Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Analisis Pendekatan Sanitasi Dalam Menangani Stunting (Studi Literatur) Syamsuddin S, Ulfa Zafirah Anisah

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Jurnal Sulolipu : Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat

Vol. 20 No.2 2020


e-issn : 2622-6960, p-issn : 0854-624X

ANALISIS PENDEKATAN SANITASI DALAM MENANGANI STUNTING (STUDI LITERATUR)


Analysis of the Sanitation Approach in Handling Stunting (Literature Study)
Syamsuddin S1, Ulfa Zafirah Anisah 2
1, 2
Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Makassar
*)syam.kesling@gmail.com

ABSTRACT

Sanitation is the prevention of disease by eliminating or controlling environmental factors that form a link in disease
transmission. Poor sanitation can cause infectious diseases in toddlers and can lead to stunting. Stunting or short is a condition
of failure to thrive in infants (0-11 months) and children under five (12-59 months) as a result of chronic malnutrition, especially
in the first 1,000 days of life so that the child is too short for his age. This study aims to determine the sanitation factor with the
incidence of stunting. This type of research is a literature study, namely by collecting data in the form of secondary data
obtained from the literature and the results of previous studies that examine the relationship between independent and
dependent variables. The sample in this literature study research is 5 journals related to the title. The results of the study
showed that there were 5 journals on sanitation approaches in dealing with the incidence of stunting which was influenced by
access to latrines, washing hands with soap, clean water facilities, sewerage channels, and they were stated to have a
significant relationship with the incidence of stunting. Based on the results, it can be concluded that poor sanitation will increase
the risk of stunting in toddlers. Things that can be suggested are the control of risk factors for stunting, namely improving and
maintaining latrine access, washing hands with soap, clean water facilities and sewerage channels.
Keywords: Latrine Access, Handwashing With Soap, Clean Water Facilities, Sewerage, Sanitation, Stunting

ABSTRAK

Sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan menghilangkan atau mengendalikan faktor lingkungan yang membentuk mata
rantai dalam penularan penyakit. Sanitasi yang buruk dapat menyebabkan penyakit infeksi pada balita dan dapat
menyebabkan stunting. Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak balita (12-59
bulan) akibat dari kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor sanitasi dengan kejadian stunting. Jenis penelitian ini adalah studi
literatur, yaitu dengan mengumpulkan data berupa data sekunder yang diperoleh dari literatur-literatur dan hasil penelitian
sebelumnya yang mengkaji hubungan variabel bebas dengan terikat. Sampel dalam penelitian dengan studi kepustakaan ini
adalah 5 jurnal yang sekaitan dengan judul. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 jurnal tentang pendekatan
sanitasi dalam menangani kejadian stunting yang dipengaruhi oleh akses jamban, cuci tangan pakai sabun, sarana air bersih,
saluran pembunagan air limbah dan dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting. Berdasarkan
hasil dapat disimpulkan bahwa jika sanitasi buruk akan meningkatkan risiko terjadinya stunting pada balita. Hal yang dapat
disarankan adalah adanya pengendalian faktor risiko kejadian stunting yaitu dilakukan peningkatan dan pemeliharaan akses
jamban, cuci tangan pakai sabun, sarana air bersih dan saluran pembuangan air limbah.
Kata Kunci : Akses Jamban, Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Sarana Air Bersih, Saluran Pembuangan Air Limbah,
Sanitasi, Stunting
maksimal. (Pedoman Teknis Kesehatan
Pendahuluan Lingkungan, 2019).
Sanitasi sangatlah penting untuk tetap Secara global sekitar 22,2% juta anak balita
menjaga kesehatan suatu lingkungan dalam mengalami stunting. Pada tahun 2017, lebih dari
upaya mencegah terjadinya masalah gangguan setengah balita yang terkena stunting di dunia
kesehatan akibat faktor lingkungan yang dapat berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari
berpotensi merugikan kesehatan (Chandra, sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6
Budiman, 2007 dalam Supriadi, dkk 2016). juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak
Ketersediaan air minum dan sanitasi yang layak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi
dapat mengurangi tingginya angka kematian paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Data
pada balita dan bayi yang umumnya meninggal prevalensi balita stunting yang dikumpulkan
dikarena penggunaan air dan sarana sanitasi World Health Organization (WHO), Indonesia
yang tidak layak sehingga dapat menyebabkan termasuk ke dalam negara ketiga dengan
terjadinya penyebaran dan penyakit infeksi prevalensi tertinggi di regional Asia
berbasis lingkungan. Kejadian penyakit infeksi Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR),
yang sering berulang karena sumber Indonesia sendiri ditempatkan di peringkat kedua
penyakitnya tidak dihilangkan dapat setelah Laos dengan rata-rata prevalensi Balita
menyebabkan gangguan kecukupan gizi kronis yang mengalami stunting di Indonesia tahun
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi dan 2005-2017 adalah 36,4%. (Kemekes RI. 2018).
balita. Jika kekurangan asupan gizi kronis terjadi Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
pada ibu hamil dan bayi maka dapat Selatan jumlah stunting di Indonesia pada tahun
menyebabkan terjadinya stunting pada anak 2015 sebanyak 29,0%, tahun 2016 sebanyak
balita. Stunting terjadi ketika anak mengalami 27,5% dan tahun 2017 sebanyak 29,6%.
kekurangan asupan gizi dalam waktu yang lama Berdasarkan hasil Pantauan Status Gizi (PSG)
dan terus menerus sehingga akibatnya adalah 2017 prevalensi stunting bayi berusia di bawah
anak tidak mengalami pertumbuhan fisik yang lima tahun (balita) Nusa Tenggara Timur (NTT)
telah mencapai 40,3%. Angka tersebut

