pemasok bahan baku sampai industri hilir
Sumber: Siahaan, Manalu, & Santoso, 2015. dan industri pendukungnya harus cukup kuat sehingga
menghasilkan kegiatan yang sinergis. Oleh karena itu,
dari pelaku industri hilir adalah perlu adanya insentif dukungan dari kelembagaan penelitian tidak terbatas
untuk pajak impor mesin pengolahan sehingga hanya pada penyediaan teknologi budidaya dan
investasi mesin dan alat ini dapat relatif lebih rendah proses pengolahan di industrinya akan tetapi juga
atau membuka peluang investor asing untuk masuk teknologi informasi.
berusaha di industri hilir sawit. Secara khusus untuk
skala UKM, saat ini mesin dan alat pengolahan CPO
dan minyak goreng sawit dari pabrikan di Indonesia

206 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 201 - 213
Tabel 2. Kendala Kebijakan Fiskal Pada Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Sumut Tahun 2015
Kebijakan
Kendala Kebijakan Fiskal Pembahasan
Fiskal
Pajak impor • Pengaruh pajak impor bahan penolong relatif kecil Pajak impor (bea masuk) bahan baku penolong
(Bea Masuk) • Pengaruh pajak impor untuk mesin produksi cukup produksi relatif tidak memengaruhi pengembangan
bahan baku signifikan terkait investasi mesin pengolahan industri hilir. Sebaliknya bea masuk mesin produksi
penolong/ • Untuk mendorong program hilirisasi pemerintah industri hilir berpengaruh terhadap pengembangan
mesin membebaskan pajak impor untuk beberapa mesin industri hilirnya karena teknologi dalam negeri
produksi terbatas. Pembebasan impor mesin produksi ini pada
satu sisi dapat mendorong pengembangan industri
hilir sawit, akan tetapi pada sisi yang lain perlu juga
memperhatikan industri manufakturnya di Indonesia.
Sehingga kebijakan membebaskan pajak impor memang
perlu terbatas untuk mesin tertentu
Pajak ekspor • Kebijakan pajak ekspor bertujuan untuk mendorong Bea keluar CPO mendorong tumbuhnya industri hilir
(Bea Keluar) tumbuhnya industri hilir kelapa sawit. Hal ini dilandasi kelapa sawit dalam negeri karena dengan adanya bea
pemikiran bahwa kebijakan pajak ekspor akan lebih keluar harga jual ekspor CPO menjadi lebih tinggi.
menjamin ketersediaan bahan baku CPO Sehingga ketersediaan bahan baku CPO dalam negeri
• Terdapat berbagai permasalahan industri hilir kelapa untuk di pasok pada industri hilirnya relatif cukup.
sawit yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Salah satu Namun demikian industri mengharapkan bahwa
masalah yang dialami industri kelapa sawit di Medan bea keluar ini dapat bermanfaat secara optimum
terkait dengan kebijakan penerapan bea keluar (BK). untuk pengembangan industri perkebunan kelapa
BK ini sudah diatur dalam kebijakan pemerintah dan sawit, baik di hulu maupun di hilir, yaitu di kebun
berlaku untuk industri hilir maupun PKS (on farm) melalui ketersediaan saprodi, atau di
• Target awal agar dapat membangun infrastruktur, akan industri (off farm) melalui peningkatan ketersediaan
tetapi tidak terealisir infrastruktur listrik, gas dan infrastruktur pelabuhan
• Industri menyediakan gas dan listriknya sendiri dengan
menggunakan teknologi pembangkit listrik tenaga diesel
(genset), akan tetapi genset yang disediakan industri
tersebut dikenakan biaya retribusi dari pemerintah
daerah.
• Menuntut pemerintah mengembalikan dana yang
diperoleh dari pajak ekspor CPO untuk pengembangan
industri kelapa sawit nasional
• Dana Pajak Ekspor harus dicairkan untuk subsidi pupuk,
pembangunan waralaba benih di dekat petani, dan
sertifikasi lahan petani
• Peraturan Menteri Keuangan No. 128 Tahun 2013
tentang bea keluar (BK) belum mengakomodir semua
produk-produk hilir kelapa sawit sehingga terjadi
perselisihan (salah pengertian) di kepabeanan terkait
spesifikasi produk turunan oleokimia
• Bea keluar (BK) dikenakan setelah harga CPO lebih
besar dari USD750/ton dan berlaku progressive. Dari
dana tersebut, USD50/ton disisihkan untuk pungutan
dana perkebunan. Jika harga CPO di bawah USD750/
ton seperti pada bulan Oktober 2014 maka BK terhadap
CPO bernilai nol sedangkan pada penjualan dalam negeri
terkena PPN sebesar 10 persen. Walaupun demikian
ekspor CPO tetap dikenakan pungutan dana perkebunan
(Refund Tax) sebesar USD50/ton
Pajak • Dikenakan pajak pertambahan nilai terhadap penjualan Pengenaan Pajak pertambahan nilai (PPN) masih
pertambahan komoditas kelapa sawit, akan tetapi jika PPN dikenakan perlu disempurnakan karena dalam pelaksanaannya
nilai (PPN) sampai beberapa kali sebelum produk akhir maka kebijakan semua produk pertanian terkena PPN walaupun
itu perlu dilihat lagi terutama mekanisme restitusi bukan produk akhir yang sudah dimanfaatkan
• Pajak pertambahan nilai untuk komoditas pertanian masyarakat. Sementara mekanisme restitusi untuk
sebesar 10 persen namun dapat direstitusi kemudian menarik kembali pajak pertambahan nilai yang sudah
• Kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) walaupun dibayarkan memerlukan waktu yang relatif lama serta
dapat direstitusi masih memberatkan industri karena tidak dapat dilaksanakan oleh semua pelaku dalam
dana PPN menjadi tidak dapat digunakan (dana rantai pasokan industri perkebunan (contoh petani
mengendap di pemerintah) dan dapat ditarik kembali kelapa sawit yang produk TBS-nya terkena pajak
setelah 1 tahun dengan melalui proses administrasi pertambahan nilai)
Sumber: Siahaan, Manalu, & Santoso, 2015.

