Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

The Different Peel of Dragon Fruit (Hylocereus Polyrhizus) Concentration To Color of Shrimp (Acetes SP.) Paste

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

PERBEDAAN KONSENTRASI PEWARNA ALAMI KULIT BUAH NAGA

(Hylocereus polyrhizus) TERHADAP WARNA TERASI UDANG REBON (Acetes sp.)

THE DIFFERENT PEEL OF DRAGON FRUIT (Hylocereus polyrhizus) CONCENTRATION


TO COLOR OF SHRIMP (Acetes sp.) PASTE
Amelia Ayu Permatasari, Sumardianto, Laras Rianingsih
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah-50275, Telp/Fax. +62247474698
Email: ameliaayup11@gmail.com

Diserahkan [10 Agustus 2017]; Diterima [10 Desember 2017]; Dipublikasi [26 Februari 2018]

ABSTRACT

Shrimp paste is one of fermented product that use either shrimp (Acetes sp.), or fish, or both of them as
raw materials. The use of synthetic dyes on shrimp paste is still often done. This is dangerous because it can give
bad effect to the health of consumers. Therefore, it is necessary to use natural dyes instead of synthetic dyes.
One of natural dyes that can be used is peel of dragon fruit (Hylocereus polyrhizus). Peel of dragon fruit has
anthocyanin pigment that can give red color. The aimed of this research was knowing the effect of adding peel of
dragon fruit extract (30%; 35%; 40%) to the color of shrimp paste. The treatments in this study were the
addition of different concentrations of peel of dragon fruit extract at third grinding shrimp paste in triplicate.
The experimental design used was Completely Randomized Design. The parameters observed include moisture
content, salt content, protein content, pH, color, and sensory. Parametric data analyzed by Analysis of Variance
(ANOVA) and further test by Honestly Significant Difference (HSD) test if these any differences between samples.
Non-parametric data analyzed by Kruskal-Wallis and further test by Mann Whitney. The research’s result
showed that processing shrimp paste with different peel of dragon fruit extract concentrations gave significant
effect (P<5%) on moisture content, salt content, pH, and color. Moisture content values was ranged from 35,07-
41,01% and salt content values was ranged from 6,35-7,05%. pH values was ranged from 6,40-7,20. Shrimp
paste with peel of dragon fruit extract 40% had more red color and improve the appearance of shrimp paste.
Keywords: shrimp paste, color, peel of dragon fruit, anthocyanin

ABSTRAK

Terasi merupakan salah satu produk fermentasi berbahan baku udang rebon (Acetes sp.), ikan atau
keduanya. Penggunaan bahan pewarna sintetis pada pembuatan terasi masih sering dilakukan. Hal ini berbahaya
karena dapat memberikan efek yang buruk bagi kesehatan konsumen. Oleh karena itu, diperlukan penggunaan
pewarna alami sebagai pengganti pewarna sintetis. Salah satu pewarna alami yang dapat digunakan adalah kulit
buah naga (Hylocereus polyrhizus). Kulit buah naga mengandung zat warna antosianin yang dapat memberikan
warna merah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga
(30%; 35%; 40%) terhadap warna terasi udang. Penelitian ini dilakukan dengan penambahan konsentrasi ekstrak
kulit buah naga yang berbeda pada terasi udang saat proses penggilingan III dengan tiga kali ulangan.
Rancangan penelitian ini menggunakan pola percobaan Rancangan Acak Lengkap. Parameter uji yang dilakukan
adalah uji kadar air, kadar garam, pH, kadar protein, warna, dan sensori. Data parametrik dianalisis dengan uji
Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) jika terdapat perbedaan perlakuan
antara sampel. Data non-parametrik dianalisis dengan Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji lanjut Mann-
Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengolahan terasi udang dengan konsentrasi ekstrak kulit
buah naga yang berbeda berpengaruh nyata (P<5%) terhadap nilai kadar air, kadar garam, pH, dan warna. Nilai
kadar air terasi udang berkisar antara 35,07-41,01% dan nilai garam berkisar antara 6,35-7,05%. Nilai pH terasi
berkisar antara 6,40-7,20. Terasi udang dengan ekstrak kulit buah naga 40% memiliki warna yang lebih merah
dan memperbaiki kenampakan terasi.
Kata kunci: terasi, warna, kulit buah naga, antosianin

PENDAHULUAN yang diizinkan. Biasanya terasi digunakan


Terasi merupakan produk fermentasi untuk bahan penyedap makanan. Terasi
udang atau ikan dengan penambahan garam memiliki aroma dan cita rasa khas yang
dan dengan atau tanpa bahan tambahan lain menjadi daya tarik bagi konsumen sehingga

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018 39


terasi banyak disukai. Menurut Hariyanto et buah naga merah mengandung antosianin
al. (2013), terasi adalah bumbu masak yang 26,4587 ppm. Antosianin merupakan zat
dibuat dari udang yang difermentasikan, warna yang berperan memberikan warna
berbentuk seperti pasta dan berwarna hitam- merah berpotensi menjadi pewarna alami
coklat menjadi kemerahan bila ditambah untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif
bahan pewarna. Terasi memiliki bau yang pengganti pewarna sintesis yang lebih aman
tajam dan biasanya digunakan untuk bagi kesehatan. Hal tersebut juga diperkuat
membuat sambal terasi, tapi juga oleh Li et al. (2006), kulit buah naga merah
divariasikan dalam berbagai resep tradisional mempunyai kandungan pigmen alami yang
Indonesia. Ciri khas terasi adalah aromanya dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna
yang agak tajam dan rasanya gurih. Hal ini sintetis sehingga menghilangkan keraguan
juga diperkuat oleh Suprapti (2006), terasi akan berakibat buruk pada kesehatan.
udang umumnya memiliki rasa lebih enak Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu
dibandingkan dengan terasi ikan. Produk dilakukan penelitian mengenai pengaruh
berbahan baku ikan-ikan kecil atau rebon perbedaan penambahan konsentrasi pewarna
tersebut diolah melalui proses pemeraman alami ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
atau fermentasi. polyrhizus) terhadap warna terasi udang
Warna asli terasi adalah coklat rebon (Acetes sp.).
kehitaman seperti warna tanah. Warna
METODE PENELITIAN
tersebut kurang menarik bagi konsumen
sehingga terasi menjadi kurang diminati. Bahan dan Alat
Warna pada terasi penting untuk diperhatikan Bahan yang digunakan adalah kulit
karena warna merupakan salah satu aspek buah naga dan aquades untuk membuat
dalam penerimaan konsumen terhadap suatu ekstrak kulit buah naga, sedangkan udang
produk pangan. Tetapi untuk lebih menarik rebon, garam, dan air untuk membuat terasi.
minat para konsumen, seringkali terasi Alat yang digunakan adalah gelas ukur,
diwarnai dengan warna yang mencolok beaker glass, stoples kaca, dan timbangan
menggunakan pewarna sintesis yang digital untuk membuat ekstrak kulit buah
berbahaya bagi kesehatan. Menurut Sari et al. naga, sedangkan mesin penggiling, baskom,
(2009), sering terjadi penggunaan pemakaian dan stoples plastik untuk membuat terasi.
zat warna untuk bahan pangan, misalnya zat Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga
pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk (Saati, 2009)
mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat Proses pembuatan ekstrak kulit buah
berbahaya bagi kesehatan karena ada residu naga yaitu dengan sortasi kulit buah naga,
logam berat pada zat pewarna tersebut. kemudian dilakukan penghancuran.
Penggunaan pewarna alami pada Selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan cara
produk pangan merupakan salah satu maserasi selama 24 jam menggunakan
alternatif untuk mengatasi masalah pelarut aquades (1:6), kemudian dilakukan
penggunaan pewarna sintesis. Salah satu sentrifuse (5 menit 5000 rpm). Penyaringan
pewarna alami yang dapat digunakan adalah dilakukan setelah sentrifuse untuk
dari kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus). mendapatkan filtrat antosianin. Selanjutnya
Kulit buah naga merupakan salah satu limbah dilakukan penguapan menggunakan rotary
makanan yang dapat dimanfaatkan menjadi evaporator dengan suhu 50˚C untuk
pewarna alami. Kulit buah naga yang mendapatkan ekstrak antosianin.
berkisar 30-35% dari total keseluruhan berat
buah naga ini memiliki beberapa keunggulan Pembuatan Terasi (Rahmayati et al., 2014)
dibandingkan dengan dagingnya. Kandungan Proses pembuatan terasi yaitu
zat warna alami yang terdapat pada kulit dilakukan penjemuran udang rebon terlebih
buah naga adalah antosianin. Antosianin dahulu, selanjutnya dilakukan proses
dapat memberikan warna merah sehingga penggilingan I dengan penambahan garam
baik untuk dijadikan sebagai pewarna alami. 15% kemudian disimpan 1 malam.
Menurut Citramukti (2008), ekstrak kulit Penjemuran II dilakukan hingga adonan