303
Jurnal Sulolipu : Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat
Vol. 20 No.2 2020
e-issn : 2622-6960, p-issn : 0854-624X

merupakan yang tertinggi dibanding provinsi Hasil dan Pembahasan


lainnya dan juga di atas prevelensi stunting Hasil
nasional sebesar 29,6%. Provinsi Sulawesi Tabel 1
Selatan berada pada urutan kesembilan dengan Perilaku Higiene dan Sanitasi Meningkatkan
Balita stunting yakni mencapai 34,8% Risiko Kejadian Stunting Balita Usia 12-
(Kemenkes RI. 2018). 59 Bulan di Banten, Dewi Khairiyah, Adhila
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Dewi dkk tahun 2020 yaitu perilaku hygiene dan Tidak
Stunting N
No Indikator Sanitasi Stunting N
sanitasi lingkungan yang buruk dapat (%)
(%)
meningkatkan risiko terjadinya stunting pada
balita. Kondisi sanitasi yang buruk umumnya Penyediaan
prevalensi stunting tinggi. 1
Jamban
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian analisis pendekatan Terdapat Jamban 17 (41.5) 41 (100)
sanitasi dalam menangani permasalahan Tidak Terdapat
stunting. 24 (58.5) 0 (0)
Jamban Sehat
Metode 2
Mencuci Tangan
Jenis Penelitian Dengan Sabun
Adapun jenis penelitian ini adalah studi Ya 14 (34.1) 38 (92.7)
literatur yaitu sebuah pencarian literature seperti Tidak 27 (65.9) 3 (7.3)
jurnal, majalah, buku-buku pengetahuan dan lain
sebagainya yang relevan dengan pendekatan 3 Sumber Air
sanitasi dalam menangani stunting, kemudian Terjaga (Air
dibaca dan dianalisa serta dibahas sesuai ledeng, sumur,
dengan variabel penelitian. mata 26 (63.4) 41 (100)
Variabel Penelitian air terlindung)
a. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu
akses jamban, Cuci Tangan Pakai Sabun Tidak Terjaga 15 (36.6) 0 (0)
(CTPS), sarana air bersih, Saluran
Pembuangan Air Limbah Sumber : Data Primer (Dewi dkk, 2019)
b. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu
Stunting Tabel 2
Pengumpulan data Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga
Teknik pengumpulan data dalam penelitian Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita di
ini yaitu data sekunder. Data sekunder adalah Puskesmas Wonomulyo Kabupaten Polewali
Mandar, Yuliani Soerachmad, Muhammad Ikhtiar,
data yang diperoleh dari buku-buku, internet, Agus Bintara S (2019)
data dinas kesehatan maupun data puskesmas No Variabel Stunting Pada Balita P
dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan Persentase Value
Kasus % Kontrol %
dengan objek penelitian.
1 Mencuci
Pengolahan Data Tangan di Air
Pengolahan data pada penelitian ini Mengalir
dilakukan dengan menganalisa tiap sampel Menggunakan
Sabun
melalui analisis tujuan, kesesuaian topik, metode Ya 32 58.2 55 100
penelitian yang digunakan, ukuran sampel dan
Tidak 23 41.8 0 0
hasil dari setiap sampel. 0
Penyajian Data 2 Pengamanan
Saluran
Data yang dihasilkan berdasarkan hasil dari Pembuangan
pengumpulan jurnal yang relevan dengan akses Limbah
jamban, cuci tangan pakai sabun (CTPS), sarana Ya 44 98.2 55 100