Saut H. Siahaan, Analisis Klaster Industri dalam Perspektif Manajemen Rantai Pasokan Perkebunan Kelapa Sawit... | 207
C. Pengembangan Infrastruktur dan Interaksi Mangkei dengan Pelabuhan Kuala Tanjung masih
Kelembagaan belum terealisasi, demikian pula dengan infrastruktur
Seperti diuraikan di atas, rantai pasokan industri Pelabuhan Kuala Tanjung yang terbatas karena juga
kelapa sawit memenuhi persyaratan untuk dianggap melayani industri aluminium. Hal yang sama terkait
sebagai suatu klaster industri di Provinsi Sumatera ketersediaan energi listrik dan gas serta air bersih
Utara, mulai dari pemilihan benih hingga pengiriman untuk industri, walaupun pembangunan pembangkit
produk akhir minyak goreng yang memungkinkan listrik biomassa dari cangkang kelapa sawit di kawasan
modal bersama dan risiko pada tahap awal serta KEK Sei Mangkei sudah selesai. Pembangkit listrik ini
di tahap-tahap selanjutnya. Meskipun terminologi belum dapat memasok energi listrik ke PLN karena
klaster baru diusulkan pemerintah pada tahun 2010, belum ada kesepakatan kerja sama dengan PLN.
akan tetapi para pelaku di industri kelapa sawit Perencanaan pembangunan infrastruktur
sudah memiliki pengalaman pengembangan industri pelabuhan mau­pun energi listrik, pada dasarnya sudah
pengolahan dan ekspor melalui kawasan industri, lama direncanakan pemerintah, bahkan sebelum
seperti Kawasan Industri Medan (KIM). Sehingga dikeluarkannya Permen Perindustrian tentang
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dibangun Klaster Industri pada tahun 2010, akan tetapi masih
pemerintah di Sei Mangke pada dasarnya merupakan belum menunjuk­ kan hasilnya. Pemerintah terkesan
usaha pemerintah untuk mendorong percepatan masih bergerak dalam tataran konsep akan tetapi
pengembangan industri hilir kelapa sawit. Pada implementasi konsep tersebut masih belum terlaksana
kenyataanya dengan dibangunnya KEK Sei Mangkei, dengan baik. Sudah saatnya pemerintah melalui sinergi
permasalahan pengembangan industri di Provinsi lintas kementerian dan dinas di provinsi lebih aktif
Sumatera Utara terkait ketersediaan infrastrukur bergerak dalam tataran praktis strategis agar konsep
masih belum dapat teratasi, bahkan pembangkit yang sudah terencana dapat terealisasikan.
energi biomassa belum dapat terkoneksi dengan Keberhasilan pembangunan infrastruktur juga
jaringan PLN. Beberapa kendala infrastruktur untuk menuntut adanya partisipasi masyarakat karena
pengembangan industri hilir ini (Siahaan, Manalu, & keterbatasan sumber daya pemerintah. Partisipasi
Santoso, 2015) di tunjukkan pada Tabel 3. masyarakat baik masyarakat umum maupun para
Tabel tersebut menunjukkan bahwa transportasi pelaku industri kelapa sawit di pusat dan daerah
dan pengangkutan masih menjadi kendala, angkutan untuk turut dalam investasi dan pengoperasiannya.
kereta api yang sudah direncanakan antara KEK Sei Pemerintah dalam hal ini harus mampu mendorong
Tabel 3. Kendala Infrastruktur Pada Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015
Infrastruktur Kendala Infrastruktur Pembahasan
Teknologi proses • Industri dalam negeri sudah mampu menyediakan Berlainan halnya dengan teknologi pengolahan
produksi teknologi pengolahan kelapa sawit di PKS CPO di PKS yang sudah relatif tersedia di Indonesia.
• Teknologi pengolahan CPO menjadi minyak goreng Teknologi proses pengolahan minyak goreng
masih diperoleh dari luar negeri, akan tetapi untuk sebagian besar masih diperoleh dari luar negeri,
beberapa komponen dapat diperoleh dari dalam oleh karena itu pengembangan industri hilir sawit
negeri seperti boiler untuk pembangkit listrik terkait dengan ketersediaan teknologi proses
pengolahannya menjadi penting
Infrastruktur • Infrastruktur pelabuhan terbatas Infrastruktur pelabuhan masih belum memadai,
pelabuhan • Pemerintah merencanakan pengembangan Pelabuhan walaupun demikian rencana pengembangan
Kuala Tanjung yang akan terintegrasi dengan KEK Sei Pelabuhan Kuala Tanjung yang terintegrasi dengan
Mangkei KEK Sei Mangke sudah dalam perencanaan
• Infrastruktur Pelabuhan Kuala Tanjung masih
terbatas karena juga melayani industri aluminium
Energi listrik, gas, • Energi listrik, gas dan air untuk Kawasan Industri Ketersediaan energi listrik, gas, dan air masih menjadi
dan air Medan (KIM) terbatas, demikian juga dengan kendala bagi industri di Provinsi Sumatera Utara,
pasokan gas dan air khususnya di kawasan Industri Medan. Beberapa
• Sampai saat ini di Kota Medan saja sering terjadi industri memenuhi sendiri kebutuhan energi listrik
pemadaman listrik dengan memanfaatkan instalasi pembangkit listrik
• Kebijakan industri untuk menyediakan energi listrik tenaga uap dengan bahan bakar cangkang kelapa
dan gas seperti menyiapkan pembangkit listrik yang sawit
memanfaatkan cangkang kelapa sawit sebagai bahan
bakar
• Beberapa industri ada yang menggunakan genset-
diesel dengan bahan bakar solar
Sumber: Siahaan, Manalu, & Santoso, 2015.

