Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Perendaman Daging Itik (Anas Javanica) Dengan Berbagai Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Jumlah Bakteri, Daya Awet Dan Akseptabilitas

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 14

1

PERENDAMAN DAGING ITIK (Anas javanica) DENGAN BERBAGAI


KONSENTRASI ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA TERHADAP
JUMLAH BAKTERI, DAYA AWET DAN AKSEPTABILITAS

(THE SUBMERSION OF DUCK MEAT (Anas javanica) WITH VARIOUS


CONCENTRATION OF COCONUT SHELL LIQUID SMOKE TOWARD
BACTERIA COUNT, SHELF LIFE AND ACCEPTABILITY)

Wendry Setiyadi Putranto1), Lilis Suryaningsih1), Indah Septiani1)

1)
Department of Animal Products Technology, Faculty of Animal Husbandry
University of Padjadjaran,Bandung

ABSTRACT

The research on the influence of duck meat (Anas javanica)


submersion with various concentration of coconut shell liquid smoke
toward bacteria count, shelf life and acceptability was to know the
influence of drake meat submersion with various concentration of coconut
shell liquid smoke toward total bacteria count, shelf life and acceptability
also to know the percentage of concentration coconut shell liquid smoke to
submerge drake meat thus gained the lowest total bacteria count, the
longest shelf life and acceptability the most favor. This research did based
on Complete Randomized Design, with five type of repetitions of
submersion coconut shell liquid smoke with concentrations those were 0%
(A0), 2,5% (A1), 5% (A2), 7,5% (A3) and 10% (A4), with repetition as many
as 4 times. The research result showed that the duck meat submersion
with coconut shell liquid smoke influenced to the decreasing bacteria
count, and increasing shelf life but did not influence to the acceptability
(color, taste, smell and total acceptance) of duck meat. Liquid smoke can
be used until to the concentration 10% resulting total bacteria count as
many as 25,40 x 10 6 CFU/g, shelf life as long as 1216 minutes and
acceptability (color, taste, smell and overall acceptance) with hedonic
scale between from rather favor to very favor.

Keywords: Duck meat, liquid smoke, coconut shell, bacteria count,


shelf life, acceptability.
2

PENDAHULUAN

Kontaminasi permukaan daging atau karkas dapat terjadi sejak

saat penyembelihan ternak hingga daging di konsumsi. Awal kontaminasi

pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran

darah pada saat penyembelihan, jika alat-alat yang dipergunakan untuk

pengeluaran darah tidak steril. Besarnya kontaminasi mikrobia pada

daging akan menentukan kualitas dan masa simpan daging dan daging

proses (Soeparno, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

pada dan didalam daging termasuk temperatur, kadar air/kelembaban,

oksigen, tingkat keasaman dan kebasaan (pH) dan kandungan gizi

daging. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan

mikroorganisme tersebut, termasuk mikroorganisme perusak atau

pembusuk, karena: (1) mempunyai kadar air yang tinggi (kira-kira 68 –

75%), (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan

kompleksitasnya yang berbeda, (3) mengandung sejumlah karbohidrat

yang dapat difermentasikan, (4) kaya akan mineral dan kelengkapan

faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, (5) mempunyai pH 5,3 – 6,5

yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (Soeparno, 2005).

Pencegahan proses berkembangnya mikroba, maka perlu adanya

usaha pengawetan dengan menggunakan zat antimikroba (senyawa) baik

berupa bahan kimia alami maupun sintetik yang dapat berfungsi


3

menghambat aktivitas mikroba. Zat yang ideal digunakan sebagai

antimikroba ialah zat yang mempunyai aktivitas antimikroba yang cukup

luas, tidak beracun (toksik) terhadap organisme lain, ekonomis, tidak

menyebabkan perubahan citarasa, flavor dan aroma, aktivitas tidak

menurun dengan adanya komponen makanan, tidak menimbulkan galur

yang resisten dan yang lebih baik lagi mampu membunuh mikroba

(Frazier dan Westhoff, 1979). Salah satu proses pengawetan daging

adalah dengan pengasapan.

Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan

cair dalam medium gas (Girard, 1992) dan asap tersebut dapat

dikondensasikan menjadi cairan. Asap cair merupakan campuran larutan

dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan

mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu (Yulistiani dan Purnama,

1997).

Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan

karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang

dilaporkan Purnama (2006) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung

kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol

sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %.

Dua senyawa utama dalam asap cair yang diketahui mempunyai

efek bakterisidal/bakteriostatik dan membentuk cita rasa produk asap

adalah fenol dan asam-asam organik (asam asetat, propionat, butirat dan

valerat), kombinasi senyawa tersebut secara efektif dapat mengontrol


4

pertumbuhan mikroba (Yulistiani dan Purnama, 1997), sedangkan

senyawa karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya pembentukan

warna cokelat karena adanya gugus karbonil dari gula reduksi bereaksi

dengan gugus amino dari protein daging dan asam-asam amino secara

non enzimatik, dan hasil reaksinya menimbulkan warna cokelat gelap dan

perkembangan flavor terbakar dan rasa pahit (Soeparno, 2005). Jenis

senyawa fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah

guaiakol dan siringol yang merupakan senyawa pembentuk utama aroma

asap (Pszczola, 1995).

Keuntungan penggunaan asap cair antara lain lebih intensif dalam

pemberian citarasa, kontrol hilangnya citarasa lebih mudah, dapat

diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam

pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat diperkecil

dan dapat diaplikasikan ke dalam bahan dengan berbagai cara seperti

penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung ke dalam makanan

(Maga, 1987).

Perendaman daging dada ayam broiler dalam asap cair tempurung

kelapa dengan konsentrasi 15%, 20%, 25%, 30% tidak memberikan

pengaruh terhadap kadar air dan kadar lemak daging asap tetapi nyata

berpengaruh terhadap kadar protein. Kadar protein daging asap menurun

bila konsentrasi asap cair ditingkatkan lebih dari 15% (Resti, 2008).

Penggunaan asap cair untuk pengawetan ikan kembung (Rastrelliger

neglectus) segar dilakukan dengan konsentrasi 5-10% asap cair selama


5

30 menit mampu mempertahankan kesegaran ikan sampai 24 jam namun

nilai Total Plate Count (TPC) sudah melebihi batas yang disyaratkan

(Dwiyitno dan Rudi, 2006). Kualitas organoleptik filet lele dumbo

berbumbu yang direndam dalam larutan asap cair konsentrasi 10% dan

lama perendaman 1 menit memberikan kualitas organoleptik terbaik

(Haryo dkk, 2006). Perendaman ikan tongkol (Euthynnus affinis) dengan

asap cair selama 30 menit dan konsentrasi 5% memperlihatkan kualitas

organoletik terbaik (Maydina, 2004).

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh

perendaman daging itik dengan berbagai konsentrasi asap cair tempurung

kelapa terhadap jumlah total bakteri, daya awet dan akseptabilitas.

Menentukan tingkat persentase konsentrasi asap cair tempurung kelapa

untuk merendam daging itik sehingga diperoleh jumlah total bakteri paling

rendah, daya awet paling lama dan akseptabilitas paling disukai.

METODOLOGI

Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu daging itik jantan

(Anas javanica) bagian paha sebanyak 40 buah, asap cair tempurung

kelapa Wico yang didapat dari Wibisono Group Lampung. Tahap-tahap

yang dilakukan dalam pengawetan daging itik jantan dengan

menggunakan asap cair tempurung kelapa sebagai berikut, daging itik

jantan bagian paha ditimbang, kemudian dibersihkan dengan air yang


6

mengalir. Daging itik dicuci lalu ditiriskan selama 5 menit, setelah itu

direndam dalam asap cair tempurung kelapa dengan konsentrasi 0%,

2,5%, 5%, 7,5%, 10% selama 30 menit. Kemudian daging yang telah

direndam menggunakan asap cair ditiriskan terlebih dahulu selama 5

menit. Dilakukan pengemasan dengan menggunakan plastik steril.