air bersih dan saluran pembuangan air limbah Tidak 11 1.8 0 0


dengan pendekatan sanitasi dalam menangani
stunting yang disajikan dalam bentuk tabel dan Sumber : Data Primer (Agus Bintara dkk, 2019)
narasi.

304
Jurnal Sulolipu : Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat
Vol. 20 No.2 2020
e-issn : 2622-6960, p-issn : 0854-624X

Tabel 3 Tabel 5
Akses Ke Sarana Sanitasi Dasar Sebagai Faktor Risiko Stunting Usia 6-23 Bulan Di
Faktor Kecamatan Bontoramba
Risiko Kejadian Stunting Pada Balitas Usia 6- KabupatenJeneponto,
59 Bulan, Amrul Hasan, Haris Kadarusman Nasrul, Fahmi Hafid, A. Razak Thaha,
(2019) Suriah (2015)
No Variabel Kontrol Kasus Total
Variabel Stunting Normal Jumlah
n=200 % n=200 % n=400 %

1 Akses N % N % N %
Jamban
Sehat Perilaku
Memenuhi
144 72 71 36 215 54
Mencuci
Syarat Tangan
Tidak
Memenuhi 56 28 129 65 185 46 Tidak
Syarat Mencuci 121 53 106 47 227 100
2 Akses Tangan
Sumber
Air Mencuci
45 37 78 63 123 100
Bersih Tangan
Memenuhi Sumber : Data Primer (Nasrul dkk, 2019)
Syarat 114 57 42 21 156 39

Tidak Pembahasan
Memenuhi 86 42 158 79 244 61
Syarat 1. Hubungan akses jamban dengan kejadian
stunting
Sumber : Data Primer (Amrul Hasan dkk, 2019) Berdasarkan jurnal yang dikaji pada tabel
5.1, 5.3 dan 5.4 yang terkait mengenai
Tabel 4 hubungan akses jamban dengan kejadian
Hubungan Karakteristik Balita, Pengetahuan stunting, dapat dijelaskan bahwa rumah
Ibu dan Sanitasi Terhadap Kejadian tangga yang tidak memiliki akses jamban
Stunting Pada Balita Di Kecamatan Labuan balitanya beresiko menderita stunting.
Kabupaten Pandeglang, Siti Nur Sanitasi yang buruk dapat memicu
Ramdaniati, Dian kerusakan usus akibat paparan bakteri yang
Nastiti (2019) mengakibatkan terganggunya penyerapan
Nil
zat gizi makanan yang berdampak pada
Karakteris OR tumbuh kembang balita. Permasalahan
Kasus Kontrol Total ai
tik
P 95% terbesar saat ini terdapat pada sarana
Cl sanitasi yaitu jamban yang tidak memenuhi
F % F % F %
syarat kesehatan. Sebagian besar
Kepemilik
an responden melakukan aktivitas mandi-cuci-
Jamban kakus (MCK) di bantaran sungai.
Tidak Ada 1 3
6 15
2
25 0
3.438 Perilaku buang air besar sembarangan
Jamban 5 9 9 (1.16 (BABS) dikarenakan tidak tersedianya
4-
Ada 2 6 3 5 10.15 fasilitas jamban sehat yang erat kaitannya
85 75
Jamban 4 2 3 7 2) dengan penyakit yang disebabkan oleh
Sumber kotoran tinja manusia, serta kurangnya
Air sosialisasi dari pemerintah yang
Tidak 1 5. 2.182 menyebabkan minimnya pengetahuan
6 0 0 6 0
Layak 5 1 (1.69 dimasyarakat mengenai dampak buang air
3 8 3 10 7 7- besar sembarangan. Tinja yang dibuang
Layak 95 2.805
3 5 9 0 2 disembarang tempat dapat menimbulkan
Sumber : Data Primer (Siti dkk, 2019) kontaminasi pada air dan tanah, tinja yang
tidak tertampung dapat mengakibatkan
penyakit infeksi seperti diare yang dapat
mengganggu penyerapan nutrisi pada
proses pencernaan. Jika diare berlangsung
dalam waktu yang lama dan tidak disertai
dengan pemberian asupan yang cukup untuk
proses penyembuhan maka dapat