208 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 201 - 213
peran masyarakat tersebut, khusunya peran industri menurut Mentzer jika para pelaku industri kelapa
dalam pembangunan infrastruktur, melalui kerja sawit beroperasi di lokasi geografis yang sama
sama kemitraan dengan swasta yang adil. Dalam maka efisiensi biaya dapat lebih mudah tercapai
hal ini pemerintah dapat menggunakan instrumen karena biaya koordinasi rantai pasokan relatif lebih
kebijakan sebagai salah satu cara untuk menarik rendah serta dorongan untuk bekerja sama lebih
minat swasta. Dengan demikian maka investasi kuat terkait kedekatan fisik (masih dalam area yang
pembangunan dan pengoperasian infrastuktur tidak sama). Peningkatan kinerja perusahaan individual
seluruhnya menjadi beban pemerintah. dan pasokan secara keseluruhan akan lebih mudah
Dari sisi kelembagaan, para pelaku industri terbangun ketika proses antarperusahaan dan
kelapa sawit dari hulu sampai hilir dan kelembagaan hubungan dalam rantai secara aktif dikelola (Mentzer,
pendukungnya berjalan masing masing sehingga et al., 2001). Sejalan dengan hal tersebut rantai
interaksi kelembagaan di antara mereka tidak pasokan industri kelapa sawit di Provinsi Sumatera
terbangun dengan baik. Tabel 4 di bawah ini yang Utara pada prinsipnya sudah berfungsi secara alami.
merupakan hasil pengolahan data dari wawancara Dalam kasus ini pabrik CPO memasarkan produknya
dengan beberapa aktor pada rantai industri melalui sistem lelang atau memasok CPO ke
perkebunan kelapa sawit menunjukkan hal tersebut perusahaan yang masih berada dalam satu holding
(Siahaan, Manalu, & Santoso, 2015). Sementara itu company. Interaksi antarperusahaan masih belum