Kemudian dilakukan pengujian terhadap jumlah bakteri menggunakan

metode Total Plate Count (TPC) (Departemen Kesehatan RI, 1991), daya

awet ditentukan dengan uji awal kebusukan (Puntodewo, 1998) dan

akseptabilitas menggunakan skala hedonik/ tingkat kesukaan

(Soekarto,1985).

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen di laboratorium.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 5 perlakuan yaitu berbagai tingkat konsentrasi asap cair

tempurung kelapa 0% (A0), 2,5% (A1), 5% (A2), 7,5% (A3), 10% (A4) dan 4

kali ulangan, sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Data jumlah total

bakteri yang diperoleh ditransformasikan dengan tranformasi Logaritma

(log x), sedangkan data uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau dan

total penerimaan yang diperoleh akan ditransformasi dengan transformasi

. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam

dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Tukey

(Honestly Significant Difference / HSD) (Gasperz, 1991).


7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Bakteri

Jumlah bakteri semakin menurun pada setiap peningkatan

konsentrasi perendaman. Hal ini disebabkan karena adanya peran

bakteriostatik dari asap cair.

Tabel 1. Uji Tukey Perbedaan Antar Perlakuan Terhadap Jumlah Bakteri


Rata-rata Jumlah Bakteri Signifikansi
Perlakuan
(106 CFU/g) 0,05
A0 57,61 a
A1 53,11 a b
A2 43,99 b
A3 35,33 c
A4 25,40 d

Keterangan: A0 = perlakuan ke-1 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 0%)


A1 = perlakuan ke-2 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 2,5%)
A2 = perlakuan ke-3 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 5%)
A3 = perlakuan ke-4 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 7,5%)
A4 = perlakuan ke-5 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 10%)
Huruf kecil yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
pada α 0,05

Berdasarkan Tabel 1. tampak bahwa konsentrasi perendaman

7,5% (A3) dan 10% (A4) menghasilkan jumlah bakteri (35,33 x 10 6 CFU/g

dan 25,40 x 106 CFU/g) yang berbeda nyata dibandingkan dengan

konsentrasi perendaman yang lain. Kombinasi antara komponen

fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis

mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia (Pszczola dalam Astuti,

2000). Fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasikan protein dan

merusak membran sel. Fenol berikatan dengan protein melalui ikatan


8

hidrogen sehingga mengakibatkan struktur protein menjadi rusak.

Sebagian besar struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri

mengandung protein dan lemak.

Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri

menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan aktif,

pengendalian susunan protein dari sel bakteri menjadi terganggu.

Gangguan integritas sitoplasma berakibat pada lolosnya makromolekul,

dan ion dari sel. Sel bakteri menjadi kehilangan bentuknya, dan terjadilah

lisis. Persenyawaan fenolat bersifat bakteriostatik atau bakterisid

tergantung dari konsentrasinya. Kematian sel bakteri berarti hilangnya

kemampuan bakteri secara permanen untuk bereproduksi (tumbuh dan

membelah).

Daya Awet

Daya awet daging itik semakin lama sesuai dengan peningkatan

konsentrasi asap cair. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya

konsentrasi perendaman maka jumlah bakteri semakin menurun sehingga

proses pemecahan protein dan lemak daging yang menyebabkan

kebusukan dapat dihambat (Lawrie,1995)


9

Tabel 2. Uji Tukey Perbedaan Antar Perlakuan Terhadap Daya Awet


Rata-rata Daya Awet Signifikansi
Perlakuan
(Menit) 0,05
A0 559 a
A1 655 b
A2 953 c
A3 1086 d
A4 1216 e

Keterangan: A0 = perlakuan ke-1 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 0%)


A1 = perlakuan ke-2 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 2,5%)
A2 = perlakuan ke-3 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 5%)
A3 = perlakuan ke-4 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 7,5%)
A4 = perlakuan ke-5 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 10%)
Huruf kecil yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
pada α 0,05.