40 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018


menjadi kering. Selanjutnya dilakukan Uji pH (AOAC, 2005)
penggilingan II dan kembali disimpan 1 Analisis pH menggunakan alat Hanna
malam. Penggilingan III dilakukan dengan 213. Sebanyak 5 g sampel dilarutkan dalam
menambahkan ekstrak kulit buah naga sesuai 20 ml aquades dan dihomogenkan.
perlakuan (0%, 30%, 35%, dan 40%). Selanjutnya suhu sampel diukur untuk
Selanjutnya dilakukan proses pencetakan, digunakan sebagai suhu acuan pH meter
kemudian dilakukan penjemuran III dan yang digunakan. pH meter, kemudian
disimpan 1 malam. Keesokan harinya, dinyalakan dan dibiarkan hingga stabil
kembali dilakukan penjemuran sebelum terlebih dahulu, kemudian elektroda
terasi dikemas. Fermentasi terasi dilakukan dicelupkan ke dalam sampel hingga beberapa
selama 30 hari setelah dilakukan pengemasan. saat sampai diperoleh angka yang stabil pada
proyektor pH meter.
Uji Kadar Air (SNI No. 2354.2-2006, 2006)
Prosedur pengujian kadar air adalah Uji Kadar Protein (SNI No. 01-2716-2006,
dengan memasukkan cawan kosong ke dalam 2006)
oven minimal 2 jam, kemudian cawan Penentuan kadar protein pada sampel
kosong dimasukkan ke dalam desikator terasi udang rebon dilakukan dengan
selam 30 menit sampai mencapai suhu ruang menggunakan metode Mikro Kjeldahl. Pada
dan timbang bobot kosong (Ag). Selanjutnya dasarnya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu
memasukkan sampel yang dihaluskan proses destruksi yaitu 2 gram sampel
sebanyak ± 2 g ke dalam cawan (Bg) dan ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
ditimbang kembali, kemudian memasukkan kjeldahl kemudian ditambahkan ke dalam
cawan yang telah diisi sampel ke dalam oven labu 2 butir tablet katalis, 15 ml H2SO4 pekat.
selama 12 jam pada suhu 100°C sampai Selanjutnya dipanaskan dengan alat destruksi
105°C. Setelah itu cawan dipindahkan di lemari asam dengan suhu 450oC selama 2
dengan menggunakan alat penjepit ke dalam jam (sampai contoh jernih). Tahap
desikator ± 30 menit kemudian timbang (Cg). selanjutnya adalah destilasi yaitu 100 ml
B−C aquades ditambahkan ke dalam labu hasil
%kadar air = × 100% destruksi kemudian dimasukkan labu tersebut
B−A
Keterangan: ke dalam alat destilasi uap dan ditambah 10
A: berat cawan kosong, dinyatakan dalam g ml NaOH 30%. diambil 25 ml H3BO4 dan
B: berat cawan kosong +contoh awal, dinyakan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan
dalam g ditambahkan 2 tetes indikator methyl red
C: berat cawan kosong +contoh kering,
kemudian alat destilasi dipasangkan.
dinyatakan dalam g
Selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
Uji Kadar Garam (SNI No. 01-2891-1992, HCL 0,2 N hingga larutan berubah warna
1992) dari kuning menjadi merah muda (pink).
Prosedur pengujian kadar garam adalah Kadar Protein (%)
kristal garam yang melekat pada sampel = (Va − Vb)HCl × N HCl × 14,007 × 6,25 × 100%
dicuci dengan larutan NaCl jenuh, sampel W × 1000
Keterangan:
diletakan dan ditiriskan pada penyaring
Va : volume titran sampel
kwarsa selama 5 menit. Sampel diblender Vb : volume tritran blanko
hingga homogen dan diletakan pada wadah N : konsentrasi HCL (0,2 N)
yang bersih dan ditutup rapat. Sampel W : berat sampel
ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukan 14,007 : massa atom Nitrogen
kedalam Erlenmeyer 250 ml. AgNO3 0,1 N 6,25 : konversi protein ikan (16-17%)
sebanyak 25 ml dimasukkan dan HNO3 pekat.
Sampel dididihkan dengan hotplate. Air
Uji Warna (Instruction Manual, 2002)
bebas halogen ditambahkan sebanyak 50 ml
Pengujian warna merupakan salah
dan dinginkan. Indicator ferri ditambahkan
satu uji untuk mengetahui tingkat kecerahan
sebanyak 3 ml dan di titrasi dengan NH4CNS
(L) dan warna yang terbentuk dari suatu
0,1 N sampai larutan berwarna coklat muda
bahan, salah satunya terasi. Warna terasi
permanen.
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018 41
dapat ditentukan dengan mengukur nilai a* hancur, 7 menyatakan padat, kurang kompak,
(komponen (+) merah sampai (-) hijau) dan dan 9 menyatakan padat, kompak. Nilai
b* (komponen (+) kuning sampai (-) biru). tersebut akan dihitung standar deviasi dan
Pengujian warna dilakukan menggunakan simpangan bakunya sehingga diperoleh suatu
alat Chroma Meter-CR 400. Prosedur kerja interval nilai yang menunjukkan bahwa terasi
pengujian warna adalah sampel terasi utuh layak atau tidak layak dikonsumsi. Terasi
disiapkan lalu dipotong menjadi dua bagian. yang layak dikonsumsi memiliki nilai sensori
Chromameter disiapkan kemudian minimal 7.
dihubungkan dengan arus listrik. Tombol
power ditekan untuk menghidupkan alat, Analisis Data
kemudian tombol kalibrasi ditekan untuk Rancangan percobaan yang digunakan
mengkalibrasi alat. Menu USER CALIB – pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
NEW – L*a*b* yang tertera pada layar Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan.
dipilih dan tombol pengukuran ditekan. Perlakuan yang dilakukan adalah
Kepala pengukur diletakkan di atas sampel penambahan ekstrak kulit buah naga 0%,
secara horizontal. Pengukuran dapat dimulai 30%, 35%, dan 40%, sedangkan untuk lama
ketika lampu indikator menyala. Nilai L, a*, fermentasi yang dilakukan adalah selama 30
dan b* yang tertera pada layar dicatat. hari. Parameter yang diuji adalah uji kadar
Dilakukan 2-3 kali pengukangan dengan air, uji kadar garam, uji pH, uji kadar protein,
langkah yang sama. Rona pada sampel dapat dan uji warna pada terasi udang rebon,
diketahui dengan meneruskan dalam kemudian diuji Analysis of Variance
perhitungan derajat hue (˚Hue), (ANOVA) untuk mengetahui ada atau
menggunakan rumus berikut: ˚Hue= tan- tidaknya pengaruh perbedaan nyata. Apabila
1(b*/a*) dan untuk mengetahui titik warna hasil yang diperoleh menunjukkan perbedaan
dapat menggunakan software color express nyata, maka dilanjutkan dengan uji Beda
1.3.0 dengan memasukkan nilai a*, b*, dan L Nyata Jujur (BNJ) untuk mengetahui
yang didapat dari chroma meter. perbedaan antar perlakuan.
Data uji non-parametrik yang diperoleh
Uji Sensori (SNI 2716:2016, 2016)
dari hasil uji sensori terasi udang rebon
Pengujian sensori merupakan
dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis untuk
pengujian secara subjektif dari beberapa
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
panelis untuk mengetahui layak atau
perbedaan nyata dan dilanjutkan dengan uji
tidaknya suatu produk perikanan dikonsumsi
Mann-Whitney untuk melihat perbedaan
oleh masyarakat. Pengujian tersebut
antar perlakuan.
dilakukan oleh panelis semi terlatih sebanyak
30 orang dengan membandingkan produk HASIL DAN PEMBAHASAN
yang ada dengan spesifikasi pada scoresheet,
Kadar Air Terasi
kemudian dinilai. Uji sensori meliputi Hasil rata-rata nilai kadar air terasi
kenampakan, bau, rasa, dan tekstur dengan udang rebon (Acetes sp.) dengan perbedaan
skala 5-9, dimana untuk kenampakan dengan penambahan konsentrasi pewarna alami
nilai 5 menyatakan kusam dan kotor, tidak ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