Tabel 4. Interaksi Kelembagaan dalam Rantai Pasokan Industri Kelapa Sawit di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015
Kelembagaan Interaksi Kelembagaan Pembahasan
Lembaga mutu • Lembaga mutu untuk industri perkebunan kelapa Mutu TBS dari perkebunan rakyat masih rendah
sawit sudah ada, akan tetapi penerapan standar mutu terkait budidaya dan proses pasca panen yang
di tingkat perkebunan rakyat masih rendah terkait belum sesuai dengan standar yang disarankan.
faktor ekonomi masyarakat Berlainan halnya dengan industri yang pada
• Provinsi Sumatera Utara memiliki litbang sawit (Pusat umumnya sudah menerapkan standar mutu
Penelitian Kelapa Sawit/ PPKS) yang secara khusus yang disepakati untuk memenuhi persyaratan
melakukan penelitian untuk pengembangan industri pelanggan. Adapun kelembagaan litbang yang
sawit dari hulu sampai dengan hilir mendukung standar mutu adalah Pusat Penelitian
• Salah satu capaian kinerja dari Dinas Perindustrian Kelapa Sawit (PPKS). Pada sisi yang lain kegiatan
dan Perdagangan Kota Medan, adalah kegiatan penerapan mutu di industri juga sudah dilakukan
pembinaan kemampuan teknologi industri melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan
penerapan gugus kendali mutu (GKM) melalui pembinaan kemampuan teknologi industri
• Industri sudah menerapkan standar mutu sesuai
persyaratan pelanggan, baik untuk produk CPO
maupun produk turunannya (minyak goreng)
Tata niaga • Kelembagaan tata niaga rantai pasokan perkebun Kelembagaan tataniaga rantai pasokan industri
industri kelapa sawit masih belum terbangun. Pedagang perkebunan rakyat sudah ada, akan tetapi
pengumpul menjual TBS ke pedagang besar yang kelembagaan yang ada tidak mendorong interaksi
memiliki Delivery Order (DO) dari PKS antarpelaku untuk peningkatan mutu dan produksi
• PKS membeli TBS dari pedagang besar sebagai (Pedagang pengumpul mengambil TBS ke petani
pemasok tetap industri. Adapun penjualan CPO dapat dan menjual TBS ke pedagang besar yang memiliki
menggunakan sistem lelang atau penjualan langsung DO dari PKS). Adapun industri hilir kelapa sawit
ke industri hilirnya memperoleh CPO dengan cara membelinya dari
• Industri hilir kelapa sawit (industri minyak goreng) PKS atau dari pasar lelang. Pembelian CPO dari PKS
membeli CPO dari pasar lelang atau dari PKS secara langsung dan tidak melalui kontrak karena
berdasarkan harga kesepakatan pada saat itu harga CPO dinamis (cepat berubah)
• industri hilir membeli CPO dari PKS yang memiliki
kebun sawit. Hal ini dilakukan untuk menghindari
adanya isu pencurian TBS oleh PKS yang tidak memiliki
kebun
Lembaga IPTEK • Provinsi Sumatera Utara memiliki litbang sawit PPKS merupakan salah satu kelembagaan IPTEK di
(PPKS) yang secara khusus melakukan penelitian Indonesia yang mendorong pengembangan industri
untuk pengembangan industri sawit dari hulu sampai hilir kelapa sawit. PPKS menghasilkan penelitian dan
dengan hilir pengembangan produk industri perkebunan dari
• PPKS Medan dapat berperan aktif dalam hulu sampai dengan hilir yang meliputi bibit unggul
pengembangan industri perkebunan sawit dari hulu sampai produk olahan lanjut kelapa sawit seperti
sampai dengan hilir mentega, sabun, dan lainnya. Adapun industri besar
• Industri besar memiliki unit litbang untuk uji mutu dan umumnya juga memiliki unit litbang sendiri untuk
pengembangan produk industri hilirnya pengembangan produknya
Sumber: Siahaan, Manalu, & Santoso, 2015.