305
Jurnal Sulolipu : Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat
Vol. 20 No.2 2020
e-issn : 2622-6960, p-issn : 0854-624X

mengakibatkan balita stunting (Kemenkes balita dikarenakan jika balita mengonsumsi


RI, 2018). makanan dan tidak mencuci tangan dengan
Zat-zat yang harus dikeluarkan dari benar dapat meningkatkan risiko terkena
dalam tubuh berbentuk tinja, air seni sebagai penyakit infeksi seperti muntah-muntah dan
hasil dari proses pernapasan. Tinja adalah diare, jika kondisi seperti ini berlangsung
sumber penyebaran penyakit, tinja dapat akan berdampak buruk terhadap
langsung mengkontaminasi makanan, pertumbuhan balita (Aisyah dkk, 2019).
minuman, air, tanah dan serangga (kecoa, Kebiasaan cuci tangan yang buruk dapat
lalat). Jika pengelolaan tinja tidak baik meningkatkan munculnya bakteri yang
penyakit akan mudah tersebar. Beberapa masuk kedalam tubuh anak melalui
penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja makanan yang berdampak pada kesehatan
manusia antara lain tifus, disentri, kolera anak. Bakteri-bakteri tersebut dapat
serta diare. Untuk mencegah menimbulkan penyakit infeksi seperti diare
terkontaminasinya tinja di lingkungan, maka yang dapat menyebabkan anak kehilangan
pembuangan kotoran harus di jamban sehat cairan asupan gizi yang lainnya. Jika tidak
(Catur dkk, 2019). segera diatasi anak akan semakin
Jamban keluarga sehat adalah jamban kehilangan zat gizi maka dapat
yang memenuhi syarat kesehatan yaitu, menyebabkan anak gagal tumbuh.
tidak mencemari sumber air bersih , letak Anggota badan yang paling sering
lubang penampung kotoran berjarak 10-15 digunakan untuk beraktifitas dan
meter dari sumber air bersih, tidak berbau bersentuhan dengan benda-benda disekitar
dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga adalah tangan, terutama bagian telapak
maupun tikus, cukup luas dan miring kearah tangan dan jari-jari. Sehingga tangan kita
lubang jongkok sehingga tidak mencemari menjadi tempat melekatnya kuman atau
tanah dan sekitarnya, mudah dibersihkan sebagai media perpindahan kuman dari satu
dan aman penggunaannya serta dilengkapi tempat ke yang lain. Cuci tangan dengan
dinding dan atap pelindung, dinding kedap sabun di air mengalir akan menurunkan
air dan berwarna, cukup penerangan, lantai jumlah kuman pathogen pada tangan
kedap air dan ventilasi cukup baik (Depkes dikarenakan adanya kandungan zat
RI, 2004). pembersih yang berada di sabun dan akan
Keberadaan jamban yang tidak membantu proses pelepasan kuman
memenuhi syarat berpotensi timbulnya ditangan yang menempel di permukaan luar
penyakit infeksi dikarenakan sanitasi yang kulit tangan. Air mengalir digunakan agar
buruk dapat mengganggu penyerapan nutrisi membantu membuang bakteri yang telah
pada proses pencernaan jika kondisi ini mati yang menempel di tangan karena
berlangsung lama serta tidak adanya penggunaan sabun. Adapun waktu mencuci
pemberian asupan gizi yang cukup maka tangan yaitu sebelum memasak, setelah
akan dapat mengakibatkan stunting pada memegang hewan, setiap keluar dari kamar
balita. mandi, sebelum makan, sebelum
2. Hubungan Cuci Tangan dengan Sabun menyuapi/menyusui bayi dan setelah bersin
(CTPS) dengan kejadian stunting dan batuk.
Berdasarkan jurnal yang dikaji pada tabel Cara cuci tangan pakai sabun yang
5.1, 5.2 dan 5.5 yang terkait mengenai benar adalah menggosok telapak tangan
hubungan cuci tangan pakai sabun (CTPS) secara bersamaan, menggosok punggung
dengan kejadian stunting dapat dijelaskan kedua tangan, jalinkan kedua telapak tangan
bahwa ke biasaan mencuci tangan dengan lalu digosok-gosokkan, tautkan jari-jari atara
sabun dapat mencegah masuknya kuman kedua telapak tangan secara berlawanan,
dan bakteri ke dalam tubuh terutama ibu gosok ibu jari secara memutar dilanjutkan
yang sedang hamil. Menurut WHO (World dengan daerah jari telunjuk dan ibu jari
Health Organization) ada 6 langkah mencuci secara bergantian, gosok kedua
tangan dengan benar menggunakan sabun pergelangan tangan dengan arah memutar,
serta dibawah air mengalir. Meski terlihat bilas dengan air dan keringkan. Hal
sederhana namun penerapan cuci tangan terpenting dalam ctps bukan berapa lama
pakai sabun (CTPS) mampu mencegah waktu mencuci tangan, tetapi cara mencuci
terjadinya penularan penyakit yang tangannya (Kemenkes RI, 2014).
disebabkan oleh kuman dan bakteri. Kebiasaan ibu yang mencuci tangan
Ibu yang masih menerapkan cuci tangan dengan sabun sebelum memberikan makan
dengan sabun yang buruk akan berdampak atau setelah buang air besar dapat
kepada asupan gizi yang di konsumsi oleh menurunkan angka sebanyak 15% risiko