spesifik jenis terasi udang, 7 menyatakan polyrhizus) disajikan pada Tabel 1.
bersih, spesifik jenis terasi udang, dan 9 Berdasarkan uji kadar air pada terasi yang
menyatakan bersih, sangat spesifik jenis telah dilakukan, didapatkan nilai berkisar
terasi udang. Bau dengan nilai 5 menyatakan antara 35,07-41,01%. Nilai tertinggi yang
tidak spesifik terasi udang, 7 menyatakan diperoleh yaitu 41,01% pada terasi C,
kurang spesifik terasi udang, dan 9 kemudian 39,04% pada terasi B, 37,13%
menyatakan sangat spesifik terasi udang. pada terasi A, dan nilai terendah yaitu
Rasa dengan nilai 5 menyatakan kurang 35,07% pada terasi K. Hasil tersebut
spesifik terasi udang, 7 menyatakan spesifik menunjukkan kadar air terasi sesuai dengan
terasi udang, dan 9 menyatakan sangat SNI 2716:2016 (2016) yang menyatakan
spesifik terasi udang. Tekstur dengan nilai 5 bahwa kadar air terasi maksimal 45%.
menyatakan tidak padat, kering, mudah
42 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018
Menurut Fardiaz et al. (1989), dalam Arjuan Faktor yang dapat menyebabkan
(2008), terasi yang mempunyai kadar air 26- peningkatan nilai kadar air adalah
42% adalah terasi yang baik, karena apabila penambahan garam. Garam merupakan
kadar air terlalu rendah maka permukaan pengawet alami yang bersifat higroskopis
terasi akan diselimuti oleh kristal-kristal yaitu mampu menyerap air. Menurut Sanjaya
garam dan tekstur terasi menjadi tidak kenyal. et al. (2016), penambahan ekstrak rosela
Bila kadar air terlalu tinggi maka terasi akan dengan konsentrasi berbeda menyebabkan
menjadi terlalu lunak. perbedaan kadar air yang dihasilkan pada
terasi. Hal ini diduga karena menurunnya
Tabel 1 Hasil Uji Kadar Air Terasi Udang
kadar garam setiap penambahan konsentrasi
Rebon (Acetes sp.) dengan
perlakuan, dimana garam berfungsi sebagai
Penambahan Pewarna Alami
pengeluar air pada terasi sehingga
Ekstrak Kulit Buah Naga
kemampuan untuk mengurangi air pada
(Hylocereus polyrhizus)
terasi juga berkurang. Garam yang bersifat
Perlakuan (%)
higroskopis yang menyebabkan
K (0%) 35,07 ± 0,18a
berkurangnya jumlah air.
A (30%) 37,13 ± 0,85b
B (35%) 39,04 ± 0,68c Kadar Garam Terasi
C (40%) 41,01 ± 0,16d Hasil rata-rata nilai kadar garam terasi
Keterangan: udang rebon (Acetes sp.) dengan perbedaan
- Data merupakan hasil rata-rata 3 kali ulangan penambahan konsentrasi pewarna alami
± standar deviasi ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
- Data yang diikuti huruf superscript yang polyrhizus) disajikan pada Tabel 2.
berbeda menunjukkan perbedaan nyata Tabel 2 Hasil Uji Kadar Garam Terasi
(P<5%) Udang Rebon (Acetes sp.) dengan
Nilai kadar air pada terasi mengalami Penambahan Pewarna Alami
peningkatan sebesar 5-16%. Hasil tersebut Ekstrak Kulit Buah Naga
menunjukkan bahwa semakin tinggi (Hylocereus polyrhizus)
konsentrasi pewarna alami ekstrak kulit buah
Perlakuan (%)
naga (Hylocereus polyrhizus) yang
ditambahkan, maka kadar air pada terasi K (0%) 7,05 ± 0,07a
akan meningkat. Hal ini sesuai dengan A (30%) 6,85 ± 0,06b
penelitian Sanjaya et al. (2016), tentang hasil B (35%) 6,55 ± 0,04c
analisa kadar air terhadap terasi udang rebon C (40%) 6,35 ± 0,04d
dengan penambahan bunga rosella Keterangan:
menunjukkan kadar air tertinggi yaitu - Data merupakan hasil rata-rata 3 kali ulangan
49,03% pada formula penambahan 15% ± standar deviasi
rosella, kemudian untuk penambahan dengan - Data yang diikuti huruf superscript yang
10% rosella yaitu 46,62%, kemudian untuk berbeda menunjukkan perbedaan nyata
penambahan dengan 5% rosella yaitu 45,14%, (P<5%)
dan yang terendah yaitu pada terasi tanpa Berdasarkan uji kadar garam pada
penambahan rosella yaitu 43,19%. terasi yang telah dilakukan, didapatkan nilai
Peningkatan nilai kadar air pada terasi berkisar antara 6,35-7,05%. Nilai tertinggi
diduga disebabkan karena hasil ekstrak kulit yang diperoleh yaitu 7,05% pada terasi K,
buah naga berbentuk kental. Hasil ekstrak kemudian 6,85% pada terasi A, 6,55% pada
tersebut masih mengandung air sehingga terasi B, dan nilai terendah yaitu 6,35% pada
akan meningkatkan air pada produk. Selain terasi C. Hasil tersebut menunjukkan kadar
itu, kandungan air pada kulit buah naga juga garam terasi sesuai dengan SNI 2716:2016
tinggi yaitu sekitar 90%. Menurut Putri et al. (2016) yang menyatakan bahwa kadar garam
(2015), hasil analisis kadar air pada kulit terasi maksimal 20%.
buah naga merah diperoleh kadar air sebesar Nilai kadar garam pada terasi
93,57%. Hal ini sesuai bahwa kadar air pada mengalami penurunan sebesar 2-9%. Hasil
kulit buah naga sekitar 90,20%. tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018 43
konsentrasi pewarna alami ekstrak kulit buah Salah satu faktor yang mempengaruhi
naga (Hylocereus polyrhizus) yang proses fermentasi pada terasi adalah pH.
ditambahkan, maka kadar garam pada terasi Nilai pH pada terasi mengalami penurunan
akan menurun. Penurunan nilai tersebut sebesar 4-11%. Penurunan nilai pH dengan
sesuai dengan penelitian Sanjaya et al. penambahan konsentrasi pewarna alami
(2016), tentang nilai kadar garam dari ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
perlakuan penambahan rosella dengan polyrhizus) diduga terjadi karena sifat asam
konsentrasi berbeda, masing-masing dari kulit buah naga sehingga akan
memiliki nilai rata- rata yang berbeda. mempengaruhi nilai pH pada terasi. Menurut
Penambahan rosella 5% memiliki nilai kadar Wahyuni (2011), penurunan pH dengan
garam 6,71%, pada penambahan rosella 10% meningkatnya persentase penambahan kulit
memiliki nilai kadar garam 6,26%, dan pada buah naga disebabkan karena pada kulit
penambahan rosella 15% memiliki nilai mengandung asam sehingga dengan
5,63%. penambahan kulit dapat mengakibatkan pH
turun. Hal ini diperkuat oleh Jaafar et al.
Derajat Keasaman (pH) Terasi
(2009), kandungan asam askorbat (vitamin
Hasil rata-rata nilai pH terasi udang
C) pada kulit buah naga adalah 8-9 mg
rebon (Acetes sp.) dengan perbedaan
sehingga semakin tinggi konsentrasi pewarna
penambahan konsentrasi pewarna alami
kulit buah naga yang ditambahkan
ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
mengakibatkan nilai pH menjadi semakin
polyrhizus) disajikan pada Tabel 3.
rendah.
Tabel 3 Hasil Uji pH Terasi Udang Rebon
(Acetes sp.) dengan Penambahan Kadar Protein Terasi
Pewarna Alami Ekstrak Kulit Buah Hasil rata-rata nilai kadar protein terasi
Naga (Hylocereus polyrhizus) udang rebon (Acetes sp.) dengan perbedaan
Perlakuan (%) penambahan konsentrasi pewarna alami
K (0%) 7,20 ± 0,08a ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
A (30%) 6,87 ± 0,04ab polyrhizus) disajikan pada Tabel 4.
B (35%) 6,65 ± 0,06b Tabel 4 Hasil Uji Kadar Protein Terasi
C (40%) 6,40 ± 0,05c Udang Rebon (Acetes sp.) dengan
Keterangan: Penambahan Pewarna Alami
- Data merupakan hasil rata-rata 3 kali ulangan Ekstrak Kulit Buah Naga
± standar deviasi (Hylocereus polyrhizus)
- Data yang diikuti huruf superscript yang Perlakuan BB (%) BK (%)
berbeda menunjukkan perbedaan nyata
(P<5%) K (0%) 26,43 ± 0,22 35,93 ± 0,41a
a