Saut H. Siahaan, Analisis Klaster Industri dalam Perspektif Manajemen Rantai Pasokan Perkebunan Kelapa Sawit... | 209
terjalin dengan baik, kecuali untuk industri yang dinas terkait di Provinsi Sumatera Utara, mendorong
masih berada dalam satu induk perusahaan. Proses terbangunnya kerja sama dan sinergi penelitian dan
kunci dalam dan di antara perusahaan-perusahaan pengembangan industri hilir kelapa sawit sejalan
yang terintegrasi dalam rantai pasokan harus dengan pelaksanaan program implementasi konsep
berfokus pada pemenuhan kebutuhan pelanggan klaster industri. Hal mana menuntut adanya elemen
sehingga pengelolaan rantai pasokan tidak dapat penggerak, baik secara kelembagaan pemerintah atau
terlepas dari pemenuhan pesanan, aliran proses swasta/asosiasi industri, yang didukung oleh kebijakan
pengolahan, pengadaan, dan pengembangan produk pemerintah di pusat dan daerah.
dan komersialisasi.
Salah satu lembaga mutu dan IPTEK untuk D. Kinerja Sosial Ekonomi dan Keberlanjutan
pengembangan industri kelapa sawit di Provinsi Petani perkebunan rakyat swadaya melakukan
Sumatera Utara adalah Pusat Penelitian Kelapa kegiatan usaha tani pada lahan perkebunan dengan
Sawit (PPKS) Medan. Lembaga penelitian ini dapat modal sendiri, mulai dari penanaman pohon sampai
memberikan jasa pengujian mutu, analisis jaringan saat panen. Pohon kelapa sawit ini tumbuh subur
tanaman, analisis air dan limbah, sejalan dengan secara normal dan siap dipanen pada umur 3,5
keberadaan PPKS yang memiliki Laboratorium tahun jika dihitung mulai dari pembibitan, atau umur
Oleopangan, Laboratorium Oleokimia, Laboratorium kurang lebih 2,5 tahun mulai dari saat penanaman di
Bioproses, Laboratorium Biomolekuler, Laboratorium kebun. Pada saat tersebut penyebaran panen sudah
Kultur Jaringan, Laboratorium Proteksi Tanaman, mencapai 1/5 atau setiap 5 pohon terdapat satu
dan Laboratorium Analisis Bahan Tanaman. PPKS TBS yang matang panen. Hasil panen dari beberapa
juga melayani pelanggan dari perkebunan negara, kebun petani swadaya yang tergabung dalam satu
swasta, maupun perorangan, serta dari lingkup PPKS kelompok tani mereka kumpulkan dan menjualnya
sendiri dan lembaga penelitian untuk menunjang ke pedagang pengumpul.
kegiatan penelitian (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai jual
2016). Secara khusus, untuk lingkup pengujian pupuk TBS di kebun relatif rendah terkait rantai nilainya
dan CPO serta turunannya laboratorium PPKS sudah (Gambar 3), sementara risiko usaha petani kebun
terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). ini relatif tinggi terkait TBS yang mudah rusak
Pada sisi yang lain, Balai Pengujian dan Sertifikasi sebelum proses pengolahan. Untuk itu maka perlu
Mutu dan Barang Medan juga melakukan kegiatan membangun struktur tata kelola dan penetapan
pengujian dan penyuluhan (pembinaan) maupun strategi peningkatan agar distribusi manfaat terbagi
konsultasi mutu produk (Dinas Perindustrian dan secara adil bagi para pelaku dalam rantai nilai. Hal
Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, 2015). yang selama ini belum dapat terjalin dengan baik
Demikian pula halnya dengan industri, mereka juga karena interaksi antarpelaku belum terorganisir.
memiliki laboratorium untuk pengembangan produk Petani kelapa sawit swadaya belum dapat memenuhi
dan uji mutu dari produknya. standar mutu yang ditetapkan PKS, demikian
Sejalan dengan keberadaan laboratorium tersebut juga dengan para pedagang pengumpul dan
maka ke depan harapannya mereka dapat bersinergi pedagang besar. Interaksi di antara mereka belum
membangun kerja sama penelitian dan pengembangan menunjukkan adanya kegiatan untuk membangun
(pemerintah, dunia usaha, dan lembaga penelitian/ rantai pasokan yang kuat dan berkesinambungan untuk
perguruan tinggi) untuk pengembangan industri hilir memperoleh mutu bahan baku yang baik. Hal mana
seperti yang tertuang dalam konsep klaster industri. pada gilirannya menghambat peran petani swadaya
Hal mana sejalan dengan ACIAR (2012), tata kelola dalam rantai nilai terkait harga yang mereka peroleh,
pada rantai pasokan merupakan hal penting dalam walaupun aturan komersilnya (penetapan harga TBS)
pengaturan kelembagaan untuk meningkatkan sudah ada dan terinformasikan dengan baik.
kemampuan (misalnya penelitian), menyempurnakan Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian
distribusi, dan meningkatkan nilai tambah dalam Gurning pada tahun 2015 menunjukkan bahwa
sektor. Hal mana terkait pula pada peraturan yang penghasil­an petani swadaya di Kabupaten Serdang
spesifik terkait dengan rantai tersebut. Bedagai Provinsi Sumatera Utara dari usaha kebun
Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena kelapa sawit (pen­dapatan bersih setelah dikurangi
pada kenyataannya, kerja sama antara kelembagaan biaya usaha tani) dan pendapatan kerja dari kebun
penelitian tersebut masih belum terbangun dengan (buruh tani) perhektar perbulan kurang lebih
baik sehingga pertumbuhan industri baru di industri Rp1.300.000/ha/bulan (Gurning, Yusmini, & Susy,
hilirnya umumnya lahir dari pengembangan produk 2015). Dalam hal ini, alat budidaya per­kebunan yang
atau ekspansi industri besar terkait diversifikasi mereka gunakan masih relatif sederhana, seperti
produknya. Pemerintah, khususnya melalui dinas cangkul, handsrayer, parang, dodos, enggrek, dan

210 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 201 - 213
Rp 8000-9000/kg (20% CPO)
Rp 800-1000/kg
Rp 5.000-6000/kg (4,5% kernel)

Petani Perkebunan Pedagang Pedagang Besar DO


(Pemasok TBS) kelapa sawit Industri (CPO) Pasar lelang
Rakyat/Kelompok Tani Pengumpul

Rp 900-1200/kg
DO
Rp 600-800/kg Industri Hilir
(Minyak goreng)

Konsumen
Lokal/
Ekspor ekspor

Keterangan:
Mengirim produk (aliran produk).