306
Jurnal Sulolipu : Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat
Vol. 20 No.2 2020
e-issn : 2622-6960, p-issn : 0854-624X

balita yang terkena stunting. Jika kuman pembuangan air limbah minimal 11 meter.
masuk melalui mulut anak-anak dapat Pada sumur gali dan bor, diberi tembok
meningkatkan risiko anak terkena penyakit kedap air dengan kedalaman 3 meter dari
infeksi yang bisa ditandai dengan adanya permukaan tanah dilengkapi tutup dan bibir
gangguan nafsu makan ataupun diare sumur setinggi ±70 cm dan lantai diplester
sehingga asupan gizi balita tidak memenuhi kedap air dalam jarak 1 meter sekeliling atau
kebutuhan. Anak yang mengalami dari bibir dan sumber air tersebut harus
kekurangan gizi akan memiliki daya tahan memiliki kualitas fisik, biologi dan kimia
tubuh yang sering terkena penyakit dan yangmemenuhi syarat kesehatan (Depkes,
dapat mempengaruhi kognitif pada anak dan RI. 1999).
mengahambat pertumbuhan pada anak. Dalam penelitian Zairinayati dkk 2019
Anak yang gagal tumbuh akan memiliki daya menunjukkan bahwa anak yang berasal
ingat yang lemah dan jika sudh dewasa lebih dari keluarga dengan sumber air bersih yang
rentan untuk terkena penyakit. tidak terlindungi atau tidak memenuhi syarat
3. Hubungan sarana air bersih dengan mempunyai risiko menderita stunting 1,3 kali
kejadian stunting lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang
Berdasarkan jurnal yang dikaji pada tabel berasal dari keluarga dengan sumber air
5.1, 5.3 dan 5.4 hubungan sarana sanitasi terlindungi atau memenuhi syarat.
dengan kejadian stunting apabila sarana air 4. Hubungan saluran pembuangan air
bersih seperti sumur gali menyediakan air limbah dengan kejadian stunting
yang berasal dari lapisan air tanah sangat Berdasarkan jurnal yang dikaji pada tabel
mudah terkontaminasi melalui rembesan. 5.3 yang terkait mengenai saluran
Sarana air bersih adalah semua sarana pembuangan air limbah dengan kejadian
sebagai sarana air bersih bagi pemenuhan stunting dapat dikaji bahwa air limbah yang
rumah yang dipakai sehari-hari. dibuang sembarangan akan berdampak
Di dalam tubuh orang dewasa sekitar 50- negatif pada kesehatan manusia. Balita
60% berat badn terdiri dari air, untuk anak- sangat pendek banyak ditemukan pada
anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar rumah tangga dengan saluran pembuangan
80%. Kondisi sarana air bersih yang buruk air limbah yang tidak memadai.
dapat menyebabkan tingginya angka Saluran pembuangan air limbah
stunting tehadap balita dikarenakan air yang merupakan sarana berupa galian atau pipa
sudah terkontaminasi dapat menyebabkan dari yang berfungsi untuk membuang air
berbagai penyakit infeksi yang merupakan buangan yang berasal dari rumah tangga
salah satu penyebab terjadinya stunting seperti dapur, kamar mandi, air cucian yang
pada balita. Keluarga yang tidak memiliki dapat mengotori sumber air seperti sumur,
akses air bersih 1,26 kali lebih berisiko kali atau sungai. Kondisi saluran
mengalami stunting pada balita. Air pembuangan air limbah yang tidak
merupakan sumber kehidupan bagi makhluk memenuhi syarat dapat menimbulkan
hidup. penyakit dikarenakan air limbah mudah
Air bersih yang tercemar dapat meresap ke dalam sumber air bersih
menimbulkan risiko terjadinya penyakit sehingga menyebabkan pencemaran.
seperti waterborne disease yaitu penyakit Saluran air limbah yang dibiarkan terbuka,
yang ditularkan oleh air pada manusia tidak lancer dan becek akan mudah menjadi
secara langsung melalui persediaan air dan tempat berkembangbiaknya vektor sehingga
water washed disease yaitu penyakit yang menjadi media penularan penyakit seperti
disebabkan oleh kurangnya air untuk diare, lalat yang hinggap pada kotoran air
pemeliharaan kebersihan perseorangan. limbah kemudian membawa kuman dan
Kuman pathogen dalam air yang dapat bakteri yang sering meletekkannya di
menyebabkan penyakit ditularkan kepada makanan manusia.
manusia melalui mulut atau sistem Limbah cair berhubungan erat dengan
pencernaan. Beberapa penyakit bawaan air masalah lingkungan hidup dan masalah
yang sering ditemukan yaitu, diare, kolera, kesehatan pada masyarakat, agar tidak
tifus, hepatitis A (Syamsuddin dkk, 2019). berperan sebagai sumber penularan
Oleh karena itu, pentingnya bagi setiap penyakit limbah harus ditampung dan diolah
keluarga memiliki sumber air bersih yang pada suatu lubang dalam tanah atau bak
memenuhi syarat kesehatan. Sarana air tertutup yang tidak terjangkau oleh vektor
bersih yang memenuhi syarat apabila jarak dan berjarak minimal 15 meter dari sumber
antara sumber air bersih dengan septic tank, air minum. Paparan terus menerus terhadap
tempat pembuangan sampah dan tempat kotoran dapat menyebabkan infeksi bakteri