Berdasarkan uji pH pada terasi yang A (30%) 26,53 ± 0,18a 36,11 ± 0,33a
telah dilakukan, didapatkan nilai berkisar B (35%) 27,02 ± 0,36a 36,07 ± 0,03a
antara 6,40-7,20%. Nilai tertinggi yang C (40%) 26,51 ± 0,02a 37,03 ± 0,68a
diperoleh yaitu 7,20 pada terasi K, kemudian Keterangan:
6,87 pada terasi A, 6,65 pada terasi B, dan - Data merupakan hasil rata-rata 3 kali ulangan
nilai terendah yaitu 6,40 pada terasi C. Hasil ± standar deviasi
tersebut menunjukkan bahwa terasi dengan - Data yang diikuti huruf superscript yang
berbeda perlakuan bersifat asam. Hasil nilai berbeda menunjukkan perbedaan nyata
pH pada penelitian Sari et al. (2009), (P<5%)
masing-masing mempunyai nilai rata-rata Berdasarkan uji kadar protein pada
6,83, 5,82 dan 5,66. Nilai pH tertinggi terasi yang telah dilakukan, didapatkan nilai
sebesar 6,83, yaitu pada terasi ikan tanpa berkisar antara 35,93-37,03% menunjukkan
penambahan ekstrak rosela (A0) dan kadar kadar protein terasi masih sesuai dengan SNI
pH terendah sebesar 5,66, yaitu pada 2716:2016 (2016) yang menyatakan bahwa
perlakuan terasi ikan dengan penambahan kadar protein terasi minimal 15%. Menurut
ekstrak rosela 20% (A2). Adawyah (2007), kadar protein terasi sekitar
20-45%, maka dari itu terasi dengan