Mengirim produk dengan menggunakan Delivery Order (DO) dari pedagang besar (agen).

Sumber: Siahaan, Manalu, & Santoso, 2015.


Gambar 3. Rantai Nilai Industri Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015
angkong. Hasil penelitian Gurning juga menunjukkan produksi PKS dan industri hilirnya di Indonesia juga
bahwa anggota keluarga, yaitu istri dan anak turut bergantung pada kontinuitas pasokan bahan baku
ambil bagian dalam memberikan tambahan peng­ TBS dari per­kebunan rakyat.
hasilan bagi rumah tangga petani. Mereka dapat
memberikan masukan pendapatan tambahan kurang V. SIMPULAN DAN SARAN
lebih Rp300.000/bulan. A. Simpulan
Aspek lingkungan saat ini juga menjadi isu penting Pengembangan industri hilir kelapa sawit di Provinsi
untuk pengembangan PKS secara berkelanjutan. Sumatera Utara dengan menggunakan pendekatan
Permasalahan penebangan atau pembakaran hutan klaster dari perspektif rantai pasokan menunjukkan
atau lahan untuk menjadikannya lahan kelapa sawit beberapa hal penting yang mendasar terkait konsep
menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati dan implementasinya. Klaster industri merupakan
dan emisi gas rumah kaca. Demikian pula dengan konsentrasi geografis dari industri yang bersaing
penggunaan pestisida dan pupuk dianggap turut dalam jaringan rantai pasokan, industri hulu sampai
andil dalam pencemaran lingkungan. Hal mana tidak dengan hilirnya atau dari pemasok bahan baku (dari
saja dilakukan oleh petani kecil akan tetapi juga perkebunan rakyat) ke pelanggan akhir (konsumen
dilakukan oleh perkebunan besar, oleh karena itu upaya minyak goreng di dalam dan luar negeri). Peran
untuk mempromosikan usaha industri perkebunan pemerintah melalui kebijakan yang mengatur
yang berkelanjutan masih sangat perlu, terutama pola interaksi (termasuk kegiatan perdagangan)
untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan seperti pen­etap­an standar harga dan mutu harus
menguntungkan para pelaku dalam rantai pasokan dilak­
sanakan secara konsisten agar terbangunnya
industri kelapa sawit. interaksi yang bermutu.
Selanjutnya analisis keberlanjutan perkebunan Keberhasilan pengembangan industri hilir
rakyat swadaya terkait dengan isu lingkungan dan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara melalui
keber­lanjut­an operasionalnya secara umum dapat pendekatan klaster industri dari perspektif rantai
dilihat dari per­kembangan produksi perkebunan pasokan memerlukan dukungan kebijakan yang
rakyat secara keseluruhan. Produksi perkebunan konsisten. Kebijakan fiskal yang konsisten terkait
rakyat di Provinsi Sumatera Utara mulai dari tahun pemanfaatan dana yang tersedia dari beban pajak
2010 s.d 2013 terus meningkat, akan tetapi pada pada kegiatan tata niaga dan proses pengolahan
tahun 2014 turun signifikan walaupun luas lahannya yang menghasilkan nilai tambah. Dalam hal ini adalah
semakin bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemanfaatan sebagian bea keluar untuk
banyak tanaman perkebunan rakyat yang sudah pengembangan industri kelapa sawit. Saat ini otoritas
tidak menghasilkan (sudah tua) dan sebagian masih BLU Kelapa Sawit Kementerian Keuangan menjadi
tanaman muda. Kontribusi perkebunan rakyat ini tumpuan harapan para pelaku rantai pasokan dalam
kurang lebih 40 persen TBS memasok PKS nasional pengembangan industri hilir sawit. Pada sisi yang lain
(Rinawati, 2015), oleh karenanya keberlanjutan kemudahan izin operasional industri hilir di kawasan