307
Jurnal Sulolipu : Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat
Vol. 20 No.2 2020
e-issn : 2622-6960, p-issn : 0854-624X

kronis. Penelitian ini sejalan dengan dikarenakan air bersih yang tidak memenuhi
Penelitian cross sectional berdasarkan data syarat mempunyai risiko menderita stunting
sekunder Riset Kesehatan Dasar 1,3 kali lebih tinggi pada balita.
(Risekesda) 2007 dan 2013 yang 4. Hasil persentase saluran pembuangan air
menyatakan bahwa kondisi saluran limbah dengan kejadian stunting memiliki
pembuangan air limbah memiliki hubungan hubungan dikarenakan saluran pembuangan
terhadap status gizi balita. Balita sangat air limbah yang tidak memenuhi syarat
pendek banyak ditemukan pada rumah berpotensi untuk menimbulkan penyakit
tangga dengan saluran pembuangan air infeksi yang akan menimbulkan gangguan
limbah yang tidak memadai. Saluran penyerapan zat gizi.
pembuangan air limbah yang memenuhi
syarat yaitu tidak berbau, tidak mencemari Saran
sumber air, tidak mengotori permukaan 1. Untuk peneliti selanjutnya, agar dapat
tanah. mengembangkan penelitian ini dengan
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh variabel berbeda seperti penanganan
sanitasi yang buruk misalnya diare dan sampah yang berhubungan dengan sanitasi
kecacingan mengakibatkan terganggunya dalam menangani stunting.
proses penyerapan zat gizi oleh tubuh 2. Disarankan untuk masyarakat agar
sehingga zat gizi tidak terserap dengan baik. membudayakan perilaku tidak buang air
Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang besar sembarangan dan membuang tinjanya
cukup lama dan tidak disertai dengan pada jamban yang memenuhi syarat yang
pemberian asupan gizi yang cukup untuk bertujuan untuk memutuskan kontaminasi
proses penyembuhan maka dapat kotoran manusia sebagai sumber penyakit.
mengakibatkan stunting. Rumah tangga 3. Disarankan untuk masyarakat agar
sendiri disebut memilik sanitasi yang layak menerapkan perilaku cuci tangan pakai
apabila fasilitas sanitasi yang digunakan sabun di air yang mengalir dengan benar
memenuhi syarat kesehatan (Muty dkk, agar kuman yang berada di tangan dapat
2019). mencegah terjadinya penularan penyakit
Kesimpulan dan Saran yang disebabkan oleh kuman dan bakteri
Kesimpulan pada tangan.
1. Hasil persentase akses jamban dengan 4. Disarankan untuk masyarakat agar
kejadian stunting memiliki hubungan karena memelihara sarana air bersih sehingga
akses jamban yang buruk dapat terhindar dari kontaminasi yang
menyebabkan tingginya kejadian stunting menyebabkan penyakit infeksi bagi
pada balita. kesehatan.
2. Hasil persentase cuci tangan dengan sabun 5. Disarankan kepada masyarakat agar
(CTPS) dengan kejadian stunting memiliki memeliharan kondisi saluran pembuangan
hubungan dikarenakan kurangnya air limbahnya, seperti membersihkan setiap
pengetahuan mencuci tangan dengan benar hari agar SPAL tidak tersumbat dan dapat
dapat menyebabkan kondisi kesehatan yang mengalir dengan lancer dan tidak menjadi
buruk termasuk kejadian stunting pada balita. tempat perkembangbiakan vektor serta tidak
3. Hasil persentase sarana air bersih dengan menimbulkan bau.
kejadian stunting memiliki hubungan