44 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018


penambahan pewarna alami ekstrak kulit rendah kadar proteinnya. Menurut Arjuan
buah naga (Hylocereus polyrhizus) dapat (2008), kadar protein dipengaruhi oleh kadar
diterima. air, semakin tinggi kadar air dalam suatu
Hasil kadar protein terasi menunjukkan bahan, maka presentasi protein dan
bahwa semakin tinggi konsentrasi pewarna komponen lainnya akan lebih rendah
alami ekstrak kulit buah naga (Hylocereus jika dibandingkan dengan suatu produk
polyrhizus) yang ditambahkan, maka tidak yang identik namun memiliki kadar air yang
berpengaruh nyata terhadap kadar protein lebih rendah.
pada terasi. Menurut Wahyuni dan Matheus
Karakteristik Warna Terasi
(2014), di dalam ekstrak kulit buah naga
Hasil rata-rata pengujian warna
merah hanya mengandung protein sebesar
(chromameter) terasi udang rebon (Acetes
0,53 gram per 100 gram kulit buah naga.
sp.) dengan penambahan pewarna alami
Salah satu faktor yang dapat
ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
mempengaruhi kadar protein adalah kadar air.
polyrhizus) tersaji pada Tabel 5.
Semakin tinggi kadar air, maka semakin
Tabel 5 Hasil Pengujian Warna pada Terasi dengan Chromameter
Warna o
Perlakuan Hue
L a* b*
a a
K (0%) 42,80 ± 0,20 2,09 ± 0,06 1,73 ± 0,06a 39,62 ± 0,99a
A (30%) 40,27 ± 0,17b 2,36 ± 0,03ab 2,43 ± 0,13b 45,71 ± 1,43b
B (35%) 40,17 ± 0,67b 2,57 ± 0,08bc 3,13 ± 0,28c 50,50 ± 1,80bc
C (40%) 37,90 ± 0,76c 2,78 ± 0,13c 3,54 ± 0,11c 51,87 ± 2,05c
Keterangan:
- Data merupakan hasil rata-rata 3 kali ulangan ± standar deviasi
- Data yang diikuti huruf superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<5%)
penambahan pewarna kulit buah naga.
Nilai L (Kecerahan / lightness)
Semakin meningkatnya konsentrasi yang
Berdasarkan uji nilai kecerahan pada
digunakan, maka semakin rendah nilai
terasi yang telah dilakukan, didapatkan nilai
kecerahannya. Peningkatan konsentrasi
berkisar antara 37,90-42,80. Nilai L yang
pewarna kulit buah naga tersebut
diperoleh pada terasi yaitu 42,80 untuk
menyebabkan meningkatnya warna merah
terasi K, 40,27 untuk terasi A, 40,17 untuk
sehingga cahaya pada terasi yang
terasi B, dan 37,90 untuk terasi C. Nilai
ditambahkan pewarna semakin rendah.
tersebut termasuk dalam indikasi warna
Menurut penelitian Arjuan (2008),
gelap karena berada di bawah angka 50.
semakin meningkatnya konsentrasi yang
Menurut Sanjaya et al. (2016), kecerahan
digunakan, maka nilai kecerahan terasi
hasil penelitian menunjukkan rentangan
semakin rendah. Hal ini disebabkan karena
nilai kecerahan antara 38,17-41,34. Nilai
peningkatan konsentrasi pewarna bit
tersebut termasuk dalam indikasi warna
meningkatkan intensitas warna merah terasi,
gelap karena berada di bawah angka 50. Hal
sehingga cahaya yang dipantulkan oleh
ini juga diperkuat oleh Hunterlab (2012),
permukaan terasi yang diberi pewarna
nilai L (kecerahan) dengan angka rendah (0-
semakin rendah atau absorbansi terhadap
50) mengindikasikan kegelapan warna,
cahaya pada permukaan terasi semakin
sedangkan nilai L dengan angka tinggi (51-
tinggi. Dalam aplikasinya pada terasi, warna
100) mengindikasikan kecerahan warna.
alami terasi sendiri tanpa menggunakan
Nilai kecerahan (L) menunjukkan
pewarna secara visual cenderung berwarna
bahwa penambahan pewarna kulit buah naga
coklat tua. Dengan memudarnya warna
memberikan perbedaan kecerahan. Terasi
merah pada terasi, maka warna asli dari
dengan penambahan pewarna kulit buah
terasi muncul lebih dominan. Warna coklat
naga memiliki nilai kecerahan yang lebih
menyerap lebih banyak cahaya dibandingkan
rendah dibandingkan dengan terasi tanpa
warna merah sehingga menyebabkan nilai L
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018 45
menjadi lebih kecil. Oleh karena itu sangat memberikan warna merah yang berpotensi
jelas seiring dengan berjalannya waktu sebagai pemberi warna alami dan dapat pula
fermentasi, maka nilai kecerahan produk dijadikan alternatif pengganti pewarna
terasi semakin menurun. sintetis yang lebih aman bagi kesehatan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi Terasi tanpa penambahan pewarna
nilai kecerahan pada terasi adalah proses memiliki warna merah kecoklatan. Warna
penjemuran. Proses penjemuran dapat yang dihasilkan tersebut diduga karena
mengakibatkan diskolorasi produk sehingga terdapat pigmen astaxanthin. Astaxanthin
warna menjadi semakin lebih gelap. merupakan sumber warna merah pada udang.
Menurut Rahmayati et al. (2014), Menurut Suprapti (2006), warna kemerahan
kenampakan terasi terlihat lebih gelap pada terasi udang berasal dari pigmen
diakibatkan juga oleh proses oksidasi astaxanthin pada cangkang udang sehingga
saat penjemuran. Ketika penjemuran pigmen tersebut membentuk warna merah.
dilakukan proses oksidasi pigmen Hal ini juga diperkuat oleh Rahmayati et al.
astaxanthin tidak dapat dihindari sehingga (2014), warna kecoklatan terbentuk pada
mengakibatkan proses pencoklatan. Proses terasi berbahan baku udang karena
oksidasi astaxanthin bebas dapat mengandung astaxanthin. Astaxanthin
mengakibatkan diskolorisasi produk merupakan pigmen turunan dari karotenoid
sehingga warna menjadi gelap. yang membawa warna merah.
Menurut Li et al. (2006), antosianin
Nilai a* ( Merah / Hijau )
merupakan senyawa yang berwarna merah
Berdasarkan uji nilai a pada terasi yang
sehingga jika terjadi reaksi pencoklatan
telah dilakukan, didapatkan nilai berkisar
dapat diketahui bahwa telah terjadi
antara 2,09-2,78. Nilai tertinggi yang
degradasi antosianin. Antosianin dapat
diperoleh yaitu 2,78 pada terasi C, 2,57 pada
dengan mudah mengalami degradasi. Proses
terasi B, 2,36 pada terasi A, dan nilai
degradasi ini diakibatkan oleh proses
terendah yaitu 2,09 pada terasi K. Hasil
enzimatik. Pada umumnya, degradasi
tersebut membuktikan bahwa semakin
antosianin dapat terjadi karena adanya enzim
meningkatnya konsentrasi pewarna yang
polifenol oksidase. Secara enzimatis,
digunakan, maka warna merah (nilai a) pada
kehadiran enzim polifenol oksidase
terasi juga semakin meningkat. Menurut
mempengaruhi kestabilan antosianin karena
Arjuan (2008), nilai a tertinggi pada
bersifat merusak antosianin. Enzim yang
konsentrasi 7% sedangkan terendah terdapat
berperan adalah enzim polifenol oksidase
pada konsentrasi pewarna 3% semakin
dan peroksidase yang mengkatalis proses
meningkat konsentrasi pewarna bit yang
oksidasi yang nantinya membentuk quinon
digunakan maka nilai a semakin tinggi.
serta enzim glukosidase yang mempercepat
Peningkatan nilai a pada terasi
pemecahan ikatan glikosidik. Aktivitas
disebabkan oleh pewarna yang terkandung
enzim polifenol oksidase membuat warna
dalam terasi. Pewarna yang terbuat dari kulit
ekstrak antosianin menjadi kecoklatan.
buah naga mengandung antosianin.