Saut H. Siahaan, Analisis Klaster Industri dalam Perspektif Manajemen Rantai Pasokan Perkebunan Kelapa Sawit... | 211
industri serta kebijakan pembangunan infrastruktur mendorong terbangunnya interaksi yang baik dan
yang masih terkendala dalam pelaksanaannya masih berkualitas di antara para pelaku industri kelapa sawit
perlu menjadi perhatian. sehingga pengembangan perkebunan kelapa sawit
Analisis rantai pasokan industri kelapa sawit lebih berorientasi pada peningkatan produktivitas
menunjukkan bahwa industri hilir kelapa sawit dan tidak merusak hutan serta satwa yang ada.
masih membutuhkan pasokan bahan baku TBS dari Menyadari bahwa interaksi antara para pelaku
perkebunan rakyat sebagai pemasok bahan baku dalam klaster industri kelapa sawit berpengaruh
sehingga peran perkebunan rakyat tidak dapat terhadap pengembangan industri hilirnya serta
terpisahkan dari pengembangan industri hilirnya. Hal adanya persaingan antarpelaku dalam rantai
mana menjadikan struktur tata kelola rantai pasokan pasokan maka mekanisme interaksi di antara para
dengan strategi peningkatan dan distribusi nilai pelakunya menjadi penting. Saat ini, interaksi antara
tambah dengan azas keadilan bagi para pelakunya para pelaku masih terbangun berdasarkan interaksi
terkait komitmen standar mutu dan harga menjadi perdagangan secara umum yang tidak mendorong
kunci keberhasilan pengembangan industri hilir terbangunnya rantai pasokan yang kuat. Berdasarkan
kelapa sawit. Dalam hal ini mekanisme pasar lelang hal ini maka penelitian interaksi para pelaku dalam
maupun kemitraan di antara para pelakunya dapat rantai pasokan yang lebih mendalam akan sangat
menjadi pilihan dengan basis komitmen pada mutu bermanfaat untuk dapat memberikan masukan bagi
dan harga yang transparan. pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia.
Pada akhirnya, analisis rantai pasokan terkait
faktor sosial ekonomi dan keberlanjutan pasokan UCAPAN TERIMA KASIH
TBS dari perkebunan rakyat menunjukkan bahwa Penulis mengucapkan terima kasih kepada para
penghasilan petani dari budidaya perkebunan kelapa narasumber dari para pelaku rantai pasokan industri
sawit relatif rendah dan risiko kegagalan yang tinggi perkebunan di Provinsi Sumatera Utara dan lembaga
karena TBS mudah rusak. Hal yang sama juga berlaku terkait lainnya atas partisipasinya. Penulis juga
bagi pedagang pengumpul dan pedagang besar. mengucapkan hal yang sama kepada Kepala Pusat
Interaksi di antara para pelaku ini (petani, pedagang Penelitian Kependudukan (P2K-LIPI) dan Kepala
pengumpul, dan pedagang besar) belum terbangun Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (PAPPIPTEK-
dengan baik untuk memperoleh mutu bahan baku LIPI) Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia atas
yang baik. Perlu adanya interaksi yang berkelanjutan dukungan finansial terhadap penelitian ini.
antara petani dalam kelembagaan formal dengan
PKS sehingga hasil dari perkebunan rakyat dapat
sampai ke PKS dengan kualitas yang sesuai. Lebih
jauh, interaksi yang intens antara petani perkebunan DAFTAR PUSTAKA
rakyat dengan PKS pada gilirannya juga mendorong
terbangunnya pengelolaan perkebunan rakyat kelapa
sawit berhasil guna (intensifikasi tanaman) dan ramah
lingkungan sesuai tuntutan dunia. Buku
Anatan, L. & Ellitan, L. (2009). Supply chain
B. Saran management teori dan aplikasi. Bandung:
Pemerintah perlu mendorong kinerja otoritas Penerbit Alfabeta.
BLU Kelapa Sawit Kementerian Keuangan terkait
Andersson, T., Serger, S. S., Sörvik, J., & Hansson, E. W.
pemanfaatan dananya untuk mendorong peningkatan
(2004). The cluster policies whitebook. Swedia:
mutu TBS dari perkebunan rakyat dan adanya penerapan
International Organisation for Knowledge Economy
PPN untuk TBS. Dalam hal ini maka pemanfaatan dana
and Enterprise Development - IKED
tersebut prioritas untuk subsidi pupuk dan kebutuhan
saprodi lainnya sehingga petani perkebunan rakyat Australian Centre for International Agricultural Research
tidak perlu lagi melakukan restitusi walaupun TBS-nya (ACIAR). 2012. Membuat rantai nilai lebih berpihak
terbebani PPN. pada kaum miskin. (Mia Hapsari Kusumawardani,
Saat ini tuntutan untuk melakukan kegiatan terjemahan). Tabros: Indonesia.
usaha perkebunan kelapa sawit yang lestari dengan Baswir, R. (2009). Pekebun mandiri dalam industri
menghindari dampak kerusakan lingkungan menjadi perkebunan sawit di Indonesia. Jogyakarta:
tuntutan masyarakat dunia. Hal mana pada gilirannya Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas
turut menentukan keunggulan produk olahan sawit Gajah Mada.
dari Indonesia dalam persaingan dunia. Oleh karena
itu, pemerintah melalui kelembagaan terkait perlu