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2019


Hardani, Muty, and Reni Zuraida. 2019. “Penatalaksanaan Gizi Buruk Dan Stunting Pada Balita Usia
14 Bulan Dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga.” Medula 9(3): 565–75.
Hasan, Amrul, and Haris Kadarusman. 2019. “Akses Ke Sarana Sanitasi Dasar Sebagai Faktor Risiko
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 6-59 Bulan.” Jurnal Kesehatan 10(3): 413.
http://www.ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/1451..
Khairiyah, Dewi, and Adhila Fayasari. 2020. “Perilaku Higiene Dan Sanitasi Meningkatkan Risiko
Kejadian Stunting Balita Usia 12-59 Bulan Di Banten Hygiene Sanitation Behavior Increased the
Risk of Stunting on 12-59 Months.” 03(02): 123–34.
http://ilgi.respati.ac.id/index.php/ilgi2017/article/view/137.
Nasrul, Fahmi Hafid, A Razak Thaha, and Suriah. 2015. “Faktor Risiko Stunting Usia 6-23 Bulan DI
Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.” Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 11(3):
139–46. http://journal.unhas.ac.id/index.php/mkmi/article/view/518.

308
Jurnal Sulolipu : Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat
Vol. 20 No.2 2020
e-issn : 2622-6960, p-issn : 0854-624X

Ramdaniati, Siti Nur, and Dian Nastiti. 2019. “Hubungan Karakteristik Balita, Pengetahuan Ibu Dan
Sanitasi Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Di Kecamantan Labuan Kabupaten
Pandeglang.” HEARTY Jurnal Kesehatan Masyarakat 7(2): 47–54. http://ejournal.uika-
bogor.ac.id/index.php/Hearty/article/view/2877.
Riset Kesehatan Dasar. 2018
Soekidjo Notoatmodjo. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit: Rineka Cipta.
Supriadi, Emilia Chandra. 2016. “Penerapan Hygiene Dan Sanitasi Di Pondok Pesantren As’Ad
Seberang Kota Jambi Tahun 2016.” Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.18
18(1):132–42.
Syamsuddin S, 2019. Kesehatan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Penerbit: Buku Kedokteran EGC
Yuliani Soeracmad, Muhammad Ikhtiar, Agus Bintara. 2019, “Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah
Tangga Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Di Puskesmas Wonomulyo Kabupaten
Polewali Mandar Tahun 2019”. (Online). http://journal.lppm-
unasman.ac.id/index.php/jikm/article/view/519. Diakses Tanggal 13 April 2020.
Zairinayati, Rio Purnama. 2019. “Hubungan Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita.” Jurnal Kesehatan Volume 10,(Program Studi DIII Kesehatan Lingkungan,
STIKES Muhammadiyah Palembang).

309

You might also like