Aktivitas enzim ini dapat menyebabkan
Antosianin merupakan zat warna alami
proses brown pigment yaitu perubahan
berwarna merah. Menurut Saati (2009),
warna antosianin menjadi coklat yang
penambahan intensitas warna merah (a+)
menandakan telah terjadi degradasi pada
dengan meningkatnya penambahan ekstrak
antosianin. Polifenol oksidase (PPO)
kulit buah naga merah disebabkan karena
mengkatalisis terjadinya hidroksilasi dan
ekstrak kulit buah naga merah mengandung
oksidasi senyawa fenol dalam molekul
antosianin yaitu zat warna alami yang
oksigen.
terdapat dalam kulit buah naga merah yang
berwarna merah. Hal ini juga diperkuat oleh Nilai b* ( Kuning / Biru )
Khotijah (2016), kulit buah naga sendiri Berdasarkan uji nilai b pada terasi yang
mengandung zat warna alami antosianin telah dilakukan, didapatkan nilai berkisar
yang cukup tinggi. Antosianin merupakan antara 1,73-3,54. Nilai tertinggi yang
zat warna yang berperan untuk diperoleh yaitu 3,54 pada terasi C, 3,13 pada
46 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018
terasi B, 2,43 pada terasi A, dan nilai Menurut Arjuan (2008), terasi udang
terendah yaitu 1,73 pada terasi K. Hasil umumnya memiliki warna yang mengarah ke
tersebut membuktikan bahwa semakin merah (red) atau yellow red. Terasi memiliki
meningkatnya konsentrasi pewarna yang warna red jika ohue 18o-54o dan berwarna
digunakan, maka warna kuning (nilai b) yellow red jika ohue 54o-90o.
pada terasi juga semakin meningkat. Antosianin dapat mengalami
Menurut penelitian Sanjaya et al. (2016), degradasi akibat perubahan suhu dan pH.
warna kuning atau yellowness (+b) pada Hal ini yang diduga dapat mengakibatkan
terasi menunjukkan nilai antara 1,66-4,23. perbedaan nilai terhadap warna pada terasi
Semakin banyak penambahan ekstrak rosella setelah ditambahkan pewarna kulit buah
akan mempengaruhi warna kuning pada naga. Menurut Samber et al. (2015), pigmen
terasi. antosinanin merupakan molekul yang tidak
Hasil nilai b pada terasi menunjukkan stabil jika terjadi perubahan pada suhu. Suhu
bahwa terasi memiliki warna yang cenderung yang panas (> 50˚C) dapat menyebabkan
kekuningan. Apabila nilai b semakin positif, kerusakan struktur antosianin. Kerusakan
maka warna yang akan dihasilkan adalah warna antosianin disebabkan oleh
semakin kuning. Menurut Safitri (2009), berubahnya kation flavilium yang berwarna
nilai b menunjukkan derajat kuning biru merah menjadi basa karbinol yang tidak
sampel. Semakin positif (naik) suatu nilai b berwarna dan akhirnya menjadi khalkone
maka sampel semakin berwarna kuning dan yang tidak berwarna. Cahaya juga berperan
sebaliknya bila semakin negatif (menurun) dalam laju degradasi warna antosianin.
maka sampel semakin berwarna biru. Hal ini Cahaya, seperti halnya panas, mampu
juga diperkuat oleh Gilmunoz et al. (1998) mendegradasi pigmen antosianin dan
dalam Rahmayati et al. (2014), nilai b* membentuk kalkon yang tidak berwarna.
menunjukkan warna kekuningan sedangkan Energi yang dikeluarkan oleh cahaya
–b* menunjukkan warna kebiruan. Notasi b* memicu terjadinya reaksi fitokimia yang
menyatakan warna kromatik campuran dapat membuka cincin antosianin. Paparan
kuning biru dengan nilai positif (+b*) 0 – 70 yang lebih lama menyebabkan terjadinya
dan negatif (-b*) 0 – (-70). degradasi. Antosianin lebih stabil dalam
larutan asam dibandingkan dalam larutan
Nilai oHue
basa. Pada pH 1-5 antosianin berbentuk
Hasil dari pengujian dengan
kation flavinium yang memberikan warna
chromameter menghasilkan nilai a* dan b*.
merah dan pada pH yang lebih tinggi yaitu
Perhitungan nilai a* dan b* dapat
> 6 terdapat dua senyawa yang tidak
menentukan nilai derajat Hue (oHue).
berwarna yaitu karbinol pseudobasa dan
Menurut Arjuan (2008), menjelaskan nilai L,
kalkon.
a*, b* menunjukkan koordinat dalam ruang
tiga dimensi yang berhubungan dengan Pengujian Sensori
kecerahan (L) dan derajat hue (oHue).
Terasi
Derajat hue merupakan bagian dalam sensasi Pengujian sensori pada terasi
visual yang mengacu pada penerimaan warna dilakukan berdasarkan penilaian panelis
merah, kuning, hijau, atau biru. terhadap sampel yang meliputi kenampakan,
Berdasarkan uji nilai hue pada terasi aroma, rasa, dan tekstur pada produk pangan.
yang telah dilakukan, didapatkan nilai Pengujian tersebut menggunakan lembar
berkisar antara 39,62-51,87. Nilai tertinggi penilaian sensori terasi udang SNI
yang diperoleh yaitu 51,87 pada terasi C, 2761.1:2016. Skala penilaian pada lembar
50,50 pada terasi B, 45,71 pada terasi A, dan penilaian sensori terasi udang adalah 1-9
nilai terendah yaitu 39,02 pada terasi K. yang akan dinilai oleh 30 panelis. Hasil rata-
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terasi rata uji sensori terasi udang rebon (Acetes
memiliki warna yang mengarah ke merah sp.) dengan penambahan pewarna alami
(red). Hasil uji statistika menunjukkan ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
bahwa setiap perlakuan pada terasi polyrhizus) tersaji pada Tabel 6.
berpengaruh nyata terhadap nilai derajat hue.
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018 47
Berdasarkan hasil uji Kruskall Wallis perlakuan dengan hasil nilai kenampakan
pada nilai rata-rata sensori terasi terasi K berbeda nyata dengan terasi B dan
menunjukkan bahwa perbedaan penambahan C.
konsentrasi pewarna alami ekstrak kulit buah Berdasarkan pengujian statistik
naga (Hylocereus polyrhizus) tidak menunjukkan bahwa penambahan pewarna
berpengaruh nyata (P>5%) sehingga memberikan pengaruh nyata terhadap nilai
perlakuan tidak memberikan pengaruh sensori kenampakan terasi. Kenampakan
terhadap rata-rata nilai sensori terasi. Hasil terasi dengan penambahan pewarna berbeda
uji rata-rata nilai sensori terasi menunjukkan dengan terasi tanpa penambahan pewarna.
nilai rata-rata sebesar 7,36-7,53. Terasi C dengan nilai tertinggi yaitu 8,20
Berdasarkan hasil tersebut, maka terasi layak berwarna lebih merah dibandingkan dengan
dikonsumsi karena nilai sensori lebih dari 7. terasi yang lain. Menurut Rahman dan Iffan
Menurut Aristyan et al. (2014), nilai rerata (2016), kesukaan panelis terhadap warna
tingkat penerimaan terhadap kenampakan semakin tinggi seiring dengan semakin tinggi
terasi rebon dapat diterima oleh konsumen penambahan bubuk kulit manggis pada terasi
karena lebih tinggi dari persyaratan nilai udang. Hal ini disebabkan oleh penambahan
minimum produk terasi menurut SNI yaitu bubuk kulit manggis menyebabkan semakin
7,0. tinggi konsetrasi kandungan antosianin yang
terkandung dalam terasi udang sehingga
Kenampakan
mengakibatkan warna terasi lebih berwarna
Kenampakan merupakan karakteristik
merah daripada tanpa ditambahkan bubuk
penilaian panelis terhadap suatu produk
kulit manggis yang warnanya lebih pucat dan
dengan mengkombinasikan warna hingga