Berdasarkan Tabel 2. tampak bahwa konsentrasi perendaman 0%

(A0) - 10% (A4) menghasilkan daya awet (559 – 1216 menit) yang berbeda

satu sama lain. Perendaman dengan konsentrasi 10% (A 4) lebih efektif

bila dibandingkan dengan konsentrasi yang lain. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi konsentrasi asap cair maka semakin efektif dalam

menghambat pertumbuhan bakteri.

Dua senyawa utama dalam asap cair yang diketahui mempunyai

efek bakterisidal/bakteriostatik dan adalah fenol dan asam-asam organik

(asam asetat, propionat, butirat dan valerat), kombinasi senyawa tersebut

secara efektif dapat mengontrol pertumbuhan mikroba (Yulistiani dan

Purnama, 1997).

Salah satu prinsip pengawetan pangan adalah dengan cara

menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme awal

yang rendah akan menghasilkan daya awet yang lebih lama.


10

Akseptabilitas

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Akseptabilitas Daging Itik


Perlakuan
Peubah
A0 A1 A2 A3 A4

Akseptabilitas
- Warna 3,40 3,70 3,45 3,40 4,00
- Rasa 3,40 3,40 3,55 3,45 3,60
- Bau 3,50 3,95 3,75 3,80 4,15
- Total Penerimaan 3,50 3,50 3,60 3,80 3,90
Keterangan: A0 = perlakuan ke-1 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 0%)
A1 = perlakuan ke-2 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 2,5%)
A2 = perlakuan ke-3 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 5%)
A3 = perlakuan ke-4 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 7,5%)
A4 = perlakuan ke-5 (konsentrasi asap cair tempurung kelapa 10%)

Warna

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi asap cair

tempurung kelapa terhadap warna daging itik menghasilkan pengaruh

tidak nyata atau non signifikan. Uji akseptabilitas terhadap warna daging

itik dilakukan dengan adanya perebusan daging itik pada suhu 80°C

selama 30 menit terlebih dahulu. Sebelum dilakukan perebusan,

sebenarnya terjadi perbedaan warna pada setiap konsentrasi

perendaman. Namun setelah dilakukan perebusan tidak ada perbedaan

yang nyata terhadap warna daging. Hal ini disebabkan karena daging

merah apabila dimasak zat warna yang disebut mioglobin akan berubah

dari merah keunguan menjadi cokelat keabuan. Warna coklat daging pada

berbagai perlakuan disebabkan perubahan pigmen mioglobin pada daging

sebagai penentu utama warna daging akibat reaksi kimia selama

pemanasan terjadi. Oksidasi pada besi dalam mioglobin akan

menyebabkan mioglobin menjadi metmioglobin yang berwarna coklat.


11

Mioglobin akan terdenaturasi pada suhu 65,56 °C (Winarno,1992). Dan

daging pada setiap konsentrasi perendaman menunjukan perubahan

warna yang hampir sama sehingga tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata.

Rasa

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi asap cair

tempurung kelapa terhadap rasa daging itik menghasilkan pengaruh tidak

nyata atau non signifikan. Senyawa-senyawa karbonil dalam asap

memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Namun

perendaman daging dengan berbagai konsentrasi asap cair tempurung

kelapa tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa daging itik.

Hal ini disebabkan karena permukaan daging itik tertutup oleh kulit

sehingga tidak memberikan kesempatan semua komponen asap berdifusi

ke dalam daging sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap nilai rata-rata mutu organoleptik rasa antar perlakuan

konsentrasi asap cair.

Bau
12

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi asap cair

tempurung kelapa terhadap bau daging itik menghasilkan pengaruh tidak

nyata atau non signifikan. Perendaman daging dengan berbagai

konsentrasi asap cair tempurung kelapa tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap bau daging itik. Hal ini disebabkan karena aroma sangat

subjektif serta susah diukur, sehingga menimbulkan pendapat yang

berlainan dalam menilai kualitas, yaitu perbedaan sensitivitas dalam

merasa dan mecium. Tidak adanya perbedaan yang nyata karena salah

satu sifat asap cair adalah menjadikan aroma produk konsisten (Pseszola,

1995).