212 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 201 - 213
Marimin & Maghfiroh, N. (2010). Aplikasi teknik Rinawati, E. (2015). Komunikasi dan kerjasama
pengambilan keputusan dalam manajemen untuk sawit berkelanjutan. Diperoleh tanggal 12
rantai pasok. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Januari 2016, dari Http://www.palmoilpledge.
id/2015.
Jurnal Sime Darby Plantation. (2009). Palm oil industry
Gurning, E. K., Yusmini, & Edwina, S. (2015). Struktur dan in Malaysia. Diperoleh tanggal 15 Desember
distribusi pendapatan rumah tangga petani kelapa 2015 dari http://siteresources.worldbank.org/
sawit pola swadaya desa Kota Tengah Kecamatan EDUCATION/Resources/278200-1121703274
Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai 255/1439264-1242337549970/Malaysian_
Sumatera Utara. Jom Faperta, 2(2), 1-15. Palm_Oil_Industry.pdf..
Jakfar, F., Romano, & Nurcholis. (2015). Pengelolaan
rantai pasok dan daya saing kelapa sawit di Aceh. Sumber Lain
AGRARIS, Vol. 1(2), 2015, 108-133. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Sumatera Utara. (2015). Rapat kerja Dinas
Mentzer, J.T., Dewitt, W., Kkebler, J., Min, S., Nix,
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
N.W., Smith, C.D., & Zacharia, Z.G. (2001).
Sumatera Utara. UPT. Balai Pengujian dan
Defining supply chain management. Journal of
Sertifikasi Mutu Barang Medan.
Business Logistics, 22(2), 1-25.
Kemenperin. (2013). Perkembangan dan evaluasi
Papilo, P., & Bantacut, T. (2015). Klaster industri
klaster industri agro 2012. Rapat Koordinasi
sebagai strategi peningkatan daya saing
Pengembangan Klaster industri Agro. Hotel
agroindustri bioenergi berbasis kelapa sawit.
Salak The Heritage. Bogor.
Jurnal Teknik Industri, Vol. XI(2), 2016. 87-96.
Maryanie, Dwi Indah. Sutopo, Wahyudi, dan
Yuniaristanto. (2013). A holistic feasibility study
Sumber Digital
framework to determine valuable chain in palm
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.
oil industry. Proceedings of the World Congress
(2015). Luas tanaman dan produksi kelapa
on Engineering 2013 Vol I, London, U.K.
sawit tanaman perkebunan rakyat menurut
kabupaten, 2014. Diperoleh tanggal 12 Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2013).
Maret 2016, dari sumut.bps.go.id/frontend/ Analisis kebijakan bea keluar (BK) CPO dan produk
linkTabelStatis/view/id/128. turunannya. Pusat Kebijakan Perdagangan Luar
Negeri-Badan Pengkajian dan Pengembangan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. (2015).
Kebijakan Perdagangan. Jakarta.
Evaluasi Kebijakan Perkebunan Kelapa Sawit.
Position Paper KPPU Terhadap Perkembangan Roelandt, Theo J.A. & den Hertog, P. (1999). Cluster
Perkebunan Kelapa Sawit. Komisi Pengawas analysis and cluster-based policy making: The
Persaingan Usaha Republik Indonesia. Diperoleh state of the art. OECD Proceedings Boosting
tanggal 20 Desember 2015 dari HYPERLINK Innovation The Cluster Approach.
“http://www.kppu.go.id/docs/” www.kppu.
Said, E. Gumbira. (2011). Peran standar dalam
go.id/docs/Positioning_Paper/sawit. pdf.
membangun kepercayaan industri nasional. Rapat
Kustiana, D. (2016). Tinjauan pasar kelapa sawit. Kerja Masyarakat Standarisasi Indonesia. Jakarta.
Laporan Penelitian Aset PT XYZ. Diperoleh
Siahaan, S., Manalu, R., & Santoso, A., (2015).
tanggal 15 Desember 2015, dari www.academia.
Peningkatan kesejahteraan petani dari perspektif
edu/14838249/ Tinjauan_Pasar_Sawit.
rantai pasokan industri perkebunan: Analisis
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. (2015). Profil kebijakan, infrastruktur, dan kelembagaan.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Diperoleh tanggal Laporan Akhir Kumulatif Kegiatan Unggulan
15 Desember 2015, dari www.iopri.org/profil- LIPI Tahun Anggaran 2015. Pusat Penelitian
pusat-penelitian-kelapa-sawit/. Kependudukan - LIPI.

Saut H. Siahaan, Analisis Klaster Industri dalam Perspektif Manajemen Rantai Pasokan Perkebunan Kelapa Sawit... | 213

You might also like