pudar.
tekstur suatu produk. Warna merupakan
Panelis menilai kenampakan dengan
salah satu unsur kualitas sensori yang paling
melihat warna dari terasi karena warna
penting dalam penilaian panelis terhadap
merupakan hal pertama kali diperhatikan
kenampakan terasi karena hal yang
oleh panelis. Menurut Sari et al. (2009),
pertama kali akan dilihat oleh panelis adalah
kesan pertama yang didapat konsumen
warna pada suatu produk. Berdasarkan uji
adalah melalui kenampakan dari produk,
Kruskal Wallis terhadap kenampakan terasi
umumnya konsumen lebih tertarik pada
dengan perbedaan penambahan konsentrasi
produk dengan kenampakan yang baik.
pewarna alami ekstrak kulit buah naga
Warna penting bagi banyak produk baik
(Hylocereus polyrhizus) menunjukkan bahwa
yang sudah diproses ataupun belum diproses,
terdapat pengaruh nyata (P<5%) antar
dikarenakan warna memegang peranan bagi
perlakuan. Selanjutnya dilakukan uji lanjut
penerimaan konsumen dan merupakan
Mann Whitney yang menunjukkan bahwa
indikasi perubahan kimia.
terdapat perbedaan nyata (P<5%) antar
Tabel 6 Nilai Sensori Terasi Udang Rebon (Acetes sp.) dengan Penambahan Pewarna Alami
Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus)
Perlakuan
Spesifikasi
K (0%) A (30%) B (35%) C (40%)
Kenampakan 7,33 ± 1,27a 7,66 ± 1,29ab 8,00 ± 1,00b 8,20 ± 0,97b
Bau 7,73 ± 1,09a 7,53 ± 0,88a 7,40 ± 0,95a 7,46 ± 0,84a
a
Rasa 7,43 ± 0,84 a
7,00 ± 1,03 a
7,46 ± 1,11 7,33 ± 0,74a
Tekstur 7,06 ± 0,81a 7,26 ± 0,85a 7,13 ± 1,25a 7,13 ± 1,02a
Rata – Rata 7,40 ± 0,45a 7,36 ± 0,51a 7,50 ± 0,46a 7,53 ± 0,38a
Keterangan:
- Data merupakan hasil rata-rata 3 kali ulangan ± standar deviasi
- Data yang diikuti huruf superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<5%)
Bau sensori terhadap bau terasi berkisar antara
Bau merupakan faktor yang 7,40-7,73. Berdasarkan hasil tersebut, maka
mempengaruhi ketertarikan konsumen terasi memiliki bau yang sama yaitu kurang
terhadap suatu bahan pangan. Nilai spesifik terasi udang. Bau terasi dapat
48 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018
dipengaruhi oleh proses fermentasi. Menurut meningkatkan kadar air yang berpengaruh
Aristyan et al. (2014), bau dan rasa khas terhadap tekstur terasi yang dihasilkan.
terasi merupakan salah satu daya tarik
KESIMPULAN
konsumen. Bau yang terbentuk pada terasi Berdasarkan data hasil penelitian
dipengaruhi oleh adanya senyawa volatil dan pembahasan, didapatkan kesimpulan
pada terasi akibat proses fermentasi. Hal ini sebagai berikut:
juga diperkuat oleh Rahman dan Iffan (2016),
1. Penambahan ekstrak kulit buah naga
aroma terasi dihasilkan oleh fermentasi terasi.
sebagai pewarna alami akan menurunkan
Aroma yang muncul pada terasi berasal dari
kadar garam dan pH, meningkatkan kadar
asam lemak yang bersifat volatil (bau
air, meningkatkan warna merah, serta
keasaman), amonia dan amin (anyir
memperbaiki kenampaka terasi.
beramonia). Salah satu komponen
2. Konsentrasi penambahan ekstrak kulit
pembentuk cita rasa dan aroma terasi yaitu
buah naga terbaik pada terasi adalah 40%
senyawa belerang sederhana seperti sulfida,
karena memberikan hasil yang nyata
dan disulfida yang menyebabkan bau pada
terhadap perubahan warna.
terasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Rasa
Rasa merupakan parameter kesukaan . 2006. Standar Nasional
yang menentukan tingkat penerimaan atau Indonesia No. 2354.2-2006. Badan
penolakan konsumen terhadap suatu produk. Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.
Nilai sensori terhadap rasa terasi berkisar . 2016. Standar
antara 7,00-7,46. Berdasarkan hasil tersebut, Nasional Indonesia 2716:2016. Badan
maka terasi memiliki rasa yang sama yaitu Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.
spesifik terasi udang. Rasa yang dihasilkan Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan
terasi berasal dari protein yang berubah Pengawetan Ikan. Bumi Aksara,
menjadi asam-asam amino. Menurut Sari et Jakarta, 159 hlm. Andriyani, E.A.,
al. (2009), rasa terasi yang khas berasal Yuliati K., dan Supriadi A. 2012.
dari protein menjadi asam-asam amino yang Efisiensi dan Identifikasi Loss pada
dapat menimbulkan cita rasa yang enak. Hal Proses Pengolahan Terasi Udang
ini juga diperkuat oleh Karim (2014), selama Rebon (Acetes sp.) di Desa Belo Laut
proses fermentasi terjadi proses pemecahan Kecamatan Muntok Bangka Belitung.
protein menjadi asam-asam amino yang Fishtech., 1(1).
salah satunya adalah asam glutamat yang AOAC. 2005. Official Methods of Analysis
merupakan sumber rasa umami dari terasi. of the Association of Official
Analytical Chemist. Inc., Washington,
Tekstur DC.
Tekstur merupakan faktor yang
Aristyan, I., Ratna I., dan Laras R. 2014.
menentukan tingkat penerimaan konsumen
Pengaruh Perbedaan Kadar Garam
menggunakan indra peraba. Nilai sensori
terhadap Mutu Organoleptik dan
terhadap tekstur terasi berkisar antara 7,06-
Mikrobiologis Terasi Rebon (Acetes
7,26. Berdasarkan hasil tersebut, maka terasi
sp.). Jurnal Pengolahan dan
memiliki tekstur yang sama yaitu tekstur
Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(2):
yang padat kurang kompak. Tekstur terasi
60-66.
dapat dipengaruhi oleh kadar air sehingga
Arjuan, H. 2008. Aplikasi Pewarna Bubuk
penambahan air saat proses pembuatan terasi
Ekstrak Umbi Bit (Beta vulgaris)
akan berpengaruh terhadap tekstur terasi.
Sebagai Pengganti Pewarna Tekstil
Menurut Arjuan (2008), dengan penambahan
pada Produk Terasi Kabupaten
pewarna bit, maka setelah proses penjemuran
Berau Kalimantan Timur. [Skripsi].
terasi ditambahkan lagi sedikit air untuk
Program Studi Teknologi Hasil
menghomogenkan pewarna bit bubuk
Perikanan, Fakultas Perikanan dan
dengan terasi. Adanya penambahan air akan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor, 107 hlm.
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018 49
Asmaraningtyas, D. 2014. Kekerasan, Universitas Diponegoro, Semarang,
Warna dan Daya Terima Biskuit yang 24 hlm.
Disubstitusi Tepung Labu Kuning. Harjanti, R.S. 2016. Optimasi Pengambilan
[Naskah Publikasi]. Program Studi Antosianin dari Kulit Buah Naga
Ilmu Gizi Jenjang S1, Fakultas Ilmu Merah (Hylocereus polyrhizus)
Kesehatan, Universitas Sebagai Pewarna Alami pada
Muhammadiyah Surakarta, 17 hlm. Makanan. Chemica., 3(2): 39-45.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Hunterlab. 2012. Hunter L, a, b, vs CIE L*,
Makanan dan Minuman SNI No. 01- a*, b*: Measuring Color Using
2891-1992. Badan Standarisasi Hunter L, a, b, versus CIE 1976 L*,
Nasional Indonesia (BSNI). Jakarta. a*, b*. Hunter Associates Laboratory
Citramukti, I. 2008. Ekstraksi dan Uji Inc. http://www.hunterlab.com
Kualitas Pigmen Antosianin pada (Diakses pada tanggal 3 September
Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus 2015).