Total Penerimaan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi asap cair

tempurung kelapa terhadap total penerimaan daging itik menghasilkan

pengaruh tidak nyata atau non signifikan. Perendaman daging dengan

berbagai konsentrasi asap cair tempurung kelapa terhadap total

penerimaan daging itik tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini

dikarenakan perendaman daging dengan berbagai konsentrasi asap cair

tempurung kelapa terhadap warna, rasa dan bau pun tidak memberikan

pengaruh yang nyata. Sehingga penerimaan secara keseluruhan akan

akseptabilitas daging tidak menunjukan pengaruh yang nyata.


13

KESIMPULAN

Perendaman daging itik dengan konsentrasi asap cair tempurung

kelapa 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% berpengaruh terhadap jumlah bakteri

dan daya awet tetapi tidak berpengaruh terhadap akseptabilitas (warna,

rasa, bau dan total penerimaan) daging itik.

Asap cair dapat digunakan sampai pada konsentrasi 10%

menghasilkan jumlah bakteri 25,40 x 10 6 CFU/g, daya awet selama 1216

menit dan akseptabilitas (warna, rasa, bau dan total penerimaan) dengan

skala hedonik antara agak suka sampai sangat suka.

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Laboratorium


Kesehatan. 1991. Petunjuk Pemeriksaan Mikrobiologi Makanan
dan Minuman. Departemen Kesehatan. Jakarta.

Dwiyitno dan Rudi R. 2006. Studi Penggunaan Asap Cair untuk


Pengawetan Ikan Kembung (Rastrelliger neglectus) Segar.
Available at:
http://www.perpustakaanbrkp.dkp.go.id/linkperpus/Web%20perpus
%20BBRP2B/Vol.1%20No.2%202006/Vol.1%20No.2%202006%20
(8).pdf. (Diakses 30 maret 2009)

Frazier WC and Westhoff DC. 1979. Food Microbiology Third Edition.


Tata Mc. Graw Hill Publishing Company Limited. New Delhi. P: 4,
5, 60, 68, 85.

Gasperz V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan Jilid I.


Tarsito. Bandung. Hal 33 – 50.

Girard J P. 1992. Technology of Meat and Meat Products. Ellis Horwood,


New York.

Haryo T Y, Iwan YB, Lelana dan Nurfitri E A. 2006. Kualitas


Organoleptik Filet Lele Dumbo Berbumbu yang Direndam dalam
14

Larutan Asap Cair. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Lawrie RA.1995.Ilmu Daging.Edisi Lima.Universitas Indonesia


Press.Jakarta

Maga J A. 1987. Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc., Boca


Raton, Florida. P: 154.

Maydina S. 2004. Pengaruh Pemberian Asap Cair Terhadap Aktivitas Air


(Aw) dan Kualitas Organoleptik pada Ikan Tongkol (Euthynnus
affinis). Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Pszczola D E. 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoked-


Based Flavors. Liquid Smoke – A Natural Aqueous Condensate of
Wood Smoke Provides Various Advantages, in Addition to Flavor
and Aroma. Food Technol.

Puntodewo H S. 1998. Analisis Kualitas Susu dan Daging. Fakultas


Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Hal: 38 – 47.

Purnama D. 2006. Asap Cair Pengawet Pangan Aman. Tabloid


Dwimingguan – Vol. 1, 22, Agrina, Jakarta.

Resti O. 2008. Pengaruh Perendaman Daging Ayam Broiler dengan


Berbagai Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa terhadap
Komposisi Kimia. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Bandung.

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan


Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Hal 45 – 50, 61 –
81.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta. Hal 199 – 201.

Winarno F G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta. Hal: 200, 204

Yulistiani dan Purnama D. 1997. Kemampuan Penghambatan Asap Cair


Terhadap Pertumbuhan Bakteri Patogen dan Perusak pada Lidah
Sapi. Tesis S2 Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Program
Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.

You might also like