costaricensis). [Skripsi]. Jurusan Indriati, N., dan Fairdiana A. 2012.
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pemanfaatan Angkak Sebagai
Pertanian, Universitas Pewarna Alami pada Terasi Udang.
Muhammadiyah Malang. Malang. JPB Perikanan., 7(1): 11–20.
Dharmawan, I.P.G.A. 2009. Pengaruh Ingrath, W., Wahyunanto A.N., dan Rini Y.
Kopigmentasi Pewarna Alami 2015. Ekstraksi Pigmen Antosianin
Antosianin dari Rosela (Hibiscus dari Kulit Buah Naga Merah
sabdariffa L.) dengan Brazilein dari (Hylocereus costaricensis) sebagai
Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Pewarna Alami Makanan dengan
terhadap Stabilitas Warna pada Menggunakan Microwave. Jurnal
Model Minuman Ringan. [Skripsi]. Bioproses Komoditas Tropis, 3(3): 1-
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut 8.
Pertanian Bogor, Bogor, 148 hlm. Instruction Manual. 2002. HygroPalm AW1-
Elastri, A. 2015. Pengaruh Substitusi Ekstrak Portable Water Activity Indicator.
Kulit Buah Naga Merah terhadap East Main Street, Hurington, New
Kualitas Es Krim. [Skripsi]. Program York.
Studi Pendidikan Kesejahteraan Jaafar, Ali, R., Nazri, M., dan Khairuddin, W.
Keluarga, Jurusan Kesejahteraan 2009. Proximate Analysis of Dragon
Keluarga, Fakultas Teknik, Fruit (Hylecereus polyhizus).
Universitas Negeri Padang, 17 hlm. American Journal of Applied Sciences.
Fitriyani, R., R. Utami, dan E. Nurhartadi. 6 : 1341-1346.
2013. Kajian Karakteristik Karim, F.A., Fronthea S., dan Apri D.A.
Fisikokimia dan Sensori Bubuk Terasi 2014. Pengaruh Perbedaan Bahan
Udang dengan Penambahan Angkak Baku terhadap Kandungan Asam
Sebagai Pewarna Alami dan Glutamat pada Terasi. Jurnal
Sumber Antioksidan. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Teknosains Pangan., 2(1): 97-106. Perikanan., 3(4): 51-58.
Hanafiah, K.A. 2005. Rancangan Percobaan Khotijah, S. 2016. Kadar Karbohidrat dan
Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Organoleptik Mie Basah Tepung Biji
Persada, Jakarta. Nangka dengan Penambahan Kulit
Hariyanto, N., Dwi R., dan Hery K. 2013. Buah Naga Sebagai Pewarna Alami.
Upaya Peningkatkan Kualitas dan [Publikasi Ilmiah]. Program Studi
Produksi Pencacahan Udang Rebon Pendidikan Biologi, Fakultas
Menjadi Terasi dengan Aplikasi Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Mesin Extruder. [Tugas Akhir]. Universitas Muhammadiyah
Program Studi Diploma III Teknik Surakarta, 14 hlm.
Mesin, Fakultas Teknik, Li, C.W., Hsu H.W., Chen Y.C., Chiu C.C.,
Lin Y.L., dan Ho J.A.A. 2006.
50 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018
Antioxidant and Antiproliferative Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi
Activities of Red Pitaya. Journal Food Hasil Perikanan., 3(1): 108-117.
Chemistry., 95: 319-327. Saati, E.A. 2009. Identifikasi dan Uji
Ma’ruf, M., Komasanah S., Elly P., dan Kualitas Pigmen Kulit Buah Naga
Erwan S. 2013. Penerapan Produksi Merah (Hylocareus costaricensis)
Bersih pada Industri Pengolahan pada Beberapa Umur Simpan dengan
Terasi Skala Rumah Tangga di Dusun Perbedaan Jenis Pelarut.
Selangan Laut Pesisir Bontang. Direktorat Penelitian dan Pengabdian
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis., Masyarakat, JIPTUMMDPPM, UMM.
18(2): 84-93. Malang.
Majid, A., Tri W.A., dan Laras R. 2014. Safitri, G.I. 2009. Pengaruh Kopigmentasi
Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Pewarna Alami Brazilein Kayu
Garam terhadap Mutu Sensori dan Secang (Caesalpinia sappan L.)
Kandungan Senyawa Volatil pada dengan Sinapic Acid terhadap
Terasi Ikan Teri (Stolephorus sp.). Stabilitas Warna pada Model
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Minuman. [Skripsi]. Departemen Ilmu
Hasil Perikanan., 3(2): 17-24. Dan Teknologi Pangan, Fakultas
Manihuruk, F.M. 2016. Efektivitas Ekstrak Teknologi Pertanian, Institut
Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Pertanian Bogor, Bogor, 112 hlm.
polyrhizus) Sebagai Pewarna, Samber L.N., Haryono S., dan Budhi P.
Antioksidan, dan Antimikroba pada 2015. Karakteristik Antosianin
Sosis Daging Sapi. Sekolah Sebagai Pewarna Alami. Seminar
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Nasional X Pendidikan Biologi FKIP
Bogor, 42 hlm. UNS. 1-4.
Martony, O., Yenni Z., dan Urbanus S. Sanjaya, Y.D., Sumardianto, dan Putut H.R.
2015. Analisis Pewarnaan dari Kulit 2016. Pengaruh Penambahan Ekstrak
Buah Naga Merah (Hylocereus Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)
polyrhizus) Sebagai Alternatif terhadap Warna dan Kualitas pada
Pewarna Merah Makanan. Prosiding Terasi Udang Rebon (Acetes sp.).
Seminar Nasional Fakultas Pertanian Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi
Universitas HKBP Nommensen Hasil Perikanan., 5(2): 1-9.
Medan. 21-32. Sari, N.I., Edison, dan Sukirno M. 2009.
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Kajian Tingkat Penerimaan
Indonesia, Jakarta. Konsumen terhadap Produk Terasi
Nugraheni, M. 2014. Pewarna Alami Ikan dengan Penambahan Ekstrak
Makanan dan Potensi Fungsionalnya. Rosela. Berkala Perikanan Terubuk.,
Putri, N. K. M., I W. G. G., dan I W. S. 2015. 37(2): 91-103.
Aktivitas Antioksidan Antosianin Simanjuntak, L., Chairinia S., dan Fatimah.
dalam Ekstrak Etanol Kulit Buah 2014. Ekstraksi Pigmen Antosianin
Naga Super Merah (Hylocereus dari Kulit Buah Naga Merah
costaricensis) dan Analisis Kadar (Hylocereus polyrhizus). Jurnal
Totalnya. Jurnal Kimia., 9(2): 243- Teknik Kimia USU, 3(2): 25-29.
251. Suprapti, M.L. 2006. Teknologi Tepat Guna:
Rahman A., dan Iffan M. 2016. Analisis Membuat Terasi. Kanisius,
Sensoris Terasi Udang yang Yogyakarta.
Ditambahi Bubuk Kulit Manggis Wahyuni R., dan Matheus N. 2014. Pengaruh
(Garnicia mangostana L.). Penambahan Ekstrak Kulit Buah
AGROINTEK., 10(2): 85-91. Naga Super Merah terhadap Produk
Rahmayati, R., Putut H.R., dan Laras R. Mie Kering. Jurnal Teknologi
2014. Perbedaan Konsentrasi Garam Pertanian., 15(2): 93-102.
terhadap Pembentukan Warna Terasi Wahyuni, R. 2011. Pemanfaatan Kulit Buah
Udang Rebon (Acetes sp.) Basah. Naga Super Merah (Hylicereus
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018 51
costaricensis) Sebagai Sumber
Antioksidan dan Pewarna Alami pada
Pembuatan Jelly. Jurnal Teknologi
Pangan., 2(1): 68-85.
Wahyuningtias, D. 2015. The
Application of Dragon Fruit Peels as
a Dye in Red Velvet Cake. Binus
Business Review., 6(3): 372-382.
Waladi, Vonny S.J., Faizah H. 2015.
Pemanfaatan Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus) Sebagai
Bahan Tambahan dalam Pembuatan
Es Krim. Jom Faperta., 2(1): 1-11.
Wirakusumah, E.S. 2007. Mencegah
Osteoporosis Lengkap dengan 39 Jus
dan 38 Resep Makanan. Penebar
Swadaya, Jakarta, 50 hlm.

52 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XI, No. 1, Februari 2018

You might also like